Pembimbing Tutorial :
Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2016
BAB I
Pendahuluan
Penulis
BAB II
ISI
Overview
Alex seorang mahasiswa FK UPN “veteran” Jakarta sedang stase forensic sedang
mencari-cari referensi untuk tugas referat forensic, Alex membaca berita kasus
pembunuhan di website metrotvnews.com, dengan isi artikel sebagai berikut:
Irwan Alexander (IA) dan Desi Ekasari (DE) berkenalan lewat jejaring pertemanan
facebook. Sebulan intensif bertukar cerita lewat facebook
IA mengajak DE bertatap muka sekaligus melamar DE. Tapi DE tak pernah sampai ke
rumah keluarga IA, DE (21 tahun) “dihabisi” setelah sebelumnya diperkosa di semak-
semak di daerah Kapuk Muara, sekitar pukul 23.00.
Setelah mendapati korban tak bernyawa, pelaku lalu memasukkan kepala korban ke
dalam tanah seperti posisi menungging dengan kondisi setengah telanjang.
Jasad DE ditemukan pertama kali oleh tukang sapu yang sedang membersihkan sampah
dipinggir jalan PIK, Senin (3/3). Penemuan itu kemudian disampaikan ke Suparman,
satpam PIK dan dilanjutkan ke Polsek Metro Penjaringan.
Dari hasil forensic (Otopsy), korban sudah mati saat dicekik (terang suyudi). Ada kurang
lebih 8 tusukan. Dua di kepala, 3 di bagian leher, dan 3 di bagian perut.
IA terancam hukuman seumur hidup karena dikenai pasal berlapis berupa pembunuhan
berencana, pencurian dengan kekerasan, dan pemerkosaan, kata Kapolsek Penjaringan
Ajun Komisaris Besar Suyudi Aryo Setyo di Jakarta.
Setelah membaca artikel tersebut muncul pertanyaan pada diri alex, apakah kematian
mereka itu wajar atau tidak atau mungkin kasus ini diawali oleh kasus kekerasan seksual,
atau mereka mati karena asfiksia. Alex mulai mencari teori forensic tentang identifikasi
korban hidup dan mati kemudian menyusun Visum et Repertum, thanatology,
traumatology, toksikologi, kekerasan seksual, asfiksia apa ada hubungannya dengan
kasus tersebut.
Ketika Alex jaga IGD, dia melihat dokter forensic sedang membuat VER korban mati (mayat
tidak dikenal lainnya) sebagai berikut:
(VER terlampir)
Polisi meminta dokter membantu dalam proses penyidikan dan peradilan kasus kematian DE.
Disaat bersamaan di ruang forensic telah dilakukan otopsi pada korban wanita yang lain
berikut foto-foto hasil autopsinya.
Hasil pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: mayat lebam kebiruan
Tanda Vital: -
Status Generalis:
Kepala: mata kanan lebam, tampak laserasi dahi kanan dengan tepi rata sudut lancip panjang 10
cm
THT: tampak bite mark pada daun telinga kiri, contussio diameter 1 cm, multiple pada region
colli, hidung terdapat bekuan darah
Thoraks: tampak laserasi dalam pada multiple pada areola mammae dextra et sinistra, bentuk
melingkar, warna agak kemerahan.
Abdomen: tampak vulnus laseratum posisi melintang panjang 20 cm dengan tepi rata dan sudut
lancip
Extremitas Atas: tampak bekas kuku di kedua lengan atas, dan pada kedua tangan tampak jejas
bekas ikatan
Extremitas Bawah: tampak contussio berwarna kekuningan pada medial region femur dextra et
sinistra
Pemeriksaan Genitalia:
Inspeksi: Laserasi pada labia minor, warna agak kemerahan.
RT: Robekan hymen pada jam 3-6-9, dengan bentuk robekan tidak teratur , dan mulai diliputi
jaringan ikat.
Inspekulo: laserasi yang agak kemerahan pada introitus vagina , secret pada forniks posterior.
TRAUMATOLOGI
Trauma tajam
Benda tajam seperti pisau, pemecah es, kapak, pemotong, dan bayonet menyebabkan luka yang
dapat dikenali oleh pemeriksa. Tipe lukanya akan dibahas di bawah ini :
Luka insisi
Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet. Karena
gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam. Panjang dan kedalaman
luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan jaringan yang
terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya yang rata.
Luka tusuk
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang terjatuh di
atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut akan tajam,
sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua sudutnya tajam.
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata. Jaringan
elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan bentuk
senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis lengkung pada seluruh area
tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar dan pendek.
Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan
panjang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi
korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi
tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan
mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan
yang lebih dalam maupun pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit
seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan
dengan lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada
bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang
digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler
dan besar.
Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal
pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan
Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang digunakan.
Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat autopsi. Posisi
membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata yang lebih
pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk
memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan adanya
kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa
anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu
untuk menentukan jenis senjata yang digunakan.
Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai tulang
rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat melalui
trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau patah pada
ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau yang
tertancap pada tulang dengan pasangannya.
Luka Bacok
Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan menggunakan instrument
yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak kecil, atau parang. Terkadang bayonet
dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan ini. Luka alami yang disebabkan oleh senjata jenis
tersebut bervariasi tergantung pada ketajaman dan berat senjata. Makin tajam instrument makin
tajam pula tepi luka. Sebagaimana luka lecet yang dibuat oleh instrument tajam yang lebih kecil,
penipisan terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat. Abrasi lanjutan dapat ditemukan pada
jenis luka tersebut pada sisi diseberang tempat penipisan, yang disebabkan oleh hapusan bilah
yang pipih. Pada instrumen pembacok yang diarahkan pada kepala, sudut besatan bilah
terkadang dapat dinilai dari bentuk patahan tulang tengkorak. Sisi pipih bilah bisa meninggalkan
cekungan pada salah satu sisi patahan, sementara sisi yang lain dapat tajam atau menipis. Berat
senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga tulang di bawah luka yang
dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan menggunakan instrumen yang
lebih berat. Pernah dilaporkan bahwa parang dapat membuat seluruh gigi lepas. Kerusakan
tulang yang hebat tidak pernah disebabkan oleh pisau biasa. Juga perlu dicatat kemungkinan
diakukannya pemelintiran setelah terjadi bacokan dan dalam upaya melepaskan senjata. Gerakan
tersebut, jika dilakukan dengan tekanan, dapat mengakibatkan pergeseran tulang, umumnya
didekat kaki-kaki luka bacok.
Efek utama dari luka tusuk, luka lecet, dan luka bacok adalah perdarahan. Disfungsi
karena kerusakan saraf di ekstremitas juga dapat dicatat. Luka tusuk yang dalam dapat mengenai
organ-organ dalam. intrumen teramat kecil yang menyebabkan luka tipe tusuk dapat
menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan normal dapat kembali tertutup
setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang keluar setelahnya. Pemecah es, awls, dan
hatpins diakui dapat menyebabkan luka jenis tersebut. Sebagimana telah didiskusikan pada
pembahasan luka tembak, bentuk alami terpotongnya arteri besar dan jantung oleh karena luka
tusuk menyebabkan perdarahan lebih lambat dibandingkan kerusakan yang sama yang
disebabkan luka tembak.
Pada keadaan tertentu, senjata yang tidak umum digunakan, menyebabkan luka tusuk,
lecet, atau bacok. Anak panah berburu yang setajam silet yang umumnya dipakai jarak jauh,
pernah juga dipakai untuk menusuk korban dengan tangan. Potongan tajam gelas, botol pecah,
dan objek gelas lain yang tajam terkdang dipakai sebagai senjata untuk merobek atau menusuk.
Pisau bedah, jarum jahit, dan tonggak tajam dapat digunakan sebagai senjata yang mematikan.
Beberapa catatan sebaiknya dibuat mengenai kerusakan yang tertutupi oleh instrumen
tajam yang dipakai sebagai sejata untuk menusuk. Jika pisau bermata dua atau sejata sejenis
digunakan, tepi pemotongan yang tajam menyebabkan sudut tajam atau robekan dengan kaki-
kaki bersudut akut. Senjata bermata satu seringkali menyebabkan salah satu kaki luka bersudut
tajam dan yang satunya tumpul. Pemeriksaan pakaian korban penusukan dapat memeberi
perkiraan ciri-ciri senjata yang digunakan. Pemeriksaan tersebut menjadi sangat penting nilainya
apabila luka tusuk diperlebar oleh dokter bedah untuk tujuan menilai luka secara lebih akurat
untuk kepentingan medikolegal. Pemeriksaan ini juga penting untuk menilai apakah senjata
benar-benar menembus pakaian hingga kelapisan dibawahnya. Beberapa individu yang
menggunakan senjata tajam untuk bunuh diri dapat membuka sedikit bagian pakaiannya
sehingga tidak akan ditemukan robekan tembus pada pakaian. Tidak adanya kerusakan pada
pakaian yang dipakai oleh korban, padahal luka terdapat pada area yang tertutupi pakaian, dapat
menunjukkan bahwa kematian disebabkan masalah internal.
Terdapat 2 tipe luka oleh karena instrumen yang tajam dikenal dengan baik dan memiliki
ciri yang dapat dikenali dari aksi korban. ”tanda percobaan” adalah insisi dangkal, luka tusuk
atau luka bacok yang dibuat sebelum luka yang fatal oleh individu yang berencana bunuh diri.
Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan terletak dekat dengan luka dalam di
daerah pergelangan tangan atau leher. Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat luka
tusuk dalam dan mematikan. Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok superfisial di kepala
dapat terjadi sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan kehilangan kesadaran dan/atau
kematian.
Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah ”luka perlawanan”. Luka
jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari korban
sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan
menggenggam bilah dari instrumen tajam.
THANATOLOGI
Thanatos : kematian
Logos : ilmu
Definisi :
Ilmu yang mempelajari tentang perubahan setelah kematian serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Hidup :
3 sistem vital berfungsi
1.Otak
2. Jantung
3. Paru
Jenis-jenis mati :
1. Mati klinis
Terhentinya aktivitas 3 sistem vital : peredaran darah, pernafasan, sistem saraf secara permanen
(irreversibel)
2. Mati suri
Suspended animation = apparent death
Terhentinya aktivitas 3 sistem vital untuk sementara waktu (reversibel)
3. Mati seluler
- Terhentinya aktivitas sel secara permanen
- Terjadi setelah mati klinis
- Bervariasi untuk setiap organ
4. Mati otak
Terhentinya aktivitas otak secara permanen --> organ-organ lain masih “hidup”, dapat diambil
untuk transplantasi.
Manfaat Thanatologi
1. Pemastian kematian
2. Penentuan saat kematian --> Alibi
3. Transplantasi organ --> saat pengambilan organ
4. Penentuan sebab kematian --> keracunan
5. Rekonstruksi
Proses kematian
Dini :
- Otot lemas
- Napas stop
- Jantung / nadi stop
- Syaraf stop
- Anakan mata (pupil) membesar, tak bereaksi terhadap sinar
--> lebam mayat
Pada orang hidup kontinyu karena ada desakan darah. Mati : fragmentasi peredaran darah retina
Suhu normal :
Oral : 97 - 99oF
Rectal : 99 - 100oF
LEBAM MAYAT
Definisi
Perubahan warna menjadi ungu kemerahan pada posisi terendah turun akibat penumpulkan darah
dalam pembuluh darah kecil akibat gravitasi.
Kaku Mayat
- Post mortem rigidity
Definisi
Suatu kekakuan permanen pada otot yang terjadi setelah kematian
Prinsip terjadinya :
- Awal kematian
ATP dalam otot --> otot masih lemas dan “fungsional”
(Prymary relaxation)
- Lalu :
ATP habis --> terbentuk kompleks aktin miosin permanen --> otot kaku tetapi panjang tetap
(rigor mortis)
- Saat pembusukan
Kompleks aktin miosin hancur --> rigor mortis hilang
Perubahan Kekakuan Otot Setelah Kematian
Diagnosis banding :
1. Kadaverin spasme
Pembusukan (decomposition)
Definisi :
Proses penghancuran jaringan yang terjadi setelah mati akibat :
1. Proses kimiawi aseptik oleh enzim intraseluler (lisozym)
2. Proses pembusukan bakteri GI Tract dan fermentasi (putrefection)
Prinsip terjadinya :
Lingkungan
- Basah / air
- Hangat
Lipase endogen
enzim dari cl. perfringens
Interpretasi adiposera :
1. Tanda post kematian
2. Petunjuk kekerasan
Mumifikasi
1. Mumifikasi buatan
Mayat diasap / diberi bahan kimia --> kering, awet
2. Mumifikasi alamiah
- Suhu tinggi
- Kelembaban rendan
- Ventilasi baik
- Kurang air
- Muda
- Mayat tidak busuk
- Mayat utuh
--> sel / jaringan kering, kaku keras, awet coklat
Interpretasi :
1. Tanda pasti kematian
KUHAP 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana Rp. 4.000,-
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana enjara
paling lama lima tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun
(4) Dengan penganiayaan disamakan dengan sengaja merusak kesehatan
Niat
- Sengaja (dolus)
- Penganiayaan
- Penganiayaan berat
- Pembunuhan
Bisa dilihat dari persiapannya. Misalnya alat yang digunakan : golok, pemukul, tangan kosong
- Lalai (culpa)
- Culpa lata
- Culpa lvis
- Kecelakaan
Hasil
- Luka ringan
- Luka sedang
- Luka berat
- Mati
KUHP 90
Luka berat adalah :
1. Luka yang tidak dapat sembuh sempurna atau mendatangkan bahaya maut
2. Kehilangan salah satu indera
3. Lumpuh
4. Kudung (cacat berat) --> amputasi (terpotong salah satu anggota badan, tidak termasuk
gigi)
5. Tidak dapat berpikir lebih 4 minggu
6. Keguguran
7. Halangan menetap dalam melakukan pekerjaan
No. 7. tidak dapat diniolai dokter, tetapi oleh pengadilan. Kita dapat memberikan keterangan
diagnostik aspek medis.
TRAUMA JATAM
Pisau, kaca, sembilu
Luka tusuk :
2 sudut lancip : mata 1, mata 2
1 sudut tumpul : mata 1
Panjang luka :
- Lebar pisau maksimal yang masuk
Pada kasus yang diayun seperti ini, panjang luka tidak selebar pisau, tetapi jauh lebih lebar.
Bunuh diri, jarang sekali :
- Luka percobaan (tentative wound)
- Pergelangan tangan
- Leher
- Letak terjangkau
- Pakaian tak kena
Tentative wound
- Luka-luka bentuk garis-garis percobaan bunuh diri pada pergelangan tangan
Ketahanan
- Terantung organ yang terkena
- Pembuluh nadi besar
- Jantung
- Otak
TRAUMA TUMPUL
Memar :
- Perdarahan subdermis / supedermis
- Epidermis utuh, kadang + edema
Warna :
- Biru - hijau - coklat
- Kuning - hilang
Waktu : tergantung intensitas
Kalau disekitarnya sudah ada warna kuningnya dipastikan > 18 jam (umur lukanya)
Memar vs lebam
Iris - siram air
- Memar : warna tetap
- Lebam : warna menghilang
Lecet tekan :
Kalau epidermis tertekan ke bawah (pada korban hidup tidak kelihatan, misalnya pada
pemukulan)
Kalau mati, daerah tersebut akan mengalami penguapan lebih cepat --> pengeringan lebih cepat -
-> berwarna coklat dan perabaan keras
Khas :
- Cekik : bentuk lengkung (apabila menggunakan kuku)
- Jerat
- Gigit --> dapat untuk identifikasi
Lecet geser : arah ?
- Awal : batas jelas
- Arah serabut
--> epidermis teregang dan tergeser
Subdural / subarachnoid :
Sinus, bridging vein, fokus laserasi / memar
Spontan : leukemia, CO, tumor, infeksi tertentu
Laserasi otak
Sembab otak : penyebab yang mengakibatkan kematian
Kematian :
Perdarahan / tekanan pada pusat-pusat vital
Contra coup :
Cedera otak sisi kontralateral
Kelemahan :
Tidak bisa jelaskan :
- Mengapa tidak pernah di oksipitat ?
- Kenapa ada cedera yang difus ?
Teori II (Kepala boleh diam)
Hasil dari percobaan ilimiah terhadap benda berongga berisi cairan (kepala) :
Saat impak,
- Sisi impak : tekanan positif
- Sisi kontra : tekanan negatif
Dua-duanya dapat mengakibatkan cedera (tekanan negatif lebih pada lebih 1 Atm)
Hal-hal khusus :
LUKA BAKAR
Api :
- Derajat bisa lebih dari 2
- Rambut terbakar
CO sangat tinggi, mati sangat cepat kerusakan defusi alveolar akut, sehingga CO-Hb rendah.
Poseudoepidural Hematoma ?
Epidural palsu Asli
Bilateral Kenyal
Diffuse Unilateral
Tipis, granuler, Terlokal
rapuh
Coklat Merah ungu
Letak sembarang Temporal / oksipital
Cedera CNS (-) (-)
LUKA TEMBAK
Tipe Colt : arah perjalanan peluru ke kiri
Fungsi utama proses peradilan pidana, mencari kebenaran sejauh yang dapat dicapai oleh
manusia, dan tanpa harus mengorbankan hak dari tersangka atau terdakwa.
Pasal 15 KUHAP
Empat tingkat acara pidana
1. Tahap penyidikan --> POLRI
2. Tahap penuntutan --> JPU
3. Tahap pemeriksaan
di sidang pengadilan --> Hakim
4. Tahap pelaksanaan
putusan pengadilan --> jaksa + LP
Mesiu
- Asap --> kelim jelaga, karena mesiu terbakar --> luka tembak sangat dekat (25 - 30cm)
- Butir-butir mesiu --> kelim tato
--> luka tembak jarak dekat (50 - 60 cm)
Api
--> kelim api
Terbakar dekat moncong (15 cm)
Jarak Tembak
Berdasarkan sifat luka, merupakan luka tembak jarak jauh, tetapi dapat pula merupakan luka
tembak jarak dekat dengan penghalang.
Diameter peluru : dari lubang + lebar kelim lecet, tegak lurus arah
Keberhasilan pemeriksaan : berhasil tergantung :
1. Saat pemeriksaan
--> biasanya diperlambat
2. Keaslian barang bukti --> misalnya jelaga dihapus
3. Teknik pereaksi
Pemeriksaan misalnya perkosaan : di fornix posterior
4. Koordinasi
Defenisi Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen
(hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian
Etiologi Asfiksia
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis
difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.
2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan
emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran
napas dan sebagainya.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya barbiturate dan
narkotika.
Penyebab tersering asfiksia dalam konteks forensik adalah jenis asfiksia mekanik, dibandingkan
dengan penyebab yang lain seperti penyebab alamiah ataupun keracunan
Fisiologi
Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia, yaitu:
1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
- Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi kantong
plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di
pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.
- Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan, gantung diri,
penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan
asfiksia mekanik.
2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia berat dan
perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa
bahan bakar ke pabrik.
3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok dan
sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar.
Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.
4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat
menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:
- Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi perusakan pada
enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera. Pada keracunan Barbiturat
dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial sehingga kematian berlangsung perlahan.
- Intraselular
Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas membran
sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti kloform, eter dan
sebagainya.
- Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian O2 oleh jaringan
seperti pada keadaan uremia.
- Substrat
Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien, misalnya pada
keadaan hipoglikemia.
Patologi
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh
yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan
oksigen langsung atau primer tidak jelas.
- Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus alienum
dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru-paru.
- Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya pada
luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.
2. Stadium Kejang
Berupa gerakan klonik yang kuat pada hampir seluruh otot tubuh, kesadaran hilang dengan
cepat, spinkter mengalami relaksasi sehingga feses dan urin dapat keluar spontan. Denyut nadi
dan tekanan darah masih tinggi, sianosis makin jelas. Bila kekurangan O2ini terus berlanjut,
maka penderita akan masuk ke stadium apnoe.
3. Stadium Apnea
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot menjadi lemah, hilangnya refleks,
dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernafasan dangkal dan semakin memanjang, akhirnya
berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti
dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut
beberapa saat lagi.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar
antara 3-5 menit.
c. Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat
peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Ini tidak dapat
dinyatakan sebagai anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang
berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total hemoglobin.
Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher, sianosis hampir selalu diikuti dengan
kongesti pada wajah, seperti darah vena yang kandungan hemoglobinnya berkurang setelah
perfusi kepala dan leher dibendung kembali dan menjadi lebih biru karena akumulasi darah.
Biasanya korban anak-anak atau orang yang tidak berdaya. Bila dilakukan dengan bahan halus,
kadang-kadang sulit mendapatkan tanda-tanda kekerasan.
b. Mati tergantung. Kematian terjadi akibat tekanan di leher oleh pengaruh berat badan sendiri.
Kesannya leher sedikit memanjang, dengan bekas jeratan di leher. Ada garis ludah di pinggir
salah satu sudut mulut.
Bila korban cukup lama tergantung, maka lebam mayat didapati di kedua kaki dan tangan.
Namun bila segera diturunkan, maka lebam mayat akan didapati pada bagian terendah tubuh.
Muka korban lebih sering pucat, karena peristiwa kematian berlangsung cepat, tidak sempat
terjadi proses pembendungan.
Pada pembukaan kulit di daerah leher, didapati resapan darah setentang jeratan, demikian juga di
pangkal tenggorokan dan oesophagus. Tanda-tanda pembendungan seperti pada keadaan asfiksia
yang lain juga didapati. Yang khas disini adalah adanya perdarahan berupa garis yang letaknya
melintang pada tunika intima dari arteri karotis interna, setentang dengan tekanan tali pada
leher.
Tanda-tanda diatas tidak didapati pada korban yang digantung setelah mati, kecuali bila dibunuh
dengan cara asfiksia. Namun tanda-tanda di leher tetap menjadi petunjuk yang baik.
Pemeriksaan Jenazah
a. Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997):
1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.
2. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik
pada kematian akibat asfiksia.
3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam mayat
lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah
sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.
4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas
pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar
masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang
bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada
konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah.
Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan
palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah
meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel
kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik
perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot.
Penulis lain mengatakan bahwa Tardieu’s spot ini timbul karena permeabilitas kapiler yang
meningkat akibat hipoksia.
b. Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997):
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat paska
kematian.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat,
berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung
belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars
diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal,
mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung atau
tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus vena
submukosa dengan dinding tipis).
ASFIKSIA MEKANIK
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki
saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), , misalnya:
a. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas, seperti pembekapan (smothering) dan
penyumbatan (gagging dan choking).
b. Penekanan dinding saluran pernapasan, seperti penjeratan (strangulation), pencekikan
(manual strangulation, throttling) dan gantung (hanging).
c. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)
Dalam kitab undang-undang hukum Acara Pidana tidak dijumpai istilah Visum et
Repertum. Pasal 133KUHAP memakai istilah ‘surat keterangan ahli’ yang dibuat oleh spesialis
kedokteran forensic” atau “surat keterangan” bila dibuat oleh dokter umum atau dokter spesialis
lainny, adalah identic dengan Visum et Repertum.
Profesionalisme seorang dokterdapat dimunculkan pada kesimpulan Visum et Repertum
yang dapat menjadi pertimbangan penegak hokum.
Ada empat kualifikasi derajat yang dapat dipilih dokter:
1. orang yang bersangkutan tidak menjadi sakit atau mendapat halangan dalam melakukan
pekerjaan atau jabatan.
2.orang yang bersangkutan menjadi sakittetapi tidak ada halangan untuk melakukan pekerjaan
atau jabatan
3. orang yang bersangkutan menjadi sakitdan berhalangan untuk melakukan pekerjaan atau
jabatannya
4. Orang yang bersangkutan mengalami:
a. penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh
b. dapat mendatangkan bahaya maut
c. tidak dapat menajalankan pekerjaan
d. tidak dapat memakai salah satu panca indera.
e. terganggu pikiran lebih dari empat minggu.
f. keguguran.