Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MIKROBA DALAM TEKNOLOGI HASIL TERNAK

DISUSUN OLEH :

 SAWAL JEPRI
 DIKI PRANATA
 WAHYU PRATAMA
 MAI INDRA DANI
 IRPAN ALDINO

SEMESTER :
MK :
DOSEN :

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERITAS ISLAM KUANTAN SINGINGI
(UNIKS)
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Syukur Alhamdulillah
Penulis ucapkan dari lubuk hati Penulis kehadirat Allah yang telah memberikan kesempatan
untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Sholawat serta salam Penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul “Mikroba Dalam Teknologi Hasil Ternak” ini semoga dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa yang kami tulis ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Dan
oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya masukan dari para pembaca, baik berupa
kritikan ataupun saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini, supaya lebih
baik untuk masa yang akan datang.
Dan terima kasih atas semua bantuan dari semua pihak yang terkait dalam penyusunan ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kemudian kepada Allah kami bertaubat dan kepada manusia kami memohon maaf atas
kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan makalah ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………. .................................................................................. i


DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
D. Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Daging .............................................................................. 3
B. Pengertian Teknologi Curing Pada Daging ................................................. 5
C. Mekanisme Curing Pada Daging ................................................................. 6
D. Bahan Yang Digunakan Pada Teknologi Curing ......................................... 7
E. Prosedur Kerja Teknologi Curing Pada Daging ........................................... 9
F. Penerapan Teknologi Curing Pada Daging .................................................. 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 13
B. Saran............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Daging sebagai salah satu bahan pangan asal hewan, kualitasnya tidak hanya ditentukan
oleh penanganan ternak semasa hidupnya (sebelum panen) tetapi juga tak kalah pentingnya
adalah penanganannya setelah panen (pascapanen). Pemberian pakan berkualitas tinggi pada fase
pertumbuhan dan pada saat fase penggemukan semasa hidupnya, tidak akan memberikan kualitas
daging yang optimal setelah ternak disembelih jika tidak diikuti dengan penanganan pascapanen
yang tepat.
Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam penanganan pascapanen produk-produk
hasil ternak untuk peningkatan mutunya yakni melalui pengawetan dan pengolahan. Dengan
pertimbangan perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada daging pascamerta ternak (post
mortem) ditinjau dari penggunaan suhu rendah sejak ternak disembelih, dikaitkan dengan mutu
yang dihasilkan maka pada materi ini akan membahas teknologi pengawetan dan pengolahan
yang dapat dilakukan dalam rangkaian penyediaan daging dan produk olahannya, dikaitkan
dengan peningkatan nilai tambah dan pendapatan pada akhirnya.
Saat ini telah banyak teknologi pengolahan daging yang telah diterapkan untuk menjaga
kualitas daging, salah sata teknologi pengolahan daging tersebut adalah teknologi
curing. Teknologi ini memanfaatkan bahan-bahan kimia untuk menjaga kualitas daging. Curing
adalah prosesing daging dengan menambah sodium klorida (NaCl), sodium nitrat atau potasium
nitrat (NaNO3 atau KNO3), gula, bumbu-bumbu dan zat aditif lainnya. Tujuan curing adalah
flavor, aroma, keempukan, juiciness dan mereduksi kerutan daging. Hal iniliah yang
melatarbelakangi penyusunan makalah yang berjudul Penerapan Teknologi Curing Pada Daging.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian teknologi curing pada daging?
2. Bagaimana tujuan curing pada daging?
3. Apa saja bahan yang digunakan pada teknologi curing?
4. Bagaimana metode atau prosedur kerja curing pada daging?
5. Apa contoh penerapan teknologi curing pada daging?

C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian teknologi curing pada daging?
2. Untuk mengetahui tujuan curing pada daging?
3. Untuk mengetahui bahan yang digunakan pada teknologi curing?
4. Untuk mengetahui metode atau prosedur kerja curing pada daging?
5. Untuk mengetahui contoh penerapan teknologi curing pada daging?

D. Manfaat
Adapun manfaat dengan adanya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pelengkap tugas kelompok mata kuliah Teknologi Hasil Ternak.
2. Dapat menjadi bahan pustaka tentang teknologi curing pada daging.
3. Sebagai bahan bacaan mengenai pengolahan dan pengawetan daging.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Daging


Daging diperoleh setelah otot berubah melalui proses penyembelihan atau ternak
dimatikan. Selama dan segera setelah penyembelihan ternak, otot mengalami perubahan-
perubahan yang mempengaruhi sifat-sifat dan kualitas daging. Daging didefinisikan sebagai
semua jaringan tubuh hewan dan produk hasil olahannya yang sesuai untuk dikonsumsi. Daging
harus tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Termasuk ke dalam
definisi daging di atas adalah organorgan seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limfa,
pankreas dan jaringan otot. Daging tersusun atas berbagai macam jaringan tubuh seperti jaringan
adiposa, jaringan ikat, jaringan saraf, jaringan epitel dan jaringan otot. Jaringan otot merupakan
komponen terbesar dari daging sehingga pembahasan mengenai daging lebih banyak
mempelajari sifat dari jaringan otot ini, khususnya otot sekeletal. Namun demikian yang sering
dijadikan pembahasan tentang daging adalah hanya urat daging (jaringan otot skeletal) yang
dikonversikan menjadi daging setelah hewan dipotong (Suharyanto, 2008).
Bila merujuk pada SNI 01-3947-1995 dan SNI 01-3948-1995 maka daging sapi/kerbau
dan kambing/domba dideskripsikan sebagai urat daging yang melekat pada kerangka, kecuali
urat daging pada bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi/kerbau yang sehat waktu
dipotong. Sementara untuk daging kuda belum dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia
(SNI). Jika merujuk pada SNI, maka daging adalah yang menyatu dengan karkas. Karkas adalah
ternak yang telah disembelih kemudian dibuang darahnya, dikuliti (kecuali babi)/dibului pada
unggas, dibuang kepalanya dari pangkal kepala, dibuang saluran pencernaanya, dibuang organ
dalamnya kecuali ginjal, dibuang kaki depan dan belakang dari lututnya (kecuali babi, utuh).
Pada Unggas ada yang memasukkan leher bukan ke dalam kategori bagian karkas (Suharyanto,
2008).
Daging dapat dikategorikan berdasarkan asalnya (jenis ternaknya), yaitu (Suharyanto,
2008) :
 Daging merah meliputi daging sapi, babi, kambing, domba, rusa, kerbau, onta, dan lain-lain.
 Daging putih meliputi semua jenis unggas, c) daging ikan, yaitu semua produk-produk ikan
dan laut; d) daging hewan liar, berasal dari hewan yang belum terdomestikasi.
Setiap jenis ternak memiliki ciri-ciri tersendiri terutama dalam hal warna dan lemaknya.
Hal ini dapat dijadikan pegangan dalam membedakan jenis daging berdasarkan asal ternaknya.
Karaktersitik tersebut adalah (Suharyanto, 2008) :
1. Daging sapi
 Warna merah khas daging sapi: warna gelap, warna keungu-unguan dan akan
berubahmenjadi merah chery bila daging tersebut kontak dengan oksigen terbatas.
 Serat daging halus dan sedikit berlemak tergantung letak daging dalam karkas.
 Konsistensi padat.
 Lemak berwarna kekuning-kuningan.
2. Daging kerbau
 Daging berwarna lebih merah dari daging sapi.
 Serat otot/daging agak kasar.
 Lemaknya berwarna putih.
3. Daging kuda
 Warna daging kecoklatan, jika terkena udara luar warnanya menjadi gelap.
 Serat otot/dagingnya kasar dan panjang.
 Konsistensi padat.
 Di antara serat tidak terdapat lemak.
 Lemak berwarna kuning emas dengan konsistensi lunak karena banyak mengandung olein.
4. Daging domba
 Warna merah khas domba, merah lebih gelap.
 Daging terdiri dari serta-serat halus yang sangat rapat jaringannya.
 Konsistensi cukup padat.
 Diantara otot-otot dan bawah kulit terdapat banyak lemak.
 Lemak berwarna putih.
 Daging domba jantan berbau khas.
5. Daging kambing
 Daging berwarna lebih pucat dari domba.
 Lemak berwarna putih.
6. Daging babi
 Daging berwarna pucat merah muda, daging bagian punggung yang banyak mengandung
lemak, biasanya nampak putih kelabu.
 Daging berserat halus.
 Konsistensi kurang padat.
 Baunya spesifik, lemak jauh lebih lembek dibanding daging sapi/kambing.
7. Daging ayam
 Warna daging pada umumnya keputih-putihan.
 Serat daging halus.
 Konsistensi kurang padat.
 Warna putih kekuning-kuningan dengan konsistensi lunak.
8. Daging kelinci
 Warna hampir sama dengan daging ayam
 Konsistensi kurang padat

B. Pengertian Teknologi Curing Pada Daging


Curing merupakan proses pemeraman daging dengan menggunakan garam sendawa
(garam salpeter) biasanya dalam bentuk NaNO2, NaNO3, KNO2 dan KNO3; garam dapur,
bumbu-bumbu, fosfat (Sodium tripolifosfat/STPP) dan bahan-bahan lainnya. Tetapi biasanya
curing dilakukan hanya dengan garam salpeter/sendawa dan garam dapur saja dan kemudian,
ditambahkan bahan-bahan lainnya bila akan dibuat produk olahannya (Suharyanto, 2008).
Curing itu sendiri merupakan cara mengawetkan daging secara kimiawi. Produk dari
daging curing ini disebut dengan cured meat. Biasanya cured meat ini merupakan produk
intermediate daging karena setelah dicuring, daging bisa diolah menjadi olahan lainnya,
misalnya sosis, bakso dan lain-lainnya. Curing pada daging ini dimaksudkan untuk
meningkatkan warna merah daging, menstabilkan flavor, mengawetkan dan lain-lainnya. Jadi
bila menghendaki produk daging (misalnya sosis) dengan warna merah cerah daging, maka perlu
dicuring dengan nitrit (Firman, 2011).
Curing memiliki tiga tujuan utama, yaitu pengawetan (preservation), rasa (flavor) dan
warna (color). Curing daging membutuhkan garam yang merupakan bahan pengawet pangan
pertama digunakan manusia. Garam telah menjadi bahan penting dalam pengawetan produk-
produk peternakan dan perikanan. Pada tingkat tertentu, garam mencegah pertumbuhan beberapa
tipe bakteri yang bertanggung jawab dalam pembusukan daging. Garam dapat mencegah
pertumbuhan bakteri, baik yang disebabkan oleh efek penghambat langsung dari bakteri maupun
oleh efek pengeringan yang dimiliki bakteri dalam daging (Heni, 2007).
Curing merupakan teknik pengawetan daging dengan menggunakan garam dalam
konsentrasi tertentu. Seiring dengan berkembangnya rantai dingin, metode curing dinilai tidak
efisien namun curing tetap dilakukan dengan tujuan membentuk sifat sensoris daging. Curing
bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging,menghambat aktibitas mikrobia terutama
Clostridium botulinum, memperbaiki flavor dan tujuan utamanya adalah memperbaiki warna
daging menjadi merah pink. Penyebab warna merah karena bakteri mengubah nitrat menjadi
nitrit, nitrit dipecah menjadi NO (nitroso) yang kemudian berekasi dengan pigmen daging
(mioglobin) membentuk nitrosochemochromagen sehingga terbentuk warna merah menarik dan
haemoglobin. Nitrit mampu memberikan flavor yang spesifik kemungkinan dikarenakan adanya
reaksi antara nitrit dengan komponen volatile daging. Contoh produk olahan daging curing yang
banyak di pasaran seperti adalah bacon (daging babi, sapi, kalkun), sosis (hotdog, franks,
cocktaill), cornet dan dendeng (Rahmawati, 2011).

C. Mekanisme Curing Pada Daging


Mekanisme curing menurut Winarno (2002) dalam Septa (2010) adalah nitrit bereaksi
dengan gugus sulfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh mikrobia
dalam kondisi anaerob. Pada daging, nitrit membentuk nitroksida yang dengan pigmen daging
akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah.
Pembentukan nitrooksida dapat terlalu banyak jika hanya menggunakan garam nitrit,
oleh sebab itu biasanya digunakan campuran garam nitrat dan garam nitrit. Garam nitrat akan
tereduksi oleh bakteri nitrat menghasilkan nitrit. Peranan garam nitrat sendiri sebagai bahan
pengawet masih dipertanyakan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa
nitrat tidak dapat mencegah kebusukan, bahkan akan mempercepat kebusukan dalam keadaan
aerobik Septa (2010).
D. Bahan Yang Digunakan Pada Teknologi Curing
Bahan yang digunakan pada teknologi curing adalah sebagai berikut (Hidayat, 2012) :
1. Nitrat / Nitrit
Nitrat/nitrit berfungsi untuk fiksasi warna merah daging, antimikrobial terutama
Clostridium botulinum, dan menstabilkan flavor. Nitrit dan nitrat merupakan bahan tambahan
yang dapat memperbaiki warna dan rasa daging pada proses curing. Selain itu, nitrit pun dapat
mencegah pertumbuhan clostridium botulinum yang bersifat racun bila dikonsumsi manusia
sehingga menyebabkan botulisme. Nitrit dapat berubah menjadi nitrit oksida yang akan
bergabung dengan myoglobin (Mb). Myoglobin merupakan pigmen yang menentukan warna
merah alami pada daging yang tidak diasin. Setelah itu nitrit oksida dan myoglobin berubah
menjadi nitrit oksida myoglobin (NOMb). Nitrit yang digunakan dalam pengasinan daging ini
telah diproduksi secara komersial dengan nama sodium nitrite.
Nitrat merupakan sumber nitrit. Nitrat akan diubah menjadi nitrit kemudian diubah
menjadi NO melalui reduksi. Reduksi terjaid karena adanya aktivitas mikrobia. Di Amerika
Serikat, penggunaan sodium nitrite dalam proses curing daging telah diatur secara legal oleh
sebuah regulasi yang dikembangkan Departemen Pertanian AS (USDA). Pembatasan dalam
penggunaan nitrit sangat diperlukan karena nitrit akan bersifat racun bila dikonsumsi dalam dosis
yang berlebihan.
reduksi
NaNO3 ------> NANO2
reduksi
NANO2 ------> NOHO
reduksi
NOHO ------>NO
nitrosasi
NO+mioglobin ---------> NOMetmioglobin
nitrosasi
NOMetmioglobin --------->NOmioglobin
Pada curing biasanya dikombinasikan antara nitrit dan nitrat. Apabila hanya garam nitrit
yang ditambahkan maka waktu yang diperlukan untuk berubah menjadi NO cepat, apabila
berlebih akan langsung bereaksi dengan N atau gugus amin sekunder membentuk nitrosamine
yang karsinogenik. Jika hanya garam nitrit yang ditambahkan maka reksinya lambat dan tidak
efektif karena memerlukan waktu utuk merubah nitrat menjadi NO.Jadi keduanya
dikombinasikan agar saling melengkapi. Dosis masing-masing menjadi lebih rendah.
2. Garam
Garam berfungsi sebagai pembangkit flavor yang khas dan antimikrobial. Garam
merupakan bahan utama dalam curing. Penambahan garam pada konsentrasi tertentu mampu
menghambat pertumbuhan mikrobia karena garam berperan dalam dehidrasi sehingga merubah
tekanan osmosis. Selain itu, garam berfungsi sebagai flavour modifier. Apabilla hanya
ditambahnkan garam saja, maka hasilnya tidak baik karena menyebabkan produk menjadi kasar,
asin, gelap (warna tidak menarik), kenampakan dan flavor tidak disenangi konsumen. Oleh
karena itu harus dikombinasikan dengan senyawa lain seperti gula, nitrat dan atau nitrit.
3. Gula
Gula berfungsi untuk memperbaiki flavor, mengurangi rasa asin akibat penambahan
garam,mengurangi kekerasan akibat adanya penambahan garam (pelunak), mempengaruhi warna
melalui karamelisasi. Waktu curing yang lama akan memberi kesempatan bakteri untuk
memanfaatkan gula sebagai sumber nutrient. Gula efektif sebagai pemgawet karena menghambat
pertumbuhan bakteri.
4. Angkak
Pertama kali angkak dikenal oleh masyarakat Cina sebagai hung-chu atau hong-qu.
Angkak merupakan yang sejenis dengan pangan tape atau tempe di Indonesia. Masyarakat Cina
memenfaatkan angkak sebagai bahan tambahan makanan maupun minuman sebagai bahan
pengobatan tradisional. Angkak berasal dari hasil fermentasi beras dengan menggunakan kapang
merah. Nama lain dari angkak adalah Monascus Powder karena terkait dengan genus kapang
yang paling umum digunakan yaitu kapang Monascus spp. Sedangkan powder merujuk pada
produk angkak yang berada di pasaran. Terdapat dua spesies kapang Monascus yang umum
dipakai pada proses fermentasi untuk menghasilkan angkak, yaituMonascus
purpureus dan Monascus ruber.
Sementara beras yang digunakan sebagai bahan baku adalah beras putih berkualitas
baik, Cina memanfaatkan angkak sebagai bahan tambahan dalam pengolahan ikan dan daging.
Angkak di sini berfungsi sebagai pewarna, pembangkit rasa, dan pengawet. Angkak juga sedang
dikaji di Jerman sebagai pengganti nitrit atau nitrat yang umum digunakan pada proses kuring.
Kuring merupakan proses pengawetan daging yang berfungsi sebagai pewarna merah pada
daging.
5. Bumbu - Bumbu
Bumbu-bumbu adalah penting untuk meningkatkan flavor sehingga meningkatkan
kesukaan pada konsumen. Selain itu bumbu juga bersifat antimikrobial dan antioksidan sehingga
berperan mengawetkan. Fosfat, berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan produk dan
mengurangi pengkerutan daging selama proses pengolahan serta menghambat oksidasi produk.
Beberapa olahan tidak menggunakan fosfat, jadi bersifat pilihan saja. Khusus nitrat/nitrit,
penggunaannya harus dibatasi karena bila berlebihan bisa berdampak negatif bagi yang
mengkonsumsinya. Kadar akhir nitrit pada suatu produk harus tidak lebih dari 200 ppm dan
nitrat tidak lebih dari 500 ppm.
Bahan-bahan pengasinan dapat dimasukkan ke dalam daging dengan tiga alternatif lain,
yaitu dengan suntikan jarum, suntikan arteri, dan pompa setik. Di negara-negara maju, proses
pengasinan sangat mudah dilakukan oleh siapa saja karena semua bahan, alat dan tempat untuk
proses pengasinan tersebut dapat diperoleh dalam satu produk yang terjual secara komersial.
6. Sodium Erythorbate
Asam erythorbate dan asam askorbat mengembangkan dan menstabilkan daging curing
dengan mereduksi metmioglobin menjadi mioglobin. Kelebihan asam askorbat adalah sebagai
antioksidan terhadap kepudaran warna, menstabilkan warna dan flavor.
7. Air
Air selain sebagai carrier, juga penting untuk mengatur juiceness dari produk yang
dihasilkan.

E. Prosedur Kerja Teknologi Curing Pada Daging


Proses curing membutuhkan garam dalam konsentrasi tertentu untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah garam yang ditambahkan dalam daging sangat
bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan tingkat keasaman (pH). Kondisi
tersebut akan mempengaruhi keefektifan fungsi garam sehingga tidak ada batasan pasti yang
menentukan konsentrasi garam dalam proses curing (Heni, 2007).
Secara garis besar, curing dapat dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara kering
adalah dengan mengolesi/menaburkan campuran bahan curing secara merata ke seluruh bagian
daging, dilakukan proses yang bersifat tradisional karena merupakan metode pengasinan yang
telah berusia tua Curing kering ini bahan-bahannya adalah 26% NaCl, 5% KNO3, 0,1% NaNO2
dan 0,5 - % sukrosa. Curing secara basah adalah dengan merendam daging ke dalam larutan
yang mengandung bahan-bahan curing, lazim dinamakan dengan pengasinan tangki. Caranya
adalah merendamkan daging ke dalam larutan garam dengan perbandingan 1:1. Larutan garam
yang dibuat adalah 26% NaCl, 2 – 4% KNO3, 0,1% NaNO2. Perendaman dilakukan selama 10 –
20 hari. Selain direndam, cara basah ini bisa dilakukan dengan injeksi larutan curing (Heni,
2007).
Curing dapat dilakukan, baik pada daging segar (cured-raw meats) maupun daging
olahan (cured-cooked meats). Cured-raw meats tidak mengalami proses pemanasan selama
pengolahannya, sedangkan cured-cooked meat mengalami proses pemanasan, seperti pasteurisasi
atau sterilisasi. Metode curing dapat dikelompokkan sebagai berikut (Hendry, 2011) :
a. Dry curing
Metode ini merupakan cara tradisional, terutama untuk cured-raw meats. Daging diselimuti
garam dan disimpan pada suhu rendah. Garam kemudian akan memasuki jaringan daging. Pada
saat yang bersamaan, cairan juga akan keluar dari dalam daging. Selain garam, dapat juga
ditambahkan rempah-rempah, gula, atau askorbat.
b. Dry-wet curing
Metode ini dilakukan untuk memudahkan proses curing, di mana larutan garam diinjeksikan
langsung ke dalam jaringan. Larutan garam tersebut bisa juga ditambahkan ingridien curing
lainnya. Setelah beberapa hari penyimpanan, tumpukan daging kemudian ditutupi kembali
dengan garam.
c. Ripening dan fermentasi
Setelah proses curing selesai, kemudian dilakukan ripening dan fermentasi. Tujuannnya adalah
untuk menyempurnakan pembentukan flavor.
d. Smoking
Merupakan proses tambahan yang biasanya dilakukan pada saat ripening. Tujuannya adalah
untuk mengontrol kelembaban daging, sehingga dapat menghambat pertumbuhan kapang.
F. Penerapan Teknologi Curing Pada Daging
Salah satu contoh penerapan teknologi curing pada daging sapi adalah pembuatan
kornet. Berikut adalah penjelasan mengenai teknologi curing pada daging kornet (Almubarok,
2010) :
Kornet merupakan salah satu jenis daging olahan yang berupa daging giling kasar
dengan bahan tambahan bahan pengisi dan bahan pengikat serta bumbu-bumbu. Kornet
umumnya dibuat dari daging sapi, dalam pembuatan kornet daging yang digunakan merupakan
potongan daging segar atau beku (yang telah memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku),
boleh dicampur dengan daging bagian kepala dan hati. Kornet merupakan hasil olahan daging
sapi dengan kentang sebagai bahan pengikat, serta bumbu-bumbu berupa bawang merah, kaldu,
garam, merica dan natrium nitrit.
Bawang merah biasanya digunakan sebagai penyedap sehari-hari yang sangat disukai
karena memiliki aroma yang khas. Bau dan citarasa yang khas pada bawang merah disebabkan
oleh adanya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur seperti propil sulfur. Merica atau
lada biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap karena memiliki dua sifat yang
penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat tersebut disesbabkan
kandungan bahan-bahan kimia organik yang terdapat dalam merica. Rasa pedas dalam merica
disebabkan oleh zat piperin, piperanin dan khasivin yang merupakan persenyawaan dari piperin
dengan alkaloida.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kornet adalah daging segar,
nitrit/sendawa, garam, gula pasir, merica halus, pala halus, tomat segar, susu full cream, dan
bawang merah. Alat-alat yang digunakan yaitu panci press cooker dan spatula.
Proses Curing (penggaraman) dimulai dengan daging sapi dipotong-potong tidak perlu
dicuci. Daging sebanyak 1 kg, garam sebanyak 30 gram, 20 gram gula pasir dan 5 gram sendawa
dicampur pada wadah hingga merata. Daging yang telah dicampur, didiamkan selama 24 jam
agar penggaraman dapat meresap dan merata. Proses ini dinamakan curing kering.
Selanjutnya pembuatan cornet beef, daging yang telah di curing, di cuci dengan air
hingga bersih (berulang kali) agar sendawa tidak terlalu menempel banyak pada daging tersebut
kemudian daging direbus menggunakan press cooker dengan penambahan merica dan pala (± 20-
30 menit). Setelah daging empuk, air rebusan yang masih banyak dibuang sebagian lalu
ditambahkan susu, potongan tomat dan bawang merah halus. Aduk hingga kering. Kornet siap
untuk dihidangkan.
Daging segar yang dibuat menjadi kornet, sehari sebelumnya dicuring terlebih dahulu.
Tujuan dari curing adalah untuk memberikan warna merah cerah (pink) pada produk kornet yang
dihasilkan. Bahan-bahan curing memiliki fungsi masing-masing. Garam dapur berfungsi untuk
meningkatkan daya ikat air dari protein dan pembentukan emulsi serta sebagai bahan pengawet
karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Nitrit atau sendawa yang ditambahkan memiliki
fungsi untuk menstabilkan warna dan menghambat pertumbuhan bakteri. Gula diberikan untuk
memodifikasi rasa dan dapat sebagai pengawet.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penyusunan makalah Penerapan Teknologi Curing Pada
Daging adalah bahwa curing merupakan cara mengawetkan daging secara kimiawi melalui
proses pemeraman daging dengan menggunakan garam sendawa (garam salpeter) biasanya
dalam bentuk NaNO2, NaNO3, KNO2 dan KNO3, garam dapur, bumbu-bumbu, fosfat (Sodium
tripolifosfat/STPP) dan bahan-bahan lainnya. Curing memiliki tiga tujuan utama, yaitu
pengawetan (preservation), rasa (flavor) dan warna (color). Bahan curing biasanya adalah garam,
gula, garam nitrat/ garam nitrit dan angkak.
Curing dapat dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara kering adalah dengan
mengolesi/menaburkan campuran bahan curing secara merata ke seluruh bagian daging, curing
secara basah adalah dengan merendam daging ke dalam larutan yang mengandung bahan-bahan
curing. Contoh produk olahan daging curing yang banyak di pasaran seperti adalah
bacon (daging babi, sapi, kalkun), sosis (hotdog, franks, cocktaill), cornet dan dendeng. Proses
curing membuat aroma daging menjadi agak khas, teksturnya keras, dan warnanya merah cerah.

B. Saran
Sebaiknya dalam penerapan teknologi curing pada daging diperhatikan keaslian daging,
dosis pemberian bahan serta keamanan bahan yang digunakan sehingga menghasilkan olahan
daging yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA

Almubarok, L. 2010. Jenis Daging Olahan (Kornet). http://loetfie.blogspot.com/ 2011 /11 /


kornet- jenis-daging-olahan.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.

Firman. 2011. Pengolahan Daging. http://firmanprotek.blogspot.com/2011/03/v-


behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.

Hendry, N. 2011. Teknologi Curing. http:// foodreview. biz /preview. php?view2&id=56560#.


UVp_QRcqysQ. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.

Heni. 2007. Teknologi Pangan. http://ftpunisri.blogspot.com/2007/10/jangan-gunakan-formalin-


untuk.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.

Hidayat, G. 2012. Daging Curing. http://ginahidayatozy.blogspot.com /2012/01/daging-


curing.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.

Rahmawati, D. 2011. Teknologi Curing Pada Daging dan Ikan. http://yuphyyehahaa.


blogspot.com/2011/06/teknologi- daging-dan- ikancuring.html. Diakses pada tanggal 17
Desember 2014.

Septa, MA. 2010. Mekanisme Curing Pada Daging. http://septa-ayatullah.blogspot.com/


2010/01/mekanisme-curing-pada-daging.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.

Suharyanto. 2008. Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Jurusan Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai