Anda di halaman 1dari 24

IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DESA SUKOMULYO

KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG

Disusun oleh:
Siti Nurainy 201810320311025
Jatu Kusuma R 201810320311027
Muchammad Toha W 201810320311029
Cindy Aprilia 201810320311039

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019

i
ABSTRAK
Hutan di Indonesia terdegradasi seluas 96,3 juta ha sebagai akibat dari kegiatan
penebangan liar, kebakaran hutan, konversi hutan, perluasan pertanian, serta
konflik sosial atas sumberdaya hutan. Berawal dari masalah tersebut sejak awal
tahun 1950-an, pemerintah Indonesia telah menerapkan program rehabilitasi.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan merupakan program yang dicanangkan oleh
pemerintah dengan tujuan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan
fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam
mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Degradasi hutan dan lahan
yang semakin bertambah tiap tahunnya dikarenakan populasi manusia yang
semakin bertambah tiap tahunnya sekaligus kebutuhan pangan sehingga banyak
kawasan hutan yang dialihfungsikan menjadi lahan pertanian. Degradasi yang
semakin mengkhawatirkan tiap tahunnya sehingga pemerintah mengadakan
program rehabilitasi untuk memperbaiki fungsi hutan dan lahan yang sudah
terdegradasi. Kurangnya informasi terhadap implementasi program rehabilitasi
hutan dan lahan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah sehingga perlu dilakukan
studi analisis program rehabilitasi untuk mengkaji tingkat keberhasilan dari
program Rehabilitasi Hutan Lahan. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa
Sukomulyo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui program rehabilitasi hutan dan lahan yang telah terlaksana di Desa
Sukomulyo, pihak-pihak pelaksana, faktor penghambat dan pendorong, dampak
ekologi dan sosial ekonomi yang ditimbulkan dari program rehabilitasi hutan dan
lahan serta tingkat keberhasilan program rehabilitasi hutan dan lahan yang telah
terlaksana. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Sukomulyo
yang terletak di Kecamatan Pujon dengan cara melakukan wawancara terhadap
ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan Citra Lestari, Bapak Kepala Desa,
Perhutani, Cabang Dinas Kehutanan, dan masyarakat sekitar. Hasil penelitian
menunjukan bahwa di Desa Sukomulyo terdapat program Rehabilitasi Hutan Lahan
yang baru dimulai pada tahun 2019 dan masih proses dalam tahap persiapan berupa
pemasangan ajir dan pelubangan sedangkan tahun - tahun sebelumnya belum
pernah dilaksanakan program RHL. Program ini dilakukan di kawasan Hutan
Lindung dengan BPDAS Brantas Sampean sebagai instansi yang
menyelenggarakan dan Perhutani yang melaksanakan program RHL tersebut.
Program Rehabilitasi Hutan Lahan tersebut dilaksanakan pada lahan seluas 20,08
ha pada blok 34A. Lahan tersebut akan ditanami tanaman alpukat, nangka, sukun,
sirsak, dan duren sebagai tanaman pokok. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
yang sedang proses berjalan ini terdapat kendala pada dana yang dikeluarkan oleh
pemerintah karena belum serta merta keluar semua sehingga masyarakat kesulitan
dalam menjalankan program rehabilitasi hutan dan lahan tersebut. Program
Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Desa Sukomulyo belum dapat dianalisis terkait
tingkat keberhasilan program karena belum ada program Rehabilitasi Hutan dan

ii
Lahan yang sudah selesai. Hal ini menunjukan program Rehabilitasi Hutan dan
Lahan yang diselenggarakan pemerintah belum maksimal karena terdapat kawasan
hutan lindung yang kritis namun tidak dilakukan rehabilitasi.

Kata Kunci: rehabilitasi hutan dan lahan, Desa Sukomulyo, hutan lindung, lahan
kritis,

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT sehingga dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah Perhutanan Sosial tentang Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).
Tugas ini salah satunya digunakan sebagai tugas ujian akhir semester. Kami
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tatag Muttaqin S.Hut, M.Sc, IPM


2. Bapak Ramanu sebagai ketua LMDH Citra Lestari Desa Sukomulyo
3. Bapak Daryono mantri Perhutani
4. Cabang Dinas Kehutanan Malang
5. Perhutani Malang
yang telah mau membantu kegiatan kami dengan baik sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas dengan lancar. Tugas ini kami buat dengan sebaik mungkin,
kami berharap tugas ini dapat memberi manfaat kepada orang lain.

Malang, 5 Desember 2019

Penyusun

iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................5


2.1 Sejarah Perhutanan Sosial ......................................................................5
2.2 Lahan Kritis ............................................................................................6
2.3 Rehabilitasi Hutan dan Lahan ................................................................7
2.4 Lembaga Pelaksana ................................................................................8
2.5 Kemasyarakatan .....................................................................................9

BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................10


3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................10
3.2 Jenis dan Sumber Data .........................................................................10
3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................................10
3.4 Bahan dan Alat .....................................................................................11
3.5 Metode Analisis Data ...........................................................................11
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...............................................11
Wilayah Administrasi .................................................................................11
Topografi ....................................................................................................11

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................12


4.1 Program Rehabilitasi Desa Sukomulyo ................................................12
4.2 Badan Pelaksana Program Rehabilitasi ................................................12
4.3 Faktor Pendorong, Dampak, dan Kendala Kegiatan Rehabilitasi ........13
4.4 Dampak Ekologi dan Sosial Ekonomi..................................................13

v
4.5 Tingkat Keberhasilan Program Rehabilitasi.........................................13

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................14


5.1 Kesimpulan ...........................................................................................14
5.2 Saran ....................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................15


LAMPIRAN ...................................................................................................17

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan merupakan sumberdaya alam yang berperan penting terhadap
kehidupan manusia dalam menghasilkan barang dan jasa serta menciptakan
kestabilan lingkungan (Steinlin 1988). Kestabilan lingkungan seiring berjalannya
waktu berkurang, akibat banyaknya pembukaan lahan hutan yang digunakan untuk
berbagai kepentingan seperti pertanian, perkebunan, dan industri. Kepentingan
tersebut menjadi penyebab terjadinya perubahan keadaan hutan yang dikonversi
akibat meningkatnya pertumbuhan penduduk, sehingga kebutuhan terhadap
pangan, sandang, dan papan juga meningkat. Kebutuhan yang semakin meningkat
membuat pembukaan lahan hutan yang dikonversi semakin banyak sebagai
alternatif dalam memenuhi kebutuhan penduduk (Simon 2006).

Degradasi hutan yang terjadi memberikan dampak buruk, sehingga


diperlukan adanya proses rehabilitasi hutan dan lahan untuk menekan degradasi
hutan (Brown 1994). Hutan yang terdegradasi menyebabkan reduksi struktur dan
fungsi ekosistem. Salah satu upaya dalam mengembalikan fungsi ekosistem yaitu
melalui proses rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan upaya mengembalikan fungsi
ekosistem secara parsial mencapai kondisi ekosistem semula (Bradshaw 2002).
Rehabilitasi hutan dan lahan memiliki peranan penting dalam meningkatkan
manfaat jasa lingkungan untuk mendukung kegiatan usaha tani dan pemulihan
kesuburan tanah (Njurumana dan Prasetyo 2010). Proses rehabilitasi ini berperan
dalam menghambat terjadinya eksploitasi terhadap sumberdaya lahan yang
semakin intensif. Proses rehabilitasi ini telah dilakukan oleh pihak Perum Perhutani
pada sebagian lahan bekas hutan produksi. Rehabilitasi ini turut mempengaruhi
keadaan dan fungsi lanskap. Lanskap merupakan area spasial penting dengan
berbagai jenis interaksi ekosistem, yang memiliki fungsi produksi, regulasi, habitat,
dan informasi (De Groot et al. 2002) serta proses alamiah yang terjadi secara terus
menerus dalam suatu kurun waktu (Forman dan Godron 1986).

Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia menyebabkan


kebutuhan pada lahan juga semakin meningkat. Karena lahan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, dan papan, sehingga banyak
lahan yang mengalami perubahan fungsi. Perubahan fungsi lahan yang dibarengi
dengan pengelolaan lahan namun tanpa menerapkan teknik yang sesuai maka dapat
menyebabkan kerusakan tanah. Kondisi ini jika berlangsung terus menerus maka
sangat dikhawatirkan akan terjadi kerusakan fisik lahan yang berakibat pada
terjadinya penurunan kesuburan tanah dan produktivitas tanah serta meningkatkan
luasan lahan terdegradasi. Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas

1
lahan yang sifatnya sementara maupun tetap yang dicirikan oleh penurunan sifat
fisik, kimia dan biologi tanah.

Kondisi biofisik lahan yang cenderung menurun menyebabkan penurunan


produktivitas pertanian, lingkungan, dan ketersediaan pangan. Kondisi seperti ini
sering disebut sebagai proses degradasi lahan. Secara umum lahan kritis merupakan
salah satu indikator terjadinya degradasi lingkungan sebagai dampak dari berbagai
jenis pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang bijaksana (Nugroho dan Prayogo
2008). Keadaan ini kemudian mengakibatkan tingginya laju erosi dan melahirkan
lahan kritis. Di Indonesia peristiwa erosi umumnya disebabkan oleh air hujan
karena Indonesia mempunyai iklim tropis (Arsyad 2010). Selain faktor penggunaan
lahan dan curah hujan, terjadinya lahan kritis juga didukung oleh faktor topografi,
seperti kondisi lereng yang curam serta kondisi lahan yang memiliki tanah yang
peka terhadap erosi (Barus et al. 2011).

Desa Sukomulyo memiliki kondisi topografi dimana terletak pada dataran


tinggi. Secara geografis, Desa Sukomulyo termasuk wilayah yang memiliki
pegunungan dan sebagian besar dataran tinggi. Letak Desa Sukomulyo berada
diantara beberapa desa lain yang juga masih termasuk dalam wilayah kecamatan
Pujon. Menurut Tataq (2015) kondisi Kecamatan Pujon memiliki klasifikasi sangat
curam, yang menunjukan bahwa Kecamatan Pujon memiliki resiko yang
mengancam keselamatan masyarakat bila pengelolaanya tidak memperhatikan
kaidah konservasi tanah dan air. Kondisi eksisting di Desa Sukomulyo juga
menunjukan pengelolaan lahan untuk menanam tanaman sayur sayuran
menggunakan sistem guludan tanah (galengan) dari atas ke bawah sehingga air
langsung meluncur tidak ada penahan sehingga memiliki potensi untuk terjadi
longsor. Peningkatan jumlah penduduk di Desa Sukomolyo menyebabkan
kebutuhan akan tanah meningkat, sedangkan luas lahan tidak bertambah. Hasilnya
keadaan ini menggeser fungsi lahan tersebut, sehingga terjadi perubahan
penggunaan lahan serta memicu peningkatan luasan lahan kritis dari tahun ke tahun.

Dengan adanya lahan kritis di kawasan lindung secara otomatis akan sangat
mempengaruhi kelangsungan kawasan lindung itu sendiri (baik di dalam maupun
di luar kawasan hutan). Keberadaan lahan kritis pada kawasan budidaya dapat
menurunkan produktivitas pertanian dan perekonomian di Desa Sukomulyo. Oleh
karena itu pengembangan konservasi lahan kritis perlu dilakukan untuk
mempertahankan kelestarian lingkungan hidup dan pengembangan wilayah sebagai
penyangga pembangunan dan meningkatkan perekonomian di Desa Sukomulyo.
Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang dicanangkan pemerintah
(Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup) dan diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 Tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan
lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung

2
sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Pelaksanaan kebijaksanaan publik dapat
ditentukan oleh kebijaksanaannya yang sesuai dengan kondisi, dana, tenaga ahli,
tenaga-tenaga terampil maupun mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh staf itu
sendiri.

Tingginya tingkat kehilangan luasan hutan salah satunya ditengarai akibat


tidak adanya kelembagaan pengelolaan hutan, akibatnya hutan menjadi sumberdaya
yang terbuka. Status quo pengelola SDH ditunjukkan dengan tidak dapat
dipisahkannya pengguna satu dengan yang lain terhadap barang/jasa yang
dihasilkan oleh SDH. Akibatnya masing-masing mencari keuntungan sebesar-
besarnya dan berperan sebagai penunggang gratis, hal ini menunjukkan tidak
adanya kontrol terhadap SDH.

Hadirnya lembaga/instansi pemerintah antara lain sebagai badan yang


membangun dan menjalankan institusi pengelolaan hutan. Perubahan yang dinamis
dalam pengelolaan hutan berdampak pada deforestasi dan degradasi lahan, serta
program rehabilitasi terkait yang dilaksanakan pada masa lalu dan masa sekarang
ini. Perubahan dalam kebijakan pengelolaan hutan selalu sejalan dengan tujuan
perbaikan kondisi perekonomian nasional. Perubahan yang dinamis tersebut juga
berdampak pada peningkatan laju deforestasi, pada aspek ekologi dan penghidupan
masyarakat, dan pada program rehabilitasi yang dilaksanakan pada masa lalu dan
masa sekarang ini.

1.2 Rumusan Masalah


Menurut data luas lahan di Desa Sukomulyo totalnya 610.3 Ha. Dimana luas
pemukiman penduduk 37.4 Ha dan sedangkan lahan kering 61.0 Ha dan areal
persawahan 119.4 Ha. Penggunaan lahan di Desa Sukomulyo yang mengalami
perubahan berupa sawah, kebun menyebabkan kawasan hutan mengalami
penurunan luasan. Faktor kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia telah
mengakibatkan luasan hutan mengalami penurunan dan degradasi lahan pada
kawasan hutan lindung di desa tersebut.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka berikut dapat dirumuskan beberapa


pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa saja program Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang sudah dilaksanakan
di desa Sukomulyo.
2. Siapa saja badan pelaksana program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
3. Apa saja faktor pendorong, dampak, dan kendala dari kegiatan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan yang telah dilaksananakan dan yang sedang berjalan.
4. Apa saja dampak ekologi dan sosial ekonomi yang ditimbulkan dari
program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
5. Bagaimana tingkat keberhasilan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
yang telah dilaksanakan

3
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi
program Rehabilitasi Hutan dan Lahan, dengan sasaran:

1. Mengetahui apa saja program Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang sudah
dilaksanakan di desa Sukomulyo.
2. Mengetahui siapa saja badan pelaksana program Rehabilitasi Hutan dan
Lahan
3. Mengetahui apa saja faktor pendorong, dampak, dan kendala dari kegiatan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang telah dilaksananakan dan yang sedang
berjalan.
4. Mengetahui apa saja dampak ekologi dan sosial ekonomi yang ditimbulkan
dari program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
5. Menganalisis tingkat keberhasilan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
yang telah dilaksanakan

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perhutanan Sosial
Pengelolaan hutan di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan sejak masa
kerajaan terutama di Pulau Jawa. Pengelolaan yang dilakukan oleh kerajaan pada
saat itu menunjukkan penguasaaan hutan di Pulau Jawa dikuasai untuk kemewahan
raja dan penghidupan masyarakat yang ada di dalamnya. Kemudian pada masa
kolonial atau pada masa penjajahan, pengelolaan dilakukan dengan membatasi
akses masyarakat terhadap hutan dengan adanya kebijakan - kebijakan penguasa
pada saat itu dan isu – isu mistis yang disebarkan kepada masyarakat. Pembatasan
tersebut menyebabkan ketakutan masyarakat dan menyebabkan masyarakat tidak
merasakan fungsi dari hutan itu sendiri (Budiono Dkk, 2006).
Penguasaan penuh oleh Negara terhadap hutan merupakan sebuah proses
hegemoni Negara untuk membatasi akses masyarakat terhadap hutan sehingga
hutan sepenuhnya bisa dieksploitasi untuk kepentingan Negara. Dalam konteks
Pengelolaan Sumber Daya Hutan (PSDH) Negara melalui Perum Perhutani
melakukan sentralisasi pengelolaan dan pemanfaatan SDH di Jawa. Sentralisasi
pengelolaan dan pemanfaatan tersebut merupakan sebuah manifestasi dari sebuah
kekuasaan Negara yang hegemonik. Interaksi Negara melalui Perum Perhutani
kemudian bersifat eksploitatif pada Sumber Daya Hutan (SDH) dan bersifat
penetratif terhadap Masyarkat Desa Hutan (MDH). Dampak yang signifikan adalah
dengan meningkatnya perusakan hutan oleh Masyarakat Desa Hutan yang
dilakukan karena lemahnya kondisi ekonomi dan sosial di Masyarakat Desa hutan.
Perusakan tersebut adalah sebuah bentuk resistensi Masyarakat Desa Hutan (MDH)
terhadap kebijakan pembangunan hutan yang tidak partisipatif (Sulistyaningsih,
2013)
Berbagai bentuk program Sosial Forestry yang telah berkembang dalam
konteks pengelolaan hutan di Indonesia telah berkembang lebih jauh mengikuti
proses dan dinamika kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah pengembangan
kelembagaan di pedesaan pada tingkat lapangan yaitu, Pola PHBM (Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat) oleh Perum Perhutani di Pulau Jawa, Pola MHBM
(Mengelola Hutan Bersama Masyarakat), Hutan Kemitraan dan Mengelola Hutan
Rakyat (MHR) di areal HTI di Luar Pulau Jawa. Dengan adanya perkembangan
dinamika kehidupan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, menyebabkan
adanya dasar kebijakan pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang dapat
memayungi dan mendukung penguatan kelembagaan pengelolaan hutan oleh
masyarakat seperti : Hutan Kemasyarakatan (Permenhut No. 37 Tahun 2007),
Hutan Desa (Permenhut No. 49 Tahun 2008), pendanaan Hutan Rakyat (SK Menhut
No. 49/Kpts-II/1997) yang telah berkembang sangat luas di Pulau Jawa bahkan
telah menjadi salah satu alternatif sumber bahan baku industri perkayuan di Pulau
Jawa dan Luar Pulau Jawa (Hakim Dkk, 2010)

5
2.2 Lahan Kritis
Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga
kehilangan atau berkurang fungsinya sampai batas yang ditentukan atau
diharapkan, sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan
peruntukkannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air. Lahan
kritis ditandai oleh rusaknya struktur tanah, menurunnya kualitas dan kuantitas
bahan organik, defisiensi hara dan terganggunya siklus hidrologi, perlu
direhabilitasi dan ditingkatkan produktivitasnya agar lahan dapat kembali berfungsi
sebagai suatu ekosistem yang baik atau menghasilkan sesuatu yang bersifat
ekonomis bagi manusia (Kementerian Kehutanan 2014). Kerusakan secara fisik,
kimia dan biologis tanah dapat mengakibatkan terjadinya erosi dan tanah longsor
di daerah hulu, serta terjadinya banjir dan sedimentasi pada daerah hilir (Zain 1998).
Perubahan dalam pengelolaan lahan banyak menyebabkan hutan-hutan menjadi
gundul karena mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian, perumahan dan
lainnya. Alih fungsi kawasan hutan menurunkan luasan kawasan hutan, sehingga
mengakibatkan berkurangnya sumber mata air, terjadinya longsor, pendangkalan
sungai sehingga membawa dampak perubahan ke arah lahan kritis (Harini et al.
2012). Menurut Rukmana (1995) lahan-lahan pertanian yang terus ditanami tanpa
diikuti pengelolaan tanaman, tanah dan air secara tepat, akan mengakibatkan
penurunan produktivitas tanahnya. Penurunan produktivitas tanah disebabkan
karena terjadi penurunan kesuburan tanahnya yang semakin lama akan menjadi
lahan kritis.
Terjadinya lahan kritis disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Perladangan berpindah-pindah yang diikuti dengan penebangan hutan dan


pembakaran hutan.
2. Praktek sistem pertanian yang tidak memperhatikan konsep dan usaha
pengawetan (konservasi) tanah.
3. Pengembalaan liar dan kebakaran hutan

2.3 Rehabilitasi Hutan dan Lahan


Rehabilitasi Lahan Berbagai dampak yang ditimbulkan dari degaradasi
lahan menyebabkan menurunnya produktivitas lahan, sehingga untuk
mengembalikan lagi fungsi suatu lahan perlu dilakukan upaya perbaikan terhadap
lahan tersebut. Menurut Pasal 40 di dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan menyebutkan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan
untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktivitas, dan perannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga. Kemudian di dalam pasal 41 disebutkan bahwa
rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman atau penerapan teknik konservasi

6
tanah secara vegetatif dan sipil teknik pada lahan kritis dan tidak produktif. Prinsip
dasar pelaksanaan Rehabilitasi menurut Departemen Kehutanan (2001) harus
mengacu pada :

1. Pelestarian keanekaragaman jenis. Prinsip ini menuntut adanya


keanekaragaman jenis yang tinggi dalam menentukan jenis tumbuhan,
jumlah dan anakan atau bibit yang akan digunakan dalam rehabilitasi
kawasan taman nasional.
2. Pembinaan dan peningkatan kualitas habitat mengacu pada pelaksanaan
seluruh rangkaian kegiatan rehabilitasi untuk menjamin pulihnya kondisi
dan fungsi kawasan secara lestari. Untuk itu setiap pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi kawasan taman nasional harus diarahkan semaksimal mungkin
pada pemulihan kondisi kawasan seperti keadaan semula.
3. Melibatkan keikutsertaan para pihak terkait (stakeholders), setiap kegiatan
yang dilakukan harus jelas standar, prosedur dan hasilnya serta jelas pula
tanggung jawab setiap pihak yang berperan dalam pelaksanaan rehabilitasi
kawasan taman nasional, sehingga masing-masing dapat dimintakan
tanggung jawabnya. Kejelasan tanggung jawab ini menyangkut pihak
pemerintahan pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat peserta kegiatan
maupun perorangan dan atau lembaga-lembaga dan para pihak terkait.

Sasaran kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut P. 12/Menhut-


II/2011 memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Diutamakan termasuk dalam DAS Prioritas.


b. Lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan.
c. Mempunyai tingkat kerawanan banjir, tanah longsor, abrasi, erosi tanah dan
kekeringan yang tinggi.
d. Perlindungan danau, bendungan, waduk dan bangunan vital lainnya. Pola
penyelenggaraan RHL meliputi kegiatan teknis dan kegiatan pendukung, untuk
kegiatan teknis yang dilaksanakan antara lain:
1. Rehabilitasi kawasan konservasi/lindung.
2. Penanaman hutan kota.
3. Rehabilitasi hutan mangrove/sempadan pantai/rawa/gambut.
4. Penanaman bibit hasil KBR (Kebun Bibit Rakyat).
5. Pembuatan KBR 2011.
6. Pembangunan/Renovasi Persemaian Permanen.

7
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
pelaksanaan RHL bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi hutan dan lahan, menjamin terjaganya daya dukung,
produktivitas dan peranan hutan dan lahan sebagai sistem penyangga kehidupan.
Salah satu pertimbangan pelaksanaan kegiatan RHL adalah sebaran lahan kritis
yang masih luas dan berdampak negatif terhadap fungsi hidrologis dalam ekosistem
DAS. Percepatan kegiatan rehabilitasi oleh Pemerintah melalui Kementerian
Kehutanan pernah dilaksanakan pada tahun 2000-an tepatnya tahun 2003 sampai
2007 melalui program Gerhan (Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan) dalam
rangka pemulihan kondisi hutan dan lahan kritis. Dasar pelaksanaan Gerhan adalah
Keputusan Bersama 3 (tiga) Menteri Koordinator Kabinet Indonesia Bersatu
(Menko Kesra, Menko Perekonomian dan Menko Polkam) nomor
09/KEP/MENKO/KESRA/III/2003, KEP.16/M.EKON/03/2003 dan
KEP.08/MENKO/POLKAM/III/2003 tentang Pembentukan Tim Koordinasi
Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional. Selanjutnya
dasar hukum tersebut diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2007.

Rehabilitasi terdiri dari dua kategori yaitu reboisasi dan penghijauan.


Reboisasi atau rehabilitasi hutan didefinisikan dengan kegiatan menanam pohon
yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan, sedangkan penghijauan atau
rehabilitasi lahan berkenaan dengan kegiatan penanaman pohon yang dilaksakan di
lahan milik masyarakat di luar kawasan hutan. Dalam Perpres Nomor 89 Tahun
2007, sasaran lokasi penyelenggaraan Gerhan diutamakan pada bagian hulu DAS
yang rawan bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor, daerah tangkapan air
(catchmen area) dari waduk, bendungan dan danau, daerah resapan air (recharge 8
area) di hulu DAS, daerah sempadan sungai, mata air, danau serta bagian hilir DAS
yang rawan bencana tsunami, intrusi air laut dan abrasi pantai.

2.4 Lembaga Pelaksana

Perencanaan pengembangan wilayah pada saat ini telah dihadapkan pada


permasalahan dan tantangan tidak saja pada hal substantif perencanaan seperti tata
ruang, pengembangan ekonomi, dan infrastruktur, tetapi juga memunculkan
kebutuhan akan kelembagaan (institutions) yang memadai. Menurut North (1990)
bahwa kelembagaan dalam hal ini mencakup tidak saja organisasi atau lembaga
saja, melainkan juga aturan main (rule of the games), mekanisme koordinasi aktor
yang terlibat beserta peran dan kontribusinya dalam proses pengambilan keputusan
dan alokasi sumberdaya pembangunan pada skala wilayah dalam arti bagaimana
tata kelola diaplikasikan dalam konteks pengembangan wilayah.

8
2.5 Kemasyrakatan

Desa merupakan suatu daerah yang dijadikan tempat tinggal masyarakat


yang sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian bersumber dari alam.
Di dalam (Rahardjo,2004). Pada masyarakat desa masih minim mengetahui
teknologi sehingga membuat mereka untuk bertani. Kondisi lingkungan yang masih
asri dan subur merupakan faktor pendorong masyarakat desa tersebut mengelola
lahan pertanian sebagai sumber kehidupan. Menjelaskan bahwa adanya masyarakat
pertanian didasarkan pada pemeliharaan tannaman dengan menggunakan peralatan
tangan. Karena mereka tidak lagi harus meninggalkan suatu wilayah bilamana
persediaan makanan habis, maka masyarakat ini mengembangkan pemukiman
permanen (Henslin, 2006)

9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu 1 (satu) hari pada tanggal 11
November 2019. Lokasi penelitian di Desa Sukomulyo, Kecamatan Pujon,
Kabupaten Malang yang memiliki luas total 610,3 Ha.

3.2 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain catatan lapangan,
sumber data tertulis dan rekaman. Pengumpulan data dan informasi penelitian ini
melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Di dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan studi kasus yang dilakukan untuk mendeskripsikan
program rehabilitasi hutan dan lahan kawasan hutan lindung di Desa Sukomulyo
Kecamatan Pujon Kabupaten Malang dengan melihat proses, aktivitas- aktivitas
dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam pelaksanaan program tersebut dengan
lebih mendalam. Sumber- sumber informasi didapatkan melalui wawancara
terhadap LMDH dan Mantri Perhutani setempat.

10
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan data sekunder dan studi
literatur. Data sekunder meliputi data dari wawancara secara langsung dengan
LMDH dan mantri perhutani setempat, literatur terkait lahan kritis dan rehabilitasi.

3.4 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan adalah peta RBI Kabupaten Malang dan peta
administrasi Kabupaten Malang, data kawasan hutan yang dikelola LMDH
peralatan yang digunakan antara lain kamera digital, alat tulis, handphone dan
komputer.

3.4 Metode Analisis Data


Metode yang digunakan dengan mengacu pada tujuan penelitian yaitu :
Menetukan parameter keberhasilan program rehabilitasi hutan

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN


Wilayah Administrasi
Desa Sukomulyo terletak berada diantara beberapa desa yang masuk dalam
wilayah kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Sebelah barat berbatasan dengan
Desa Bendosari, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pujon Kidul, sebelah
selatan berbatasan dengan Gunung Kawi dan sebelah Utara berbatasan dengan Desa
Ngabab. Dengan luas wilayah Desa Sukomulyo 610.3 Ha, dimana seluas 37.362
m2 adalah pemukiman penduduk dan sisannya lahan kering dan areal persawahan.

Topografi
Wilayah Desa Sukomulyo memiliki daerah pegunungan dan sebagian besar
dataran tinggi.

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Program Rehabilitasi Desa Sukomulyo
Pada umunya program Rehabilitasi Hutan dan Lahan meliputi 3 tahap yaitu
persiapan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman. Dari hasi observasi yang
dilakukan didapati bahwa di Desa Sukomulyo sebelumnya belum pernah ada
program rehabilitasi hutan dan lahan, dan baru tahun 2019 ini terdapat program
rehabilitasi yang baru akan berjalan. Program RHL Di Desa Sukomulyo baru
sampai tahap persiapan ditunjukan dengan terbentuknya Lembaga Masyarakat
Desa Hutan (LMDH) Citra Lestari yang memegang hutan Sukomulyo dengan luas
556,90 Ha. Lahan yang akan ditanami seluas 20 Ha dengan rencana akan ditanami
tanaman buah berupa duren, alpukat, nangka, sukun, dan muris/sirsak yang
diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat berupa hasil buah dari tanaman
tersebut yang akhirnya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Persiapan secara teknis sudah mulai berjalan dengan dilakukannya pemasangan ajir
dan pembuatan lubang tanaman pada lahan. Pemasangan ajir dan pembuatan lubang
tanaman pada lahan ini dilakukan secara borongan dengan anggaran APBN yang
dalam pelaksanaannya terdapat pendampingan dari pihak Perhutani baik oleh
mandor maupun mantri setempat. Untuk saat ini dana yang sudah diturunkan hanya
sebesar 9 juta dan untuk menutupi kekurangan dana dalam proses persiapan ini
dibantu dengan peminjaman dana oleh mantri perhutani. Sistem bagi hasil antara
perhutani dengan masyarakat pengelola belum ada keputusan pasti, namun
diperkirakan dari perhutani mendapat 10% dari hasil panen nantinya. Persiapan
untuk bibitnya pun juga sudah matang, semua bibit yang akan ditanam berada di
wilayah Coban Rondo sebelum nantinya dipindahkan saat akan dilakukan
penanaman. Untuk tahap penanaman sendiri masih menunggu musim hujan agar
bibit yang ditanam dapat tumbuh sesuai harapan. Mengingat kondisi lahan RHL
yang subur, para pelaksana optimis program rehabilitasi lahan ini akan sukses
kedepannya.

4.2 Badan Pelaksana Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan


Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini sendiri merupakan program yang
diturunkan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke pihak BPDAS
Brantas kemudian diturunkan lagi ke pihak Perhutani KPH Malang. Dalam
pelaksanaannya Perhutani menjalin kerjasama dengan Lembaga Masyarakat Desa
Huta (LMDH) untuk membantu pelaksanaanya.

12
4.3 Faktor Pendorong, Dampak, Dan Kendala Kegiatan Rehabilitasi Hutan
Dan Lahan
Adapun beberapa faktor yang mendorong program Rehabilitasi Hutan dan
Lahan ini diantaranya sumber daya yang mencankup jumlah pelaksana dan jumlah
penyuluh kehutanan lapangan dari perhutani yang sudah mencukupi untuk
terlaksanaannya program ini. Kondisi lahan yang terdegradasi menjadi salah satu
faktor pendorong untuk dilaksanakan rehabilitasi karena kondisi topografi yang
sangat miring sehingga rawan terjadi run-off bila lahan tetap dalam keadaan
kosong. Dibawah lahan rehabilitasi juga terdapat lahan pertanian dan rumah warga
sehingga dikhawatirkan akan terjadi longsor bila lahan tidak segera di rehabilitasi.
Kendala yang dihadapi berupa dana yang belum diberikan secara utuh sesuai
dengan anggaran yang dibutuhkan yang seharusnya sebesar 24 juta tetapi baru
diberikan sebesar 9 juta. Kondisi musim yang belum memasuki musim penghujan
juga menjadi salah satu penghambat kegiatan rehabilitasi karena jika pohon
ditanaman dalam keadaan lahan kering maka kemungkinan untuk mati lebih
banyak. Komunikasi antar organisasi juga telah dilakukan oleh Kementrian
Kehutanan melalui penyuluh dari perum perhutani KPH Malang yang kemudian
disosialisasikan ke LMDH sehingga komunikasi terjalin dengan baik. Karakteristik
badan pelaksana dari program ini juga sudah terstruktur sehingga jelas pembagian
tugas serta fungsinya.

4.4 Dampak Ekologi dan Sosial Ekonomi


Dampak ekologi belum dapat dirasakan oleh masyarakat maupun mahkluk
hidup yang berada sekitar kawasan tersebut dikarenakan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan masih dalam tahap persiapan.

Dampak sosial ekonomi sudah dapat dirasakan oleh masyarakat karena


membuka lapangan pekerjaan baru dan dengan adanya program rehabilitasi
masyarakat mendapat keuntungan berupa tambahan uang.

4.5 Tingkat Keberhasilan Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan


Tingkat keberhasilan program belum dapat dianalisis karena di desa
sukomulyo belum ada program rehabilitasi yang sudah selesai dan program
rehabilitasi baru ada tahun 2019.

13
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah :
1. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Desa Sukomulyo baru mulai
dilaksanakan tahun ini dimana seluas 20 Ha dengan tanaman pokok berupa
buah - buahan sekaligus tanaman sela namum sekarang masih dalam tahap
persiapan berupa lubang dan ajir.
2. Untuk kendala yang dialami adalah dana dari pemerintah yang belum turun
semuanya sehingga masyarakat dari LMDH sendiri masih kesulitan.
3. Keberhasilan program RHL pada Desa Sukomulyo belum dapat dianalisis
karena program masih berjalan.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang diusulkan adalah :

1. Perlunya program Rehabilitasi Hutan dan Lahan lebih banyak lagi pada
Desa Sukomulyo karena banyak lahan yang terbakar dan kosong.
2. Pengembangan program RHL pada Desa Sukomulyo sehingga masyarakat
mau mengembangkan hutannya.

14
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad Sitanala.2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Barus B, Gandasasmita K, Tarigan SD, Rusdiana O. 2011. Penyusunan kriteria
lahan kritis. [laporan akhir]. Kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup
dengan Pusat Pengkajian Pengembangan Wilayah (P4W) Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Budiono P, Jahi A, Slamet N, Susanto D. 2006. Hubungan Karakteristik Petani Tepi
Hutan dengan Perilaku Mereka dalam Melestarikan Hutan Lindung di 12
Desa Provinsi Lampung. Jurnal Penyuluhan Vol:2 No.2
Hakim, Ismatul, dkk. 2010. Social Forestry : Menuju Restorasi Pembangunan
Kehutanan Berkelanjuta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan
Iklim dan Kebijakan. Kementerian Kehutanan : Jakarta.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID) : Akadernika Pressindo.
Harini S, Suyono, Mutiara E. 2012. Manajemen Pengelolaan Lahan Kritis pada
DAS Brantas Hulu Berbasis Masyarakat (Pilot Project Desa Bulukerto, Kota
Batu). Jurnal Manajemen Pengelolaan Lahan Kritis. Vol 1. No 1. Hal 92-111.
Henslin M. James 2006. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Edisi 6 Jilid 2.
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Kementerian Kehutanan. 2014. Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun : Baseline
Data Pengelolaan DAS. Semarang (ID) : BPDAS, Kemenhut.
Kementerian Kehutanan. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.61/Menhut-
II/2014 tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Jakarta (ID): Kemenhut.
Muttaqin, Tatag. 2014. Evaluasi Kekritisan Lahan Di Kawasan Lindung Kecamatan
Pujon Kabupaten Malang Jawa Timur Dengan Teknologi Sistem Informasi
Geografis. Jurnal Gamma. Vol 10. No 1
Nugroho SP, Prayogo T. 2008. Penerapan SIG untuk Penyusunan dan Analisis
Lahan Kritis pada Satuan Wilayah Pengelolaan DAS Agam Kuantan,
Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol 9. No 2. Hal
130-140.
North Dauglass C. 1990. Institution Change and Economic Performance. New
York: Cambridge University Press.
Rahardjo. 2004. Membangun Desa Partisipatif. Graha Ilmu : Yogyakarta.
Rukmana R. 1995. Teknik Pengelolaan Lahan Berbukit dan Kritis. Yogyakarta
(ID): Penerbit Kanisius.
Simon Hasanu. 2006. Social Forestry and Sustainable Forest
Management.Cooperation between Perum Perhutani and The Faculty of
Forestry.Yogyakarta: Gadjah Mada University.

15
Sulistyaningsih. 2013. Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Pendapatan Petani
(Studi Kasus: Di Desa Landangan Kecamatan Kapongan). Jurnal Agribios.
Vol.11 No. 1
Zain AS. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Sertifikasi Hutan Rakyat.
Jakarta (ID) : Rineka Cipta.

16
LAMPIRAN
Lampiran 1. Stuktur LMDH Desa Sukomulyo

Lampiran 2. Lahan RHL

17
Lampiran 3. Papan RHL

18

Anda mungkin juga menyukai