Anda di halaman 1dari 631

i

KATA PENGANTAR

Regulasi konservasi energi secara tegas menyebutkan bahwa semua sektor pengguna
energi baik yang ada di sisi penyediaan maupun di sisi pemanfaatan wajib menerapkan
manajemen energi. Tujuan penerapan manajemen energi adalah untuk meningkatkan
efisiensi pemanfaatan energi dan melestarikan sumber daya energi. Menghemat energi di
tingkat konsumen akan memberi manfaat ganda, bagi perusahaan. Menghemat energi
berarti mengurangi biaya produksi, menambah profit dan daya saing. Sedangkan manfaat
hemat energi secara nasional antara lain mengurangi beban penyediaan energi dan
mengurangi emisi gas rumah kaca.

Saat ini manajemen energi sudah merupakan tuntutan regulasi yaitu Undang-Undang nomor
30 tahun 2007 tentang energi dan peraturan pemerintah nomor 70 tahun 2009 tentang
konservasi energi serta ISO 50001. Di perusahaan industri khususnya yang intensip energi,
biaya energi merupakan salah satu fraksi biaya produksi yang cukup besar sehingga
pengaruh peningkatan harga energi sangat signifikan terhadap total biaya produksi sehingga
harus disikapi dengan berbagai upaya diantaranya dengan peningkatan efisiensi energi.
Karena porsi biaya energi yang besar dalam fraksi biaya produksi, maka penghematan
energi adalah cara efektif untuk mengurangi biaya operasi perusahaan. Setiap bulan,
perusahaan industri menanggung biaya energi 10 % hingga 40 % dari total biaya produksi.
Oleh karena itu integrasi manajemen energi dalam sistem manajemen perusahaan adalah
langkah yang tepat.

Saat ini, penggunaan energi di industri masih relatif boros. Faktor yang menyebabkan
penggunaan energi masih belum efisien, antara lain kurangnya kesadaran perusahaan
tentang pentingnya efisiensi energi, peralatan pemanfaat energi yang masih menggunakan
teknologi lama yang tidak efisien, serta terbatasnya kompetensi petugas energi untuk
mengelola energi di industri.

Upaya pemerintah untuk mendorong kegiatan efisiensi dan konservasi energi di semua
sektor termasuk sektor industri sudah banyak dilakukan, diantaranya adalah melakukan
audit energi gratis bagi bangunan gedung pemerintah maupun gedung komersiil serta
industri dengan pendanaan dari APBN, public awareness/sosialisasi, regulasi mengenai
konservasi energi (Peraturan Pemerintah No. 70/2009) antara lain kewajiban bagi pengguna
energi yang konsumsi energinya sama dengan atau lebih besar dari 6.000 ton oil equivalent
(TOE) harus melakukan managemen energi yang antara lain menunjuk manager energi
yang bersertifikat kompetensi dan melakukan audit energi secara berkala yang dilakukan
oleh auditor energi yang bersertifikat.

Untuk mendukung pelaksanaan regulasi tersebut di atas, perlu adanya kegiatan capacity
building yang mendidik calon manager energi dan auditor energi untuk mendapatkan
sertifikat kompetensi yang dilakukan oleh lembaga independen yang sudah ada yaitu

ii
Lembaga Sertifikasi Profesi Himpunan Ahli Konservasi Energi (LSP HAKE) yang telah
mendapat lisensi/sertifikat dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Program UPLIFT (Upgrading and Leveraging Indonesia to Fortify Energy Efficiency through
Academic and Technical Trainings for Energy Management Professionals) ini disponsori oleh
TUV Nord dan ASSIST dengan dukungan dana dari SEQUA Gmbh. Dalam pelaksanaannya,
bekerjasama dengan HAKE melakukan Training of Trainers (TOT) manajer energi termasuk
pembuatan kurikulum dan modul-modul pelatihan, training untuk calon manager energi dan
uji kompetensi manager energi. Mitra pelaksana program adalah Universitas Indonesia,
Universitas Gadjah Mada, EKONID, dan KADIN.

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di
bidang manajemen energi dan menciptakan tenaga profesional manager energi di industri.

Modul-modul yang disampaikan dalam ToT ini disusun sesuai dengan Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Manajer Energi. Materi modul secara garis besar meliputi
pengantar tentang kebijakan dan peraturan konservasi energi, prinsip-prinsip konservasi
energi, teknologi konversi energi, sistem managemen energi, pelaksanaan audit energi,
perencanaan dan implementasi konservasi dan managemen energi, serta monitoring dan
evaluasi.

Dengan adanya kegiatan ini, peserta ToT memiliki kemampuan capacity building di bidang
manajemen energi, sehingga diharapkan jumlah tenaga profesional manajemen energi
semakin bertambah yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap penurunan
konsumsi energi di sektor industri secara nasional.

Jakarta, Desember 2013.

1. Himpunan Ahli Konservasi Energi (HAKE)


2. TUV Nord
3. ASSIST

iii
LATAR BELAKANG PROYEK

UPLIFT adalah proyek Public-Private Partnership dengan agenda perkembangan dalam


menerapkan program manajemen energi di Indonesia secara kemitraan dengan lembaga
pelatihan swasta dan akademisi.

Bergabung dan mendukung proyek ini akan mengawali perusahaan untuk pemenuhan
program manajemen energi di Indonesia dan dengan demikian meningkatan kesadaran
dalam program manajemen energi yang terupgrade. Kelompok sasaran dari program ini
adalah:

 Pelatihan gratis untuk anggota fakultas dari universitas


 Meningkatkan modal masyarakat lokal dalam bidang manajemen energi
 Konsultasi dan workshop bersubsidi dari sesi Train the traineer (ToT)
 Bantuan teknis bersubsidi dalam mengimplementasikan program manajemen energi
dalam lima (5) perusahaan jangkar terpilih.
 Penghematan energi secara signifikan melalui akreditasi ahli energi untuk karyawan dan
menerapkan program manajemen energi
 Tersedianya kurikulum yang telah dikembangkan yang membahas kebutuhan program
manajemen energi saat ini di Indonesia
 Akses publik kepada materi-materi manajemen energi melalui web portal.

Mitra Proyek

SEQUA GmbH adalah sebuah organisasi pembangunan beroperasi di


seluruh dunia yang mempromosikan pengembangan sektor swasta dan
organisasi keanggotaan bisnisnya serta kualifikasi karyarwan-karyawan dan
manajer-manajer yang terampil. Program-program dan proyek-proyeknya
didanai baik secara publik dan pribadi dan berorientasi pada prinsip-prinsip
ekonomi pasar sosial. Sequa adalah perusahaan non-profit yang pemegang
sahamnya adalah anggota organisasi bisnis terkemuka Jerman (DIHK, ZDH,
BDA, BDI) dan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ)
GmbH.

TÜV NORD Indonesia beroperasi sejak tahun 2002 dan menawarkan paket
lengkap layanan teknis, pengawasan, sertifikasi dan pelatihan dari satu
sumber. Menawarkan Sertifikasi Sistem (ISO 9001, ISO 14001, ISO 50001,
CDM, RSPO, dll), Sertifikasi Produk (GS marketing, CE marketing and SNI
marketing) dan Jasa Keamanan Pangan. Ini juga memiliki akademi TÜV untuk
pengembangan keterampilan teknis yang dilaksanakan dengan omset sekitar.
4% dari penjualan tahun 2011

iv
ASSIST adalah organisasi pengembangan kapasitas non-profit yang bekerja
pada isu-isu mulai dari perubahan iklim, efisiensi energi, dan energi terbarukan
untuk hak asasi manusia, demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik.
ASSIST mempromosikan filosofi Mitra untuk Kemajuan (Partner to Progress -
P2P) dan terus berkomunikasi, berkolaborasi dan bekerjasama dengan
stakeholder kunci dari sektor industri & sosial untuk mencapai kemajuan nyata
dan berkelanjutan

Himpunan Ahli Konservasi Energi (HAKE) adalah asosiasi profesi dalam


bidang konservasi energi dengan bidang kegiatan antara lain; sertifikasi
manajer energi dan audit energi serta pengembangan profesi dalam bidang
konservasi energi.

Universitas Indonesia (UI) merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua


dan paling berpengalaman di Asia. Sebagai universitas riset kelas dunia, UI
berupaya untuk mencapai tingkat tertinggi perbedaan dalam penemuan,
pengembangan dan difusi pengetahuan maju dalam berbagai program ilmiah.
UI memiliki Pusat Studi Energi yang melakukan penelitian dan pelatihan teknis
di bidang energi

Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah Universitas Negeri tertua dan


terbesar di Indonesia. Universitas terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta,
salah satu provinsi terkecil di negeri ini, yang memiliki dikenal luas sebagai
pusat budaya Jawa serta pusat pembelajaran. Daerah Instimewa Yogyakarta
memfokuskan pengembangan pada tiga pilar yang tidak terpisahkan:
pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata

EKONID mewakili kepentingan bisnis bilateral dari perusahaan Indonesia dan


perusahaan dan lembaga anggota Jerman. Bertindak sebagai antarmuka
strategis antara negara Jerman dan Indonesia, EKONID mendukung
perusahaan dan lembaga dari kedua negara dalam membuka peluang
perdagangan dan investasi baru.

KADIN Indonesia bertujuan membina dan mengembangkan kemampuan,


kegiatan dan kepentingan perusahaan Negara, koperasi, asosiasi dan
perusahaan swasta sebagai pelaku ekonomi nasional dalam rangka
meningkatkan iklim usaha dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi.

v
MODUL OUTLINE

Modul 1. Status Energi Indonesia

- Situasi energi di Indonesia


- Standar dan Peraturan

Modul 2. Keprihatinan Lingkungan Global

- Permasalahan Lingkungan Global


- Penipisan Lapisan Ozon
- Pemanasan Global
- Hilangnya Keberagaman Hayati
- Masalah Perubahan Iklim dan Responnya
- Prototype Carbon Fund
- Pembangunan Berkelanjutan

Modul 3. Dasar Energi, Teknologi Konversi Energi Dan Prinsip Konservasi Energi

- Dasar Energi
- Teknologi Konversi Energi
- Prinsip-Prinsip Konservasi Energi

Modul 4. Prinsip Konservasi Energi Pada Teknologi Konversi Energi

- Turbin Uap
- Turbin Gas
- Diesel (PLTD)
- Pembangkit Tenaga Biomassa (PLTBM)

Modul 5. Prinsip Konservasi Energi Pada Proses Produksi

- Konservasi Energi Pada Proses Produksi


- Pengguna Energi Signifikan
- Indikator Kinerja Pemanfaatan Energi Proses Produksi
- Intensitas Energi
- Parameter Operasi Kritis
- Akutansi Energi
- Analisis Data Proses Produksi
- Faktor yang Memperngaruhi Efisiensi Proses Produksi
- Neraca Energi
- Pengendalian Kinerja Energi

Modul 6-A. Konservasi Energi Pada Sisi Pemanfaatan Listrik

- Pasokan Daya
- Pengumpan Daya Motor dan Pemilihan Motor
- Kualitas Daya

vi
Modul 6-B, Konservasi Energi Sistem Pencahayaan

- Perancangan Tata Cahaya Buatan


- Pengujian dan Perhitungan Sistem Pencahayaan
- Pengoperasian
- Perawatan dan Pemeliharaan

Modul 6-C. Konservasi Energi Pada Motor Listrik dan Sistem Pompa

- Motor Listrik
- Sistem Pompa

Modul 6-D. Konservasi Energi Pada Kompresor

- Komponen Utama Sistem Kompresor


- Tipe Kompresor
- Konversi Energi Pada Sistem Kompresor

Modul 7-A. Konservasi Energi Pada Sistem Termal

- Konservasi Energi Pada Sistem Pembakaran


- Identifikasi Potensi Penghematan Energi

Modul 7-B. Konservasi Energi Pada Sistem Distribusi Uap

- Komponen Sistem Distribusi Uap


- Prinsip Konservasi Energi Pada Sistem Distribusi Uap

Modul 7-C. Konservasi Energi Pada Boiler

- Klasifikasi Boiler
- Kelengkapan Boiler
- Efisiensi Boiler
- Neraca Energi Boiler
- Faktor Yang Mempengaruhi Efisiensi Boiler

Modul 7-D. Prinsip Konservasi Energi Pada Sistem AC

- Siklus Kerja Sistem AC


- Kinerja Sistem AC
- Kiat-Kiat Konservasi Energi Pada Sistem AC

Modul 8. Sustainable Energy Management System

- Standar Sistem Manajemen Energi ISO 50001


- Manajemen Sisi Pasokan
- Manajemen Sisi Pemanfaatan
- Pengoperasian, Pemeliharaan dan Perawatan
- Rencana Aksi Energi

vii
Modul 9-A. Persiapan Audit Energi di Industri

- Apa dan Mengapa Audit Energi?


- Persiapan Audit Energi

Modul 9-B. Pelaksanaan Audit Energi di Industri

- Pelaksanaan Audit Energi


- Analisis Data
- Identifikasi Potensi Penghematan Energi
- Menyusun Laporan

Modul 10. Perencanaan Konservasi Energi

- Hukum dan Persyaratan Lainnya


- Ulasan Energi (Energi Review)
- Inventarisasi Penggunaan Energi
- Audit Energi
- Rekomendasi Penghematan Energi
- Prioritas Kegiatan Penghematan Energi
- Indikator Kinerja Energi
- Indikator yang Terkait dengan Pelaksanaan Sistem Manajemen Energi
- Definisi dan Pertimbangan Perhitungan
- Baseline Energi
- Energi Benchmarking
- Batasan
- Tujuan, Target dan Rencana Aksi Pengelolaan Energi

Modul 11. Penerapan Konservasi Energi dan Manajemen Energi

- Struktur Organisasi
- Sumber Daya Manusia
- Kompetensi, Pelatihan dan Kesadaran
- Komunikasi
- Pengelolaan Pembiayaan Proyek Konservasi Energi
- Evaluasi Aspek Finansial
- Evaluasi Aspek Ekonomi
- Pengendalian Operasional
- Potensi Masalah

Modul 12. Pemantauan dan Review Konservasi Energi dan Manajemen Energi

- Pemantauan dan Pengukuran


- Tinjauan (Review)

viii
MODUL 1.
STATUS ENERGI INDONESIA

1. SITUASI ENERGI DI INDONESIA

Indonesia mempunyai sumber daya energi yang terdiri dari sumberdaya energi fosil dan
sumberdaya energi terbarukan. Sumber daya energi fosil meliputi minyak bumi, gas bumi
dan batubara, sedangkan sumberdaya energi terbarukan meliputi air, panas bumi, energi
matahari, angin, biomasa, energi samudera. Pada saat ini potensi energi fosil sangat
terbatas dan semakin menurun. Pada tahun 2010 potensi minyak bumi (cadangan terbukti)
sebesar 3.741 milyar barrel sedangkan produksinya sebesar 314 milyar barrel. Dengan
demikian apabila tidak ada penemuan cadangan baru dan produksi minyak tetap maka umur
dari minyak bumi tersebut hanya sekitar 12 tahun. Potensi gas bumi dengan cadangan
terbukti sebesar 103,35 TSCF sementara itu produksinya sebesar 2,98 TSCF, sehingga
umur gas bumi sekitar 35 tahun. Adapun cadangan terbukti batubara sebesar 28,17 milyar
ton dengan produksi 317 juta ton, sehingga umur cadangan batubara sekitar 89 tahun.
Jumlah tersebut di atas sangat fluktuatif tergantung pada penemuan cadangan baru dan
jumlah produksi.

Sementara itu, Indonesia mempunyai potensi energi terbarukan yang sangat besar namun
pemanfaatannya masih sangat terbatas. Potensi tenaga air atau hydro sebesar 75 GW
namun baru dimanfaatkan 6,85 GW atau hanya 9,13% dari potensi yang ada. Salah satu
kendala dari pembangunan pembangkit listrik tenaga air ini adalah karena lokasi sumber
energi air jauh dari pusat beban atau pengguna. Potensi panas bumi sebesar 29,2 GW.
Potensi panas bumi tersebut sama dengan 40% dari potensi dunia. Sedangkan yang sudah
dimanfaatkan baru sebesar 1.341 GW atau 4,6% dari potensi yang ada. Sebagai Negara
tropis, Indonesia mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun sehingga potensi energi
matahari cukup besar. Namun demikian, pemanfaatannya sangat kecil hanya sekitar 27 MW.
Kendala utama dalam pengembangan energi surya adalah besarnya investasi dan peralatan
utamanya yaitu sel surya masih diimpor. Disamping hydro skala besar, potensi hydro skala
kecil (mini dan micro hydro) juga cukup besar dengan lokasi biasanya di perdesaan dan
remote area yang jauh dari jaringan listrik. Potensi energi terbarukan lainnya adalah energi
angin. Di Indonesia potensi energi angin tidak terlalu besar, namun di lokasi-lokasi tertentu
seperti Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dll. potensinya cukup besar
dan pemanfaatannya belum banyak. Adapun energi Samudera masih dalam tahap
penelitian. Potensi dan pemanfaatan energi fosil dan energi terbarukan seperti ditunjukkan
pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Potensi Dan Pemanfaatan Energi Fosil Dan Energi Terbarukan
Sumber Daya Cadangan Rasio Ct/Produksi
No Energi Fosil Produksi
(Sd) Terbukti (CT) (Tahun)
1 Minyak (milliar barel) 7,408 3,741 0,314 12
2 Gas (TSCF) 150,70 103,35 2,98 35
3 Batubara (miliar ton) 161,3 28,17 0,317 89

Modul 1
Hal. 1
Kapasitas
No Energi Terbarukan Sumber Daya (Sd) Rasio Kt/Sd
Terpasang (Kt)

1 Hydro 75.000 MW 6.848,46 MW 9,13%


2 Panas Bumi 29.164 MW 1.341 MW 4,6%
3 Biomass 49.810 MW 1.644,1 MW 3,3%
2
4 Tenaga Surya 4,80 kWh/m /day 27,23 MW -
5 Tenaga Angin 3 – 6 m/s 1,4 MW -
***) ****)
6 Samudera 49 GW 0,01 MW -

Penyediaan Dan Pemanfaatan Energi Nasional

Penyediaan energi primer nasional pada tahun 2011 sebesar 1.237 juta BOE didominasi
oleh energi fosil yaitu sebesar 96%, sedangkan sisanya sebesar 4% dipenuhi dari energi
terbarukan. Energi fosil meliputi minyak sebesar 594 juta BOE atau 48% dari total
penyediaan energi nasional, diikuti oleh batubara sebesar 334 juta BOE atau 27% dan gas
262 atau 21%. Energi terbarukan meliputi hydro sebesar 31 juta BOE atau 3% dan panas
bumi 16 juta BOE atau 1%. Dengan demikian dapat dilihat bahwa jumlah penyediaan minyak
bumi merupakan yang terbesar dari seluruh penyediaan energi primer di Indonesia,
sementara itu potensi minyak bumi sangat terbatas dan bahkan semakin menurun. Gambar
1.1 dan Tabel 1.2 menunjukkan bauran energi primer tersebut di atas.

Gambar 1.1. Bauran Energi Primer Tahun 2011

Tabel 1.2. Bauran Energi Primer Tahun 2011

NO. JENIS ENERGI Juta BOE Share (%)

1 Oil 594 48
2 Coal 334 27
3 Gas 262 21
4 Hydro 31 3
5 Panas bumi 16 1
Total 1,237 100

Modul 1
Hal. 2
Pertumbuhan pemanfaatan energi setiap tahun terus meningkat yang disebabkan oleh
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan pertumbuhan penduduk. Seperti ditunjukkan
pada Gambar 1.2, pada tahun 2009 – 2019 diperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar
6,1% per tahun dan pada periode yang sama, pertumbuhan penduduknya 1,1% per tahun.
Situasi ini menyebabkan pertumbuhan kebutuhan energi juga meningkat menjadi 7<1% per
tahun dari 712 juta BOE pada tahun 2009 menjadi 1,316 juta BOE pada tahun 2019.

Gambar 1.2. Perkiraan Kebutuhan Energi Tahun 20009 – 2019

Sektor pengguna energi terdiri dari sektor industri, rumah tangga, komersial, dan
transportasi. Sektor industri merupakan sektor pengguna energi terbesar dari seluruh
penggunaan energi nasional terutama industri lahap energi antara lain industri besi baja,
semen, tekstil, pupuk, dll. Pada tahun 2011 konsumsi energi di sektor industri sekitar 458,1
juta BOE atau 41,1%, disusul oleh sektor rumah tangga sekitar 320,4 juta BOE atau 28,74%.
Jenis energi yang digunakan di sektor rumah tangga termasuk biomassa yang sebagian
besar digunakan untuk memasak di daerah perdesaan terutama daerah yang aksesnya jauh
dari energi komersial. Minyak digunakan untuk memasak dan penerangan, sedangkan LPG
digunakan untuk memasak. Sebelum ada program konversi minyak tanah ke LPG, konsumsi
minyak tanah untuk memasak jauh lebih besar dibandingkan dengan penggunaan LPG
untuk memasak. Namun setelah ada program tersebut maka konsumsi LPG untuk memasak
jauh lebih besar dari pada konsmsi mintak tanah. Listrik digunakan untuk peralatan
pemanfaat listrik seperti kipas angin, kulkas, AC, lampu, rice cooker, mesin cusi dll.
Peralatan pemanfaat listrik tersebut masih banyak yang boros energi meskipun ada
beberapa yang sudah hemat seperti AC yang menggunakan inverter, lampu hemat energi,
TV LCD, dll. Namun untuk peralatan yang hemat energi harganya lebih mahal, sehingga
masih banyak masyarakat yang menggunakan peralatan yang boros energi. Dengan adanya

Modul 1
Hal. 3
program labelisasi dan standar minimum penggunaan energi untuk peralatan pemanfaat
listrik, masyarakat akan semakin banyak yang memilih peralatan yang hemat energi karena
dalam jangka panjang akan memberikan keuntungan bagi pengguna peralatan tersebut.

Konsumsi energi di sektor transportasi sebesar 277,4 juta BOE atau 24,88%. Dari jumlah
tersebut, sekitar 99% adalah BBM yang sebagian masih di subsidi. Untuk mengurangi
konsumsi BBM pada sektor transportasi, pemerintah membuat program konversi BBM ke
Gas dan pemanfaatan bio energi (bio diesel dan bio ethanol).

Sektor komersial/bangunan termasuk bangunan gedung perkantoran, rumah sakit, hotel,


pusat perdagangan (mall, super market) sebesar 32,9 juta BOE atau 3%. Meskipun secara
prosentase jumlahnya kecil, namun pembangunannya terus berlangsung sehingga secara
nominal jumlahnya akan meningkat. Dan potensi penghematan energinya cukup besar.

Adapun konsumsi energi untuk keperluan lainnya sebesar 24,8 juta BOE atau 2,28% antara
lain untuk keperluan pertanian. Pada saat ini konsumsi minyak bumi rata-rata setiap hari
sekitar 1,3 juta barrel, sementara itu produksi minyak di Indonesia terus menurun dan saat
ini sekitar 850 ribu barrel per hari. Untuk memenuhi kekurangan dari kebutuhan tersebut,
pemerintah mengimpor minyak sekitar 450 ribu barrel per hari. Dengan demikian, Indonesia
sudah menjadi negara pengimpor minyak. Oleh karena itu, apabila harga minyak dunia naik,
akan mempengaruhi harga minyak di Indonesia.

Tabel 1.3. Konsumsi Energi setiap Sektor Tahun 2011 (juta BOE)
Produk BBM lain
Batubara
Biomass

SEKTOR

TOTAL
Minyak

Listrik
Briket

LPG
Gas

Industri 43.733 144.567 66 119.649 45.951 608 33.547 458.100

Rumah
234.943 114 10.072 35.326 39.914 320.369
Tangga

Komersial/
1.374 1.290 5.817 1.112 23.336 32.928
Bangunan

Transport 181 277.170 54 277.405

Lainnya 24.816 24.816

TOTAL 280.050 144.567 66 121.234 363.827 69.978 37.046 97.998 1,114.767

Modul 1
Hal. 4
Rasio Elektrifikasi

Indonesia yang mempunyai wilayah yang luas dan berpulau-pulau cukup banyak daerah
yang sulit di akses dengan energi listrik. Sampai tahun 2012 rasio elektrifikasi atau jumlah
rumah tangga yang sudah mendapatkan sambungan listrik sebesar 75,3% dari seluruh
rumah tangga yang ada. Untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan listrik PLN,
pemerintah mengembangkan potensi energi setempat seperti membangun PLTMH apabila
daerah tersebut mempunyai tenaga mikrohidro, membangun pembangkit listrik tenaga surya
(PLTS) baik terpusat maupun individu.

Dari Gambar 1.3 dapat dilihat bahwa daerah yang rasio elektrifikasinya tinggi adalah wilayah
Jawa dan Sumatera, sedangkan yang paling rendah adalah Indonesia bagian timur terutama
Papua dengan rasio elektrifikasi sebesar 35,89%.

Gambar 1.3. Rasio Elektrifikasi Nasional

Arah Kebijakan Energi Nasional

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006, pada tahun 2005 peran minyak
bumi terhadap pemanfaatan energi nasional sekitar 50%. Untuk mengurangi ketergantungan

Modul 1
Hal. 5
terhadap minyak bumi maka ditargetkan pada tahun 2025 pangsa minyak bumi menurun
hingga mencapai 20%. Pada tahun 2010 ternyata pangsa minyak bumi telah turun menjadi
46,77%, gas alam 24,29%, batubara 23,91% dan energi terbarukan 5,03%. Selain target
penurunan minyak bumi pada tahun 2025, batubara ditargetkan naik menjadi 33%, gas bumi
30% dan energi baru terbarukan naik menjadi 17% dengan pembagian bahan bakar nabati
(BBN) sebesar 5%, panas bumi 5%, batubara tercairkan 2% dan energi baru terbarukan
lainnya yaitu nuklir, hydro, surya, angin sebesar 5%. Adapun elastisitas energi yaitu
perbandingan antara pertumbuhan energi dengan pertumbuhan ekonomi yang dalam hal ini
adalah GDP yang semula 1,65 menjadi kurang dari 1 pada tahun 2025.

Gambar 1.4. Arah Kebijakan Energi

Harga Energi

Indonesia merupakan negara dengan harga energi yang murah dibandingkan dengan
negara-negara lain termasuk negara-negara anggota ASEAN karena sebagian harga
energinya masih disubsidi yaitu BBM jenis premium, minyak solar/diesel, listrik dan LPG
dengan kapasitas 3 kg. Beban subsidi ini makin tahun makin bertambah, sedangkan
sasarannya sudah tidak sesuai lagi yaitu yang semula hanya ditujukan kepada masyarakat
yang kurang mampu namun kenyataannya subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh
masyarakat yang cukup mampu dan yang seharusnya tidak perlu lagi mendapatkan subsidi.

Sebelum naik pada tahun 2013, harga BBM bersubsidi adalah Rp 4.500,- per liter. Dengan
harga tersebut, jumlah subsidi energi termasuk BBM, LPG, BBN dan listrik yang dikeluarkan
pemerintah melalui APBN pada tahun 2011 sebesar Rp. 255,5 triliun, pada tahun 2012
sebesar Rp. 306,5 triliun. Meskipun pada tahun 2013 harga BBM bersubsidi sudah naik
menjadi Rp. 6.500,- per liter, namun oleh karena kuota BBM bersubsidi juga naik maka

Modul 1
Hal. 6
beban subsidi masih tinggi yaitu masih lebih besar dari Rp. 300 triliun. Apabila harga minyak
dunia naik, maka subsidi energi akan ikut naik dan akan sangat mempengaruhi APBN.

Hampir semua negara anggota ASEAN tidak memberikan subsidi harga energi kecuali
Indonesia, Malaysia dan Brunei. Negara-negara seperti Kamboja dan Laos dengan
pendapatan per kapita dibawah Indonesia tidak memberikan subsidi untuk BBM kepada
rakyatnya, sehingga ketika harga minyak internasional naik, tidak mempengaruhi APBN
mereka. Beberapa negara yang harga BBM-nya dibawah harga BBM Indonesia, seperti Arab
Saudi, Kuwait, dll, adalah negara yang masih sangat kaya akan minyak dan tidak
tergantung dengan negara lain. Apabila harga minyak internasional naik, negara-negara
tersebut akan diuntungkan karena mereka meng-ekspor minyak dalam jumlah besar.

Pada awal tahun 2013, harga BBM bersubsidi di Indonesia Rp. 4.500,- non subsidi (RON 92)
sekitar Rp. 10.200,-. Harga minyak di Thailand (RON 91) adalah Rp. 12.453,- ; Filipina (RON
92) sebesar Rp. 12.147,- ; Singapura (RON 92) seharga Rp.15.695,- ; Vietnam (RON 92)
sebesar Rp.14.553,- ; Laos (RON 87) sebesar Rp.13.396,- ; Kamboja (RON 92) Rp.13.298,-
. Salah satu akibat dari harga energi yang murah adalah penggunaan energinya tidak
efisien.

2. STANDAR DAN PERATURAN

Kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan konservasi dan efisiensi energi sudah
banyak diterbitkan untuk mendorong pencapaian target yang telah ditentukan. Kebijakan dan
peraturan tersebut adalah:

a. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.


Dalam Perpres ini menyatakan bahwa sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah:

- Tercapainya elastisitas energi sebesar kurang dari 1 (satu) pada tahun 2025;
- Terwujudnya energi mix (primer) yang optimal pada tahun 2025, dengan peranan
masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional yaitu minyak bumi
kurang dari 20%, gas bumi lebih dari30%, batubara lebih dari 33%, bahan bakar nabati
(biofuel) lebih dari 5%, panas bumi lebih dari 5%, nuklir dan energi baru terbarukan
lainnya sebesar 5%, dan batubara yang dicairkan sebesar 2%.

Untuk mencapai target-target tersebut, disusun kebijakan utama dan kebijakan pendukung.
Kebijakan utama meliputi antara lain penyediaan energi melalui penjaminan ketersediaan
pasokan energi dalam negeri, produksi energi yang optimal, dan pelaksanaan konsrvasi
energi; pemanfaatan energi melalui efisiensi pemanfaatan energi dan diversifikasi energi;
kebijakan harga energi yang sesuai dengan harga keekonomiannya dengan tetap
mempertimbangkan kemampuan usaha kecil dan masyarakat tidak mampu; dan pelestarian
lingkungan dengan melaksnakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Modul 1
Hal. 7
b. Undang-Undang No.30 Tahun 2007 tentang Energi.

Undang-Undang ini mengamanatkan bahwa pemerintah wajib menyediakan energi melalui


diversifikasi, konservasi, dan intensifikasi sumber-sumber energi. Undang-undang ini juga
mengatur tentang pembentukan Dewan Energi Nasional dan tugas-tugasnya yang salah
satunya adalah merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional dan menetapkan
rencana umum energi nasional.

Pada Pasal 25 disebutkan khusus mengenai konservasi energi, yaitu bahwa konservasi
energi menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah, pengusaha dan
masyarakat; Konservasi energi nasional mencakupi seluruh tahap pengelolaan energi;
Pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan konservasi
energi diberi kemudahan dan/atau insentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah Daerah;
Pengguna sumber energi dan pengguxla energi yang tidak melaksanakan konservasi energi
diberi disinsentif oleh Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah; Ketentuan lebih lanjut
engenai konservasi energi diatur dalam Peraturan Pemerintah.

c. Peraturan Pemerintah No. 70/2009 tentang Konservasi Energi

Peraturan Pemerintah ini disusun sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No.30/2007
tentang Energi yang mengatur antara lain tentang tanggung jawab pemerintah dan
pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat tentang konservasi energi; standard dan
label; fasilitas, insentif dan disinsentif; pembinaan dan pengawasan.

Rencana induk konservasi energi nasional disusun dan ditetapkan oleh Menteri, dan paling
sedikit memuat sasaran, pokok-pokok kebijakan, program, dan langkah-langkah konservasi
energi.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan konservasi energi, peraturan ini mengamanatkan


bahwa Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber energi
dan atau energi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu) setara ton minyak per
tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi yang dilakukan dengan:

i. menunjuk manajer energi;


ii. menyusun program konservasi energi;
iii. melaksanakan audit energi secara berkala;
iv. melaksanakan rekomendasi hasil audit energi; dan
v. melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun kepada Menteri, gubernur ,
atau bupatilwalikota sesuai dengan kewenangannya masing-masing

Penerapan teknologi yang efisien energi dilakukan melalui penetapan dan pemberlakuan
standar kinerja energi pada peralatan pemanfaat energi yang dilakukan dengan
pencantuman label tingkat efisiensi energi.

Modul 1
Hal. 8
Adapun manajer energi tersebut di atas dan auditor energi yang melakukan audit energi
wajib mempunyai sertifikat kompetensi.

d. Instruksi Presiden No. 13/2011 tentang Penghematan Energi dan Air.

Instruksi Presiden ini ditujukan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD untuk
melakukan langkah-langkah dan inovasi penghematan energi dan air di lingkungan instansi
masing-masing sesuai kewenangan masing-masing, dengan berpedoman pada Kebijakan
Penghematan Energi dan Air.

Penghematan energi dilakukan pada sistem penerangan, alat pendingin ruangan, dan
peralatan kantor.

Adapun target penghematan energi dan air adalah untuk listrik sebesar 20%, penghematan
BBM bersubsidi sebesar 10% dan penghematan air sebesar 10%.

Dalam Inpres ini juga diamanatkan untuk membentuk Tim Nasional yang anggotanya terdiri
dari menteri-menteri terkait dengan Ketua Menko Perekonomian serta Ketua Harian Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral. Tim Nasional dibantu oleh Tim Pelaksana yang diketuai
oleh Sekretaris Tim Pelaksana. Dan Tim Nasional menyampaikan laporan pelaksanaan
hemat energi dan air kepada Presiden setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan tembusan kepada
Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

e. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.13/2012 tentang


Penghematan Listrik.

Peraturan Menteri ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden No. 13/20011 tentang
Penghematan Energi dan Air yang menetapkan target penghematan energi sebesar 20%
dihitung dengan membandingkan pemakaian tenaga listrik rata-rata 6 (enam) bulan sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini. Pemakaian tenaga listrik mencapai kriteria minimal efisien.
Pemakaian tenaga listrik setelah target tercapai harus dijaga minimal tetap pada kondisi
efisien.

Adapun kriteria efisiensi energi[ada bangunan gedung pemerintah seperti tercantum pada
Tabel 1.4 dan Tabel 1.5.

Tabel 1.4. Kriteria efisiensi energi pada Gedung Pemerintah yang menggunakan AC

Kriteria Specific Energi Consumption


(kWh/m2/bulan
Sangat efisien < 8.5
Efisien 8.5 - 14
Cukup efisien >14 – 18.5
Boros >18.5

Modul 1
Hal. 9
Tabel 1.5. Kriteria efisiensi energipada Gedung Pemerintah yang tidak menggunakan AC

Kriteria Specific Energi Consumption


(kWh/m2/bulan
Very efficient < 3.4
Efficient 3.4 - 5.6
Moderate >5.6 – 7.4
Not efficient >7.4

f. Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral No.14/2012 tentang
Manajemen Energi.

Permen ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No 70/2009


tentang Konservasi Energi dan mengatur kewajiban pengguna energi yang konsumsi
energinya sama dengan atau lebih besar dari 6000 ton oil equivalent (TOE) untuk melakukan
manajemen energi.

Permen ini juga memberikan pedoman antara lain mengenai tugas manajer energi, program
konservasi energi jangka pendek/menengah dan panjang, audit energi dilakukan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun, rekomendasi audit energi harus diimplementasikan
berdasarkan no/low/medium/high cost, perusahaan pengguna energi harus menyampaikan
laporan pelaksanaan manajemen energi kepada pemerintah. Laporan tersebut harus
memuat informasi mengenai organisasi manajemen energi dan manajer energi yang
ditunjuk, program konservasi energi, pelaksanaan audit energi secara berkala, pelaksanaan
rekomendasi audit energi.

g. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1/2013 tentang


Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak.

Permen ini mengatur mengenai pelaksanaan pengendalian penggunaan Bahan Bakar


Minyak yang dilaksanakan melalui pentahapan pernbatasan penggunaan Jenis BBM
Tertentu untuk transportasi jalan; dan pembatasan penggunaan Jenis BBM Tertentu untuk
transportasi laut.

h. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.6/2011 tentang Pembubuhan
Label Tanda Hemat Energi pada Lampu Swabalast.

Permen ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang
Konservasi Energi yang mengatur tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi untuk
lampu swabalast produksi dalam negeri dan luar negeri.

i. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 321 and 323/XII/MEN/2011
mengenai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Manajer Energi untuk
Industri dan Bangunan Gedung.

Modul 1
Hal. 10
Tersedianya standar untuk mengukur dan meningkatkan kompetensi sumber Daya Manusia
(SDM) sesuai dengan kebutuhan, dalam hal ini mengenai manajemen energi.

j. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 614 Tahun 2012 mengenai
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Auditor Energi untuk Industri dan
Bangunan Gedung.

Tersedianya standar untuk mengukur dan meningkatkan kompetensi SDM sesuai dengan
kebutuhan, dalam hal ini mengenai audit energi.

Modul 1
Hal. 11
MODUL 2.
KEPRIHATINAN LINGKUNGAN GLOBAL

1. PERMASALAHAN LINGKUNGAN GLOBAL

Pada awal 1896, ilmuwan Swedia Svante Arrhenius telah memprediksi bahwa aktivitas
manusia akan dapat mengganggu cara matahari berinteraksi dengan bumi, yang
mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim. Prediksinya telah terbukti dan
perubahan iklim sekarang merusak stabilitas lingkungan global. Pada beberapa dekade
terakhir telah muncul banyak perjanjian, konvensi dan protokol dengan alasan untuk
memproteksi lingkungan global.

Isu-isu lingkungan global yang signifikan adalah:

 Penipisan lapisan ozon


 Pemanasan global
 Hilangnya keragaman hayati

Salah satu karakteristik paling penting dari


degradasi lingkungan ini adalah bahwa ini
mempengaruhi semua umat manusia pada
skala global tanpa memandang negara,
wilayah atau ras tertentu. Dunia
keseluruhan adalah pemangku kepentingan
dan ini memunculkan persoalan tentang
siapa harus melakukan apa untuk melawan
degradasi lingkungan.

2. PENIPISAN LAPISAN OZON

Atmosfer bumi dibagi menjadi tiga area,


yaitu troposfer, stratosfer dan mesosfer.
Stratosfer terentang dari 10 sampai 50km
dari permukaan bumi. Area ini
terkonsentrasi dengan gas ozon kebiruan
ringan yang berbau agak tajam. Gas ozon
dibentuk dari molekul yang masing-masing Gambar 2.1 Lapisan Ozon
berisi tiga atom oksigen; rumus kimianya
adalah O3. Lapisan Ozon, di stratosfer bertindak sebagai penyaring yang efisien terhadap
sinar Ultraviolet B (UV-B) matahari yang berbahaya.

Modul 2
Hal. 1
Ozon diproduksi dan dirusak secara alamiah di atmosfer dan sampai akhir ini, ini
menghasilkan keseimbangan yang baik.
Ozon dibentuk ketika molekul oksigen
menyerap radiasi ultraviolet dengan
panjang gelombang kurang dari 240
nanometer dan dirusak ketika menyerap
radiasi ultraviolet dengan panjang
gelombang lebih dari 290 nanometer.
Gambar 2.2 Proses Produksi dan Pada tahun-tahun terakhir, ilmuwan telah
Perusakan Ozon mengukur suatu penipisan musiman dari
lapisan ozon terutama di Kutup Selatan. Fenomena ini disebut lubang ozon.

2.1 Proses Penipisan Ozon

Ozon sangat reaktif dan mudah terurai dengan senyawa klorin dan bromin buatan manusia.
Senyawa ini ditemukan paling bertanggung jawab untuk sebagian besar penipisan lapisan
ozon.

Proses penipisan lapisan ozon mulai ketika CFC (digunakan pada kulkas dan pengatur
udara) dan zat penipis ozon lainnya (ODS) dikeluarkan ke atmosfor. Angin dengan secara
efisien mencampur bahkan mendistribusikan ODS tersebut di troposfer. Senyawa ODS ini
tidak larut dalam hujan, sangat stabil dan memiliki jangka hidup yang panjang. Setelah
beberapa tahun, mereka mencapai stratosfer melalui proses difusi.

Sinar UV kuat memecah molekul ODS. CFC, HCFC, karbon tetraklorida, metil kloroform
melepaskan atom klorin dan halon dan metil bromida melepaskan atom bromin. Ini adalah
klorin dan atom bromin yang sesungguhnya merusak ozone, bukan molekul ODS utuh.
Diperkirakan bahwa satu atom klorin dapat merusak dari 10.000 sampai 100.000 molekul
ozon sebelumnya akhirnya dilepaskan dari stratosfore.

Rumus Kimia Dari Penipisan Ozon

Ketika gelombang sinar ultraviolet (UV) menabrak molekul CFC* (CFC13) pada atmosfer
atas, suatu ikatan karbon-klorin pecah, yang menghasilkan satu atom klorin (Cl). Atom klorin
kemudian bereaksi dengan molekul ozon (O3) yang memecahnya dan merusak ozon. Ini
membentuk suatu molekul oksigen biaya (O2) dan molekul klorin monoksida (ClO).
Kemudian satu atom oksigen bebas** membelah klorin monoksida. Klorin bebas untuk
mengulang proses perusakan lebih banyak molekul ozon. Satu molekul CFC tunggal dapat
merusak 100.000 molekul ozon. Kimia proses penipisan ozon ditunjukkan pada gambar 2.3.

*
CFC-klorofluorokarbon: berisi atom klorin, fluorin dan karbon
**
radiasi UV memecah molekul oksigen (O2) menjadi atom oksigen tunggal

Modul 2
Hal. 2
Gambar 2.3 Proses Kimia Penipisan Lapisan
Ozon
Persamaan kimia adalah

CFCl3 + Sinar UV ==> CFCl2 + Cl


Cl + O3 ==> ClO + O2
ClO + O ==> Cl + O2

Atom klorin bebas kemudian bebas untuk menyerang molekul ozon lainnya

Cl + O3 ==> ClO + O2
CLO + O ==> Cl + O=2

dan lagi . . . .

Cl + O3 ==> ClO + O2
ClO + O ==> Cl + O2

dan lagi . . . . . untuk ribuan kali

Ilmuwan mengukur ketebalan lapisan ozon dengan mengukur berapa banyak radiasi
ultraviolet mencapai tanah, dengan menggunakan sprektofotometer ozon Dobson. Ketebalan
lapisan ozon diukur dalam unit Dobson. Semakin tinggi angkanya, semakin tebal lapisan
ozon. Sejak 1970-an, gas yang dihasilkan untuk tujuan komersial telah merusak lapisan
ozon, yang mengganggu keseimbangan alam yang ada. Direncanakan bahwa pada 2005 di
negara maju dan pada 2015 di negara sedang berkembang, penggunaan gas penipis ozon,
seperti CFC akan ditiadakan.

2.2 Efek Penipisan Lapisan Ozon

Efek pada kesehatan manusia dan hewan: peningkatan penetrasi radiasi UV-B matahari
mungkin memiliki dampak tinggi pada kesehatan manusia dengan resiko potensial penyakit
mata, kanker kulit dan penyakit menular

Modul 2
Hal. 3
Efek pada tanaman darat: di hutan dan padang rumput, peningkatan radiasi mungkin
mengubah komposisi spesies yang mengubah keragaman hayati pada ekosistem yang
berbeda. Ini juga dapat mempengaruhi komunitas tanaman secara tidak langsung dengan
mengakibatkan perubahan pada bentuk tanaman, metabolisme sekunder dll.

Efek pada ekosistem aquatik: Level paparan radiasi yang tinggi di daerah tropis dan
subtropis bisa mempengaruhi distribusi fitoplankton, yang membentuk dasar dari jaring
makanan. Ini dapat juga merusak tahap perkembangan awal dari ikan, udang, kepiting,
amfibi dan hewan lain, efek paling parah adalah penurunan kemampuan reproduksi dan
gangguan perkembangan larva.

Efek pada siklus biogeokimia: peningkatan radiasi UV matahari dapat mempengaruhi


siklus biogeokimia daratan dan perairan yang mengubah sumber dan sink rumah kaca dan
gas jejak yang penting misalnya karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), karbonil
sulfida (COS), dll. Perubahan ini akan memberi kontribusi pada umpan balik biosfer-atmosfer
yang bertanggungjawab untuk pembentuk gas rumah kaca atmosfer.

Efek pada kualitas udara: penurunan ozon stratosferik dan peningkatan penetrasi radiasi
1
UV-B pada tingkat photodissociation yang lebih tinggi dari Trace gases utama yang
mengendalikan reaktivitas kimia dari troposfer. Ini dapat meningkatkan produksi dan
perusakan ozon dan oksidan terkait seperti hidrogen peroksida, yang dikenal memiliki efek
merugikan pada kesehatan manusia, tanaman darat dan bahan luar ruang.

Dengan demikian, lapisan ozon sangat bermanfaat bagi kehidupan tanaman dan hewan di
bumi yang menyaring bagian berbahaya dari radiasi sinar matahari dan hanya
memungkinkan bagian yang bermanfaat mencapai bumi. Berbagai gangguan atau penipisan
lapisan ini akan mengakibatkan peningkatan radiasi berbahaya yang mencapai permukaan
bumi yang menyebabkan konsekuensi yang berbahaya.

2.3 Langkah-Langkah Menghadapi Penipisan Ozon

- Kerjasama internasional, perjanjian (Protokol Montreal) untuk meniadakan penipisan


kimia ozon sejak 1974
- Pajak yang dipungut untuk zat penipis ozon
- Zat ramah ozon –HCFC (kurang potensial menipiskan ozon dan rentang lebih
pendek)
- Daur ulang CFC dan Halon

1
Trace gas adalah gas yang membentuk kurang dari 1% volume atmosphere bumi, dan termasuk
semua gas kecuali nitrogen (78.1%) and oxygen (20.9%)

Modul 2
Hal. 4
3. PEMANASAN GLOBAL

Sebelum Revolusi Industri, aktivitas manusia melepaskan sangat sedikit gas ke atmosfer
dan semua perubahan iklim terjadi secara alamiah. Sesudah Revolusi Industri, melalui
pembakaran bahan bakar fosil, perubahan praktek pertanian dan penggundulan hutan,
komposisi alamiah dari gas di atmosfer terpengaruh dan iklim dan lingkungan mulai berubah
signifikan.

Pada 100 tahun terakhir, ditemukan bahwa bumi menjadi semakin hangat, tidak seperti
8.000 tahun lalu ketika suhu relatif konstan. Suhu saat ini adalah 0,3 -0,6 0C lebih hangat
dibanding 100 tahun lalu.

Gas rumah kaca utama (GHG) yang menyebabkan pemanasan global adalah karbon
dioksida. CFC, bahkan meskipun ada dalam jumlah sangat sedikit, adalah kontributor
signifikan pada pemanasan global. Karbon dioksida, salah satu gas rumah kaca yang paling
prevalen di atmosfer, memiliki dua sumber antropogenik utama (disebabkan manusia):
pembakaran bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan. Pelepasan neto karbon
dioksida dari dua sumber ini diyakini memberi kontribusi pada peningkatan cepat konsentrasi
atmosferik sejak Revolusi Industri. Karena estimasi mengindikasikan bahwa kurang lebih
80% dari semua emisi karbon dioksida antropogenik saat ini berasal dari pembakaran bahan
bakar fosil, penggunaan energi dunia telah menjadi pusat perdebatan perubahan iklim.

3.1 Sumber-Sumber Gas Rumah Kaca

Beberapa gas rumah kaca terjadi secara alamiah di atmosfer, sementara yang lain berasal
dari aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang terjadi secara alamiah mencakup uap air,
karbon dioksida, metan, nitrus oksida, dan ozon (lihat gambar 2.4). Aktivitas manusia
tertentu, menambah level sebagian besar
gas yang terjadi secara alamiah.

Karbon dioksida dilepaskan ke atmosfer


ketika sampah padat, bahan bakar fosil
(minyak, gas alam dan batubara) dan
kayu dan produk kayu dibakar.

Metan dipancarkan selama produksi dan


pengangkutan batu bara, gas alam dan
minyak. Emisi metan juga berasal dari
penguraian sampah organik pada
pembuangan sampah padat dan hewan
ternak. Nitrit oksida dikeluarkan selama
Gambar 2.4 % Bagian Gas Rumah Kaca
aktivitas pertanian dan industri, selain
pada pembakaran sampah padat dan bahan bakar fosil.

Modul 2
Hal. 5
Gas rumah kaca yang sangat kuat yang tidak terjadi secara alamiah mencakup
hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC) dan sulfur hexafluoride (SF6), yang
dihasilkan dalam berbagai proses industri.

Seringkali, estimasi emisi gas rumah kaca disajikan dalam unit jutaan metrik ton ekuivalen
karbon (Millions of Metric Tons of Cabon Equivalents - MMTCE) yang membobot tiap gas
dengan nilai Potensi pemanasan global ( Global Warming Potential - GWP).

3.2 Potensi Pemanasan Global

Meskipun ada sejumlah cara untuk mengukur kekuatan gas rumah kaca yang berbeda di
atmosfer, pemanasan global potensial (GWP) mungkin merupakan yang paling berguna.

GWP mengukur pengaruh gas rumah kaca pada efek rumah kaca alamiah, termasuk
kemampuan molekul gas rumah kaca untuk menyerap atau menjebak panas dan lamanya
waktu, molekul gas rumah kaca tetap berada di atmosfer sebelum dilepaskan atau diurai.
Dengan cara ini, kontribusi tiap gas rumah kaca terhadap pemanasan global dapat dinilai.

Tiap gas rumah kaca berbeda kemampuannya untuk menyerap panas di atmosfer. HFC dan
PFC adalah penyerap panas paling banyak. Metan menangkap 21 kali lebih banyak panas
per molekul dibanding karbon dioksida dan nitrit oksida menyerap 270 kali lebih banyak
panas per molekul dibanding karbon dioksida. Secara konvensional, GWP karbon dioksida,
yang diukur pada semua rentang waktu adalah 1. GWP dari gas rumah kaca lainnya
kemudian diukur relatif terhadap GWP karbon dioksida. Maka GWP metan adalah 21
sementar GWP nitrit oksida adalah 270.

Gas rumah kaca lain memiliki GWP yang jauh lebih tinggi dibanding karbon dioksida, tetapi
karena konsentrasinya di atmosfer jauh lebih sedikit, karbon dioksida masih gas rumah kaca
yang paling penting, yang memberi kontribusi sekitar 60% pada peningkatan efek rumah
kaca.

3.3 Implikasi Pemanasan Global (Perubahan Iklim)

Peningkatan suhu global

Pengamatan menunjukkan bahwa suhu global telah meningkat dengan sekitar 0,6 0C selama
abad 20. Ada bukti kuat bahwa sebagian besar pemanasan yang diamati pada 50 tahun
terakhir disebabkan oleh aktivitas mansia. Model iklim memprediksi bahwa suhu global akan
naik dengan sekitar 6 0C pada tahun 2100.

Modul 2
Hal. 6
Kenaikan permukaan laut

Secara umum, semakin cepat perubahan iklim, semakin besar resiko kerusakan. Rata-rata
permukaan air laut diperkirakan naik 9-88 cm pada tahun 2100, yang menyebabkan banjir
area rendah dan kerusakan lain.

Kelangkaan pangan dan kelaparan

Sumber daya air akan dipengaruhi ketika pengendapan dan pola penguapan berubah di
dunia. Ini akan mempengaruhi output pertanian. Keamanan pangan mungkin terancam dan
beberapa area mungkin mengalami kelangkaan pangan dan kelaparan.

4. HilANGNYA KERAGAMAN HAYATI

Keragaman hayati merujuk pada berbagai kehidupan di bumi dan keragaman biologisnya.
Jumlah spesies tanaman, hewan, organisme mikro, keragagaman gen pada spesies ini,
ekosistem berbeda di planet seperti padang pasir, hutan hujan, dan karang laut semuanya
adalah bagian dari bumi yang beragam secara biologis. Keragaman hayati sesungguhnya
memperkuat produktivitas ekosistem dimana tiap spesies, tanpa memandang betapa
kecilnya, semua memiliki peranan penting dan kombinasi ini memungkinkan ekosistem untuk
memiliki kemampuan untuk mencegah dan pulih dari berbagai bencana.

Sekarang diyakini bahwa aktivitas manusia adalah mengubah keragaman hayati dan
menyebabkan pemisahan yang masif. Institut Sumber daya Dunia melaporkan bahwa ada
kaitan antara keragaman hayati dan perubahan iklim. Pemanasan global cepat dapat
mempengaruhi peluang ekosistem untuk beradaptasi secara alamiah. Pada 150 tahun lalu,
penggundulan hutan memberi kontribusi sekitar 30% pembentukan CO2 atmosfer. Ini juga
merupakan kekuatan pendorong dibelakang hilangnya gen, spesies dan layanan ekosistem
khusus.

Kaitan Antara Keragaman Hayati Dan Perubahan Iklim

 Perubahan iklim mempengaruhi spesies yang terancam dengan berbagai ancaman di


seluruh dunia. Fragmentasi habitat karena kolonisasi, penebangan hutan, pertanian
dan pertambangan dll memberi kontribusi pada perusakan lebih lanjut dari habitat
daratan.
 Spesies individu mungkin tidak mampu beradaptasi. Spesies yang paling terancam
oleh perubahan iklim memiliki rentang kecil, densitas populasi rendah, persyaratan
habitat yang terbatas dan distribusi yang tidak sempurna.
 Ekosistem umumnya akan bergerak ke utara atau ke atas dalam garis lintang, tetapi
dalam beberapa kasus mereka akan kehilangan ruang ketika perubahan suhu 10 C
berkaitan dengan perubahan 100 km dalam garis bujur, rata-rata pergeseran pada
kondisi habitat pata tahun 2100 akan pada urutan 140 sampai 580 km.

Modul 2
Hal. 7
 Mortalitas batu karang mungkin meningkat dan erosi mungkin dipercepat.
Peningkatan level karbon dioksida mempengaruhi secara negatif proses
pembentukan karang (kalsifikasi).
 Permukaan air laut mungkin naik, yang melanda area dataran rendah yang
menyebabkan hilangnya banyak pulau dan musnahnya spesies pulau endemik.
 Spesies invasif bisa dibantu dengan perubahan iklim. Spesies eksotik dapat kalah
dalam kompetisi dengan spesies liar alam untuk mendapatkan ruang, makanan, air
dan sumber daya lain, dan mungkin menjadi mangsa dari kehidupan liar
 Kekeringan dan kebakaran bisa meningkat. Peningkatan resiko kebakaran luar
karena pemanasan dan pengeringan vegetasi adalah mungkin.
 Perubahan iklim yang berkelanjutan bisa mengubah keseimbangan kompetitif
diantara spesies dan mungkin menyebabkan kerusakan hutan.

5. MASALAH PERUBAHAN IKLIM DAN RESPONNYA

5.1 Kerangka Konvensi PBB untuk perubahan Iklim, UNFCCC

Pada Juni 1992, Kerangka Konvensi PBB untuk perubahan Iklim, UNFCCC ditandatangani
di Rio de Janeiro oleh lebih 150 negara. Konvensi iklim itu adalah dasar untuk kerjasama
internasional di dalam area perubahan iklim. Dalam konvensi itu, keseriusan masalah iklim
ditekankan. Ada keprihatinan bahwa aktivitas manusia meningkatkan efek rumah kaca
alamiah, yang dapat memiliki konsekuensi serius pada pemukiman manusia dan ekosistem.

Tujuan keseluruhan dari konvensi itu adalah stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer pada level yang akan mencegah gangguan antropogenik yang berbahaya dengan
sistem iklim.

Komitmen prinsip yang berlaku untuk para pihak konvensi adalah adopsi kebijakan dan
langkah-langkah pada mitigasi perubahan iklim, dengan membatasi emisi antropogenik dari
gas rumah kaca dan melindungi dan meningkatkan sink dan tandon gas rumah kaca.
Komitmen mencakup persiapan dan komunikasi persediaan nasional dari gas rumah kaca.
Konvensi iklim tidak memiliki target kuantitatif atau jadwal untuk bangsa individual. Namun
demikian, tujuan keseluruhan dapat diinterpretasikan sebagai stabilisasi emisi gas rumah
kaca pada tahun 2000 pada level tahun 1990.

Memutuskan kumpulan konvensi iklim adalah Konferensi Para pihak (Conference of Parties -
COP). Pada pertemuan COP, kewajiban yang dibuat oleh para pihak diperiksa dan tujuan
dan implementasi konvensi iklim didefinisikan lebih lanjut dan dikembangkan. COP pertama
diselenggarakan di Berlin Jerman pada 1995 dan yang terakhir (COP 10) diselenggarakan
pada Desember 2004, Buenos Aires, Argentina.

Modul 2
Hal. 8
5.2 Protokol Kyoto

Ada konsensus ilmiah bahwa aktivitas manusia menyebabkan pemanasan global yang dapat
mengakibatkan dampak signifikan seperti peningkatan permukaan air laut, perubahan pola
cuaca dan efek kesehatan yang merugikan. Karena nyata bahwa negara-negara utama
seperti Amerika Serikat dan Jepang tidak akan memenuhi target stabilisasi sukarela pada
2000, para Pihak dalam Konvensi memutuskan pada 1995 untuk mengadakan negosiasi
pada suatu protokol untuk menetapkan pembatasan yang mengikat secara legal atau
pengurangan emisi gas rumah kaca. Diputuskan oleh para pihak bahwa putaran negosiasi
ini akan menetapkan pembatasan banyak untuk negara maju, termasuk bekas negara
Komunis (disebut negara Annex A).

Negosiasi pada Protokol Kyoto pada Konvensi Kerangka Perubahan Iklim PBB diselesaikan
11 Desember 1997, yang menetapkan negara industri untuk menetapkan, pengurangan
yang mengikat secara legal emisi enam gas rumah kaca. 6 gas rumah kaca utama yang
dicakup oleh protokol itu adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4), nitrit oksida (N2O),
hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC) dan sulfur heksafluorida (SF6).

Pengurangan Emisi

Amerika Serikat akan diwajibkan menurut Protokol untuk pengurangan kumulatif emisi gas
rumah kacanya 7% dibawah level 1990 untuk tiga gas rumah kaca (termasuk karbon
dioksida) dan dibawah level 1995 untuk tiga gas buatan manusia, rata-rata pada periode
komitmen 2008 sampai 2012).

Jumlah untuk tiap negara dicantumkan sebagai persentase dari tahun dasar, 1990 dan
berkisar dari 92% (penurunan 8%) untuk sebagian besar negara Eropa sampai 110%
(peningkatan 10%) untuk Islandia.

Tanggung Jawab Negara Sedang Berkembang

Area problematik lain adalah bahwa perjanjian itu bersifat ambigu mengenai sejauh mana
negara berkembang akan berpartisiapsi dalam usaha untuk membatasi emisi global.
Perjanjian iklim 1992 asli menjelaskan bahwa bila negara maju yang paling
bertanggungjawab untuk pembentukan gas rumah kaca saat ini di atmosfer harus memimpin
dalam memerangi perubahan iklim, negara berkembang juga memiliki peranan dalam
melindungi iklim global. Emisi CO2 per kapita di negara berkembang adalah kecil dan negara
maju telah mengubah atmosfer yang sebagian besar ditunjukkan pada gambar 2.7 dan 2.8

Negara berkembang, termasuk India dan China, tidak harus berkomitmen pada penurunan
periode pertama ini karena emisi per kapita mereka jauh dibawah negara maju, dan
perekonomian mereka kurang mampu menyerap biaya awal berubah ke bahan bakar yang
lebih bersih. Mereka tidak berkontribusi signifikan pada level polusi saat ini yang adalah
produk dari Revolusi Industri dunia maju. Ide bahwa negara berkembang akan dibuat lebih

Modul 2
Hal. 9
aktif dalam perjanjian itu ketika teknologi energi baru berkembang dan ketika mereka
melakukan industrialisasi lebih lanjut.

Gambar 2.5 Emisi CO2 per kapita untuk 15


Gambar 2.6 Jumlah Emisi Karbon Dioksida,
negara dengan total emisi industri tertinggi,
1950 - 95
1995

Para pihak Annex I dan Annex II

Pihak-pihak dalam Annex I adalah negara yang


memiliki komitmen menurut protokol Kyoto.
Seluruh pihak Annex I dicantumkan dalam tabel
2.1. Lebih lanjut para pihak Annex I yang
dicetak tebal juga disebut para pihak Annex II.
Pihak Annex II memiliki kewajiban khusus untuk
memberikan sumber daya keuangan baru dan
tambahan ke negara berkembang (di luar
Annex I) untuk membantu mereka mengatasi
perubahan iklim, selain memfasilitasi transfer
teknologi ramah iklim ke negara berkembang
dan ke perekonomian transisi. Komitmen
disajikan sebagai persentase level emisi tahun
dasar yagn dicapai antara 2008-2012.

Tahun dasar 1990 untuk semua negara kecuali perekonomian dalam transisi, yang bisa
memilih suatu tahun dasar alternatif atau periode tahun jamak.

Aksi-Aksi Yang Diperlukan Dari Negara Maju Dan Berkembang

Modul 2
Hal. 10
Protokol Kyoto tidak meminta semua pihak (maju dan berkembang) untuk mengambil
langkah untuk merumuskan program nasional dan regional untuk meningkatkan faktor emisi
lokal, data aktivitas, model dan persediaan ansional dari emisi gas rumah kaca dan sink
yang menghilangkan gas ini dari atmosfer. Semua pihak juga diminta untuk merumuskan,
menerbitkan dan memperbaharui mitigasi perubahan iklim dan langkah-langkah adaptasi
dan bekerja sama dalam promosi dan transfer teknologi yang ramah lingkungan dan dalam
riset ilmiah dan teknis pada sistem iklim.

Siapa yang terikat dengan Protokol Kyoto?

Protokol Kyoto harus ditandatangani dan diratifikasi oleh 55 negara (termasuk yang
bertanggung jawab untuk sekurangnya 55% emisi karbon dioksida yang dihasilkan tahun
1990) sebelum dapat berlaku. Sekarang bahwa Rusia telah meratifikasi, ini dicapai dan
Protokol akan berlaku pada 16 Februari 2005.

6. KONFERENSI PARA PIHAK (COP)

Konferensi para pihak pada lembaga utama Konvensi Perubahan Iklim. Mayoritas negara
terluas dunia adalah anggota (185 pada Juli 2001). Konvensi itu berlaku bagi suatu negara
90 hari sesudah negara itu meratifikasinya. COP menyelenggarakan sidang pertama pada
1995 dan akan terus bertemu setiap tahun kecuali ditentukan lain. Namun demikian,
berbagai lembagai subsider menyarankan dan mendukung COP bertemu lebih sering.

Konvensi itu menyatakan bahwa COP harus memeriksa secara periodik kewajiban para
pihak dan pengaturan kelembagaan menurut Konvensi itu. Ini harus melakukannya dalam
hal tujuan Konvensi, pengalaman yang didapat dalam implementasinya dan perkembangan
pengetahuan ilmiah terkini.

Pertukaran Informasi

COP menilai informasi mengenai kebijakan dan emisi yang dibagi dari setiap pihak melalui
komunikasi nasionalnya. Ini juga mendorong dan menuntun perkembangan dan perbaikan
periodik dari metodologi yang sebanding, yang diperlukan untuk mengkuantifikasi emisi gas
rumah kaca neto dan mengevaluasi efektivitas langkah untuk membatasinya. Berdasarkan
pada informasi yang tersedia, COP menilai usaha para pihak untuk memenuhi komitmen
perjanjian mereka dan mengadopsi dan menerbitkan laporan reguler tentang pelaksanaan
Konvensi.

Dukungan untuk negara berkembang

Negara berkembang memerlukan dukungan sedemikian sehingga mereka dapat memenuhi


komunikasi nasional mereka, beradaptasi dengan efeksamping perubahan iklim dan
mendapatkan teknologi ramah lingkungan. Dengan demikian COP mengawasi pemberian

Modul 2
Hal. 11
sumber daya baru dan tambahan oleh negara maju. Sesi ketiga dari Konferensi para pihak
mengadopsi Protokol Kyoto.

Mekanisme Fleksibel

Protokol Kyoto memberi opsi kepada negara Annex I untuk memenuhi sebagian dari
komitmen mereka melalui tiga mekanisme fleksibel. Melakui mekanisme ini, suatu negara
akan memenuhi sebagian pengurangan emisi mereka di negara lain atau membeli cadangan
emisi dari negara lain. Ada tiga mekanisme fleksibel.

i. Perdagangan emisi
ii. Implementasi bersama
iii. Mekanisme pembangungan bersih (Clean Development Mechanism)

i. Perdagangan emisi

Pasal 17 protokol Kyoto membuka perdagangan emisi antara negara yang telah membuat
komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Negara-negara ini memiliki opsi untuk
mendelegasikan hak perdagangan emisi ke perusahaan atau organisasi lain.

Dalam suatu sistem untuk perdagangan emisi, jumlah total emisi yang diijinkan ditentukan
sebelumnya. Cadangan emisi terkait kemudian dikeluarkan pada instalasi yang
menghasilkannya melalui lelang atau dikeluarkan secara bebas. Melalui perdagangan,
instalasi dengan biaya rendah untuk pengurangan dirangsang untuk membuat reduksi dan
menjual surplus cadangan emisi pada organisasi dimana reduksi lebih mahal. Perusahaan
penjual dan pembeli memenangkan fleksibilitas ini yang memperdagangkan penawaran
dengan efek positif pada perekonomian, efisiensi sumber daya dan iklim. Keunggulan
lingkungan adalah yang diketahui mengenai jumlah gas rumah kaca yang akan dikeluarkan.
Keunggulan ekonomi adalah bahwa reduksi dilakukan dimana biaya reduksi paling rendah.
Sistem memungkinkan cara efektif biaya untuk mencapai target yang ditentukan sebelumnya
dan merangsang perkembangan teknologi lingkungan.

ii. Implementasi bersama (Joint Implementation)

Menurut pasal 6 protokol Kyoto, negara Annex I yang telah membuat komitmen untuk
mengurangi gas rumah kaca, dapat memberikan atau mendapatkan dari reduksi emisi gas
rumah kaca negara Annex I lainnya. Reduksi emisi ini berasal dari proyek dengan tujuan
untuk mengurangi emisi antropogenik dari sumber atau meningkatkan penyerapan
antropogenik. Untuk diterima sebagai proyek JI, proyek itu harus diterima oleh kedua pihak
sebelumnya. Ini juga telah dibuktikan bahwa proyek itu akan menghasilkan reduksi emisi
yang lebih tinggi dibanding apa yang jika tidak demikian akan telah didapatkan. Proyek JI
adalah suatu instrumen untuk satu negara industri untuk berinvestasi di negara industri lain
dan mendapatkan reduksi emisi. Reduksi ini dapat digunakan untuk membantu memenuhi

Modul 2
Hal. 12
komitmen reduksi mereka sendiri pada biaya yang lebih rendah dibanding jika mereka harus
melakukan reduksi di negara mereka sendiri.

iii. Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM)

Pasal 12 Protokol Kyoto mendefinisikan Mekanisme Pembangunan Bersih, CDM. Tujuan


CDM adalah untuk:

a. memberi kontribusi pada pembangunan berkelanjutan di negara berkembang


b. membantu negara Annex i menurut Protokol Kyoto untuk memenuhi target mereka

Dengan bantuan CDM, negara-negara yang telah menentukan sendiri target pengurangan
emisi menurut Protokol Kyoto (negara Annex I) dapat memberi kontribui pada pembiayaan
proyek di negara berkembang (negara bukan Annex I) yang tidak memiliki target reduksi.
Proyek ini harus mengurangi emisi gas rumah kaca sementara memberi kontribusi pada
pembangunan berkelanjutan dari negara tuan rumah yang terlibat. Pengurangan emisi yang
dicapai ini dapat dibeli oleh negara Annex i untuk memenuhi target reduksinya.

Untuk diterima sebagai proyek CDM, proyek itu harus diterima oleh kedua pihak
sebelumnya. Juga telah dibuktikan bahwa proyek itu akan menghasilkan reduksi emisi yang
lebih tinggi dibanding apa yang dihasilkan jika tidak demikian. Perbedaan antara proyek Ji
dan proyek CDM adalah bahwa proyek JI dilakukan antara negara yang memiliki komitmen,
sementara proyek CDM adalah antara satu negara yang memiliki komitmen dan negara lain
yang tidak memiliki komitmen. Pengurangan emisi yang telah dilakukan melalui proyek CDM
selama periode 2000 sampai 2007, dapat digunakan untuk memenuhi komitmen di negara
Annex I untuk periode 2008-2012.

Bagaimana CDM bekerja?

Satu investor dari negara maju dapat berinvestasi atau memberikan pembiayaan untuk suatu
proyek di negara berkembang yang mengurangi emisi gas rumah kaca sedemikian sehingga
mereka lebih rendah dibanding yang akan didapat tanpa investasi ekstra, yaitu dibandingkan
dengan yang akan terjadi tanpa CDM menurut hasil bisnis biasa. Investor kemudian
mendapatkan kredit (kredit karbon) untuk reduksi itu dan dapat menggunakan kredit itu untuk
memenuhi target Kyoto. Jika CDM bekerja sempurna ini tidak akan menghasilkan
pengurangan emisi yang bervariasi yang dicapai dibanding yang disetujui menurut Protokol
Kyoto, ini akan mengubah lokasi dimana beberapa reduksi akan terjadi.

Misalnya, satu perusahaan Perancis perlu mengurangi emisinya sebagai bagian dari
kontribusinya pada pemenuhan target reduksi emisi Perancis menurut Protokol Kyoto.
Bukannya mengurangi emisi dari aktivitasnya sendiri di Perancis, perusahaan itu
memberikan pendanaan untuk konstruksi pabrik biomassa baru di India yang akan tidak
mampu untuk terus berjalan tanpa investasi ini. Mereka menyatakan bahwa ini mencegah

Modul 2
Hal. 13
konstruksi pabrik berbahan bakar fosil baru di India, atau memindahkan konsumsi listrik dari
yang ada, yang menghasilkan penurunan emisi gas rumah kaca di India. Investor Perancis
mendapatkan kredit untuk reduksi itu dan dapat menggunakannya untuk membantu
memenuhi target reduksi mereka di Perancis

Persyaratan untuk berpartisipasi dalam CDM

Kriteria Proyek yang berhak ikut

Semua negara Annex I dan non Annex I harus CDM dapat memasukkan proyek berikut
memenuhi tiga persyaratan untuk partisipasi dalam
CDM  Perbaikan efisiensi energi pengguna akhir
 Perbaikan efisiensi energi sisi suplai
 partisipasi sularela  Energi terbarukan
 penetapan otoritas CDM nasional  Perubahan bahan bakar
 ratifikasi Protokol Kyoto  Pertanian (reduksi emisi CH4, dan N2O)
Selain itu, negara Annex I harus menetapkan  Proses industri (CO2 dari semen dll, HFC, PFC,
SF6)
 jumlah yang ditetapkan menurut Pasal 3  Sinks Projects (hanya aforestasi dan
Protokol reforestasi)
 sistem nasional untuk estimasi GHG
 register nasional
 inventori tahunan
 sistem akuntansi untuk penjualan dan
pembelian reduksi emisi

Siklus Proyek CDM

Siklus proyek untuk CDM ditunjukkan pada gambar 2.7. ada tujuh tahap dasar; empat tahap
eprtama dilakukan sebelum pelaksanaan proyek, sementara tiga tahap terakhir dilakukan
selama masa proyek itu.

Modul 2
Hal. 14
Gambar 2.7 Alur Proyek CDM

Bila investor mendapat laba dari proyek CDM dengan mendapatkan reduksi dengan biaya
yang lebih rendah dibanding biaya di negara mereka sendiri, keuntungan pihak tuan rumah
negara berkembang dalam bentuk keuangan, teknologi dan manfaat pembangunan
berkelanjutan.

Proyek yang mulai tahun 2000 berhak untuk mendapatkan Certified Emission Reductions
(CERs) jika mereka menghasilkan reduksi GHG riil, terukur dan jangka panjang, yang
merupakan tambahan pada apapun yang akan terjadi dengan tiadanya proyek CDM. Ini
mencakup proyek aforestasi dan reforestasi, yang akan menghasilkan penitipan karbon
dioksida.

Pada COP7, diputuskan bahwa tipe proyek berikut akan mengkualifikasi prosedur
persetujuan jalur cepat:

 Proyek energi terbarukan dengan kapasitas output sampai 15 MW


 Proyek perbaikan efisiensi energi yang mengurangi konsumsi energi pada sisi suplai
dan/atau permintaan sampai 15 GWh per tahun.
 Aktivitas proyek lain yang mengurangi emisi dengan sumber daya dan secara
langsung mengeluarkan kurang dari 15 kilotons ekuivalen CO2 per tahun.

Modul 2
Hal. 15
CDM akan disupervisi oleh dewan eksekutif dan bagian dari hasil dari aktivitas proyek akan
digunakan untuk membantu negara berkembang dalam memenuhi biaya adaptasi pada
perubahan iklim.

Contoh kasus

Pada program renovasi dan modernisasi pembangkit listrik dengan mengganti peralatan
pembangkit yang rentan terhadap keausan dan kerusakan pada satu periode waktu, seperti
boiler dan perlengkapan, bilah turbin, katup pengatur HP dan perlengkapan stasiunb yang
mencakup peralatan penanganan bahan, pengolahan air, pulveriser, pabrik penanganan
abu, ESP dll menghasilkan reduksi emisi CO2 dari 1,20 kg/kWh sampai 1,1 kg/kWh. Rincian
ditunjukkan pada tabel 2.2

7. DANA KARBON PROTOTIPE (PROTOTYPE CARBON FUND - PCF)

Mengakui bahwa pemanasan global akan memiliki dampak paling banyak pada negara klien
peminjam, Bank Dunia menyetujui penetapan Dana Karbon Prototipe (PCF). PCF
dimaksudkan untuk berinvestasi dalam proyek yang akan menghasilkan reduksi emisi gas
rumah kaca berkualitas tinggi yang dapat dicatatkan dengan Konvensi Kerangka tentang
Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) untuk maksud Protokol Kyoto. Untuk meningkatkan
kemungkinan bahwa reduksi akan diakui oleh para pihak pada UNFCCC, para ahli
independen akan mengikuti validasi, verifikasi dan prosedur sertifikasi yang merespon pada
aturan UNFCCC ketika mereka berkembang.

PCF akan uji coba produksi reduksi emisi di dalam kerangka Implementasi bersama dan
Mekanisme Pembangunan bersih (CDM). PCF akan menginvestasikan kontribusi yang
dibuat oleh perusahaan dan pemerintah dalam proyek-proyek yang dirancang untuk
menghasilkan reduksi emisi yang sepenuhnya konsisten dengan Protokol Kyoto dan
kerangka yang muncul untuk JI dan CDM. Kontributor, atau partisipan dalam PCF, akan

Modul 2
Hal. 16
menerima bagian pro rata dari reduksi emisi, yang diverifikasi dan disertifikasi sesuai dengan
persetujuan yang dicapai dengan negara terkait yang menjalankan proyek itu.

7.1 Ukuran Pasar untuk reduksi emisi

 Semua estimasi volume pasar adalah spekulatif pada tahap awal ini pada
perkembangan pasar
 Satu cara melihat ukuran potensial pasar adalah mengasumsikan bahwa sekitar satu
milyar ton emisi karbon harus dikurangi per tahun selama periode komitmen 2008-
2012 untuk negara maju untuk memenuhi kewajiban mereka reduksi 5% pada level
emisi 1990.

8. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT)

8.1 Apa Itu Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan sering didefinisikn sebagai pembangunan yang memenuhi


kebutuhkan saat ini tanpa membahayakan kemampuan generasi masa depan untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri

Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga tujuan dasar dan saling terkait

 Keamanan ekonomi dan kemakmuran


 Pembangunan dan kemajuan sosial
 Keberlanjutan lingkungan

Pembangunan berkelanjutan menuntut bahwa kita mencari cara hidup, kerja yang
memampukan semua penduduk dunia untuk menghasilkan kehidupan aman yang sehat,
memenuhi dan ekonomis tanpa merusak lingkungan dan tanpa membahayakan
kesejahteraan masa depan orang dan planet.

Pembangunan berkelanjutan seperti diterapkan pada energi dan lingkungan harus


memperhatikan hal berikut:

 Input – seperti bahan bakar dan sumber energi, tanah dan bahan baku- adalah bukan
terbarukan, mereka dihabiskan hanya sejauh mereka dapat disubstitusi di masa
depan
 Dimana mereka terbarukan, mereka dihabiskan pada laju yang dapat diperbaharui
 Output- dalam produksi dan konsumsi- tidak berlebihan membebani ekosistem atau
kemampuan asimilasi dari ecosphere.

Modul 2
Hal. 17
MODUL 3
DASAR ENERGI, TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI DAN PRINSIP KONSERVASI
ENERGI

1. DASAR ENERGI

1.1. Pengertian Energi

Definisi energi dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2007 tentang energi adalah
kemampuan untuk melakukan kerja atau memindahkan benda yang dapat berupa panas,
cahaya, mekanika, kimia dan elektromagnetika. Sedangkan sumber energi diartikan sebagai
sesuatu yang dapat menghasilkan energi baik secara langsung maupun melalui proses
konversi atau transformasi. Perubahan bentuk energi satu ke jenis lainya dapat dilakukan
dengan teknologi sistem konversi energi.

Gambar 3.1 Sumber Energi Panas Bumi

Dari literature kita tau bahwa energi itu sendiri tidak selalu dapat dirasakan atau dilihat,
kecuali berbentuk cahaya, panas atau suara. Namum dijelaskan bahwa prinsip energi adalah
kekal, artinya energi tidak dapat dihasilkan atau diciptakan dan juga tidak dapat
dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Prinsip ini dikenal
dengan hukum kekekalan energi atau hukum termodinamika pertama.

Hukum Thermodinamika

Thermodinamika ke nol : yaitu tentang keseimbangan termal, dua benda yang mempunyai
suhu sama jika dikontakkan satu sama lainnya maka tidak akan terjadi perpindahan panas
diantara kedua benda tersebut. Dan sebaliknya jika dua benda bersuhu berbeda
dikontakkan, maka perpindahan panas akan terjadi dari benda bersuhu tinggi ke benda
dengan suhu rendah sampai terjadi keseimbangan termal diantara kedua benda tersebut.

Modul 3
Hal. 1
Thermodinamika pertama : Energi dapat diubah dari bentuk satu ke bentuk lainya, tetapi
tidak dapat hilang/musnah dari sistemnya. Secara lebih umum hukum termodinamika
pertama ingin mengatakan bahwa jika energi dipindahkan atau ditransformasikan, maka total
yang ada dari semua jenis akan tetap sama dengan energi totalnya mula-mula.

Thermodinamika kedua : Pada perubahan satu bentuk energi ke bentuk lainnya, sebagian
energi akan hilang yang dikenal dengan rugi-rugi energi, dengan kata lain tidak akan bisa
energi dikonversi dengan efisiensi 100%. Prinsip ini dipakai untuk menghitung efisiensi
suatu peralatan energi.

Aplikasi Hukum Thermodinamika

Aplikasi hukum termodinamika pertama dan kedua sering digunakan dalam perhitungan
efisiensi energi dan penentuan neraca sistem pemanfaat energi. Secara luas hukum
termodinamika dapat digunakan dalam evalyuasi berbagai masalah konservasi energi dan
transformasi energi. Apabila diaplikasikan pada sistem energi, maka hukum termodinamika
pertama menjadi berbunyi sebagai berikut :

Jika terjadi perubahan dalam sistem energi, energi pada saat akhir adalah sama dengan
energi sistem pada saat awal ditambah dengan energi netto yang ditambahkan ke dalam
sistem selama periode terjadinya proses perubahan/trasformasi tersebut.

Contoh :

Menghitung efisiensi operasi boiler dengan menerapkan prinsip kekekalan energy. Dalam
kondisi steady state, maka system boiler dapat ditulis sebagai berikut :

Energi masuk = energi yang dimanfaatkan + energi keluar (rugi-rugi energi).

Gambar 3.2 Sistem boiler

 Energi masuk adalah bahan bakar (Einput).


 Energi bermanfaat adalah uap (Eoutput)

Modul 3
Hal. 2
 Energi keluar dalam hal ini ada tiga komponen yang dikenal dengan rugi-rugi energi
pada boiler yaitu terdiri atas :
– Rugi rugi energi stack gas (EStack).
– Rugi rugi energi blowdown (Ebldwn)
– Rugi rugi energi radiasi & konveksi melalui permukaan boiler.(Er&k)
Sesuai dengan prinsip kekekalan energi di atas, maka pada system boiler dapat ditulis
persamaan sebagai berikut :

Einput = Eoutput + (EStack.+ Ebldwn + .Er&k).atau :


Eoutput = Einput - (EStack.+ Ebldwn + .Er&k)
Eoutput = Einput - ∑ rugi-rugi energy………………………………………..*)\

Jika persamaan di atas sama-sama dibagi dengan Einput, maka persamaan ..*) tersebut
menjadi :

Eoutput / Einput = Einput/ Einput - ∑ rugi-rugi energy/Einput……………**)


Eoutput / Einput adalah efisiensi boiler, dan Einput/ Einput = 1.

Dengan demikian persamaan**) dapat ditulis menjadi :

Efisiensi = 1 - ∑ rugi-rugi energy/Einput; atau :


Efisiensi (%) = 100 - ∑ rugi-rugi energy dalam persen bahan bakar input (%).

Metode perhitungan efisiensi dengan formula di atas dikenal dengan metoda tak langsung.
Dengan metoda tak langsung tersebut, maka efisiensi energi dinyatakan sama dengan 100
% dikurangi dengan rugi-rugi energi dalan persen bahan bakar input.

Neraca Energi

Neraca energi dapat dibuat jika besaran rugi-rugi energi sudah diketahui. Untuk contoh di
atas neraca energi boiler dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.3. Neraca energi boiler

Modul 3
Hal. 3
Setelah neraca energi dibuat maka evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah besaran
rugi-rugi energi tersebut sudah sesuai atau masih bisa dikurangi. Dan jika masih mungkin
untuk menguranginya langkah apa yang diperlukan yang perlu dilakukan. Dengan cara ini
maka rencana peningkatan efisiensi boiler dan tindakan yang diperlukan untuk
menghilangkan/mengurangi rugi-rugi energi dapat disusun.

1.2. Sistem Energi

Konsep “sistem” sering digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah yang berkaitan
dengan konversi energi. Sistem bisa dikatagorikan ke dalam : sistem terbuka atau tertutup
tergantung pada ada tidaknya massa yang mengalir melewati boundry sistem tersebut.

Pada sistem tertutup misalnya, massa yang masuk maupun keluar dari sistem tidak ada,
misalnya air dipanasi pada bejana tertutup. Sebaliknya dalam sistem terbuka, massa bisa
melewati boundry sistem tersebut misalnya air mengalir melalui suatu pompa. Kadang–
kadang sistem tertutup disebut juga dengan massa atur, dan sistem terbuka disebut dengan
volume atur. Perpindahan energi energi melalui boundry sistem baik berupa kerja maupun
panas akan menghasilkan perubahan keadaan dari sistem. Kalau sifat atau properti sistem
berubah, misalnya suhu, tekanan, dan spesifik volume berubah, maka akan terjadi
perubahan energi dari sistem. Ada tiga bentuk energi yang bisa dimiliki oleh suatu sistem
yaitu :
 Energi internal U yang disebabkan oleh gerakan internal dan mikroskopik dalam
sistem.
 Energi potensial EP, yaitu bentuk makroskopik dari energi yang merupakan fungsi
letak dari sistem.
 Energi kinetik EK yaitu yang merupakan fungsi gerakan makroskopik sistem.

Kemudian dari tiga bentuk energi diatas, total energi dari sistem dinyatakan sebagai berikut
E = U + EP + EK.

Energi yang dipindahkan ke sistem.

Untuk memindahkan energi ke sistem harus ada potensial atau driving force yang
menyebabkan energi dapat melewati sistem tersebut. Potensial atau driving force tersebut
dapat berupa gaya mekanik, gaya listrik atau perbedaan temperatur. Energi yang berkaitan
dengan masing-masing potensial tersebut disebut dengan : kerja, energi listrik dan panas.
Jika terjadi perubahan dari ke tiga energi tersebut pada suatu sistem, maka berarti ada
energi yang melewati boundry dari sistem tersebut.

Kerja didefinisikan sebagai hasil dari perkalian gaya dengan jarak jarak yang ditempuh oleh
gaya tersebut. Definisi ini diartikan bahwa yang menyebakkan perpindahan jarak dimaksud
adalah gaya tersebut.

Modul 3
Hal. 4
Energi listrik dihasilkan dari adanya perbedaan tegangan/voltase dan arus mengalir karena
adanya perbedaan tegangan tersebut.

Panas yaitu merupakan perpindahan energi melewati boundry sistem karena adanya
perbedaan suhu diantara kedua sisi boundry tersebut.

Energi yang dimiliki sistem

Kalau energi ditambahkan ke dalam sistem, maka akan terjadi perubahan energi pada
sistem tersebut, terkecuali jika sejumlah energi yang sama secara simultan dikeluarkan dari
sistem tersebut. Penambahan energi pada sistem dapat mengakibatkan perubahan internal
sistem misalnya perubahan suhu, ekspansi/perubahan bentuk atau atau perubahan fase.
Energi yang berhubungan dengan energi-energi tersebut menyebabkan adanya perubahan
internal yang disebut dengan internal energy disingkat dengan U.

Setelah ditemukan bahwa panas adalah energi dan dapat ditransformasikan menjadi kerja,
dan dari penyelidikan tentang transformasi tersebut disimpulkan :

a. Jika jalan bagi aliran panas tersedia, maka panas akan mengalir dari tempat yang
bersuhu tinggi ke tempat yang bersuhu rendah dan tidak dapat berlangsung sebaliknya.
b. Kerja dalam bentuk mekanis dapat diubah menjadi bentuk panas secara sempurna.
Misalnya bolok yang dipindahkan dengan mendorongnya sepanjang permukaan kasar,
maka kerja yang diberikan untuk mendorong balok akan memberikan panas pada balok.
Untuk menjaga suhu balok tetap sama, maka sejumlah panas yang equivalent dengan
kerja yang masuk harus dikeluarkan dari sistem. Akan tetapi sebaliknya, tindakan untuk
mengembalikan balok pada tempatnya semula dengan menghasilkan kerja yang sama
dengan kerja semula/input energi adalah tidak mungkin.
c. Arus listrik melalui resistor akan menghasilkan panas. Panas dengan jumlah yang sama
dengan masukan energi listrik dapat dikeluarkan dari resistor. Akan tetapi panas yang
dikeluarkan dari resistor tidak dapat dialirkan kembali ke resistor dengan menghasilkan
energi listrik.
d. Pada reaksi kimia, dicapai suhu yang lebih tinggi dari suhu semula. Untuk
mengembalikan suhunya seperti semula dapat dilakukan dengan mengalirkan panas
dengan jumlah yang sama dari produk reaksi. Ini berarti ada trsnsformasi energi kimia
menjadi panas. Akan tetapi tidak demikian sebaliknya panas yang dikeluarkan tidak bisa
dimanfaatkan untuk mengembalikan produk reaksi kimia tersebut ke bentuknya semula.
e. Apabila ada ruangan yang dipisahkan oleh partisi dan masing-masing diisi oleh gas
berbeda, kemudian partisi dibuka, maka kedua gas akan bercampur secara uniform.
Akan tetapi kedua gas tersebut tidak dapat memisah sendiri dan kembali ke posisi
masing-masing.

Dari contoh uraian diatas, transformasi energi tersebut telah memenuhi hukum
termodinamika pertama. Akan tetapi tidak cukup untuk menjawab berbagai pertanyaan

Modul 3
Hal. 5
seperti mengapa tidak terjadi transformasi yang sempurna dari panas menjadi kerja, padahal
kerja dapat ditransformasikan secara sempurna menjadi panas. Jadi dengan kata lain hukum
termodinamika pertama ini tidak dapat menjawab mengapa beberapa proses hanya
berlangsung satu arah, dan tidak untuk arah sebaliknya. Pertanyaan ini hanya bisa dijawab
oleh hukum termodinamika kedua. Hukum termodinamika kedua dapat menunjukkan apakah
sistem mengalami keseimbangan sempurna. Hukum kedua ini menetapkan suatu
sifat/properti bahan atau zat yang bisa menunjukkan apakah mungkin terjadi perubahan
keadaan pada suatu sistem. Sifat atau properti ini dikenal dengan entropi.

Pernyataan yang ada hubunganya dengan entropi adalah :

 Entropi dari sistem terisolasi cendrung meningkat


 Selalu terjadi peningkatan entropi apabila proses berlangsung

Dengan demikian hukum kedua termodinamika ini menunjukkan proses –proses yang bisa
berlangsung dan yang tidak bisa berlangsung. Hukum ini juga membatasi jumlah bentuk
energi yang dapat ditransformasikan misalnya dari panas menjadi kerja. Berdasarkan hukum
kedua termodinamika ini, maka jika sejumlah panas ditambahkan ke dalam suatu sistem,
maka sebagian saja dari energi panas ini yang dapat ditransformasikan menjadi kerja, yang
disebut dengan available energy dan sisanya disebut unavailable energy.

1.3. Peristilahan Energi.

Beberapa peristilahan tentang energi disampaikan berikut ini.

Menurut bentuk material energi diklasifikasikan atas :

 Energi Padat
 Energi Cair
 Energi Gas
 Energi Listrik
Menurut jenis teknologi yang digunakan energi diklasifikasikan atas :

 Energi konvensional
 Energi non konvensional

Gambar 3.4. Energi padat briket batubara & kayu bakar

Modul 3
Hal. 6
Menurut tingkat pemanfaatan klasifikasi energi adalah :

 Energi primer; yaitu energi yang tersedia di alam/digali dari alam (belum diolah)
misalnya batubara,gas bumi, panas bumi, gambut, mineral radio aktif. Atau juga dari
aliran aliran energi di atas tanah, misalnya tenaga air, angina, tenaga matahari.
 Energi sekunder ; yaitu energi primer yang telah diubah dalam beberapa tingkatan,
misalnya batubara menjadi energi panas (diubah satu tingkat), tenaga air menjadi listrik
(diubah dua tingkat – dari tenaga air ke energi mekanik dan dari energi mekanik menjadi
energi listrik)
 Energi final; yaitu energi yang dimanfaatkan oleh pemakai akhir (final user), contoh
tenaga listrik.
 Energi bermanfaat (useful); yaitu energi dalam bentuk panas, cahaya, kerja, dll yang
bermanfaat dalam kehidupan manusia.

Menurut sifat penyediaan, sumber energi dapat diklasifikasikan menjadi :

 Energi baru dan terbarukan (Renewable energy) adalah energi yang dihasilkan dari
sumber daya yang dapat diperbarui sebagaimana ditunjukkan dalam ganbar berikut.

 Energi tak terbarukan (Non-renewable energy) adalah yang berasal dari sumber energi
konvensional/fosil yang tidak dapat diperbarui.

Gambar 3.5. Sumber energi - Bio energi

Gambar 3.6. Sumber energi baru dan terbarukan

Modul 3
Hal. 7
Gambar 3.7. Sumber energi tak terbarukan (fossil)

Klasifikasi lain tentang energi dari sisi ekonomi antara lain :

 Energi komersial, yaitu energi yang dijual di pasar secara komersial, misalnya bensin,
batubara, gas bumi, listrik.
 Energi non komersial, yaitu eenrgi yang tidak dijual di pasar, misalnya kayu bakar,
jerami, limbah hutan, limbah pertanian, kotoran sapi, dll. Energi ini disebut juga dengan
energi tradisional.

Klasifikasi lain tentang energi dari sisi teknologi yaitu

 Energi konvensional, yaitu energi yang sudah biasa digunakan oleh masyarakat.
 Energi non konvensional yaitu energi yang bulum biasa digunakan oleh masyarakat.

Istilah diatas (sisi teknologi ) tidak ilmiah karena tergantung dengan waktu.

Bentuk-bentuk Energi.

Secara umum terdapat dua bentuk energi yaitu :

 Energi transisional (trasitional energy)


 Energy tersimpan (stored energy)

Energi transisional adalah energi yang bergerak, dapat berpindah melintasi suatu batas
(boundary) sistem misalnya energi panas, listrik dan lain-lain.

Energi tersimpan sebagaimana namanya adalah energi yang terwujud sebagai massa, posisi
dalam medan gaya dan lain-lain misalnya : batubara dengan nilai kalor yang terkandung
didalamnya sekitar 6000 k.cal/kg

Menurut bentuknya energi dapat dikelompokkan dalam :

 Energi mekanik  Energi nuklir


 Energi listrik  Energi termal/panas
 Energi elektromagnetik
 Energi kimia

Modul 3
Hal. 8
Gambar 3.8 Energi listrik Gambar 3.9 Energi mekanik

Di dalam termodinamika, energi mekanik didefinisikan sebagai energi yang dapat


digunakan untuk mengangkat suatu benda. Bentuk transisional energi mekanik disebut
kerja. Energi mekanik dapat disimpan sebagai energi potensial maupun energi kinetik.

Energi potensial adalah energi yang diperoleh suatu massa tertentu akibat dari posisinya
dalam suatu medan gaya. Termasuk didalamnya energi medan grafitasi, energi yang
berkaitan dengan fluida terkompressi, dan energi yang berkaitan dengan regangan elastis
seperti dalam pegas atau benda/batang puntiran.

Gambar 3.10 Energi Potensial

Energi kinetik adalah energi yang berkaitan dengan massa tertentu akibat gerakan/gesekan
relatifnya terhadap massa benda yang lain. Misalnya adalah flyweel/roda gila yang
menyimpan energi mekanik dalam bentuk energi kinetik. Energi mekanik adalah salah satu
bentuk energi yang sangat midap diaplikasikan dan dengan mudah dapat dikonvesi ke
bentuk energi lain dengan efisien.

Energi elektromagnetik adalah bentuk energi yang berkaitan dengan radiasi


elektromagnetik, biasanya dinyatakan dengan satuan energi yang sangat kecil misalnya
elektrovolt (eV). Radiasi elektromagnetik ini adalah suatu bentuk energi murni artinya tidak
berkaitan dengan massa, tetapi terjadi hanya sebagai energi transisional yang bergerak
dengan kecepatan cahaya.

Modul 3
Hal. 9
Gambar 3.11 Pancaran gelombang infrared - radiasi elektromagnetik

Energi kimia adalah energi yang muncul akibat hasil interaksi elektron, yaitu dua atom atau
lebih dan atau molekul-molekul berkombinasi membentuk senyawa kimia yang stabil. Energi
kimia hanya dapat terjadi dalam bentuk energi tersimpan. Jika energi tersebut dilepaskan
dalam suatu reaksi kimia misalnya proses pembakaran bahan bakar, maka reaksi tersebut
dinamakan reaksi eksotermis. Energi yang dilepas pada umumnya dinyatakan dalam satuan
kalori atau BTU per satuan massa bahan bakar yang bereaksi.

Pada beberapa reaksi kimia energi panas diserap, dan reaksi ini disebut reaksi endotermis.
Sumber energi panas yang paling penting dan banyak dikenal dalam kehidupan manusia
saat ini adalah reaksi kimia eksotermis yang dikenal dengan pembakaran yang melibatkan
bahan bakar dan oksigen.

Gambar 3.11 Energi kimia - Etanol (etil alkohol) C2H5OH

Energi nuklir adalah bentuk energi lain yang hanya ada sebagai energi tersimpan dan yang
lepas akibat interaksi partikel dengan atau di dalam inti atom. Energi ini terbentuk sebagai
hasil usaha partikel untuk mendapatkan konfigurasi yang lebih stabil. Energi yang
dikeluarkan sangat besar dan satuanya biasanya dinyatakan dalam satuan juta elektron per
reaksi.

Modul 3
Hal. 10
Gambar 3.12 Energi fission

Energi termal berkaitan dengan getaran atomok dan molekular. Energi termal adalah
bentuk energi dasar dalam artian bahwa semua bentuk energi lain dapat dikomversi secara
penuh ke energi ini, akan tetapi pengkomversian energi termal ke bentuk energi lain dibatasi
dengan hukum termodinamika II. Bentuk transisional energi termal ini adalah panas dengan
satuan umumnya dinyatakan dalam kalori atau BTU. Energi termal dapat disimpan pada
hampir semua media sebagai panas sensibel maupun panas laten. Penyimpanan panas
sensibel diikuti oleh kenaikan temperatur, sedangkan penyimpanan panas laten diikuti
dengan perubahan fase dan bersifat isotermis.

Gambar 3.13 Energi panas pembakaran bahan bakar

Transformasi Sumber Daya Energi.

Energi yang dimanfaatkan oleh pemakai (final user) umumnya adalah energi yang telah
mengalami transformasi dari energi primer ke bentuk lainnya. Tenaga listrik misalnya, pada
gambar berikut dijelaskan aliran energi mulai dari bentuk energi primer hingga energi
bermanfaat. Namun semakin banyak konversi energi dilakukan semakin rendah efisiensinya.
Gambar berikut menjelaskan aliran energi mulai dari bentuk energi primer hingga energi
bermanfaat.

Modul 3
Hal. 11
SISTEM DISTRIBUTION LISTRIK -- SINGLE LINE DIAGRAM
EB POWER

DG SET M TRIVEATOR METER Metering

11 KV/440V

ELECTRICAL
Transformer
Effi.95-98%

M
Dist. loss
4 - 8%

Feeders,
M M M M C Capacitors

Distribution
C
Panels

C
Motors
Effi.85-96%

MECHANICAL
FANS & BLOWERS PUMPS R & AC COMPRESSORS LIGHTING, HEATING

38

Gambar 3.14 Trasformasi energi primer menjadi energi final

Energi primer melalui teknologi eksplorasi dan eksploitasi dihasilkan di dalam negeri maupun
melalui import. Sebagian dari energi primer hasil eksploitasi tersebut dieksport untuk
menghasilkan devisa negara. Selanjutnya energi primer hasil eksploitasi domestik maupun
import dirubah menjadi energi sekunder dan energi final dengan menggunakan teknologi
transformasi energi

Gambar 3.15 Transformasi energi primer-panas-mekanik-listrik-mekanik-aliran.

Perlu diketahui bahwa semakin banyak konversi energi dilakukan semakin rendah
efisiensinya. Pada tahap akhir kedua energi sekunder dan energi final ini sudah dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Energi bermanfaat tersebut
umumnya dalam bentuk : panas, kinetik, aliran dan elektromagnetik/listrik.

Modul 3
Hal. 12
Gambar 3.16 Konversi energi primer menjadi energi hidrolis air

Pada tahap akhir kedua energi sekunder dan energi final ini sudah dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan sehari-hari misalnya untuk menghasilkan panas, kinetik, dan cahaya.

Gambar 3.17 Transformasi Energi Bahan Bakar ke Cahaya

Gambar 3.18 Transformasi Energi Listrik ke Daya Hidrolis

Modul 3
Hal. 13
Alur dan Pola Pemanfaatan Energi.

Sisi permintaan energi (pengguna akhir) dapat dikategorikan menjadi beberapa sektor, yakni
industri, transportasi, rumah tangga, dan bisnis. Sumber energi primer dikategorikan dalam
energi fosil (tidak terbarukan) dan energi terbarukan. Jenis energi primer fosil terdiri atas
minyak bumi, gas bumi, dan batubara. Sedangkan jenis-jenis energi terbarukan yang
dilingkup adalah energi air, panas bumi, dan biomassa. Energi fosil digunakan oleh sektor
pengguna kecuali batubara yang penggunaannya untuk transportasi dapat diabaikan.
Energi air dan panas bumi digunakan untuk pembangkitan listrik. Sedangkan biomassa
merupakan energi non komersial yang digunakan oleh sektor industri, rumah tangga dan
bisnis. Alur dan pola pemanfaatan energi dari sumber energi primer sampai ke pengguna
akhir secara garis besar ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 3.19 Alur dan Alokasi Penggunaan Energi Dalam Negeri

Satuan Energi

Satuan energi bisa diubah dari satu unit ke unit lainya. Dalam penggunaanya, satuan energi
yang umum diterapkan adalah kalori atau joule. Besarnya faktor konversi energi perlu
diketahui terutama dalam membuat analisis pemakaian energi misalnya dalam membuat
neraca energi dalam suatu pelaporan pemakaian energi perusahaan. Satuan energi yang
lajim digunakan adalah :

 Satuan perdagangan untuk bahan bakar cair seperti minyak bumi adalah volume yaitu
liter dan barrel (satu barrel = 159 liter)
 Bahan bakar padat seperti batubara menggunakan satuan berat ton atau kg.
 Bahan bakar gas menggunakan stuan volum dan berat. Untuk gas bumi misalnya satuan
yang digunakan adalah standar normal kubik (Nm3), yaitu satu m3 gas bumi diukur pada
tekanan normal 1 bar dan suhu 15 C.
 Energi listrik, satuan yang biasa digunakan adalah kWh (kilo Watt jam)
 Energi panas, satuan yang digunakan adalah kalori, Joule atau BTU (satuan panas
Britania-British thermal unit).

Modul 3
Hal. 14
Bagaimana energi diukur ?

Nilai energi termal/panas adalah ukuran kandungan panas yang terdapat dalam suatu
satuan berat bahan bakar yang terjadi pada pembakaran sempurna. Nilai kalor dihitung
dengan membakar dan mengukur panas yang dilepaskan oleh sampel bahan bakar tertentu
pada peralatan Bomb Calorimeter.

Nilai kalor disebut Gross atau nilai kalor tinggi (GCV) dan Netto atau nilai kalor rendah
(NCV). NCV = GCV - Panas penguapan H2O yang terdapat dalam bahan bakar

Satuan Energi panas. Calori atau Joule :

Kilocalori (kcal) = 1000 cal


Kilojoule (kJ) = 1000 Joules = 0,24 kcal.
Joule (J) adalah satuan SI yang digunakan untuk energi atau kerja.

Satuan Energi listrik . kWh :

1 kWh = 860 kcal = 3600 kJ


Ampere adalah unit dasar arus listrik , Arus adalah laju aliran listrik
Voltase (V) adalah ukuran potensial listrik atau electromotive force.

Contoh
Industri mengkonsumsi 900 kilo liter bbm dan 500.000 kWh listrik untuk berproduksi setiap
tahun. Berapa jumlah energi yang dikonsumsi dalam kcal per tahun ?

Jawaban
Listrik : 500.000 kWh x 860 kcal/kWh = 516.000.000 kcal.
BBM : 900 x1000 liter x 10200 kcal/liter = 9.180.000.000 kcal
Total energi per tahun dalam kcal = 9.696.000.000 kcal
Total energi per tahun dalam kJoules = 9.696.000.000/0,24 kJ
= 405.874.560.000 kJ

Power atau Daya

Perbedaan antara Daya dan Energi :


Power atau daya adalah jumlah energi yang digunakan per satuan waktu.
Satuan yang digunakan untuk Daya adalah kW.

1 Watt = 1 Joule/second = 0,24 calori per second.


1 kiloWatt = 1000 Watts
1 megaWatt = 1000 kWatts
1 gigaWatts = 1000 megaWatts
1 horsepower = 746 Watts.

Modul 3
Hal. 15
1.4. Efisiensi Pemanfaatan Energi

Kemajuan teknologi akhir-akhir ini telah memberi sumbangan yang berarti dalam
peningkatan efisiensi energi perusahaan. Efisiensi energi diartikan sebagai perbandingan
antara output yang dihasilkan dengan input energi yang digunakan. Pemanfaatan energi
yang efisien diartikan sebagai pemakaian energi sesedikit mungkin untuk menghasilkan satu
unit produk atau jasa. Nilai maksimal dari perbandingan antara keluaran (output) dan
masukan energi (input) pada pemanfaat energi disebut dengan pemanfaatan energi yang
efisien. Selain faktor teknologi, perilaku masyarakat (operator) adalah faktor yang turut
mempengaruhi tingkat efisiensi pemanfaatan energi. Perilaku hemat energi dalam hal ini
dimaksudkan untuk membuat proses penggunaan energi secara efektif dan rasional
terealisasi tanpa mengurangi penggunaan energi yang benar-benar diperlukan untuk aktifitas
kehidupan sehari-hari.

Pentingnya perbaikan efisiensi energi pada utilitas disadari sebagai salah satu strategi dan
cara efektif untuk mengurangi konsumsi energi nasional. Namum kenyataanya implementasi
konservasi energi masih mengalami kendala. Tersendatnya implementasi konservasi energi
di sisi demand secara umum diketahui karena berbagai sebab antara lain berikut :

 Pengetahuan masyarakat tentang konsep energi dan hubungannya dengan panas,


kerja, suhu, tekanan masih kurang.
 Alat-alat ukur energi di tingkat konsumen tidak tersedia sehingga konsumsi energi
untuk proses atau unit-unitnya tidak diketahui besarannya.
 Sistim manajemen energi belum sepenuhnya diterapkan.
 Teknik audit energi belum dikuasai, kemampuan identifikasi masalah dan analisis
data pemakaian energi masih lemah.
 Konservasi energi yang bersifat best practice kurang dipahami.
 Karakteristik operasi dan evaluasi kinerja energi belum dikuasai.

Untuk dapat mengetahui lebih jauh tentang kinerja pemanfaatan energi pada level sektor,
sub sektor maupun di tingkat peralatan/pemanfaat energi, maka diperlukan pemahaman
efisiensi dengan rentang yang lebih luas. Indikator untuk menunjukkan seberapa efisien
energi digunakan dalam melakukan proses atau suatu aktifitas energi tertentu dalam rangka
menghasilkan satu unit produk atau jasa harus tersedia dalam system pemanfaatan energi
dan merupakan bagian dari system manajemen energi berkelanjutan. Sebagaimana kita lihat
dalam praktek sehari-hari, sebagian panas yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan
bakar atau dari reaksi kimia sering terbuang ke lingkungan.

Sistem manajemen energi berkelanjutan menghendaki panas buangan seperti ini


dipertimbangkan pemanfaatanya untuk keperluan yang bermanfaat dan ekonomis. Dalam
pemanfaatan kembali panas buangan tentu saja yang perlu diperhatikan tidak saja dari sisi
besarnya energi yang terbuang tetapi fakta bahwa gas buang tersebut dapat dimanfaatkan

Modul 3
Hal. 16
kembali dan masih mempunyai nilai energi. Mekanisme pemanfaatan kembali energi
buangan sangat dipengaruhi oleh potensinya yang diindikasikan oleh suhu dan nilai
ekonomisnya. Jumlah gas panas yang cukup besar dari berbagai pemanfaat energi seperti
boiler, kiln, oven, maupun tungku pembakaran jika dimanfaatkan kembali akan memberi nilai
penghematan energi yang signifikan bagi perusahaan. Namun harus disadari pula bahwa
tidak semua energi gas buang dapat didaur ulang, tetapi upaya untuk meminimalkannya
harus tetap dilakukan.

1.5. Indikator Kinerja Pemanfaatan Energi

Efisien tidaknya pemakaian energi dapat dilihat dari indikator kinerja pemanfaatan energi.
Indikator kinerja penggunaan energi dikenal dengan intensitas energi atau konsumsi energi
spesifik.

Intensitas energi adalah salah satu cara untuk mengetahui kinerja pemanfaatan energi
terhadap output atau inputnya. Indikator kinerja pemanfaatan energi umumnya diartikan
sebagai perbandingan antara :

 Output dengan Input energi


 Input energi dengan output
 Input energi dengan input bahan baku
 Input energi per periode waktu
 Periode proses atau siklus waktu per proses.

Input Energi :

 Satuan fisik energi yang dikonsumsi seperti :


‐ liter bbm, ton setara minyak
‐ ton batubara,
 Satuan energi seperti :
‐ kcal, kWh, kJ.
Output

 Satuan fisik produk atau satuan energi yang dihasilkan (output) seperti :
‐ ton produksi, kwintal
‐ ball, meter kubik, meter.
‐ kWh.
Input Bahan Baku
 Satuan fisik bahan baku yang digunakan seperti :
‐ ton, kwintal
‐ m3.
 Satuan periode/waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk atau jumlah
siklus proses per satuan waktu seperti :

Modul 3
Hal. 17
‐ menit
‐ siklus proses per hari
Jadi indikator kinerja pemanfaatan energi dapat dinyatakan sebagai berikut :
 Input Energi Dengan Output
‐ Liter/ton; kWh/ton;kJ/m3.
‐ kWh/ton; kcal/ton; kJ/m3
‐ kWh/ball
‐ Kcal/kWh
 Output Dengan input Energi
‐ ton /liter;
‐ km/liter
 Input Energi dengan Input Bahan Baku
‐ kcal/ton, kcal/kwintal
‐ kWh/m3
 Periode/waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk maupun jumlah siklus
proses per satuan waktu seperti contoh berikut :
‐ tap to tap time (menit)
‐ Heat per day (siklus proses per hari).

2. TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI

Teknologi sistem konversi energi adalah rangkaian peralatan yang mengubah energi dari
suatu bentuk ke bentuk energi lainnya. Sistem ini diperlukan untuk memanfaatkan
kandungan energi secara efektif dengan mengubahnya menjadi bentuk yang dapat
dimanfaatkan sesuai dengan tujuan. Misalnya, energi kimia yang terkandung dalam bahan
bakar diubah menjadi bentuk energi panas dalam ruang bakar dan energi panas ini oleh
boiler dimanfaatkan kembali untuk memproduksi uap.

2.1. Siklus Panas Dan Tenaga.

Sistem energi merupakan serangkaian proses-proses individu yang membentuk siklus


tertutup atau terbuka. Pada siklus tertutup fluida kerja tetap berada di dalam sistem tertutup,
interface dengan sekeliling terletak pada boundry dimana panas atau kerja dipindahkan.
Misalnya pada lemari es konvensional, pembangkit listrik yang menggunakan sistem uap
konvensional dimana fluida kerja tetap berada di dalam sistem.

Pada sistem terbuka, fluida kerjanya adalah udara sekitar yang menutup siklus tersebut,
misalnya pada mesin jet pesawat terbang dimana udara ditarik menuju mesin untuk
mengalami proses pembakaran untuk bisa menghasilkan kerja dan selanjutnya dibuang
kembali ke udara.

Ada pula sistem yang menggabungkan siklus tertutup dan siklus terbuka dengan berbagai
cara dengan maksud untuk menghasilkan kerja secara lebih ekonomis. Sistem siklus yang

Modul 3
Hal. 18
lain adalah cogenerasi tenaga/listrik dan panas untuk keperluan proses pada sistem yang
sama.

Siklus Carnot.

Siklus Carnot seperti ditunjukkan dalam gambar berikut merupakan siklus paling efisien
antara dua temperatur yang berbeda. Prosesnya adalah :

1-2 Proses isotermal, dimana panas masuk ke dalam sistem pada temperatur konstan
2-3. Proses isentropik, dimana proses berlangsung pada entropi konstan, dan temperatur
turun karena ada kerja yang ditandai denga perubahan internal energi.
3-4 Proses isotermal, dimana panas mengalir dari sistem pada temperatur konstan.
4-1 Proses isentropik, proses berlangsung pada entropi konstan, temperatur naik karena
kompressi menaikkan internal energi.

Efisiensi siklus Carnot adalah :

EfCarnot = =

T1 : adalah temperatur tinggi pada titik 1dimana energi panas berasal.


T2 : adalah temperatur rendah pada titik 2 dimana energi panas dibuang
QA : adalah panas yang ditambahkan pada T1
QR : adalah panas yang dibuang pada T2

Sumber panasT1

QA
Kerja : W
QR
Pelepasan panas T2

Modul 3
Hal. 19
Gambar 3.20 Siklus Carnot

2.2. Mesin Konversi Energi

2.2.1 Turbin

Turbin adalah perangkat yang mengubah energi mekanis yang terdapat di dalam fluida
menjadi energi mekanis rotational yang selanjutnya digunakan untuk berbagai keperluan
antara lain menggerakkan generator untuk menghasikan tenaga listrik. Ada beberapa jenis
turbin yang dikenal antara lain turbin uap, turbin gas, turbin air dan turbin angin.

a. Turbin Uap.

Dari sisi termodinamika turbin uap dapat digolongkan berdasarkan tekanan uap bekasnya
seperti :

 Turbin nonkondensasi (back pressure turbine)


 Turbin kondensat (condensing turbine)

Pada turbin nonkondensasi tekanan uap bekas sama dengan atau diatas atmosfer dan
sistem ini dapat beroperasi dengan atau tanpa kondensor. Sedangkan turbin kondensasi,
uap bekas dikondensasikan pada kondenser dengan tekanan vacum guna meningkatkan
efisiensi.

Gambar 3.21 Blok diagram Turbin nonkondensasi (back pressure turbine)

Modul 3
Hal. 20
Gambar 3.22 Turbin uap kapasitas besar

Jenis turbin uap yang banyak digunakan adalah turbin kondensasi, yaitu uap keluar turbin
dikondensasi langsung pada kondenser dengan tekanan vakum. Turbin uap kondensasi
yang banyak dikenal adalah dalam system pembangkit yaitu :

 Siklus Kondensing Sederhana


 Siklus kondensing-superheat-regenerative
 Siklus kondensing-superheat-reheat-regenerative

PLTU siklus Kondensing Sederhana yaitu PLTU dimana uap keluar Boiler adalah jenuh
(saturated) dan air pengisi Boiler tanpa dilengkapi pemanasan mula (regenerative).
Siklus jenis ini jarang digunakan sebagai pembangkit komersial, tetapi banyak digunakan
untuk laboratorium ketenagalistrikan.

Gambar 3.23 PLTU Siklus Kondensing Sederhana

Modul 3
Hal. 21
PLTU Siklus Kondensing- Superheat-Regenerative.

Turbin jenis ini banyak ditemukan pada PLTU dimana uap keluar ketel adalah uap kering
(superheated) dan air pengisi sebelum masuk Ketel dipanasi lebih dahulu oleh uap extraksi
turbin. Pemanasan air pengisi menggunakan Feedwater Heater Tekanan Tinggi (setelah
BFP) dan Feedwater Heater Tekanan Rendah (sebelum BFP). Kapasitas maximum PLTU
siklus ini umumnya berkisar 100 MW. Siklus ini lebih efisien jika uap keluar boiler superheat
dan diekstrak memanasi air pengisi. Gambar dibawah ini adalah contoh PLTU siklus
condensing-superheat-regenerative. Pada kenyataannya jumlah Feedwater Heater bisa
mencapai 5 buah termasuk 1 buah Deaerator, yaitu Feedwater Heater jenis contact (extraksi
uap dan air pengisi bercampur, dipasang tepat sebelum BFP).

Gambar 3.24 PLTU Siklus Kondensing- Superheat-Regenerative.

PLTU siklus Kondensing - Superheat-Reheat-Regenerative.

PLTU dimana uap dari boiler (superheat) dimasukan ke Turbin Tekanan Tinggi (HP Turbine)
dan langsung ke Turbin Tekanan Menengah (IP turbine) disebut dengan siklus
Kondensing -Superheat-Reheat-Regenerative. Uap tersebut kemudian dipanasi ulang di
Reheater hingga mencapai temperatur semula, kemudian dimasukan ke Turbin Tekanan
Rendah (LP Turbine). Gambar dibawah ini adalah adalah contoh PLTU siklus Kondensing
Superheat Reheat Regenerative yang disederhanakan. Jumlah Feedwater Heater pada
kenyataannya adalah banyak-bisa mencapai 12 buah termasuk Deaerator.
PLTU siklus ini umumnya berkapasitas diatas 100 MW dan mempunyai efisiensi termal lebih
tinggi daripada jenis siklus PLTU lainnya.

Modul 3
Hal. 22
Gambar 3.25 PLTU Siklus Kondensing-Superheat- Reheat Regenerative

b. Turbin Gas

Turbin gas adalah adalah salah satu perangkat konversi energi yang merubah energi
mekanik fluida gas hasil pembakaran menjadi energi gerak yang digunakan untuk
menggerakkan generator listrik. Mesin pembangkit ini banyak digunakan pada pembangkit
listrik khususnya pada waktu beban puncak. Proses kerja turbin gas adalah sebagai berikut.
Udara pembakar (1) ditekan oleh Kompresor masuk ke Combustion Chamber (2). Bahan
bakar disemprotkan disini dan terjadilah pembakaran bahan bakar. Gas hasil pembakaran
keluar dari Combustion Chamber (3) masuk ke group nozzle di turbin mengakibatkan
kecepatannya naik lalu diarahkan memutar sudu-sudu turbin. Terjadilah daya turbin (3 – 4)
yang dibagi sebagian untuk memutar kompresor dan sebagian lagi untuk memutar
generator.

Gambar 3.26. Siklus PLTG (Brayton Cycle)

Modul 3
Hal. 23
Gambar 3.27 Siklus PLTG dan T-S Diagram

Gambar 3.28 Turbin gas pembangkit listrik kapasitas besar

2.2.2 Mesin Diesel

Cara kerja mesin diesel dapat ditunjukkan pada gambar siklus kerja diagram PV (pressure-
volume) mesin diesel ideal.

Gambar 3.29 Mesin diesel

Modul 3
Hal. 24
Gambar 3.30 Siklus PV Diagram mesin Diesel

Cara Kerja Mesin Diesel:


.

Gambar 3.31 Skema & Fisik Mesin Diesel

Gambar di atas adalah gambar skematik dan fisik mesin diesel generator. Sebagaimana
diagram siklus diesel di atas, langkah pertama adalah kompressor menekan udara
pembakaran masuk ke dalam saluran ruang bakar. Sebelum udara masuk ke dalam ruang
bakar, udara tersebut didinginkan oleh cooler dan setelah dingin diteruskan masuk ke dalam
silinder melalui manifold. Udara di dalam silinder ditekan dengan gerakan piston ke atas dan
seterusnya bahan bakar diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Di ruang pembakaran proses
pembakaran terjadi menjadikan tekanan gas pembakaran naik secara mendadak. Tekanan
gas tersebut mendorong piston kembali bergerak ke bawah dan menggerakkan crank shaft.
Selanjutnya piston kembali berkerak ke atas mendorong gas buang ke luar dan pada saat ini
gas buang memutar turbin untuk menggerakkan kompressor. Kompressor menekan udara
pembakaran dan proses kembali ke posisi semula.

Modul 3
Hal. 25
Ruang bakar.

Ruang bakar ialah komponen peralatan yang memproses pembakaran dari bahan bakar
yang diinputkan. Parameter operasi yang mempengaruhi proses pembakaran bahan bakar
adalah turunnya tekanan pembakaran dan temperatur pembakaran. Untuk mengatasinya
dapat diupayakan :

 Mengembalikan kompression ratio pada angka desainnya dengan cara memeriksa dan
melakukan perbaikan kebocoran pada katup-katup masuk dan katup keluar.
 Memeriksa dan memperbaiki turbocharger agar tekanan udara pembakar sesuai
dengan desainnya.
 Melakukan setting ulang pada timing pembakaran.
 Memeriksa dan memperbaiki pompa bahan bakar dan injector agar tekanan bahan
bakar sesuai dengan desainnya.

Ketiga parameter di atas harus sesuai dengan ketentuan mesin yang bersangkutan, yaitu
dengan menyetel kembali dan mengganti komponen jika ada yang rusak.

Sistem pemasukan udara pembakar.

Sistem pemasukan udara pembakar meliputi filter udara dan turbocharger. Parameter
operasi yang mempengaruhi adalah tekanan udara masuk ruang bakar (keluar turbocharger)
turun. Upaya untuk mengatasi turunya tekanan udara masuk ruang pembakaran adalah :

 Memeriksa dan memerbaiki turbocharger


 Memersihkan atau mengganti filter udara pembakar

Sistem pendingin udara pembakar.

Sistem pendinginan udara pembakar mesin diesel disebut intercooler. Alat ini berfungsi
mendinginkan udara pembakaran sebelum dimasukan ke ruang bakar. Tujuan mendinginkan
udara pembakaran sebelum dimasukkan ke ruang bakar adalah menambah kerapatan udara
pembakar agar daya yang dihasilkan mesin bertambah. Parameter operasi yang dipengaruhi
sistem pendingin udara adalah : temperatur udara masuk ruang bakar. Upaya untuk
mengatasi masalah sistem pendingin udara adalah :

 membersihkan dan memperbaiki intercooler (sisi air dan sisi udara)


 Menjaga agar air pendingin yang digunakan bersih dan tidak korosif.

Modul 3
Hal. 26
Sistem air pendingin.

Sistem air pendingin yang dimaksud disini ialah sistem pendinginan mesin dengan air dan air
yang didinginkan oleh radiator. Parameter operasi yang dapat dipengaruhi sistem air
pendingin adalah temperatur jacket water naik. Upaya mengatasinya adalah dengan :

 Melakukan pembersihan radiator (sisi air dan sisi udara)


 Melakukan pengecekan rutin tekanan air masuk dan keluar mesin
 Menggunakan air pendingin yang bersih dan tidak korosif.

2.2.3 Pembangkit Tenaga Biomassa (Biomass Power Plant).

Pembangkit Listrik Tenaga Bio Massa (PLTBM) adalah pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan turbin uap sebagai penggerak mula dengan memanfaatkan bahan bakar
biomassa atau limbah organik sebagai sumber energi.

Gambar 3.32 Skema proses sederhana pembangkit tenaga biomassa

Berdasarkan proses konversinya, PLTBM dibedakan menurut sumber energi primer yang
digunakan sebagaimana tertera dalam tabel berikut.

Tabel 3.1 Pusat Listrik Termal - PLTBM


Penggerak
Jenis Pusat Listrik Energi Primer
mula
Pusat Listrik Tenaga Biomassa - Sampah
(PLTBM) - Limbah pertanian (Ampas tebu, Turbin Uap
,Sabut & Sekam padi)
- Limbah industry (Serbuk gergaji)
- Kayu (kebun energi)-Dendrothermal

Modul 3
Hal. 27
Gambar 3.33 Pusat Listrik Termal – PLTBM

Proses konversi energi primer menjadi energi sekunder (listrik) dilakukan dengan memutar
generator melalui energi kinetik rotasi. Fungsi generator adalah mengubah energi mekanik
menjadi energi listrik, seperti ditunjukkan dalam gambar berikut.

Gambar 3.34 Proses konversi energi

Instalasi pembangkit listrik tenaga biomassa meliputi mekanikal, elektrikal, dan bangunan
sipil yang digunakan untuk proses konversi energi primer (biomassa) menjadi energi
sekunder (listrik). Pembangkit listrik PLTBM pada prinsipnya sama dengan pembangkit
termal lainnya seperti PLTU, yang membedakannya adalah sumber energi atau bahan bakar
yang digunakan yaitu biomassa untuk PLTBM dan energi fossil untuk PLTU. Karena bahan
bakarnya bahan bakar padat – biomassa, maka sebelum bahan bakar diumpankan ke ruang
bakar diperlukan beberapa tahapan proses persiapan sebagaimana diuraikan berikut ini.

Komponen Penunjang Bahan bakar


Untuk mendapatkan pembakaran yang baik pada ruang bakar, maka biomassa perlu
mendapat perlakuan khusus (spesific treatment) antara lain memperkecil ukuran (solid wood
size reduction) dan pengeringan (drying).

Chipper
Chipper seperti tampak pada gambar berikut digunakan untuk memperkecil ukuran batang

Modul 3
Hal. 28
kayu besar dan bulat menjadi ukuran kecil. Peralatan ini tersedia dengan ukuran kecil
hingga besar (25 – 900 HP). Karakteristik peralatan ini ditentukan oleh kapasitasnya (kg/jam)
yang tergantung pada :
 Ukuran feeding system dan daya mesin
 Ukuran row material dan moisture.
 Ukuran chips yang dikehendaki.

Gambar 3.35 Chipper- Untuk batang kayu besar dan bulat

Hammer Mill
Untuk limbah kayu dengan ukuran kecil peralatan yang digunakan untuk menurunkan ukuran
bahan bakar adalah hammer mill.

Gambar 3.36 Hammer mill

Daya yang dibutuhkan hammer mill bervariasi tergantung pada kapasitasnya.

Modul 3
Hal. 29
Tabel 3.2 Kapasitas dan Daya Hammer Mill
Kapasitas Daya (kW)
(kg/Jam)
500 7
1000 10
2000 12
3000 14
4000 18

Storage
Pada saat tertentu bahan bakar harus disimpan pada tempat khusus (storage) agar mudah
dapat digunakan saat bahan bakar diperlukan.

Gambar 3.37 Stock file bahan bakar

Storage adalah tempat penyimpanan bahan bakar sebelum ditransformasikan menjadi


bentuk energi. Teknik penyimpanan tergantung pada granulometry dan kandungan moisture
bahan bakar. Biomassa kasar seperti kayu batangan bulat, dan limbah padat dapat disimpan
pada tempat terbuka di luar. Sedangkan biomassa halus seperti chips tidak disarankan
disimpan di luar bangunan karena pada tumpukan chips besar akan muncul hal-hal yang
tidak diinginkan sebagai berikut :

 Efek fermentasi setelah sekitar 2 atau 3 minggu ditumpuk, suhu biomassa-chips naik
menjadi 45 – 60 C. Akibatnya bahan kering (serat kayu) akan mengalami kehilangan
sekitar 5- 20 %. Disamping itu fermentasi chips akan menimbulkan bau yang menganggu
pada lingkungan.
 Umumnya moisture bahan bakar biomassa akan meningkat setelah dua minggu pertama
tumpukan. Menutup tumbukan chips dengan plastic dapat menghindari peningkatan
moisture akibat hujan tetapi hal ini akan menghalangi proses pengeringan chips saat
penyimpanan.
 Nilai kalor akan berkurang akibat serat atau bahan kering kayu yang hilang akibat efek
fermentasi dan meningkatnya moisture.

Modul 3
Hal. 30
Cara terbaik menyimpan biomassa adalah dalam bentuk kasar agar proses kering secara
alami dimungkinkan berlangsung, dan sesaat sebelum biomassa digunakan, maka mesin
chipping dioperasikan untuk menyesuaikan ukuran bahan bakar.

Gambar 3.38 Cara penyimpanan bahan bakar – biomassa.

Limbah pertanian seperti batang padi atau limbah agroindustri (bagasse) dapat disimpan
dalam bentuk bales jika moisture kurang dari 18 %. Biomassa atau limbah padat dengan
granulametry yang halus (serbuk gergaji) harus disimpan pada area yang terhindar dari
hujan seperti silo atau bangunan khusus. Jika biomassa memiliki kadar air (moisture) tinggi
sebaiknya dikeringkan dulu sebelum disimpan. Kapasitas penyimpanan harus disesuaikan
dengan kapasitas pembangkit sehingga harus selalu cukup tersedia bahan bakar guna
menghindari berhentinya operasi pembangkit akibat kekurangan bahan bakar.

Handling dan Pengangkutan Bahan bakar

Masalah handling bahan bakar biomassa sangat tergantung pada granulometry dan moisture
bahan bakar tersebut. Dalam hal ini ada dua hal yang menjadi pertimbangan.
 Level mekanisasi
Harus diusahakan meminimalisasi peralatan otomatis seperti conveying equipment yang
relatif mahal dan memaksimalkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Pemimilihan
peralatan agar disesuaikan dengan pemeliharaan yang memerlukan keahlian tidak terlalu
tinggi (unskilled woker), dan spare part mahal (jika ada) harus sesedikit mungkin.
 Bahan bakar kasar dapat sebaiknya ditransformasikan menjadi chips. Dengan cara ini
dimungkinkan penggunaan sistem conveying sederhana maupun feeding otomatis ke
boiler.

Jika granulometry biomassa adalah homogen dan kecil, sistem pengangkutan boimass yang
berbeda seperti : rubber bands, rantai baja, dan sceews dapat digunakan. Sistem
pengangkut ini sangat cocok untuk biomassa basah. Sedangkan untuk biomassa kering dan
halus, sistem pneumatic sebaiknya digunakan. Sistem Pengangkutan Bahan bakar
(conveying) diperlukan pada pembangkit listrik biomassa tidak saja untuk keperluan supply
bahan bakar tetapi juga untuk mengendalikan fluktuasi beban sesuai dengan kebutuhan.

Modul 3
Hal. 31
Gambar 3.39 Screw conveying

Pengumpanan Bahan Bakar

Pengumpanan bahan bakar adalah hal yang penting pada bahan bakar biomassa tergantung
pada type furnace (ruang bakar) dan karakteristik bahan bakar. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan :
 Jenis system conveying.
Sistem screw dan rantai (chain) dapat dipakai untuk bahan bakar chipped. Sistem ini
juga cocok untuk untuk bahan bakar yang kandungan moisture tinggi. Conveying
phenomatic hanya cocok digunakan untuk bahan bakar yang halus dan kering.
 Sistem pengumpanan harus dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar yang diperlukan
secara memadai dan efisien sesuai perubahan beban pembangkit.

Gambar 3.40 Boiler biomassa

Modul 3
Hal. 32
2.2.4 Cogeneration (Cogen)

Cogeneration (Cogen) yang juga dikenal dengan istilah Combined Heat Power (CHP) atau
Total Energy (T/E) adalah cara membangkitkan dua jenis energi yang bermanfaat secara
serentak dari satu sumber energi primer di industri maupun pusat pembangkit daya. Kedua
jenis energi bermanfaat dimaksud dapat berupa : listrik atau termal (misalnya uap), atau
tenaga mekanik dan energi termal. Dengan menggunakan cogenersi maka kebutuhan listrik
dan energi panas untuk kebutuhan proses di industri dapat dipenuhi dengan cara yang lebih
efisien. Dengan teknologi cogenerasi dimana listrik dan panas dibangkitkan secara simultan,
maka efisiensi energi keseluruhan industri akan meningkat. Contoh pembangkit termal dan
listrik terpisah, serta pembangkit listrik dan termal dengan sistem cogenerasi di industri
masing-masing ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 3.41 Sistem Pembangkit Terpisah

Modul 3
Hal. 33
Pembangkit termal dan listrik dengan sistem cogenerasi ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 3.42 Sistem Cogenerasi

Mengapa Cogenerasi Perlu.

Secara definisi efisiensi energi diartikan sebagai perbandingan output (keluaran) dengan
input energi yang digunakan.

Efisiensi = Output/Input.

Efisiensi energi dapat juga dihitung dengan cara tidak langsung yaitu dengan terlebih dahulu
menghitung rugi-rugi energi yang terjadi dalam persen energi input.

Efisiensi = (Input – Rugi-rugi)/Input


= 100 - Σ Rugi-rugi % input.

Dari pengertian efisiensi di atas, maka meningkatkan efisiensi energi dapat dilakukan
dengan cara :

• Menambah output dengan input energi tetap.


• Mengurangi rugi-rugi energi dengan output tetap.

Mengurangi rugi-rugi energi dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan kembali energi
terbuang (waste heat recovery - WHR) dan dengan teknologi cogenerasi. Cogen adalah
teknologi efisien energi bermanfaat untuk mengurangi konsumsi energi primer. Penggunaan
teknologi cogenerasi akan meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi biaya energi
dengan jumlah maupun mutu dari dua bentuk energi yang dibangkitkan dapat dipenuhi
sesuai keperluan proses dan utilitas industri. Dengan manfaat sebagaimana diuraikan
menyebabkan cogenenerasi akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan dan industri yang
menerapkan akan memperoleh manfaat dari peningkatan efisiensi pemanfaatan energinya
akibat dari sistem cogen tersebut. Saat harga energi semakin mahal dan persaingan usaha
semakin ketat maka menerapkan teknologi cogen adalah salah satu solusinya. Teknologi

Modul 3
Hal. 34
cogen cocok digunakan untuk industri yang memerlukan dua jenis energi sacara bersamaan
yaitu energi listrik dan energi termal (panas/uap) misalnya pada industri kertas, plywood dan
tekstil. Selama ini kebutuhan akan kedua jenis energi tersebut dilakukan dengan
membangkitkannya secara terpisah. Uap dibangkitkan di boiler dengan membakar bahan
bakar, sedangkan listrik diperoleh dari jaringan PLN atau dibangkitkan sendiri dengan
menggunakan genset. Konfigurasi pembangkitan secara terpisah ini belum menghasilkan
efisiensi pemanfaatan energi maksimum. Padahal jika kebutuhan listrik dan energi panas
untuk proses industri dipenuhi dengan teknologi cogenerasi (cogen), maka efisien energi
keseluruhan akan meningkat mencapai 80 % (lihat contoh gambar berikut).

Gambar 3.43 Gogen (KPD). Gambar 3.44 Konvensional (Biasa).

Contoh 1.
Jika diperhatikan contoh gambar di atas yang menunjukkan perbandingan unjuk kerja dari
suatu sistem pembangkit bukan konvensional/biasa (pembangkit daya dan pembangkit
panas/uap berdiri sendiri/stand alone) dan cogen atau pembangkit Kombinasi Panas dan
Daya (KPD). Andaikaan energi listrik dan termal yang dibutuhkan adalah sama masing-
masing 30 dan 50, maka dengan cara (1) sistem pembangkit gogen (KPD) energi input yang
diperlukan adalah 100 unit satuan, dan panas yang terbuang dengan KPD adalah hanya 20
satuan. Bandingkan dengan cara (2) sistem konvensional biasa bukan KPD akan
menghasilkan sama sama 30 satuan listrik, 50 satuan panas yang dapat dipakai tetapi
membutuhkan energi input sebesar 142 unit satuan dan 62 satuan panas yang terbuang.
Dengan perkataan lain, suatu pembangkit dengan sistem konvensional memerlukan energi
42 unit satuan lebih besar dibandingkan dengan sistem cogen untuk menghasilkan energi
bermanfaat yang sama sebesar 50 unit satuan untuk energi termal dan 30 unit satuan untuk
energi listrik.

Contoh 2.
Pada gambar (3) yang merupakan perbandingan unjuk kerja dari suatu sistem pembangkit
bukan KPD atau teknologi biasa (pembangkit daya dan pembangkit panas/uap yang masing-
masing berdiri sendiri/stand alone) dengan pembangkit KPD. Andaikan bahan bakar yang

Modul 3
Hal. 35
masuk ke kedua sistem pembangkit adalah sama (200 satuan), maka panas yang terbuang
dengan KPD hanya 40 satuan. Bandingkan dengan sistem bukan KPD yang akan
menghasilkan 35 satuan listrik, dan menggunakan 80 satuan panas, sedangkan 85 satuan
panas adalah terbuang. Dengan perkataan lain, suatu pembangkit dengan sistem KPD akan
menghasilkan keuntungan 21 satuan listrik, 24 satuan panas yang dapat di pakai dan panas
buang yang dihasilkan akan lebih sedikit yaitu (85 – 400 = 45 satuan dibandingkan dengan
sistem pembangkit bukan KPD. Ini berarti dengan sistem pembangkit KPD bahan bakar
yang dapat dimanfaatkan lebih banyak jumlahnya dan efisiensi dari sistem keseluruhan
menjadi meningkat.

Gambar 3.45 Perbandingan Unjuk Kerja Pembangkit bukan KPD & Pembangkit KPD

Tabel 3.3 Manfaat suatu Sistem Pembangkit KPD dan bukan KPD
Kondisi Input Energi Listrik Panas Terpakai Terbuang
KPD 200 56 104 40
Bukan KPD 200 35 80 85
Manfaat KPD vs Bukan KPD + 21 + 24 - 45

KPD merupakan pilihan alternatif yang dapat diaplikasikan di sektor industri untuk
menambah keandalan supply energi. Selain itu panas buang yang berasal dari suatu
pembangkit dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan tambahan catu daya, panas dan uap.

Modul 3
Hal. 36
Tambahan daya dan panas ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan proses industri. Dengan
demikian baik efisiensi keseluruhan sistem pembangkit maupun penggunaan bahan bakar
dapat ditingkatkan. Dengan lain kata biaya untuk energi dapat dikurangi. Contoh praktis
penerapan sistem cogen dapat dilihat pada uraian berikut.

Contoh 3.
Suatu perusahaan industri membutuhkan energi bermanfaat total sebesar 11.7 MW, 10.75
ton/jam uap tekanan rendah dan 4.7 MW daya listrik. Energi primer yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara konvensional (pembangkitan terpisah) adalah
21.7 MW. Jika menggunakan sistem pembangkitan dengan teknologi cogen, maka untuk
menghasilkan energi bermanfaat yang sama (11.7 MW) hanya memerlukan energi primer
sebesar 15.9 MW. Tabel berikut memperlihatkan sistem konvensional mensupply kebutuhan
energi perusahaan.

Tabel 3.4 Suplai energi Sistem Konvensional.

Energi Kebutuhan Energi Energi Bermanfaat Input Energi Efisiensi


(MW) (MW) Sistem (%)
 Termal 10.75 ton/Jam Uap. 7 8.2 85
 Listrik 4.7 MW 4.7 13.5 35
Total - 11.7 21.7 54

Sistem Konvensional :

Pada sistem konvensional energi listrik dipasok dari jaringan PLN dengan efisiensi sistem
sekitar 35 % termasuk transmissi dan distribusi. Uap dihasilkan dengan boiler sendiri dengan
efisiensi termal sekitar 85 %. Total efisiensi sistem konvensional adalah 54 %.

Gambar 3.46 Sistem Biasa - Konvensional

Modul 3
Hal. 37
Sistem Cogenerasi.

Pada sistem cogenerasi dimana daya listrik diproduksi sendiri dengan menggunakan turbin
generator berbahan bakar gas bumi. Gas buang dari turbin dimanfaatkan dengan waste heat
recovery boiler untuk memproduksi uap tekanan rendah. Uap tekanan rendah dari waste
heat recovery boiler dimanfaatkan ke proses dan jaringan uap di perusahaan. Dengan
demikian efisiensi keseluruhan sistem cogen lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional
yaitu mencapai 74 %.

Gambar 3.47 Sistem Cogen

Dari contoh di atas tampak bahwa sejumlah energi primer dapat dihemat dengan
menggunakan sistem cogen pada industri atau fasilitas lain yang membutuhkan energi
termal dan listrik secara bersamaan.

Jenis Sistem Cogen

Secara teknis terdapat 2 jenis sistem cogen berdasarkan prioritas produk (listrik atau energi
thermal) yang dipakai sebagai produk utama. Kedua jenis cogen dimaksud adalah Topping
Cycle dan Bottoming Cycle akan dibahas berikut ini.

Topping Cycle

Pada sistem ini, listrik merupakan produk utama (pada puncak dari siklus) sedangkan energi
thermal adalah hasil sampingan yang pada umumnya berbentuk uap dengan tekanan dan
temperatur rendah. Aplikasi dari panas dengan suhu rendah atau uap ini antara lain: untuk
pemanasan, pendinginan, pengeringan, distilasi di dalam industri seperti industri makanan,
kertas dan pulp, penyulingan minyak dan tekstil. Contoh dari topping cycle misalnya adalah
pembangkit listrik turbin gas, mesin diesel dan turbin uap.

Modul 3
Hal. 38
Bottoming Cycle

Pada cycle ini yang pertama dilakukan adalah bahan bakar dibakar untuk melayani
kebutuhan energi termal di proses, buangan energi dari proses dimanfaatkan untuk
menghasilkan daya listrik atau tenaga mekanik. Dalam cycle ini utilisasi energi termal adalah
yang menjadi prioritas utama misalnya (suhu tinggi atau tekanan tinggi) seperti pada furnace
dan kiln, kemudian pemanfaatan panas buang dari proses ini dimanfaatkan dengan berbagai
cara untuk menghasilkan listrik. Contoh dari sistem cogenerasi siklus bottoming ini dapat
ditemui di industri gelas, semen, baja dan industtri kimia. Misalnya :

- Uap dibangkitkan oleh waste heat recovery boiler (WHRB) pada furnace untuk
selanjutnya digunakan membangkitkan listrik dengan menggunakan turbin uap.
- Organic Rankine cycle yang menggunakan suatu fluida organik kerja yang mudah
mendidih pada temperatur dan tekanan rendah untuk menggerakkan turbin.

Konfigurasi Sistem Cogen

Ada enam (6) konfigurasi dari sistem cogen yang umum dijumpai di industri, masing-masing
konfigurasi dapat dipakai untuk aplikasi spesifik tergantung dari end user nya. Ke enam
konfigurasi tersebut diuraikan sebagai berikut.

a. Gas turbine topping cycle


b. Reciprocating (diesel) topping cycle
c. Steam bottiming cycle
d. Combined cyle
e. Steam bottoming cycle
f. Organic bottoming cycle

Ke empat konfigurasi di atas (a – d) termasuk jenis topping cycle, sedang konfigurasi kedua
terakhir (e dan f) adalah jenis bottoming cycle.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa topping cycle lebih banyak dipakai di industri,
pemilihan dari konfigurasi-konfigurasi ini didasarkan atas ratio antara panas dan daya (heat
to power ratio) dari penggerak mula yang dipakai, serta jenis industri maupun utility yang
tersedia. Untuk lebih jelasnya perhatikan berbagai macam konfigurasi system KPD
sebagaimana gambar berikut :

Keterangan gambar :
A : Cerobong
B : Waste heat Boiler
C : Uap untuk proses

Modul 3
Hal. 39
D : Feed water
E : Generator
F : Daya listrik
G : Tungku, incinerator atau Boiler
H : Sumber panas dengan temperatur sedang atau rendah.

Gambar 3.48 Gas Turbin Topping Cycle

Gambar 3.49 Diesel Topping Cycle

Gambar 3.50 Steam Topping Cycle

Modul 3
Hal. 40
Gambar 3.51 Combined Cycle

Gambar 3.52 Steam Bottoming Cycle

Gambar 3.53 Organic Bottoming Cycle

Modul 3
Hal. 41
a. Gas turbine topping cycle

Gambar 3.48 di atas menunjukkan suatu cycle sederhana yang terdiri dari turbin gas dan
WHRB (Waste Heat recovery Boiler) dimana gas buang dari suatu turbin gas dimanfaatkan
kembali oleh WHRB. Untuk ukuran turbin gas yang kecil, gas buang mempunyai suhu sekitar
(860-900oF) atau sekitar (460o - 482oC) dimanfaatkan energi panasnya hingga suhunya turun
hingga sekitar 300oF (148,8oC). Temperatur tersebut merupakan besaran suhu minimum
yang direkomendasikan untuk gas buang dari WHRB, hal ini dimaksudkan untuk mencegah
kondensasi kelembaban yang akan berakibat terjadinya korosi. Panas buang tersebut dapat
berasal dari panas langsung, uap tekanan tinggi dan rendah atau air panas. Daya listrik yang
dibangkitkan dengan konfigurasi ini relatif lebih besar dari pada energi panas/uap. Oleh
karenanya cycle ini cocok untuk instalasi di mana kebutuhan listrik besar sedangkan
kebutuhan panas relatif sedikit.

b. Reciprocating topping cycle (Diesel – WHRB)

Lihat gambar 3.49 di atas. Cycle ini sebenarnya serupa dengan gas turbine cycle gambar a)
kecuali bahwa reciprocating engine yang dimaksud adalah mesin diesel yang dipakai untuk
memutar generator listrik, sedang energi panas dibangkitkan dari gas buang mesin diesel
dengan menggunakan WHRB. Daur ulang panas buangan mesin diesel dapat diperoleh
langsung dari gas buang maupun dari air pendingin mesin dan dimanfaatkan untuk
keperluan pemanasan di proses. Pemanfaatan panas buangan dapat juga dilakukan secara
tidak langsung yaitu dengan terlebih dahulu menghasilkan air panas dan uap bertekanan
rendah di WHRB, uap atau air panas ini selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan energi
panas di proses industri. Cycle ini memiliki ratio antara daya dan panas yang tertinggi
dibandingkan dengan konfigurasi lainnya. Namun uap yang dihasilkan dari cycle ini
bertekanan lebih rendah dari pada cycle lainnya. Kelemahan cycle ini adalah ukurannya
lebih rendah dari pada ukuran efektif yang minimum dalam memenuhi kebutuhan daya dan
panas yang relatif kecil.

c. Steam topping cycle (Boiler – turbin uap)

Jenis ini merupakan kombinasi panas dan daya dari boiler – turbin uap sebagaimana
ditunjukan pada gambar 3.50. Sistem ini terdiri dari pembangkit uap atau boiler yang
dirancang untuk membangkitkan superheated uap bertekanan tinggi secara efisien,
sedangkan back-pressure turbine atau extration turbine untuk membangkitkan daya poros.
Dalam cycle ini ada dua (2) variasi yang tergantung dari jenis turbine yang digunakan yaitu:
back-pressure steam turbine dan extraction steam turbine.

Back–pressure steam turbine, dipakai bila output uap/panas jumlanya relatif besar
dibandingkan dengan daya listrik. Untuk penyederhanaan cycle dalam hal ini tidak
diperlukan suatu condenser.

Modul 3
Hal. 42
Extraction steam turbine, dipakai dalam hal daya listrik yang dibangkitkan relatif lebih besar
dari pada output uap.

Dasar pemilihan antara back pressure dan extraction condensing turbin sangat tergantung
pada jumlah daya listrik dan panas, serta kwalitas panas yang diperlukan. Extraction
condensing turbine juga cocok jika level suhu dan panas yang diperlukan di proses lebih dari
satu.

Konfigurasi steam topping cycle ini memiliki ratio antara listrik – panas terendah
dibandingkan dengan konfigurasi yang lain. Oleh karena itu cycle ini cocok untuk aplikasi
dimana kebutuhan panas/uap sangat besar. Kelemahan dari cycle ini hanyalah pada biaya
investasi yang diperlukan cukup mahal dan kurang menguntungkan jika kapasitasnya kurang
dari 1 MW. Konfigurasi KPD dengan sistem ini dikenal sebagai sistem yang fleksibel dalam
hal bahan bakar seperti batubara, gas alam, minyak dan limbah-limbah padat biomassa
dapat digunakan.

d. Combined cycle (Turbin gas – WHRB – Turbin uap)

Konfigurasi jenis cogen ini dapat dianggap sebagai salah satu variasi dari gas turbine
topping cycle gambar 3.48 Di dalam suatu industri bilamana kebutuhan listrik jauh lebih
besar dari kebutuhan panas, maka penggunaan turbin gas untuk membangkitkan daya listrik
pada topping cycle dapat diterapkan. Panas buang yang relatif tinggi dapat dipulihkan dalam
suatu WHRB untuk membangkitkan uap bertekanan tinggi, yang kemudian dimanfaatkan
oleh turbin uap untuk menambah pembangkitan daya listrik yakin dengan
mengkombinasikan turbin gas/ turbin uap, yang umum di kenal sebagai combined cycle
gambar 3.51 Sebagai contoh turbin gas yang besar (di atas 10 MW) memiliki efisiensi
thermal kira-kira 30 %. Bila dengan pemulihan panas buang dan penggunaan turbin
condensing yang menghasilkan uap pada tekanan sangat rendah (1-2 psia), maka efisiensi
thermal akan meningkat mendekati 50% sehingga efisiensi total kira-kira 45% dapat tercapai.

e. Steam bottoming cycle (Sumber panas – WHRB – Turbin uap)

Konfigurasi terdiri dari kombinasi sumber panas dari misalnya tungku/incinerator/ boiler
dengan WHRB dan turbin uap. gambar 3.52. Di sini pemulihan panas awal diperoleh dari
panas buangan dari tungku atau incinerator ataupun boiler, yang selanjutnya digunakan
WHRB untuk penyediaan uap bagi turbin uap. Hanya daya yang dibangkitkan. Keuntungan
dari sistem ini adalah dapat memanfaatkan panas yang terbuang dari suatu
tungku/incinerator (tempat pembakaran sampah) ataupun gas buang dari suatu boiler untuk
menghasilkan daya tanpa menimbulkan polusi udara pada lokasi tersebut.

f. Organic bottoming cycle (sumber panas – boiler – turbin organik)

Salah satu alternatif dalam memanfaatkan panas buang dengan suhu yang rendah sekitar
(140-450o F atau (60 - 232oC) untuk membangkitkan daya. Sistem ini melibatkan pemakaian

Modul 3
Hal. 43
suatu fluida organik di dalam Rankine cycle. Pemilihan fluida organik yang sesuai dapat
mempertinggi efisiensi konversi energi. Dalam cycle ini, fluida kerja organik diuapkan dan
disuperheated di bagian keluaran daur ulang panas buang. Fluida yang telah disuperheated
diekspansikan pada suatu turbin untuk membangkitkan daya, dan akhirnya fluida
dikondensasikan di dalam kondenser yang berisikan air. Selanjutnya fluida yang telah
terkondensasi tersebut dialirkan kembali ke vapouriser dengan menggunakan pompa dan
begitu seterusnya sebagimana tampak pada gambar 3.53. Kelemahan dari cycle ini adalah
pada biaya instalasi yang sangat mahal dibandingkan dengan cycle lainnya.

Potensi Aplikasi KPD di Industri

Potensi aplikasi KPD di sektor industri sangatlah besar. Industri-industri yang memiliki
potensi/peluang menerapkan sistem KPD antara lain :

 Penyulingan minyak
 Pupuk dan pestisida
 Pabrik gula
 Petrokomia
 Tekstil
 Pulp dan kertas
 Besi dan baja
 Makanan dan minuman

Dari beberapa industri di atas, industri penyulingan minyak, pupuk dan pestisida, pulp &
kertas, dan pabrik gula memiliki potensi yang terbesar.

Teknologi cogen menjanjikan untuk diaplikasikan khususnya untuk pelanggan industri


sebagaimana dalam tabel berikut :

Tabel 3.6 Pelanggan Teknologi Cogen

Teknologi Pelanggan

1. Gas turbin • Industri


• Pembangkit

2. Mesin diesel • Bangunan komersil


• Industri

3. Turbin uap • Pembangkit


• Industri

Modul 3
Hal. 44
Dari teknologi cogen yang ada, gas turbin adalah yang paling berkembang dan banyak
digunakan. Hal ini karena efisiensinya yang semakin meningkat dan harga semakin
bersaing. Komponen dasar turbin gas ditunjukkan seperti pada gambar berikut.

Gambar 3.54 Komponen Turbin Gas

Performance data turbin gas MS 7001 FA dari GE.Company ditunjukkan sebagaimana


tertera pada tabel berikut.

Tabel 3.7 Performance Data Turbin Gas

Point Suhu (C) Tekanan (bar)

1 14 1.0

2 366 14.7

3 1.288 14.7

4 593 1.0

Harga gas turbin bervariasi tergantung ukuran dan manufaktur. Harga FOB gas turbin (tidak
termasuk shipment dan instalasi ) untuk keperluan industri ditunjukkan pada grafik berikut.

Gambar 3.55 Harga gas turbin

Modul 3
Hal. 45
Efisiensi gas turbin umumnya dinyatakan dengan “Heat Rate”. Heat rate diartikan sebagai
perbandingan antara energi panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output
(kJ/kWh). Heat rate gas turbin berkisar antara : (9000 – 14 000) kJ/kWh.

Power Efisiensi gas turbin didefinisikan sebagai berikut :

Power Efisiensi = Power Output Turbin (kW) / Fuel Input Gas Turbin (kW).

Performance operasi aktual turbin gas tergantung suhu dan tekanan udara ambient (point 1
tabel di atas). Karena kondisi udara berubah-ubah dari hari per hari dan per lokasi, maka
kondisi standar (ISO) untuk gas turbin ditentukan pada suhu ambient 15 C, tekanan 1.013
bar (14.7 psia) dan 60 % relatif humidity. ISO power efisiensi turbin gas ditunjukkan
sebagaimana gambar berikut.

Gambar 3.56 Power Efisiensi Turbin gas

Jika suhu ambient semakin tinggi, maka output turbin akan turun dan jika tekanan ambient
semakin tinggi, maka output turbin gas akan meningkat (lihat gambar berikut).

Gambar 3.57 Output Daya vs Suhu ambient

Modul 3
Hal. 46
2.2.5 Heat Recovery Steam Generator (HRSG)

HRSG merupakan komponen sistem cogenerasi gas turbin. HRSG didisain untuk
menghasilkan uap (air panas) dari flue gas suatu gas turbin untuk keperluan proses. Flue
gas dengan suhu 500 – 550 C didinginkan pada HRSG hingga menjadi 150 C dan
menghasilkan uap atau air panas.

Gambar 3.58 Heat Recovery Steam Generator (HRSG)

Rasio antara Heat & power (heat to power ) pada turbin gas umumnya sekitar 2. Untuk
meningkatkan heat to power ratio digunakan suplementary firing. Suplementary Firing terdiri
dari burner tambahan untuk meningkatkan output energi (heat) seluruh sistem. Dengan
suplementary firing, tambahan sedikit bahan bakar dapat meningkatkan produksi uap secara
significant sebagaimana tampak pada gambar berikut.

Gambar 3.59 Efek Suplementary Firing terhadap produksi Uap HRSG

Modul 3
Hal. 47
Untuk meningkatkan output daya, maka steam dengan tekanan tinggi dari HRSG
diinjeksikan ke combustion chamber. Dengan injeksi steam, maka massa alir ke turbin
meningkat, dengan demikian output turbin menjadi naik hingga 15 %. Dengan sistem Injeksi
ini, maka fleksibilitas operasi antar perubahan kebutuhan uap dan daya listrik dimungkinkan.

Gambar 3.60 Sistem Injeksi pada Cogen untuk Meningkatkan Daya Output.

2.2.6 Waste Heat Recovery Mesin Pembakaran Dalam (Diesel engine)

Pada mesin pembakaran dalam (diesel) waste heat boiler (WHB) adalah yang umum
digunakan untuk mendaur ulang panas buangan untuk dimanfaatkan memproduksi uap atau
air panas sehingga efisiensi energi overall meningkat. Panas dari gas buang dan air
pendingin mesin diesel direcover dengan menggunakan WHB. Dengan cara ini efisiensi
sistem keseluruhan meningkat sebagaimana ditunjukkan dalam neraca energi berikut.

Gambar 3.61 Neraca Energi Mesin Diesel

Modul 3
Hal. 48
2.2.7 Gas Engine Cogeneration

Aplikasi gas engine cogeneration ini cocok untuk :

 Daya atau prosesnya bersifat cyclical atau tidak kontinyu


 Tekanan steam rendah atau medium, atau membutuhkan air panas suhu rendah
 Kalor rendah untuk menghasilkan power demand ratio
Keuntungan dengan menggunakan gas engine cogeneration adalah :

 Efisiensi daya tinggi untuk berbagai daerah pembebanan


 Biaya investasi per kWe electrical output relatif rendah
 Mampu menggunakan multi-fuel
 Emisi gas buang rendah.

Sedangkan kerugian menggunakan gas engine cogeneration adalah:

 Low frequency noise – pada level yang tinggi


 Biaya perawatan mahal

Gambar 3.62 Gas Engine Cogeneration

Prinsip dasar dari penggunaan dan cara kerja gas engine cogeneration adalah seperti
ditunjukkan pada gambar berikut.

Modul 3
Hal. 49
Gambar 3.63 Prinsip Dasar Gas Engine Cogeneration

Pemilihan dan Evaluasi Cogen

Dalam bab sebelumnya telah diuraikan keuntungan dari aplikasi KPD di industri pada
umumnya. Berikut ini akan dibicarakn pemilihan investasi, unit KPD yang tersedia dipasaran,
serta langkah-langkah evaluasi suatu proyek KPD untuk industri. Untuk operasi dari sistem
cogen akan tergantung pada bagaimana cara atau perlakuan dari suatu pembangkit tersebut
dioperasikan, logikanya adalah sistem KPD harus diopersikan secara terus menerus dengan
beban penuh. Untuk operasi yang ekonomis dari suatu pembangkit KPD ada beberapa
faktor yang saling berkaitan yaitu:

(a) Kebutuhan beban thermal dan listrik setempat


(b) Harga /tarif bahan bakar fosil dan listrik yang berlaku di tempat.
(c) Kebutuhan dari pemakai akhir (end user)
(d) Kinerja dari pembangkit KPD
(e) Perlakuan/ cara-cara pembangkit itu dioperasikan

Parameter Teknik Penting.

Dari faktor-faktor yang disebutkan di atas, maka pemilihan penggerak mula (turbin gas,
motor bakar dan turbin uap) maka parameter teknik penting dalam desain dan pemilihan
suatu sistem KPD adalah :

- Ratio antara panas dan daya.

Modul 3
Hal. 50
- Efisiensi dari keseluruhan pembangkit.
- Perubahan efisiensi pada beban sebagian.
- Temperatur panas buang dan kwalitas panas.
- “ Turndown limit”
- Jenis dari bahan bakar yang dibutuhkan.
- Harga.

Ratio antara panas dan listrik

Ratio antara panas dan listrik didefinisikan dengan berbagai cara dengan unit berbeda
antara termal dan energi listrik seperti BTU/kWh, kcal/kWh dan lain-lain. Namun semua
definisi tersebut menggambarkan perbandingan antara energi termal dengan listrik yang
dibutuhkan oleh fasilitas konsumen. Ratio antara panas dan listrik adalah salah satu
parameter teknikal penting yang menentukan pemilihan jenis sistem cogen. Ratio antara
panas dan listrik dari suatu fasilitas industri harus sesuai dengan sistem cogen yang akan
dipasang. Berikut adalah parameter teknik yang dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam berbagai sistem cogen. Dalam hal ini rasio panas dan listrik digunakan
dengan basic satuan energi yang sama yaitu kW.

Tabel 3.8 Ratio antara panas dan listrik Sistem Cogen

Sistem Cogen Basic Heat-Power Ratio Output Power Efisiensi Overall


(kWth/kWe) (% Input Bahan (%)
Bakar)
Back-Pressure 4.0 – 14.3 14 -28 84 - 92
Steam Turbine
Ekstraksi 2.0 – 10.0 22 – 40 60 -80
Condensing
Steam Turbine
Gas Turbine 1.3 – 2.0 24 – 35 70 -85
Combined Cycle 1.0 – 1.7. 34 - 40 69 – 83
I.C. Eengine 1.1 – 2.5 33 - 53 75 - 85
*) Sumber : Fundamental of Cogeneration, Brahmanad Mohanthy, Aung Naing Oo, Asian
Institute of Technology, Bangkok Thailand. 1997

3. PRINSIP-PRINSIP KONSERVASI ENERGI

3.1 Prinsip Konservasi Energi Pada Sistem Termal

Peralatan termal industry meliputi sistem pembakaran, konversi energi, dan sistem
pemanfaat panas. Sistem pembakaran meliputi peralatan bakar dan alat control
sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut.

Modul 3
Hal. 51
Gambar 3.64 Sistem pembakaran Gambar 3.65 Proses pembakaran

Dulu sistem pembakaran didisain saat harga energi murah dimana efisiensi belum menjadi
pertimbangan utama. Dalam praktek hal ini sering menjadi penyebab terjadinya pemborosan
bahan bakar. Manajemen pembakaran diperlukan untuk mendapatkan proses pembakaran
optimum pada suatu sistem pembakaran.

Ciri-ciri sistem pembakaran boros energi adalah O2 pada sack gas (gas buang) rendah,
cerobong tampak berasap, suhu stack gas tinggi (di atas 150 C).

Gambar 3,66 Ciri-ciri pemborosan energi

Indikator efisiensi sistem pembakaran adalah :

 Ratio udara (Air ratio combustion)


 Suhu gas buang (stack temperature).

Rasio udara adalah perbandingan antara udara pembakaran aktual dengan udara
pembakaran teoritis. Kadar O2 pada gas buang mengindikasikan rasio udara pembakaran
aktual. Dengan mengukur kadar oxygen (O2) pada gas buang maka rasio udara pembakaran
dapat dihitung dengan formula berikut :

Modul 3
Hal. 52
Rasio udra = 21 / (21 – % O2)

Rasio udara dalam prakteknya diindikasikan dengan kadar atau persen (%) O2 atau CO2
pada gas buang. Rasio udara atau O2 optimum untuk berbagai pembakaran bahan bakar
ditunjukkan dalam table berikut.

Tabel 3.9 Rasio Udara & O2 Optimum

Bahan Bakar Rasio Udara ( %) O2 Optimum pada Stack


(%)
Batubara 1.20 -1. 25 4 – 4,5
Biomassa 1.20 – 1.40 4-6
Stoker firing 1.25 – 1.40 4,5 – 6,5
BBM 1.05 – 1.15 1-3
Gas bumi/LPG 1.05 – 1.10 1-2
Black Liquor 1.05 – 1.10 1-2

Excess Air

Excess air adalah cara lain untuk menjelaskan proses pembakaran bahan bakar.
Pembakaran stoichiometric adalah pembakaran ideal secara teoritis. Dalam praktek
pembakaran dengan kondisi stoichiometric jarang atau tak mungkin ditemukan untuk
pembakaran normal. Untuk mendapatkan pembakaran sempurna dimana bahan bakar
semuanya habis terbakar, maka udara pembakaran yang dipasok ke ruang bakar lebih dari
kebutuhan teoritis. Kelebihan udara tersebut disebut “Excess Air.”

Besarnya excess air dapat dihitung berdasarkan data pengukuran CO2 dan O2 dalam gas
buang. Excess air dihitung dengan formula berikut :

Excess air (E) = 378/100 - ( + )/  - 3.78

Dengan :
• E adalah excess air (%)
•  adalah konsentrasi CO2 pada gas buang (%)
•  adalah konsentrasi O2 pada gas buang (%).
Excess air dapat juga dihitung dengan data CO2 pada gas buang dengan formula berikut :

Excess air (E) = (CO2 stochiometrik/CO2 aktual) – 1 x 100 %.

CO2 stochiometrik adalah : volume CO2 stochiometrik () dalam flue gas kering. Besarnya
() untuk berbagai bahan bakar adalah :

Modul 3
Hal. 53
• Natural gas and producer gas; CO2 stochiometrik : 11 <  < 12 %.
• Commercial butane and propane; CO2 stochiometrik :  = 14 %.
• Fuels; CO2 stochiometrik : 15 <  < 16 %.
• Marketed coal; CO2 stochiometrik : 18 <  < 20 %.

Efisiensi pembakaran

Efisiensi pembakaran didefinisikan sebagai energi input yang terkandung dalam bahan bakar
(hasil pembakaran sempurna) dikurangi dengan rugi-rugi energi stack (rugi-rugi energi ke
cerobong).

Efisiensi pembakaran = (100 – Rugi-rugi Cerobong) %.

Rugi-rugi cerobong dalam hal ini dinyatakan dalam % bahan bakar input.

Gambar 3.67 Rugi-rugi energi ke stack

Rugi-rugi energi ke stack (cerobong) adalah energi panas sensibel dar gas buang yang
terbawa gas buang keluar ke cerobong. Besarnya rugi-rugi energi cerobong ditentukan oleh
suhu gas buang dan rasio udara (O2 pada gas buang). Rugi energi cerobong sebagian besar
terkandung pada gas CO2 dan N2. Gas CO2 terbentuk dari hasil pembakaran karbon (C)
yang ada dalam bahan bakar dengan O2. Gas nitrogen (N2) sebetulnya tidak berperan dalam
proses pembakaran tetapi gas ini terdapat di udara pembakaran dengan jumlah relatif besar
(79%) dan kehadirannya di ruang bakar sulit dihindari. Semakin rendah suhu gas buang dan
semakin rendah excess air (udara lebih) semakin sedikit rugi-rugi energi ke cerobong (lihat
grafik). Menjaga pembakaran selalu berada pada ratio udara rendah (low air ratio
combustion) dapat diperoleh dengan manajemen pembakaran.

Perhitungan rugi-rugi stack.

Jika suhu dan CO2 atau O2 pada stack gas sudah diketahui, maka rugi-rugi energi stack
(gross HHV) dapat dihitung dengan menggunakan formula Seigert berikut.

Modul 3
Hal. 54
Dengan : K dan C = Konstanta Seigert (untuk bahan bakar bakar lihat tabel 3.10).
ΔT = Beda suhu gas buang dan udara pembakaran (C).
% CO2 = persentase volume kering CO2 pada gas buang.

Tabel 3.10 Konstanta Seigert.

Jenis Bahan Bakar K C


 Gas bumi 0.38 11.0
 BBM 0.56 6.5
 Batubara 0.63 5.0
Contoh :
Berdasarkan data operasi diperoleh suhu stack 176 C, kadar O2 = 4 %, bahan bakar gas
bumi. Rugi-rugi energy stack gas dapat dihitung sebagaimana ditunjukkan pada grafik
berikut :

Gambar 3.68 Rugi-rugi stack boiler (Bahan bakar gas bumi)

Rugi-rugi stack untuk bahan bakar BBM dan batu bara ditunjukkan pada grafik berikut.

Modul 3
Hal. 55
Gambar 3.69 Rugi-rugi stack gas

Rule of Thumb Konservasi Energi Sistem Pembakaran.

 Setiap excess air turun 5 %, akan meningkatkkan efisiensi pembakaran 1 %.


 Setiap O2 pada gas buang turun 1 %, efisiensi pembakaran naik 1 %.
 Setiap suhu gas buang turun 20 C, efisiensi pembakaran naik 1 %.
 Setiap suhu udara pembakaran naik 18 C, bahan bakar hemat 1 %.

3.2 Prinsip Konservasi Energi Pada Sistem Listrik

Identifikasi penghematan energi pada sistem listrik dilakukan dengan menganalisis data hasil
pengukuran efisiensi peralatan listrik dan kualitas daya (ketidak seimbangan daya & beban,
voltase, ampere, power faktor). Analisa dan evaluasi pada tingkat cahaya pada sistem
penerangan perlu dilakukan guna mengidentifikasi kemungkinan pengurangan penggunaan
tenaga listrik.

Kualitas daya.

Kualitas daya berkaitan dengan kinerja peralatan energi. Oleh karena itu analisis perlu
dilakukan pada kualitas supply daya listrik apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan.
Parameter Kualitas daya Listrik terdiri atas :

1. Ketidak-seimbangan arus.
2. Ketidak-seimbangan tegangan.
3. Kestabilan tegangan terhadap beban kejut.
4. Faktor Daya yang rendah.
5. Tingkat harmonik (THD) arus.
6. Tingkat harmonik (THD) tegangan.

Modul 3
Hal. 56
Ketidakseimbangan Tegangan

Gambar 3.70 Pengukuran Kwalitas Daya

Motor tiga fase tidak toleran terhadap tegangan tidak seimbang. Ketidak seimbangan
tegangan akan mengakibatkan aliran arus yang tidak merata antar fase-fase belitannya.
Pengaruh tegangan tak seimbang ini adalah pemanasan terhadap motor listrik dan rugi-rugi
energi ( rugi-rugi besi ) meningkat.

Tegangan tak seimbang antar fase didefinisikan sebagai berikut :

Vu Vmax - VA
= x 100 %
VA
Dengan :

 Vu = persen ketidakseimbangan tegangan ( % ),


 Vmax = tegangan maximum ( Volt ),
 VA = tegangan rata-rata ( Volt ),

Pengaruh ketidakseimbangan terhadap rugi-rugi energi ditunjukkan dalam grafik berikut.


Efek dari ketidak seimbangan tegangan sebagaimana diuraikan di atas jelas adalah
penurunan kinerja motor, artinya efisiensi motor berkurang serta kemungkinan timbulnya
vibrasi yang merusak bantalan motor. Dengan ketidakseimbangan sebesar 5 % sebagai
contoh, dapat menaikan rugi-rugi motor sampai 33 % .

Kenaikan suhu 10 0C diatas batas design maximum suhu motor, umur isolasinya akan
menjadi tinggal 1/2. Dan bila naik 20 0 C, maka umur isolasi akan tinggal 25 %. Kerusakan
mesin ahkirnya akan menyebabkan kerugian modal investasi.

Beban Tak Seimbang

Ketidakseimbangan beban membawa berbagai dampak buruk terhadap efisiensi energi dan
akibat negatif laiannya sebagaimana dijelaskan berikut :

Modul 3
Hal. 57
 Menimbukan arus sirkulasi.
 Meningkatkan arus pada penghantar netral.
 Meningkatkan tegangan Netral ke Pentanahan.
 Motor panas berlebihan jebolnya isolasi.
 Menurunkan efisiensi motor.
 Merusak bearing motor.
 Meningkatkan biaya pemeliharaan motor dan alat.
 Energi terbuang / biaya listrik naik kWD and kWH.
 Menguras modal investasi dan operasionil

Gambar 3.71 Grafik Arus / beban tak seimbang

Gambar 3.72 Data pengukuran harmonik arus

Modul 3
Hal. 58
Gambar 3.73 Grafik harmonik arus.

Faktor daya

Faktor daya adalah perbandingan antara daya nyata / power ( kW ) dengan daya semu /
power ( kVA ). Daya nyata adalah daya yang menghasilkan kerja, sedangkan daya semu
adalah daya yang dihitung berdasarkan arus reaktif.

kW
Faktor daya : , jika kurang dari 0,85 dikenakan pinalty PL.N.
kVA

Gambar 3.74 Penjelasan Tentang Faktor Daya

Faktor beban :

Faktor beban mencerminkan pemanfaatan daya terpasang. Untuk periode tertentu faktor
beban merupakan perbandingan antara pemakaian listrik ( kWh ) dan kebutuhan daya
maximum ( kW ) selama periode tersebut.

kWh
Faktor beban :
kW x jam operasi

Modul 3
Hal. 59
Efisiensi Motor

Periksa dan lihat efisiensi motor dan bandingkan dengan efisiensi motor yang ada di pasaran
saat ini. Untuk mengetahui potensi penghematan energi jika motor lama diganti dengan
motor yang lebih efisien dapat digunakan rumus berikut :

S = 0,746 x hp x L x C x N {100 - 100 }


Es Ee
Dimana :

S : Penghematan biaya listrik, Rupiah / tahun


Hp : Horsepower
L : Load factor
C : harga listrik,Rupiah / kwh
N : waktu operasi, jam/tahun
Es : efisiensi motor yang lebih rendah ( standard )
Ee : efisiensi motor yang lebih tinggi.

3.3 Pengoperasian Dan Pemeliharaan.

Motor Listrik

Data spesifikasi motor diperoleh dari nameplate. Data ini penting untuk memberi gambaran
tentang jenis motor, daya, service faktor, performance karakteristik dan disain motor . Disain
letter motor ditulis dengan hurup A,B,C, D dan F. Motor dengan desain letter A misalnya
adalah motor dengan torsi dan arus starting normal (normal torque, dan normal starting
current). Sedangkan motor dengan desain letter B adalah motor dengan normal torque tetapi
dengan arus starting rendah (low starting current). Jika desain letter adalah C berarti motor
adalah dengan high torque, low starting currenr. Motor dengan disain letter D adalah motor
dengan high slip motor. Motor dengan desain letter F berarti low torque, low starting current
motor. Motor dengan desain letter B adalah motor yang paling populer diantara motor
tersebut.

Sistem Isolasi Motor

Klasifikasi sistem isolasi belitan motor (winding) ditentukan berdasarkan kemampuan


menahan suhu operasi (operating temperature capabilities). Klass isolasi ditandai dengan
huruf A, E, B, F, dan H. Kemampuan masing-masing klass isolasi diperlihatkan dalam tabel
berikut.

Modul 3
Hal. 60
Tabel 3.11 Suhu operasi klass sistem isolasi

Klass isolasi A E B F H
Suhu operasi total (C) 105 120 130 155 180

Kemampuan yang berbeda dari tiap klass menjadikan kenaikan suhu yang dibolehkan yang
dapat ditahan motor juga berbeda. Kenaikan suhu yang dibolehkan pada masing-masing
klass ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3.12 Kenaikan suhu operasi yang dibolehkan

Klass A E B F H

Kenaikan suhu operasi total (C) 55 65 80 105 125

Pengamatan pada name plate masing-masing motor amine injection pump, amine booster
pump, dan hot oil circul pump (lihat gambar di atas) menunjukkan bahwa motor adalah
dengan desain letter B dan klasifikasi isolasi F. Klasifikasi menginformasikan tentang
kemampuan sistem isolasi belitan motor menahan suhu operasi (operating temperature
capabilities). Klasifikasi motor mengindikasikan kenaikan suhu yang dibolehkan dan suhu
operasi maksimum sistem isolasi belitan dengan asumsi motor beroperasi pada lingkungan
dengan kondisi bersih, kering, bebas dari kotoran dan beroperasi hingga 40 jam per minggu.
Pada kondisi demikian diharapkan umur operasi motor dapat mencapai 10 – 20 tahun
sebelum isolasi mengalami deteriorasi (penurunan mutu) akibat panas yang merusak
kemapuannya menahan tegangan yang timbul. Berdasarkan klasifikasi dan disain motor
sebagaimana tertera pada name plate yaitu desain letter B, maka motor di SP.Cilamaya
adalah motor dengan normal torque dan low starting current dan klasifikasi isolasi F yang
berarti mampu menahan kenaikan suhu operasi maksimum 105 C.

Pemeriksaan suhu operasi motor dengan menggunakan thermography sering dilakukan


dalam praktek. Informasi hasil thermography ini dibandingkan dengan kondisi yang
dipersyaratkan dalam disain letter dan klass isolasi yang tertera pada name plate motor.
Data pemeriksaan thermography merupakan indikasi adanya perubahan kinerja operasi
system pompa - motor yang mengakibatkan daya operasi meningkat. Gambar berikut
adalah contoh data hasil pemeriksaan termography pada system pompa-motor.

Modul 3
Hal. 61
Gambar 3.75 Data hasil pemeriksaan suhu operasi motor.

Pengoperasian dan pemeliharaan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dan
efisiensi operasi peralatan energi. Selain mempengaruhi efisiensi, pengoperasian &
pemeliharaan juga mempengaruhi umur operasi peralatan. Umur peralatan produksi akan
lebih panjang jika dioperasikan sesuai disain kapasitas dan dipelihara sesuai dengan
prosedur yg benar. Penerapan O& M yang benar tidak menimbulkan masalah karena
dengan demikian kondisi operasi yang diharapkan (bersih, dingin, kering, dengan
pelumasan yang benar, dll) dapat diperoleh.Efisiensi motor mempengaruhi umur
operasinya. Umur motor akan lebih lama dan tidak menimbulkan banyak masalah apabila
dipelihara dengan baik sehingga selalu bersih, dingin, kering dan dengan pelumasan yang
benar. Motor-motor yang dipasang di lingkungan yang harus sering dibersihkan. Untuk
daerah dengan kelembaban tinggi umur motor lebih pendek. Kerusakan bearing dapat
disebabkan oleh pemeliharaan kurang, atau karena dioperasikan pada suhu ambient yang
tinggi misalnya karena adanya sumber panas disekitar motor. Motor yg efisien rugi-rugi
panasnya sedikit dan masih dalam toleransi yang diijinkan. Pelumasan memberi konstribusi
terhadap umur bearing dan reliability. Karena sumber panas bearing kebanyakan berasal
dari gulungan (winding) stator, ini berarti semakin rendah suhu winding semakin baik bagi
bearing motor.

Masalah lain yang sering muncul pada motor adalah kerusakan mekanikal misalnya akibat
aligment problems. Dengan kata lain pemeliharaan dan efisiensi motor memberi konstribusi
terhadap usia dan efisiensi motor .

Sistem Isolasi Motor

Klasifikasi sistem isolasi belitan motor (winding) ditentukan berdasarkan kemampuan


menahan suhu operasi (operating temperature capabilities). Klass isolasi ditandai dengan
huruf A, E, B, F, dan H. Kemampuan masing-masing klass isolasi diperlihatkan dalam tabel
berikut.

Modul 3
Hal. 62
Tabel 3.13 Suhu operasi klass sistem isolasi

Klass isolasi A E B F H

Suhu operasi total (C) 105 120 130 155 180

Kemampuan yang berbeda dari tiap klass menjadikan kenaikan suhu yang dibolehkan yang
dapat ditahan motor juga berbeda. Kenaikan suhu yang dibolehkan pada masing-masing
klass ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3.14 Kenaikan suhu operasi yang dibolehkan

Klass A E B F H

Kenaikan suhu operasi total (C) 55 65 80 105 125

Klasifikasi menginformasikan tentang kemampuan sistem isolasi belitan motor menahan


suhu operasi (operating temperature capabilities). Klasifikasi motor mengindikasikan
kenaikan suhu yang dibolehkan dan suhu operasi maksimum sistem isolasi belitan dengan
asumsi motor beroperasi pada lingkungan dengan kondisi bersih, kering, bebas dari kotoran
dan beroperasi hingga 40 jam per minggu. Pada kondisi demikian diharapkan umur operasi
motor dapat mencapai 10 – 20 tahun sebelum isolasi mengalami deteriorasi (penurunan
mutu) akibat panas yang merusak kemapuannya menahan tegangan yang timbul.
Berdasarkan klasifikasi dan disain motor sebagaimana tertera pada name plate yaitu desain
letter B, maka motor di SP.Cilamaya adalah motor dengan normal torque dan low starting
current dan klasifikasi isolasi F yang berarti mampu menahan kenaikan suhu operasi
maksimum 105 C.

Pemeriksaan Thermography Motor

Pemeriksaan suhu operasi motor dengan menggunakan thermography perlu dilakukan


untuk mengetahui kondisi operasi motor. Informasi hasil thermography dibandingkan dengan
kondisi yang dipersyaratkan dalam disain letter dan klass isolasi yang tertera pada name
plate motor. Data pemeriksaan thermography merupakan indikasi adanya perubahan kinerja
operasi pompa & motor yang mengakibatkan daya operasi meningkat.

Modul 3
Hal. 63
Gambar 3.75 Hasil pemeriksaan termography pada motor

Pemeliharaan Sistem Uap.

Uap bocor sering kita temukan dalam praktek sehari-hari, kerugian energi yang ditimbulkan
dari kebocoran uap meskipun bocoran tersebut kecil jika dihitung dalam satu tahun
biayannya dapat mencapai angka yang mencengangkan kita. Besarnya jumlah kerugian
akibat kebocoran uap tergantung pada tekanan uap dan besarnya lubang bocoran.
Beberapa contoh bocoran uap secara visual dapat dilihat dari semburan dan suara yang
ditimbulkan sebagi berikut.

Gambar 3.76 Pemborosan Uap

Isolasi Instalasi Uap (Outdoor)

Isolasi pipa khususnya instalasi uap yang berada di luar bangunan (outdoor) jika tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan rugi-rugi panas dari permukaan yang cukup
signifikan khususnya pada musim hujan akibat bahan isolasi basah air hujan.

Modul 3
Hal. 64
Gambar 3.77 Isolasi buruk-tak terpelihara

Kebocoran Uap

Kebocoron uap bocor yang ditandai dengan suara desis pelan saja meskipun belum secara
jelas terlihat adanya semburan ( steam jet ), jika dihitung dalam satu tahun kerugian bahan
bakar dapat mencapai hingga 800 liter BBM.

Gambar 3.78 Uap bocor - terdengar suara desis

Jika uap bocor sudah sedikit membesar yang ditandai dengan munculnya semburan uap
secara pelan seperti tampak dalam gambar berikut, dapat mengakibatkan kerugian bahan
bakar hingga 4000 liter per tahun.

Modul 3
Hal. 65
Gambar 3.79 Uap bocor sudah terlihat jelas

Pengoperasian.

Dalam pengoperasian system termal beberapa factor yang perlu diperhatikan.

Faktor beban

Faktor beban adalah salah satu yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemanfaatan
energi. Pada umumnya beban rendah kurang dari 50 % membuat efisiensi akan berkurang
secara tajam. Oleh karena itu dalam pengoperasian pemanfaat energi faktor beban adalah
salah satu perlu diamati. Pada kondisi beban rendah kinerja energi akan turun ke level yang
sangat rendah. Selain faktor beban peralatan beroperasi tanpa beban atau idle harus
dihindari.

Gambar 3.80 Faktor beban Rendah

Temperatur Proses

Temperatur kerja suatu proses (misalnya temperatur tanur, temperatur air pemanas,
temperatur pasterisasi makanan dan lain-lain ) harus dijaga agar tetap berada pada range
(rentang) sempit sekitar temperatur minimum yang dibutuhkan oleh proses bersangkutan.

Modul 3
Hal. 66
Temperatur yang tinggi selain dapat membahayakan kualitas proses, juga menyebabkan
peningkatan konsumsi energi dan penurunan efisiensi proses.

Gambar :3.81 Radiasi Panas dari Furnace - Suhu Tinggi

Temperatur Permukaan

Temperatur permukaan luar semua peralatan atau bahan (insulasi, pipa, steam trap, boiler,
peralatan proses ) menunjukkan secara langsung adanya kehilangan panas dan secara
langsung mempengaurhi efisiensi peralatan atau bahan yang dipakai. Infrared temperature
gun adalah salah satu alat pengukur suhu permukaan tanpa kontak langsung sering
digunakan untuk mengukur obyek suhu tinggi dan yang jaraknya susah dijangkau. Beberapa
contoh data hasil pemeriksaan suhu permukaan ditunjukkan dalam gambar berikut.

Gambar 3.82 Suhu permukaan tanur hasil pemeriksaan termograpy

Modul 3
Hal. 67
Gambar 3.83 Suhu permukaan valve pemeriksaan termography

Modul 3
Hal. 68
DAFTAR REFERENSI

1. SKKNI manajer energi industry, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN


TRANSMIGRASI NOMOR KEP. 321 /MEN/X[/2O11

2. SNI 3 – Prosedur audit energi. BSN 2011.

3. Peraturan pemerintah tahun 2009 tentang konservasi energi

4. F.William Payne, John J.McGowan; Energy Manajement for Buildings Handbook, The
Falmont Press Inc, 1988.

5. Hanbook Of Energy Audits. Albert Thuman, P.E, C.E.M and William J. Younger,
C.E.M.Seventh Edition 2008.

6. Optimizing Energy Efficiencies in Industry. GG Rajan, Deputy General Manger Reseach


and Development Kochi Refineries Limited, Tata McGraw-Hill Publishing Company
Limited New Delhi 2001.

7. Handbook of ENERGY AUDITS 6th EDITION. GORDON A. PAYNE, February 1980.

8. Fundamental of Cogeneration, Brahmanad Mohanthy, Aung Naing Oo, Asian Institute of


Technology, Bangkok Thailand. 1997.

9. Berbagai Laporan Audit Energi , Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

Modul 3
Hal. 69
MODUL 4
PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA
TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI

1. PENDAHULUAN

Mesin konversi energi adalah perangkat yang mengubah suatu bentuk energi menjadi
bentuk energi lain. Misalnya pada sistem turbin energi mekanis yang terdapat di dalam fluida
dirubah menjadi energi mekanis rotational yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti
menggerakkan generator untuk menghasikan tenaga listrik. Teknologi sistem konversi energi
adalah rangkaian peralatan yang mengubah energi dari suatu bentuk ke bentuk energi
lainnya. Sistem ini diperlukan untuk memanfaatkan kandungan energi secara efektif dengan
mengubahnya menjadi bentuk energi yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan.
Misalnya, energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar diubah menjadi bentuk energi
panas dalam ruang bakar dan energi panas ini oleh boiler dimanfaatkan kembali untuk
memproduksi uap.

Efisiensi Konversi

Pemilihan peralatan konversi energi umumnya didasarkan pada beberapa pertimbangan


seperti size, efisiensi konversi, jenis bahan bakar, dan umur ekonomis. Konversi energi
adalah salah satu factor penting untuk dipertimbangkan dalam pemilihan suatu pembangkit
karena berkaitan langsung dengan biaya operasi. Efisiensi konversi pembangkit bervariasi
antara 20 s/d 40 % tergantung pada jenis pembangkit yang digunakan. Secara tipikal
efisiensi konversi berbagai jenis pembangkit dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.1 Efisiensi konversi tipikal berbagai jenis pembangkit.

Jenis pembangkit Size (MW) Efisiensi termal(%)


Uap 200-800 30-40
Gas turbin 50-100 22-28
Combined cycle 300-600 36-50
Diesel 10-30 27-30
Nuklir 500-1100 31-34

Efisiensi adalah perbandingan antara energi output dengan energi input. Definisi ini berlaku
untuk turbin gas, turbin uap maupun mesin konversi lainnya. Efisiensi dihitung berdasarkan
neraca energi pada system konversi tersebut.

Modul 4
Hal. 1
Gambar 4.1 Neraca energi Pembangkit Termal

Indikator Kinerja

Indikator kinerja yang umum digunakan untuk suatu pembangkit thermal adalah : plant net
heat rate (PNHR). Plant heat rate didefinisikan sebagai perbandingan heat atau panas yang
digunakan (energi input) dengan net energi listrik yang dihasilkan (output kWh).

PNHR = Heat input / Net kW output kcal/kWh.

Efisiensi energi adalah indikator kinerja sistem pembangkit lain yang sering digunakan dalam
praktek. Efisiensi energi didefinisikan sebagai perbandingan antara output (kWh) dengan
energi input yang digunakan (dengan satuan yang sama). Cara menghitung efisiensi adalah
sebagai berikut :

Dengan : P adalah tenaga listrik yang dihasilkan (kWh)

: F adalah konsumsi bahan bakar (kg/jam; liter/jam)

: H adalah nilai kalor tinggi bahan bakar (kcal/kg; kcal/liter)

Faktor Berpengaruh Terhadap Efisiensi :

Efisiensi thermal suatu pembangkit ditentukan oleh banyak factor antara lain adalah factor
beban. Efisiensi optimum berbagai sistem pembangkit dapat dicapai apabila pembangkit
tersebut beroperasi pada beban penuh dimana nilai efisiensi menjadi optimal. Sebagaimana
dijelaskan di atas indikator efisiensi pembangkit thermal dapat dinyatakan dalam heat rate,

Modul 4
Hal. 2
yaitu jumlah energi yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output (kcal/kWh). Perlu
diketahui bahwa besaran heat rate dapat berubah mengikuti perubahan beban, jika factor
beban turun maka heat rate akan meningkat. Efisiensi thermal pembangkit akan optimum
pada beban sesuai dengan rated load, dan efisiensi akan berkurang bila dibebani lebih
rendah dari beban optimunnya (rated load) sebagaimana tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2 Pengaruh faktor beban terhadap heat rate pembangkit

Faktor beban.

Faktor beban diartikan sebagai perbandingan antara beban rata-rata pembangkit dengan
beban maximum pada interval waktu tertentu.

Faktor beban : kWh yang dihasilkan dalam satu tahun dibagi kWmax dikali 8760 jam x
100%. Biaya operasi paling utama pada suatu pembangkit listrik adalah bersumber dari
bahan bakar. Biaya bahan bakar umumnya proporsional dengan total energi listrik yang
dihasilkan dalam periode tertentu. Ini berarti bahwa faktor beban tahunan rata – rata suatu
pembangkit berpengaruh langsung terhadap biaya operasi. Biaya operasi lainnya adalah
biaya tetap atau fix cost yang berasal dari investasi awal pembangkit tersebut.

Besarnya fix cost adalah proporsional dengan kapasitas (MW) dari pembangkit. Ini berarti
bahwa fix cost dari suatu pembangkit adalah tetap meskipun pembangkit beroperasi atau
tidak. Karena biaya operasi utama adalah berasal dari bahan bakar dan besarannya
berubah-ubah mengikuti perubahan beban, maka dengan mengoperasikan pembangkit pada
beban penuh (faktor beban 100%) berarti kapasitas daya terpasang pembangkit
dimanfaatkan secara maximal terhadap bahan bakar yang dikonsumsinya. Dengan kata lain
biaya operasi (Rp/kWh) pembangkit menjadi minimum pada pembebanan penuh.

Modul 4
Hal. 3
Sebaliknya pembangkit listrik dengan beban operasi kurang dari beban penuh, maka listrik
yang dihasilkan berkurang sehingga mengakibatkan biaya produksi (Rp/kWh) menjadi
meningkat. Ini berarti pada beban partial biaya produksi pembangkit akan naik. Dalam
kenyataanya biaya operasi bahan bakar maupun fix cost dibebankan terhadap harga
produksi listrik (kWh) yang dibangkitkan. Sebagaimana diuraikan sebelumnya biaya operasi
akan naik apabila pembangkit dibebani dengan faktor beban rendah dan sebaliknya biaya
pembangkitan akan minimum jika faktor beban maximum. Ini berarti harga jual listrik yang
diproduksi akan meningkat jika beban rata-rata pembangkit rendah.

Keandalan (Reliability):

Reliability adalah salah satu factor penting yang mempengaruhi kinerja, biaya operasi dan
pemeliharaan suatu pembangkit. Reliability (keandalan) diartikan sebagai perbandingan
antara gangguan operasi karena terpaksa (forced outage hour) dengan jumlah jam operasi
(service hour) dan forced outage hour.

Realibility : Forced outage hour / (Service hour + forced outage hour)

Karena terjadinya forced outage hour pembangkit akan menyebabkan meningkatnya biaya
operasi dan pemeliharaan. Oleh karena itu realibility suatu pembangkit yang dan
pemeliharaan preventive regular adalah hal penting diperhatikan.

2. TURBIN UAP

Diagram Mollier’s merupakan tool untuk memperkirakan power output dan efisiensi turbin
uap. Dari Mollier’s chart diketahui bahwa enthalpi uap adalah fungsi dari entropi untuk curva
tekanan konstan (isobar) dan konstan temperatur (isoterm) yang berbeda. Besaran entalpi
dan entropi juga dapat dilihat pada tabel termodinamika uap sebagai fungsi dari tekanan dan
temperatur.

Gambar 4.3 Mollier’s chart

Modul 4
Hal. 4
Dengan menggunakan hukum kedua termodinamika dan Hukum Bernoulli’s serta dengan
asumsi bahwa kecepatan alir uap masuk dan keluar turbin adalah sama, maka kerja turbin
adalah merupakan selisih entalphy uap antara kondisi masuk dan keluar tubin. Sehingga
kerja turbin dapat dituliskan :

W = (Hi – He)

dengan :

 W: kerja turbin teoritikal,


 Hi : enthalpy uap masuk turbin,
 He : enthalpy keluar turbin.

Entalphy kondisi uap masuk dan keluar tubin dapat diperoleh dari diagram Mollier’s atau
tabel uap. Namum harus dicatat bahwa adanya rugi-rugi energi akibat gesekan dan
ketidakefisienan pada turbin maka didalam praktek kondisi ideal seperti isentropic expantion
tidak pernah terjadi. Akibat dari rugi-rugi dan ketidakefisienan pada turbin tersebut, maka
enthalpi aktual uap keluar turbin sedikit lebih besar dari entalpi pada entropi konstan dengan
garis tekanan uap yang sama. Dengan demikian overall turbine efficiency dapat dituliskan
menjadi :

E = (Hi – He)/ (Hi – He’);

Dengan He’ adalah: entalpi aktual yang tercatat pada kondisi outlet turbin.

Gambar 4.4 Turbin Back Pressure

Metoda perhitungan di atas dapat diterapkan dengan asumsi tekanan maupun suhu uap
masuk dan keluar turbin sudah diketahui. Untuk jenis turbin back pressure, tekanan outlet
turbin adalah sama dengan back pressure, sedangkan untuk turbin condensing, tekanan uap
exit turbin dapat berubah sesuai dengan suhu kondensasi uap maupun suhu masuk air

Modul 4
Hal. 5
pendingin kondensor. Secara umum untuk suhu kondensasi sebesar (45 – 55) C, maka
tekanan uap kondensasi adalah berkisar antara 0.1 ke 0.15 bar abs.

3.1 Performance (kinerja) turbin Uap

Kinerja turbin diartikan sebagai perbandingan antara energi panas uap (kcal/jam) yang
diperlukan untuk menghasilkan satu kWh tenaga listrik. Dengan demikian kinerja turbin
dapat direpresentasikan dengan dua cara yaitu : Steam Rate Teoritis (SRT), dan Steam
Rate Aktual (SRA). Karena 1 kWh adalah sama dengan 860 kcal/jam, maka :

 Steam Rate Teoritis (SRT) = 860 / (Hi – He) kg/kWh,


 Steam Rate Aktual (SRA) = 860 / (Hi – He’) kg/kWh,

Dengan demikian overall turbine efficiency dapat dituliskan menjadi :

E = SRT/ SRA.

Data kondisi uap inlet dan outlet turbin generator dapat dimonitor maupun data uap input
serta output listrik. Sebagaimana pada persamaan hubungan efisiensi di atas, tampak
bahwa semakin besar pressure drop pada turbin akan semakin besar daya yang
dihasilkannya, dan semakin rendah tekanan outlet turbin akan semakin besar daya output
yang dihasilkan turbin tersebut. Dengan demikian dapat dicatat bahwa : konsumsi uap
spesifik (kg uap/kWh ) tergantung pada pressure rasio absolut dari turbin uap. Daya teoritis
maksimum yang dapat diperoleh dengan mengekpansikan uap pada turbin dari kondisi inlet
(point A ; 40 bar, 400 C) hingga pada tekanan exit turbin (isobar C,D, 0.5 bar) yang
digambarkan dengan segment garis A-C disebut dengan daya isentropic spesifik (Ws).

Metoda sederhana untuk menghitung power output dan efisiensi turbin uap dilakukan
dengan mengikuti prosedur berikut.

Data : Back pressure turbin, inlet pressure (Pi) = 40 bar; inlet temperatur (Ti) = 400 C; laju
alir uap = 20 ton/jam; dan exit pressure uap (Pe) = 0.5 bar.

Perhitungan :
Dari diagram Mollier’s atau tabel uap untuk (Pi) = 40 bar, inlet temperatur (Ti) = 400 C, dan
exit pressure uap (Pe) = 0.5 bar, diperoleh :

 enthalpy uap masuk turbin (Hi) = 3216 kJ/kg;


 enthalpy keluar turbin (He) = 2728 kJ/kg;
 kerja turbin teoritikal: W = (Hi – He)= 488 kJ/kg;

Dengan konversi energi 1 kJ = 0.000277 kWh, maka steam rate : 488/3.6 = 135.6 kWh/ton
uap.

Modul 4
Hal. 6
Tabel berikut mengindikasikan efisiensi termodinamika sebagai fungsi dari karakteristik
mesin turbin. Efisiensi termodinamika dalam hal ini adalah rasio antara aktual entalpi yang
dikonvesi menjadi energi mekanik dengan perubahan enthalpi terjadi pada kondisi operasi
isentropik. Dalam gambar Moillier’s efisiensi isentropik ini dijelaskan sebagai : E = (HA – HD)/
(HA – HC);

Tabel 4.2 Efisiensi Termodinamika Turbin Uap

Tipe Power (MW) Efisiensi


Back pressure
 Single stage 0.1 – 1 0.4 – 0.5
 Multistage 1–5 0.65 – 0.75
 Multistage 1 - 25 0.75 – 0.80
Condensation :
 Multistage 3 -20 0.7- 0.76
 Multistage 20 -50 0.76 – 0.8

3.2 Prinsip Konservasi Energi Turbin Uap

Derating atau penurunan kinerja suatu peralatan/mesin dapat terjadi seiring dengan
bertambahnya usia peralatan. Hal ini dapat terjadi karena berbagai sebab antara lain
keausan pada bagian tertentu ataupun karena perubahan parameter operasi. Upaya
mengoptimalkan kinerja operasi suatu peralatan agar menyamai atau mendekati efisiensi
ketika peralatan masih baru perlu dilakukan. Pada turbin uap beberapa faktor dominan yang
mempengaruhi efisiensi khususnya yang berkaitan dengan parameter operasi umumnya
dapat diukur dan dimonotor. Beberapa parameter operasi yang perlu dicermati agar kinerja
turbin uap selalu optimal saat beroperasi akan dijelaskan berikut ini. Jika terjadi perubahan
kinerja operasi turbin uap tindakan apa yang perlu dilakukan, parameter operasi apa yang
perlu disesuaikan akan dijelaskan dalam uraian selanjutnya.

Parameter operasi yang perlu dijaga agar efisiensi turbin uap tetap optimal adalah :

 Temperatur uap masuk turbin


 Tekanan uap masuk turbin
 Vakum Kondenser
 Kebocoran pada labirin seal
 Tekanan uap extraksi naik
 Pemakaian daya sendiri.

Modul 4
Hal. 7
Temperatur uap masuk Turbin

Suhu uap masuk ke turbin sangat dipengaruhi oleh sistem uap yang mensupplinya. Jika
supply uap berasal dari boiler, maka objek pemantauan antara lain adalah pipa-pipa
superheater. Penebalan slagging yaitu lapisan kerak sisa pembakaran pada pipa-pipa
superheater dan reheater bagian luar (fire side) dapat menjadi penyebab terjadinya
perubahan suhu uap masuk turbin. Penyebab lain selain slagging adalah penebalan scaling
(lapisan lumpur air) pada pipa-pipa superheater dan reheater di bagian dalam pipa (steam
side).

Parameter unjuk kerja adalah :

- Setiap penurunan 40 oC suhu uap keluar dari super heater - masuk ke turbin akan
menurunkan efisiensi termal antara 1 % s.d. 1,2 % (nilai efisiensi).
- Penurunan setiap 40 oC keluar dari reheater akan menurunkan efisiensi termal sebesar 1
% (nilai efisiensi).

Upaya peningkatan efisiensi yang dapat dilakukan adalah memperbaiki perpindahan kalor di
sistem uap dengan cara :

- Mengefektifkan pengoperasian sootblowing.


- Meakukan pencucian pipa-pipa superheater dan reheater secara berkala
(tergantung penebalan slagging dan scaling).
- Pencucian pipa-pipa superheater dan reheater bagian luar dengan waterjet
cleaning (Penyemprotan dengan air tekanan tinggi), sedangkan pencucian bagian
dalam dapat dilakukan dengan zat-zat kimia (chemical cleaning) karena dengan
menggunakan zat-zat kimia tertentu dapat melepaskan scaling yang menempel
pada pipa bagian dalam.

Tekanan uap masuk turbin

Tekanan uap adalah parameter operasi yang harus dipantau terkait dengan kinerja operasi
turbin uap. Untuk turbin yang supply uap berasal dari sistem boiler, maka objek pemantauan
adalah sistem pembakaran boiler, reheat dan regenerative feedheating. Reheat dan
regenerative feedheating adalah cara yang diterapkan pada sistem pembangkit uap
(umumnya skala besar) untuk meningkatkan kinerja power plants. Feedheating adalah
melakukan ekstraksi uap dari salah satu posisi turbin expansi dan menggunakan uap
tersebut untuk memanaskan (preheat) air pada feedheater sebelum air tersebut diumpankan
ke boiler.

Modul 4
Hal. 8
Gambar 4.5 Steam Power plants dengan Superheater, Reheat dan Feedheating

Dengan adanya feedheating termal efisiensi sistem pembangkit meningkat hingga 2 %.


Untuk steam power plants kapasitas 500 MW peningkatan 2 % termal efisiensi setara
dengan penghematan konsumsi bahan bakar (batubara) sekitar 8 ton/jam atau 197 ton per
hari. Tidak hanya pada penghematan bahan bakar, perbaikan efisiensi termal juga akan
mengurangi biaya transportasi batubara, handling dan biaya fuel ash handling.

Parameter unjuk kerja


Agar kinerja turbin tidak jauh berbeda dari disainnya, maka tekanan uap turbin harus dijaga
sesuai data disain. Secara operasional penurunan tekanan uap masuk turbin jarang terjadi,
kecuali ada kelainan pada sistem boiler maupun feedpump. Oleh karena itu upaya untuk
optimasi kinerja turbin uap dari sisi inlet adalah menjaga tekanan uap sesuai disain dengan
cara mempertahankan sistem boiler beroperasi sebagaimana diharapkan serta dengan
menjaga discharge pressure boiler feed pump tidak turun. Penurunan tekanan uap masuk
turbin dalam prakteknya lebih dikarenakan faktor desain (permanen) yang tidak bisa
dihindari seperti : hambatan pada main stop valve, regulating valve, main steam pipe, sistem
pengaturan tekanan tetap atau tekanan berubah (nozzle governing atau throttling governing)
dsb.

Gambar berikut menunjukkan daya yang dapat dihasilkan suatu back pressure turbine per
ton steam masing-masing untuk tekanan steam inlet turbin dalam curva dan tekanan outlet
turbin sebagaimana dalam sumbu horizontal.

Modul 4
Hal. 9
Gambar 4.6 Daya yang dapat dihasilkan back pressure Turbin

Vakum kondenser.

Kondensor adalah titik akhir dari siklus sistem pembangkit PLTU, setiap perubahan suhu
pada exit turbin akan mempengaruhi kinerja turbin. Setiap kenaikan suhu 1 C dapat
meningkatkan konsumsi bahan bakar hingga 0.5 %. Besaran peningkatan konsumsi ini
untuk unit pembangkit 100 MW misalnya akan sama dengan 800 ton extra konsumsi
batubara per tahun. Parameter operasi penting terkait kinerja operasi turbin uap adalah
tekanan exit turbin- vacum kondensor. Hanya ada satu hal sederhana yang perlu dicatat
pada vacum kondensor yaitu menjaga semua pipa bersih, hilangkan lapisan yang menempel
dipermukaan pipa yang menjadikan tahanan termal meningkat.

Objek pemantauan penting antara lain adalah :

 Kotoran (lumpur) atau biofouling (binatang laut) yang menempel pada tube
 kondensor sisi air pendingin (bagian dalam tube).
 Kelebihan udara bocor masuk kedalam ruang kondensor.
 Kebocoran air pendingin.

Parameter unjuk kerja yang perlu diperhatikan adalah :

 Vakum kondensor. Normalnya antara 25 s.d. 50 mmHg absolute.


 Terminal Temperature Difference (TTD).

TTD ialah selisih antara temperatur uap jenuh didalam kondensor dengan temperatur air
pendingin keluar kondensor. Makin besar TTD maka kemampuan perpindahan panas
kondensor kurang baik. TTD kondensor dijaga antara 3 s.d. 10 oC. Suhu air pendingin

Modul 4
Hal. 10
kondensor sistem pembangkit termal adalah parameter berpengaruh terhadap kevacuman
kondensor. Pengaruh suhu air pendingin terhadap vakum kondensor dapat dilihat pada
grafik sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

750

740
Condenser Vacuum(mmHg)

730

720

710

700

690
10 15 20 25 30
Sea Water Temperature(℃)

Gambar 4.7 Pengaruh suhu air pendingin terhadap vacum kondensor

Selain suhu air pendingin laju alir air pendingin kondensor adalah parameter penting lainnya
pada kondensor suatu sistem pembangkit termal. Laju alir berpengaruh secara significant
terhadap vacum kondenser. Pengaruh jumlah aliran air pendingin terhadap kevakuman
kondensor dapat dilihat pada contoh grafik seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

730
Condenser Vacuum(mmHg)

720

710

700

690
40 50 60 70 80 90 100
Sea Water Flow(%)

Gambar 4.8 Pengaruh suhu air pendingin terhadap vacum kondensor

Modul 4
Hal. 11
Perubahan kondisi operasi di kondensor mempengaruhi kinerja pembangkit termal.
Pengaruh perubahan kondisi kondensor terhadap kinerja ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Pengaruh Perubahan Kondisi Kondensor Terhadap Kinerja

Upaya optimasi :
Berdasarkan uraian di atas, maka uapaya optimasi kinerja pembangkit pada kondensor
antara lain adalah :

- Melakukan pembersihan bagian dalam tube (sisi air pendingin) secara periodik.

- Melakukan pengujian conductvity terhadap air kondnensat untuk mengetahui adanya


kebocoran tube kondenser (air laut).

- Mengamati bagian-bagian turbin dan kondensor dari infiltrasi udara ke dalam


kondensor.

Kebocoran uap pada labirin seal.

Mengetahui kebocoran uap pada labirint seal adalah sulit kecuali pada saat overhaul. Pada
saat itu turbin dibongkar sehingga dapat diukur berapa besar penyimpangan clearance
labirin terhadap data desain (kondisi awal).

Parameter unjuk kerja kebocoran uap total pada labirin normalnya adalah 0,5 % s.d. 1 %
daripada flow uap masuk turbin. Kebocoran ini tidak bisa diukur tapi bisa diperkirakan
berdasarkan penyimpangan clearance labirin terhadap clearance labirin ketika masih baru.
Upaya optimasi pada labirin seal adalah melakukan penggantian labirin yang clearance nya
sudah melewati batas normal.

Tekanan uap extraksi turbin.

Parameter unjuk kerja adalah tekanan uap extraksi. Tekanan uap ektraksi bertambah
khususnya pada daerah (tingkat-tingkat sudu) yang terdapat silika atau mengalami
erosi/korosi. Akibatnya laju uap (flow) masuk turbin akan bertambah.

Modul 4
Hal. 12
Objek pemantauan adalah sudu-sudu turbin yang ditandai dengan adanya scaling silika
pada sudu-sudu turbin dan permukan sudu-sudu turbin kasar akibat erosi atau korosi.Yang
perlu dilakukan untuk meningkatkan efisienasi (upaya optimasi ) adalah melakukan :
Pembersiahan silika yang menempel di sudu-sudu dengan sandblasting

pada saat overhaul dan pengoperasian watertreatment sesuai prosedur.

Pemakaian daya sendiri.

Pemakaian daya untuk keperluan sendiri (auxilliary dll.) suatu PLTU normalnya adalah
sekitar 4 % s.d. 7 % dari daya output MCR. Pada beban 0 % (no load), pemakaian daya
sendiri normalnya adalah 2 % s.d 3,5 % dari daya output MCR.

Pemantauan yang perlu dilakukan adalah mencermati alat-alat bantu khususnya yang
berkapasitas daya besar, menghitung efisiensi motor listrik yang digunakan.

Upaya perbaikan efisiensi yang dapat dilakukan adalah :

- Mengurangi pemakaian daya sendiri khususnya yang tidak perlu.


- Menggunakan motor listrik dengan variabel speed, seperti pada boiler feed pump dan
forced draft fan maupun pada induced draft fan.

3. TURBIN GAS.

Jika T1 adalah suhu gas maksimum yang dicapai dari hasil pembakaran, T0 adalah suhu
ambient, dan Q adalah jumlah energi input ke turbin gas, maka kerja turbin gas maksimum
yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :

Wmaks =  (T1 – T0)/T1  x Q

W rugi-rugi = (T0/T1) x Q

Efisiensi = (T1 – T0)/T1

Perkiraan efisiensi di atas didasarkan atas siklus Carnot yang memperkirakan konversi
terbesar yang mungkin dilakukan mesin konversi energi. Dalam praktek efisiensi aktual lebih
rendah dari perkiraan siklus Carnot tersebut. Efisiensi termal gas turbin sangat tergantung
pada rasio tekanan maupun suhu inlet turbin. Umumnya dalam praktek hanya sekitar 29 %
dari energi bahan bakar yang dapat dikonversi menjadi tenaga listrik yang bermanfaat,
sisanya terbuang melalui gas buang ke cerobong dalam bentuk sensibel energi yang
ditandai dengan tingginya suhu gas buang.

Modul 4
Hal. 13
3.1. Siklus PLTG (Brayton Cycle)

Gambar 4.9. Siklus PLTG

Gambar 4.10. T-S Diagram PLTG

Dalam siklus T-S diagram sebagaimana digambarkan, titik (1) adalah kondisi awal dimana
udara pembakar ditekan oleh kompresor masuk ke combustion Chamber (2). Pada titik (2) di
combustions chamber dimana bahan bakar disemprotkan dan proses pembakaran bahan
bakar terjadi. Gas hasil pembakaran keluar dari Combustion Chamber pada titik (3) dan
masuk ke group nozzle di turbin sehingga mengakibatkan kecepatannya naik kemudian gas
tersebut diarahkan ke sudu-sudu untuk memutar turbin. Besaran daya turbin yang terjadi
adalah akibat perubahan kecepatan dan ekspansi gas dari titik (3) ke titik (4) atau (3 – 4).
Daya tersebut dibagi untuk memutar kompresor dan sebagian lagi untuk memutar generator.

Modul 4
Hal. 14
3.2. Efisiensi PLTG

Efisiensi PLTG dinyatakan dalam Heat Rate (Tara Kalor) yang dihitung berdasarkan Specific
Fuel Consumption (SFC) tanpa menghitung daya pemakaian sendiri. Selain Heat rate (HR)
efisiensi PLTG bisa dinyatakan dalam Efisiensi Termal (th ).

Basis pengukuran SFC

Basis pengukuran SFC ada dua yaitu : SFC berbasis beban dan SFC berbasis periode.
Penggunaan kedua SFC ini tergantung daripada tujuannya seperti disebutkan di bawah ini.

SFC berbasis beban :

Yaitu menghitung SFC pada beban tetap dengan mengukur laju (flow) bahan bakar
dibagi dengan daya output generator.

SFC 
laju ( flow) bahan bakar, (liter / h atau MSCF / h)
liter / kWh
Output generator , kW

Catatan : (Liter/h untuk BBM, dan MSCF untuk BBG)

SFC di atas bermanfaat untuk :

 Pengujian unjuk kerja (komisionong test) PLTG baru sebelum serah terima dari
kontraktor ke pemilik.
 Mengukur efisiensi PLTG secara individu tanpa dipengaruhi oleh perubahan beban.
 Mengetahui adanya perbaikan SFC saat sebelum dan sesudah pelaksanaan
overhaul.
 Monitoring adanya kenaikan SFC dari bulan ke bulan dengan melakukan pengukuran
parameter operasinya.

SFC berbasis periode :

Cara ini digunakan untuk memantau konsumsi pemakaian bahan bakar selama periode
tertentu dalam memproduksi kWh. Metode ini bisa juga digunakan untuk mengukur tara
kalor berbasis beban, yaitu dengan menghitung SFC pada beban tetap dengan mengukur
laju (flow) bahan bakar dibagi dengan daya output generator pada suatu periode waktu
tertentu.

SFC 
Jml. b. bakar pada suatu periode waktu (liter )
liter / kWh 
produksi kWh generator pada suatu periode waktu

Modul 4
Hal. 15
Catatan : Jumlah bahan bakar pada suatu periode waktu liter untuk bbm dan MSCF untuk
BBG.

Periode waktu yang dimaksud dalam hal ini bisa dalam hitungan jam, hari, bulan, atau tahun,
tergantung pada periode yang ingin dicermati. SFC diatas bermanfaat untuk :

- Memantau konsumsi bahan bakar yang diperlukan dalam memproduksi kWh pada
suatu periode tertentu.

- Merencanakan jumlah penyediaan bahan bakar yang diperlukan untuk periode yang
akan datang.

Cara ini lebih akurat tapi kita tidak bisa mengadakan analisa penyebab gangguan atau
kelainan yang terjadi, karena kita hanya memperoleh nilai tara kalornya saja. Maka cara ini
lebih digunkan untuk monitoring bukan untuk analisa.

Perhitungan Heat Rate (Tara Kalor) dan Efisiensi Termal (th) Turbin Gas

Untuk menjadikan kedua SFC tersebut di atas ke kinerja - Tara Kalor (Heat Rate), maka data
yang perlu diketahui terlebih dulu adalah nilai kalor bahan bakar (LHV). Pemakaian LHV
dalam hal ini disesuaikan dengan standar ISO, karena biasanya heat rate PLTG mengacu
pada ISO.

Karena basis SFC ada 2 (dua) maka basis Tara Kalor ada 2 pula :

Heat rate (HR) berbasis beban

HR  SFC  LHV (kcal / kWh)


(berbasis beban)

Satuan :

- Satuan berat atau volume pada SFC harus “disetarakan” dulu dengan satuan Nilai Kalor
Bahan Bakar.

- Karena unjuk kerja turbin gas biasanya mengacu pada standar ISO
(International Standard Organization), maka nilai kalor bahan bakar digunakan LHV.

Penggunaan heat rate (Tara Kalor) berbasis beban :

Penggunaan HR (heat rate-Tara Kalor) berbasis beban sama dengan SFC berbasis beban .

Koreksi Daya Output dan Tara Kalor VS Temperatur dan Tekanan udara luar :

Modul 4
Hal. 16
Perubahan suhu dan tekanan udara luar berpengaruh signifikan terhadap Daya Output dan
heat rate. Oleh karena itu garansi Daya Output dan heat rate pabrik yang biasanya mengacu
standard ISO harus dikoreksi terlebih dulu jika tekanan dan temperatur udara luar saat
pengukuran tidak sama dengan Standard ISO. Setelah dikoreksi barulah hasilnya
diperbandingkan dengan hasil pengukuran di lapangan untuk menilai sesuai tidaknya unjuk
kerja PLTG. Gambar berikut adalah faktor koreksi Tara Kalor dan Daya Output menurut ISO
terhadap temperatur dan tekanan udara luar.

Gambar 4.11 Faktor koreksi heat reater dan Daya Output menurut ISO

Standar ISO mengacu pada suhu udara luar 60 oF (15.5 C) dan tekanan Udara luar = 14,7
psia (1 bar).

Rumus heat ratr (Tara Kalor) koreksi :

HR  HR  Faktor Koreksi Temperatur kcal/kWh.




Site  

ISO 

Rumus Daya Output Genrator koreksi :

p (site)
P 
 P 
 Faktor Koreksi Temp.  MW


Site 


ISO  14,7

Modul 4
Hal. 17
p(site) = Tekanan udara pada saat pengukuran

Heat Rate dan Daya Output Generator hasil koreksi inilah yang diperbandingkan dengan
hasil pengukuran lapangan, untuk menilai baik tidaknya unjuk kerja PLTG.

Tara Kalor berbasis periode

HR = SFC(periode) x LHV(rata-rata per periode)

Catatan :

Satuan berat atau volume pada SFC harus disamakan dulu dengan satuan Nilai Kalor
Bahan Bakar.

o Heat Rate dan Daya generator output tidak dilakukan koreksi terhadap temperatur udara
luar menurut ISO standard.

o Jika unjuk kerja turbin gas menggunakan standar ISO, maka nilai kalor bahan bakar
gunakanlah LHV.

Aplikasi Heat Rate (HR) berbasis periode sama dengan SFC berbasis periode.

3.3. Efisiensi Termal

Jika HR hendak dinyatakan dalam efisiensi termal, maka dilakukan konversi terbalik.

860
th   100 % (%)
HR

Karena basis HR ada 2 (dua) maka th ada 2 pula :

 th berbasis beban

 th berbasis periode

Aplikasi kedua th tersebut di atas sama dengan SFC dan HR.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi (Heat Rate).

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi PLTG berasal dari luar dan dari dalam unit.

Faktor Luar :

o Temperatur udara luar

Modul 4
Hal. 18
o Tekanan udara luar

Faktor luar tersebut di atas adalah faktor alam yang tak mungkin dihindari karena bukan
disebabkan oleh unit itu sendiri. Oleh karena itu daya output generator dan Heat Rate
menurut desain harus dikoreksi terhadap kondisi ISO apabila kondisi lapangan tidak sama
dengan standard ISO.

3.4. Faktor Dalam

Faktor dalam adalah pengaruh dari kondisi unit itu sendiri antara lain :

a. Kebersihan blade kompresor.

Kotoran blade kompresor disebabkan partikel-partikel yang dibawa oleh udara luar
menempel / mengerak pada permukaan blade. Jika Filter udara dalam menyaring udara
bekerja kurang baik, maka kotoran ini akan semakin banyak menempel pada blade
kompresor. Efek kebersihan blade terhadap parameter operasi turbin adalah :

 Daya mampu berkurang


 Heat Rate naik
 Compression ratio turun

Upaya mengatasinya :

Lakukan pembersihan blade kompresor dalam keadaan beroperasi, dengan memasukan


bahan padat (partikel halus) atau cairan (bersifat detergent) kesisi masuk kompresor agar
terjadi pengikisan dengan kotoran yang menempel pada blade tersebut. Sehingga
diharapkan kotoran yang menempel pada blade kompresor akan terlepas terbuang ke udara
luar.

Kedua jenis bahan pembersih blade tersebut banyak dijual dipasaran. Tetapi secara
konvensioanal bisa digunakan beras atau tempurung kelapa yang dihaluskan.

Pembersihan dalam keadaan operasi ini harus hati-hati terhadap sensor-sensor yang
terpasang pada laluan udara dan gas buang, seperti sensor tekanan dan temperatur. Bahan
pembersih blade ini dapat mengganggu kerja sensor-sensor tesebut.

b. Clearance blade kompresor dan blade turbin terlalu besar.

Clearance blade yaitu jarak antara kepala blade (shroud) dengan casing (turbin atau
kompresor), karena pengikisan dengan udara/gas buang mengakibatkan bertambah
renggang. Masalah ini adalah hal yang biasa akan dialami oleh setiap turbin gas, disamping
faktor umur.

Modul 4
Hal. 19
c. Filter udara pembakar kotor.

Filter udara berfungsi menyaring udara pembakar sebelum masuk ke kompresor. Makin lama
filter ini akan kotor, tergantung tingkat kekotoran udara sekitar.

Parameter operasi yang dipengaruhi :

 Pressure drop udara sebelum dan setelah filter udara makin besar.
 Daya generator turun
 Heat Rate naik
Upaya mengatasinya :

Mengganti filter udara dengan yang baru. Ada sistem filter udara yang bisa dibersihkan,
namun sistem ini agak merepotkan.

d. Firing control system.

Gangguan pada sistem kontrol (elektronik) pembakaran bahan bakar, dapat mempengaruhi
pencampuran udara dan bahan bakar tidak proporsional.

Parameter operasi yang dipengaruhi :


 Daya generator turun
 Heat rate naik

Upaya mengatasinya :
Lakukan trouble shooting terhadap control system dan lakukan setting ulang.

4. DIESEL (PLTD)

Cara kerja dan siklus kerja mesin diesel telah dijelaskan pada modul sebelumnya. Berikut ini
akan dibahas prinsip konservasi energi pada mesin diesel.

4.1 Efisiensi Genset (PLTD)

Indikator efisiensi mesin genset (PLTD) ialah specific fuel consumption (SFC) atau heat rate
(tara kalor). Dengan tidak memperhitungkan pemakaian daya sendiri, maka SFC dengan
mudah dikonversikan ke heat rate maupun ke efisiensi termal. Tara kalor dan efisiensi termal
dapat digunakan untuk mencari efisiensi operasi PLTD yang menggunakan jenis bahan
bakar minyak dan gas. Basis pengukuran SFC yang umum digunakan ada dua yaitu :

a. SFC berbasis beban.


b. SFC berbasis periode.

Modul 4
Hal. 20
Penggunaan kedua SFC ini tergantung daripada tujuannya.

SFC berbasis beban :

Yaitu SFC yang diukur pada beban tetap dengan mengukur laju (flow/jam) bahan bakar
dibagi dengan daya output generator. Dengan demikian formula SFC dapat ditulis sebagai
berikut :

SFC 
laju ( flow ) bahan bakar, (liter / h)
liter / kWh
Output generator , (kW )

Formula SFC diatas digunakan untuk :

 Pengujian unjuk kerja (komisionong test) PLTD baru sebelum serah


terima dari kontraktor ke pemilik.
 Mengukur efisensi PLTD secara individu tanpa dipengaruhi oleh perubahan beban.
 Digunakan untuk mengetahui adanya perbaikan SFC saat sebelum dan sesudah
pelaksanaan overhaul.
 Diukur setiap bulan untuk monitoring adanya kenaikan SFC dari bulan ke bulan.

SFC berbasis periode :

SFC ini diukur pada periode tertentu yaitu dengan mengukur laju (flow) bahan bakar pada
periode waktu dibagi dengan output (kWh) yang dihasilkan generator selama periode waktu
tersebut. Dengan demikian formula SFC berbasis periode dapat ditulis sebagai berikut :

SFC 
Jml. b. bakar pada suatu periode waktu (liter )
liter / kWh 
produksi kWh generator pada suatu periode waktu

Periode waktu yang dimaksud diatas bisa dalam hitungan jam, hari, bulan, atau tahun,
tergantung pada periode berapa ingin kita cermati.

Formula SFC berbasis waktu di atas digunakan untuk :

 Monitoring pemakaian bahan bakar pada suatu periode dalam memproduksi kWh.
 Merencanakan penyediaan bahan bakar untuk periode yang akan datang.

Untuk mengetahui adanya penyimpangan efisiensi secara dini dan cepat, dapat dilakukan
dengan pemantauan beberapa data operasi utama (checklist) yang merupakan indikasi
adanya penyimpangan efisiensi operasi mesin tanpa melakukan perhitungan parameter

Modul 4
Hal. 21
operasi efisiensi energi. Data operasi utama yang perlu dimonitor dapat dilihat dalam contoh
berikut.

Tabel 4.4 Contoh Daftar periksa (check list) efisiensi operasi PLTD

Deviasi
Data Data yang
Daftar Periksa Deviasi Maksimum
Pengukuran Diinginkan *)
*)
Tekanan pembakaran

Suhu pembakaran
Tekanan udara keluar
turbocharger
Suhu udara keluar
intercooler
Suhu Jacket Water
Press. drop air pendingin
masuk dan keluar mesin
Press. drop filter udara
*) Data pada kolom ini diisi lebih dahulu menurut standard operasi atau ketentuan yang
ditetapkan.

4.2 Efisiensi VS Beban Diesel.

Genset didisain dengan kemampuan membangkitkan daya tertentu (HP). Namun dalam
operasinya genset tidak dapat memberikan performa optimum dalam setiap beban. Jika
genset dioperasikan dengan variasi beban maka konsumsi energi spesifik (Liter bbm per HP
jam) akan berubah-ubah mengikuti perubahan beban.

Beban genset rendah atau kurang dari 60 % akan mengakibatkan efisiensi energi turun
secara drastis sehingga konsumsi bahan bakar spesifik meningkat tajam (lihat gambar).

Modul 4
Hal. 22
Gambar 4.12 Konsumsi energi spesifik untuk berbagai beban.

4.3 Prinsip Konservasi Energi Mesin Diesel.

Potensi penghematan energi yang cukup besar terdapat pada genset yang beroperasi
dengan faktor beban rendah. Potensi penghematan energi akibat beban redah dapat
direalisasikan dengan cara merencanakan kebutuhan listrik dan pendistribusian beban
mesin genset (jika genset dioperasikan lebih dari satu unit).

Efek pembebanan pada genset akan diuraikan berikut ini masing-masing pada kondisi
beban penuh (full load), underloading maupun overloading.

 Beban Penuh (full load)

Konsumsi energi spesifik optimum suatu genset terjadi pada kapasitas disain yaitu pada
beban penuh, dan antara 80 – 100 % beban.

Gambar 4.13 Konsumsi energi beban 100 %

Modul 4
Hal. 23
 Beban Seperempat (25 % load)

Pembebanan parsial atau kurang dari beban penuh mengakibatkan konsumsi energi spesifik
genset meningkat. Pada beban 25 % konsumsi energi spesifik meningkat sekitar 30 hingga
50 % dibandingkan dengan energi spesifik pada beban penuh.

Gambar 4.14 Konsumsi energi pada beban 25 %

 Beban Setengah (50 % load)

Pengoperasian genset pada beban 50 % akan mengakibatkan konsumsi energi spesifik


meningkat sekitar 10 % dibandingkan dengan energi spesifik pada beban penuh.

Gambar 4.15 Konsumsi energi pada beban 50 %

 Beban Tiga perempat (75 % load)

Konsumsi energi spesifik genset pada beban 75 % hampir sama dengan konsumsi spesifik
pada beban penuh.

Modul 4
Hal. 24
Gambar 4.16 KJonsumsi energi pada beban 75 %

 Overload (Beban lebih10 % )

Genset jika dibebani overload 10 % konsumsi energi spesifik sedikit meningkat dibandingkan
konsumsi energi pada fullload , sekitar 10 % lebih boros dari energi spesifik pada beban
penuh atau hampir sama dengan konsumsinya pada beban 75 % . Namun pada kondisi
overload mesin genset akan lebih cepat aus/rusak akibat beban yang lebih berat.

Gambar 4.17 Konsumsi energi pada beban 110 %

4.4 Pengoperasian

Dalam pengoperasian genset pemantauan secara terus menerus diperlukan guna


memantau kondisi operasi yang berlangsung. Dengan cara ini kekurangan dan
penyimpangan operasi dapat diketahui sehingga tindakan koreksi segera dapat dilakukan.
Efek dan tindakan yang diperlukan jika genset dioperasikan dalam berbagai kondisi beban
(overload dan partial load )dijelaskan berikut ini.

4.5 Mesin diesel overload.

Modul 4
Hal. 25
Mengoperasikan mesin diesel dengan kondisi overload dapat member efek mulai dari yang
sederhana seperti mesin panas hingga masalah yang memerlukan perbaikan cukup berat
dan mahal. Efek dan tindakan yang diperlukan jika genset dioperasikan overload adalah.

 Dinding silinder dan piston, dengan kondisi operasi genset overload dinding silinder dan
piston secara berlahan mengalami pemanasan lebih (overheated). Ini berarti akan
menimbulkan beban gesekan dan keausan pada bagian/part mesin.

Gambar 4.18 Overheated – beban lebih

 Overload yang berlangsung lama menimbulkan gesekan berat antara piston dan dinding
silinder dan dapat menimbulkan ring piston dan piston rusak. Untuk menghindarinya
lakukan balance antara kebutuhan beban pada saat beban puncak dengan
mengoperasikan stand - by genset.
 Silinder liner, mesin dengan beban overload akan menimbulkan sinder head dan baut
terkunci sangat kencang. Jika sistem lubrikasi gagal maka akan menimbulkan trouble
lebih awal dan perbaikan cukup berat dan mahal.
 Karena pompa pendingin mesin umumnya dikopel langsung dengan poros mesin,
sedangkan saat beban naik (overload) putaran mesin turun. Ini berarti terjadi
pengurangan pendinginan pada saat mesin overload, seharusnya pendinginan lebih
banyak dibutuhkan saat kondisi mesin overload. Hal ini membuat suhu mesin naik
mendadak dan jika tidak diatasi dengan menurunkan beban ketingkat lebih rendah akan
menimbulkan banyak masalah.

Gambar 4.19 Overload – Suhu naik

Modul 4
Hal. 26
 Total waktu overload mesin genset mestinya dapat dikontrol. Overload sekitar 10 %
jangan dioperasikan melebihi waktu satu jam, dan pada kondisi operasi seperti ini mesin
harus selalu diperiksa. Perhatian khusus harus diberikan pada suhu mesin dan
pelumasan.

Gambar 4.20 Overload – jangan lebih 1 jam.

Mesin underload (partial load)

Mengoperasikan mesin pada kondisi underload tidak menimbulkan masalah yang rumit
seperti halnya jika dioperasikan overload. Namun apabila mesin dioperasikan underload
resiko yang timbul adalah boros bahan bakar sebagaimana diuraikan di atas tetapi tidak
menimbulkan efek kerusakan pada mesin.

Mesin Misaligment
Kondisi misaligment (pondasi turun) dapat terjadi dengan berjalannya waktu. Keausan berat
dan mesin overheat (panas) dapat terjadi akibat dari kondisi pondasi mesin turun seperti
gambar berikut.

Gambar 4.21.Misaligment

Pemeliharaan

Lube oil system, Pemeliharaan yang kurang dan usia mesin yang semakin tua dapat
membuat tekanan oli tidak memadai dapat membuat mesin overloading knoks out.

Modul 4
Hal. 27
Gambar 4.22 Lube oil system - Overload

4.6 Pemeriksaan kondisi operasi

Beban tiap silinder tak sama. Beban tak merata antar silinder dapat diketahui dengan
memeriksa suhu saluran gas buang tiap silinder dengan pirometer. Data suhu gas buang
yang tinggi mengindikasikan beban silinder tinggi. Untuk itu supply bahan bakar harus
disesuaikan hingga suhu gas buang ada dalam kisaran 10 derajat. Suhu gas buang tinggi
dapat juga terjadi akibat exchaust valve bocor. Contoh hasil pemeriksaan suhu pada laluan
gas buang ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 4.23 Hasil pemeriksaan thermograph pada genset

Melalui pemeriksaan thermograph masalah beban yang tak merata pada tiap silinder dapat
diteteksi. Pemeriksaan rutin dengan menggunakan infrared akan membantu untuk
mendeteksi masalah yang timbul sedini mungkin sebelum menimbulkan masalah yang lebih
besar. Data pemeriksaan thermography pada genset (gambar thermograph di atas)
menunjukkan tidak ada perbedaan suhu yang significan antar silinder. Data suhu gas buang
menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada masing-masing silinder masih dalam
batas wajar (dalam kisaran 10 derajat). Ini berarti beban tiap silinder seimbang. Meskipun
beban tiap silinder sudah seimbang (baik), namun dalam gambar thermograph tambapk
adanya suhu relatif tinggi pada spot area.

Modul 4
Hal. 28
Gambar 4.24 Suhu tinggi pada spot area.

Suhu pada spot area ini perlu mendapat perhatian teknisi pemeliharaan. Untuk keandalan
operasi dan menghindari masalah yang lebih besar pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan
dan pastikan kenapa suhu spot area terjadi. Teknisi pemeliharaan genset agar
menggunakan data thermography ini sebagai informasi penting untuk melukan rencana
tindak dan koreksi.

4.7 Waste Heat Recovery Mesin Diesel engine

Pada mesin pembakaran dalam (diesel) waste heat boiler (WHB) adalah yang umum
digunakan untuk mendaur ulang panas buangan untuk dimanfaatkan memproduksi uap atau
air panas sehingga efisiensi energi overall meningkat. Panas dari gas buang dan air
pendingin mesin diesel direcover dengan menggunakan WHB. Dengan cara ini efisiensi
sistem keseluruhan meningkat sebagaimana ditunjukkan dalam neraca energi berikut.

Gambar 4.25 Neraca Energi Mesin Diesel

Modul 4
Hal. 29
5. PEMBANGKIT TENAGA BIOMASSA (PLTBM).

Pembangkit Listrik Tenaga Bio Massa (PLTBM) adalah pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan turbin uap sebagai penggerak mula dengan memanfaatkan bahan bakar
biomassa atau limbah organik sebagai sumber energi. Biomassa atau limbah lignocellulosic
sangat beragam sehingga teknik transformasinya menjadi energi harus dengan perlakuan
khusus disesuaikan dengan karakteristik dari bahan baku. Setiap perlakuan atau
transformasinya menjadi energi tergantung pada tiga parameter utama yaitu : moisture,
kandungan mineral dan granulometry.

Gambar 4.26 Sistem pembakaran biomasa

Industri kayu

Variabel karakteristik limbah industry kayu sangat besar mulai dari yang sangat halus (debu)
hingga yang paling kasar (batang kayu, peeling core), sangat kering (debu aplasan/sanding
dust) hingga yang paling basah (kayu segar) dan rendah kandungan mineral (kurang dari 1
%) kecuali yang terkontaminasi dari luar (pasir atau tanah) khususnya pada kulit kayu.
Jumlah limbah industry ini tergantung pada kapasitas industry, teknologi yang digunakan dan
jenis industry yang bersangkutan (penggergajian, furniture).

Limbah industri agro.

Limbah industriagro variasinya banyak tergantung industrinya, umumnya memiliki


granulometry halus, rendah moisture dan kandungan mineral tinggi.

Agroindustri adalah pemanfaat biomassa sebagai sumber energi yang penting. Masing
masing proses industry memiliki biomassa yang berbeda, yang paling dikenal adalah ampas
tebu (bagasse), kelapa sawit, kayu lapis, dan sekam padi.

Industri Gula

Industri gula menghasilkan limbah padat yang dapat digunakan sebagai bahan bakar yang
dikenal sebagai bagasse (ampas tebu). Perbandingan bagasse dengan tebu pada industry
gula (bagasse cane ratio) berkisar antara 25-30 % basis kering (dry basis). Kandungan

Modul 4
Hal. 30
moisture bagasse basis basah (wet basis) sekitar 50 %, dan kandingan mineral berkisar
antara 4 – 4 % basis kering dan bulk densitas bagasse adalah rendah.

Umumnya bagasse dikonversi langsung menjadi energi panas dengan cara pembakaran.
Pada industry gula potensi jumlah bagasse berlebihan untuk kebutuhan energi, diperkirakan
sekitar 7 kWh dan 600 kg uap dapat dihasilkan per ton gula. Kelebihan bagasse ini dapat
digunakan untuk bahan baku industry kertas untuk board, atau menghasilkan energi pada
saat tindustri gula tidak giling.

Daun dan bagian ujung tebu yang jumlahnya sekitar 30 % dari massa keseluruhan tebu yang
dapat digunakan secara partial sebagai bahan bakar.

Menyimpan bagasse sebaiknya dikeringkan dulu (biasanya dengan dryer putar) hingga
moisture kurang dari 18 % basis kering. Jika disimpan diluar, maka sebaiknya dalam bentuk
balled dengan penutup plastic.

Gambar 4.27 Karakteristik Limbah Kayu

Palm Oil

Industri minyak sawit (palm oil) menghasilkan banyak limbah sebagai berikut.

Tabel 4.5 Limbah dari Industri Palm Oil

Limbah Moisture (%) Wet basis Nilai kalor (Mj/kg)


Buah tandan segar :
 Janjang Kosong : 23.4 % 65 4.4
 Serat (sabut) : 18 % 40 9.6
 Tempurung (Shell) : 7.3 % 25 13.4

Modul 4
Hal. 31
Industri Gilingan Padi

Industri gilingan padi menghasilkan satu jenis limbah yaitu sekam padi yang dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Umumnya perbandingan sekam dengan padi berkisar
antara 20 – 27 %. Faktor yang membatasi penggunaan sekam padi sebagai bahan bakar
adalah tingginya kadar abu yaitu sekitar 18-22 % (dry basis) dan rendahnya bulk densitas
(100 – 150 kg/m3). Boiler yang menggunakan sekam padi harus disesuaikan secara khusus.
Spesifik konsumsi energi berkisar antara 25 kWh per ton beras yang digiling.

5.1. Prinsip Konservasi Energi pada Pembangkit Biomassa

Berbagai biomassa (lignocellulose) seperti kayu dan hasil pertanian memiliki sifat dasar
secara kimia maupun fisika. Dari seluruh sifat fisika dan kimia tersebut hanya sedikit yang
berkaitan dengan energi sedangkan sebagian besar dari sifat-sifat tersebut tidak
berpengaruh secara significant dalam proses energi. Berikut adalah uraian tentang masing-
masing sifat kimia maupun fisika dari bahan bakar biomassa.

Sifat Kimia Biomassa

Secara kimiawi biomassa terdiri atas unsur : Carbon, Hidrogen, Oxigen, Nitrogen dan
Mineral. Komposisi ultimate ini komposisinya tidak banyak bervariasi, namum pengaruhnya
terhadap konversi termokimia suatu biomassa sangat penting. Komposisi ultimate biomassa
berdasarkan berat kering (tidak termasuk kandungan mineral) adalah sebagai berikut :

o Carbon : 50 %.
o Hidrogen : 6 %
o Oxigen : 43 %
o Nitrogen : 1 %.
Komposisi seperti di atas menentukan besaran nilai kalor net biomassa sekitar 18.4 MJ/kg
atau sekitar : 4395 kcal/kg. Secara intristik besaran nilai kalor biomassa adalah sama,
namun dalam prakteknya besaran ini harus dikoreksi berdasarkan kandungan mineral dan
moisture (air) biomassa tersebut dengan furmula berikut.

(NCC)H = 18.4( ) - 2.5( ) MJ/kg.

Dengan :

(NCC)H = Nilai kalor net pada kandungan air (moisture) H, dalam MJ/kg.
H = Kandungan air (moisture) dalam % berat kering (dry weigh) basis.
MM = Kandungan mineral dalam % berat kering (dry weigh) basis.

Contoh
Tentukan nilai kalor net dari sekam padi dengan kandungan : moisture = 15 %, dan mineral :
20 %. Berdasarkan formula di atas nilai kalor net sekam padi tersebut dapat dihitung sbb :

Modul 4
Hal. 32
(NCC)H = 18.4 ( ) - 2.5 ( ) MJ/kg.

= 18.4 ( ) - 2.5 ( ) MJ/kg.

= 12.5 MJ/kg.

Perubahan nilai kalor net biomassa berdasarkan jumlah kandungan mineral dan moisture
digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.28 Nilai kalor net biomassa berdasarkan kandungan mineral dan moisture

Sifat Fisika Biomassa

Berbeda dengan sifat kimia, karakteristik fisika biomassa jauh berbeda dari suatu biomassa
dengan biomassa lainnya, tergantung pada wilayah, kondisi pertumbuhan dari suatu jenis
biomassa, dan lain-lain. Karakteristik utama yang mempengaruhi proses termokimia
(thermochemical) adalah : moisture, size(ukuran besaran fisik), spesifik densitas, dan bulk
densitas. Semua hal ini berkaitan erat dengan konversi energi dari biomassa tersebut.
Uraian lebih rinci tentang sifat fisika tersebut dan pengaruhnya terhadap konversi
energitermal akan dibahas berikut ini.

Modul 4
Hal. 33
Moisture

Kandungan air (moisture) bahan bakar biomassa dinyatakan dalam basis kering (dry basis)
ataupun menurut basis biomassa total (wet basis).

Wet basis : (Berat basah – Berat kering)/Berat basah.

Dry basis : (Berat basah – Berat kering)/Berat kering

Basis kering adalah lebih cocok digunakan oleh kalangan praktisi mengingat biomassa umumnya
dinyatakan dalam kwantitas kering, sedangkan wet basis diperlukan dalam hal keseluruhan
biomassa. Untuk menyatakan bentuk keduanya dry maupun wet dapat dilakukan jika salah satu
diantaranya sudah diketahui. Hubungan keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut :

MCtw = x 100

MCdw = x 100

Dengan : MCdw = Kandungan moisture basis berat kering (%)

MCtw = Kandungan moisture basis berat total (%).

Gambar 4.29 Efek Moisture terhadap Nilai kalor

Moiture atau kandungan air biomassa basis kering (% dry weight) biomassa berdasarkan suhu
dan kelembaman udara sekitar berdasarkan Maggi and partners, 1990 adalah sebagaimana
pada tabel berikut.

Modul 4
Hal. 34
Tabel 4.6 Moisture bahan bakar kayu mengikuti suhu dan relatif humiditi udara

Temperatur (C)
Relativ Humidity (%) 10 15 20 25 30
20 4.7 4.7 4.6 4.4 4.3
30 6.3 6.2 6.1 6.0 5.9
40 7.9 7.8 7.7 7.5 7.5
50 9.4 9.3 9.2 9.0 9.0
60 11.1 11.0 10.8 10.6 10.5
70 13.3 13.3 13.0 12.8 12.6
80 16.2 16.3 16.0 15.8 15.6
90 21.2 20.8 20.6 20.3 20.1

Moisture content sangat mempengaruhi proses pembakaran. Jika moisture content bahan bakar
meningkat, maka : rugi-rugi energi bertambah, efisiensi overall turun, laju pembakaran turun,
suhu flame (api) turun, dan produksi uap pada boiler turun.

(SE. Corder -Wood and Bark sebagai bahan bakar).

Gambar 4.30 Rugi-rugi energi vs Moisture

Densitas

Densitas dalam hal ini diartikan sebagai perbandingan antara massa dan volume bahan bakar.
Densitas ini cocok dinyatakan pada biomassa dalam bentuk batangan besar, sedangkan untuk
biomassa yang terdiri atas potongan-potongan kecil dengan jumlah yang banyak umumnya
digunakan istilah densitas bulk.

Modul 4
Hal. 35
Spesifik densitas : yaitu berat/massa per stuan volume. Istilah ini cocok untuk biomassa
berukuran besar atau batangan. Spesifik densitas biomassa umumnya berkisar antara 400 – 800
kg/m3.

Bulk densitas : Istilah ini sering digunakan untuk biomassa dengan granulometry halus seperti
sebuk gergaji, kulit padi, dan lain-lain. Karakteristik ini penting diketahui dalam hal penyimpanan
dan masalah handling atau transportasi biomassa. Bentuk fisik biomassa umumnya dalam
kenyataan adalah berbeda-beda seperti bentuk log, tangkai, batang, jerami, tatal dan lain-lain.
Granulometry adalah faktor penting dalam laju pembakaran selain masalah size atau ukuran
biomassa. Granulometry sangat tergantung pada tipe dan cara konversi yang dilakukan pada
biomassa tersebut seperti tertera dalam tabel terlampir.

Pengeringan (Drying)

Pengeringan adalah sering digunakan untuk mengurangi kadar air biomassa melalui suatu
peralatan termal/pengering. Untuk biomassa tertentu sebelum pengeringan dilakukan sering
perlakuan pendahuluan dilakukan seperti memberi penekanan secara mekanik (press) guna
mengurangi kadar air. Cara ini akan menghemat energi dan mempercepat proses pengeringan.
Proses pengeringan yang biasa dilakukan untuk bahan padat basah adalah udara panas yang
dibangkitkan dari suatu sumber energi termal. Perbedaan suhu antara udara panas dan
biomassa yang akan dikeringkan memungkinkan terjadinya aliran panas dari udara ke
permukaan biomassa. Bersamaan dengan itu moisture atau cairan dari biomassa bergerak
menuju permukaan yang dipanasi menggantikan moisture yang telah menguap. Kecepatan
proses pengeringan dipengaruhi beberapa faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal
antara lain adalah : Suhu dan humidity udara pemanas, kecepatan alir dan turbulensi udara, luas
permukaan dan tebal benda yang dikeringkan. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi
aliran moisture kepermukaan biomassa adalah yang berkaitan dengan natural biomassa seperti
kapiler, diffusi, gradient tekanan grafitasi dan penguapan internal.

Pengaruh suhu terhadap proses pengeringan biomassa

Dengan meningkatnya suhu udara pemanas, maka potensi penyerapan moisture menjadi
meningkat secara exponensial. Selain itu laju perpindahan panas dari udara ke permukaan
material(moisture) juga meningkat sehingga menambah laju proses penguapan. Meskipun secara
teoritis proses pengeringan meningkat seiring dengan peningkatan suhu udara pemanas
sebagaimana dijelaskan di atas, namum suhu maksimum udara panas dalam prakteknya tidak
bisa dinaikkan sembarangan tetapi disesuaikan dengan batas aman bagi biomassa dan media
pemanas yang tersedia.

Pengaruh humidity udara pemanas terhadap proses pengeringan

Laju pengeringan akan meningkat dan menjadi maksimum pada humidity udara minimum. Udara
dengan suhu tertentu jika humiditynya diturunkan, maka kemampuan untuk menyerap moisture
menjadi naik. Dalam praktek pengoperasian pengeringan, humiditi tinggi tidak banyak

Modul 4
Hal. 36
pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja dryer, dan dengan pertimbangan efisiensi humidity
pada outlet dryer dianggap wajar adalah 80 %. Hal ini bisa dicapai melalui sirkulasi baliksebagian
udara pemanas sehingga kebutuhan udara segar yang membutuhkan pemanasan hingga suhu
dan kecepatan yang diharapkan pada dryer menjadi berkurang. Pengaruh humidity dan suhu
udara terhadap laju penguapan dapat dilihat seperti gambar terlampir.

Pengaruh kecepatan udara terhadap pengeringan

Laju penyerapan air oleh udara dari permukaan basah sangat dipengaruhi oleh kecepatan udara
pengering, semakin tinggi kecepatan udara semakin cepat proses perpindahan panas dan
penyerapan air berlangsung. Faktor turbulensi aliran udara relatif terhadap permukaan basah
yang akan dikeringkan juga mempengaruhi kecepatan proses pengeringan.

Modul 4
Hal. 37
MODUL 5
PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI

1. PENDAHULUAN

Salah satu kendala mengapa perusahaan industry belum berhasil menerapkan konservasi
energi di perusahaan adalah karena pemilik usaha (owner) belum sepenuhnya mengetahui
dan melihat manfaat konservasi energi dari prospektif ekonomi jangka pendek. Umumnya
manajer perusahaan hanya peduli terhadap keinginan pemilik perusahaan dan mengambil
keputusan berdasarkan pertimbangan finansial jangka pendek semata. Kriteria terhadap
upaya konservasi energi didasarkan atas pertimbangan keuntungan dan posisi keuangan
tahunan perusahaan. Investasi konservasi energi dianggap menarik jika manfaat dari
konservasi energi dibandingkan dengan investasi yang dibutuhkan secara finansial
menguntungkan. Jika suatu proyek konservasi energi akan dilakukan, maka manager
perusahaan sebaiknya menghitung biaya investasi dan biaya operasi yang dibutuhkan,
kemudian membandingkannya dengan biaya penghematan energi jika proyek selesai, biaya
lain yang timbul akibat faktor produksi seperti perubahan kompetensi tenaga kerja serta
mengkaji berbagai ketidakpastian yang mungkin terjadi terkait dengan usulan proyek
konservasi dimaksud. Setelah itu perhitungan untung rugi dengan kriteria tertentu seperti
simple pay back dibuat dan dibandingkan dengan proyek investasi lainnya misalnya
penambahan kapasitas produksi. Jika ternyata proyek konservasi energi lebih
menguntungkan secara finansial dibandingkan investasi lain maka usulan proyek konservasi
energi tersebut dapat diterima.

2. KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI

Prinsip konservasi energi pada proses produksi adalah optimalisasi penggunaan energi pada
proses produksi khususnya yang konsumsi energinya signifikan dengan cara menghilangkan
buangan (waste) energi atau produk dan memanfaatkan kembali panas buangan, dan
inovasi efisiensi. Aktifitas yang perlu dilakukan untuk menghemat energi adalah menentukan
proses produksi konsumsi energinya significant, menghitung intensitas energi, menentukan
faktor pendorong yang mempengaruhi intensitas energi, membuat neraca massa dan neraca
energi serta menentukan parameter yang mempengaruhinya.

Modul 5
Hal. 1
Gambar 5.1 Konservasi energi pada proses produksi

Komponen yang mempengaruhi konsumsi energi.

Komponen yang mempengaruhi konsumsi energi umumnya adalah :

 Yang terkait langsung dengan output yaitu produksi,


 Yang tidak terkait langsung dengan output .

Oleh karena itu konsumsi energi dapat ditulis dengan : E = mP + e, dengan :

 E adalah konsumsi energi per bulan,


 P adalah produksi bulanan,
 m adalah kemiringan (slope) dari garis konsumsi energi,
 e adalah perpotongan garis konsumsi energi dengan sumbu y.

Hubungan antara produksi dengan konsumsi energi tersebut di atas dapat digambarkan
sebagai berikut.

Modul 5
Hal. 2
Gambar 5.2 Grafik konsumsi energi vs produksi

Komponen Konsumsi Energi :

Berdasarkan persamaan : E = mP + e, maka ada dua komponen konsumsi energi yaitu :

 "mP" adalah energi berguna dipakai untuk proses produksi.


 e” adalah energi yang dipakai untuk tingkat produksi yang sangat rendah
 (tidak terkait langsung dengan produksi).

Dalam praktek , "mP" adalah energi yang berguna terkait langsung dengan kegiatan
produksi yaitu untuk proses produksi dan utilitas.

Sesuai dengan uraian di atas maka prinsip konservasi energi untuk proses produksi terkait
dengan "mP“ dilakukan dengan menggunakan teknologi proses/peralatan yang efisien dan
rasionalisasi penggunaan energi dengan :

 Mengurangi rugi-rugi teknis (losses),


 Mensetting parameter kritis proses produksi ke batas minimum yang diperlukan,
 Mengoptimalkan jam kerja operasi
 Memasang sistem daur ulang panas
 Memasang alat kontrol.
 Mengurangi produk gagal (miss produck)

Modul 5
Hal. 3
Gambar 5.3 Misroll pada Rolling Mills Gambar 5.4 Rugi-rugi energi pengoperasian

Efisiensi Pemanfaatan Energi

Efisiensi didefinisikan sebagai perbandingan antara output dan input energi.

 Efisiensi = Output/Input
 Efisiensi = (Input – Rugi-rugi)/Input
= 100 - Σ Rugi-rugi % input.

Dari pengertian di atas meningkatkan efisiensi berarti :

 Menambah output, input tetap.


 Mengurangi rugi-rugi, otput tetap.
 Mengurangi rugi-rugi energi :
 Memanfaatkan kembali energi terbuang.
Memanfaatkan kembali panas buang dengan waste heat recovery dan kombinasi panas –
daya (cogen).

Sedangkan energi yang tak terkait langsung produksi prinsip konservasi energi dilakukan
dengan rasionalisasi penggunaan energi pada :

 Penerangan luar/jalan,
 Listrik untuk peralatan-peralatan kantor
 Listrik untuk fan ventilasi,
 Energi untuk pemeliharaan, dan
 Menghilangkan peralatan tanpa beban (idle).

3. PENGGUNA ENERGI SIGNIFIKAN.

Pengguna energi signifikan harus menjadi focus sasaran manajemen energi. Sama seperti
kehidupan sehari-hari jika arah dan sasaran perjalanan tidak ditentukan sebelumnya, maka
dalam prakteknya kita dapat melalui banyak jalan yang panjang dan berliku. Untuk itu kita
perlu menentukan tujuan sebelum memulai perjalanan. Dalam manajemen energi yang

Modul 5
Hal. 4
menjadi focus sasaran adalah pengguna energi yang signifikan harus ditentukan dan
dinyatakan secara spesifik.

Gambar 5.5 Distribusi konsumsi energi – pengguna energi signifikan.

Dalam contoh gambar tersebut sasaran pengelolaan energi adalah (significant energy users)
yaitu unit V dan IV dan I. Dalam tabel berikut lebih rinci menjelaskan kelompok sasaran
berdasarkan unit kerja, unit peralatan pengguna energi dan jenis sumber energi yang
digunakan.

Tabel 5.1 Sasaran kelompok unit kerja, unit peralatan dan jenis sumber bahan bakar.

Modul 5
Hal. 5
Contoh pengguna energi significan pada industry besi-baja adalah: EAF (electric arc
furnace), reheating furnace, dan rolling mill sebagaimana gambar berikut.

Gambar 5.6 Pengguna energi significan pada industry besi-baja

Pada proses pengolahan tebu industri gula pengguna energi signifikan adalah boiler, stasiun
gilingan gula, stasiun pemurnian, penguapan dan masakan sebagaimana ditunjukkan dalam
diagram berikut.

Gambar 5.7 Bagan proses industri gula

Modul 5
Hal. 6
Pada industry semen pengguna energi signifikan antara lain adalah kiln. Parameter operasi
sistem pembakaran di kiln adalah suhu gas outlet kiln, konsentrasi oxygen (O2) dan carbon
monoxide (CO). Contoh data parameter operasi pada suatu kiln di industry semen
ditunjukkan pada table berikut.

Tabel 5.2 Contoh Data Parameter Operai Pada Suatu Kiln di Industri Semen

Konsentrasi O2 (%) Konsentrasi CO (%)


Rear of Kiln Preheater outlet Rear of Kiln
4.2 4.8 0.3

Dari data operasi di atas tampak bahwa kiln dioperasikan dengan konsentrasi O2 di rear of
kiln yang tinggi. Data parameter operasi jika pengendalian yang baik diterapkan :
konsentrasi O2 adalah (2 – 3)% . Ini berarti konsentrasi O2 yang tinggi pada kiln tersebut
mengindikasikan proses pembakaran di kiln berlangsung dengan excess air relative tinggi.

Gambar 5.8 Proses kiln industry semen

Selanjutnya perbedaan kadar O2 pada rear of kiln dengan O2 pada preheater outlet
mengindikasikan infiltrasi udara terjadi di preheater. Infiltrasi udara pada preheater
mengakibatkan volume alir gas melaui outlet preheater bertambah dan akibatnya daya draft
fan meningkat. Perhitungan daya fan ditunjukkan dengan formula berikut.

Volume (cfm) x Head (inches H2O)


HP =
6356 x Mechanical Efficiency Fan

Konsumsi energi listrik tahunan dapat dihitung sebagai berikut

Modul 5
Hal. 7
Kwh = (motor full load hp) x (0.746 kW/hp) x (1/efficiency) x (Jam operasi per tahun) x (load
factor).

Load factor dapat berubah menjadi lebih besar jika fan bekerja dengan nilai % yang lebih
besar misalnya karena adanya infiltrasi udara sebagaimana data diatas. Untuk perhitungan
efisiensi fan atau blower diasumsi = 0.65.

Best practice Specific Energy Consumption Industri Semen

Indikator efisiensi energi pada umumnya adalah perbandingan antara input energi dengan
produk semen yang dihasilkan atau disebut dengan Specific energy consumption (kcal/ton
atau kWh/ton). Best practice Specific Energy Consumption Industri Semen ditunjukkan pada
table berikut.

Tabel 5.3 Best Practice Specific Energy Consumption Industri Semen

Prosess Fuel(kcal/kg) Listrik (kWh/kg)

Clinker making 697 85,9


Cement making - 57,3

4. INDIKATOR KINERJA PEMANFAATAN ENERGI PROSES PRODUKSI.

Indikator kinerja penggunaan energi dikenal dengan intensitas energi atau konsumsi energi
spesifik. Intensitas energi adalah salah satu indikator untuk mengetahui kinerja pemanfaatan
energi terhadap output atau inputnya. Indikator kinerja pemanfaatan energi pada umumnya
diartikan sebagai rasio atau perbandingan antara :

 Output dengan Input energi


 Input energi dengan output
 Input energi dengan input bahan baku
 Input energi per periode waktu
 Periode proses atau siklus waktu per proses.
Indikator kinerja pemanfaatan energi dapat dinyatakan dalam berbagai satuan :

Input Energi :

 Menggunakan satuan fisik konsumsi energi seperti :


‐ liter bbm, ton setara minyak
‐ ton batubara,
 Menggunakan satuan energi yang dikonsumsi seperti :
‐ kcal,

Modul 5
Hal. 8
‐ kWh,
‐ kJ.
Output :

 Menggunakan satuan fisik produk atau satuan energi yang dihasilkan (output) seperti
‐ ton produksi,
‐ kwintal, ball, meter kubik, meter.
‐ kWh, kcal

Input Bahan Baku

 Menggunakan satuan fisik dari bahan baku yang digunakan seperti :


‐ ton, kwintal
‐ m3.
 Satuan periode/waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk atau jumlah
siklus proses per satuan waktu seperti :
‐ menit
‐ siklus proses per hari

Dengan uraian sebagaimana di atas , maka indikator kinerja pemanfaatan energi dapat
dinyatakan sebagai berikut :

 Rasio antara Input Energi Dengan Output


‐ Liter/ton; kWh/ton;kJ/m3.
‐ kWh/ton; kcal/ton; kJ/m3
‐ kWh/ball
‐ Kcal/kWh
 Rasio antara Output Dengan input Energi
‐ ton /liter;
‐ km/liter
 Rasio antara Input Energi dengan Input Bahan Baku
‐ kcal/ton, kcal/kwintal
‐ kWh/m3.
 Periode/waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk maupun jumlah siklus
proses per satuan waktu seperti contoh berikut :
‐ tap to tap time (menit)
‐ Heat per day (siklus proses per hari).

Dalam prakteknya masih sering ditemukan indikator spesifik terkait kinerja dan penggunaan
energi yang digunakan sesuai sifat kekhususan proses yang digunakan industry tersebut
misalnya sebagai berikut :

Modul 5
Hal. 9
Industri besi-baja

Indikator kinerja terkait dengan penggunaan energi pada Eelectirc Arc Furnace (EAF)
adalah:

• Tap to tap time.


• Heat per day
• Jumlah charging per heat
• Yield.
Industri pembangkit daya

•Heat rate

5. INTENSITAS ENERGI

Indikator yang paling sederhana dalam mengukur kinerja pemanfaatan energi adalah
intensitas energi. Intensitas energi dinyatakan dengan konsumsi energi per satuan waktu per
kegunaan tertentu misalnya kWh per ton produksi. Untuk menentukan intensitas energi,
maka semua jumlah konsumsi dan jumlah produksi keseluruhan harus ditentukan. Secara
tipikal jika hubungan antara intensitas energi vs produksi digambarkan, maka akan tampak
curva sebagaimana berikut.

Gambar 5.9 Intensitas energi VS Produksi

Dari gambar intensitas vs produksi di atas tampak bahwa semakin tinggi level produksi
semakin baik intensitas energinya. Oleh karena itu sistem proses produksi sebaiknya
dioperasikan sesuai kapasitas disainnya.

6. PARAMETER OPERASI KRITIS

Selain level produksi sebagaimana diuraikan di atas, parameter operasi dapat menjadi factor
dominan yang berpengaruh pada proses produksi industry peleburan besi baja
sebagaimana tampak pada contoh berikut. Dalam contoh ini parameter operasi kritis suhu

Modul 5
Hal. 10
tapping dan bahan baku (kg Scrap) adalah factor pendorong (driven factor) terhadap
intensitas energi.

Gambar 5.10 Intensitas energi VS parameter operasi kritis.

Penghematan energi dengan cara pengendalian parameter operasi kritis (setting suhu tap)
dihitung dengan formula : kWh/Ton = (Ta – Ts) * Cp.

Dengan :

Ta = Temperatur operasi actual pada heat number tertentu (oC)

Ts = Temperatur setting yang bisa dicapai (oC)

Cp = Panas spesifik di atas T = 1500 = 0,2431 kWh/Ton.C

Perbedaan suhu tapping dengan suhu operasi actual pada setiap “heat” mengindikasikan
penghematan energi pada proses produksi peleburan baja.

Modul 5
Hal. 11
Gambar 5.11 Potensi penghematan energi VS parameter operasi

Contoh lain parameter operasi dapat dilihat pada system pompa. Pada karakteristik pompa,
best efficiency point adalah titik operasi dengan efisiensi tertinggi (lihat gambar). “BEP”
adalah juga titik dimana kecepatan aliran maupun tekanan fluida pada impeller dan rumah
pompa (volute) sama besarnya sehingga radial thrust pada bearing pompa adalah nol.
Pengoperasian pompa diluar best operating point akan menggesr efisiensi system pompa ke
level yang lebih buruk dana menambah radial thrust sehingga mempercepat life time pompa.

Gambar 5.12 Best Efficiency Point – Mesin Pompa

Semakin jauh pompa dioperasikan dari BEP semakin turun efisiensi, reilibility dan biaya
operasi dan pemeliharaan semakin besar sebagaimana tampak pada gambar berikut.

Modul 5
Hal. 12
Gambar 5.13 Reliability & Biaya operasi Pompa VS Flow

Sebagaimana tampak dalam gambar tersebut di atas bahwa flow (laju alir) pompa adalah
parameter operasi kritis yang merupakan factor berpengaruh tidak saja terhadap efisiensi
tetapi juga reliability, biaya operasi dan pemeliharaan pompa.

7. AKUNTANSI ENERGI (ENERGY ACCOUNTING)

Akuntasi energi adalah sistem yang harus dikembangkan manajemen untuk menjaga agar
konsumsi dan biaya energi selalu dalam jalur yang benar.

Keberhasilan manajemen pada level perusahaan selain ditentukan oleh komitment pimpinan
juga tergantung pada tingkatan sistem akuntansi energi yang di anut oleh perusahaan
setelah daftar program konservasi energi ditetapkan oleh petugas energi. Hal mendasar dari
sistem akuntansi energi ada tiga bagian yaitu :

 Monitoring pemakaian energi


 Laporan penggunaan energi
 Pengukuran kinerja/efisiensi energi

Level Akuntansi Energi.

Seperti halnya dalam akuntansi keuangan, level dan kerumitan sistem energi manajemen
bervariasi dari perusahaan satu ke perusahaan lainnya. Level akuntansi energi dapat juga
dibandingkan dan dikaitkan seperti pada sistem akuntansi keuangan (lihat tabel berikut).

Modul 5
Hal. 13
Tabel 5.4 Level Akuntansi Energi.

Keuangan Energi
1. Akuntansi Umum 1. Meteran energi efektif, pengembangan pelaporan,
perhitungan indeks efisiensi energi.
2. Akuntansi Biaya 2. Perhitungan aliran energi dan efisiensi penggunaan
energi setiap cost center, memerlukan beberapa
meteran energi penting.
3.Biaya standar 3. Pengukuran energi efektif cost center dan
Standar akuntansi historikal membandingkannya dengan data historikal, lengkap
dengan laporan variance serta penjelasan terhadap
perbedaan yang ada.
4. Biaya standar 4. Sama seperti 3 di atas kecuali konsumsi energi
Standar akuntansi dihitung melalui model engineering akurat.
engineered.

Untuk semua kasus, akuntansi energi memerlukan meter-meter energi. Meter energi
dimaksudkan untuk memonitor aliran energi dari suatu cost center (unit kerja). Tidak
terkecuali kecil atau besar unit cost center tersebut selalu menghendaki perlunya
kemampuan mengukur energi masuk dan energi keluar dari suatu sistem cost center.
Kurangnya meteran energi adalah sumber masalah seperti terlambatnya tindakan perbaikan
kinerja energi yang diperlukan maupun masalah lain yang lebih luas terkait manfaat dari
sistem akuntansi energi itu sendiri.

Umumnya perusahaan yang berhasil dalam program konservasi energi pada level 1 dan
bekerja menuju pemasangan submeter dan sistem pelaporan seperti level 2 tabel di atas.
Dalam banyak kasus akuntansi energi dilakukan dengan melihat pada data yang tersedia
kemudian dibandingkan dengan tahun sebelumnya atau dengan data benchmark tertentu.
Namum tidak banyak perusahaan yang menghitung variasi dan mencari jawaban atas
penyebabnya (level 3). Masih jarang perusahaan yang telah melengkapinya dengan data
dan prosedur yang diperlukan serta mengembangkan standar akuntansi energi
sebagaimana pada level 4.

Indeks Biaya Energi

Indeks kinerja lainnya yang bermanfaat dalam manajemen energi adalah Indeks biaya
energi. Indeks biaya energi dinyatakan dalam rupiah per satuan produk atau per satuan
produk dalam waktu tertentu. Sama seperti intensitas energi, maka semua penggunaan
energi pada fasilitas pengguna energi harus ditentukan, jumlah biaya energi keseluruhan
harus ditabulasikan dan jumlah produksi yang menggunakan energi ditentukan. Indeks biaya
energi dihitung dengan membandingkan jumlah biaya energi (kWh) keseluruhan yang
dikonsumsi dengan jumlah produksi.

Modul 5
Hal. 14
Banyak kalangan operasional beranggapan bahwa energi adalah sekedar memberi
pelayanan atau services, namun untuk industri tertentu tidaklah demikian. Bagi kalangan
usaha ini pengelolaan energi selalu dikaitkan dengan keuntungan (benefit), kepedulian
mereka terhadap keuntungan lebih penting atau merupakan prioritas utama dibandingkan
kelangkaan penyediaan sumber daya energi. Oleh karena itu manajer energi disamping
mengelola sumber daya energi sebagaimana panas atau kcal, fungsi biaya energi yang
disediakan adalah penting untuk dipahami. Pertimbangan biaya energi adalah faktor lain
yang perlu diperhatikan selain jenis energi dan besaran konsumsinya.

8. ANALISIS DATA PROSES PRODUKSI

Untuk mengetahui potret penggunaan energi suatu perusahaan, maka data sekunder dan
data primer perlu diolah dengan cara analisis data. Kegiatan analisis data antara lain
adalah:

• Tabulasi data
• Pengelompokan data
• Penggambaran Data
• Menghitung intensitas energi
• Membuat neraca energi
• Mengevaluasi data
• Analisis kecendrungan (trend)

Penggambaran Data

Data sebaiknya ditampilkan dalam bentuk gambar/grafik. Pada presentasi visual, apresiasi
yang lebih baik atas berbagai perubahan/variasi intensitas pemakaian energi akan diperoleh
apabila data digambarkan dalam bentuk grafik dibandingkan dengan penyajian dalam bentuk
angka-angka atau table. Berikut adalah contoh tabulasi data,

Contoh 5.5 Tabulasi data konsumsi energi dan produksi

No. Bulan kWh Produksi (kg)


1. Januari 700.634 1.210.396
2. Februari 581.476 1.019.099

3. Maret 713.530 1.246.679


4. April 599.639 1.040.561
5. Mei 645.228,8 1.054.481
6. Juni 668.059,2 1.078.973
7. Juli 576.673,6 1.037.957
8. Agustus 588.849,6 1.018.645
9. September 509.059,2 990.757

Modul 5
Hal. 15
Pengelompokan data dapat juga dibuat berdasarkan unit pengguna maupun jenis energi
yang digunakan. Contoh grafik pengelompokan data.

Gambar 5.14 Kelompok pengguna dan jenis energi.

Contoh distribusi biaya energi berdasarkan unit pengguna energi ditunjukkan pada
gambar berikut.

Gambar 5.15 Distribusi biaya energi berdasarkan unit pengguna

Analisis kecendrungan data.

Kecendrungan dan tingkat tebar data konsumsi energi atau intensitas energi
mengindikasikan kinerja pengelolaan energi. Semakin dekat sebaran data terhadap garis
trend line semakin baik kinerja pengelolaan energi. Sebagai ukuran tingkat tebar data
adalah koefisien regressi R2 . Dengan R2 > 0.7, sebaran data ini mengindikasikan kinerja
pengelolaan energi relative baik. Grafik hasil intensitas energi versus produksi
ditunjukkan pada contoh berikut.

Modul 5
Hal. 16
Gambar 5.16 Intensitas vs produksi

Contoh lain aplikasi analisis kecendrungan data disampaikan pada kasus isolasi pipa
instalasi uap outdoor yang kurang terawat. Isolasi pipa uap yang buruk akan
menimbulkan rugi-rugi panas yang lebih besar dan cendrung naik pada musim hujan
sehingga konsumsi steam/uap pada musim hujan lebih besar dibandingkan dengan
konsumsi uap pada musim kemarau. Konsumsi uap yang meningkat pada musim hujan
diakibatkan pipa dan bahan isolasi basah akibat air hujan sehingga rugi-rugi energi
meningkat.

Gambar 5.17 Instalasi outdoor pipa distribusi uap buruk

Analisa kecendrungan konsumsi uap pada kasus instalasi distribusi uap dengan isolasi
buruk tak teraawat ditunjukkan pada grafik berikut. Dari grafik tersebut tampak bahwa
konsumsi uap meningkat lebih tajam pada musim hujan dibandingkan dengan konsumsi
uap pada musim kemarau meskipun tingkat produksi relatip sama.

Modul 5
Hal. 17
Gambar 5.18 Kecendrungan konsumsi energi (musim hujan)

Gambar 5.19 Grafik kecendrungan konsumsi energi (musim kemarau)

Berikut ini adalah contoh analisis data pada system pendingin (cooling tower) pada
perusahaan industri.

Modul 5
Hal. 18
Gambar 5.20 Cooling tower dan Data operasi

Analisis data operasi cooling tower menunjukkan korelasi antara suhu basah udara
dengan suhu outlet cooling tower sebagai berikut. Sedangkan korelasi antara suhu
outlet cooling tower dengan power uotput pembangkit listrik yang dilayani oleh cooling
tower tersebut ditunjukkan pada gambar berikutnya.

Gambar 5.21 Suhu outlet Cooling tower vs suhu udara Wet bulb ( C )

Modul 5
Hal. 19
118.2

Power Output (MW)


118

117.8

117.6 Series1
Linear (Series1)
117.4

117.2
24 26 28
CT Outlet Temp (C)

Gambar 5.22 Grafik power output vs suhu CT outlet

9. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFISIENSI PROSES PRODUKSI

Efisiensi energi berkaitan dengan tiga factor yakni teknologi peralatan/proses yang
digunakan, level produksi dan prosedur operasi - pemeliharaan yang diterapkan pada proses
produksi dan pemanfaat energi. Oleh karena itu perbaikan efisiensi energi selain terkait
dengan teknologi proses yang digunakan juga dipegaruhi oleh tingkat produksi, prosedur
operasi dan pemeliharaan yang dilakukan pada proses dan pemanfaat energi.

Level produksi /beban operasi

Level produksi dipengaruhu banyak factor seperti permintaan pasar, cuaca, ketersediaan
bahan baku dan lain-lain. Saat level produksi turun (unhappy time) beban peralatan
produksi/pemanfaat energi menjadi turun. Kondisi ini membuat peralatan energi beroperasi
pada tingkat efisiensi rendah sehingga intensitas energi keseluruhan berkurang
sebagaimana tampak pada gambar.

Gambar 5.23 Penaruh level produksi terhadap intensitas energi

Modul 5
Hal. 20
Berdasarkan uraian di atas bahwa semakin tinggi tingkat produksi semakin baik intensitas
energinya. Oleh karena itu peralataan sistem energi sebaiknya dioperasikan sesuai
kapasitasnya.

Pengoperasian & Pemeliharaan

Pengoperasian dan pemeliharaan adalah faktor dominan yang mempengaruhi kinerja dan
efisiensi operasi peralatan energi. Selain itu pengoperasian & pemeliharaan juga
mempengaruhi umur operasi peralatan. Umur peralatan produksi akan lebih panjang jika
dioperasikan sesuai disain kapasitas dan dipelihara sesuai dengan prosedur yang benar.

Gambar 5.24 Pemeliharaan isolasi yang buruk

Penerapan O& M yang benar tidak menimbulkan masalah karena dengan demikian kondisi
operasi yang diharapkan (bersih, dingin, kering, dengan pelumasan yang benar, dll) dapat
diperoleh .

10. NERACA ENERGI

Neraca energi perlu dibuat untuk mengetahui aliran energi dan besaran rugi-rugi energi. Jika
aliran dan besaran rugi-rugi energi sudah diketahui, maka mudah untuk mengetahui langkah
apa yang diperlukan untuk menguranginya agar efisiensi meningkat.

Contoh neraca energi pada Boiler


Dengan menghitung rugi-rugi energi yang ada pada boiler, maka neraca energi boiler dapat
dibuat seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Rugi-rugi energi boiler yang terbesar
umumnya adalah kerugian stack (energi terbuang ke cerobong).

Modul 5
Hal. 21
Gambar 5.25 Diagram Shankey Boiler

Besaran dari rugi-rugi panas tersebut dipengaruhi oleh suhu dan jumlah udara pembakaran
lebih (excess air). Sedangkan besaran excess air adalah fungsi dari O2 atau CO2 dalam
stack gas boiler.

Dengan :

K dan C = Konstanta Seigert (untuk berbagai tipe bahan bakar lihat tabel).

ΔT = Beda suhu gas buang dan udara pembakaran (C).

% CO2 = persentase volume kering CO2 pada gas buang.

Tabel 5.6 Konstanta Seigert.

Jenis Bahan Bakar K C


 Bahan bakar Minyak 0.56 6.5
 Batu bara 0.63 5.0
 Gas bumi 0.38 11.0

Dari formula di atas, maka salah satu langkah pengurangan rugi-rugi energi adalah
mengurangi suhu gas buang dengan cara memasang peralatan daur ulang panas seperti air
preaheater dan ekonomiser sebagaimana digambarkan berikut.

Modul 5
Hal. 22
Gambar 5.26 Daur ulang panas stack gas

Contoh lain neraca energi Kiln industri semen ditunjukkan seperti terlihat pada table
berikut.

Table 5.27 Neraca energi Kiln

Heat Input (kcal/kg) Out put Heat (kcal/kg)

Pembakaran Bahan bakar : 850 Klinker (burning) : 425

Sensibel heat row material : 20 Output klinker : 23

Cooling fan exhaust : 80

Preheater exhaust : 140

Radiasi : 200
Total : 870 Total : 870

Di Negara maju (Jepang) industri semen yang untuk SP dan NSP Kiln diperoleh data total
energi (input fuel base unit) : 750 – 780 kcal/kg. Dibandingkan dengan data pada neraca Kiln
table diatas terdapat perbedaan antara 90 – 120 kcal/kg. Perbedaan ini mengindikasikan
potensi penghematan energi.

Contoh Neraca Energi – EAF

Pada neraca energi EAF seperti ditunjukkan pada gambar rugi-rugi energi dalam bentuk gas
panas ke cerobong adalah yang terbesar. Energi buangan ini masih bisa dengan
menggunakan WHR.

Modul 5
Hal. 23
Gambar 5.27 Neraca energi EAF

Secara kuantitatif energi yang terbuang udara panas gas buang tersebut masih bisa
dimanfaatkan untuk preheating fluida dengan efisiensi sekitar 30% - 50%, tergantung
temperatur fluida yang dipreheat tersebut.

10. PENGENDALIAN KINERJA ENERGI

Sasaran konservasi energi adalah pemakai energi signifikan Apabila tujuan utama adalah
penghematan energi maksimal, maka perlu dicari kombinasi parameter operasi tiap proses
atau peralatan energi sedemikian sehingga menghasilkan penghematan energi maksimal.
Karena pemakai energi yang signifikan yang menjadi focus pengelolaan energi, maka upaya
untuk menemukan peluang penghematan energi pada sistem ini harus dilakukan dengan
cara.

Gambar 5.28 Skematik control O2 pada burner

Modul 5
Hal. 24
Sistem kontrol proses/peralatan energi.

Direncanakan untuk mengatur operasi di range (daerah) yang paling efisien atau hemat
energi. Peralatan yang mempunyai karakteristik operasi tertentu dapat diatur agar bekerja
“mendekati” perubahan kondisi beban atau parameter yang berpengaruh lainnya sehingga
peralatan tersebut dapat beroperasi dengan efisiensi yang terbaik. Sistem kontrol “On-Off”
pada umumnya tidak dianjurkan karena kurang mampu mengatur peralatan pengguna energi
mengikuti perubahan beban atau parameter operasi, kecuali pada kasus tertentu.

Sistem Kontrol Mesin Produksi

Mesin produksi sebaiknya dilengkapi dengan sistem kontrol agar dapat mengatasi
perubahan beban atau parameter operasi kritis dengan masukan daya minimum. Dalam hal
digunakan lebih dari satu mesin, maka mesin tersebut perlu dilengkapi dengan sistem
kontrol yang mengatur giliran mesin bekerja serta mengatur kombinasi persentase beban
yang harus didukung oleh tiap mesin, sehingga masukan energi keseluruhan menjadi
minimum.

Gambar 5.19 Burner sistem control yang ekonomis

Modul 5
Hal. 25
MODUL 6-A
KONSERVASI ENERGI PADA SISI PEMANFAATAN LISTRIK

1. PENDAHULUAN

Penggunaan energi listrik secara efisien akan meminimalisasi biaya operasi dan
meningkatkan keuntungan sehingga perusahaan akan semakin kompetitif. Ada beberapa
cara untuk meningkatkan efisiensi sistem. Cara yang paling cost effective adalah memeriksa
seluruh komponen dalam sistem (audit sistem kelistrikan) untuk memperoleh peluang untuk
mengurangi konsumsi listrik. Hal lain yang perlu diperiksa adalah dari sisi distribusi listrik
yang memasok listrik ke sistem, dimana perencanaan dan kualitas daya sangat menentukan
efisiensi pemanfaatan listrik.

Dengan melakukan pengukuran pada sisi distribusi ini maka dapat diketahui apakah kualitas
daya yang dibutuhkan sudah memenuhi syarat yang ditentukan. Dari hasil data pengukuran
kemudian dianalisis data sehingga didapatkan gambaran kualitas daya pada sistem
kelistrikan (khususnya pada pasokan daya).

2. PASOKAN DAYA

Untuk menyediakan jasa listrik pada gedung atau industri, pertama yang harus dilakukan
adalah menentukan sistem apa yang tersedia dari penyedia listrik (misalnya dari PT. PLN)
atau penyedia listrik swasta atau dari pembangkitan sendiri. Setelah itu maka perlu
diketahui karakteristik kualitas daya sistem (tegangan, kapasitas, arus, operasional,
keandalan) dan juga harga relatifnya .

Konfigurasi Sistem Primer Dan Sekunder

Pengetahuan tentang karakteristik kualitas daya sistem berkaitan dengan pengaturan sistem
dimana sistem distribusi listrik diterapkan. Dalam sistem kelistrikan masalah keandalan
adalah hal yang sangat penting. Gambar 1. di bawah menunjukkan contoh konfigurasi
sistem dengan atributnya. Karakteristik di bawah menunjukkan adanya masing-masing trafo
pada masing-masing beban, hal ini akan menyebabkan keandalan yang tinggi dalam
mengatasi pemadaman dibandingkan dengan hanya menggunakan satu trafo pada sisi
pasokannya. Kelemahannya biaya yang ditimbulkan lebih besar.

Modul 6A
Hal. 1
Gambar 6.1. Pengaturan sirkit radial1

Perhitungan Beban Awal


Dalam awal proyek, kegiatan yang perlu dilakukan adalah mereview struktur tarif dan jenis
sistem yang disediakan oleh penyedia listrik. Informasi tentang permintaan, energi dan faktpr
daya harus dikembangkan untuk mengevaluasi, memilih dan menspesifikasi sambungan
untuk utilitas. Mengingat energi semakin langka maka langkah efisiensi, permintaan daya
minimal dan konservasi energi harus dipertimbangkan dalam rangka mengurangi konsumsi
energi dan juga biaya utilitas.

Rugi-rugi sistem daya (energi) harus dipertimbangkan sebagai bagian dari beban total dalam
menentukan besaran daya yang dibutuhkan peralatan. ANSI/NFPA 70-2002, NEC
merekomendasikan bahwa total turun tegangan dari penyedia layanan listrik pada terminal
beban tidak lebih dari 5 % di tegangan sistem dengan demikian rugi-rugi energi I2R menjadi
minimal.

Di bawah ini jenis kelompok beban peralatan listrik yang harus dipertimbangkan dalam
memperkirakan beban awal dan di masa mendatang.

 Tata cahaya : Interior (umum, fokus, lorong), eksterior (dekoratif, tempat parkir,
keamanan), normal dan darurat
 Peralatan : fotocopy, vending machine, kompor dan peralatan dapur lainnya.
 Tata udara : pendinginan, pemanasan, pembersihan, pemompaan, air handling unit.

1
Individual primary feeders to secondary unit substations. (Adapted from IEEE Std. 241-1990. Copyright 1990
IEEE. All rights reserved.)

Modul 6A
Hal. 2
 Pemipaan dan sanitasi : pompa air, pompa air kotor, incinerator
 Pemadam kebakaran : fire detection, alarm dan pompa
 Transportasi : elevator, conveyor, lift
 Data processing : PC, notebook, ruang server, UPS, dan AC
 Beban khusus : restoran, theater, gym, tempat ibadah

Berikut ini beberapa perkiraan beban yang harus dihitung dalam suatu proyek yaitu :
 Prakiraan beban awal
 Prakiraan beban rancangan awal
 Prakiraan beban sesuai standar
 Prakiraan beban energi sesuai standar
 Prakiraan akhir beban berdasarkan rancangan awal

Tabel 6.1. di bawah menunjukkan data untuk membantu memprakirakan beban pada
beberapa jenis gedung, pertimbangan perlu dilakukan karena perubahan efisiensi yang
demikian cepat dibanding standar yang ada (SNI) atau lainnya. Pada tabel 6.1 menunjukkan
standar daya maksimum untuk lampu.

Tabel 6.1 Daya Pencahayaan Maksimum (W/M2)


Daya pencahayaan
Lokasi maksimum (W/m2)
(termasuk rugi-rugi balast)
Ruang kantor 15
Auditorium 25
Pasar swalayan. 20
Hotel :
Kamar tamu. 17
Daerah umum. 20
Rumah Sakit
Ruang pasien. 15
Gudang 5
Kafetaria 10
Garasi 2
Restauran 25
Lobi 10
Tangga 10
Ruang parkir 5

Modul 6A
Hal. 3
Ruang perkumpulan 20
Industri 20
Pintu masuk dengan
kanopi :
Lalu lintas sibuk seperti 30
hotel, bandara, teater.
Lalu lintas sedang 15
seperti rumah sakit,
kantor dan sekolah.
Jalan dan lapangan :
Tempat penimbunan 2,0
atau tempat kerja
Tempat untuk santai 1,0
seperti taman, tempat
rekreasi, dan tempat
piknik
Jalan untuk kendaraan 1,5
dan pejalan kaki
Tempat parkir 2,0

Pada tabel 6.2, SNI konservasi pada tata udara menunjukkan kinerja tata udara dalam
kW/TR untuk menentukan jenis dan kapasitas tata udara. Sedangkan tabel 6.3 menunjukkan
rule of thumbs perkiraan kapasitas AC direct expansion (DX) atau biasa disebut AC
split/Window berkaitan dengan luas ruangan.

Tabel 6.2 Intensitas peralatan tata udara


Jenis Peralatan Pendinginan KW/TR*) Daya yang diperhitungkan
kondensor
Mesin pendingin Pendinginan air 0,7 Daya kompresor tanpa fan
sentrifugal Pendinginan udara 1.3 Daya kompresor dengan fan
Mesin pendingin Pendinginan air 0,9 Daya kompresor
torak Pendinginan udara 1,35 Daya kompresor dengan fan
Unit lemari Pendinginan air 1,1
Pendinginan udara 1.35

Modul 6A
Hal. 4
Tabel 6.3 Luas ruangan per peralatan tata udara DX
Luas Ruangan
(m2) BTU/Jam PK *

14 - 23 5000 0.6
19 - 28 6000 0.75
23 - 33 7000 0.8
28 - 37 8000 0.9
33 - 42 9000 1
37 - 51 10000 1.2
46 - 60 12000 1.5
53 - 74 14000 1.7
70 - 93 18000 2

* 1 PK = 740 Watt

Sebagai perbandingan adalah standar yang dikeluarkan oleh ASHRAE untuk pemanfaatan
tata udara dalam intensitas yang berbeda-beda seperti pada tabel 6.4. Berikut.

Tabel 6.4 Intensitas tata udara

Untuk menentukan konsumsi listrik tahunan pada gedung, maka intensitas energi yang
digunakan adalah kWh/m2-tahun. Tabel 5 dan 6 di bawah adalah referensi pengunaan listik
per tahun per luas bangunan gedung (kWh/m2).

Modul 6A
Hal. 5
Tabel 6.5 Intensitas penggunaan energi pada gedung
No. Intensitas Energi Listrik (kWh/m2/tahun)

1. Perkantoran
1.1. Pemerintah 84.0 - 446.3
1.2. Swasta 102.1 - 373.5
2. Hotel
2.1. Bintang 5 135.5 - 331.0
2.2. Bintang 4 124.9 - 238.8
2.3. Bintang 3 117.6 - 268.8
3. Rumah Sakit
3.1 Pemerintah 137.8 - 409.7
3.2 Swasta 54.9 - 439.9
4. Pertokoan 92.7 - 348.8
5. Kantor Toko 90.0 - 308.4
6. Mall 214.9 - 411.9
7. Apartemen 58.0 - 260.3

Tabel 1.6 Intensitas penggunaan energi pada gedung pemerintah


Kriteria/skala
Jenis Gedung Efisien Cukup Efisien Boros Sangat Boros
Non – AC 0,84 s/d >1,67 1,67 s/d > 2,5 2,5 s/d > 3,34 3,34 s/d 4,17
Ber - AC 7,92 s/d > 12,08 s/d 19,7 s/d >23,75 23,75 s/d 37,5
12,08 >14,58

Pemilihan Tegangan

Di Indonesia, tegangan operasi untuk gedung saat ini adalah 220/380 Volt (tegangan
rendah, 40-1000 V). Sedangkan tegangan yang berasal dari penyedia layanan bisa berupa
tegangan rendah atau tegangan menengah (6-20kV). Pemilihan tegangan tersebut sangat
berkaitan dengan biaya sistem distribusi, peralatan distribusi dan efisiensi energi. Sebagian
peralatan di gedung biasanya menggunakan tegangan rendah, sedangkan di pabrik
sebagian menggunakan tegangan menengah seperti pada motor beban tinggi.
Prinsip penggunaan tegangan yang lebih tinggi adalah :

 Konduktor lebih kecil


 Drop tegangan rendah
 Sirkit lebih kecil atau sedikit
 Rugi-rugi I2R lebih rendah (lebih efisien energi)
 Dapat menggunakan transformator stepdown jika diperlukan

Secara umum kelebihan di atas dapat diartikan sebagai sistem yang cost effective dan
efisien energinya.

Modul 6A
Hal. 6
Pemilihan Transformer

Transformer termasuk peralatan yang penting dalam sistem distribusi dikarenakan


digunakan untuk mengubah tingkat tegangan. Hal ini akan berdampak pada tegangan, arus,
dan kapasitas sistem. Transformator dapat digunakan pula untuk mengisolasi, menekan
harmonik, memperoleh netral melalui pengaturan pembumian zig-zag dan mengatur kembali
tegangan.

Pemilihan transformer harus sesuai dengan permintaan pada sisi beban karena transformer
mengkonsumsi daya dan mempunyai rugi-rugi pada pembebanan tertentu serta
menimbulkan harmonik. Secara umum karakteristik transformer seperti pada tabel 6.7 di
bawah :

Tabel 6.7 Karakteristik transformer 15 KV

Modul 6A
Hal. 7
Tabel 6.8 Karakteristik transformer 600 Volt

Modul 6A
Hal. 8
3. PENGUMPAN DAYA MOTOR DAN PEMILIHAN MOTOR

Motor merupakan pemanfaat sistem daya yang paling besar baik di bangunan maupun di
industri. Motor digunakan untuk pompa dan fan untuk infrastruktur mekanik dasar untuk tata
udara, transportasi (lift). Selain itu juga banyak digunakan untuk penggunaan untuk proses
dan produksi termasuk di dapur dll. Oleh karena itu rancangan pengumpan daya motor yang
baik dan pemilihan motor yang tepat akan menjadikan lebih cost effective dan efisien.

Pengumpan Sirkit Motor

Berikut ini contoh rancangan ukuran pengumpan sirkit motor dan proteksi kelebihan arus.

 Untuk motor satu dan tiga fase AC selain woundrotor


 Ukuran kabel 125 % dari beban penuh (FL) arus minimum motor
 Ukuran breaker 250 % dari arus FL maksimum
 Ukuran fuse 800 % dari arus FL maksimum
 Untuk motor wound-rotor
 Ukuran kabel 125 % arus FL motor minimum
 Ukuran breaker 150 % arus FL maksimum
 Ukuran fuse 150 % dari arus FL maksimum

Motor listrik

Motor listrik menggunakan listrik untuk menghasilkan energi mekanik, melalui interaksi kutub
magnet dan konduktor. Proses sebaliknya akan menghasilkan listrik bisa disebut dengan
dinamo atau generator.

Jumlah pemakaian motor yang semakin meningkat menyebabkan perlunya perbaikan


efisiensinya. Untuk itu peluang penghematan yang perlu dipertimbangkan adalah pada
pemilihan jenis motor dan peralatan yang akan digerakkan. Daya yang dikonsumsi oleh
motor listrik adalah listrik dan rugi-rugi mekanik pada motor, dan keseimbangan energi listrik
yang diberikan sebagai energi mekanik pada peralatan penggerak seperti pompa, fan atau
konveyor. Secara umum rugi-rugi motor mencapai 52 % dari daya masuk, maka penting
dipertimbangkan keseluruhan sistem dalam menentukan efisiensi sistem dan potensi
konservasi energi dan life cycle costnya.

Modul 6A
Hal. 9
Gambar 6.1 Motor listrik

Pasokan daya merupakan faktor utama yang berdampak pada pemilihan, pemasangan,
operasi dan perbaikan dan perawatan sistem penggerak motor.

Pemilihan Motor

Pemilihan motor adalah sangat penting karena masalah efisiens yang mempunyai range
yang cukup lebar tergantung dari pembuatnya, seperti pada tabel 6.9 berikut ini

Tabel 6.9 Efisiensi motor


HP Nominal Efficiency Range Average Nominal Efficiency

1.5 68 – 80 75
2 72 – 81 77
3 74 – 83 80
5 78 – 85 82
7.5 80 – 87 84
10 81 – 88 85
15 83 – 89 86
20 84 – 89 87.5
25 85 – 90 88
30 86 - 90.5 88.5
40 87 - 91.5 89.5
50 88 – 92 90
60 88.5 – 92 90.5
75 89.5 - 92.5 91

Modul 6A
Hal. 10
100 90 – 93 91.5
125 90.5 – 93 92
150 91 - 93.5 92.5
200 91.5 – 94 93
250 91.5 - 94.5 93.5

Pengoperasian Motor

Dari sisi operasional standard yang dipakai adalah NEMA (National Electrical Manufacturers
Association) Amerika, NEMA Standard Publication MG1, Motors and Generators,2. Standard
tersebut menyebutkan :

 Motor didesain pada tegangan, frekuensi dan jumlah fase tertentu


 Pasokan tegangan harus diketahui untuk memperoleh motor yang tepat
 Tegangan pada name plate motor normalnya lebih rendah daripada tegangan nominal
daya sistem seperti pada tabel 6.10.

Tabel 6.10 Tegangan system dan tegangan name plate


Tegangan nominal daya Tegangan pemanfaatan
sistem ( Volt) motor (name plate) (Volt)

208 200

240 230

480 460

600 575

2400 2300

4160 4000

6900 6600

13800 13200

Operasi di luar kondisi tersebut akan mengakibatkan pemborosan energi listrik, maka ada
beberapa yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian motor antara lain :

 Toleransi operasional perbedaan tegangan sekitar 10 %


 Operasi dari gelombang sinus dari sumber tegangan (tidak melebihi faktor deviasi 10 %)
 Toleransi frekuensi 5%
 Toleransi ketidakseimbangan 1 % atau kurang.

Modul 6A
Hal. 11
Dampak ketidakseimbangan tegangan pada motor induksi banyak fase

Jika tegangan jaringan dikenakan pada motor induksi banyak fase tidak seimbang, maka
arus pada stator tidak akan seimbang. Persentase kecil ketidak seimbangan pada tegangan
akan menghasikan persentase ketidakseimbangan aus yang lebih besar. Akibatnya suhu
operasi motor akan meningkat. Jika tegangan tidak seimbang akan terjadi derating seperti
pada gambar 6.11.

Gambar 6. 11 Ketidakseimbangan tegangan vs faktor derating

Dari gambar 6.11 terlihat penurunan faktor derating cukup signifikan, oleh karena itu
ketidakseimbangan yang maksimum yang diperbolehkan adalah 5% selain pemborosan
energi juga menjaga kerusakan motor lebih lanjut.

Dampak Terhadap kinerja

Dampak ketidak seimbangan tegangan pada motor induksi menyebabkan tegangan


sequence negatif yang mempunyai rotasi berlawanan dengan tegangan yang seimbang.
Sebagian kecil tegangan sequence negatif ini menimbulkan arus pada gulungan.

Ketidak seimbangan ini dalam satuan persen dapat dihitung sebagai berikut:

% ketidakseimbangan tegangan = 100 x (Tegangan maximum penyimpangan dari


rerata/tegangan rerata)

Sebagai contoh dengan tegangan 220, 215 dan 201 maka tegangan rerata adalah 215,
penyimpangan maksimum dari rerata adalah 5 maka persentase ketidak seimbangan
tegangan adalah = 100 x 5/215 = 2.3 %

Modul 6A
Hal. 12
Dampak terhadap torsi

Dampak terjadinya ketidakseimbangan tegangan akan menyebabkan torsi rotor akan


menurun, jika ketidakseimbangan terjadi sangat besar maka torsi rotor tidak akan mampu
menanganinya.

Kecepatan beban penuh

Kecepatan pada beban penuh akan berkurang jika motor dioperasikan pada tegangan yang
tidak seimbang

Pembebanan motor

Efisiensi motor maksimum akan tercapai pada pembebanan sekitar 85 – 90%. Pada
umumnya efisiensi motor akan turun sesuai dengan tingkat pembebanannya seperti
ditunjukkan pada gambar 6.12 berikut ini.

Gambar 6. 12 Efisiensi motor


Selain itu, pembebanan motor dibawah kapasitasnya akan menurunkan Power Faktor motor
seperti ditunjukkan pada gambar 6.13 berikut ini.

Modul 6A
Hal. 13
Gambar 6.13 Power faktor motor
Jika nilai PF (Power Factor) kurang dari 0,86 , maka diperlukan kompensator berupa Bank
Kapasitor agar tidak dikenakan denda oleh PLN.

Dari penjelasan di atas maka potensi untuk meningkatkan efisiensi sistem dari sisi distribusi
pada prinsipnya adalah perancangan sistem pemasok dan distribusi yang sesuai dengan
permintaan. Kegiatan ini antara lain adalah :

 Pemilihan peralatan yang akan memperbaiki tingkat tegangan,


 Meminimalisasi ketidakseimbangan antar fase
 Memperbaiki power factor
 Memilih trafo yang efisien
 Mengidentifikasi dan memperbaiki rugi-rugi distribusi
 Mengurangi tahanan distribusi
 Gunakan VSD atau 2 motor yang diperlukan berdasarkan beban
 Pertimbangkan Load Shedding
 Pilih motor yang efisien
 Pilih kecepatan motor yang sesuai
 Pilih ukuran motor untuk efisiensi
 Optimalkan efisiensi transmisi

Dari langkah-langkah tersebut diatas maka faktor kualitas daya merupakan bagian penting
untuk efisiensi energi listrik. Pada bab beriku pada makalah ini akan dibicarakan hal-hal yang
berkaitan dengan kualitas daya dan metode audit yang diperlukan.

4. KUALITAS DAYA

Pasokan daya yang andal (kualitas daya yang baik) bagi suatu peralatan pemanfaatan listrik
akan sangat berpengaruh secara teknis dan ekonomis. Salah satu contoh masalah dalam

Modul 6A
Hal. 14
kualitas daya adalah kejadian padamnya pasokan tegangan listrik secara tiba-tiba akan
membawa akibat yang berbeda untuk setiap konsumen. Terjadinya pemadaman listrik
(power interruption) sesaat walaupun hanya 10 detik, jika terjadi di ruang operasi rumah sakit
tentu akan berbeda akibatnya dibandingkan dengan di ruang makan.

Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa terjadi kerugian 45,7 milyar dolar pertahun
($45.7 billion per year ) pada industri dan bisnis digital akibat power interruption. Sedangkan
pada sektor bisnis diperkirakan ($104 billion - $164 billion) pertahun. Sedangkan kerugian
lain akibat permasalahan kualitas daya yang lain diperkirakan kerugian ($15 billion to $24).

Masalah kualitas daya adalah persoalan perubahan bentuk tegangan, arus atau frekuensi
yang bisa menyebabkan kegagalan atau misoperation peralatan, baik peralatan milik
penyedia listrik maupun milik konsumen; artinya masalah Kualitas daya bisa merugikan
pelanggan maupun PLN.

Dari sisi konsumen jenis-jenis beban yang mempengaruhi kualitas daya listrik adalah beban-
beban induktif, seperti; motor induksi, kumapran (coil), ballast, lampu TL. Demikian juga
beban-beban non linier seperti; konverter dan inverter untuk drive motor, mesin las, furnace,
komputer, ac, tv, lampu TL dan lain-lain. Baban-beban induktif akan menurunkan faktor daya
sehingga dapat menyebabkan denda apabila faktor daya kurang dari 0.85 lag, sedangkan
beban-beban non linier tersebut menimbulkan harmonisa yang dampaknya akan
mempengaruhi kualitas daya, sehingga menimbulkan kerugian kerugian

Dari sisi penyedia suatu Sistem tenaga listrik dituntut dapat memenuhi syarat dasar
kebutuhan layanan (service requirement) kepada konsumennya yaitu :

 Dapat memenuhi beban puncak


 Memiliki deviasi tegangan dan frekuensi yang minimum.
 Menjamin urutan phase yang benar.
 Menjamin distorsi gelombang tegangan dan harmonik yang minimum dan bebas dari
surja tegangan.
 Menjamin suplai sistem tegangan dalam keadaan setimbang.
 Memberikan suplai daya dengan keandalan tinggi dengan prosentase waktu layanan
yang tinggi dimana sistem dapat melayani beban secara efektif.

Enam hal diatas dijadikan tolok ukur, apakah layanan yang diterima oleh konsumen sudah
baik atau belum. Masalah Kualitas daya menjadi penting karena :

 Saat ini kualitas peralatan yang dimiliki konsumen lebih sensitif.


 Pada sistem utilitas telah terjadi meningkatnya level Harmonik.
 Konsumen belum memiliki dan mendapat informasi yang cukup menyangkut masalah
kualitas daya.
 Kegagalan satu komponen pada sistem distribusi dan instalasi bisa membawa
konsekuensi tertentu.

Modul 6A
Hal. 15
Kualitas tegangan listrik yang dituntut oleh masing masing peralatan berbeda antara satu
peralatan dengan yang lain. Persoalan Kualitas daya yang terjadi meliputi kejadian-kejadian
(interuption, swell dan sag) seperti digambarkan pada gambar 6.14 berikut.

Gambar 2.14 Jenis gangguan kualitas daya


Seperti penjelasan di atas maka permasalahan kualitas daya pada prinsipnya bagaimana
pasokan daya sesuai dengan permintaan. Selain masalah blackout dan interupsi daya, maka
permasalahan Kualitas daya meliputi permasalahan-permasalahan seperti berikut ini:

 Transient
 Short-duration variation
 Long-duration variation
 Voltage Unbalance
 Waveform distortion
 Voltage Fluctuation
 Power Frequency variation

Kualitas daya dan pengaruhnya terhadap efisiensi energi dan konservasi energi adalah
sebagai berikut :

 Kualitas Tegangan Listrik Dan Pengaruhnya Terhadap Komponen Dan Peralatan Listrik

 Kualitas tegangan listrik yang diterima konsumen memerlukan lebih banyak aspek yang
harus ditinjau. Kualitas tegangan listrik menyangkut parameter listrik dalam keadaan ajek
(steady state) dan parameter dalam keadaan peralihan (transient).

Parameter Keadaan Ajek (Steady- State)

Parameter yang dipakai untuk menilai kualitas listrik keadaan ajek adalah :

Modul 6A
Hal. 16
 Variasi tegangan
 Variasi frekwensi
 Ketidak seimbangan
 Harmonik

Dalam sistem penyediaan tenaga listrik, secara umum tegangan listrik dititik suplai diijinkan
bervariasi (+5%) dan (–10%) sesuai standar PT. PLN sedangkan dalam ANSI C 84.1
diijinkan (–10%) dan (+ 4 %) dalam kondisi normal sedangkan kondisi tertentu ( darurat )
diijinkan (-13 % ) dan (+ 6 %). Contoh fluktuasi tegangan pada gambar 6.15 dan 6.16.

Bagan 6.15 Fluktuasi tegangan


Variasi frekwensi disini tidak diatur dalam bentuk standar tetapi lebih banyak diatur dalam
bentuk petunjuk operasi.

Ketidak seimbangan dalam sistem tiga fasa diukur dari komponen tegangan atau arus urutan
negatip ( berdasarkan teori komponen simetris ). Pada sistem PT. PLN komponen tegangan
urutan negatip dibatasi maksimum 2 % dari komponen urutan positip.

Bagan 6.16 Fluktuasi tegangan pengukuran langsung

Modul 6A
Hal. 17
Harmonik tegangan atau arus diukur dari besarnya masing-masing komponen harmonik
terhadap komponen dasarnya dinyatakan dalam besaran persennya. Parameter yang
dipakai untuk menilai cacat harmonik tersebut dipakai cacat harmonik total (total harmonic
distortion- THD). Untuk sistem tegangan nominal 20 KV dan dibawahnya, termasuk
tegangan rendah 220 Volt, THD maksimum 5 %, untuk sistem 66 KV keatas THD maksimum
3%.

Untuk menghitung THD biasanya cukup dihitung sampai harmonisa ke 19 saja. Dampak
harmonik seperti pada tabel 6.10 di bawah.

Tabel 6.10 Contoh dampak harmonik

Parameter Keadaan Peralihan (Transient)

Parameter keadaan peralihan diukur berdasarkan lamanya gangguan yang terjadi (duration
of disturbance ),digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu :

 Tegangan lebih peralihan yang tajam dan bergetar : Tegangan paku (spike) positip atau
negatip 0,5 – 200 mikrodetik dan bergetar sampai sekitar 16,7 milidetik dengan frekwensi
0,2 – 5 KHz atau lebih. Gangguan ini misalnya surge , spike, notch seperti pada gambar
9 di bawah

Gambar 6.17. Jenis surge, spike dan notches

Modul 6A
Hal. 18
 Tegangan lebih diatas 110 % nominal dan tegangan rendah kurang 80% , berlangsung
dalam waktu 80 milidetik ( 4 cycle ) sampai 1 detik. Gangguan ini misalnya sag, dips,
depression, interuption, flicker, fluctuation (lihat gambar 6.18)

Gambar 6.18 Jenis Disturbansi

 Tegangan rendah dibawah 80 – 85 % nominal selama 2 detik. Gangguan seperti ini


disebut outage, blackout, interuption (lihat gambar 6.19).

Gambar 6.19 Jenis interupsi


Transient

Transient merupakan perubahan variabel (tegangan, arus) yang berlangsung saat peralihan
dari satu kondisi stabil ke kondisi yang lain. Penyebab terjadinya transient antara lain :

 Load switching (penyambungan dan pemutusan beban)

Modul 6A
Hal. 19
 Gangguan yang disebabkan karena adanya fluktuasi pemakaian beban, terutama untuk
beban-beban yang bersifat on/off seperti crane, furnace, pompa, welding dll. Gangguan
ini dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan antara lain adalah;
 Kerusakan pada sistem instalasi,
 Terganggunya peralatan lain,
 Terputusnya suplai daya,
 Lepas sinkron,
 Kerusakan pada primemover generator, terutama Diesel genset dengan pembebanan
sampai 80%,
 Sehingga pada akhirnya akan memperpendek usia pemakaian, seringnya maintenance
dan akan memakan biaya pemeliharaan yang cukup besar.
 Capacitance switching
 Transformer inrush current
 Recovery voltage

Variasi Tegangan Durasi Pendek (Short Duration Voltage Variation)

Variasi yang terjadi meliputi 3 macam :

 Interruption, (V< 0,1 pu)


 Sag (Dip), (V= 0,1 s/d 0,9 pu)
 Swell, (V=1,1 s/d [1,8;1,4;1,2] pu)

Berdasarkan lamanya kejadian dibagi :

 Instantaneus, (0,01 second s/d 0,6 second)


 Momentary, (0,6 second s/d 3 second)
 Temporary, (3 second s/d 1 min)

Penyebab terjadinya variasi ini adalah :

 Gangguan (fault)
 Starting beban besar
 Intermittent losse connections pada kabel daya.
Long Duration Deviation

Variasi ini meliputi:

 Interruption, sustained, ( > 1 min; 0,0 pu )


 Under voltage ( > 1 min; 0,8 s/d 0,9 pu )
 Over voltage ( > 1 min; 1,1 s/d 1,2 pu )

Modul 6A
Hal. 20
Ketidakseimbangan Tegangan ( Voltage Unbalace )

Ketidakseimbangan tegangan ini merupakan deviasi maksimum dari rata-rata tegangan atau
arus tiga fase, dinyatakan dalam prosen. Besarnya deviasi adalah 0,5 s/d 2%.

Distorsi Gelombang (Wave Form Distorsion)

Distorsi ini umumnya disebabkan oleh perilaku beban elektronika daya. Hal yang perlu
diperhatikan adalah cacat harmonik karena berdampak negatip terhadap sumber tegangan
(PLN) maupun beban (konsumen).

Fluktuasi Tegangan ( Voltage Fluctuation)

Fluktuasi tegangan ( Voltage Fluctuation) adalah perubahan tegangan secara random 0,9
s/d 1,1 pu. Dampak dari fluktuasi ini adalah terjadinya flicker pada lampu. Ini umumnya
terjadi karena pembusuran listrik.

Deviasi Frekuensi Daya ( Power Frekuensi )

Deviasi frekuensi daya ( Power frekuensi ) merupakan deviasi dari frekuensi dasarnya.
Untuk sistem Jawa-Bali deviasi yang diijinkan adalah 0,5Hz sedangkan daerah lain 1,5 Hz.

Harmonik

Harmonik adalah gangguan (distorsi) bentuk gelombang tegangan atau bentuk gelombang
arus sehingga bentuk gelombangnya bukan sinusoida murni lagi. Distorsi ini umumnya
disebabkan oleh adanya beban non-linier. Pada dasarnya, harmonik adalah gejala
pembentukan gelombang-gelombang dengan frekuensi berbeda yang merupakan perkalian
bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya (lihat gambar 12).

Kerugian yang disebabkan oleh harmonisa umumnya adalah berupa:

 Panasnya mesin-mesin listrik karena rugi histerisis dan arus eddy meningkat
 Turunnya torsi motor yang diakibatkan oleh harmonisa urutan negatif
 Kegagalan fungsi relay (kadang-kadang trip sendiri) sehingga mengganggu kontinuitas
produksi
 Terjadinya resonansi antara kapasitor bank dan generator/trafo yang dapat
menyebabkan gangguan-gangguan pada sistem.
 Turunnya efisiensi sehingga menyebabkan rugi daya.
 Kesalahan pembacaan pada meter-meter listrik konvensional seperti kwh meter (tidak
berbasis thrue RMS)
 Panasnya trafo sehingga menurunkan efiensi maupun bisa menyebabkan terbakarnya
trafo.
 Panasnya kabel/kawat netral akibat harmonisa urutan nol sehingga mengganggu sistem
instalasi
 Dll.

Modul 6A
Hal. 21
Gambar 6.20 Harmonisa
Faktor Daya

Pada umumnya kwalitas daya menjadi buruk, adalah akibat pemakaian di sisi beban atau
pelanggan sendiri. Hal-hal yang mempengaruhi atau membuat kwalitas daya menjadi
menurun atau buruk antara lain:

 Pemakaian trafo kwalitas rendah.


 Pembagian beban yang tidak seimbang.
 Pemakaian motor kwalitas rendah.
 Kerusakan di bank kapasitor tanpa diketahui.
 Pemakaian beban yang tidak linier, seperti balast elektronik, komputer, UPS, inverter,
power supply, charger, lampu discharge.
 Kerusakan isolasi pada kabel dan di belitan motor, trafo, balast.

Perbaikan Faktor Daya

Aplikasi dari perbaikan factor daya adalah koreksi faktor daya adalah kompensasi
pemakaian daya reaktif kVAR pada pelanggan. Jika rata-rata faktor dayanya (cosϕ) kurang
dari 0,85, maka untuk memperbaiki faktor daya sehingga tidak membayar denda, adalah
aplikasi dari kapasitor bank.

Selain itu, pemasangan kapasitor bank dapat menghindari:

 Trafo kelebihan beban (overloaded), sehingga memberikan tambahan daya yang


tersedia.
 Voltage drop pada line ends
 Kenaikan arus/suhu pada kabel, sehingga mengurangi rugi-rugi

Modul 6A
Hal. 22
 Sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi. Untuk pemasangan kapasitor
bank diperlukan:
 Kapasitor, dengan jenis yang cocok dengan kondisi jaringan
 Regulator, untuk pengaturan daya tumpuk kapasitor (kapaitor bank) otomatis
 Kontaktor, untuk switching kapasitor.
 Pemutus tenaga, untuk proteksi tumpuk kapasitor.

Secara umum beberapa masalah kualitas daya listrik, dampak dan penanggulangannya
dapat disarikan dalam tabel 11 berikut

Tabel 6.12 Masalah kualitas daya dan penanggulanganya

Untuk meng-identifikasi kwalitas daya yang dipakai oleh seluruh instalasi, maka perlu
dilakukan pengukuran kwalitas daya yang dapat dilakukan di pusat sumber listrik yakni di sisi
output trafo maupun panel utama.

Modul 6A
Hal. 23
MODUL 6-B
KONSERVASI ENERGI SISTEM PENCAHAYAAN

1. PENDAHULUAN

Energi merupakan kebutuhan sehari-hari seperti halnya air dan udara. Energi menjadi
sangat strategis karena hampir semua kegiatan kita membutuhkan energi seperti memasak,
tata cahaya, hiburan, transportasi dan lain-lain.

Secara teoritis energi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja atau
menghasilkan panas. Dari segi bentuk, energi dapat dibedakan menurut keperluan dan
ketersediaannya. Dalam kehidupan sehari-hari energi dapat dikelompokkan menurut tingkat
pemanfaatan, ekonomi, bentuk dan sifat penyediaannya. Energi yang kita manfaatkan
berasal dari berbagai sumber seperti minyak bumi, batubara, gas dan lain-lain.

Pemakaian energi dapat diklasifikasikan menjadi 3 sektor, yaitu sektor industri, transportasi,
komersial dan rumah tangga.

350
300
250
200
150
100
50
0
2002 2005 2010

Rumah Tangga & Komersial Industri Transportasi

Gambar 6.13 Pemakaian energi sektoral

Dari gambar 6.13 terlihat pemakaian energi cenderung naik dari tahun ke tahun, khusus
sektor komersial dan rumah tangga pertumbuhannya sekitar 5 % per tahun. Oleh karena
diperlukan metoda penghematan energi untuk mengurangi pertumbuhan pemakaian energi.

Untuk rumah tangga komposisi pemakaian energi adalah seperti pada tabel 6.13 sebagai
berikut :

Modul 6B
Hal. 1
Tabel 6.13 Komposisi pemakaian energi

Penggunaan Presentase (%)


Memasak 64
Tata cahaya 23
Entertainment 8
Usaha Komersial 1
Dan lain-lain 4
Setelah memasak yang menggunakan BBM atau LPG maka tata cahaya menempati urutan
kedua dalam pemakaian energi. Energi yang digunakan untuk tata cahaya sebagian besar
adalah dari energi listrik.

Pada sektor komersial seperti hotel, mal, rumah sakit dan lain-lain, persentasenya adalah
sistem pendinginan 50-60 %, tata cahaya 15-20 % dan sisanya untuk peralatan lain seperti
peralatan transportasi (lift, ekskalator) dan peralatan kantor atau memasak. Dari data
tersebut di atas maka komposisi pemakaian energi pada tata cahaya cukup besar dan
berarti untuk penghematan.

Dalam makalah ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan penghematan
energi/konservasi energi pada gedung baik untuk rumah tangga maupun komersial yang
menggunakan energi listrik pasca konstruksi.

Konservasi energi sistem pencahayaan pada bangunan gedung bertujuan mengidentifikasi


dan mencari peluang penghematan energi dari sektor sistem pencahayaan.

Pembahasan konservasi energi sistem pencahayaan pada bangunan gedung meliputi: istilah
dan definisi, pengujian dan perhitungan, pengoperasian dan perawatan/pemeliharaan.

2. PERANCANGAN TATA CAHAYA BUATAN

Dasar Perancangan tata cahaya buatan

Dalam praktek penerapan tata cahaya buatan yang berkualitas sering terkendala oleh
adanya kepentingan efisiensi energi. Hal ini berkaitan dengan jika penggunaan energi
dikurangi maka akan berpengaruh terhadap kualitas tata cahaya itu sendiri dan berdampak
pada kinerja, kenyamanan, kesehatan dan keamanan serta estetika dari segi arsitektural.
Untuk itu perlu keseimbangan dengan merancang gedung agar kebutuhan manusia
pengguna secara jangka panjang terjamin.

Kualitas tata cahaya

Secara umum kualitas cahaya adalah dimana tingkat iluminasi yang sesuai dengan
kebutuhan manusia yang menggunakan suatu area. Kebutuhan manusia akan pencahayaan
dapat dikategorikan dalam 6 (enam) pendekatan yaitu :

Modul 6B
Hal. 2
 Kinerja visual
 Kinerja visual lanjutan (seperti membaca, makan, menjahit, berjalan)
 Interaksi sosial dan komunikasi
 Kondisi kejiwaan (gembira, siaga, puas)
 Kesehatan dan keselamatan
 Estetika (kajian penampakan ruang atau tata cahaya)
Pendekatan di atas konsisten dengan pendekatan pada riset untuk lingkungan yang lain
yang berkaitan dengan kondisi kerja pada hasil tingkat individu dan organisasi.

Tingkat pencahayaan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyulitkan kegiatan
produksi, menyebabkan karyawan kelelahan dan menyebabkan lingkungan menjadi
berbahaya jika lokasi di industri misalnya.

Ada beberapa istilah dan definisi yang umum digunakan dalam bidang tata cahaya. Istilah
dan definisi tersebut sering digunakan dalam kegiatan sehari-hari maupun teknis.

Armartur (luminer)

Rumah lampu yang dirancang untuk mengarahkan cahaya, untuk tempat dan melindungi
lampu serta untuk menempatkan komponen-komponen listrik.

Armature dengan lampu adalah satu unit pencahayaan, termasuk satu atau lebih lampu,
permukaan yang yang memantulkan cahaya, sarung yang bersifat melindungi, untaian dan
koneksi yang elektrik. Semua komponen ini mempengaruhi keseluruhan keluaran dari
cahaya dari unit tersebut, terutama sekali distribusi cahayanya. Meskipun dengan daya
lampu yang sangat kuat, bahan-bahan yang agak tembus pandang atau tembus cahaya
sekalipun akan mengurangi alir permukaan yang memantulkan cahaya dan dapat dengan
cepat menjadi kotor/berdebu yang akan mengurangi keluaran cahaya.

Pada gambar 6.14 terlihat beberapa contoh armatur dengan pola distribusi cahayanya.
Penerapan masing-masing armatur tergantung dari kebutuhan akan fokus pencahayaannya.
Untuk itu perlu dilakukan survei mendalam untuk mengetahui tingkat pencahayaan dan
fokusnya hingga diperoleh pemanfaatan nergi listrik yang optimal.

Modul 6B
Hal. 3
Gambar 6.14 Contoh luminer dengan pola distribusi cahayanya

Balast

Alat yang dipasang pada lampu Fluoresen (TL) dan lampu pelepasan gas lainnya untuk
membantu dalam penyalaan dan pengoperasiannya.

Faktor radiasi matahari

Laju rata-rata setiap jam dari radiasi matahari pada selang waktu tertentu yang sampai pada
suatu permukaan

Penetrasi

Bukaan atau lubang cahaya pada dinding bangunan yang mentransmisikan cahaya.
Termasuk disini adalah bahan yang tembus cahaya seperti kaca atau plastik, peralatan
peneduh luar atau dalam dan sistem peneduh lanilla

Tingkat pencahayaan (iluminansi)

Fluks luminus yang datang pada permukaan atau hasil bagi antara fluks cahaya dengan luas
permukaan yang disinari dinyatakan dalam lux.

Kualitas warna cahaya dibedakan menjadi:

Warna cahaya lampu (Correlated Colour Temperature = CCT)

Warna cahaya lampu tidak merupakan indikasi tentang efeknya terhadap warna obyek,
tetapi lebih kepada memberi suasana. Warna cahaya lampu dikelompokkan menjadi :

a) Warna putih kekuning-kuningan (warm-white), kelompok 1 (< 3.300 K);


b) Warna putih netral (cool-white), kelompok 2 ( 3.300 K ~ 5.300 K);
c) Warna putih (daylight), kelompok 3 ( > 5.300 K);

Modul 6B
Hal. 4
Pemilihan warna lampu bergantung pada tingkat iluminansi yang diperlukan agar diperoleh
pencahayaan yang nyaman. Makin tinggi tingkat iluminansi yang diperlukan, maka warna
lampu yang digunakan adalah jenis lampu dengan CCT sekitar > 5.000 K (daylight) sehingga
tercipta pencahayaan yang nyaman. Sedangkan untuk kebutuhan tingkat iluminansi yang
tidak terlalu tinggi, maka warna lampu yang digunakan < 3.300 K (warm white).

Color Rendering Index (CRI)

Color rendering adalah evaluasi bagaimana penampakan warna dibawah sumber sinar.
Sebagai contoh bayangan merah dapat berenderasi merah muda, lebih kuning, lebih terang
atau lebih gelap tergantung dari karakteristik iluminasi yang jatuh padanya.

Efek suatu lampu kepada warna obyek akan berbeda-beda. Lampu diklasifikasikan dalam
kelompok renderasi warna yang dinyatakan dengan Ra indeks, sebagai berikut :

a) Efek warna kelompok 1 : Ra indeks 80 ~ 100%.


b) Efek warna kelompok 2 : Ra indeks 60 ~ 80%.
c) Efek warna kelompok 3 : Ra indeks 40 ~ 60%.
d) Efek warna kelompok 4 : Ra indeks < 40%.

Gambar 6.15 Perbandingan Renderasi

Efikasi (Efisiensi lampu)

Efisiensi lampu biasanya dihitung dengan membagi keluaran sinar (dalam lumen) dengan
masukan listrik (watt). Hasilnya adalah lumen/watt (LPW), karena biasanya lumen per watt
lebih besar dari satu maka istilah efisiensi dikoreksi menjadi efikasi.

Perlu diperhatikan dalam menghitung LPW sumber cahaya, bahwa kebanyakan pada
katalog pabrik pembuat lampu watt input lampu hanya dari lampu saja, padahal ada
beberapa lampu yang menggunakan balas dan sirkuit yang memerlukan watt juga. Di bawah
gambar 6.16 adalah ilustrasi efikasi sumber cahaya (termasuk beban balas) dan umur lampu
dengan daya listrik masukan suatu sumber cahaya dinyatakan dalam satuan lumen per
Watt.

Modul 6B
Hal. 5
Gambar 6.16 Efikasi beberapa jenis lampu- Hasil bagi antara fluks luminus (lumen).

Luminansi

Hasil bagi antara intensitas cahaya pada arah tertentu terhadap luas sumber cahaya yang
diproyeksikan ke atau pada arah tersebut, dinyatakan dalam satuan kandela per m2 (cd/m2).

Konservasi energi

Upaya mengefisienkan pemakaian energi untuk suatu kebutuhan agar pemborosan energi
dapat dihindarkan

Level cahaya

Sebelum melakukan program retrofit atau desain sistem pencahayaan, pertama-tama perlu
dilakukan perhitungan level kesesuaian dan kecukupan iluminasi sesuai dengan fungsi dan
aktivitas baik di dalam maupun diluar fasilitas yang akan diprogramkan tersebut. Perlu
diperhatikan dengan teliti setiap daerah, pencahayaan apa yang diperlukan dan perlu juga
ditanyakan pada pengguna apakah cahaya terlalu terang atau malah menyilaukan. Untuk
lebih teliti maka diperlukan alat lux meter dan area diukur untuk beberapa waktu baik pagi,
siang maupun malam.

Dalam banyak kasus, level pencahayaan berlebihan dan perlu diatur melalui delamping atau
konversi ke sistem pencahayaan lain. Standar Nasional Indonesia tentang sistem
pencahayaan merekomendasikan tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi dan temperatur
warna adalah seperti pada tabel 6.14 sebagai berikut.

Modul 6B
Hal. 6
Tabel 6.14 Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi dan temperatur warna yang
direkomendasikan

Beban pencahayaan

Mengubah gedung ke arah yang lebih efisien sistem pencahayaannya akan mengurangi
konsumsi energi dan juga beban puncak listrik. Berdasarkan SNI sistem pencahayaan kita
dapat memperkirakan konsumsi energi per ruangan seperti pada tabel 6.15 sebagai berikut.

Modul 6B
Hal. 7
Tabel 6.15 Daya listrik maksimum untuk pencahayaan

Selain benchmark diatas maka ada beberapa petunjuk singkat tentang perkiraan daya
pencahayaan lampu pada gedung perkantoran sebagai berikut :

Modul 6B
Hal. 8
 Lampu hemat energi = 1.5 – 2.5 watt/ft2
 Lampu neon/fluorecent = 1.2 - 4.0 watt/ft2
 Lampu HID (High Intensity Discharge) 1.0 - 2.0 watt/ft2
 Setiap 2.0 - 3.0 kW daya pencahayaan membutuhkan penambahan 1 kW pendinginan,
secara teoritis setiap pengurangan 1 kW daya pencahayaan akan mengurangi 1.3 -1.5
kW energi total.
Umur lampu

Selama fase awal pembakaran lampu gas dicharge, keluaran cahaya bervariasi secara
berarti dari tingkat level keluarannya, terkadang sangat berlebihan, sehingga setelah
pembakaran awal keluaran lampu akan berkurang. Oleh karena itu hampir semua pembuat
lampu memberikan tingkat keluaran cahayanya sesudah 100 jam operasinya. Setiap sumber
cahaya mempunyai tingkat pengurangan lumen seperti pada grafik di bawah diebsu sebagai
dpresiasi lampu. Semakin tua usia lampu maka semakin berkurang efisiensinya, oleh karena
itu akan lebih ekonomis menggantikan lampu sebelum lampu tersebut terbakar/mati.

Gambar 6.17 Depresiasi pada lampu fluorecent

Modul 6B
Hal. 9
3. PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN SISTEM PENCAHAYAAN

3.1. Pengujian

Untuk mengetahui kinerja system pencahayaan setelah pasca konstruksi perlu dilakukan
pengujian. Pengujian sistem pencahayaan seperti tercantum dalam SNI adalah sebagai
seperti gambar 6. dibawah.

a) tentukan tingkat pencahayaan rata-rata (lux) sesuai dengan fungsi ruangan (tabel
6.14);
b) tentukan sumber cahaya (jenis lampu) yang paling efisien (efikasi tinggi) sesuai
dengan penggunaan termasuk renderasi warnanya;
c) tentukan armatur yang efisien;
d) tentukan tata letak armatur dan pemilihan jenis, bahan, dan warna permukaan
ruangan (dinding, lantai, langit-langit);
e) hitung jumlah Fluks luminus (lumen) dan jumlah lampu yang diperlukan;
f) tentukan jenis pencahayaan, merata atau setempat;
g) hitung jumlah daya terpasang dan periksa apakah daya terpasang per meter persegi
tidak melampaui angka maksimum yang telah ditentukan pada tabel 6.15;
h) rancang sistem pengelompokan penyalaan sesuai dengan letak lubang cahaya yang
dapat dimasuki cahaya alami siang hari;
i) rancang sistem pengendalian penyalaan yang dapat menyesuaikan atau
memanfaatkan pencahayaan alami secara maksimal yang masuk ke dalam ruangan.

Modul 6B
Hal. 10
MULAI

Tentukan tingkat pencahayaan


Fungsi ruangan
minimum

Tentukan sumber cahaya yang


paling efisien sesuai dengan
penggunaan

Tentukan armatur yang efisien


Lakukan pemeliharaan
Tentukan warna muda
kebersihan terjadwal
untuk langit-langit dan
armatur dan ruang.
dinding.

Upayakan koefisien Upayakan koefisien


penggunaan depresiasi
(Kp) harus besar (Kd) harus besar

Tentukan tata letak


armatur
Hitung
E = (F/A) x Kp x Kd
TIDAK

Diperoleh jumlah armatur


dan Jumlah lampu.

Lakukan pengendalian,
pengelompokan,
Diperoleh konfigurasi Tentukan pencahayaan
penyalaan dan disesuaikan
Sistem pencahayaan merata dan setempat
dengan cahaya alami
siang hari

Diperoleh daya yang


diperlukan Watt/m 2

Periksa
Watt/m2<Target

YA

ST OP

Gambar 6.18 Perhitungan sistem pencahayaan

Modul 6B
Hal. 11
3.2. Perhitungan

Manajemen energi

Untuk melakukan perhitungan maka perlu ada pendekatan manajemen energi. Manajemen
energi berarti pendekatan praktis mengatasi masalah dalam menggunakan sumber energi
secara efektif dan efisien. Manajemen energi adalah suatu cara untuk mendapatkan
penghematan yang berarti disamping langkah-langkah konservasi energi yang sering
dilakukan dengan mengurangi listrik seperti mematikan lampu yang tidak digunakan,
mengurangi kuat cahaya lampu untuk gudang, taman dll.

Energi = power(listrik) x waktu

Dengan manajemen energi maka dapat dihemat power (dalam hal ini listrik/watt) atau waktu
(watt jam). Pengurangan energi termasuk memodifikasi atau mengganti sistem pencahayaan
dengan yang lebih efisien, menggunakan komponen lain yang menggunakan watt lebih kecil,
memodifikasi karakteristik bangunan untuk mengurangi watt jam. Jika keduanya, power dan
waktu dikurangi, maka potensi penghematan energi akan meningkat.

Lampu merupakan potensi penghematan energi mungkin paling utama yang paling mudah
dan murah. Energi pencahayaan dapat menjadi terbuang percuma dalam beberapa cara
yaitu sumber cahaya yang tidak efisien (terjadi karena lampu atau armatur yang tidak efisien
mengubah listrik menjadi cahaya), menggunakan watt listrik lebih dari kebutuhan untuk
mendapatkan keluaran lumen sinar, losses pada transmisi (terjadi karena ada kotoran atau
halangan sinar atau sumber cahaya terlalu jauh dari apa yang hendak disinari, kelebihan
cahaya (terjadi jika cahaya digunakan tanpa guna atau ada cahaya cuma-cuma tidak
digunakan/sinar matahari)

Untuk menghemat uang ada 3 cara mudah :

 matikan lampu jika tidak digunakan


 kurangi level sinar jika terjadi kelebihan daripada diperlukan
 pasang lampu yang lebih efisien atau alat kontrol

Untuk sektor komersial dan industri, perbaikan efisiensi lampu merupakan strategi
penghematan energi yang mudah. Lampu biasanya mengkonsumsi 15 – 40 % dari konsumsi
energi tahunan. Selain penghematan dari sisi lampu tersebut juga akan menghemat biaya
pendingin udara, penghematan beban listrik dengan mengurangi beban puncak,
meningkatkan produktivitas dan kenyamanan, meningkatkan penjualan dikarenakan lampu
dapat menarik perhatian, meningkatkan keselamatan dan keamanan, biaya perawatan lebih
rendah dikarenakan umur lampu lebih lama

Modul 6B
Hal. 12
biaya life cycle

Cara untuk mendapatkan sistem pencahayaan mana yang akan memberikan keuntungan
lebih disebut pembiayaan life cycle. Pembiayaan life cycle merupakan cara yang paling tepat
secara ekonomi dan lingkungan dibanding benchmark. Cara tersebut mempertimbangkan
berapa rupiah yang dikeluarkan untuk membeli, memasang, mengoperasikan dan merawat
sistem tersebut selama lifetimenya.

Biasanya sistem yang dibeli lebih murah, biasanya akan mahal biaya operasi dan
perawatannya. Oleh karena itu data untuk menghitung biaya life cost diberikan oleh
perusahaan yang bonafide. Jika peralatan tersebut mulai dipakai, biaya life cyle harus
dievaluasi sebagai sistem total. Sebagai contoh biaya lampu high pressure sodium lamp
adalah lebih besar daripada lampu metal halide atau mercury vapor lamp. Akan tetapi lampu
high pressure sodium lamp sangat efisiens mengurangi jumlah lampu dan luminer (termasuk
kabel). Dengan penghematan ini maka biaya life cycle sistem HPS system lebih rendah
daripada sistem lain yang umum digunakan dalam ruangan.

4. PENGOPERASIAN

4.1. Jenis lampu

Untuk hampir semua penggunaan, lampu dapat dibagi menjadi 4 kategori yaitu :

1. Incandescent ,

2. Fluorescent

3. High Intensity Discharge (HID-- mercury vapor, metal halide, high pressure sodium, and
low pressure sodium), and

4. Light Emitting Diode (LED) – teknologi baru yang sedang berkembang

Lampu bohlam/incandescent merupakan contoh yang paling ekstrim, harga yang paling
murah, tapi paling rendah efisiensinya dalam mengubah energi ke cahaya. Keuntungan
lampu ini selain murah juga mempunyai renderasi warna yang bagus. Contoh ekstrim lain
adalah low pressure sodium lamp, mempunyai harga yang sangat mahal, tidak mempunyai
renderasi warna tapi sangat efisien dalam memproduksi cahaya. Sumber cahaya lain berada
pada kedua contoh tersebut. Contoh lampu dan efisiensinya pada tabel 6.16 di bawah

Jika dalam memilih lampu, efisiensi bukan merupakan pertimbangan utama, maka lampu
yang efisien dapat digantikan dengan kurang efisien dengan sedikit pengurangan terang dan
renderasi. Selanjutnya dengan total biaya awal dan biaya lifecycle yang dicapai akan
menghemat tagihan listrik.

Modul 6B
Hal. 13
Tabel 6.16 Jenis lampu, efisiensi dan life time

Jenis lampu Watt Lumen awal Life time


(jam)
Incandescent 200 4,000 750
Fluorescent 40.7 3,250 12-20,000
Mercury Vapor 400 23,000 16-24,000
Self-Ballasted Mercury 450 14,500 16,000
Vapour
Metal Halide 400 34,000 7.5-15,000
High Pressure Sodium 400 50,000 20-24,000
Low Pressure Sodium 180 33,000 18,000
LED bervariasi bervariasi bervariasi

4.1.1. Incandescent/bohlam

Lampu incandescent lamp merupakan sumber cahaya yang umum digunakan di rumah
tangga atau penerapan jam tahunan rendah. Lampu ini populer karena mudah dipasang
dengan harga rendah baik lampu maupun luminernya. Disamping itu tidak perlu peralatan
lain seperti balas. Lampu incandescent digunakan oleh sektor komersial dan industri untuk
penggunaan waktu yang rendah (kurang dari 500 jam per tahun, untuk unsur estetika dan
juga karena alasan biaya awal yang rendah.

Jenis yang umum adalah "A" atau arbitrary bulb-shaped lamp; "PS" atau pear-shaped lamp;
"R" atau reflector lamp; dan "PAR" atau sealed-beam lamp serta tungsten-halogen lamp.

Gambar 6.19 Jenis lampu incandecent

Modul 6B
Hal. 14
Lampu tungsten-halogen, seperti lampu incandenscent lain menggunakan filamen tungsten
sebagai sumber cahaya sedangkan gasnya menggunakan halogen. Dengan metode ini
maka keluaran sinarnya tidak akan cepat redup dibanding jenis incadescent yang lain.

Oleh karena lampu ini rendah efisiensinya maka dalam penggunaannya harus lebih jeli dan
bijaksana untuk menghemat biaya. Sebagai contoh, lampu ini semakin tinggi wattnya akan
semakin efisien, jika kita menggunakan satu lampu 100 watt akan memproduksi 1740 lumen,
sedangkan jika kita menggunakan dua lampu 60 watt akan memproduksi cahaya 2 x 860 =
1720. Dengan menggantikan dua lampu 60 watt dengan satu lampu 100 watt akan
menghemat 20 watt.

Selain itu jenis spesifik lampu juga berbeda dalam pemasangan luminernya. Sebagai contoh
lampu ellipsoidal reflector 75-watt akan lebih menghantarkan cahaya pada stack-baffled
downlight dibandingkan dengan lampu R 150-watt. Hal dikarenakan pada lampu R sebagian
besar lampu terperangkanpada lumer dan menghasilkan panas, sedangkan pada lampu ER
cahaya langsung fokus ke bawah.

Kelebihan lampu incandencent:

1. Biaya awal rendah


2. Renderasi warna yang sangat baik
3. Start cepat
4. Mempunyai kemampuan dimming dengan biaya rendah
5. Warna Skin-flattering warm
6. Bentuk kecil dapat digunakan untuk lampu spot
7. Mempunyai jenis dan spesifikasi yang banyak
8. Mudah dipasang dan dioperasikan
9. Tidak perlu balas
10. Terang dan mempunyai banyak warna

Kelemahan lampu incadecent:

1. Umur penggunaan relatif rendah karena toleransi terhadap tegangan yang rendah. Pada
tegangan lebih besar 10 %, umur lampu akan berkurang sekitar 75 %.
2. Tidak efisien, hanya 10 % watt yang digunakan sebagai cahaya, sisanya berupa panas.
3. Komponen yang panas merupakan biaya tersembunyi yang akan meningkatkan
pendinginan.
4.1.2. Fluorescent

Setelah incandescent, lampu fluorescent merupakan lampu yang banyak digunakan.


Kebanyakan digunakan di gedung komersial dan rumah tangga serta industri. Lampu
fluorescent dapat mudah dikenali dengan desain tubular, melingkar atau bentuk "U".

Modul 6B
Hal. 15
Pada operasinya busur listrik memproduksi sinar ultraviolet yang mengaktivkan lapisan
phospor pada dinding tube bagian dalam yang akan menghasilkan cahaya. Tidak seperti
lampu incandescent lampu fluorescent membutuhkan balas untuk meletupkan busur listrik
dan juga untuk mempertahankan tegangan dan arus yang tepat, oleh karena itu pemilihan
balas yang tepat akan menghasilkan cahaya dan umur lampu yang optimal.

Ukuran lampu mulai dari 4 watt sampai dengan 215 watt. Efisiensi (lumen per watt) lampu
meningkat dengan panjang lampu. Dengan berkembangnya waktu maka lampu fluorecent
yang sekarang lebih hemat 10 – 20 % dari lampu konvensional. Untuk kebanyakan aplikasi
lampu dengan warna cool white dan warm white merupakan warna yang banyak diterima
dan lebih efisien.

Lampu fluorescent dapat di dimming, tapi tidak begitu mudah. Lampu fluorescent yang
dapat di dimming dengan balas spesial dan kontrol output dari 100 – 0%, atau dengan multi-
level ballasts yang akan men step down cahaya output pada level tertentu (misal 75%, 50%,
dst.).

Gambar 6.20 Jenis Lampu Fluorecent

Umur lampu fluorescent dipengaruhi oleh jumlah startnya, misal 20,000 jam pada 3 jam
operasi per start. Semakin tinggi waktu operasi per start maka umur lampu akan lebih lama.
Oleh karena itu sangat penting untuk tidak menghidup matikan lampu dalam jumlah banyak,
karena akan memperpendek umur lampu.

Lampu fluorescent merupakan retrofit yang baik bagi lampu incandescent jika dioperasikan
dalam jumlah waktu panjang. Lampu ini juga dapat dipakai dengan luminer lampu
incandensent.

Modul 6B
Hal. 16
Untuk yang sudah menggunakan lampu fluorecent perlu dipertimbangkan desain lampu
fluorecent yang mempunyai efisiensi tinggi yang akan menghasilkan cahaya yang sama tapi
dapat menghemat energi 10 s/d 15 %.

Kelebihan :

1. Lebih efisien 4 s/d 5 kali dibanding incandescent, dengan umur yang lebih lama (10 s.d
20 kali).
2. Mudah perawatannya
3. Biaya rendah dan banyak ukuran serta warna.
4. Tidak begitu panas dan menyilaukan, relatif tidak sensitif akan perubahan tegangan.
Kelemahan :

1. Kebanyakan bentuk lampu besar dan membutuhkan luminer yang relatif mahal.
2. Balas terkadang menghasilkan suara yang keras.
3. Sensitif terhadap suhu, terkadang sulit dihidupkan pada suhu rendah. Lumen dapat
berkurang pada suhu rendah maupun tinggi, untuk itu diperlukan balas khusus.
4. Untuk dimming diperlukan balas spesial yang relatif mahal.
4.1.3. Lampu Triphosphor T-8

Lampu T-8 fluorescent sekarang ini merupakan lampu yang mulai populer sebagai pengganti
fluorescent standard baik untuk konstruksi baru maupun retrofit. Dengan efisiensi tinggi dan
perbaikan warnanya, maka lampu ini akan menjadi stasndar baru. Selain itu harganya akan
semakin murah sehingga akan menajdi lebih ekonomis.

Gambar 6.21 Lampu T-8

Pada gambar terlihat lampu T-8 menggunakan campuran rare earth phosphors sebesar 1-
inchi diameter lyang akan meningkatkan efisiensinya. Dengan metode ini efikasinya lebih
dari 80 lumen per watt pada balas magnetik dan lebih dari 104 lumen per watt pada balas
elektronik. Dengan rare earth phosphors, color Rendering Index menjadi 85 dibandingkan
dengan 62 pada T-12 lampu standar fluorescent. Akan tetapi karena beroperasi pada 0.265
ampere, maka memerlukan balas spesial.

Modul 6B
Hal. 17
4.1.4. Lampu High Output T-10

Lampu The T-10 merupakan terobosan teknologi lampu fluorecent karena umru lampu lebih
tinggi 20% dan lumen lebih tinggi 17 % daripada fluorecent standar dengan color rendering
Index 80.

4.1.5. Compact Fluorescent Lamps (CFL – lampu hemat energi)

Lampu ini digunakan untuk menggantikan lampu incandencent tanpa harus mengubah
luminer tapi menghasilkan efisiensi yang tinggi (4 kali lebih tinggi). Suhu warna sekitar
2700K dan color rendering Index 82.

Balas lampu ini bisa dalam unit tersebut dan juga dapat terpisah dengan lampunya. Umur
balas yang terpisah lebih tinggi beberapa tahun dari umur lampu yang sekitar 12,000 jam.
Balas yang dipakai bisa magnetik atau elektrik.

Gambar 6.22 Lampu Compact Fluorecent

Lampu integrated compact fluorescent (balas dan lampu jadi satu) bayak digunakan pada
rumah tangga, komerisal maupun industri yang banayk menghemat energi dan biaya.
Sedangkan balas yang terpisah mempunyai efikasi, renderasi warna dan umur lebih tinggi
dibanding yang tidak terpisah.

Teknologi semakin berkembang maka sekarang ada jenis lampu Cluster compact Preheat
fluorescents yang menghasilakn cahaya lebih tinggi dengan 76 % penghematan energi
dibanding lampu incandencent dengan umur 10 kali lebih tinggi.

Modul 6B
Hal. 18
4.1.6. Lampu High Lumen Output

Lampu High Output atau "HO" didesain menghasilkan output cahaya 30 - 35% dibanding
lampu fluorecent standar. Meningkatnya lumen output karena lampu beroperasi pada arus
tinggi (2,5 kali lebih tinggi). Oleh karena itu umur lampu juga semakin rendah, jika lampu
F40T12 standar umurnya 20,000 jam, maka lampu F48T12/HO umurnya hanya 12,000 jam.

Gambar 6.23 Lampu HO

Lampu Light Emitting Diode (LED)

Ketika Anda menyalakan televisi, komputer, pengeras suara (speaker),hard disk eksternal,
proyektor LCD, maupun perangkat elektronik lainnya, sebuah lampu kecil akan menyala
sebagai indikator bahwa perangkat tersebut sedang dalam proses kerja.Lampu yang
umumnya bewarna merah atau kuning tersebut dalam dunia teknik dikenal dengan
nama light emitting diode atau yang kita kenal dengan singkatan sehari-hari sebagai LED.

Secara sederhana, LED didefinisikan sebagai salah satu semikonduktor yang mengubah
energi listrik menjadi cahaya. LED merupakan perangkat keras dan padat (solid-state
component) sehingga unggul dalam hal ketahanan (durability). LED banyak digunakan
dalam perangkat elektronik karena ukurannya yang mini dan praktis, serta konsumsi
dayanya yang relatif rendah. Usia yang sangat panjang, lebih dari 30 ribu jam, menambah
keunggulannya. Sayangnya, suhu lingkungan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
gangguan elektrik pada LED itu sendiri. Selain itu, harga per lumen (satuan cahaya) yang
lebih tinggi membuat masyarakat memilih cara tata cahaya biasa dengan lampu pijar
maupun neon.

Modul 6B
Hal. 19
Lampu pijar dan neon tidak berguna lagi setelah bohlamnya pecah, namun tidak demikian
dengan lampu LED. Lampu ini merupakan jenis solid-state lighting (SSL), artinya lampu yang
menggunakan kumpulan LED, benda padat, sebagai sumber pencahayaannya sehingga ia
tidak mudah rusak bila terjatuh atau bohlamnya pecah. Kumpulan LED diletakkan dengan
jarak yang rapat untuk memperterang cahaya. Satu buah lampu ini dapat bertahan lebih dari
30 ribu jam, bahkan mencapai 100 ribu jam.

LED hanya memiliki 4 macam warna yang kasat mata, yaitu merah, kuning, hijau, dan biru.
Untuk menghasilkan sinar putih yang sempurna, spektrum cahaya dari warna-warna tersebut
digabungkan. Yang paling umum dilakukan adalah penggabungan warna merah, hijau, dan
biru, yang disebut RGB. Sampai saat ini, pengembangan terus dilakukan untuk
menghasilkan lampu LED dengan komposisi warna seimbang dan berdaya tahan lama.

Keunggulan dan kelemahan lampu LED sama dengan yang terdapat pada LED itu sendiri.
Namun, manfaatnya terasa dalam menekan pemanasan global dan mengurangi emisi
karbon dunia. Lampu ini berasal dari bahan semikonduktor, jadi tidak diproduksi dari bahan
karbon. Bila lampu LED digunakan di seluruh dunia, total energi listrik untuk tata cahaya
dapat berkurang hingga 50%. Selisih emisi karbon yang dihasilkan dunia bisa mencapai 300
juta ton per tahunnya.

Faktor penting yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat adalah harga. Seberapa
mahalkah total biaya untuk jenis lampu LED? Jika antara Compact Fluorescent Lamp 13W
Mini Twist dengan LED 2,5W. Lampu CFL mempunyai umur lampu hingga 8 ribu jam,
sedangkan lampu LED dapat bertahan hingga 60 ribu jam. Dengan asumsi tingkat
pencahayaan yang realtif sama, maka perhitungan ekonomi secara sederhana adalah
sebagai berikut.

CFL 13W Mini Twist 36 LED 2,5W


Keterangan
Umur lampu 8 ribu jam 60 ribu jam
Jumlah lampu dalam 60 ribu jam 7,5 1
Biaya lampu (perkiraan dalam 7,5×50 ribu = 375 ribu 450 ribu
rupiah)
Energi (selama 60 ribu jam) 780 kWh 150 kWh
Biaya listrik (Rp700/kWh) 546 ribu 105 ribu
Total biaya (Rp) 921 ribu 555 ribu

Melihat perhitungan pada tabel di atas, kita bisa berhemat sampai Rp366 ribu dengan 1
lampu LED.

Modul 6B
Hal. 20
4.2. Balas & sirkit

Semua lampu fluorescent mempunyai komponen tambahan yang disebut dengan balas,
yang berfungsi membatasi arus dan menghasilkan tegangan start yang mencukupi. Setiap
balas mempunyai karakteristik sendiri arus dan tegangannya.

Gambar 6.24 balas untuk 2 jenis sirkuit

Balas dengan 2 lampu baik lead-lag atau series-sequence design mempunyai karakteristik
berbeda. Pada jenis lead-lag, setiap lampu beroperasi pada sirkuit yang berbeda satu lead
satunya lagi lag. Hal ini akan menghasilakn power faktor yang tinggi (antara 90 dan 100%)
yang akan menghilangkansemua efek stroboscopic.

Desain series-sequence lebih populer, lampu hidup secara berurutan dan beroperasi penuh
secara seri. Cara ini beroperasi pada power faktor tinggi tapi tidak mengkoreksi efek
stroboscopic.

4.2.1. Magnetik Balas Standar

Balas ini dibuat sebelum tahun 1988, sampai saat ini masih banyak dipakai karena harganya
murah dan efikasinya semakin meningkat dengan adanya balas magnetik yang efisien.

Gambar 6.25 Balas magnetik

Modul 6B
Hal. 21
Balas standar menggunakan jaringan kombinasi induktif dan kapasitif untuk mengatur arus
pada lampu. Indusktor dibuat dari init besi yang dibalut alumunium koil. Pada balas juga
dilengkapi dengan pemanas awal, start cepat, pemicu start dalam sirkuitnya. Balas dapat
mengontrol 1 atau 2 lampu fluorecent sekaligus.

4.2.2. Balas magnetik efisien

Bentuk dan cara kerja balas ini sama dengan balas standar, akan tetapi komponen yang
dipakai dibuat dari bahan yang mahal yang akan mengurangi kehilangan energi pada balas.
Sebagai contoh koil yang dipakai menggunakan kabel copper, yang bersifat rendah tahanan
terhadap arus. Walaupun demikian masih belum ukup efisien dibanding dengan balas
elektronik. Balas dapat mengontrol 1 atau 2 lampu fluorecent sekaligus.

4.2.3. Balas Elektronik

Balas ini merupakan balas yang paling efisien untuk semua lampu fluorecent. Balas ini
menggunakan sirkuit elektronik untuk mengatur tegangan dan arus pada lampu seperti pada
halanya balas magnetik tapi balas elektronik memasok arus pada lampu dengan frekuensi
jauh lebih tinggi yaitu 20 - 50 kilohertz (balas magnetik hanya 60 Hertz). Semakin tinggi
frekuensi akan meningkatkan efikasi lampu.

Gambar 6.26 Balas elektronik

Kelebihan balas elektronik adalah beroperasi pada efisiensi tinggi dan lebih dingin sehingga
mengurangi beban pendinginan sistem yang pada akhirnya akan menghemat energi. Selain
itu balas elektronik dapat mengontrol 4 lampu sekaligus. Hal ini akan menghemat energi dan
juga perawatan.

Dengan mengganti balas magnetik dengan balas elektronik akan menghemat uang dan
energi. Balas mengkonsumsi energi kurang lebih 20 % dari total sistem pencahayaan.
Dengan demikian perbaikan balas akan berdampak cukup signifikan pada sistem
pencahayaan. Selain itu karena balas elektronik memproduksi panas yang kecil maka akan

Modul 6B
Hal. 22
mengurangi beban pendinginan AC. Balas elektronik yang mempunyai frekuensi tinggi
dalam mengalirkan arus akan mengurangi fliker dan suara. Sebagian balas elektronik juga
mempunyai kemampuan dimming dan proteksi thermal dan surge serta mempunyai power
faktor yang tinggi.

Kekurangan utama balas elektronik adalah adanya efek pada kualitas listrik. Frekuensi yang
tinggi akan menimbulkan distorsi harmonik pada sirkuit listrik yang akibatnya dapat merusak
peralatan listrik lain. Sistem komputer dan telepon biasanya sangat sensitif terhadap distrosi
harmonik.

Pada umumnya pembuat balas elektronik telah meningkatkan mutunya sehingga rule of
thumb balas elektronik yang baik distrosi harmoniknya kurang dari 10 %.

5. PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN

5.1. Penghematan pada sistem pencahayaan

Lampu merupakan potensi penghematan energi mungkin paling utama yang paling mudah
dan murah. Energi pencahayaan dapat menjadi terbuang percuma dalam beberapa cara
yaitu sumber cahaya yang tidak efisien (terjadi karena lampu atau armatur yang tidak efisien
mengubah listrik menjadi cahaya), menggunakan watt listrik lebih dari kebutuhan untuk
mendapatkan keluaran lumen sinar, losses pada transmisi (terjadi karena ada kotoran atau
halangan sinar atau sumber cahaya terlalu jauh dari apa yang hendak disinari, kelebihan
cahaya (terjadi jika cahaya digunakan tanpa guna atau ada cahaya cuma-cuma tidak
digunakan/sinar matahari)

Untuk menghemat uang ada 3 cara mudah :

 matikan lampu jika tidak digunakan


 kurangi level sinar jika terjadi kelebihan daripada diperlukan
 pasang lampu yang lebih efisien atau alat kontrol

Untuk sektor komersial dan industri, perbaikan efisiensi lampu merupakan strategi
penghematan energi yang mudah. Lampu biasanya mengkonsumsi 15 – 40 % dari konsumsi
energi tahunan. Selain penghematan dari sisi lampu tersebut juga akan menghemat biaya
pendingin udara, penghematan beban listrik dengan mengurangi beban puncak,
meningkatkan produktivitas dan kenyamanan, meningkatkan penjualan dikarenakan lampu
dapat menarik perhatian, meningkatkan keselamatan dan keamanan, biaya perawatan lebih
rendah dikarenakan umur lampu lebih lama

5.2. Rekomendasi perawatan dan pemeliharaan.

Rekomendasi ini diperuntukkan bagi gedung pasca konstruksi atau akan membuat desain
baru atau remodeling. Rekomendasi ini diharapkan dapat mengurangi energi tanpa

Modul 6B
Hal. 23
mengurangi kualitas pencahayaan walaupun terkadang ada kendala antara tugas tata
cahaya, kepraktisan dan juga seni. Dalam prakteknya perlu dikembangkan pendekatan-
pendekatan agar lebih estitik, lebih cost effective dan lebih efisien.

Perawatan sistem pencahayaan meliputi tiga langkah yaitu :

(1) Pembersihan lampu dan luminer secara periodik


(2) Penggantian lampu secara kelompok/spot berdasarkan ekonomi sistem
(3) Secara periodik mengecat atau membersihkan dinding dan lantai serta atap untuk
mempertahankan refleksi cahaya secara optimal.

Setiap langkah tersebut adalah untuk memberikan cahaya yang cukup bagi obyek. Dari
ketiga langkah tersebut maka langkah ke dua merupakan langkah yang paling signifikan,
maka secara umum rekomendasi untuk penghematan pada sistem pencahayaan adalah
sebagai berikut :

1) Rencanakan dengan benar sistem pencahayaan sesuai fungsi dan kebutuhan, misal
level lebih tinggi untuk bekerja, level lebih rendah untuk jalan.
2) Rencanakan luminer yang lebih efektif dan bukaan cahaya/penestrasi.
3) Gunakan sumber cahaya yang efisien (lumen per watt yang lebih tinggi).
4) Gunakan luminer yang lebih efisien.
5) Gunakan lumier yang mempunyai kontrol
6) Gunakan cat/finishing yang lebih terang untuk plafon, dinding, lantai dan perabot.
7) Jika ada gunakan lampu incandescent yang efisien.
8) Matikan lampu jika tidak digunakan.
9) Gunakan kecerahan cahaya pada jendela
10) Usahakan peralatan pencahayaan dalam keadaan bersih dan kondisi baik
11) Perlu dibuat instruksi operasi dan perawatan.

Dari 11 butir rekomendasi penghematan dengan perawatan dan pemeliharaan di atas, maka
ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperoleh penghematan yang cukup berarti
yaitu :

5.2.1. Group Relamping

Group relamping adalah penggantian sistematis lampu sebelum lampu tersebut mati. Lampu
fluorecent mempunyai umur efektif dan umur ekonomis seperti pada gambar di bawah, pada
pemakaian sekitar 12.000 jam persentase lumen tinggal 75 persent sehingga perlu diganti.
Ini dimungkinkan untuk lampu fluorecent karena seragam dan umur lampu yang lama.
Metode ini akan secara signifikan mengurangi biaya perawatan, tata cahaya yang lebih baik,
interupsi kerja lebih sedikit dan produktivitas meningkat. Kegiatan ini dilakukan dalam 2 -3
tahun sekali tergantung jenis lampu dan sistemnya.

Modul 6B
Hal. 24
Gambar 6.27 Umur lampu dan efisiensinya

5.2.2. Memilih Lampu fluorecent yang efisien

Sekarang ini telah beredar beberapa lampu fluorecent yang mempunyai efisiensi lebih tinggi
dari pada lampu flurecent standar. Dalam beberapa kasus kita tinggal mengganti lampunya
saja tanpa harus mengganti balas maupun lumimernya.

Salah satu contoh adalah lampu standard 40-watt F40 dapat diganti dengan lampu 34-watt
F40 dengan lumen yang sama, ini berarti dapat menghemat 15 % energi. Sebagai contoh
lampu GE dengan nama "Watt Miser", Lampu Philips dengan nama "Econo-watt", dan lampu
Osram dengan nama "Super Saver".

Lampu standar fluorecent adalah T-12, berdiameter 1,5 inci sedangkan T-8 berdiameter 1
inci. Dengan diameter kecil dan lapisan rare earth phosporous menyebabkan lampu ini lebih
efisien. Keuntungan lain lampu ini mempunyai renderasi warna yang baik dengan CRI 75,
sedangkan T-12 CRI 50-60. Selain itu umur lampu mencapai 20,000 jam. Lampu T-8 dapat
tidak dapat beroperasi dengan balas pada T-12. Lampu T-8 sangat idela untuk konstruksi
baru atau renovasi karena membutuhkan luminer yang lebih sedikit dibanding T-12, hal ini
akan mengurangi biaya.

Modul 6B
Hal. 25
Gambar 6.28 Perbandingan biaya T-12 dengan T-8

Beberapa catatan jika ingin mengganti dengan T-8

 T-8 menggunakan balas yang berbeda dengan T-12


 T-8 mempunyai rendesi warna lebih baik
 Gunakan T-8 jika ingin membangun baru atau renovasi
5.2.3. Remodeling dan konstruksi baru

Remodeling dan konstruksi baru adalah hal yang sangat berbeda. Pada remodeling sistem
dasar pencahayaan masih pada tempatnya. Modifikasi yang dilakukan misalnya meliputi
rewiring untuk kontrol lebih baik, penggantian lampu dan relokasi luminer untuk
mendapatkan pencahayaan yang lebih baik, menghilangkan silau, bayangan dan level
pencahayaan yang tidak perlu.

Konstruksi baru memberikan peluang mendesain sistem sesuai dengan tugas atau
pekerjaan yang diperlukan. Disini desainer mempunyai peluang penuh untuk memilih jenis
lampu, luminer, efisiensi, warna estitika dll. Akan tetapi konstruksi baru juga mempunyai
problem dasar yaitu peruntukan ruangan kadang belum dapat diketahui, selain itu juga
warna dan textur dinding, lantai, furnitur belum pasti diketahui. Hal tersebut sangat
mempengaruhi desain sistem pencahayaan. Secara umum tidak mungkin membuat desain
sistem pencahayaan yang tidak seragam karena luas ruangan dapat berubah setiap saat.
Oleh karena itu ada sistem baru yang bersifat fleksibel yang dapat diatur waktu demi waktu.
Misalnya digunakan dropped ceiling, luminer dipasang pada modul standar plafon sehingga
dapat dipindahkan, atau dengan menggabungkan furnitur dengan lampu.

Dalam pelaksanaannya baik remodeling maupun konstruksi baru sebaiknya disesuaikan


dengan standar yang berlaku.

Modul 6B
Hal. 26
5.2.4. Memilih luminer yang efisien

Ada empat dasar pemilihan luminer yaitu :

 Bahwa ruangan dan tugas pencahayaan adalah sering berubah. Oleh karena itu sistem
harus fleksibel sehingga relokasi luminer bisa dilakukan dengan cepat, mudah dan biaya
rendah.

 Luminer harus efisien, ini berarti sebanyak mungkin cahaya menuju tempat kerja.
Efisiensi luminer disebut dengan "coefficient of utilization." Perusahaan biasanya
menyediakan data tersebut dalam katalog.

 Luminer jangan menjadi sumber silau, akan menyakitkan mata. Untuk mengetahuinya
adalah dengan melihat apakah luminer tersebut kelihatan pada meja atau benda lain
disekelilingnya.

 Jika mungkin panas yang dibangkitkan oleh luminer dapat digabung dengan ventilasi,
pemanas atau pendingin ruangan untuk menghemat energi.

Pemilihan bahan yang baik antara lain gelas dan lensa acrylic prismatic. Bahan tersebut jauh
lebih efisien dibanding bahan lain. Selain itu ada faktor lain dalam pemilihan luminer yaitu
tidak mudah terkorosi atau terkena debu dan mudah jika ingin mengganti lampunya.

5.2.5. Perawatan dan Perbaikan tanpa biaya

Pada banyak kasus adalah mungkin dengan cara mudah merubah yang akan meningkatkan
efisiensi dan kualitas iluminasi dari sistem yang ada. Beberapa cara untuk menghemat
antara lain :

5.2.6 Matikan lampu jika tidak diperlukan

Cara ini adalah paling mudah yaitu dengan mematikan lampu jika tidak digunakan. Untuk
mengingatkan adalah dengan menempel stiker pada saklar lampu.

Tetapi juga perlu diingat untuk tidak sering menghidup matikan lampu fluorecent karena
umurnya tergantung pada seringnya hidup dan mati. Juga untuk lampu yang membutuhkan
waktu untuk menjadi terang seperti lampu mercury dan metal halide.

5.2.6.2. Memindahkan lampu

Cara yang mudah dan cepat adalah dengan memindahkan lampu yang tidak diperlukan
dimana level pencahayaan berlebihan. Perlu diperhatikan memindahkan lampu dekat
jendela harus dipertimbangkan kebutuhan cahaya di waktu malam. Termasuk disini adalah
pemasangan dimmer, saklar tambahan dan relamping dengan lampu dengan watt lebih
rendah.

Modul 6B
Hal. 27
5.2.6.3. Penjadwalan

Jika gedung sering dipakai lembur, maka perlu dilakukan penjadwalan lampu. Kegiatan ini
bisa dilakukan oleh cleaning service, atau masing-masing karyawan dengan memberikan
warna yang berbeda pada saklar dimana dan kapan dilakukan lembur.

Tabel 6.17. Contoh penjadwalan

Area Siang Sore Malam Pagi


9-5 5-12 12-6 6-9
A ON ON OFF ON
B ON OFF OFF OFF
C ON OFF ON OFF
D OFF ON ON ON
E OFF OFF OFF ON

5.2.6.4. Periksa Automatic Controls

Jika menggunakan control otomatik (missal time clock), maka perlu diperiksa apakah bekerja
dengan baik dan akurat. Selain itu perlu diperhatikan adanya waktu dimana setting kondisi
lampu hidup keadaan masih/sudah terang oleh matahari. Perbedaan satu atau dua jam
sangat berpengaruh terhadap biaya energi.

Gambar 6.29 Contoh control otomatik

5.2.6.5. Mengubah posisi kerja

Salah satu problem pencahayaan yang seragam adalah terkadang menyediakan cahaya
lebih dari yang diperlukan. Untuk itu perlu dilakukan pengubahan posisi kerja seuai dengan
kebutuhan (dibuat kelompok-kelompok) sehingga mendapatkan pencahayaan yang optimal.

Modul 6B
Hal. 28
Gambar 6.30 Contoh Mengubah posisi kerja

5.2.6.6. Mengurangi level pencahayaan

Modifikasi level pencahayaan dapat dilakukan dengan mengubah jenis dan jumlah lampu
atau luminer atau menambah kontrol/alat baru. Untuk itu pertama harus dilakukan survey
dan pengujian kebutuhan tata cahaya dengan lux meter.

Gambar 6.31 Pengurangan level pencahayaan

Jika pada area yang terlalu tinggi levelnya, maka level dikurangi tetapi ditambah lampu meja
yang untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang membutuhkan (misal menggambar dll.)

5.2.6.7. Menggunakan lampu hemat energi

Cara yang mudah adalah dengan mengganti lampu dengan lampu hemat energi. Semakin
tinggi lumen per watt makin efisien lampu tersebut. Contoh lampu dengan life time dan
efisiensinya ada pada table di bawah. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah masalah
harga, semakin efisien biasanya semakin mahal, disamping itu apakah perlu perubahan
luminar.

Tabel 6.18 Efiesiensi dan umur lampu

Life (jam) Lampu Efisiensi


(lumen per watt)
2,000 - 5,000 Reflector incandescent 7 - 19
750 - 2,500 Standard incandescent 8 - 24

Modul 6B
Hal. 29
1,000 - 3,000 Tungsten-Halogen 12 - 36
12,000 - 24,000 Mercury vapor 20 - 63
7,500 - 24,000 Fluorescent (tubular) 41 - 91
7,500 - 10,000 Compact fluorescent 50 - 83
10,000 - 20,000 Metal halide 56 - 125
12,000 - 24,000 High pressure sodium 61 - 140
10,000 - 18,000 Low pressure sodium 100 - 183

5.2.6.8. Meningkatkan perawatan/perbaikan

Pada banyak kasus mengubah program perawatan akan banyak mendapatkan


penghematan. Kegiatan ini antara lain secara reguler (2-3 tahun) membersihkan lampu,
lensa dan luminer.

5.2.6.9. Proyek yang membutuhkan investasi.

Setelah melakukan proyek tanpa biaya, untuk menignkatkan penghematan bisa dilakukan
modifikasi yang membutuhkan biaya. Untuk menghitung penghematan perlu dilakukan
perhitungan pay back dan juga biaya life cycle.

Contoh penggantian lampu hemat energi.

Di bawah contoh perhitungan keuntungan penggunaan lampu hemat energi per tahun.
Asumsi yang dipakai adalah kuat tata cahaya yang dihasilkan sesudah dan sebelum
penggantian adalah sama, umur lampu bohlam 1000 jam dan lampu fluorescent 4000 jam.
Dari perhitungan maka terlihat pay back periode sangat cepat yaitu hanya sekitar 2.6 bulan.

Modul 6B
Hal. 30
Tabel 6.19 Contoh perhitungan

Jumlah lampu Watt Penggunaan Konsumsi listrik


(Jam/tahun) tahunan
Lampu bohlam 4.0 100.0 4015.0 1606.0
Lampu fluorecent 1.0 44.0 4015.0 176.7
Penghematan 1429.3
(kWh)

Penghematan (kWh) Harga listrik Penghematan (Rp)


(Rp/kWh)
1429.3 400 571736

Jumlah lampu Biaya (Rp)


Biaya modifikasi 5 25000 125000

Pay back periode (biaya 0.2186 Tahun


modifikasi/penghematan)
2.6236 Bulan

Contoh mengganti Balas Elektronik

Mengganti balas magnetik dengan elektronik cukup efektif dan efisien. Tabel di bawah
adalah watt yang dibutuhkan beberapa jenis lampu dan balas hasil tes laboratorium.

Tabel 6.20 kebutuhan daya lampu dan balas

Modul 6B
Hal. 31
Penggantian lampu Incandescent dengan Compact Fluorescent Lamp (CFL)

Dengan mengganti lampu incandescent dengan lampu CFL akan dapat banyak menghemat
energi. Di bawah adalah contoh perbedaan daya yang diperlukan lampu incandescent dan
CFL.

Table 6.21 Perbedaan daya yang diperlukan

lampu incandescent dan CFL

Tata cahaya dan produktifitas

Dari keterangan di atas, menunjukkan bahwa cahaya mempunyai dampak terahdap manusia
baik dari sisi fisik maupun fisiologis, kesehatan phisiologis dan juga kinerja secara
keseluruhan terutama dalam tempat kerja. Akan tetapi meskipun kita mengetahui arti
pentingnya tata cahaya terkadang kita gagal dalam memberikan pertimbangan yang
memadai.

Teknologi lampu yang berkembang saat ini menjadikan lampu hemat energi dapat berarti
penghematan yang besar bagi perusahaan. Penghematan ini dapat terealisasi melalui biaya
operasi yang lebih rendah dan juga akan meningkatkan produktifitas jika kualitas cahaya
juga ditingkatkan.

Seperti halnya elemen lain seperti udara misalnya, kita tidak pernah berpikir tentang tata
cahaya. Kita asumsikan dirancang dan direncanakan untuk mendapatkan hasil terbaik.

Modul 6B
Hal. 32
Sementara ada perkembangan yang signifikan pada teknologi tata cahaya, akan tetapi tidak
diterapkan untuk mendukung bagaimana sebenarnya bekerja khususnya pada lingkungan
industri.

Banyak penelitian 1) menunjukkan bahwa tata cahaya memberikan dampak yang signifikan
pada tempat kerja. Dalam penelitian tersebut menunjukkan secara jelas jika tata cahaya
dilakukan secara benar, perbaikan kualitas tata cahaya akan meningkatkan produktifitas dan
kinerja secara drastis, mengurangi kelelahan dan pada akhirnya akan memberi peluang
organisasi lebih maju dan sukses.

Sebagai contoh adalah Kantor Pos Reno yang menerapkan sistem tata cahaya baru yang
mempunyai kualitas cahaya yang lebih baik dan lebih efisien energinya. Pada gambar di
bawah menunjukkan produktifitas yang meningkat dengan drastis setelah penerapan. Yang
menarik dari proyek penerapan sistem tata cahaya yang berkualitas dan efisien ini adalah
bahwa Pay back periode berdasarkan penghematan energi adalah sekitar 6 tahun,
sedangkan hasil peningkatan produktifitas 10x lipat dari hasil penghematan energi
menjadikan pay back periode menjadi kurang dari 1 tahun.

Hal ini menyebabkan kualitas dan produktifitas adalah hasil utama sedangkan penghematan
energi merupakan hasil samping atau bonus.

1
Task lighting effects on office worker satisfaction and performance, and energy efficiency Newsham, G.;
Arsenault, C.; Veitch, J.;Tosco, A.M.; Duval, C. NRC Canada

Modul 6B
Hal. 33
6. PENUTUP

Sistem pencahayaan mengkonsumsi 15 – 20 % total konsumsi energi pada gedung.


Prosentase ini cukup besar pengaruhnya jika dilakukan penghematan. Selain itu penerapan
penghematan energi pada sistem pencahayaan relatif lebih mudah dan cepat untuk
dilakukan. Untuk melakukan penghematan energi sistem pencahayaan gedung pasca
konstruksi yang paling mudah adalah pemeliharaan/perawatan sistem pencahayaan meliputi
tiga langkah yaitu :

(1) Pembersihan lampu dan luminer secara periodik


(2) Penggantian lampu secara kelompok/spot berdasarkan ekonomi sistem
(3) Secara periodik mengecat atau membersihkan dinding dan lantai serta atap untuk
mempertahankan refleksi cahaya secara optimal.
Agar tindakan perawatan dan pemeliharaan pada sistem pencahayaan lebih tepat dan
terjamin pelaksanaannya, pemilik atau pengelola bangunan gedung diharuskan memiliki
buku manual pengoperasian sistem pencahayaan bangunan gedung. Buku manual ini berisi
data dan informasi yang lengkap mengenai sistem listrik untuk pencahayaan yang mencakup
informasi sebagai berikut:

1. Diagram satu garis dari sistem listrik bangunan gedung.


2. Diagram skematik pengendalian sistem listrik untuk pencahayaan.
3. Daftar peralatan listrik yang beroperasi pada bangunan gedung terutama untuk
pencahayaan.
4. Daftar pemakaian listrik untuk pencahayaan sesuai dengan jumlah lampu dan jenisnya.
5. Daftar lampu, jenisnya dan karakteristik lampu.
6. Daftar urutan pemeliharaan.
Dengan manual yang berisi informasi ini, tindakan pemeliharaan dan pengendalian sistem
pencahayaan dapat ditentukan lebih tepat.

Kebanyakan gedung tidak mempunyai manual atau data tersebut di atas, oleh karena itu
perlu dilakukan audit energi untuk mendapatkan peluang penghematan energi. Dalam
kegiatan audit energi tersebut perlu dilakukan pendataan ulang semua sistem kelistrikan
termasuk sistem pencahayaan. Dengan adanya data sistem tersebut maka kegiatan
perawatan dan pemeliharaan umumnya dan penghematan energi dapat dilakukan dengan
optimal.

Dari keterangan di atas maka terlihat bahwa konsep peningkatan kualitas tata cahaya tidak
boleh dilihat dari sisi biaya saja. Asumsi bahwa cahaya sama seperti halnya energi panas
misalnya, adalah kurang tepat dikarenakan pencahayaan jauh lebih rumit dari kenyataan
yang ada. Tata cahaya yang berkualitas dan efisien akan lebih meningkatkan efisiensi
sistem kerja secara keseluruhan dikarenakan meningkatnya produktifitas yang nyata.

Penutup

Modul 6B
Hal. 34
Sistem tata cahaya yang berkualitas dan efisien tergantung dari beberapa faktor yaitu :

 Kualitas dan kuantitas tingkat pencahayaan


Yang perlu menjadi perhatian adalah area pencahayaan yang akan menjadi permukaan
tugas/aktifitas dimana tingkat pencahayaan berdampak langsung pada produktifitas dan
kesalahan kerja. Jika tingkat cahaya tidak memadai (sesuai standard), maka kinerja akan
menurun, kecepatan menurun dan tingkat kesalahan akan semakin banyak. Selain itu
perlu diperhatikan bahwa karyawan yang lebih berumur membutuhkan tingkat kualitas
pencahayaan lebih tinggi dibanding dengan yang lebih muda.
 Jenis sistem tata cahaya.
Untuk mendapatkan pencahayaan yang berkualitas bayangan, silau dan pantulan
semaksimal mungkin dihilangkan. Akan tetapi untuk pekerjaan tertentu terkadang
kesilauan diperlukan. Untuk itu diperlukan sistem tata cahaya yang dirancang sesuai
dengan kebutuhan kerja secara optimal.
 Sistem tata cahaya yang fleksibel
Tata cahaya yang fleksibel diperlukan terutama untuk ruangan yang dimanfaatkan oleh
beragam karyawan dan waktu yang berbeda (sistem shift). Fleksibilitas dapat dilakukan
dengan menambahkan alat kontrol pada rumah lampu yang tetap yang dengan mudah
dapat mengurangi dan menambah tingkat pencahayaan, dan atau dengan rumah lampu
yang dapt dipindah-pindahkan.
 Sistem tata cahaya yang merupakan bagian elemen estetika
Pengembangan sistem tata cahaya yang high benefit berkaitan dengan optimalisasi
kondisi penglihatan sekaligus mengkonsumsi energi yang lebih rendah memerlukan
usaha dan waktu yang cukup banyak. Jika ditambah dengan estetika maka diperlukan
usaha dan waktu yang lebih banyak lagi, meskipun telah banyak beredar sistem tata
cahaya yang mempunyai model yang dapat mendukung elemen estetika ruangan. Oleh
karena itu tidak ada pendekatan yang spesifik yang dapat digunakan di semua kegiatan.
Setiap situasi bersifat unik berkaitan dengan pengguna, ruang dan tugas/aktifitas yang
dilakukan. Kolaborasi antara arkitek, ahli tata cahaya dan pengguna merupakan hal
mutlak.

Modul 6B
Hal. 35
Daftar Pustaka

a. SNI Konservasi energi pada tata cahaya,

b. National Electric Code (NEC).

c. Illuminating Engineering Society (IES).

d. Energy management Handbook, Wayne C. Turner, 6ed Edition, John Wiley and
Son, 2006 .

e. Task lighting effects on office worker satisfaction and performance, and energy
efficiency Newsham, G.; Arsenault, C.; Veitch, J.;Tosco, A.M.; Duval, C. NRC
Canada

f. Penghematan energi pada tata cahaya, Modul Diklat Teknis Konservasi Energi,
Pusdiklat KEBT, 2006, 2007

g. “Factory Boosts Productivity.” National Lighting Bureau, May 2000.

h. “Greening the Building and the Bottom Line.” Snowmass, Colorado: Rocky
Mountain, Institute, 1997.

i. Larson, Mellisa. “Light Your Way to Better Quality.” Quality Magazine, January
1998.

j. “Lighten Up for Higher Quality, Greater Profits.” Modern Application News,


National, Lighting Bureau, June 1998.

k. Reno Post Office Case Study. Snowmass, Colorado: Rocky Mountain Institute,
1997.

l. SNI Sistem pencahayaan SNI 03-6197-2000, Ditjen Listrik dan Pemanfaatan


Energi, 2000

m. Energy conservartion text book, JICA training for trainers, 1995

n. Lighting-The electronic text book, Mc. Graw Hill, 1999

o. Konservasi Energi Pada Rumah Tangga, Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi,
1997

Modul 6B
Hal. 36
MODUL 6-C
KONSERVASI ENERGI PADA MOTOR LISTRIK DAN SISTEM POMPA

1. PENDAHULUAN

Untuk mendukung kebijakan pemerintah tentang konservasi energi di tingkat konsumen,


maka upaya yang perlu diterapkan adalah peningkatan efisiensi energi secara terus
menerus. Upaya pengelolaan energi ke tingkat yang lebih baik sudah merupakan tuntutan
pada sisi pemanfaatan agar perusahaan dapat bertahan hidup dan berdaya saing di masa
mendatang. Modul ini disusun dalam rangka implementasi kebijakan konservasi energi di
tingkat konsumen khususnya pada motor listrik dan pompa.

Gambar 6.32 Audit energi pada motor listrik

Materi modul ini difokuskan pada langkah konservasi energi yang bersifat best practice yang
dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi motor listrik dan pompa. Dengan mempelajari
materi modul ini diharapkan prinsip konservasi energi dalam pemilihan dan pengoperasian
motor listrik dan pompa dapat dipahami.

2. MOTOR LISTRIK

Motor adalah salah satu dari suatu rangkaian konversi energi dari supply listrik ke pengguna
akhir. Pengalaman menunjukkan bahwa penghematan energi pada sistem penggerak motor
listrik yang berkaitan dengan motor hanya sekitar 20 %. Sisanya 80 % terkait dengan aspek
lain pada seluruh bagian sistem seperti faktor beban dan proses yang bersangkutan
sebagaimana ditunjukkan pada gambar sistem pompa berikut. Seperti tampak pada gambar
ada delapan area penghematan energi pada sistem pompa yaitu : kwalitas supply daya,
sistem control, jenis motor, tranmissi, pompa, sistem distribusi, dan pengguna akhir.

Sistem Penggerak Motor Listrik

Sistem penggerak motor listrik umumnya terdiri atas empat bagian utama yang saling terkait
yaitu :
o Sumber daya dari supplyer ke sistem penggerak motor

Modul 6C
Hal. 1
o Motor/controller subsistem terdiri atas gawai/devices pengendali motor dan motor itu
sendiri.
o Mechanical sub sistem, meliputi sistem transmissi yang menghubungkan motor dengan
beban, dan beban itu sendiri.
o Prosess/pengguna akhir (sirkulasi udara, kebutuhan air, dll).

Gambar 6.33 Sistem penggerak motor listrik

Industri besar dan menengah mengkonsumsi energy sekitar dua per tiga dari total
penggunaan energi sektor industry. Motor listrik merupakan salah satu konsumen energi
listrik terbesar di industry. Lebih dari setengah pemakaian tenaga listrik industri digunakan
pada motor listrik untuk menggerakkan utilitas perusahaan seperti pompa, kompressor, AC,
ban berjalan, roll mills dan lain-lain. Dalam prakteknya efisiensi operasi motor listrik tidak
selalu optimum seperti yang diharapkan. Hal ini karena pada waktu memilih motor, metode
pemilihan kebanyakan dilakukan dengan cara spekulatif yang aman yaitu dengan memilih
motor ukuran besar lebih dari yang diperlukan. Pada kenyataanya pemilihan motor dilakukan
dengan pertimbangan keamanan operasi dalam arti memilih ukuran motor agak lebih besar
dari pada yang seharusnya diperlukan. Dengan motor kecil dihawatirkan motor dalam
operasinya tidak mampu menanggung beban. Cara ini memang dapat dibenarkan, namun
kehawatiran yang berlebihan membuat size motor menjadi kebesaran yang menyebabkan
faktor beban dan efisiensi operasi motor menjadi rendah, sehingga biaya operasi meningkat
cukup besar.

Ukuran motor yang terlalu besar selain biaya investasinya besar, dalam prakteknya akan
beroperasi pada tingkat beban dan power factor yang rendah. Kondisi ini memberi
konstribusi pada efisiensi operasi dan power factor seluruh sistem listrik perusahaan.

Gambar 6.34 Metode Pemilihan Ukuran Motor - Cara Spekulatip

Modul 6C
Hal. 2
Hubungan antara faktor beban dengan efisiensi operasi motor ditunjukkan pada gambar
karakteristik motor berikut. Tampak pada gambar jika motor dibebani kurang dari 50 %,
maka efisiensi dan faktor daya motor turun secara drastis.

Gambar 6.35 Pengaruh Faktor Beban Terhadap Efisiensi Motor

(Sumber : Energy Management Training Manual – Module 9- SADE Industrial Energy


Management Proyect -Canada)

2.1. Jenis Motor Listrik

Motor Induksi.

Motor induksi merupakan penggerak utama yang paling sering digunakan untuk berbagai
aplikasi peralatan industri. Dalam motor induksi, medan magnet induksi dari gulungan stator
menginduksi arus pada rotor. Induksi arus rotor ini menghasilkan medan magnet kedua,
yang melawan medan magnet stator sehingga menyebabkan rotor berputar. Motor squirrel
cage 3-phase adalah motor listrik yang banyak digunakan di industry. Motor ini kuat dan
dapat diandalkan sehingga saat ini jenis motor tersebut paling banyak digunakan di industry
misalnya untuk drive pompa, blower dan fans, kompresor, conveyers dan lini produksi. Motor
induksi 3-phase memiliki tiga lilitan masing-masing terhubung ke phase terpisah dari power
supply.

Gambar 6.36 Stator motor induksi

Modul 6C
Hal. 3
Direct-Current Motors (Motor Arus Searah)

Direct-Current motors, seperti namanya motor ini menggunakan arus searah. Motor arus
searah digunakan dalam aplikasi khusus-dimana torsi tinggi mulai atau di mana percepatan
halus pada rentang kecepatan yang luas diperlukan.

Synchronous Motors

AC power adalah diumpankan ke stator motor sinkron. Rotor diberi daya oleh DC dari
sumber yang terpisah. Kecepatan rotor merupakan fungsi dari frekuensi pasokan dan jumlah
kutub magnet di stator. Sementara motor induksi berputar dengan slip, yaitu rpm kurang dari
kecepatan sinkron, motor sinkron berputar tanpa slip, dll. RPM adalah sama dengan
kecepatan sinkron frekuensi diatur oleh pasokan dan jumlah kutup. Energi slip disediakan
oleh kekuatan eksitasi DC.

2.2. Karakteristik Motor

Motor Speed

Motor speed (kecepatan motor) adalah jumlah putaran dalam kerangka waktu tertentu,
misalnya putaran per menit (RPM). Kecepatan motor AC tergantung pada frekuensi input
power dan jumlah kutup yang ada di motor. Kecepatan sinkron dalam RPM diberikan seperti
persamaan berikut, di mana frekuensi dalam hertz atau siklus per detik :

Indian motors mempunyai synchronous speeds: 3000 / 1500 / 1000 / 750 / 600 / 500 / 375
RPM masing-masing dengan jumlah poles: 2, 4, 6, 8, 10, 12, 16 (dan dengan frequency of
50 cycles / sec. Dalam praktek, motor tidak pernah beroperasi pada synchronous speed
tetapi kurang. Kecepatan aktual motor yang beroperasi, akan kurang dari kecepatan sinkron.
Perbedaan antara beban sinkron dan kecepatan penuh disebut slip dan diukur dalam
persen. Hal ini dihitung dengan menggunakan persamaan:

“Slip”, akan meningkat dengan meningkatnya beban, Slip hanya terjadi pada induction
motors. Menghindari slip, dapat dipasang slip ring, dan motors ini disebut “slip ring motors”.

Modul 6C
Hal. 4
Kecepatan motor AC ditentukan oleh jumlah kutub motor dan frekuensi input. Hal ini juga
dapat dilihat bahwa secara teoritis kecepatan motor AC dapat bervariasi jauh dengan
mengubah frekuensi. Dengan penambahan Variabel Frequency Drive (VFD), kecepatan
motor dapat dikurangi atau di tingkatkan.

Power Factor

Power factor atau factor daya motor adalah : Cos φ = kW/kVA.

Jika beban motor turun, maka besarnya aktif arus juga berkurang. Karena pengurangan arus
magnetizing pada beban rendah tidak sebanding dengan pasokan tegangan sehingga faktor
daya motor menjadi berkurang Hal ini merupakan alasan utama mengapa motor induksi
yang beroperasi di bawah kapasitas (name plate) faktor dayanya selalu turun.

2.3. Efisiensi Motor Listrik

Efisiensi adalah indikator pemanfaatan energi pada motor listrik. Efisiensi didefinisikan
sebagai perbandingan antara daya output (yang berguna) dengan daya input.

Efisiensi = (Output / Input ) x 100 %

Dalam operasinya motor listrik mengkonversi energi listrik menjadi energi mekanik untuk
melayani beban.

Gambar 6.37 Pemanfaatan energi pada motor listrik

Efisiensi motor dipengaruhi oleh factor berikut : Jenis, kapasitas, usia, speed, usia, beban
dan rewinding.

Jenis Motor.

Motor standard adalah motor yang dibuat dengan spesifikasi efisiensi sebelum akhir tahun
1970-an. Tujuan pabrik pembuat motor pada waktu itu adalah memproduksi motor dengan
efisiensi yang dapat diterima (reasonable) dengan harga jual rendah. Setelah 10 tahun

Modul 6C
Hal. 5
kemudian di beberapa negara dilakukan perobahan kecil pada desain motor untuk maksud
memperbaiki efisiensi pemakaian energinya.

Motor listrik produksi baru hasil perbaikan desain tersebut disebut dengan Energy efficient
atau high efficiency motor. Efisiensi motor standard yang diproduksi di sebagian besar pabrik
dapat dilihat seperti pada tabel dan grafik di berikut.

Tabel 6.22 Efisiensi Motor Listrik

Rata-Rata Nominal
HP Nomonal Efficiency Range %
Efficiency %
1 68-78 73
1.5 68-80 75
2 72-81 77
3 74-83 80
5 78-85 82
7.5 80-87 84
10 81-88 85
15 83-89 86
20 84-89 87.5
25 85-90 88
30 86-90,5 88.5
40 87-91,5 89.5
50 88-92 90
60 88,5-92 90.5
75 88,5-92 91
100 90-93 91.5
125 90,5-93 92
150 91-93,5 92.5
200 91,5-94 93
250 91,5-94,5 93.5

Modul 6C
Hal. 6
Gambar 6.38 Efisiensi Motor Standard & Motor Efisien

Besaran efisiensi dalam kisaran harga (range) untuk berbagai ukuran motor diberikan dalam
tabel tersebut. Perbedaan efisiensi cukup bervariasi karena adanya perbedaan dalam cara
pengujian motor. Meskipun dari satu pabrik pembuat motor yang sama, adanya perbedaan
efisiensi dapat juga terjadi. Perlu dicatat bahwa semakin besar ukuran motor akan semakin
tinggi efisiensinya. Efisiensi nominal seperti pada table di atas berguna untuk
membandingkan efisiensi relatif dari berbagai ukuran motor. Selain itu range efisiensi pada
setiap ukuran motor juga menarik untuk diperhatikan. Variasi range ini menunjukkan
perbedaan yang cukup berarti pada biaya pengoperasian motor, seperti ditunjukkan dalam
contoh berikut :

Contoh :

Hitung penghematan biaya per tahun dari motor 25 HP yang beroperasi pada efisiensi 90%
dibandingkan dengan efisiensi 85 %.

Daya pada efisiensi 85 % dapat dihitung dengan persamaan berikut :

25 x 746
Input daya listrik : ----------- = 21941 W
0,85
Dan pada efisiensi 90 % daya motor adalah:

25 x 746
Input daya listrik : ------------ = 20722 W
0,9
Perbedaan input daya pada kedua motor : 21941 – 20772 = 1160 W

Untuk operasi motor selama 8000 jam/tahun dengan harga listrik Rp. 1000 per kWh, maka
penghematan biaya :

1160/1000 x 8000 x 1000 = 9.280.000 Rp/tahun.

Modul 6C
Hal. 7
Hasil survey motor yang pernah dilakukan di industry dan bangunan komersil menunjukkan
bahwa sekitar 78 % dari populasi motor adalah tipe standard, dan sisanya 22 % adalah
motor hemat energi (high efficient motors). Kapasitas dari populasi motor yang disurvei
umumnya (87.6 %) berkisar antara (0.3-15) kW sebagaimana tampak pada gambar berikut.

Gambar 6.39 Jumlah (%) motor menurut ukuran (kW)

Klas dan Level Efisiensi Motor.

Ada beberapa metode pengujian efisiensi motor yang ditetapkan oleh bernagai standard
institut sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut. Sebagian dari institut tersebut seperti
Canadian Standards Institute Association (CSA) dan ANSI mengadop dari IEEE 112 metode
B.

Motor induksi yang ada di pasar umumnya memenuhi metode pengujian berikut :

 IEEE 112 metode B.


 IEC 34-2
 JEC – 37.

Ada beberapa perbedaan yang diterapkan atas metode pengujian tersebut, namun yang
paling utama adalah dalam penentuan stray load loss. IEEE 122 metode B menentukan
stray load loss dengan proses tak langsung. Metode IEC mengasumsi stray loss konstan
sebesar 0.5 % dari input. Sedangkan standar JElC mengasumsi tidak ada stray load loss.
Oleh karena itu efisiensi motor listrik jika diuji dengan standar berbeda akan menghasikan
perbedaan efisiensi beberapa persen sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.

Modul 6C
Hal. 8
Tabel 6.23 Efisiensi motor dari standar Institut berbeda

Negara eropa (The European Commission and the European Committee of Manufacturers of
Electrical Machines and Power Electric CEMEP) yaitu suatu forum untuk manufaktur motor
telah membuat suatu kesepakatan agar efisiensi motor ditunjukkan dalam label motor.
Berdasarkan kesepakatan tersebut ada tiga level efisiensi motor didasarkan atas standar
IEC 34-2 dan IEC 341. Kesepakatan tersebut pada awalnya diterapkan untuk motor induksi
tiga pase- empat pole rated mulai dari 1.1 – 90 kW, 400 Volt, 50 Hz. Level efisiensi tertinggi
adalah Eff 1, berikutnya adalah Eff 2 dan Eff 1 dengan level efisiensi terendah (lihat grafik).

Gambar 6.40 Level efisiensi motor vs power rating.

Pada tahun 2007 IEC menginisiasi harmonisasi standar global tentang level dan klass
efisiensi energi motor listrik. Klasifikasi baru tentang efisiensi motor listrik menghasilkan tiga
level efisiensi motor komersial yang ditetapkan dalam IEC 60034-30 (2008) sebagai berikut :

 Premium eficiency IE3 NEMA Premium.

Modul 6C
Hal. 9
 High efficiency IE2 EPAct Eff 1
 Standard efficiency IE1 Eff2.

Klas dan efisiensi motor ini diuji berdasarkan IEC 60034-2-1 pada beban nominal, dan
hasilnya oleh manufactur dicetak pada rating plate atau pada brosur motor. Berikut ini adalah
contoh rating plate: IE3 94.5 %. Klas efisiensi motor (50 Hz 4-pole) yang ditetapkan oleh
IEC ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 6.41 Klas efisiensi motor (50 Hz 4-pole)

Motor efisiensi tinggi (high efficiency motor) sering juga disebut dengan motor hemat energi
(energy-efficient motor). Motor hemat energi merupakan motor generasi baru yang muncul
karena adanya kenaikan harga energi pada masa-masa belakangan ini. Pabrik-pabrik
pembuat motor memproduksi motor hemat energi untuk bersaing dengan motor standard
karena semakin dirasakan adanya manfaat penghematan energi akibat perbaikan efisiensi
energi.

Motor Hemat Energi

Rugi-rugi yang terjadi pada motor hemat energi dikurangi melalui rancangan atau desain
yang lebih baik serta pemakaian material dengan kwalitas yang lebih tinggi. Terutama rugi-
rugi I2R dapat dikurangi dengan cara memperbesar penampang kawat tembaga untuk
kumparan stator. Rugi-rugi besi (inti) dapat dibatasi dengan dengan cara mengurangi
kerapatan fluksi, biasanya dilakukan dengan cara memperpanjang inti stator. Rugi-rugi
tersebut dapat juga dikurangi dengan mempergunakan baja (alloy steel) dengan tingkat
kwalitas yang lebih baik dan mengurangi ketebalan pelapisnya. Rugi-rugi angin dan gesekan
dapat diperkecil dengan memperbaiki desainnya. Ini berarti kebutuhan pembuangan panas
akan berkurang, sehingga kebutuhan ventilasi juga berkurang yang mengakibatkan rugi-rugi
angin motor menjadi turun.

Modul 6C
Hal. 10
Gambar 6.42 Disain motor hemat energi

Rugi-rugi stray load dipengaruhi oleh kombinasi antara desain dan pengerjaan yang hati-hati
sewaktu dibuat di pabriknya. Desain akhir dari suatu motor hemat energi ditetapkan
berdasarkan keseimbangan antara rugi-rugi energi dan efisiensi yang tinggi, sementara
kriteria performance yang dikehendaki tetap diperoleh.

Gambar 6.43 Komponen motor listrik

Perbandingan Motor Hemat Energi Dengan Motor Standard

Motor hemat energi mempunyai efisiensi yang lebih baik, rata-rata sekitar lima persen diatas
motor standard. Potensi penghematan energi dan penghematan biaya dapat kita perkirakan
seandainya dari motor-motor yang beroperasi sekarang ini adalah motor standard. Sebagai
contoh, seandainya motor di industri berjumlah 300.000 HP, dimana digunakan motor

Modul 6C
Hal. 11
standard yang mempunyai efisiensi 5 % di bawah motor hemat energi dan beroperasi
selama 4000 jam per tahun, maka jumlah penghematan energi yang diperoleh akan
mencapai lebih dari 112 juta kWh/tahun dan berarti akan menghemat biaya bagi para
pemakai motor lebih dari 50.4 millyar Rupiah per tahun. Hal ini berarti juga akan mengurangi
demand energi yang harus disediakan oleh pemasok listrik. Maka dari itu aplikasi motor
hemat energi sangat menarik bagi para pemakai dan juga bagi kepentingan nasional.

Meskipun harga motor hemat energi biasanya sekitar 20 % lebih mahal, namun pada banyak
kasus perbedaan harga tersebut tetap memberikan pay back yang sangat menarik pada
pemilihan motor dengan efisiensi tinggi. Apabila dibandingkan dengan motor standard,
adanya tambahan investasi untuk motor hemat energi ukuran 5 HP dan 20 HP, untuk
pemakaian yang terus menerus (continuous duty), dapat memberikan pay back kurang dari 6
bulan.

Lamanya jam operasi serta biaya energi/listrik merupakan dua faktor penting dalam
mengevaluasi apakan pemilihan motor hemat energi akan lebih baik secara ekonomis (cost
effective) dibandingkan dengan motor standard. Untuk mengevaluasi pemilihan atau
pembelian motor hemat energi, penentuan pilihan tindakan pada motor yang sudah ada,

- Apabila motor listrik beroperasi secara terus menerus dan fluktuasi perubahan beban
terhadap waktu tidak banyak terjadi (beban konstan), maka kriteria utama pemilihan
motor adalah efisiensi (rated load efficiency).
- Jika motor beroperasi selalu pada beban penuh (full load) maka motor yang
direkomendasikan untuk kondisi tersebut adalah motor efisiensi tinggi (high efficiency
motor).
- Motor efisiensi tinggi mengkonsumsi energi listrik lebih sedikit dibandingkan dengan
motor standard untuk semua kondisi beban. Oleh karena itu jika terjadi penggantian
motor misalnya karena adanya kerusakan pada motor yang lama (standard) maka motor
efisiensi tinggi dianjurkan karena dari segi biaya operasi sangat menarik (dihitung dalam
life time cost). Biasanya payback period kurang dari satu tahun khususnya jika jam
operasi pertahun adalah besar misalnya 8000 jam per tahun pada beban penuh (rated
loadnya). Dan apabila beban motor rendah atau kurang dari rated load maka payback
period akan menjadi lebih lama. Dalam kondisi beban motor berubah-ubah dan kurang
dari 50 % rated load, maka penggunaan controller tambahan pada motor untuk mengatur
agar efisiensi motor selalu pada tingkat yang optimum adalah disarankan/perlu agar
motor tersebut beroperasi cost effective.Jika motor listrik beroperasi dengan beban
konstan tetapi kurang atau jauh di bawah rated load, maka pilihan yang terbaik untuk
kondisi ini adalah menggunakan motor standard ukuran kecil.

2.4. Konservasi Energi Pada Motor Listrik

Setelah pemilihan motor yang paling efisien dilakukan, belum berarti bahwa masalah
konservasi energi pada motor telah teratasi. Selain jenis dan desain motor ada beberapa

Modul 6C
Hal. 12
faktor operasional dan pemeliharaan yang berpengaruh signifikan terhadap efisiensi operasi
motor. Untuk meningkatkan/ mempertahankan efisiensi operasi motor pada tingkat yang
optimal, maka perlu faktor-faktor berikut perlu dipahami.

2.4.1 Beban

Beban motor mempunyai pengaruh yang cukup berarti pada tingkat efisiensi. Pada gambar
berikut terlihat hubungan antara efisiensi dengan beban motor. Dapat dilihat bahwa motor
yang beroperasi dengan beban 50 % atau lebih mempunyai efisiensi yang hampir konstan
atau tetap. Sebaliknya motor pada beban yang lebih rendah efisiensinya berkurang secara
tajam. Sedapat mungkin harus dihindari kondisi operasi motor tanpa beban/beban rendah
karena efisiensinya akan sangat rendah .

Gambar 6.44 Faktor beban VS efisiensi motor

(Sumber : Energy Management Training Manual – Module 9- SADE Industrial Energy


Management Proyect -Canada)

Gambar di atas menjelaskan bahwa ada perubahan significant pada efisiensi dan faktor
daya motor akibat pembebanan rendah pada motor induksi. Oleh karena adalah sangat
beralasan jika dalam prakteknya beban aktual motor perlu diperiksa. Berikut adalah grafik
hubungan antara daya dan putaran motor terhadap faktor daya.

Modul 6C
Hal. 13
Gambar 6.45 Faktor beban VS rpm motor

Gambar 6.46 Faktor beban VS Horsepower motor

Pada gambar berikut ditunjukkan adanya pengaruh beban operasi motor terhadap power
factor. Akibat variasi perubahan beban, power factor juga berubah. Khususnya pada beban
rendah terjadi perubahan efrisiensi yang cukup drastis, namun perubahan (penurunan) faktor
daya jauh lebih cepat dari perubahan efisiensi. Pada beban rendah faktor daya lebih cepat
berkurang dibandingkan efisiensi. Oleh karena itu harus dihindari pengoperasian motor
pada beban rendah.

Modul 6C
Hal. 14
Gambar 6.47 Faktor beban VS beban motor

(Sumber : Energy Management Training Manual – Module 9- SADE Industrial Energy


Management Proyect -Canada)

Dari gambar faktor beban VS efisiensi motor dapat diketahui bahwa efisiensi motor turun
drastic apabila beban kurang dari 75 %, dan untuk motor besar (daya >100 kW) efisiensi
tidak banyak berubah pada beban antara 75 % hingga 100%.

2.4.2 Metoda Perhitungan Efisiensi Operasi Dan Rugi-Rugi Motor

Metoda untuk mengetahui efisiensi operasi dan rugi-rugi motor pada beban berbeda
dijelaskan sebagai berikut :

Asumsi bahwa rugi-rugi (variable losses) „a’ adalah berubah dengan pangkat dua dari
perubahan beban, dan rugi-rugi tetap “b” adalah konstan, maka dapat ditulis persamaan
berikut :

Modul 6C
Hal. 15
Losses (kW) : L = Y2 . a + b.

Untuk beban penuh (full load), rugi-rugi energi : Y2 = 1; Ini berarti :

Full looad loss (LFl ) = a + b. Sedangkan untuk beban 75 % : Y2 = (0.75)2 = 0.5625. Dengan
demikian : L 0.75 = 0.5625. a + b.

Rugi-rugi tetap (fixed loss) per rugi-rugi energi pada beban penuh adalah : “c”, maka c =
b/LFL = b/(a + b). Rugi-rugi energi pada beban tertentu (parsial) : L = Y2 . a + b;

Kalau ke persamaan di atas dimasukkan: a = LFL – b, dan c = b/LFL maka didapat : L = LFL {
c + Y2 (1 – c)}.

Dari grafik faktor beban vs efisiensi motor di atas didapat bahwa efisiensi motor pada beban
100 % dan 75 % adalah sama, maka konstanta “c” dapat dicari yaitu : 0.4286.

Kasus ini adalah untuk motor besar (>50 kW) dimana curva efisiensi adalah datar/plat pada
beban 75 % hingga 100%.

Contoh :

Suatu motor dengan daya 10 HP dan berdasarkan brosur efisiensi pada full load adalah E FL
= 0.86 dan E 0.75 = 0.86. Hitung rugi-rugi motor pada beban 50 %.

Gunakan formula di atas :

Dengan menggunakan formula di atas sebagai berikut :

(LFl ) = a + b; dan L 0.75 = 0.5625. a + b.

Serta : LFl = 1.2144 kW; L 0.75 = 0.9108 kW, maka diperoleh konstanta a,b & c :

Modul 6C
Hal. 16
Dengan menggunakan formula L = LFL { c + Y2 (1 – c)}; dimana c : 0.4286 didapat :

Dan pada beban 50 % (Y = 0.5); L = 0.6940 kW.

L = 0.6940 kW/(0.5x0.746x10) kW x 100 % = 18.6 %.

Efisiensi beban 50 % :

0.6940 kW = 0.5x0.746x10 kW {1/Eff -1}

0.6940/0.5x7.46 = {1/Eff -1}

0.186 + 1 = 1/Eff ; 1/Eff = 1.186; Eff = 84 %

2.4.3 Ukuran Motor

Ukuran motor yang terlalu besar dalam operasinya akan membuat faktor beban, faktor daya,
dan efisiensi operasi yang rendah. Hal ini juga akan memberikan konstribusi pada
rendahnya power factor bagi seluruh pabrik. Meskipun secara umum tidak dikehendaki

Modul 6C
Hal. 17
adanya motor dengan ukuran yang terlalu besar, namun dalam batas-batas tertentu tidak
selamanya motor yang oversized kurang efisien. Kalau diperhatikan tabel efisiensi motor
listrik dan gambar pengaruh faktor beban pada efisiensi motor dimuka, maka terlihat bahwa
motor 10 HP dengan beban sebesar 7,5 HP mempunyai efisiensi 85 %. Sedangkan motor
7,5 HP yang beroperasi dengan beban penuh, hanya mempunyai efisiensi sebesar 84 %.
Pada kasus ini, dengan sendirinya tidak cost-effective kalau kita mengganti motor yang
oversized tersebut dengan motor yang lebih kecil dengan alasan meningkatkan efisiensi.
Pengoperasian motor dengan faktor beban kurang dari beban desain (diantara 50 % sampai
dengan beban penuh) akan mempengaruhi efisiensi, power factor dan biaya operasi. Namun
dipandang dari sudut pengoperasian dan pemeliharaan secara keseluruhan, kadang-kadang
dikehendaki untuk membatasi jenis dan jumlah cadangan motor di pabrik. Hal ini sering
menjadi penyebab mengapa ditemukan motor over size.

Sebagai contoh, setelah pabrik memasang motor-motor dengan ukuran ½,1,3,5,7,5,10,15,20


dan 25 HP, maka untuk selanjutnya pabrik hanya akan menyimpan motor-motor dengan
ukuran 1,5,10,15 dan 25 HP di gudang agar mengurangi jumlah cadangan motor yang harus
disediakan sekaligus menghemat biaya operasi dan pemeliharaan.

Untuk motor-motor dengan ukuran kecil, efisiensi bervariasi dan sangat tergantung pada
ukuran motor. Hal tersebut disebabkan karena pada motor standard, kriteria yang dipakai
untuk desain motor adalah batasan kenaikan temperatur. Pada motor-motor yang besar,
batasan kenaikan temperatur menyebabkan rugi-rugi motor harus dibuat dan dipertahankan
pada nilai yang rendah. Dengan demikian, motor besar tersebut harus dibuat dengan
efisiensi lebih tinggi. Untuk itu, pada pembuatan motor besar dengan efisiensi yang lebih
tinggi digunakan inti besi yang lebih pejal (massive) serta material yang lebih baik, dengan
biaya lebih efektif. Dalam operasinya motor jarang dioperasikan pada full load point.
Biasanya motor dioperasikan pada 60 - 80 % reted loadnya, bahkan cukup banyak motor
beroperasi dibawah 50 % reted loadnya sehingga efisiensinya rendah sehingga disarankan
untuk diganti. Namun sejumlah informasi diperlukan untuk mengetahui potensi penghematan
energi dari penggantian motor (re-sizing), misalnya beban motor, efisiensi pada beban
operasi. Oleh karena itu perlu hati-hati dan sebaiknya dipahami betul karakteristik beban dan
motor pengganti sebelum penggantian dilakukan.

2.4.4 Pengaruh Perubahan Tegangan

Pabrik-pabrik pembuat motor merekomendasikan bahwa perubahan tegangan dari tegangan


motor seharusnya (rates voltage) tidak melebihi + 10 % pada frekuensi yang seharusnya
(reted frequency). Dalam men-desain motor, pabrik pembuat motor biasanya memberikan
toleransi untuk penurunan tegangan (voltage drop) pada sistem distribusi listrik dipabrik;
sebagai contoh, untuk sistem tegangan 415 V, tegangan motor (rated voltage) dibuat sekitar
400 V.

Modul 6C
Hal. 18
Gambar 6.48 Perubahan Tegangan pada Motor Listrik

Perubahan tegangan dapat memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap efisiensi
motor (tabel berikut). Juga akan sangat mempengaruhi parameter-parameter lainnya dan
cenderung untuk memperpendek umur motor. Seperti terlihat pada tabel 3, perubahan
tegangan khususnya jika lebih tinggi dari rated voltage motor, maka akan mengakibatkan
turunnya efisiensi dan power factor. Maka dari itu perubahan tegangan harus dihindari dan
tegangan harus diukur pada waktu audit energi.

Tabel 6.24 Pengaruh Perubahan Voltase pada Performans Motor Induksi

Perubahan Voltase

Kharakteristik Operasi 90% voltase 110% voltase 120% voltase

Torsi Start dan maximum Turun 19% Naik 21% Naik 44%
Synchronous speed Tidak berubah Tidak berubah Tidak berubah
Percent slip Naik 23% Turun 17% Turun 30%
Full-load speed Turun 1-1/2% Naik 1% Naik 1-1/2%
Starting current Turun 10-12% Naik 10-12% Naik 25%
Fujl-load current Naik 1-5% Naik 2-11% Naik 15-35%
Temperature rise at full load Naik 6-12% Naik 4-23% Naik 30-80%

Standard NEMA design B motors Efficiency

Modul 6C
Hal. 19
Full load Naik ½-1% Turun 1-4% Turun 7-10%
¾ load Naik 1-2% Turun 2-5% Turun 6-12%
½ load Naik 2-4% Turun 4-7% Turun 14-18%

Power Factor
Full load Naik 8-10% Turun 10-15% Turun 10-30%
¾ load Naik 10-12% Turun 10-15% Turun 10-30%
½ load Naik 10-15% Turun 10-15% Turun 15-40%

2.4.5 Pengaruh Ketidakseimbangan Tegangan

Ketidak seimbangan tegangan antar phasa menimbulkan pengaruh buruk yang serius pada
operasi motor. Dengan ketidakseimbangan sebesar 5 % sebagai contoh, dapat menaikan
rugi-rugi motor sampai 33 %.

Gambar 6.49 Ketidakseimbangan Tegangan VS Rugi-rugi Energi

Contoh 4

Misalnya pada motor 3 fase, 50 HP, 4 kutup, 50 Hz dipasok dengan tegangan tak seimbang
setiap fase sebagai berikut : Vr-n = 221 Volt, Vs-n =221 Volt; Vt-n = 213 Volt. Dengan
demikian tegangan yang dipasok ke motor tidak seimbang dengan persentase
ketidakseimbangan :

Vu = Vmax - VA x 100

Modul 6C
Hal. 20
VA

Dengan : Vmax = 221 Volt, : Tegangan rata-rata(VA) = 214,7 Volt, dan : Vu adalah
presentasi ketidakseimbangan tegangan.

Dengan menggunakan formula di atas dihitung Vu = 2,9 %.

Dengan persentase ketidakseimbangan ini dan dari grafik di atas diperoleh tambahan rugi-
rugi motor dan panas motor masing-masing sebesar 15 % dan 17 %. Selain kerugian
energi, ketidakseimbangan tegangan pada motor listrik tiga phase akan menimbulkan
dampak buruk lainnya yaitu:

 Pemanasan berlebih membahayakan motor sebagaimana diperlihatkan pada gambar


berikut.

 Pengurangan daya mampu (derating power).

Gambar 6.50 Pengaruh Ketidak seimbanga tegangan

2.4.6 Pemeliharaan

Motor-motor dapat beroperasi lebih efisien dan lebih panjang umurnya serta tidak
menimbulkan banyak masalah apabila dipelihara dengan benar, antara lain selalu dijaga
bersih kondisinya, dingin, kering dan diberi pelumasan yang benar dan baik. Motor-motor
yang dipasang di daerah dengan lingkungan yang tidak baik (kotor,berdebu,dan sebagainya)
harus sering dibersihkan dan untuk daerah dengan kelembaban yang tinggi biasanya umur
motor akan jauh lebih pendek dari pada umur rata-rata seharusnya.

Agar memperoleh pendinginan yang baik tidak boleh ada benda-benda atau kotoran yang
menutup bagian dari sistim aliran udara pendingin. Peletakan yang tepat dan baik,
penyetelan poros (alignment) yang teliti serta penyambungan yang benar merupakan hal-hal
penting yang harus diperhatikan agar motor dapat mencapai umur panjang dan tetap

Modul 6C
Hal. 21
beroperasi dengan efisiensi yang optimum. Untuk itu perlu dibuat program pemeriksaan
(inspection) serta preventive maintenance yang baik. Sangat disarankan untuk mengadakan
pengukuran tegangan dan arus (beban) motor pada waktu audit energi.

Kegagalan dan kerusakan motor pada umumnya adalah disebabkan oleh bantalan (bearing).
Kerusakan bearing dapat disebabkan oleh pemeliharaan kurang, atau karena dioperasikan
pada suhu ambient yang tinggi misalnya karena adanya sumbsr panas disekitar motor.
Efisiensi motor berkaitan dengan umur operasinya, motor efisien rugi-rugi panasnya adalah
sedikit dan masih dalam toleransi yang diijinkan. Desain efisiensi meningkat maka umur
pelumasan naik hingga 200 % dubandingkan dengan yang normal. Penambahan umur
pelumasan akan member konstribusi terhadap umur pangjang bearing dan reliability.
Sumber panas pada bearing kebanyakan dari gulungan (winding) stator, ini berarti semakin
rendah temperature winding semakin baik bagi bearing motor. Masalah lain yang sering
muncul pada motor adalah kerusakan mekanikal misalnya akibat aligment problems. Dengan
kata lain bahwa menggunakan motor efisien belum tentu dapat menjamin umur motor akan
lebih lama.

Arti Informasi pada Name plate Motor.

Motor selalu dilengkapi dengan nameplate. Nameplate motor memberi informasi cukup
berarti antara lian, jenis motor, daya, service faktor, performance karakteristik dan disain
letter motor. NEMA (National Electrical Manufacturers Associatioan) menetapkan lima disain
polyphase induction motor yaiti : A, B, C, D dan F.

Desain letter.

Motor dengan desain letter A adalah motor dengan normal torque, normal starting current,
sedangkan motor dengan desain letter B adalah motor dengan normal torque, low starting
current. Jika desain letter adalah C berarti high torque, low starting current motor. Motor
dengan diasain letter D berarti high slip motor, sedangkan desain letter F berarti low torque,
low starting current motor. Motor dengan desain letter B adalah motor yang paling populer
diantara motor tersebut.

Motor disain A, B, dan E cocok untuk aplikasi sederhana seperti penggerak fan, blower,
pompa sentrifugal, compressor dan lain-lain dimana torsi starting yang diperlukan relative
rendah.

Motor disain C sesuai untuk aplikasi dimana saat starting berbeban seperti conveyors,
crushers, stirring machines, asgitators, pompa reciprocating dan compressor.

Sedangkan disain D cocok untuk aplikasi dimana ada beban tinggi baik tanpa flywheels atau
dengan flywheels seperti pada mesin punch presses, shears, elevators, extractors, hoist, oil-
well pumping dll.

Modul 6C
Hal. 22
Gambar 6.51 Curva torsi dan speed motor induksi

Rotor Bar Design

Perbedaan utama karakteristik antar NEMA disain motor adalah basic geometry of the rotor
bars sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 6.52 Disain rotor dan bar motor listrik

Klasifikasi Sistem Isolasi Motor

Klasifikasi sistem isolasi belitan (winding) ditentukan oleh kemampuan untuk menahan suhu
operasi (operating temperature capabilities). Klas ini ditandai dengan huruf A, E, B, F, dan H.
Suhu operasi untuk masing-masing klas insulasi ditunjukkan pada tabel berikut. Suhu
tersebut merepresentasikan suhu operasi maksimum yang dibolehkan pada belitan motor

Modul 6C
Hal. 23
dengan catatan bahwa motor beroperasi pada kondisi bersih, kering, bebas dari kotoran
lingkungan dan beroperasi hingga 40 jam per minggu, umur operasi diharapkan hingga 10 –
20 tahun sebelum isolasi mengalami deteriorasi (penurunan mutu) akibat panas yang
merusak kemapuan menahan tegangan yang dialami. Suhu yang dimaksud pada tabel
tersebut adalah suhu spot yang tertinggi terjadi pada belitan bukan suhu rata-rata. Untuk
desain motor yang baik asumsi suhu maksimum adalah 10 C (klas isolasi A, E, B, F) dan 15
C (klas isolasi H) dari suhu rata-rata belitan (winding).

Gambar 6.53 Klas dan design motor

Tabel 6.25 Suhu operasi sistem isolasi motor

Klas isolasi A E B F H
Suhu operasi total (C) 105 120 130 155 180

Salah satu karakteristik winding yang baik adalah good slot fill ratio yaitu semakin banyak dan
padat kawat tembaga dalam slot semakin baik metal to metal heat transfer sehingga semakin
rendah suhu operasi motor.

Modul 6C
Hal. 24
Gambar 6.54 Karakteristik winding motor.

Dalam standar, kenaikan suhu motor yang dibolehkan dari suhu rata-rata ambient maksimum
40 C. Berdasarkan hal tersebut maka suhu operasi yang dibolehkan pada motor adalah
sebagaimana diperlihatkan dalam tabel berikut.

Tabel 6.26 Peningkatan suhu yang dibolehkan

Klas isolasi A E B F H
Peningkatan Suhu (C) 55 65 80 105 125
Sumber : Electric Motor Handbook

Semakin rendah suhu internal motor semakin lama usia operasi motor sebagaimana
ditunjukkan pada grambar berikut.

Gambar 6.55 Suhu vs life time motor

Secara teori setiap pengurangan suhu motor 10 – 15 C akan menambah usia winding dan
interval waktu pelumasan (re-greasing) sebesar dua kali. Contoh berikut menunjukkan suhu
motor hasil pemeriksaan thermography. Tampak pada gambar bahwa suhu operasi kedua
motor berbeda sekitar 20.3 C, motor 1 (sebelah kiri) suhunya 54.6 C sedangkan motor 2
(kanan) suhu operasinya 74.9 C. Meskipun suhu operasi masih dalam batas kemampuan
motor klas isolasi B, namun pengaruh perbedaan suhu tersebut mempengaruhi usia operasi
(lifetime) kedua motor. Usia operasi motor 1 diperkirakan akan lebih lama sekitar dua kali lebih
tahan dibandingkan dengan usia motor 2.

Modul 6C
Hal. 25
Gambar 6.56 Contoh hasil pemeriksaan suhu motor - termography

2.4.7 Suhu Motor

Suhu motor dipengaruhi disain ventilasi. Motor totally-enclosed fan-cooled (TEFC) adalah
tipe motors yang lebih efisien dibandingkan screen-protected drip-proof (SPDP) motors.

Gambar 6.57 Open Drip Proof Induction Motor

Gambar 6.58 Totally Enclosed Fan Cooled Induction motor

Modul 6C
Hal. 26
2.4.8 Gunakan Motor Efisiensi Tinggi

Motor efisiensi tinggi (high efficiency motor) sering kali disebut juga motor hemat energi
(energi-efficient motor), merupakan motor generasi baru yang muncul karena adanya
kenaikan harga energi pada masa-masa belakangan ini. Pabrik-pabrik pembuat motor
sekarang memproduksi motor-motor hemat energi dan dapat bersaing dengan motor-motor
standard karena semakin dirasakan adanya keuntungan akibat dari efisiensi energi.

Meskipun harga awal (investasi) yang harus dikeluarkan untuk motor efisiensi tinggi sedikit
lebih besar (15 – 25 %) namun konsumen tidak keberatan untuk membayar karena akan
mendapat keuntungan dari hasil penghematan energi. Lebih lagi dengan mahalnya harga
listrik, maka biaya awal tersebut akan segera terbayar dari penghematan energi.

Rugi rugi Pada Motor Listrik

Rugi-rugi yang terjadi pada motor dapat dikurangi dengan perancangan atau desain yang
lebih baik serta pemakaian material dengan kwalitas yang lebih tinggi. Terutama rugi-rugi I2
R dapat dikurangi dengan cara memperbesar penampang kawat tembaga untuk kumparan
stator. Rugi-rugi besi (inti) dapat dibatasi dengan dengan mengurangi kerapatan fluksi,
biasanya dilakukan dengan cara memperpanjang inti stator. Rugi-rugi tersebut dapat juga
dikurangi dengan menggunakan baja (alloy steel) dengan tingkat kwalitas yang lebih baik
dan mengurangi ketebalan pelapisnya. Sedangkan rugi-rugi angin dan gesekan dapat
diperkecil dengan memperbaiki desainnya. Kebutuhan pembuangan panas juga akan
berkurang, maka berkurang pula kebutuhan akan ventilasi (jadi juga mengurangi rugi-rugi
angin) pada motor tersebut.

Gambar 6.59 Rugi-rugi energi VS beban motor listrik

Modul 6C
Hal. 27
Sedangkan rugi-rugi stray load dapat dipengaruhi pula oleh kombinasi antara desain dan
pengerjaan yang hati-hati sewaktu dibuat di pabrik pembuatnya.

Desain akhir dari suatu motor hemat energi merupakan keseimbangan antara berkurangnya
beberapa rugi-rugi agar dapat diperoleh efisiensi yang tinggi dan sementara tetap
mendapatkan kriteria performance yang dikehendaki, termasuk locked rotor torque, locked
rotor ampers, breakdown torque, dan power factor.

Ganti Motor Hemat Energi Dengan Motor Standard

Perbandingan antara motor standard dengan motor hemat energi telah dijelaskan pada
uraian sebelumnya. Telah dijelaskan bahwa motor hemat energi mempunyai efisiensi yang
lebih baik yaitu rata-rata sekitar lima persen di atas efisiensi motor standard. Potensi
penghematan biaya energi dapat diperkirakan jika motor yang beroperasi adalah motor
standard.

Contoh : Daya motor existing di suatu industri berjumlah 300.000 HP, semuanya adalah jenis
standard dengan efisiensi 5 % di bawah efisiensi motor hemat energi. Motor dioperasikan
selama 4000 jam per tahun. Dari data tersebut jumlah penghematan energi diperkirakan
mencapai lebih dari 112 juta kWh/tahun. Ini berarti jika seluruh motor standar diganti dengan
motor efisien maka akan menghemat biaya motor lebih dari 100 millyar Rupiah per tahun.
Selain menghemat biaya hal ini juga mengurangi daya yang harus disediakan dari pemasok
listrik. Meskipun harga motor hemat energi lebih mahal sekitar 20 %, namun pada banyak
kasus perbedaan harga tersebut tetap tetap memberikan pay back yang sangat menarik jika
menggunakan motor efisiensi tinggi khususnya untuk pemakaian yang terus menerus
(continuous duty), dapat memberikan pay back kurang dari 6 bulan.

Lamanya jam operasi serta biaya listrik merupakan dua faktor penting dalam pemilihan
motor hemat energi. Untuk menentukan rencana tindak yang perlu dilakukan pada motor
exixting, maka alur diagram berikut dapat diterapkan untuk membuat keputusan.

Modul 6C
Hal. 28
Gambar 6.60 Prosedur pemilihan motor – putaran konstan

Penentuan tindakan pada motor listrik dapat dilakukan dengan mengikuti alur diagram
tersebut sebagaimana diuraikan berikut :

- Apabila motor listrik beroperasi secara terus menerus dan fluktuasi perubahan beban
terhadap waktu tidak banyak terjadi (beban konstan), maka kriteria utama pemilihan
motor adalah efisiensi (rated load efficiency).

- Jika motor beroperasi selalu pada beban penuh (full load) maka motor yang
direkomendasikan untuk kondisi tersebut adalah motor efisiensi tinggi (high efficiency
motor).

- Motor efisiensi tinggi mengkonsumsi energi listrik lebih sedikit dibandingkan dengan
motor standard untuk semua kondisi beban. Oleh karena itu jika terjadi penggantian
motor misalnya karena adanya kerusakan pada motor yang lama (standard) maka motor
efisiensi tinggi lebih dianjurkan karena dari segi biaya operasi sangat menarik (dihitung
dalam life time cost). Biasanya payback period kurang dari satu tahun khususnya jika jam
operasi pertahun adalah besar misalnya 8000 jam per tahun pada beban penuh (rated
loadnya).

- Dan apabila beban motor rendah atau kurang dari rated load maka payback period akan
menjadi lebih lama .

- Dalam kondisi beban motor berubah-ubah dan kurang dari 50 % rated load, maka yang
perlu dilakukan adalah menggunaan controller tambahan pada motor untuk mengatur
agar efisiensi motor selalu pada tingkat yang optimum.

- Jika motor listrik beroperasi dengan beban konstan tetapi kurang atau jauh dibawah
rated load, maka pilihan yang terbaik untuk kondisi ini adalah menggunakan motor
ukuran kecil.

Beban Motor konstan :

Apabila motor listrik beroperasi secara terus menerus dengan kondisi beban penuh dan tidak
ada perubahan beban yang cukup berarti terhadap waktu (heavy duty cycle) seperti terlihat
pada alur diagram diatas (kesebelah kiri), maka kriteria pemilihan motor didasarkan atas
rated load efficiency.

Jika motor beroperasi selalu pada beban konstan dan full load maka motor yang
direkomendasikan untuk kondisi seperti ini adalah motor efisiensi tinggi (high efficiency
motor). Motor efisiensi tinggi mengkonsumsi energi listrik lebih sedikit dibandingkan dengan
motor standar untuk semua kondisi beban. Oleh karena itu jika terjadi penggantian motor
misalnya pada saat adanya kerusakan motor yang lama (standar) maka motor efisiensi tinggi

Modul 6C
Hal. 29
adalah pilihan yang dianjurkan. Karena dari segi biaya operasi pemakaian motor ini/HEM
sangat menarik khususnya jika dihitung dalam life time cost. Biasanya payback period
kurang dari dua tahun utamanya jika jam operasi pertahun adalah besar misalnya diatas
4000 jam per tahun pada pada beban penuh (rated loadnya). Dan apabila beban motor
rendah atau kurang dari rated load maka payback period akan menjadi lebih lama. Jika
motor listrik beroperasi dengan beban konstan tetapi kurang atau jauh dibawah rated load,
maka pilihan yang terbaik untuk kondisi ini adalah menggunakan motor ukuran kecil.

Beban operasi motor berubah-ubah.

Jika dari diagram diatas misalnya ditemukan motor dioperasikan pada beban berubah-ubah
(lihat diagram dengan alur sebelah kanan), dan motor dibebani kurang dari 50 % dengan
waktu operasi beban juga kurang dari 50 % dari total jam operasinya, maka agar motor
hemat penggunaan energi yang sebaiknya dilakukan adalah menggunakan controller
misalnya Variable Speed Drive.

Penggunaan controller pada motor seperti inverter perlu untuk mengatur agar motor dapat
melayani perubahan beban pada tingkat efisiensi yang optimum. Agar inverter atau variable
speed drive (VSD) berfungsi, maka harus ada feedback dari parameter yang diukur ke dalam
VSD sirkuit pengatur. VSD misalnya dapat dikontrol oleh tekanan, suhu, putaran, aliran
volumetrik dll. Perbaikan efisiensi operasi motor dengan controller dapat dilihat pada gambar
dibawah.

Gambar 6.61 Perbaikan Efisiensi Motor dengan Controller

Modul 6C
Hal. 30
2.4.9 Rewinding.

Rewinding dapat mempengaruhi sejumlah faktor yang memberi konstribusi terhadap


pengurangan efisiensi motor antara lain : winding and slot design, winding material,
insulation performance, dan suhu operasi. Contoh, perubahan air gap akan mempengaruhi
power factor dan output torque. Namun demikian jika dilakukan dengan langkah yang benar,
efisiensi motor masih tetap bisa dipertahankan setelah rewinding, dan untuk kasus tertentu
bahkan bisa meningkatkan setelah rewinding. Antara lain dengan cara menggunakan wires
(kabel) diameter besar, slotsize permitting, akan mengurangi losses sehingga memperbaiki
efisiency. Namun demikian disarankan agar mempertahankan efisienssi asli disain motor.
Untuk mengetahui efek dari rewinding motor sebaiknya dilakukan pengujian kinerja motor.

2.4.10 Efisiensi Transmissi

Apabila motor listrik telah diyakini beroperasi secara efisien maka perhatian perlu diarahkan
pada sistem transmissi agar efisiensi keseluruhan menjadi optimal.

Sistem transmissi yang umum dikenal adalah gear box, dan belt drive.

Efisiensi Gear box

Umumnya gear box sumber paralel mempunyai efisiensi tinggi, namun demikian pemilihan
secara hati-hati dan pemeliharaan gear box dapat memperbaiki performansi :

Rugi rugi energi sangat ditentukan oleh :

o Tipe dari gigi, gear box dari tipe gigi cacing (worm gear box) secara tipical memiliki
efisiensi 85%-90%, sedangkan gear box dari tipe helical mempunyai efisiensi : 98%-
98,5%.
o Pemilihan gear box, gear box dengan jumlah “meshes” semakin kecil akan memberikan
efisiensi maksimum, namun hal ini akan menjadikan harga gear box menjadi mahal.
o Kwalitas gigi, rugi-rugi gesekan dipengaruhi oleh kwalitas dan ketelitian (accuracy) dari
permukaan roda gigi. Oleh karena itu akan lebih baik apabila memilih dan menggunakan
gear box dari manufacturer yang memiliki reputasi dan kwalitas baik (jenis bearing,
pelumas, kendisi gigi-gigi
Perhatian untuk seluruh item di atas akan meningkatkan efisiensi dari gear box.

Belt drive

Belt drive dari tipe plat dan wedge-belts lebih efisien dibandingkan dengan tipe tradisional V-
belt (lihat tabel) berikut :

Tipe belt Perbaikan efisiensi %


- V-belt -

Modul 6C
Hal. 31
- Wedge/cogget Wedge 2
- Flat 5-6
V-belt dan wedge belts dengan bertambahnya usia akan mengalami kemunduran atau
pengurangan efisiensi sekitar 4 % dan sekitar 5-10 % apabila belt tersebut terpelihara
dengan baik. Ukuran belt oversizing atau undersiting akan menghasilkan rugi-rugi tambahan.
Selain itu tegangan belt yang tidak sesuai (terlalu kendor maupun terlalu kencang) akan
mengakibatkan rugi-rugi energi. Pada multiple belt, jika salah satu dari belt drive gagal atau
rusak, maka sebaiknya seluruh belt diganti.

Gambar 6.62 Tegangan multiple belt tidak sesuai

Pulley aligement (kesejajaran) perlu diperiksa, hindari ketidak sejajaran antara poros dari
“motor drive” dengan yang digerakan agar terhindar dari getaran berlebihan dan
kemungkinan lain yang merugikan. Kesejajaran antara poros penggerak dan yang
digerakkan juga memudahkan penyetelan tegangan belt. Jika pulley memerlukan
penggantian sebaiknya dipertimbangkan juga untuk mengganti tipe drive (penggerak)
dengan yang lebih efisien.

Modul 6C
Hal. 32
Gambar 6.63 Pengaruh Tegangan Belt Terhadap Rugi rugi

Gambar 6.64 Rugi-rugi belt drive

(Sumber : Energy Management Training Manual – Module 9- SADE Industrial Energy


Management Proyect -Canada).

2.4.11 Faktor daya

Faktor daya adalah perbandingan antara daya nyata/power (kW) dengan daya semu/power
(kVA). Daya nyata adalah daya yang menghasilkan kerja, sedangkan daya semu adalah
daya yang dihitung berdasarkan arus reaktif.

Faktor daya = kW / kVA.

Modul 6C
Hal. 33
Gambar 6.65 Faktor daya

Bagi yang mengalami kesulitan memahami penjelasan faktor daya, bisa diambil analogi
berikut. Daya langganan PLN (kVA) ibarat segelas bir yang dituangkan ke dalam gelas. Di
dalam gelas akan ada cairan bir dan busa.

o Kapasitas gelas adalah kapasitas langganan kVA, cairan adalah daya terpakai kW, busa
adalah daya reaktif kVAR.
o Power faktor adalah perbandingan antara jumlah cairan dengan kapasitas gelas.
o Kapasitor berfungsi mengurangi jumlah busa dalam gelas agar kapasitas gelas dapat
dipakai sampai penuh.

Gambar 6.66 Ilustrasi faktor daya.

Faktor daya rendah menyebabkan dampak buruk berikut:

– Meningkatkan rugi-rugi hantaran - I2 R.


– Kapasitas pembangkit terbuang percuma (KVA).
– Kapasitas distribusi / trafo terbuang percuma (KVA).
– Kapasitas sistim terbuang percuma (KVA).
– Efisiensi sistem berkurang (KW).
– Kapasitas max. kebutuhan (KVA) dan biaya meningkat.
– Kemungkinan dikenakan biaya factor daya.
– Biaya pemeliharaan alat dan mesin meningkat.

Modul 6C
Hal. 34
– Buang energi / biaya listrik meningkat - KWD & KWH.
– Modal investasi dan operasionil meningkat.

3. SISTEM POMPA

3.1. Pompa

Mesin pompa adalah salah satu komponen utama sistem pompa, komponen lain adalah
motor, transmissi katup dan pipa.

Gambar 6.67 Sistem pompa

Untuk kasus tertentu misalnya pada sistem pompa air, energi listrik input ke sistem pompa
yang dikonversikan menjadi energi bermanfaat (aliran fluida) umumnya kurang dari 50 %
dari energi input. Sisanya merupakan rugi-rugi energi tersebar di berbagai komponen sistem
pompa seperti ditunjukan pada neraca energi berikut.

Gambar 6.68 Neraca Energi Pompa

Modul 6C
Hal. 35
Rugi-rugi energi actual yang timbul pada sistem pompa akan lebih besar jika pompa
beroperasi di luar disain operating point. Ini mengindikasikan bahwa potensi penghematan
energi pada system pompa cukup besar dapat direalisaikan dengan cara mengurangi rugi-
rugi di masing-masing komponen sistem pompa tersebut.

Konservasi energi pada sistem pompa penting mengingat komponen biaya energinya yang
cukup tinggi. Jika dihitung pada periode life time pompa (umur operasi normal) komponen
biaya secara umum adalah sebagai berikut :

• Initial capital cost pompa dan motor : 1- 2.5 %


• Maintanance : 2.5 - 4 %
• Biaya operasi – energi : 95 %.

Gambar 6.69 Komponen biaya pompa

Pompa digunakan untuk berbagai keperluan di industry, bangunan gedung maupun di rumah
tangga. Pompa umumnya digerakkan oleh motor listrik secara terus menerus maupun
periodik sehingga konsumsi energinya dalam periode setahun cukup besar. Sistem pompa
merupakan salah satu pemanfaat energi listrik dengan besaran bervariasi mulai dari 5%
hingga 50 % tergantung jenis perusahaan industri tersebut. Di industry pengoperasian
pompa mempunyai dua maksud yaitu : memindahkan fluida dari satu tempat ke tempat lain
yang lebih tinggi seperti air dari bawah tanah ke tangki (bak penampung), dan untuk
mensirkulasikan fluida dalam suatu sistem tertentu seperti air pendingin atau bahan pelumas
mesin atau sistem peralatan. Berbagai aplikasi pompa baik di industry, bangunan gedung
maupun di rumah tangga antara lain untuk memompa air keperluan air bersih, menara
pendingin, pemadam kebakaran dan lain-lain. Kebutuhan air bersih yang harus dilayani
pompa untuk keperluan tertentu ditentukan berdasarkan kebutuhan harian maksimum per
orang sebagaimana dalam tabel berikut.

Tabel 6.27 Konsumsi air rata-rata per orang untuk berbagai kegiatan.

Modul 6C
Hal. 36
Jenis Konsumsi air Waktu Keterangan
Gedung rata-rata pemakaian air
(liter/hari) rata-rata (Jam)
Kantor 100 - 120 8 Per kariawan
Rumah sakit 250 - 1000 10 Per tempat tidur (pasien luar :
8 liter, kariawan : 120 liter,
perawat : 160 liter).
Gedung 10 3 Per pengunjung
bioskop dan
sandiwara
Toko, 3 8 Per pengunjung: 100 liter,
departemen kariawan : 100 liter, penghuni
store : 160 liter.
Rumah 15 7 sda
makan
Kafetaria 30 5 sda
Perumahan 160-250 8-10 Per penghuni
Hotel, 150-300 10 Per tamu
losmen
Sekolah 40-50 5-6 Per murit
SD,SLTA
Industri 60-140 8 Per orang per shift (pria 80
liter, wanita 100 liter).
Stasiun 3 15 Per penumpang
kereta api

Kebutuhan air dalam tabel di atas harus ditambah dengan konsumsi air untuk pendinginan
sistem AC yang besarnya ditaksir sebagai berikut :

 Untuk sistem dengan menara pendingin : 13 liter per menit per ton refrigerasi.

 Jumlah tambahan air untuk menera pendingin diperkirakan sebesar 5-10 % dari
kapasitas air yang disirkulasikan.

 Untuk hidran kebakaran kecil dengan diameter 40-50 mm, ditambahkan aliran sebesar
130 – 260 liter per menit.

Besaran angka kebutuhan air sebagaimana tertera di atas mengindikasikan besaran


konsumsi listrik yang diperlukan pompa untuk memenuhi konsumsi air dimaksud. Dengan
memperhatikan faktor konversi energi yang cukup panjang mulai dari energi primer hingga
ke energi hidrolis pompa, maka sistem pompa dapat merupakan area pemborosan energi
yang besar secara nasional.

Modul 6C
Hal. 37
Semakin banyak konversi energi semakin rendah efisiensi energi system energi
keseluruhan. Konversi energi primer hingga menjadi energi hydrolis yang menjadikan air
mengalir hingga ke ujung kran di rumah atau ke industry membutuhkan konversi energi yang
cukup banyak. Masing-masing system konversi memiliki efisiensi konversi yang berbeda
sehingga jika rugi-rugi konversi keseluruhan diperhitungkan mulai dari energi primer hingga
menjadi energi bermanfaat di sisi pemakai (aliran), maka energi akhir hannya sekitar 10 %.

Gambar 6.70 Konversi energi primer menjadi energi hidrolis air

Gambar 6.71 Konversi energi primer menjadi energi listrik

3.1.1 Klasifikasi Pompa

Pompa dapat diklasifikasikan berdasarkan aplikasi, material pompa, fluida yang dipindahkan,
maupun orientasi tempat. Namun yang lebih mendasar dan sering digunakan adalah

Modul 6C
Hal. 38
klasifikasi berdasarkan prinsip bagaimana energi ditambahkan ke dalam fluida sebagaimana
tampak dalam gambar berikut.

Gambar 6.72 Klasifikasi Pompa.

Pompa secara tradisional dibagi atas tiga tipe yaitu : radial flow, mixed flow, dan axial flow.
Pompa dengan tipe radial flow impeller menghasilkan tekanan dari prinsip gaya sentrifugal.
Sedangkan pompa dengan tipe axial flow menaikkan tekanan pompa dari dorongan sudu
propeller terhadap fluida. Dan pompa dengan tipe mix flow adalah campuran antara kedua
prinsip seperti diuraikan di atas.

3.1.2 Aplikasi Pompa

Pompa sering kita temukan pada berbagai keperluan di industri. Pompa umumnya
digerakkan oleh motor listrik secara terus menerus maupun periodik sehingga konsumsi
energi dalam satu tahun menjadi cukup besar. Pompa bervariasi berdasarkan ukuran dan
applikasi. Dalam aplikasinya pompa sentrifugal adalah yang paling sering digunakan,
sedangkan pompa reciprocating hannya digunakan untuk keperluan tekanan tinggi. Secara
prinsip semua jenis fluida dapat dilayani dengan berbagai desain pompa. Namun pompa
centrifugal adalah yang paling economis disusul oleh pompa rotary dan reciprocating.

Modul 6C
Hal. 39
Pompa positive displacement secara umum lebih efisien dari pompa centrifugal, tetapi
karena biaya pemeliharaannya relatif tinggi, maka pompa centrifugal secara keseluruhan
masih lebih menarik. Dan oleh karena itu pembahasan pompa dalam tulisan ini difokuskan
pada pompa centrifugal.

Gambar 6.73 Pompa Sentrifugal

Informasi yang diperlukan dalam memilih applikasi pompa adalah sbb:

• Flowrate
• Static suction head
• Static discharge head
• Diameter dalam pipa Suction
• Panjang pipa suction & material
• Diameter dalam pipa discharge
• Panjang pipa discharge & material
• Temperature
• Details of solids
• Ketinggian di atas muka laut .
• Details penggunaan jika fluida bukan air : full liquid description, specific gravity, viscosity
dan pH.

3.1.3 Penentuan Jenis Pompa

Semua tipe pompa mempunyai batasan operasional. Hal ini menjadi pertimbangan utama
dalam memilih jenis pompa (positive displacement atau centrifugal. Single volute centrifugal
pump sering digunakan namun pompa ini memiliki batasan operasi. Jika batasan
operasional tersebut tidak dipertimbangkan, maka berbagai masalah akan timbul nantinya,
misalnya umur pakai dari beberapa komponen pompa turun secara drastis.

Modul 6C
Hal. 40
Gambar 6.74 Pompa sentrifugal

Grafik berikut dapat digunakan dalam memilih jenis pompa berdasarkan kapasitas dan laju
alir fluida yang diinginkan.

Gambar 6.75 Penentuan aplikasi pompa

3.1.4 Pompa Sentrifugal

Pompa sentrifugal adalah suatu rotating machine dimana aliran dan tekanan fluida
dibangkitkan secara dinamik. Pompa memindahkan energi ke fluida melalui perubahan
kecepatan aliran fluida di dalam impeller dan rumah pompa sebagai laluan tetap. Pompa
sentrifugal volute merupakan jenis pompa mayoritas yang digunakan di industri dan
bangunan gedung. Semua pompa impeller adalah rotodynamik baik radial flow, axial flow
atau mix flow impeller.

Modul 6C
Hal. 41
Komponen Pompa Sentrifugal

Komponen utama pompa sentrifugal adalah : komponen putar dan komponen stasioner.
Komponen putar terdiri atas baling-baling (impeller) yang dikopel langsung dengan poros
pompa. Sedangkan komponen stasioner terdiri dari casing, tutup casing dan bearing (lihat
gambar berikut).

Gambar 6.76 Komponen pompa sentrifugal

Impeller

Impeller adalah komponen penting karena performance pompa ditentukan oleh jenis impeller
yang digunakan. Impeller adalah tempat dimana cairan dilewatkan berbentuk lingkaran
terbuat dari bahan logam seperti kuningan , besi cor, stainless steel, atau bahan lain seperti
polycarbonat dan lain-lain. Pemilihan jenis impeller dan memeliharanya dengan baik menjadi
penting diperhatikan .

Gambar 6.77 Impeller type terbuka dan tertutup

Modul 6C
Hal. 42
3.1.5 Karakteristik Pompa

Setiap pompa memiliki karakteristik sendiri. Gambar berikut adalah contoh karakteristik
pompa sentrifugal dengan putaran dan diameter impeller tertentu.

Gambar 6.78 Curva H-Q-BHP dan efisiensi pompa sentrifugal

Dari curva karakteristik pompa di atas tampak bahwa head (H) akan naik jika aliran
dikurangi. H maksimum terjadi saat aliran nol (pompa shutoff-tertutup penuh). Curva daya
pompa (BHP) menunjukkan cendrung naik jika aliran meningkat, sedangkan curva efisiensi
berubah significan jika aliran berubah. Pada saat aliran tertentu efisiensi pompa mencapai
titik tertinggi, titik optimum efisiensi ini disebut best efficiency point (BEP). Pompa biasanya
didisain agar beroperasi pada titik BEP. Pemilihan pompa secara cermat pada saat
awal/pengadaan adalah penting untuk menghindari kerugian energi akibat efisiensi operasi
pompa yang rendah dikemudian hari. Toleransi keamanan yang terlalu besar yang diberikan
pada saat pengadaan membuat pompa oversize baik kapasitas maupun head. Dan
akibatnya pompa tersebut pengoperasiannya akan boros.

Modul 6C
Hal. 43
Gambar 6.79 Karakteristik Pompa.

Gambar 6.80 Tipikal Karakteristik Pompa.

Gambar di atas adalah chart tipikal kinerja pompa untuk model tertentu, ukuran casing, dan
putaran impeller. Chart kinerja pompa meliputi kisaran (range) ukuran impeller mulai dari 7.5”
hingga 9.5”. Dalam pemilihan dan penentuan jenis pompa hal-hal berikut harus diperhatikan.

• Kapasitas dan head system agar diestimasi seakurat mungkin.

Modul 6C
Hal. 44
• Tidak perlu menambah “margin for safety” pada head system.

Biasanya head pompa aktual selalu lebih rendah dari disain. Enjiner umumnya mendisain
head lebih besar dari yang aktual. Oleh karena itu pemilihan disain pompa sebaiknya
ditentukan pada titik sebelah kanan BEP, sehingga pada saat oporasi dimana head aktual
pompa lebih rendah dari head yang diperkirakan pada disain. Dengan demikian maka
kondisi operasi aktual pompa akan bergerak mendekati titik performance BEP. Dan jika
disain pompa dipilih berada di titik BEP, maka pada saat head pompa aktual lebih rendah
dari head disain, ini berarti titik operasi pompa berada di sebelah kanan titik BEP dengan
daya pompa yang lebih besar sehingga mengakibatkan motor penggerak pompa
overloading dan kapitasi muncul pada pompa.

Dengan alasan safety margins yang sengaja ditambahkan pada perkiraan awal sistem
pompa. Dan karena banyak orang terlibat dalam pengambilan keputusan pembelian pompa
dan masing–masing merekomendasikan tambahan kapasitas sebagai kompensasi
kehawatiranya atas pompa yang terlalu kecil untuk pekerjaan dimaksud, maka safety
margins sering ditambahkan. Mengantisipasi keperluan yang lebih besar dimasa mendatang
sering digunakan sebagai alasan untuk memasang pompa dengan kapasitas besar dengan
pertimbangan adalah lebih baik jika membeli pompa dengan ukuran lebih besar daripada
nanti saat kapasitas produksi naik harus mengganti pompa lagi. Ukuran pompa yang ada di
dealer juga sering tidak sama dengan yang diinginkan, dalam kasus seperti ini ukuran
pompa yang besar tidak dapat dihindari. Pada kasus tertentu sering pembelian atau
penggantian dilakukan berdasarkan ukuran pompa yang lama yang sebenarnya adalah
oversized.

Gambar 6.81 Penentuan kapasitas pompa spekulatip

Umumnya manufaktur pompa mepublikasikan performnace envelopes pompa dengan


putaran tertentu seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Jika konfigurasi head, kapasitas
dan putaran pompa sudah ditentukan, maka pemilihan awal ukuran pompa dapat dilakukan
dengan menggunakan curva envelope tersebut. Setelah ukuran awal pompa sudah dapat
diketahui dari curva envelope, maka curva karakteristik pompa yang spesifik dapat dipelajari

Modul 6C
Hal. 45
lebih rinci untuk mendapatkan sejumlah informasi awal yang diperlukan antara lain :
diameter impeller, efisiensi, BHP dan lain-lain. Berdasarkan konvensi di United States untuk
menentukan ukuran pompa sentrifugal adalah sebagai berikut :

Suction size x Discharge size x Maximum impeller diameter.

Semua satuan dalam hal ini adalah dalam inchi. Misalnya suatu pompa dengan ukuran 8 x 6
x 15; berarti : ukuran suction flange adalah 8 inchi, dicharge flange adalah 6 inchi dan ukuran
pipa (maksimum diameter impeller) adalah 15 inchi.

Gambar 6.82 Tipikal famili curva performance envelope pompa sentrifugal pada rpm 3600.

Gambar 6.83 Tipikal famili curva performance envelope pompa sentrifugal pada rpm 1800.

Modul 6C
Hal. 46
3.1.6 Head Pompa

Head pompa sentrifugal terdiri atas discharge head (head pipa tekan) dan suction head
(head pada pipa isap). Disharge head ada tiga macam yaitu :

1. Statik head: adalah tinggi permukaan air yang akan dipompa, atau tinggi discharge
piping outlet dimana tangki air diisi dari atas. Jika pengisian dilakukan dari bawah,
maka statik head akan berubah-ubah karena permukaan air akan naik selama
pengisian.
2. Pressure head : yaitu jika pemompaan dilakukan pada tengki bertekanan misalnya
boiler. Dalam hal ini satuan tekanan (bar atau psi) harus dikonversi menjadi satuan
head (meter kolom air).
3. Dinamik atau sistem head : yaitu disebabkan tahanan atau gesekan pipa, katup dan
sistem komponen.

Gambar 6.84 Head Pompa

Demikian juga suction head ditentukan dengan cara yang sama.

1. Jika permukaan air yang akan dipompa berada di atas pusat poros pompa, maka
disebut suction head positip.
2. Jika level air yang akan dipompakan berada di bawah poros pompa disebut suction
head negatip.
3. Jika fluida dipompa dari tangki bertekanan, maka unit tekanan tersebut dikonversikan
menjadi positip suction head dan sebaliknya jika vakum dikonversikan menjadi
negatip suction head.
4. Gesekan pipa, katup dan sistem lainnya adalah suction head negatip.
5.
Total discharge head (H) adalah : Suction head negatip ditambahkan dengan discharge
head atau positip suction head dikurangkan dari discharge head.

System head = total discharge head – total suction head.

H = hd – hs

Modul 6C
Hal. 47
Total discharge head terdiri dari tiga head yaitu :

hd = hsd + hpd + hfd.

Dengan :

hd : total discharge head

hsd : discharge static head

hpd : discharge surface pressure head (head akibat tekanan di permukaan fluida)

hfd : discharge friction head (head akibat gesekan).

Perlu diketahui bahwa daya hidrolis pompa adalah pada fluida bukan pada motor penggerak.
Motor umumnya memiliki efisiensi sekitar 85 %, dan jika motor tersebut menggerakkan
pompa dengan efisiensi 76 %, maka efisiensi keseluruhan pompa dan motor adalah = 0.85 x
0.76 = 65 %.

3.2. Perhitungan Daya Pompa

3.2.1 Daya Hydrolis Pompa

Kerja yang dilakukan pompa merupakan fungsi dari head total dan berat fluida yang
dipompakan dalam periode tertentu. Dengan demikian untuk pompa sentrifugal daya
penggerak pompa dihitung dengan formula sebagai berikut :

Daya hydraulic : P= Q(m3/s) x Total head, hd – hs (m) x ρ (kg/m3) x g (m/s2)/1000

Jika daya P dalam (kW), grafitasi (g) adalah : 9.8 m/sec2, dan laju alir adalah dalam
(m3/Jam), maka formula di atas dapat ditulis menjadi :

 Daya hidrolis pompa : P = ρ x Q x H/368 .....(kW).

Dengan : ρ, adalah berat jenis fluida (kg/liter); untuk air ρ = 1.

Q, adalah laju alir (m3/Jam)

H, adalah total head pompa (m);

H = (hd – hs), hd = tekanan discharge, hs = tekanan suction.

 Daya poros pompa : (P)p = Daya hidrolis/np; Dengan np adalah efisiensi pompa, maka :
(P)p = ( ρ xQ x H)/368x np ......(kW).

Modul 6C
Hal. 48
 Daya motor penggerak : (P)m = (P)p/nm ...(kW); nm adalah efisiensi motor.
(P)m = (ρ xQ x H) / 368x(np x nm) ......(kW).

Untuk mengetahui apakah data dalam brosur pemasaran pompa adalah benar, maka
lakukanlah perhitungan daya dan dan efisiensi. Untuk sistem metrik dan jika fluida adalah
air, maka daya pompa dihitung dengan formula di atas

kW = Q x H/368.

Dengan : kW adalah daya hidrolis pompa (water kilowatts) pada best efisiensi point pompa.
H adalah total discharge heat dalam m kolom air, Q adalah debet air dalam
m3/jam.

Dari karakteristik pompa (contoh gambar berikut) pada best operating point, H dan Q dapat
dicari yaitu masing-masing 76 m dan 68 m3/jam. Dengan demikian daya hydrolis pompa
dapat dihitung = 76 x 68/360 = 14.6 kW. Dengan efisiensi pompa seperti pada grafik
karakteristik pompa = 60 %, maka daya motor penggerak adalah : 14.6/0.6 = 23.93 kW.

Gambar 6.85 Karakeristik Pompa

Jika daya pompa aktual hasil pengukuran di lapangan adalah 30 kW, maka efisiensi operasi
pompa aktual adalah : 14.6/30 = 48 %.

Contoh di atas menjelaskan kepada kita bahwa efisiensi pompa bukanlah satu-satunya
informasi yang kita perlukan dalam pembelian pompa. Karena pompa jarang dioperasikan
tidak tepat pada best operating point, maka efisiensi operasi pompa lebih kecil dari yang
tertera dalam brosur pembelian. Oleh karena itu selain efisiensi disain pompa ada yang perlu
diperhatikan yaitu debet dan head (Q & H).

Disamping menetapkan besaran Q&H, ada lagi informasi lain yang perlu diyakinkan yaitu
apakah jenis paking/seal yang digunakan tidak merusak poros, mudah disesuaikan dengan
keausan normal, seal harus tahan terhadap thermal growth, dan pelumasan bearing. Apakah
pompa centerline disain (hal ini menjadi keharusan jika suhu fluida atau produk yang
dipompa di atas 100 C).

Modul 6C
Hal. 49
3.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Efisiensi Pompa.

Efisiensi pompa penting artinya baik dalam pemasaran pompa maupun pengoperasian.
Informasi dalam brosur penjualan berbagai produk pompa sering mengaitkan antara harga
dan efisiensi. Sayangnya informasi efisiensi dalam brosur itu tidak selalu akurat. Apa saja
yang termasuk dalam informasi tersebut dan asumsi apa yang digunakan, apa saja yang
kurang atau tidak termasuk dalam informasi tersebut tidak selalu dijelaskan. Sebagai contoh
misalnya :

• Apakah data dalam brosur diperoleh dengan putaran motor konstan.

• Apakah nantinya pompa beroperasi sama dengan putaran di brosur. Harus disadari
bahwa daya (kW) pompa berubah secara cubic (pangkat tiga) terhadap putaran sehingga
perubahan sedikit saja pada putaran pengaruhnya terhadap daya pompa sangat besar.

• Apakah penggerak pompa motor induksi dengan slip 2-5 % atau tidak.

• Daya (kW) dalam brosur diuji dengan menggunakan jenis seal dan sistem transmissi apa
?. Seal atau paking serta sistem transmissi sangat berpengaruh terhadap konsumsi daya
pompa.

• Faktor lain yang penting adalah efisiensi motor penggerak (motor listrik) tergantung pada
kwalitas daya, beban, dan faktor daya (cos phi).

Hasil survei pada pompa di berbagai konsumen menunjukkan bahwa efisiensi pompa
berkisar antara 15 s/d 90 %. Pertanyaan adalah mengapa ada perbedaan efisiensi yang
cukup besar, apakah pemilihan pompa keliru, desain pompa jelek atau adakah faktor lain
yang pengaruhnya dominan terhadap kinerja pompa?. Jawabannya ada yaitu specific speed
number (Ns).

3.2.3 Specific Speed Number” (Ns).

Perlu diketahui bahwa efisiensi pompa berkaitan langsung dengan the specific speed
number (Ns). Efisiensi pompa akan turun secara drastis jika Ns kurang dari 1000 (lihat grafik
berikut) .

Modul 6C
Hal. 50
Gambar 6.86 Efisiensi vs Ns

Grafik berikut menunjukkan hasil pengujian efisiensi pompa berdasarkan besarnya kapasitas
disain pompa dan putaran spesifik. Dalam grafik tampak bahwa pompa dengan desain
kapasitas kecil menunjukkan efisiensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pompa
kapasitas besar. Untuk kapasitas pompa rendah efisiensi pompa turun drastis jika Ns kurang
dari 1000.

Gambar 6.87 Efisiensi vs Kapasitas dan Ns

Dan untuk pompa dengan kapasitas sedang seperti tampak pada gambar di atas efisiensi
pompa turun drastis jika Ns kurang dari 2000.

Modul 6C
Hal. 51
Specific speed (Ns) adalah istilah yang diberikan untuk menjelaskan bentuk geometri
impeller dari suatu pompa.

Specific speed diartikan sebagai "the speed of an ideal pump geometrically similar to the
actual pump, which when running at this speed will raise a unit of volume, in a unit of time
through a unit of head".

Spesific speed number (Ns) dapat digunakan untuk menentukan aplikasi pompa yang tepat.
Petugas yang bertanggung jawab atas pemilihan dan penggunaan pompa dapat
menggunakan informasi Ns ini sebagai dasar pertimbangan :

 Memilih bentuk curva pompa.


 Menentukan efisiensi pompa.
 Memilih pompa yang paling murah biaya operasi penggunaannya.
 Memperkirakan N.P.S.H yang diperlukan.
 Antisipasi masalah overloading motor.

Kinerja suatu pompa sentrifugal dinyatakan dalam : putaran (pump speed), total head, dan
debet atau laju alir. Informasi ini disediakan oleh manufaktur pompa. Specific speed dihitung
dari formula berikut (data diambil dari curve pompa pada best efficiency point - B.E.P) :

Ns = n Q1/2 / H 3/4

Dengan :

n = Putaran pompa (rpm.)

Q = The flow rate (debet) full diameter dalam gallon per menit (GPL)- single/double suction
impeller. 1 gallon (UK) = 4.546 liter/jam; 1 m3/jam = 264.17 gallon/jam.

H = Total dynamic head (ft).

Dalam satuan SI spesific speed dinyatakan dengan Nsm, dan biasanya dinyatakan dengan
kapasitas (m3/jam), dan head (m). Dengan demikian : Ns = 0.8609 Nsm. Jika kapasitas
dinyatakan dalam m3 per detik dan head dalam (m), maka :

Ns = 51.65 Nsm.

Curva Spesifik Speed

Pada tipe pompa dengan Ns rendah, konsumsi energi minimum terjadi saat laju aliran
ditutup dan meningkat sejalan dengan meningkatnya aliran/debet. Ini berarti motor dapat
over load pada saat beban pompa yang tinggi kecuali hal ini sudah diantisipasi saat

Modul 6C
Hal. 52
pembelian pompa. Specific speed range untuk double suction impeller dan single suction
impellers berkisar antar 1000 – 6000.

Tipe pompa dengan nilai Ns sedang : Daya maksimum pompa terjadi pada sekitar efisiensi
desain (BEP). Ini berarti motor pompa akan aman (tidak overload) beroperasi di sekitar area
disain point dengan putaran yang diperlukan.

Gambar 6.88 Curva spesifik speed typical

Pada tipe pompa dengan nilai Ns tinggi daya pompa maksimum terjadi pada laju aliran/debet
minimum, ini berarti menghidupkan (start) pompa dengan kondisi katup discharge tertutup
dapat membuat motor overload-terbakar. Jika throttling diperlukan pada operasi pompa,
maka motor harus dipasang dengan daya besar.

Modul 6C
Hal. 53
Gambar 6.89 Bentuk impeller dan hubungannya terhadap Ns

Gambar 6.90 Bentuk Impeller dan Ns

Gambar 6.91 Profil Impeller vs Spesific Speed

3.2.4 Kondisi Operasi

Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa pompa dengan desain kapasitas kecil
menunjukkan efisiensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pompa kapasitas besar
(periksa grafik sebelumnya). Berdasarkan uraian di atas kita mengerti bahwa efisiensi
pompa berkaitan dengan berbagai hal antara lain bentuk impeller dan Ns. Bentuk impeller
dapat dipengaruhi oleh kondisi operasi pompa. Oleh karena itu harus hati-hati terhadap
kondisi operasi yang dapat mempengaruhi efisiensi pompa antara lain.

Modul 6C
Hal. 54
 Keausan rings dan impeller clearances adalah kritical. Apapun yang menyebakkan
keausan tolerances akan berakibat terjadinya sirkulasi internal akan memboroskan
energi akibat fluida yang kembali / balik ke suction pompa.
 A bypass line yang dipasang dari discharge ke pipa suction. Panas yang dihasilkan
dari recirkulasi kadang dapat menimbulkan kapitasi karena menaikan suhu fluida
masuk.
 A double volute design pump restricts the discharge passage lowering the overall
efficiency.
 Running the pump with a throttled discharge valve.
 Eroded or corroded internal pump passages will cause fluid turbulence.
 Any restrictions in the pump or piping passages such as product build up, a foreign
object, or a stuck check valve.
 Over lubricated or over loaded bearings.
 Misalignment between the pump and driver.
 Impeller imbalance.
 A bent shaft.
 A close fitting bushing.
 Loose hardware.
 A protruding gasket rubbing against the mechanical seal.
 Cavitation.
 Harmonic vibration.
 Improper assembly of the bearings, seal, wear rings, packing, lip seals etc..
 Thermal expansion of various components in high temperature applications. The
impeller can hit the volute, the wear rings can come into physical contact etc.

3.2.5 Mengatur Debet Melalui Valve.

Aliran fluida atau debet dalam operasinya dapat diatur dengan valve. Dan dengan asumsi
tinggi angkat fluida (head) dan putaran pompa adalah konstan, serta losses gesekan
diabaikan, maka pada grafik karakteristik pompa (head vs efisiensi), akan tampak bahwa jika
debet rendah efisiensi pompa menjadi turun. Selain masalah efisiensi juga timbul rugi-rugi
head langsung pada valve. Dan akibatnya tekanan pompa naik tidak sesuai dengan yang
dibutuhkan.

Modul 6C
Hal. 55
Gambar 6.92 rugi-rugi head langsung pada valve

3.2.6 Mengatur Debet Melalui Putaran.

Jika aliran/debet diatur dengan perubahan putaran (VSD) dan friction head (rugi-rugi
gesekan) pada pipa turut dipertimbangkan, maka perbaikan konsumsi daya sangat
significant. Saat aliran (debet) diatur dengan mengendalikan putaran dan rugi-rugi gesekan
dihitung : hf (konstanta x debet kwadrat), maka curva bb antara debet(discharge) dan
efective head pompa (Hs + hf) dapat diplot. Dengan kordinat yang sama diplot pada
karakteristik head-discharge dan line aa efisiensi maksimum pompa.

Gambar 6.93 Mengurangi rugi-rugi head dengan mengatur putaran

Modul 6C
Hal. 56
3.2.7 Pemeliharaan Pompa

Efisiensi pompa akan menurun akibat faktor waktu operasi, dan untuk itu pemeliharaan
pompa diperlukan. Untuk memperoleh kembali performance pompa mendekati kondisi
original/baru, maka setidaknyya beberapa bagian pompa seperti impeller, ring perlu
diperbaiki. Namun harus disadari bahwa meskipun perawatan telah dilakukan dengan baik,
efisiensi pompa seperti semula (baru) tidak mungkin diperoleh. Dengan kata lain selalu ada
penurunan efisiensi pompa akibat faktor usia (lihat gambar).

Gambar 6.94 Penurunan Efisiensi VS Waktu Operasi Pompa

3.2.8 Keausan dan Korosi

Kwalitas air jelek sering menjadi penyebab terjadinya keausan pada pompa. Konsentrasi
partikulat (kotoran) dan ph air rendah merupakan masalah umum keausan melalui korosi
dan erosi. Meskipun kwalitas air sudah dikontrol hingga ke tingkat tertentu melalui filter dan
water treatment keausan tetap aja terjadi. Kerusakan akibat keausan dan korosi pada casing
maupun impeller pompa tidak bisa dihindari khususnya pada fluida yang kotor.

Modul 6C
Hal. 57
Gambar 6.95 Pengaruh keausan terhadap efisiensi.

Akibat dari kerusakan tersebut akan menimbulkan penurunan efisiensi dan berbagai
masalah sebagaimana digambarkan di atas. Efisiensi dapat berubah cukup jauh dari
seharusnya akibat faktor usia dan jika tidak dilakukan monitoring efisiensi, maka operator
tidak pernah tau bahwa dalam perjalanan operasinya pompa telah mengalami penurunan
efisiensi yang serius (lihat gambar berikut).

Gambar 6.96 Efisiensi Pompa Menurun

Modul 6C
Hal. 58
Akibat efisiensi pompa turun, maka daya pompa meningkat rata-rata sekitar 13.2 %
sebagaimana ditunjukkan dalam gambar tabel berikut.

Tabel 6.28

Jika tidak dilakukan monitoring efisiensi pompa, maka operator tidak pernah tau bahwa
dalam operasinya pompa telah mengalami penurunan efisiensi .

Dari contoh seperti diuraikan di atas tanpa disadari biaya energi pompa telah naik cukup
besar hingga puluhan juta rupiah per bulan karena perubahan efisiensi operasi yang
menimbulkan pemborosan energi pada pompa.

Oleh karena itu pemeliharaan yang proaktif perlu dilakukan karena selain memperbaiki
efisiensi dan kondisi operasi, juga memperpanjang umur operasi pompa. Coating adalah
salah satu contoh perbaikan keausan pompa sebagaimana tampak pada gambar berikut.

Modul 6C
Hal. 59
Gambar 6.97

Dengan melakukan coating permukaan pompa yang rusak dapat dihaluskan seperti semula,
dan penurunan efisiensi pompa akibat rugi-rugi turbulensi internal pompa dapat dihilangkan.

Gambar 6.98

Contoh 1.

Suatu pompa dengan kapasitas 150 m3/jam, head 20 m dan efisiensi pompa : 80 %,
digunakan untuk memompa air ke menara pendingin suatu industri. Pompa digerakkan oleh
motor listrik dengan efisiensi : 90 %. Tarif/harga listrik adalah : 460 Rp/kWh.

Gambar 6.99 Sistem pompa

Modul 6C
Hal. 60
Dari data di atas dapat dihitung biaya operasi pompa sebagai berikut.

 Kapasitas pompa 150 m3/jam = 42 liter/second.


 Power pompa : (42 liter/s x 9.81 m/s2 x 20 x 1) / 0.8 x 1000 kW = 10.3 kW.
 Power input motor : 10.3 / 0.9 = 11.5 kW
 Biaya operasi per tahun adalah :

11.5kW x 24jam x 7 hari x 52 minggu x 460 Rp/kWh = 46,21 juta Rp per tahun.

Jika umur atau life time pompa adalah 10 tahun, maka biaya operasi/energi selama umur
operasi pompa = 462.1 juta rupiah. Suatu jumlah yang cukup besar dibandingkan dengan
biaya pembelian pompa sekitar 10 juta rupiah.

Contoh 2.

Suatu pompa dengan kapasitas 200 m3/jam, head 95.35 m dan efisiensi pompa : 77.69 %,
digunakan untuk memompa air ke menara pendingin suatu industri. Pompa digerakkan oleh
motor listrik dengan efisiensi : 89 %. Tarif listrik industri adalah : 460 Rp/kWh.

Kapasitas pompa 200 m3/jam = 55.55 liter/second. Power yang dibutuhkan pompa adalah :
(55.55 liter/s x 9.81 m/s2 x 95.35 x 1) / 0.7769 x 1000 kW = 66.88 kW.

Power input motor : 66.88 / 0.89 = 75 kW

Biaya operasi per tahun : 75 kW x 24jam x 7 hari x 52 minggu x 460 Rp/kWh = 301 juta Rp
per tahun.

Jika life time pompa adalah 10 tahun, maka biaya operasi/energi selama umur operasi
pompa lebih dari 3 millyar rupiah. Suatu jumlah yang cukup besar dibandingkan dengan
biaya pembelian pompa sekitar 30 juta rupiah.

3.2.9 Operating Point

Laju alir/debet pompa pada head tertentu disebut duty point. Curva performance pompa
terdiri dari beberapa duty point. Jika pompa dipasang dalam suatu instalasi, sistem operasi
pompa dapat digambarkan secara grafik antara karakteristik pompa dengan curva sistem.
Perpotongan antara curva sistem dan curva pompa (curva total head vs flow) disebut
dengan operating point.

Modul 6C
Hal. 61
Gambar 6.100 Operating Point Pompa.

Best Efficiency Point

Best Efficiency Point (BEP) lihat gambar berikutnya adalah titik operating point dengan
efisiensi tertinggi, dan juga titik dimana kecepatan aliran dan tekanan fluida di dalam
impeller dan rumah pompa (volute) adalah sama .

Gambar 6.101 Best Efficiency Point.

Dalam pemilihan pompa, usahakan agar curva sistem dari user/pengguna sesuai dengan
curva pompa. Ini berarti pompa dapat mensupply aliran dan head fluida sedekat mungkin
dengan kebutuhan user. Jika demikian, maka pompa akan beroperasi pada operating
pointnya dimana efisiensinya optimum. Harus disadari dalam kenyataannya adalah sulit
membuat kondisi operasi pompa persis pada operating point misalnya jika katup discharge
diperkecil/throttled sehingga curva sistem dan operating point berubah/bergeser ke kiri (lihat
gambar berikut).

Modul 6C
Hal. 62
Gambar 6.102

Jika operating point bergeser dari Best Efficiency Point, maka kecepatan alir fluida berubah,
dan menimbulkan perubahan tekanan pada satu sisi impeller. Hal ini akan menimbulkan
gaya - radial thrust yang dapat menimbulkan :

 Defleksi pada poros pompa:


 Excess load pada bearings. Excess deflection pada mechanical seal. Atau keausan
yang tak lajim pada gland packing atau poros / sleeve.
 Kerusakan dapat juga menimbulkan berkurangnya umur pakai bearing / seal atau
poros.

Gambar 6.103 Akibat Pergeseran Operating Point pada Pompa

Modul 6C
Hal. 63
Mengoperasikan Pompa Pada Best Efficiency Point.

Jika pompa dipasang dalam suatu instalasi, sistem operasi pompa dapat digambarkan
secara grafik antara karakteristik pompa dengan curva sistem. Perpotongan antara curva
sistem dan curva pompa (curva total head vs flow) disebut dengan operating point. Setiap
pompa memiliki karakteristik sendiri (lihat uraian sebelumnya). Jika operating point bergeser
dari Best Efficiency Point, maka kecepatan alir fluida berubah, dan menimbulkan perubahan
tekanan pada satu sisi impeller, menimbulkan akibat buruk lainnya sebagaimana diuraikan di
atas.

3.3. Langkah Konservasi Energi Pada Sistem Pompa :

Langkah penghematan energi pada pompa menjadi penting mengingat biaya energi dalam
biaya keseluruhan pompa sangat tinggi. Potensi penghematan energi pada system pompa
dapat direalisasikan melalui langkah-langkah berikut :

 Memilih tipe dan ukuran pompa yang sesuai.


 Menghindari throttling (penggunaan katup untuk mengurangi laju aliran).
 Mengontrol putaran pompa.
 Menjaga tekanan-debet aliran selalu pada kondisi operasi yang benar sesuai
kebutuhan.
 Memeriksa kondisi operasi pompa pada tingkat yang efisien.
 Mengatur jumlah pompa yang beroperasi sesuai dengan debet alir dan kinerja pompa
yang sesuai.
 Memeriksa data umum pompa, misalnya konsumsi air untuk berbagai kebutuhan.
Neraca air (water balance) sebaiknya dianalisis untuk menghindari kebutuhan air
yang tidak perlu atau kemungkinan untuk melakukan recycle . Mengurangi kebutuhan
air yang tidak perlu adalah cara sederhana menghemat energi pada sistem pompa.
 Memeriksa peralatan yang stand by atau yang tidak dioperasikan, karena dalam
prakteknya peralatan yang tidak beroperasi seperti ini masih tetap mengkonsumsi air.
Perhatikan kemungkinan adanya pengoperasian unit pompa bertekanan tinggi
misalnya kebutuhan tekanan tinggi hanya satu unit tetapi seluruh unit pompa yang
ada beroperasi dengan tekanan tinggi yang sama.
 Memeriksa spesifikasi pompa (tipe, debet, head, discharge pressure), kapasitas
motor penggerak,kondisi operasi (operating point) dan parameter operasi seperti.
o Listrik (tegangan,arus, cos φ).
o Laju alir aktual
o Tekanan discharge.
o Dapatkan curva performance dari manufaktur.
o Plot operating point dan desain point (discharge pressure dan efisiensi).
o Bandingkan operating point dan disain point (discharge pressure dan
efisiensi).

Modul 6C
Hal. 64
Contoh Kasus :

Kasus 1 ; Atual operating point suatu pompa berbeda dengan desain point, flow rate rendah,
pressure tinggi. Pada contoh ini pompa dioperasikan dengan kondisi operasi yang berbeda
dengan desain point, kondisi operasi ini tidak bagus karena efisiensi operasinya akan
rendah. Pertanyaanya adalah apakah dimungkinkan melakukan perubahan atau perbaikan
tanpa menimbulkan masalah terhadap fasilitas yang dilayani pompa ?

Gambar 6.104 Curva karakteristik pompa

Jawaban : Dalam kasus seperti ini yang diperlukan adalah pemeriksaan kondisi operasi
pompa dengan maksud untuk mencari tau apa penyebab tingginya tekanan pompa, apakah
karena tahanan pada pipa saluran atau belokan terlalu banyak sehingga terjadi pressure
loss yang tidak normal. Jika ya lakukan perbaikan dan tekanan operasi pompa akan
berkurang, operating point akan bergeser kearah desain pointnya, efisiensi pompa akan naik
dan daya pompa akan turun (ingat rumus daya : kW = Q x H/360).

Kasus 2. Atual operating point suatu pompa berbeda dengan desain point, flow rate tinggi,
pressure rendah. Pada contoh kasus ini pompa dioperasikan pada kondisi yang berbeda
dengan desain point, kondisi ini juga tidak bagus karena efisiensi operasinya rendah. Untuk
kasus seperti ini yang perlu dilakukan adalah memeriksa secara cermat apakah ada
pengaruh pengurangan laju alir (debet) pada fasilitas yang dilayani pompa (misalnya pada
menara air pendingin-apakah suhu air berubah significant jika aliran dikurangi).

Modul 6C
Hal. 65
Gambar 6.105 Curva karakteristik pompa

Jika pengurangan aliran tidak berpengaruh, maka sebaiknya katup discharge pompa ditutup
sebagian agar kondisi operating point bergeser mendekati desain point. Dan dengan
demikian daya pompa akan berkurang akibat laju alir turun dan efisiensi operasi pompa
membaik mendekati best efisiensinya.

Kasus 3. Efek throttled (menutup katup).

Throttling adalah penyesuaian laju alir dengan cara menutup katup. Cara ini tidak disarankan
karena menimbulkan pemborosan energi. Secara ideal pompa harus dioperasikan pada
desain point dimana efisiensinya maksimum. Akibat pompa oversize, maka kebanyakan
pompa di throttling dan akibatnya efisiensi pompa menjadi berkurang/tidak optimum. Daya
yang dibutuhkan pompa pada kondisi throttled sedikit lebih rendah dari daya yang
dibutuhkan jika beroperasi pada kapasitas desain. Efisiensi pompa yang rendah menjadikan
sebagian energi hilang pada sistem pompa.

Modul 6C
Hal. 66
Gambar 6.106 Efek throttling pada pada daya pompa.

Kasus 4. Contoh berikut adalah suatu pompa yang melayani kebutuhan kapasitas air 68
m3/jam dengan head adalah 47 m. Curva karakteristik untuk sejumlah pompa (A s/d E)
ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 6.107 Curva karakteristik pompa

Modul 6C
Hal. 67
Pompa harus dipilih agar beroperasi pada best efficiency point. Seperti dijelaskan
sebelumnya pompa yang oversize akan membuat titik efisiensi bergeser dan menyebabkan
pompa beroperasi dengan efisiensi rendah. Pengoperasian pompa yang oversize
menghendaki throttled (menutup katup) untuk memperkecil laju alir sesuai kebutuhan. Akan
tetapi menutup katup akan menambah rugi-rugi dan menurunkan efisiensi pompa.

Dengan memilih pompa E, maka :

 Efisiensi pompa adalah 60 %.


 Daya hidrolik pompa adalah :
Daya hydraulic: P = Q(m3/s) x Total head, hd – hs (m) x ρ (kg/m3) x g (m/s2)/1000 =
(68/3600) x 47 x 1000 x 9.81/1000 = 8.7 kW
 Daya poros pompa : 8.7/0.6 = 14.5 kW.
 Daya motor : 14.7/0.9 = 16.1 kW; 0.9 adalah efisiensi motor.

Jika kita memilih pompa A dan dioperasikan dengan laju alir 68 m3 per jam,

maka efisiensi pompa menjadi 50 % (lebih rendah dari dari best efisiensi 60 %).

Pompa jenis A ini jelas kebesaran jika digunakan dengan laju alir 68 m3 per jam. Untuk
mecapai laju alir yang dikehendaki katup disharge ditutup sebagian atau dilakukan throttling.
Menutup katup pada contoh ini akan meningkatkan head menjadi 76 m (lihat gambar).

Gambar 6.108 Pompa Oversize

Dengan menggunakan formula di atas maka daya hydrolik pompa A dapat dihitung yaitu
sebesar : 14 kW. Daya poros : 14/0.5 = 28 kW. Daya motor : 28/0.9 = 31 kW.

Modul 6C
Hal. 68
Ini berarti selisih konsumsi daya motor pompa A dibandingkan dengan motor pompa E = 31
– 16.1 = 14.9 kW. Dengan kata lain terjadi peningkatan daya motor pompa sebesar
14.9/16.1 x 100 % = 92.5 % (atau hampir dua kali lipat).

Kasus 5. Pemakaian Impeller Ukuran Kecil.

Pompa sentrifugal dimungkinkan untuk menggunakan berbagai ukuran impeller. Masing-


masing ukuran memiliki efisiensi berbeda sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 6.109 Karakteristik Pompa – Diameter Impeller Berbeda

Berbagai ukuran diameter impeller dimungkinkan digunakan pada pompa mulai dari ukuran
maksimum hingga minimum. Namun perlu diketahui penggunaan impeller dengan ukuran
diameter lebih kecil akan membuat efisiensi pompa berkurang. Memodifikasi ukuran
diameter impeller pompa hingga sekitar 85 % dimungkinkan dalam praktek. Pada pompa
oversize pengurangan ukuran impeller dapat memberi penghematan energi yang lebih baik
jika dibandingkan dengan menutup katup (throttling). Dengan cara ini dimungkinkan untuk
mendapatkan flow operasi yang lebih rendah dari disain pointnya tanpa harus menutup
katup sehingga tidak membuat posisi operating point bergeser jauh dari posisi disain
pointnya. Dengan kata lain tidak menimbulkan rugi-rugi energi.

Modul 6C
Hal. 69
Gambar 6.110 Efek Pengurangan Ukuran Impeller

Kasus 6. Menggunakan Pompa dengan Ukuran Kecil

Mengganti pompa oversize dengan ukuran lebih kecil sangat disarankan karena lebih
ekonomis. Kasus ini cocok untuk kondisi dimana kapasitas pompa terlalu besar
dibandingkan dengan kebutuhan maksimum, pompa memiliki efisiensi kurang dari 80 %, dan
jika jam operasi pompa relatif tinggi. Sebagai perbandingan penggantian pompa oversize
dengan pompa ukuran lebih kecil dapat dilihat pada grafik berikut.

Modul 6C
Hal. 70
Gambar 6.111 Pemakaian Pompa yang lebih kecil

Kasus 7. Pemakaian Variabel Speed Drive

Kasus yang diterangkan sebelumnya adalah pada kondidi putaran pompa konstan. Jika
putaran pompa dirubah ,maka karakteristik pompa ikut berubah. Seperti tampak pada grafik
berikut bahwa efisiensi pompa ternyata masih tetap tinggi pada laju alir antara 60-100 %
dari kapasitas, dan mulai turun setelah laju alir berada dibawah 60 % dari kapasitasnya.
Perubahan head, laju alir dan efisiensi terhadap perubahan putaran pompa ditunjukkan pada
grafik berikut.

Modul 6C
Hal. 71
Gambar 6.112 Pengaruh Perubahan Putaran pada Efisiensi, Head, dan Daya Pompa

Perubahan performans pompa akibat dari perubahan putaran dinyatakan dengan formula
berikut :

 Laju alir : Q = f(N); fungsi linier.


 Head : H = f(N)2.; fungsi kwadrat.
 Daya : P = f(N)3 ; fungsi pangkat tiga.

Berdasarkan formula di atas maka setiap perubahan 50 % putaran pompa akan


menghasilkan perubahan heat dan daya masing-masing menjadi sebesar 25 % dan 12.5 %.

Gambar 6.113 Daya Pompa vs Pengendalian aliran

Modul 6C
Hal. 72
Gambar 6.114 Penghematan Daya dengan VSD

Gambar 6.115 Konsumsi Daya pada Putaran Tetap

Kasus 8. Pompa dioperasikan paralel.

Empat pompa dioperasikan paralel untuk mensupply kebutuhan air pendingin. Daya masing-
masing pompa adalah 50 kW. Berdasarkan survei diketahui bahwa sebenarnya tiga pompa
sudah cukup melayani kebutuhan air pendingin dimaksud. Namun sudah menjadi prosedur
operasi perusahaan untuk mengoperasikan empat pompa sekaligus.

Modul 6C
Hal. 73
Dari hasil uji lapangan diketahui bahwa head dan laju alir pompa masih mendekati curva
performansi originalnya. Hasil pengukuran menunjukkan daya pompa aktual adalah 54 kW,
hal ini mengindikasikan efisiensi pompa turun sekitar 10 % dari yang seharusnya .
Bardasarkan data operasi, biaya pompa per tahun adalah Rp 500 juta.

Gambar 6.116 Instalasi Pompa

Berdasarkan karakteristik pompa (empat pompa paralel) menunjukkan seperti pada gambar
berikut. Tampak pada gambar bahwa pompa keempat hanya memberi sedikit tambahan
kapasitas dibandingkan terhadap keseluruhan laju alir.

Gambar 6.117 Karakteristik Kombinasi empat Pompa

Potensi penghematan dapat dilihat pada uraian berikut.

Opsi 1 : Pompa dioperasikan tiga unit.

Modul 6C
Hal. 74
Dengan menggunakan grafik karakteristik pompa, bahwa sekitar 91 % laju alir dapat
disupply oleh tiga pompa secara paralel. Dengan cara ini daya operasi pompa menjadi 41
kW atau sekitar 19 % daya pompa dikurangi setara sekitar Rp 95 juta per tahun.

Opsi 2 : Sama dengan opsi pertama dengan melakukan pemeliharaan.

Efisiensi pompa yang menurun berdasarkan data hasil pengukuran mengindikasikan


perlunya dilakukan pemeliharaan. Dengan melakukan perbaikan dan pemeliharaan yang
baik dimungkinkan untuk meningkatkan efisiensi operasi pompa. Dengan cara ini
diperkirakan penghematan daya sebesar 60 kW senilai Rp 160 juta per tahun.

Opsi 3. Gunakan tiga pompa baru.

Mengganti pompa lama dengan yang baru dan dengan menyesuaikan kapasitas pompa
dengan kebutuhan kondisi operasi aktual akan menjadikan pompa beroperasi pada kondisi
best efficiency point. Dengan demikian daya pompa dapat dikurangi sebesar 70 kW (35 %)
senilai sekitar Rp 190 juta per tahun. Harga pompa termasuk motor dan pemasangan
diperkirakan Rp 150 juta. Berarti simple pay back period kurang dari 10 bulan.

Kasus 9. Ketidak sejajaran

Gambar 6.118 Instalasi Pompa

Modul 6C
Hal. 75
Gambar 6.119 Pemeriksaan Thermograph sistem pompa

Suhu ujung kopling dan bearing motor yang tinggi dan selisih suhu bearing pompa tinggi
adalah tandanya misaligned poros pompa. Photo dengan thermograh ini diambil dari sisi
berlawanan dengan baris pompa.

Kriteria Assessment

Suatu kriteria keamanan yang ditetapkan berdasarkan katagori kenaikan suhu tersebut
ditetapkan referensi kriteria suhu relative sebagai berikut.

• Normal : s/d 10°C di atas reference or baseline


• Sedang : antara 10°C - 20°C di atasreference or baseline
• Serious : antara 20°C - 40°C di atas reference or baseline
• Critical : lebih besar dari 40°C diatas reference or baseline
Contoh hasil pemeriksaan kondisi operasi pompa dengan mengguankan thermography
ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar sebelah kiri adalah kondisi fisik pompa secara
visual. Tampaknya pompa tidak ada masalah dan masih berfungsi seperti biasa. Tatapi hasil
pemeriksaan thermography menunjukkan suhu operasi pada kedua ujung kopling dan
bearing motor relative tinggi. Adanya perbedaan suhu bearing pompa dan bearing motor
yang tinggi adalah indikasi bahwa poros pompa tidak sejajar (misaligned). Naiknya suhu
adalah akibat beban gesekan yang meningkat pada bearing karena misaligned dan energi
panas ini diambil input daya motor sehingga rugi-rugi energi motor meningkat.

Modul 6C
Hal. 76
Gambar 6.120 Pemeriksaan kondisi operasi pampa dengan thermograpy

Modul 6C
Hal. 77
Soal Latihan :

1. Informasi yang diperlukan untuk menentukan daya pompa adalah :


a. Laju alir (debet), head dan jenis fluida (cairan ) yang dipompa.
b. Laju alir (debet) dan head .
c. Laju alir dan diameter pipa .
d. Laju alir dan jenis motor penggerak.
2. Perhatikan gambar pompa berikut :
Head : 33 meter.
Debet : 110 m3/jam.
Spec Grafity ( berat jenis air) pada suhu ambient adalah 1.
Efisiensi pompa : 60 %.

Dari data diatas, daya pompa dapat dihitung yaitu :


a. 16 kW.
b. 12 kW
c. 21 kW
d. 10 kW.

3. Pada contoh di atas pompa digerakkan dengan motor listrik , efisiensi motor adalah 80 %,
dan pompa beroperasi 24 jam per hari (terus menerus), maka konsumsi energi motor per
bulan adalah:
a. 18900 kWh.
b. 8200 kWh
c. 10057 kWh
d. 14400 kWh.

4. Pompa yang sesuai untuk mengalirkan air dengan jumlah 68 m3/jam dan ketinggian (head)
47 m adalah pada gambar karakteristik pompa berikut adalah :
a. Pompa A
b. Pompa B.

Modul 6C
Hal. 78
c. Pompa D
d. Pompa E.

Jawaban Soal : 1 ( a); 2 (a ); 3 (d); 4(d).

Modul 6C
Hal. 79
DAFTAR PUSTAKA

 Good practice guide 2, Energy Savings with electric motors and drives. ETSU Harwell
Didcot Oxfordshire OX 11 ORA. The Departement of the Environment, Transport and the
Regions‟ Energy Efficiency Best Practice Program UK.
 Understanding High Efficiency Motors. Copper Development Center South East Asia.
 Energy Efficiency Guide for Industry in Asia, UNEP, 2006.
 Berbagai laporan audit energi yang dilakukan oleh kementerian ESDM.
 Pump User‟ Handbook, Second Edition. F.Pollak 1980.
 Pump Learning Guide.

Modul 6C
Hal. 80
MODUL 6-D
KONSERVASI ENERGI PADA KOMPRESSOR

1. PENDAHULUAN.

Kompressor udara adalah merupakan sistem transmissi daya yang menyediakan udara
bertekanan dan mendistribusikannya ke pengguna melalui pipa, dikontrol dan disesuaikan
dengan menggunakan beberapa katup kendali. Keluaran yang dipasok dapat berupa tenaga
mekanik yang disesuaiakan dengan kebutuhan di sisi beban. Kompressor salah satu
pemanfaat listrik utama yang digunakan untuk berbagai keperluan industri. Kompressor
berfungsi untuk menaikkan tekanan udara atau gas dari level rendah menjadi tekanan sama
atau sedikit di atas level yang dibutuhkan. Kompressor digunakan pada system yang
memerlukan tekanan lebih dari 20 psi. Input Daya mulai dari 5 horsepower (hp) hingga lebih
dari 50,000 hp.

Departemen Energi Amerika (2003) melaporkan bahwa 70 - 90 % rugi-rugi energi pada


kompressor dalam bentuk : panas, gesekan, salah penggunaan/misuse dan kebisingan. Dari
uraian di atas tampak bahwa sistem kompressors dan udara tekan area konservasi energi
penting di industri.

Gambar 6.121 Peluang penghematan energi kompressor

Penghematan energi dari perbaikan system dapat mencapai 20 hingga 50 %, senilai puluhan
bahkan ratusan juta rupiah per tahun. Seperti umumnya pada peralatan listrik berputar, biaya
operasi (listrik) pada kompressor jauh lebih mahal dari harga kompressor itu sendiri.
Pengelolaan energi yang benar dapat menghemat energi energi, pemeliharaan, mengurangi
downtime dan meningkatkan produktifitas industri.

Modul 6D
Hal. 1
Gambar 6.122 Komponen biaya compressor.

2. KOMPONENT UTAMA SISTEM KOMPRESSOR

Komponen utama sistem kompressor terdiri atas : Intake air filters, inter-stage coolers, after-
coolers, air-dryers, moisture drain traps, receivers, piping network,

Gambar 6.123 Komponent utama sistem kompressor (US DOE, 2003).

3. TIPE KOMPRESSOR.

Komprerssor terdiri atas beberapa tipe sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut.

Modul 6D
Hal. 2
Gambar 6.124 Tipe-Tipe Kompresor

Sumber : (US DOE, 2003)

3.1 Kompresor Torak

Pada kompressor tipe torak, sejumlah gas atau udara dikurung dalam suatu ruangan dan
volumenya secara mekanik dikurangi sehingga menyebabkan tekananya naik sebelum
kemudian dialirkan. Tipe kompressor ini tersedia dengan berbagai konfigurasi dan yang
paling sering adalah horizontal, vertikal dan horizontal balance-opposed. Tipe Kompressor
Vertical digunakan untuk kapasitas : 50 – 150 cfm. Horizontal balance opposed compressors
digunakan untuk kapasitas : 200 – 5000 cfm dengan disain multi-stage dan sampai dengan
10,000 cfm dengan disain single stage.

Gambar 6.125 Kompressor Torak

3.2 Sentrifugal kompressor

Modul 6D
Hal. 3
Sentrifugal kompressor adalah kompressor dinamis dimana energi dari impeller yang
berputar cepat ditransfer ke udara dengan cara merubah kecepatan dan tekanan. Kecepatan
udara yang tinggi dirubah menjadi tekanan dengan cara mengurangi kecepatan pada difuser
stssioner. Tipe kompressor ini cocok untuk kapasitas besar yaitu di atas 12.000 cfm.

Gambar 6.126 Sentrifugal Kompressor (King, Julie).

3.3 Kompressor ulir.

Kompressor ulir adalah mesin positif displacement dengan menggunakan sepasang rotor
yang bersesuaian sebagai pengganti piston untuk menghasilkan tekanan. Ukurannya
umumnya sekitar 30 hingga 200 hp atau 22 ke 150 kW.

Gambar 6.127 Kompressor Ulir.

4. Konservasi Energi Pada Sistem Kompressor.

Banyak cara untuk menghemat energi pada sistem compressor (udara bertekanan) mulai
dari masalah operasional yang sederhana seperti mematikan yang tidak perlu hingga ke

Modul 6D
Hal. 4
perbaikan yang memerlukan investasi dan reengineering proses. Area penghematan energi
ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 6.128 Area penghematan pada kompressor

Secara keseluruhan potensi penghematan energi pada compressor dapat direalisasikan


dengan cara sebagai berikut.

• Operasikan kompressor pada tekanan serendah mungkin.


• Matikan jika tidak diperlukan.
• Bersihkan filter dan heat exchanger secara teratur.
• Usahakan udara masuk termperaturnya rendah.
• Gunakan flat belt yang efisien energi .
• Gunakan soft stater yang hemat energi.
• Lakukan reengineering proses untuk menurunkan penggunaan udara bertekanan.
• Turunkan kebocoran.
• Pisahkan tekanan tinggi dan rendah jika mungkin.
• Pasang solenoid valve untuk menutup udara bertekanan.
o Mesin saat tidak beroperasi .
o Seluruh bagian-bagian jaringan.
• Jalur yang tidak berguna supaya dibongkar.
• Gunakan tipe non purge air drayer.
• Mengoptimumkan frekwensi auto drain trap.
• Memanfaatkan air pendingin dari kompresor.
• Gunakan transvector nozzle(venturi) pada pembersihan.
o Biasanya digunakan udara tekanan 6 bar tetapi 2,5 bar sebenarnya cukup.
o Pasang compresor tersendiri dengan operasi on/of.

Modul 6D
Hal. 5
o Transvector nozzle akan menghisap udara luar 30%.
• Peralatan listrik menghemat 30% energi dibandingkan pnematik.
• Penggantian udara tekan.
o Root blower dapat digunakan untuk agitas.
o Blower dapat digunakan untuk pendinginan.
• Pemisahan jaringan udara bertekanan rendah jika total kebutuhan L.P >30 %.
o LP 2.5 to 3.5 bar.
o HP > 3.5 BAR.l

4.1 Suhu Udara Intake.

Suhu udara masuk kompressor (intake) berpengaruh significant terhadap konsumsi daya
kompressor. Oleh karena itu pengaruh perubahan suhu air intake terhadap kinerja
kompressor jangan dianggab remeh. Udara intake yang panas atau yang terkontaminasi
mempengaruhi kinerja kompressor yang mengakibatkan konsumsi energi dan biaya
pemeliharaan meningkat. Kehadiran moiture (uap air), debu maupun kotoran lainnya pada
udara intake akan menempel pada komponen dalam kompressor seperti valve, impeller dan
rotor. Hal ini dapat mengurangi kapasitas dan menimbulkan keausan pada kompressor.
Karena operasi yang terus menerus kompressor akan menimbulkan energi panas. Panas ini
akan dilepaskan ke udara sekitar ruangan mesin kompressor dan cendrung menaikkan suhu
udara intake kompressor. Dan akibatnya efisiensi volumetrik compressor akan turun dan
konsumsi daya kompressor meningkat. Sebagai patokan umum pengaruh peningkatan suhu
intake air terhadap konsumsi daya compressor adalah sebagai berikut:

Setiap kenaikan suhu udara intake 4 C akan mengakibatkan konsumsi daya meningkat 1 %
untuk menghasilkan output yang sama.

Gambar 6.129 Pengaruh suhu udara intake terhadap konsumsi daya kompressor

Modul 6D
Hal. 6
Suhu udara intake yang rendah adalah salah satu cara menghemat energi pada kompressor
sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 6.29 Pengaruh Suhu udara intake terhadap konsumsi daya kompressor.

Suhu Intake (C) Output relatif (%) Penghematan daya (%)


10 102.0 +4
15.5 100.0 Nol
21.1 98.1 - 2.3
26.6 96.3 - 2.5
32.2 94.1 - 4.0
37.7 92.8 - 5.0
43.3 91.2 - 5.8

4.2 Kurangi Tekanan Delivery (Output)

Kemungkinan untuk menurunkan (optimizing) setting tekanan keluar sebaiknya dijejaki


dengan suatu kajian tentang tekanan yang dibutuhkan oleh berbagai peralatan pengguna
udara tekan, dan penurunan tekanan pada saluran instalasi mulai dari mesin pembangkitan
(kompressor) hingga ke ujung pada area pengguna akhir.

Gambar 6.130 Tipikal Instalasi Sistem Udara Bertekanan

Dengan kapasitas alir udara yang sama penurunan tekanan pada sistem kompressor tidak
saja menghemat energi tetapi juga mengurangi keausan pada bagian-bagian kompressor
yang pada akhirnya juga akan mengurangi efisiensi dan meningkatkan daya kompressor.
Penghematan energi secara tifikal melalui pengurangan tekanan ditunjukkan pada tabel dan
grafik berikut.

Tabel 6.30 Pengaruh penurunan Tekanan – Penghematan Energi Kompressor.

Modul 6D
Hal. 7
Pengurangan Tekanan Penghematan Energi (%)
Dari (Bar) Ke (Bar) Satu Tingkat Dua Tingkat Dua Tingkat
pendinginan Air pendinginan Air pendinginan Udara

6.8 6.1 4 4 2.6


6.8 5.5 9 11 6.5

Setiap pengurangan 1 bar tekanan pada delivery kompressor akan mengurangi konsumsi
daya sebesar 6 – 10 %.

Gambar 6.131 Pengaruh Tekanan delivery terhadap konsumsi daya kompressor

Oleh karena itu hindari mengoperasikan kompressor pada tekanan optimum yang melebihi
kebutuhan sebab distribusi aliran udara pada tekanan tinggi cendrung menurunkan efisiensi
volumetrik.

Grafik : Two Stage Reciprocating & Kompressor Sentrifugal.

Modul 6D
Hal. 8
Contoh : Single state compressor. 250 cfm udara atmosfer dikompres menjadi 110 psig
oleh 2 kompressor. Masing-masing kompressor digerakkan motor 25 HP full load.
Kompressor operasi 8000 jam per tahun. Menurut konsumen, tekanan dapat dikurangi 15
psi tanpa mengganggu kwalitas produksi

Gambar 6.132 Single Stage Reciprocating & Kompressor Sentrifugal.

Tekanan awal : 110 psi

Diturunkan menjadi : 95 psi.

Dari grafik diperoleh penghematan daya : 7.5 %.

Penghematan energi : 7.5/100 x 50 HP x 0.746 kW/HP x 8000 jam/tahun.

Jika pengguna udara bertekanan tinggi hanya sebagian kecil (minoritas) dari konsumen
keseluruhan lainnya, maka sebaiknya dipertimbangkan untuk melayani area pengguna ini
oleh satu sistem kompressor khusus, dan pertahankan yang lainnya beroperasi dengan
tekanan rendah sesuai kebutuhannya. Dengan demikian tidak hannya bermanfaat untuk
menghemat daya tetapi juga mengurangi kebocoran udara karena tekanan tinggi. Ingat,
jumlah kebocoran sebanding dengan tekanan udara. Harus diusahakan untuk
mengoperasikan kompressor pada setting tekanan serendah mungkin.

Modul 6D
Hal. 9
4.3 Penurunan Tekanan Minimum.

Penurunan tekanan (pressure drop) adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan
besaran pengurangan tekanan udara setelah keluar dari kompressor hingga ke pengguna
yang sesungguhnya. Pressure drop timbul akibat tahanan aliran udara dari sistem distribusi
hingga pengguna. Dengan desain yang baik, maka rugi-rugi tekanan harus kurang dari 10 %
dari tekanan discharge kompressor dihitung dari tangki penerima (receiper tank) hingga ke
titik pengguna akhir.

Semakin panjang dan kecil diameter pipa distribusi semakin besar rugi-rugi tekanan yang
timbul. Mengurangi pressure drop secara efektif, maka gunakan suatu sistem distribusi
udara tertutup (loop) dengan dua jalur aliran. Pressure drop juga dapat terjadi akibat dari
korrosi pipa distribusi dan komponen sistem udara tekan.

Kelebihan pressure drop yang diksebabkan dari akibat ukuran pipa tidak sesuai, filter,
kopling dan hose yang tidak cocok adalah bentuk pemborosan energi.

Pressure drop yang dianggab normal dan diterima secara tipikal praktis di industri adalah :
0.3 bar pada header utama dan 0.5 bar pada sistem distribusi (lihat tabel).

Tabel 6.31

Diameter Pipa Nominal (mm) Pressure Drop (bar) per 100 m Kerugian Daya Equivalen
(kW)
40 1.80 9.5
50 0.65 3.4
65 0.22 1.2
80 0.04 0.2
100 0.02 0.1

4.4 Penempatan Intake line

Jika filter dipasang pada intake kompressor, maka suhu ambient harus diusahakan serendah
mungkin untuk mencegah rendahnya laju aliran massa udara. Hal ini dapat dipenuhi dengan
menempatkan instalasi saluran isap kompressor yang sesuai biasanya di luar bangunan
kompressor (lihat gambar instalasi berikut).

Modul 6D
Hal. 10
Gambar 6.133 Intake air di luar ruangan-Baik Gambar 6.134 Intake air di dalam
ruangan – Tidak baik

Intake air di dalam ruangan adalah tidak baik karena suhu udara di dalam ruangan umumnya
lebih tinggi dibandingkan dengan udara luar. Mengompres udara dengan suhu tinggi
memerlukan daya relatif besar. Intake line yang panjang harus diperbesar diameternya
sekitar 2” untuk setiap panjang pipa 15 ft. Selalu diusahakan diameter pipa inteke lebih besar
atau sama dengan cylinder intake opening. Pipa intake udara instalasi besar harus dibuat
penyangga. Jika tidak berat instalasi akan membuat alligment kompressor terpengaruh.
Intake & Discharge line tidak boleh dalam duck yang sama

Gambar 6.135 Instalasi Intake line. Intake line yang panjang dibuat penyangga

Modul 6D
Hal. 11
Gambar 6.136 Intake & Discharge line dalam duck yang sama

Intake air harus diusahakan bersih dan kering. Hindari agar tidak terlalu dekat dengan drain
atau exchaust lines uap air. Filter intake harus dilindungi dari hujan dengan penutup/hood
dan dari bahan padat dengan screen/jaring.

Gambar 6.137 Penempatan Intake harus terhindar dari Sampah, hujan dan Moisture.

4.5 Sistem Transmissi

Sistem transmissi V-belt efisiensinya berkisar antara 70-90%, dengan bertambahnya usia
akan mengalami kemunduran atau pengurangan efisiensi sekitar 4 % jika tidak terpelihara
dengan baik.

Modul 6D
Hal. 12
Gambar 6.138 Efisiensi system transmissi.

Hindari tegangan belt tidak sesuai (terlalu kendor maupun terlalu kencang), hal ini akan
mengakibatkan rugi-rugi energi. Demikian juga multiple belt, jika salah satu dari multiple belt
gagal atau rusak , maka seluruh belt harus diganti.

Gambar 6.139 Tegangan belt tidak sesuai - kendor

Hindari sedapat mungkin adanya perbedaan dari masing-masing multiple belt. Ukuran belt
oversizing atau undersizing akan menghasilkan rugi-rugi energi tambahan.

Sistem transmissi bertingkat pada motor - kompressor seperti tampak pada gambar berikut
akan menimbulkan rugi-rugi transmissi bertambah besar (sebaiknya dihindari).

Modul 6D
Hal. 13
Gambar 6.140 Contoh Sistem tranmissi bertingkat.

Modul 6D
Hal. 14
MODUL 7-A
KONSERVASI ENERGI PADA SISTEM TERMAL

1. PENDAHULUAN

Modul ini menjelaskan prinsip konservasi energi pada sistem termal di industri. Pokok
bahasan modul terdiri atas jenis dan karakteristik bahan bakar, efisiensi pembakaran dan
faktor yang mempengaruhinya.

Manfaat Modul

Modul ini bermanfaat bagi petugas energi dalam rangka penerapan sistem manajemen
energi pada di industri khususnya efisiensi pembakaran sistem termal. Modul ini juga
bermanfaat bagi mereka yang akan mengikuti uji kompetensi jabatan kerja manajer energi
dengan judul unit kompetensi “Penerapan Prinsip-prinsip Konservasi Energi” pada system
termal. Dengan mempelajari materi modul ini pembaca diharapkan mampu menerapkan
konservasi energi pada sistem termal khususnya manajemen pembakaran bahan bakar di
industri.

Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran modul ini adalah membekali pengetahuan tentang prinsip konservasi
energi pada sistem pembakaran bahan bakar dengan kompetensi sebagai berikut.

 Kompetensi Dasar : Dengan mempelajari materi modul ini peserta diharapkan


mengerti dan mampu menerapkan konservasi energi pada sistem pembakaran
bahan bakar terkait dengan proses industri.

 Indikator Keberhasilan : Setelah mengikuti pelajaran ini peserta diharapkan mampu :


‐ Menjelaskan manajemen pembakaran
‐ Menjelaskan efisiensi pembakaran.
‐ Menjelaskan faktor faktor yang mempengaruhi efisiensi pembakaran.
‐ Mengidentifikasi potensi konservasi energi pada sistem pembakaran.

2. KONSERVASI ENERGI PADA SISTEM PEMBAKARAN

Sistem pembakaran meliputi bahan bakar, manajemen pembakaran dan peralatan

Modul 7A
Hal. 1
pemanfaat panas. Memahami lebih jauh tentang konservasi energi pada sistem
pembakaran, maka karakteristik bahan bakar dan parameter operasi system pembakaran
harus dipahami terlebih dahulu. Indikator dan parameter operasi kritis yang harus
dikendalikan agar energi hasil pembakaran suatu bahan bakar dapat secara maksimal
digunakan untuk menghasilkan manfaat pada suatu fasilitas energi. Konservasi energi
adalah tuntutan regulasi yang harus dilakukan dalam setiap pengelolaan energi.
Pemanfaatan energi yang efisien pada proses pembakaran dapat dicapai dengan
menerapkan manajemen pembakaran. Manajemen pembakaran dimaksudkan untuk
mendapatkan proses pembakaran optimum. Indikator efisiensi sistem pembakaran yang
digunakan adalah ratio udara, dan suhu gas buang. Dalam praktek rasio udara diindikasikan
dengan kadar O2 atau CO2 dalam gas buang hasil pembakaran. Analisis kimia pada gas
buang adalah cara yang tepat untuk menentukan ratio udara. Dengan kata lain tingkat
kecukupan udara pembakaran untuk mendapatkan pembakaran optimum dilakukan dengan
mengukur CO2 atau O2 pada gas buang. Selain untuk mengetahui rasio udara pembakaran,
mengukur kadar CO2 atau O2 pada gas buang juga diperlukan untuk menghitung efisiensi
pembakaran dan rugi-rugi energi ke cerobong. Dengan mengetahui rugi-rugi energi ke
cerobong maka dimungkinkan untuk menghitung potensi penghematan energi pada proses
pembakaran. Perubahan parameter operasi pada sistem pembakaran seperti O2, CO2, dan
suhu gas buang mempengaruhi efisiensi pembakaran. Setiap excess air turun 5 %, akan
meningkatkkan efisiensi pembakaran 1 %.

2.1 Karakteristik Bahan Bakar.

Dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan bahan bakar seperti gas/LPG dan minyak.
Untuk keperluan industri bahan bakar yang umum digunakan selain gas dan minyak bumi
adalah batubara. Penggunaan bahan bakar (cair, gas maupun padat) tergantung pada
beberapa hal seperti ketersediaan, penyimpanan, handling, pollusi, dan area yang tersedia
untuk fasilitas pemanfaat energi dimaksud. Pemahaman tentang bahan bakar dan
karakteristiknya adalah perlu dalam memilih bahan bakar untuk keperluan tertentu dan untuk
kepentingan efisiensi energi. Komposisi bahan bakar umumnya terdiri atas karbon dan
hidrogen atau kombinasi keduanya yang dikenal dengan hidrokarbon. Hidrokarbon jika
dibakar akan menghasilkan energi panas, bahan bakar ini biasanya berasal dari alam yang
dapat berupa padat , cair dan gas. Proses pembentukan hidrokarbon dari fossil menjadi
bahan bakar hidrokarbon dalam perut bumi membutuhkan ribuan tahun dan oleh karena itu

Modul 7A
Hal. 2
bahan bakar hidrokarbon disebut bahan bakar fossil. Tipe dan karakteristik bahan bakar
(cair, padat dan gas) akan dijelaskan berikut ini.

Bahan bakar Cair


Bahan bakar cair seperti minyak bumi adalah bahan bakar yang paling banyak digunakan
dalam proses industri. Beberapa sifat penting yang terkait dengan penyimpanan, handling
dan penyiapan bahan bakar cair akan dibahas berikut ini.
Densitas:
Densitas diartikan sebagai perbandingan antara massa dengan volume bahan bakar pada
suhu reference 15°C. Densitas diukur dengan instrument yang disebut hydrometer.
Pemahaman tentang densitas bermanfaat baik untuk perhitungan kwantitatip maupun dalam
mengasses kwalitas pembakaran (ignition qualities). Satuan densitas adalah kg/m3.
Specific gravity :
Spesific gravity diartikan sebagai ratio antara berat minyak dengan volume tertentu terhadap
berat air dengan volume yang sama pada suhu yang ditetapkan. Densitas bahan bakar
relatif terhadap air disebut dengan specific gravity. Dengan pengertian tersebut maka
specific gravity air adalah sama dengan 1. Karena specific gravity adalah ratio, maka
spesific grafity tidak mempunyai satuan. Specific graviti digunakan dalam perhitungan yang
melibatkan berat dan volume.
Viskositas :

Viskositas suatu fluida merupakan indikasi dari tahanan alir internal. Viscositas dipengaruhi
oleh suhu, dan besarnya akan menurun jika suhu meningkat. Oleh karena itu besaran
viskositas tidak punya arti kecuali disebutkan dalam suhu berapa. Ukuran viskositas adalah
Stokes / Centistokes tapi kadang-kadang viskositas juga ditentukan dalam satuan Saybolt
atau Redwood. Tiap jenis bahan bakar minyak memiliki hubungan antara suhu dan
viskositas. Viskositas diukur dengan instrumen yang dikenal dengan viskometer.
Viskositas merupakan karakteristik penting dalam penggunaan dan penyimpanan bahan
bakar minyak, misalnya dalam menentukan suhu preheating yang dibutuhkan dalam
handling, penyimpanan maupun dalam keperluan atomization. Jika minyak bakar terlalu
kental akan kesulitan dalam pemompaan maupun dalam proses penyalaan di burner.
Atomization yang jelek pada sistem pembakaran mengakibatkan timbulnya deposit carbon
pada dinding maupun ujung tips burner.

Modul 7A
Hal. 3
Flash Point :
Flash point bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dipanaskan.
Flash point untuk furnace oil adalah 66 0C.
Pour Point :
Pour point bahan bakar adalah suhu terendah dimana dia dapat tumpah atau mengalir pada
kondisi tertentu. Hal ini mengindikasikan suhu terendah dimana bahan bakar masih mungkin
dipompakan.
Specific Heat :
Specific heat adalah sejumlah kalor (kCals) yang diperlukan menaikkan suhu 1 0C dari 1 kg
oil. Satuan specific heat adalah kcal/kg0C. Nilai tersebut bervariasi dari 0.22 hingga 0.28
tergantung specific gravity. Specific heat menentukan berapa banyak panas atau energi
yang diperlukan untuk memanaskan oil untuk mencapai suhu tertentu. Minyak ringan (light
oils) memiliki specific heat yang rendah, sedangkan minyak berat (heavier oils) memiliki
specific heat yang lebih tinggi.
Calorific Value :

Calorific value adalah ukuran dari energi panas yang dihasilkan bahan bakar, ditentukan
dalam besaran gross calorific value atau net calorific value. Perbedaan antara gross calorific
value atau net calorific value ditentukan oleh latent heat kondensai uap air yang dihasilkan
dari proses pembakaran. Gross calorific value (GCV) diassumsikan bahwa semua uap air
yang terbentuk pada prosess pembakaran terkondensasi. Net calorific value (NCV)
diasumsikan bahwa air yang terbentuk dari proses pembakaran tidak terkondensasi tetapi
menjadi uap/combustion products. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan net
calorific value.
Sulphur :

Banyaknya sulphur dalam bahan bakar minyak tergantung pada sumber dari crude oil dan
refining process. Kandungan sulfur yang normal untuk residual fuel oil (furnace oil) adalah 2 -
4 %. Kerugian utama yang ditimbulkan sulphur adalah resiko korrosi akibat asam sulphuric
yang terbentuk selama proses dan sesudah pembakaran berlangsung dan kondensasi pada
bagian dingin dari cerobong atau pada air pre-heater maupun economizer.
Ash Content :

Besaran ash berkaitan dengan bahan inorganic atau garam pada fuel oil. Ash level dalam
bahan bakar distillate dapat diabaikan. Bahan bakar residu (residual fuels) memiliki level ash

Modul 7A
Hal. 4
yang lebih tinggi. Garam pada bahan bakar fuel oil dapat berupa sodium, vanadium, calcium,
magnesium, silicon, iron, aluminum, nickel, dll. Secara typikal besaran ash ini berada pada
kisaran 0.03 - 0.07 %. Ash yang terlalu banyak pada bahan bakar cair dapat menimbulkan
fouling deposits pada peralatan bakar (combustion equipment). Ash juga menimbulkan efek
erosive pada tips burner, menimbulkan kerusakan pada refractories pada suhu tinggi.
Carbon Residue :

Carbon residue mengindikasikan tendensi bahan bakar akan timbulnya deposit a


carbonaceous solid residue pada permukaan panas seperti pada burner atau injection
nozzle, manakala vaporizable constituents menguap. Residual oil mengandung carbon
residue sekitar 1 percent atau lebih.
Water Content :

Water content dari furnace oil saat disupply umumnya sangat rendah karena saat di refinery
product tersebut dihandled dalam kondisi panas. Limit atas 1% dinyatakan sebagai standard.
Penyimpanan (Storage) bahan bakar Fuel oil :

Adalah berbahaya jika bahan bakar minyak disimpam dalam keadaan terbuka. Oleh karena
itu dalam prakteknya bahan bakar minyak umumnya disimpan dalam tangki (cylindrical
tanks) di permukaan atau di dalam tanah. Ukuran atau sizing dari storage tank adalah
masalah yang penting. Ukuran storage yang direkomendasikan adalah paling tidak dapat
memenuhi keperluan normal selama 10 hari. Setelah pada periode tertentu, sejumlah lumpur
atau bahan settlement of solids dapat terbentuk di dalam tangki. Fuel oil harus bebas dari
contaminants seperti kotoran, sludge dan air sebelum diumpankan ke sistem pembakaran.
Oleh karena itu tangki harus dapat dibersihkan secara regular dalam interval waktu tertentu.
Untuk heavy fuels pembersihan dilakukan setahun sekali sedangkan untuk light fuels
pembersihan dilakukan dua tahun sekali. Karakteristik berbagai bahan bakar minyak
produksi pertamina tertera pada tabel berikut.

Modul 7A
Hal. 5
Tabel 7.1 Karakteristik bahan bakar ADO

Metode Uji ASTM/lain


Batasan
NO Karakteristik UNIT
MIN MAX ASTM IP
1 Angka Setana 45 - D-613
2 Indeks Setana 48 - D4737
3 Berat Jenis pada 15 0 C Kg/m3 815 870 D-1298 / D-
4737
4 Viskositas pada 40 0 C Mm2/sec 2.0 5.0 D-445
5 Kandungan Sulfur % m/m - 0.35 D-1552
6 Distilasi : T95 °C - 370 D-86
7 Titik Nyala °C 60 - D-93
8 Titik Tuang oC - 18 D-97
9 Karbon Residu merit - Kelas I D-4530
10 Kandungan Air Mg/kg - 500 D-1744
11 Biological Grouth - Nihil
12 Kandungan FAME % v/v - 10
13 Kandungan Metanol & % v/v Tak Terdeteksi D-4815
Etanol
14 Korosi bilah tembaga Merit - Kelas I D-130
15 Kandungan Abu % m/m - 0.01 D-482
16 Kandungan Sedimen % m/m - 0.01 D-473
17 Bilangan Asam Kuat mgKOH/gr - 0 D-664
18 Bilangan Asam Total mgKOH/gr - 0.6 D-664
19 Partikulat Mg/l - - D-2276
20 Penampilan Visual - Jernih dan terang
21 Warna No.ASTM - 3.0 D-1500
Spesifikasi tersebut di atas sesuai dengan Surat Keputusan Dirjen Migas 3675
K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.

IDO

Diesel oil (IDO) adalah jenis bahan bakar minyak destilat yang terdiri atas fraksi berat
(heavy fractions) atau campuran antara destilat fraksi ringan (light fraction) dan fraksi berat -
heavy fraction (residual fuel oil) dan memiliki dark black chromatic, namun tetap masih cukup
encer/cair pada suhu rendah. Penggunaan dari IDO umumnya adalah sebagai bahan bakar
pada mesin diesel putaran menengah atau rendah ( 300 - 1.000 RPM). Kegunaan lain bahan
bakar IDO ini adalah untuk bahan bakar pada pembakaran langsung pada berbagai
keperluan di industri. Bahan bakar IDO ini juga dikenal marine diesel fuel (MDF).

Tabel 7.2 Spesifikasi Bahan bakar IDO

Modul 7A
Hal. 6
LIMITS TEST METHODS
NO PROPERTIES SATUAN/UNIT
MIN MAX ASTM IP
1 Specific Gravity 60 / 60 0.840 0.920 D-1298
°F
2 Viscosity Redwood Secs 35 45 D-445 *) IP 70
1/100 °F
3 Pour Point °F - 65 D-97
4 Sulphur Content % wt - 1.5 D-1551/
1552
5 Conradson Carbon % wt - 10 D-198
Residu
6 Water Content % vol - 0.25 D-95
7 Sediment % wt - 0.02 D-473
8 Ash % wt - 0.02 D-482
Netralization Value :
- Strong Acid Number mgKOH/gr - Nil
9 Flast Point P.M.c.c °F 150 - D-93
10 Colour ASTM 6 - D-1500

* ) Kinematic Viscosity Conversion


Spesifikasi sesuai Surat Keputusan Dirjen Migas No.002/P/DM/MIGAS/1979 Tanggal 25 Mei
1979

Fuel Oil

Marine fuel oil (MFO) bukan berasal dari tipe distillat tetapi dari jenis residue dan memiliki
dark black chromatic. Marine fuel 0il (MFO) lebih kental dibandingkan diesel oil, mempunyai
level point pour lebih tinggi dibandingkan diesel oil. Kegunaan MFO umumnya pada
pembakaran langsung di perusahaan industri, pembangkit listrik (Steam Power Station) dan
lain-lainya.

Tabel 7.3 Specifikasi MFO

LIMITS TEST METHODS


NO PROPERTIES SATUAN/UNIT
MIN MAX ASTM IP
1 Specific Gravity 60 / 60 °F - 0.990 D-1298
2 Viscosity Redwood 1/100 Secs 400 1250 D-445 *) IP 70
°F
3 Pour Point °F - 80 D-97
4 Calorific Value Gross BTU/lb 18.000 - D-240
5 Sulphur Content % wt - 3.5 D-
1551/1552
6 Water Content % vol - 0.75 D-95

Modul 7A
Hal. 7
7 Sediment % wt - 0.15 D-473
8 Netralization Value :
- Strong Acid Number mgKOH/gr - Nil
9 Flast Point P.M.c.c °F 150 - D-93
10 Conradson Carbon Residu % wt - 14 D-189

*) Kinematic Viscosity Conversion specifications according to Oil and Gas Director General
Decree No.003/P/DM/MIGAS/1986. April 14, 1986.

Minyak Bensin (Premium)

Premium adalah jenis bahan bakar minyak chromatic distillate jernih kekuningan. Warna
kuning merupakan efect dari bahan additive (dye). Kegunaan dari bahan bakar ini pada
umumnya adalah untuk kenderaan bermotor (gasoline engine) seperti : mobil, motor dan
lainnya.

Minyak tanah (Kerosin)

Kerosin adalah bagian dari crude oil dengan boiling point berkisar antara 150 ° C hingga
300 ° C dan tidak berwarna. Bahan bakar kerosin ini telah digunakan sejak beberapa puluh
tahun lalu sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga seperti untuk lampu
penerangan, memasak, dan untuk memanaskan air.

Tabel 7.4 Specifikasi Minyak tanah

Properties Limit Test Methods


Min Max ASTM LAIN
Spescific Grafity at 60/60oC 0.835 D-1298
Color Livibond 18" cell, or 2.5 IP 17
Color Saybolt 9 D-156
Smoke point mm mm 16*) D-1322
Char Value mm/kg 40 IP 10
Destilation: D-86
- Recovery at 200oC % vol 18
- End point oC 310
Flash point Abel, or oF 100
Alternative Flash point TAG oF 105
Sulphur Content % wt 0.2 D-2166

Modul 7A
Hal. 8
Copper Strip Corrosion No.1 D-130
(3 hrs/50oC)
Odour Marketable

Note: *) If Smoke Point is determined by ASTM D-1322, the minimum limitation is lowered
from 16 to 15. The specification is based on Director General of Oil and Gas Decree no.
002/DM/MIGAS/1979 date 25 May 1979.

Solid Fuel (Coal)

Coal diklasifikasikan atas tiga type utama yaitu anthracite, bituminous, and lignite. Lebih
lanjut coal diklasifikasikan atas semi-anthracite, semi-bituminous, dan sub-bituminous. Dari
perspektip geologi anthracite adalah batubara yang tertua. Batubara jenis anthracite ini
sebagaian besar terdiri dari carbon dan dengan sedikit volatile content dan praktis tidak ada
moisture. Lignite adalah jenis batubara muda, jenis ini tidak keras dan utamanya terdiri atas
volatile matter dan moisture content dengan sedikit fixed carbon. Fixed carbon dalam hal ini
terkait dengan yang free state bukan carbon yang tergabung (combined) dengan element
lain. Volatile matter dalam hal ini dimaksudkan dengan combustible constituents batubara
yang akan menguap (vaporize) saat dipanaskan.

Bahan Bakar Biomassa.

Berbagai biomassa (lignocellulose) seperti kayu dan hasil pertanian memiliki sifat dasar
secara kimia maupun fisika. Dari seluruh sifat fisika dan kimia tersebut hanya sedikit yang
berkaitan dengan energi sedangkan sebagian besar dari sifat-sifat tersebut tidak
berpengaruh secara significant dalam proses energi. Berikut adalah uraian tentang masing-
masing sifat kimia maupun fisika dari bahan bakar biomassa.

Sifat Kimia Biomassa


Secara kimiawi biomassa terdiri atas unsur : Carbon, Hidrogen, Oxigen, Nitrogen dan
Mineral. Komposisi ultimate ini komposisinya tidak banyak bervariasi, namum pengaruhnya
terhadap konversi termokimia suatu biomassa sangat penting. Komposisi ultimate biomassa
berdasarkan berat kering (tidak termasuk kandungan mineral) adalah sebagai berikut :
o Carbon : 50 %.
o Hidrogen : 6 %
o Oxigen : 43 %

Modul 7A
Hal. 9
o Nitrogen : 1 %.
Komposisi seperti di atas menentukan besaran nilai kalor net biomassa sekitar 18.4 MJ/kg
atau sekitar : 4395 kcal/kg. Secara intristik besaran nilai kalor biomassa adalah sama,
namun dalam prakteknya besaran ini harus dikoreksi berdasarkan kandungan mineral dan
moisture (air) biomassa tersebut dengan furmula berikut.
(NCC)H = 18.4( ) - 2.5( ) MJ/kg.

Dengan :
(NCC)H = Nilai kalor net pada kandungan air (moisture) H, dalam MJ/kg. H = Kandungan
air (moisture) dalam % berat kering (dry weigh) basis.
MM = Kandungan mineral dalam % berat kering (dry weigh) basis.

Contoh : Tentukan nilai kalor net dari sekam padi dengan kandungan : moisture = 15 %, dan
mineral : 20 %. Berdasarkan formula di atas nilai kalor net sekam padi tersebut dapat
dihitung sbb :
(NCC)H = 18.4 ( ) - 2.5 ( ) MJ/kg.

= 18.4 ( ) - 2.5 ( ) MJ/kg.

= 12.5 MJ/kg.
Perubahan nilai kalor net biomassa berdasarkan jumlah kandungan mineral dan moisture
digambarkan sebagai berikut.

Gambar 7.1 Nilai kalor net biomassa berdasarkan mineral dan moisture

Modul 7A
Hal. 10
Sifat Fisika Biomassa
Berbeda dengan sifat kimia, karakteristik fisika biomassa jauh berbeda dari suatu biomassa
dengan biomassa lainnya, tergantung pada wilayah, kondisi pertumbuhan dari suatu jenis
biomassa, dan lain-lain. Karakteristik utama yang mempengaruhi proses termokimia
(thermochemical) adalah : moisture, size (besaran fisik), spesifik densitas, dan bulk densitas.
Semua hal ini terkait erat dengan konversi energi dari biomassa tersebut. Uraian rinci
tentang sifat fisika tersebut dan pengaruhnya terhadap konversi energi termal dibahas
berikut ini.
Moisture
Kandungan air (moisture) bahan bakar biomassa dinyatakan dalam basis kering (dry basis) ataupun
menurut basis biomassa total (wet basis).
Wet basis : (Berat basah – Berat kering) / Berat basah.
Dry basis : (Berat basah – Berat kering) / Berat kering
Basis kering adalah lebih cocok digunakan oleh kalangan praktisi mengingat biomassa umumnya
dinyatakan dalam kwantitas kering, sedangkan wet basis diperlukan dalam hal keseluruhan
biomassa. Untuk menyatakan bentuk keduanya dry maupun wet dapat dilakukan jika salah satu
diantaranya sudah diketahui. Hubungan keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut :

MCtw = x 100

MCdw = x 100

Dengan : MCdw = Kandungan moisture basis berat kering (%)


MCtw = Kandungan moisture basis berat total (%).

Modul 7A
Hal. 11
Gambar 7.2 Efek Moisture terhadap Nilai kalor
Moiture atau kandungan air biomassa basis kering (% dry weight) biomassa berdasarkan
suhu dan kelembaman udara sekitar berdasarkan Maggi and partners, 1990 adalah
sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel 7.5 Moisture bahan bakar kayu mengikuti suhu dan relatif humiditi udara
Temperatur (C)
Relatif Humidity (%) 10 15 20 25 30
20 4.7 4.7 4.6 4.4 4.3
30 6.3 6.2 6.1 6.0 5.9
40 7.9 7.8 7.7 7.5 7.5
50 9.4 9.3 9.2 9.0 9.0
60 11.1 11.0 10.8 10.6 10.5
70 13.3 13.3 13.0 12.8 12.6
80 16.2 16.3 16.0 15.8 15.6
90 21.2 20.8 20.6 20.3 20.1

Modul 7A
Hal. 12
Moisture content sangat mempengaruhi proses pembakaran. Jika moisture content bahan bakar
meningkat, maka : rugi-rugi energi bertambah, efisiensi overall turun, laju pembakaran turun,
suhu flame (api) turun, dan produksi uap pada boiler turun.

Gambar 7.3 Rugi-rugi energi vs moisture


(SE. Corder-Wood and Bark sebagai bahan bakar).

 Densitas
Densitas dalam hal ini diartikan sebagai perbandingan antara massa dan volume bahan bakar.
Densitas ini cocok dinyatakan pada biomassa dalam bentuk batangan besar, sedangkan untuk
biomassa yang terdiri atas potongan-potongan kecil dengan jumlah yang banyak umumnya
digunakan istilah bulk densitas.
Spesifik densitas : yaitu berat/massa per stuan volume. Istilah ini cocok untuk biomassa
berukuran besar atau batangan. Spesifik densitas biomassa umumnya berkisar antara 400 – 800
kg/m3.
Bulk densitas : Istilah ini sering digunakan untuk biomassa dengan granulometry halus seperti
sebuk gergaji, kulit padi, dan lain-lain. Karakteristik ini penting diketahui dalam hal penyimpanan
dan masalah handling atau transportasi biomassa. Bentuk fisik biomassa umumnya dalam
kenyataan adalah berbeda-beda seperti bentuk log, tangkai, batang, jerami, tatal dan lain-lain.
Granulometry adalah faktor penting dalam laju pembakaran selain masalah size atau ukuran
biomassa. Granulometry sangat tergantung pada tipe dan cara konversi yang dilakukan pada
biomassa tersebut seperti tertera dalam tabel terlampir.

Modul 7A
Hal. 13
Pengeringan (Drying)
Pengeringan melalui suatu peralatan termal/pengering sering digunakan untuk mengurangi kadar
air biomassa. Untuk biomassa tertentu sebelum pengeringan dilakukan perlakuan pendahuluan
seperti penekanan secara mekanik (press) sering ditarapkan untuk mengurangi kadar air. Cara ini
dapat menghemat energi dan mempercepat proses pengeringan. Proses pengeringan yang biasa
untuk bahan padat basah adalah memberi udara panas yang dibangkitkan dari suatu sumber
energi termal. Adanya perbedaan suhu antara udara panas dan biomassa memungkinkan
terjadinya aliran panas dari udara ke permukaan biomassa. Bersamaan dengan itu moisture atau
cairan dari biomassa bergerak menuju permukaan yang dipanasi menggantikan moisture yang
telah menguap. Kecepatan proses pengeringan dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun
internal. Faktor eksternal antara lain adalah suhu dan humidity udara pemanas, kecepatan alir
dan turbulensi udara, luas permukaan dan tebal benda yang dikeringkan. Sedangkan faktor
internal yang berpengaruh atas laju aliran moisture kepermukaan biomassa adalah yang terkait
dengan natural biomassa seperti kapiler, diffusi, gradient tekanan grafitasi dan penguapan
internal.

Pengaruh suhu terhadap proses pengeringan biomassa


Dengan meningkatnya suhu udara pemanas, maka daya serap moisture menjadi meningkat
secara exponensial. Selain itu laju perpindahan panas dari udara ke permukaan material
(moisture) juga meningkat dan menambah laju penguapan. Meskipun secara teoritis proses
pengeringan meningkat seiring dengan peningkatan suhu udara pemanas sebagaimana
dijelaskan di atas, namum suhu maksimum udara panas dalam prakteknya tidak bisa
sembarangan dinaikkan tetapi harus disesuaikan dengan batas aman untuk biomassa dan media
pemanas yang tersedia.

Pengaruh humidity udara pemanas terhadap proses pengeringan


Laju pengeringan akan meningkat dan maksimum pada level humidity udara minimum. Udara
dengan suhu tertentu jika humiditynya diturunkan akan membuat daya serap moisture menjadi
naik. Dalam proses pengeringan, humiditi tinggi tidak banyak pengaruhnya terhadap peningkatan
kinerja dryer, dan dengan pertimbangan efisiensi maka humidity udara pada outlet dryer yang
dianggap wajar adalah 80 %. Hal ini bisa dicapai dengan sirkulasi balik sebagian dari udara
pemanas sehingga kebutuhan udara segar yang membutuhkan energi termal untuk mencapai
suhu dan kecepatan yang diharapkan pada dryer menjadi berkurang.

Modul 7A
Hal. 14
Pengaruh kecepatan udara terhadap pengeringan
Laju penyerapan air oleh udara dari permukaan basah sangat dipengaruhi oleh kecepatan udara
pengering, semakin tinggi kecepatan udara semakin cepat proses perpindahan panas dan
penyerapan air berlangsung. Faktor turbulensi aliran udara relatif terhadap permukaan basah
yang akan dikeringkan juga mempengaruhi kecepatan proses pengeringan.

Ketersediaan dan harga bahan bakar

Untuk kebutuhan utilitas industri seperti boiler adakalanya di pakai beberapa macam bahan
bakar. “ Dual fuel “ burner dapat menggunakan baik gas alam (LPG) atau minyak solar. Bila
gas alam yang digunakan adalah dari Perusahaan Umum Gas Negara (PGN) maka nilai
kalor = 8850 kcal/Nm3. Pada umumnya tarif gas alam per kubik meter adalah berdasarkan
dollar dan rupiah. Untuk harga LPG dipasarkan berdasarkan pada berat (kg), nilai kalor =
122 MJ/kg. Untuk batubara, harganya tergantung dari nilai kalor dan ukurannya. Umumnya
dipasok dari terminal batubara.

2.2 Manajemen Pembakaran

Manajemen pembakaran diterapkan untuk mendapatkan proses pembakaran optimum pada


suatu sistem pembakaran. Indikator efisiensi sistem pembakaran adalah ratio udara, dan
suhu gas buang.

2.2.1 Ratio udara.

Rasio udara adalah perbandingan antara udara pembakaran aktual dengan udara
pembakaran teoritis. Dalam praktek kadar O2 (%) di stack mengindikasikan rasio udara
pembakaran aktual. Hubungan antara kadar oxygen (O2) stack gas dengan rasio udara
pembakaran ditunjukkan dengan formula berikut :

RasioUdara  21 /( 21  O2%)

Kadar oxygen (O2) pada gas buang diukur dengan menggunakan gas analizer, data hasil
pengukuran dapat digunakan untuk menghitung rasio udara. Mendapatkan efisiensi
pembakaran yang optimal maka rasio udara dan suhu gas buang harus dikontrol.
Pembakaran sempurna dapat terjadi bila jumlah udara pembakaran yang dipasok ke ruang
bakar lebih dari kebutuhan teoritis (stoichiometric). Namun bila udara lebih (excess air)

Modul 7A
Hal. 15
terlalu banyak maka jumlah gas buang dan energi sensibel gas buang bertambah besar
sehingga rugi-rugi energi ke stack juga meningkat.
Ratio udara rendah (low air ratio combustion). Pembakaran sempurna dapat terjadi bila
jumlah udara pembakaran yang dipasok ke ruang bakar lebih dari kebutuhan teoritis
(stoichiometric). Namun jika udara lebih (excess air) dibuat terlalu banyak maka laju alir
massa gas buang (exhaust gas) hasil pembakaran menjadi besar.

Gambar 7.4 Proses Pembakaran

Massa alir gas buang yang besar akibat udara lebih yang terlalu banyak menjadikan jumlah
energi sensibel gas buang menjadi besar. Energi sensibel tersebut hilang ke cerobong
melalui gas buang menimbulkan rugi-rugi energi. Kerugian energi tersebut dikenal dengan
rugi-rugi energi ke stack (cerobong). Dalam kenyataan di lapangan diantara para praktisi
mengevaluasi proses pembakaran hanya berdasarkan visualisasi warna gas buang. Asap
hitam di cerobong dipahami sebagai indikator pembakaran tak sempurna. Sedangkan gas
buang di cerobong yang bersih tanpa asap hitam dipahami sebagai tanda pembakaran
sempurna dan efisien. Ini menunjukkan bahwa para praktisi tersebut belum sepenuhnya
memahami pengertian sesugguhnya dari efisiensi pembakaran. Sebagaimana dijelaskan di
muka rasio udara adalah perbandingan antara udara pembakaran yang disupply ke ruang
bakarl dengan udara pembakaran teoritis. Sedangkan excess air adalah kelebihan jumlah
udara pembakaran yang dipasok (%) dari jumlah udara pembakaran teoritis. Rasio udara
yang direkomendasikan untuk beberapa jenis bahan bakar adalah seperti pada tabel berikut.

Modul 7A
Hal. 16
Tabel 7.6 Rasio Udara dan O2 Optimum pada Gas Buang berbagai Bahan Bakar

Bahan Bakar Rasio Udara ( %) Optimum O2 pada Stack (%)

Batubara 1.20 -1. 25 4 – 4,5


Biomassa 1.20 – 1.40 4-6
Stoker firing 1.25 – 1.40 4,5 – 6,5
BBM 1.05 – 1.15 1-3
Gas Bumi/LPG 1.05 – 1.10 1-2
Black Liquor 1.05 – 1.10 1-2

2.2.2 Pembakaran Sempurna VS Excess Air

Pembakaran stoichiometric adalah pembakaran ideal secara teoritis. Dalam praktek


pembakaran dengan kondisi stoichiometric tak mungkin terjadi untuk proses pembakaran
normal. Untuk mendapatkan pembakaran sempurna dimana bahan bakar semuanya habis
terbakar, maka udara pembakaran yang dipasok ke ruang bakar sengaja dilebihkan dari
kebutuhan teoritis (stoichiometric). Jumlah excess air tidak boleh berlebih karena jika excess
air semakin besar, maka rugi-rugi cerobong akan meningkat. Besarnya excess air dapat
dihitung berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi gas pembakaran yaitu CO2 dan O2
dalam gas buang. Excess air dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :
Excess air (E) = 378/100 - ( + )/  - 3.78
Dengan : E adalah excess air (%)
 adalah konsentrasi CO2 pada gas buang (%)
 adalah konsentrasi O2 pada gas buang (%).
Untuk aplikasi di industri cara akurat mengestimasi excess air dengan formula di atas, maka
data O2 atau CO2 sebaiknya diukur sebagai berikut :
Untuk bahan bakar fuel oil dan dengan kondisi excess air, maka yang diukur adalah
konsentrasi CO2. Tetapi untuk bahan bakar fuel oil dengan kondisi excess air rendah, maka
yang diukur adalah konsentrasi O2. Untuk bahan bakar gas yang diukur adalah konsentrasi
O2. Selanjutnya untuk bahan bakar batubara sebaiknya dilakukan pengukuran kombinasi
CO2 dan O2.

Kelebihan udara (excess air) dapat juga dihitung dengan formula berikut :

Excess air (E) = (CO2 stochiometrik/CO2 aktual) – 1 x 100 %.

Modul 7A
Hal. 17
Dengan volume CO2 stochiometrik () dalam flue gas kering berbagai bahan bakar adalah
sebagai berikut.
 Natural gas and producer gas; CO2 stochiometrik : 11 <  < 12 %.
 Commercial butane and propane; CO2 stochiometrik :  = 14 %.
 Fuels; CO2 stochiometrik : 15 <  < 16 %.
 Marketed coal; CO2 stochiometrik : 18 <  < 20 %.
Excess air dapat juga diperkirakan berdasarkan rasio udara. Sebagaimana diuraikan di
muka, besarnya rasio udara pembakaran dapat dihitung dengan formula berikut : Rasio
udara (Ra) = 21/(21 – O2 %). Excess air = (rasio udara – 100) % = (Ra -100).

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Pembakaran

 O2 pada gas buang.


Telah dijelaskan bahwa salah satu indikator efisiensi pembakaran adalah rasio udara. Rasio
udara dalam praktek diindikasikan dengan kadar O2 atau CO2 pada gas buang. Jadi O2 dan
CO2 adalah parameter operasi dari rasio udara.

Gambar 7.5 Parameter Operasi Sistem Pembakaran

Kadar O2 pada gas buang adalah parameter operasi sistem pembakaran. Sebagaimana
dijelaskan di atas pembakaran sempurna dapat diperoleh dengan cara memasok udara
pembakaran ke ruang bakar berlebih (excess air). Karena udara berlebih maka sudah pasti
oksigen sisa yang tak digunakan untuk proses pembakaran terdapat pada gas buang.

Gas analiser adalah alat ukur untuk mengetahui kadar O2 dan CO2 pada gas buang. Gas
analiser portable saat ini telah tersedia di pasaran dengan harga yang terjangkau. Jika

Modul 7A
Hal. 18
parameter operasi (rasio udara dan suhu gas buang) dikendalikan, maka efisiensi
pembakaran sudah terkontrol dengan baik.

Gambar 7.6 Gas analiser O2&CO2

Semakin rendah ratio udara semakin sedikit energi yang terbuang, dengan kata lain efisiensi
pembakaran semakin meningkat. Secara teoritis pembakaran optimum terjadi pada rasio
udara sama dengan satu (1), tetapi kondisi tersebut tidak mungkin diterapkan dalam praktek
karena apabila rasio udara dibuat 1, maka bahan bakar tidak terbakar sempurna yang
ditandai dengan munculnya CO dan atau asap hitam dalam gas buang.

Gambar 7.7 Pembakaran tidak sempurna

Suhu Gas Buang.


Selain rasio udara sebagaimana diuraikan di atas, parameter operasi lain yang
mengindikasikan efisiensi pembakaran adalah suhu gas buang. Suhu gas buang adalah
parameter operasi penting yang perlu dimonitor terkait dengan efisiensi pembakaran.
Semakin rendah temperatur gas buang semakin efektif pemanfaatan panas atau dengan
kata lain semakin sedikit energi terbuang ke cerobong. Efisiensi pembakaran berkaitan
dengan panas sensibel gas buang hasil pembakaran yang keluar melalui cerobong. Energi

Modul 7A
Hal. 19
sensibel dari gas buang adalah fungsi dari suhu dan excess air. Konsep ini harus dipahami
secara benar agar efisiensi dan konservasi energi dapat diterapkan pada sistem
pembakaran. Karena panas sensibel gas buang adalah fungsi dari suhu excess air, maka
upaya menurunkan suhu gas buang/stack gas keluar cerobong dan memperkecil excess air
pada sistem pembakaran ke tingkat optimum adalah cara yang benar untuk menghemat
energi. Ini berarti rugi-rugi energi melalui gas buang dapat dikurangi sehingga efisiensi
pembakaran menjadi optimal.

Pembakaran tak Sempurna.

Pembakaran tak sempurna ditandai dengan adanya asap (Carbon, CO & HC) pada gas
buang. Pembakaran tak sempurna timbul akibat :

 Supply udara kurang atau bahan bakar surplus


 Distribusi bahan bakar tidak bagus/tdk merata.
Untuk coal firing: Pembakaran tak sempurna timbul akibat distribusi udara yang buruk
misalnya karena ukuran bahan bakar tidak sesuai spesifikasi.

Gambar 7.8 Pembakaran tak Sempurna

Asap (Carbon- C C C C C) hitam

Kriteria indeks asap berdasarkan besaran angka 1 hingga 9 digunakan untuk mengevaluasi
hasil pembakaran. Indeks asap 1 berarti sangat baik, dan indeks asap 9 adalah yang
terburuk.

Modul 7A
Hal. 20
Tabel 7.7 Indeks asap dan Performan Burner

Indeks Asap Performance Burner

1 Terbaik
2 Baik

3 Cukup
4 Kurang
5 Sangat kurang

6 Buruk
7 Buruk sekali

8 Amat buruk

9 Terburuk

Dalam praktek nilai indeks 3 adalah batas toleransi yang dianggab wajar pada proses
pembakaran. Secara visual kondisi pembakaran dengan indeks asap 3 sudah dapat diamati
pada cerobong yaitu adanya warna abu-abu kehitaman pada gas buang. Indeks asap diukur
dengan smoke tester (lihat gambar).

Gambar 7.9 Smoke tester dan Indeks Asap.

Adanya gas CO pada gas buang selain kerugian energi juga berbahaya bagi kesehatan
manusia. Oleh karena itu rasio udara harus dijaga selalu berada pada tingkat optimal.

Modul 7A
Hal. 21
Pembakaran optimal dapat dikendalikan dengan mengatur rasio udara sesuai dengan
kebutuhan bahan bakar. Pengaturan rasio udara pada sistem pembakaran/burner harus
dilakukan secara hati-hati dengan berpedoman pada hasil monitoring analisis kadar O2,
CO2, dan index asap (karbon) gas buang. Jika hasil pengukuran pada gas buang
menunjukkan adanya asap (karbon) dan gas CO, maka berarti batas rasio udara optimum
telah dilewati dan pengurangan ratio udara ke tingkat yang lebih rendah tidak mungkin lagi
dilakukan (lihat gambar berikut).

Gambar 7.10 Karakteristik Pembakaran


Rugi-rugi Energi Cerobong

Rugi-rugi energi ke cerobong ditentukan oleh suhu dan massa alir gas buang. Suhu tinggi
dan massa alir gas buang besar (udara lebih terlalu banyak) menjadikan jumlah energi
sensibel gas buang yang hilang ke cerobong menjadi besar. Energi sensibel gas buang
yang hilang ke cerobong dikenal dengan rugi-rugi energi ke stack (cerobong). Parameter
yang mempengaruhi besaran energi sensibel gas buang suatu sistem pembakaran adalah
suhu gas buang dan excess air. Semakin rendah suhu gas buang dan semakin rendah
excess air (udara lebih) sesuai dengan jenis bahan bakar yang digunakan semakin sedikit
rugi-rugi energi ke cerobong (lihat grafik).

Modul 7A
Hal. 22
Gambar 7.11 Total Energi Hilang ke Cerobong vs O2 (%)

Dengan mengetahui kadar CO2 atau O2 pada gas buang dimungkinkan memperkirakan
persentase udara lebih. Jumlah udara lebih mempengaruhi efisiensi pembakaran. Kerugian
energi cerobong dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut.

Seigerts Formula.

Jika persentase CO2 atau O2 pada gas buang sudah diukur, maka dengan menggunakan
formula Seigert, rugi-rugi gas buang (gross - HHV) dapat dihitung sebagai berikut.

Dengan :

K dan C = Konstanta Seigert (untuk berbagai tipe bahan bakar lihat tabel).

ΔT = Beda suhu gas buang dan udara pembakaran (C).

% CO2 = persentase volume kering CO2 pada gas buang.

Tabel 7.8 Konstanta Seigert.

Modul 7A
Hal. 23
Jenis Bahan Bakar K C
 Bahan bakar Minyak 0.56 6.5
0.63 5.0
 Batu bara 0.38 11.0

 Gas bumi

Berdasarkan data operasi dan dengan menggunakan formula di atas maka rugi-rugi energy
stack gas dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 7.12 Rugi-rugi stack (Bahan bakar gas bumi)

Modul 7A
Hal. 24
Gambar 7.13 Rugi-rugi stack (Bahan bakar ; Fuel oil)

Gambar 7.14 Rugi-rugi stack (Bahan bakar ; Number 2 Fuel oil (low sulfur)

Modul 7A
Hal. 25
Gambar 7.15 Rugi-rugi stack (Bahan bakar ; Number 6 Fuel oil - high sulfur)

Gambar 7.16 Rugi-rugi stack (Bahan bakar batubara : Eastern Coal)

Modul 7A
Hal. 26
Gambar 7.17 Rugi-rugi stack (Bahan bakar batubara : Western Coal)

Gambar 7.18 Rugi-rugi stack (Bahan bakar Biomassa –Green wood)

Hubungan antara CO2, O2 dan udara lebih (excess air) untuk berbagai bahan bakar dapat
dilihat pada grafik berikut.

Modul 7A
Hal. 27
Gambar 7.19 CO2, O2 vs excess air berbagai bahan bakar

Gambar 7.20 CO2, O2 vs excess air (ekstrim) bahan bakar Batubara & Minyak bumi

Modul 7A
Hal. 28
Gambar 7.21 CO2, O2 vs excess air (LPG, Gas bumi & Biomasa)

Gambar 7.22 CO2, O2 vs excess air - ekstrim (LPG, Gas bumi & Biomasa)

Modul 7A
Hal. 29
Efisiensi Pembakaran

Efisiensi pembakaran didefinisikan sebagai selisih antara energi yang terkandung dalam
bahan bakar hasil pembakaran sempurna dikurangi dengan rugi-rugi energi cerobong.
Efisiensi pembakaran = (100 – Rugi-rugi Cerobong) %.
Rugi-rugi cerobong dalam hal ini dinyatakan dalam % bahan bakar input.

2.2.4 Prinsip Konservasi Energi Sistem Pembakaran

Prinsip konservasi energi dan kegiatan yang perlu dilakukan dalam manajemen pembakaran
untuk mendapatkan kondisi pembakaran optimum dengan cara :
 Menjaga agar pembakaran selalu berada pada ratio udara rendah (low air ratio
combustion) :
 Menjaga agar kapasitas burner beroperasi sesuai dengan beban;
 Memelihara (maintenance) burner.

Gambar 7.23 Skematik Udara - Bahan Bakar pada Burner

Telah dijelaskan dimuka bahwa energi sensibel gas pembakaran adalah fungsi dari suhu
dan rasio udara pada sistem pembakaran. Semakin rendah suhu dan ratio udara semakin
kecil rugi-rugi energi melalui gas buang atau dengan kata lain efisiensi pembakaran
meningkat mencapai level optimal.

Ada dua parameter operasi yang mengindikasikan efisiensi pembakaran yaitu : suhu stack
gas, dan rasio udara atau excess air. Rasio udara atau excess air dapat diketahui dari kadar
oksigen (O2) atau carbon dioksida (CO2) pada gas buang. Sebagai indikator apakah efisiensi
pembakaran efektif dapat diketahui dari suhu stack gas dan kadar oksigen (O2) atau carbon

Modul 7A
Hal. 30
dioksida (CO2) pada gas buang. Pada proses pembakaran optimum maka bahan bakar
terbakar sempurna. Pembakaran sempurna dimungkinkan jika udara pembakaran yang
disupply lebih (excess air) dari udara teoritis yang diperlukan. Dalam praktek untuk mencapai
proses pembakaran sempurna dalam kondisi ideal (stoichiometric) adalah sulit. Untuk
mengetahui jumlah udara pembakaran dan excess air ditentukan dari hasil pengukuran O2
dan CO2 pada gas buang sebagaimana pada tabel dan grafik berikut

Tabel 7.9 Excess Air dan O2 Optimum berbagai Bahan Bakar

Bahan Bakar Optimum Excess Optimum O2 pada Stack


Air % Gas %
Batubara 20 - 25 4 – 4,5
Biomassa 20 - 40 4-6
Stoker firing 25 - 40 4,5 – 6,5
BBM 5 - 15 1-3
Gas Bumi/LPG 5 - 10 1-2
Black Liquor 5 - 10 1-2

Adanya: soot, smoke, dan carbon monoxide mengindikasikan rugi-rugi energi dan
pembakaran tak sempurna akibat dari jumlah udara pembakaran tidak mencukupi.
Sebaliknya jika jumlah udara pembakaran berlebihan maka rugi-rugi energi ke cerobongjuga
meningkat dan efisiensi menjadi turun.

Perhitungan Efisiensi Pembakaran


Efisiensi pembakaran adalah salah satu indikator efektifitas pemanfaatan energi bahan
bakar menjadi energi bermanfaat.

Manajemen pembakaran dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi pembakaran suatu


bahan bakar yang optimum. Kegiatan utama dalam manajemen pembakaran adalah
menjaga agar pembakaran selalu berada pada ratio udara rendah (low air ratio combustion),
menjaga agar kapasitas burner beroperasi sesuai dengan beban dan memelihara burner.
Persentase O2 atau CO2 pada gas buang dapat diukur dengan gas-absorbing test kits
portable. Jika parameter operasi O2 dan suhu gas buang sudah diketahui, maka rugi rugi gas
buang ke cerobong dapat dihitung dengan menggunakan formula Seigert sebagaimana
diuraikan di atas (rugi-rugi energi gas buang gross - HHV).

Efisiensi pembakaran adalah : (100 – Rugi-rugi gas buang ke cerobong) %.

Modul 7A
Hal. 31
Dalam hal ini rugi-rugi energi gas buang ke cerobong dinyatakan dalam persentase (%)
energi input.

Gambar 7.24 Contoh Data Operasi (O2 & T) pada suatu Boiler.

Contoh :

o
Hasil pengukuran suhu gas buang pada stack gas menunjukkan 600 C. Dan hasil
pengukuran komposisi gas buang (O2 & CO2) menghasilkan ratio udara adalah 1.6.

Dengan mengetahui parameter operasi CO2 atau O2 dan suhu gas buang, maka rugi-rugi
energi gas buang dapat dihitung.

Dengan rasio udara 1.6 di atas pada grafik (gambar berikut), maka rugi rugi energi sensibel
pada gas buang dapat diketahui yaitu 36% dari energi input. Jika ratio udara diturunkan
menjadi 1,3 maka jumlah energi hilang melalui gas buang akan turun menjadi 30%. Ini
berarti pengurangan rasio udara dari 1,6 ke 1,3 menjadikan rugi-rugi energi ke cerobong
berkurang 6 % (dari 36 menjadi 30 %).

Modul 7A
Hal. 32
Gambar 7.25 Panas Hilang ke Cerobong vs Rasio Udara

Dari gambar di atas tampak bahwa semakin rendah suhu gas buang semakin sedikit energi
terbuang. Demikian juga rasio udara, semakin rendah persentase ratio udara semakin sedikit
energi yang terbuang, atau dengan kata lain efisiensi pembakaran semakin meningkat.
Secara teoritis penghematan maksimal terjadi pada rasio udara sama dengan 1. Namun bila
rasio udara dibuat 1 dalam praktek maka bahan bakar tidak terbakar sempurna yang
ditandai dengan adanya gas CO dan asap hitam pada gas pembakaran (stack gas).

Sebagai rangkuman dari materi konservasi energi pada sistem pembakaran dapat
disampaikan sebagai berikut :

 Setiap excess air turun 5 %, akan meningkatkkan efisiensi pembakaran 1 %.


 Setiap O2 pada gas buang turun 1 %, efisiensi pembakaran naik 1 %.
 Setiap suhu gas buang turun 20 C, efisiensi pembakaran naik 1 %.
 Setiap suhu udara pembakaran naik 18 C, bahan bakar hemat 1 %.

Modul 7A
Hal. 33
3. IDENTIFIKASI POTENSI PENGHEMATAN ENERGI

Rugi energi berupa panas sensibel gas buang ke cerobong ditentukan oleh suhu gas buang
dan rasio udara yang diindikasikan dengan kadar O2 atau CO2 pada gas buang. Rugi energi
melalui cerobong sebagian besar terkandung pada gas buang CO2 dan N2. Gas CO2
terbentuk dari hasil pembakaran karbon (C) yang ada dalam bahan bakar dengan oxygen
(O2) dari udara pembakaran. Gas nitrogen (N2) sebetulnya tidak berperan dalam proses
pembakaran tetapi gas ini terdapat di udara dengan jumlah yang relatif besar dan
kehadirannya di ruang bakar sulit dihindari. Karena itu sebagian dari energi hasil dari proses
pembakaran bahan bakar terserap oleh nitrogen dalam bentuk panas sensible. Disamping
itu udara lebih yang sengaja dibuat untuk memperoleh pembakaran sempurna juga
merupakan bagian dari gas pembawa energi hilang ke cerobong yang tidak dapat dihindari.

Grafik berikut menunjukkan hubungan antara rugi-rugi gas buang ke cerobong. Sumbu
vertikal mengindikasikan presentase kerugian energi cerobong, sedangkan sumbu horizontal
adalah besaran kadar O2 (excess air) pada udara pembakaran.

Gambar 7.26 Total Energi Hilang ke Cerobong vs O2 (%)

Modul 7A
Hal. 34
Udara lebih (excess air) untuk membuat proses pembakaran sempurna jumlahnya tidak
boleh terlalu besar melebihi yang diperlukan. Jika excess air terlalu banyak akan berakibat
pada kerugian energi yang semakin meningkat sebagaimana diuraikan sebelumnya.

3.1 Peluang Penghematan Energi Sistem Pembakaran.

Analisis kimia pada gas buang adalah cara yang tepat untuk menentukan tingkat kecukupan
udara dengan cara mengukur CO2 atau O2 pada gas buang. Dengan mengetahui kadar CO2
atau O2 pada gas buang, maka dimungkinkan untuk menghitung potensi penghematan
energi pada proses pembakaran. Perubahan dari parameter operasi sistem pemmbakaran
seperti O2, CO2 dan udara lebih akan mempengaruhi komposisi gas buang. Rugi-rugi energi
ke cerobong dan efisiensi pembakaran sebagai fungsi dari excess air atau O2 dapat dihitung
dengan menggunakan grafik sebagaimana ditunjukkan pada grafik berikut.

Modul 7A
Hal. 35
Gambar 7.27

Contoh :

Boiler dengan bahan bakar minyak IDO (no 2 oil). Hasil pengukuran pada gas buang
menunjukkan komposisi gas buang dan suhu sebagai berikut :

o Gas CO2 = 10 %;
o O2 = 7.5 %
o Temperatur = 500 F = 260 C.
Berdasarkan data pengukuran tersebut, dengan menggunakan grafik di atas maka diperoleh
:

o Total suply udara pembakaran : 150 % atau excess air : 50 %

Modul 7A
Hal. 36
o Efisiensi pembakaran boiler = 81 %.

3.2 Penghematan Energi karena Pembakaran tak Sempurna.

Rugi energi karena bahan bakar tak terbakar sempurna terjadi jika proses pembakaran
berlangsung tidak sempurna. Besaran kerugian energi ini ditentukan oleh jumlah dari bahan
bakar yang tidak terbakar sempurna (proses pembakaran).
Bahan bakar fosil umumnya terdiri dari unsur carbon (C) dan hydrogen (H2). Pada
pembakaran sempurna carbon dioksidasi menjadi carbon dioksida (CO2), dan hydrogen
dioksidasi menjadi H2O dengan melepaskan sejumlah energi. Bila pembakaran berlangsung
tak sempurna maka carbon dioksidasi menjadi carbon monoksida (CO), dan panas
pembakaran yang dihasilkan berkurang menjadi sekitar 54 % dari energi yang terkandung
dalam carbon tersebut. Pada kondisi pembakaran tak sempurna seperti ini sejumlah energi
turut terbuang ke cerobong. Di samping kerugian energi pada pembakaran tak sempurna
juga menimbulkan polusi udara yang hebat yaitu dengan adanya CO yang berbahaya bagi
kesehatan manusia.

Gambar 7.28 Pembakaran tak sempurna

Pembakaran tak sempurna ditandai dengan adanya asap C C C C C + CO CO CO CO.


Pembakaran tak sempurna timbul akibat :

 Supply udara kurang atau bahan bakar surplus .


 Pengabutan/distribusi bahan bakar tidak bagus/tdk merata.
Untuk sistem pembakaran minyak dan gas,

Jika CO atau asap muncul tetapi rasio udara pembakaran adalah normal, maka ini
menindikasikan ada masalah pada burner misalnya :

Modul 7A
Hal. 37
 Campuran antara bahan bakar dan udara buruk (poor mixing ) .
 Viscositas bahan bakar buruk ,
 Keausan nozzel/worn tips, carbonization pada tips dan deterioration diffusers.

Untuk coal firing:

Pembakaran tak sempurna muncul jika distribusi udara buruk, misalnya akibat laluan udara
terganggu akibat material kecil yang terbawa dari ruang bakar. Kerugian energi akibat
pembakaran tak sempurna dapat dihitung dengan menggunakan grafik berikut.

Gambar 7.29 Grafik rugi-rugi energi pembakaran tak sempurna

Contoh :

Boiler dengan bahan bakar batubara. Hasil pengukuran pada gas buang menunjukkan
pembakaran tidak sempurna yang ditandai dengan adanya gas CO. Komposisi gas buang :
(CO2 + CO) adalah 10 %, CO = 0.8 %. Dengan menggunakan grafik rugi-rugi energi
pembakaran tak sempurna diperoleh rugi-rugi energi akibat pembakaran tak sempurna
adalah : 4.5 % dari konsumsi batubara boiler.

Modul 7A
Hal. 38
3.3 Warna dan bentuk flame

Secara visual api pembakaran di dalam sistem pembakaran mengindikasikan pembakaran


sempurna dan potensi penghematan energi. Warna api/flame berwarna merah kekuningan,
misalnya mengindikasikan efisiensi pembakaran tidak optimum. Flame panjang menerobos
jauh dari burner kurang bagus karena api dekat dengan pipa dan material logam dengan
heat transfer besar melebihi material lainnya di sekitar sistem pembakaran/heater. Hal ini
cendrung membuat hot spot area pada pipa atau material logam lainya. Warna api tidak
berkaitan secara langsung dengan efisiensi pembakaran.

Gambar 7.30 Contoh Warna flame

Warna api dipengaruhi reaksi pembakaran yang menimbulkan ionisasi dalam api dan
material ionized ini mempengaruhi karakteristik warna api tersebut. Warna api biru
diharapkan pada sistem pembakaran karena menghasilkan proses pembakaran yang cepat,
flame kecil dan panas yang dilepaskan sangat besar. Selain api warna biru, ciri-ciri
pembakaran yang efisien adalah warna api/flame yang silau tajam (brilliant,yellow-white
flame). Gambar berikut adalah contoh data distribusi suhu flame yang diukur oleh sipembuat
burner.

Modul 7A
Hal. 39
Gambar 7.31 Contoh distribusi suhu flame

Faktor berpengaruh terhadap warna api adalah ratio berat antara hidrogen dan carbon (H/C)
pada bahan bakar. Butane (MW-58; H/C ratio – 0.208) akan cendrung warna api kuning,
sedangkan propylene (MW – 42; H/C ratio-0.166) sulit untuk mendapatkan warna api biru.
Dan api warna biru sangat sulit diperoleh jika H/C ratio kurang dari 0.14.

Analisis data Observasi

Hasi observasi di sistem pembakaran, flame yang panjang menjalar ke heat trasfer chamber
dengan bentuk flame yang tidak jelas menjalar panjang dari burner. Karena flame yang
menjalar panjang tentu saja heat transfer radiasi menjadi dominan dan cendrung
menimbulkan hot spot pada area tertentu dinding sistem pembakaran/heater. Kondisi
pembakaran seperti ini mengindikasikan adanya ketidaknormalan terjadi pada sistem
pembakaran. Dalam kondisi seperti ini disarankan agar burner disesuaikan sehingga
operasinya menghasilkan bentuk flame pendek dengan excess air rendah. Dengan excess
air rendah, maka presentase produk pembakaran CO2 dan H2O pada gas buang akan
meningkat. Kedua jenis gas pembakaran ini merupakan gas radiasi primer pada atmosfer
heater yang tidak ada flame/api.

Force draft burner adalah type burner yang dapat memberi bentuk flame pendek, kecepatan
gas exit tinggi dan memberi pengaruh terjadinya sirkulasi gas panas di dalam sistem
pembakaran/heater sehingga membuat suhu dalam heater lebih merata/uniform.

Modul 7A
Hal. 40
Soal-Soal 1:

Gunakan grafik berikut dan jawablah soal di bawah ini.

Gambar 7.32

1. Hitung efisiensi pembakaran pada sistem pembakaran boiler dengan bahan bakar gas
alam jika hasil pengukuran komposisi gas buang menunjukkan O2 = 7.5 %, dan suhu gas
buang adalah 300 C.

2. Hitung efisiensi pembakaran jika pada soal 1 di atas suhu gas buang diturunkan dari 500
C menjadi 300 C.

Modul 7A
Hal. 41
3. Hitung potensi penghematan energi jika pada soal 1 di atas jika komposisi O2 gas buang
diturunkan dari 7.5 % menjadi 2 % pada suhu gas buang tetap 500 C.

4. Hitung potensi penghematan energi jika pada soal 1 di atas jika komposisi O2 gas buang
diturunkan dari 7.5 % menjadi 2 % dan suhu gas buang diturunkan dari 500 C menjadi 300
C.

5. Hitung efisiensi pembakaran pada sistem pembakaran boiler no1 di atas jika bahan bakar
gas alam di ganti dengan bahan bakar oil no.6 dengan data hasil pengukuran komposisi gas
buang menunjukkan O2 = 7.5 %, dan suhu gas buang adalah 300 C.

Jawaban Soal : No 1. 78 %.; no 2 = 5 %; no 3 = 2 %; no4 = 6 %; no 5 = 81.3 %.

SOAL-SOAL 2 :

Pilih satu jawaban yang paling sesuai .

1. Kadar Oksigen (O2) pada gas buang boiler merupakan indikator efisiensi
pembakaran yang perlu dimonitor. Untuk keperluan pengendalian efisiensi
pembakaran boiler, instrumen (combustion controller) sebaiknya dipasang pada :
A. Setelah boiler sebelum ekonomiser
B. Setelah preheater.
C. Setelah ekonimiser.
D. Pada cerobong.

Gambar 7.33 Instalasi Boiler

Modul 7A
Hal. 42
2. Rasio udara optimum untuk berbagai bahan bakar minyak (BBM) adalah :

A. 1.20 - 1. 25
B. 1.20 - 1.40
C. 1.05 - 1.15
D. 1.05 - 1.10

3. Salah satu teknik konservasi energi pada boiler adalah dengan menggunakan
preheater yaitu memanfaatkan panas gas buangan untuk memanasi udara
pembakaran.

Setiap kenaikan suhu udara pembakaran sebesar 20 C akan menghasilkan :

A. Peningkatan efisiensi boiler 1 %.


B. Peningkatan efisiensi boiler 5 %.
C. Peningkatan efisiensi boiler 10 %.
D. Peningkatan efisiensi boiler 6 %.

4. Yang perlu dilakukan agar efisiensi pembakaran optimum pada boiler adalah
menjaga operasi pembakaran selalu berada pada kondisi ratio udara rendah. Rasio
udara adalah :

A. Perbandingan bahan bakar dengan udara.


B. Perbandingan antara udara pembakaran aktual dengan udara pembakaran
teoritis.
C. Perbandingan kadar O2 aktual pada gas buang dengan O2 udara.
D. Perbandingan CO2 dan O2 pada gas buang.

Gambar 7.34 Sistem Pembakaran.

Modul 7A
Hal. 43
Jawaban :

1. A
2. C.
3. A
4.B

Modul 7A
Hal. 44
Daftar Pustaka :

1. Fuels and Combustion. Energy Efficiency Guide for Industry in Asia –


www.energyefficiencyasia.org ©UNEP.

2. Waste Heat Recovery. Energy Efficiency Guide for Industry in Asia –


www.energyefficiencyasia.org ©UNEP

3. Cogeneration Energy Efficiency Guide for Industry in Asia – www.energyefficiencyasia.org


©UNEP

4. Energy Auditing of Biomass Energy Equipment; EC-ASEAN COGEN Training, AIT

5. Module 13. Fuel fired equipment. Implemented by AGRA Monenco Atlantic Limited for the
Canadian International Development Agency.SADC Industrial SADC Industrial Energy
Management Project Energy Management Pect
6. Introduction to Energy Management. SADC. Industrial Energy Manajement Proyect.
Implented by AGRA Monenci Atlantic Limited for the Canadian International Development
Agency..

7.RSNI 3 - Konservasi energi sistem tata udara bangunan gedung. BSN 2010.

8.RSNI 3 - Konservasi energi sistem pencahayaan bangunan gedung. BSN 2010.

9. Energy Mangement Handbook for Petroleum Refineries, gas Processing and


Petrochemical Plants. A manual for energy concervation through improved equipment and
processing plants. By Gulf Publishing Company Book Devision.

10. Berbagai Laporan Audit Energi, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi,
Jakarta.

Modul 7A
Hal. 45
MODUL 7-B
KONSERVASI ENERGI PADA SISTEM DISTRIBUSI UAP

1. PENDAHULUAN

Menghemat energi menjadi menarik bagi masyarakat industri karena fraksi biaya energi
dalam biaya operasi cukup tinggi. Penghematan energi sebesar 10 -20 % mudah diperoleh
dengan cara perbaikan prosedur operasi dan pemeliharaan dan penghematan energi yang
lebih besar hingga 30 % diperoleh jika dilakukan perbaikan atau modifikasi. Banyak fakta
menunjukkan bahwa biaya energi tidak terkontrol dengan baik dan pasrah saja terhadap
keadaan yang terjadi. Uap banyak digunakan sebagai media pembawa energi pada pusat
pembangkit daya maupun untuk keperluan pemanasan di industri. Uap sebagai media
pembawa energi sering digunakan karena sifatnya yang menguntungkan.

Gambar 7.35 Komponen Sistem Uap

Distribusi uap merupakan area penting dalam perbaikan efisiensi sistem uap, banyak
peluang terjadinya pemborosan pada sistem distribusi uap. Area dimana terjadinya
pemborosan energi secara tipikal diperlihatkan pada gambar sistem distribusi uap yang
disederhanakan sebagai berikut.

Modul 7B
Hal. 1
Gambar 7.36 Area pemborosan energi pada sistem distribusi uap

Besarnya rugi rugi energi sistem distribusi uap dan efisiensi keseluruhan sistem uap
secara tipikal adalah sebagai berikut:

Gambar 7.37 Rugi-rugi Energi Sistem Distribusi Uap Tipikal

2. KOMPONEN SYSTEM DISTRIBUSI UAP

Sistem distribusi uap harus menjamin agar uap tersedia secara memadai, kering dan bebas
udara pada saat mencapai konsumen uap/pengguna di plant serta dengan tekanan yang
sesuai kebutuhan. Komponen system distribusi uap secara tipikal terdiri atas pipa distribusi,
proses/konsumen pemanfaat uap, steam trap, pipa dan tangki kondensat sebagaimana
digambarkan berikut ini.

Modul 7B
Hal. 2
Gambar 7.38 Sistem Uap Typikal

Diameter pipa distribusi harus didesain sedemikian agar memberikan hasil optimum untuk
memperkecil pressure drops, investasi dan biaya operasi. Sebagai gambaran table berikut
memberikan ukuran diameter pipa uap yang disesuaikan dengan tekanan uap di dalam pipa.

Tabel 7.10 Ukuran Pipa Sistem Uap

Karena prinsip kerja system uap adalah memindahkan energi panas-laten uap ke system
keseluruhan yang memerlukan dan kembali terkondensasi sebagai air. Dengan asumsi
system uap berlangsung seperti telihat pada gambar berikut, maka dapat dikatakan bahwa
dimana saja dan kapan saja terjadi aliran energi dari suhu panas ke dingin. Setelah uap
masuk pada system distribusi, maka yang pertama dipanaskan adalah pipa distribusi dan

Modul 7B
Hal. 3
perpindahan panas dari uap ke pipa menimbulkan kondensat. Jika suhu pipa tidak diisolasi
secara memadai sudah dapat dipastikan akan terjadi kerugian panas dengan jumlah besar
melalui konduksi atau konveksi ke udara sekitar.

Gambar 7.39 Kelengkapan system distribusi uap

Karena kejadian seperti ini berlangsung lama dan terus menerus selain kerugian energi hal
ini juga akan menimbulkan kondensat membanjiri dan memblokir pipa, jika tidak diatasi
secara tepat akan menimbulkan akibat buruk terjadinya waterhammer pada system. Oleh
karena itu system distribusi uap harus dipasang drip station secara benar dan memadai
guna menjamin agar kondensat yang terjadi dapat diatasi dengan cepat.

3. PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA SISTEM DISTRIBUSI UAP

Beberapa factor yang mempengaruhi efisiensi system uap adalah sebagai berikut :

• Kebocoran uap
• Penggunaan dry steam untuk proses
• Gunakan uap pada tekanan serendah mungkin

Modul 7B
Hal. 4
• Insolasi pipa dan peralatan proses yang panas
• Hambatan perpindahan panas
• Kondensat
• Mamfaatkan Flash steam
• Pemilihan dan pemeliharaan steam traps yang benar
• Ukuran pipa steam and kondensat yang sesuai
• Mengurangi kerja yang harus dilakukan uap
Tabel berikut adalah adalah rangkuman konservasi energi dan langkah-perbaikan efisiensi
pada sistem uap mulai dari pembangkit (boiler) hingga distribusi uap.

Kebocoran Uap

Kebocoran uap sering kita temukan dalam praktek sehari-hari, kerugian akibat kebocoran
uap sedikit saja jika dihitung dalam satu tahun biayannya dapat mencengangkan kita.

Gambar 7.40 Rugi-rugi Energi Akibat Uap Bocor (Kecil)

Uap bocor yang ditandai dengan suara desis pelan saja meskipun belum secara jelas terlihat
adanya semburan (steam jet), jika dihitung dalam satu tahun kerugian bahan bakar dapat
mencapai hingga 800 liter bbm. Dan jika uap bocor sudah sedikit membesar yang ditandai
dengan munculnya semburan uap secara pelan seperti tampak dalam gambar berikut, dapat
mengakibatkan kerugian bahan bakar hingga 4000 liter per tahun.

Modul 7B
Hal. 5
Gambar 7.41 Rugi-rugi Energi Akibat Uap Bocor (Semburan pelan)

Besarnya jumlah kerugian akibat kebocoran uap tergantung pada tekanan uap dan besarnya
lubang bocoran. Secara teori hubungan antara jumlah kerugian uap dan besarnya lubang
orifice bocoran serta tekanan uap di dalam pipa digambarkan dalam Gambar berikut.
Sebagai contoh : jika terjadi uap bocor melalui lubang dengan diameter = 7.5 mm, dan beda
tekanan uap (bar) dan kondensat adalah 6 bar, maka jumlah kehilangan uap = 100 kg/jam.

Gambar 7.42 Rugi-rugi Uap Akibat Bocoran

Dalam prakteknya jumlah rugi-rugi uap akibat bocoran steam jet diperkirakan berdasarkan
panjang semburan/steam jet yang terjadi seperti dalam gambar berikut. Jika panjang
semburan 75 cm, maka jumlah kerugian uap adalah 10 kg per jam.

Dry steam untuk proses

Modul 7B
Hal. 6
Membuat uap sedikit superheat pada pembangkitan dapat menjamin kondisi uap pada akhir
proses menjadi dry saturated. Keuntungan menggunakan dry steam adalah heat transfer
berlangsung lebih cepat dan teratur/regular . Sebaliknya jika menggunakan menggunakan
wet steam kandungan kalor/heat content menjadi kurang, sehingga memperpanjang waktu
proses, pemanasan tidak teratur, heat transfer terhalang, steam traps overloading.

Gambar 7.43 Pengaruh lapisan film udara dan air terhadap perpindahan panas

Dan jika menggunakan superheated steam, maka heat transfer koefisien rendah, butuh
waktu melepas panas superheat melalui konduksi atau dengan kata lain proses
perpindahan panas kurang baik. Oleh karena itu gunakanlah dry saturated steam untuk
proses, pasang steam separators pada point pemamfaat steam.

Gambar 7.44 Steam Separators

Gunakan uap pada tekanan serendah mungkin

Modul 7B
Hal. 7
Steam atau uap sebaiknya dibangkitkan dan didistribusikan pada tekanan setinggi mungkin
tetapi digunakan pada tekanan serendah mungkin sesuai kebutuhan. Hal ini karena uap
pada tekanan rendah memiliki panas laten relatif lebih besar dan panas sensibel lebih sedikit
jika dibandingkan dengan uap tekanan lebih tinggi sebagaimana diperlihatkan dalam gambar
berikut. Untuk keperluan proses pemanasan energi yang dibutuhkan adalah panas laten.

Gambar 7.45 Komponen Energi Panas yang terdapat dalam Uap

Isolasi pipa dan peralatan proses

Rugi rugi panas pada sistem distribusi terjadi karena adanya perpindahan panas akibat beda
suhu antara permukaan/pipa panas dengan udara sekitar yang suhunya lebih rendah. Rugi-
rugi panas pada pipa black steel ukuran diameter 89 mm dan suhu 90 C jika tidak diisolasi
akan kehilangan energi dari pipa panas ke udara sekitar sebesar 320 W/meter panjang pipa,
dan jika diisolasi dengan ketebalan isolasi 50 mm maka rugi-rugi energi dari permukaan
isolasi ke udara sekitar menjadi 29 W/meter panjang . Jika tebal isolasi ditambah menjadi
100 mm, maka rugi-rugi energi dari isolasi ke udara sekitar menjadi 19 W/meter panjang
pipa (lihat gambar berikut).

Gambar 7.46 Rugi-rugi Energi pada Pipa Panas

Modul 7B
Hal. 8
Dengan mengisolasi permukaan pipa panas seperti pada gambar di atas, maka rugi-rugi
energi menjadi berkurang. Pengurangan rugi-rugi energi dengan isolasi 50 mm dibandingkan
dengan pipa tampa isolasi adalah : 320 - 29 = 291 W per m panjang pipa atau setara
dengan penghematan 263 liter bbm per tahun. Dan jika rugi-rugi energi pada isolasi
dengan ketebalan 50 mm dibandingkan dengan ketebalan isolasi100 mm, maka perbedaan
rugi-rugi energi (penghematan energi) adalah :

(29–19) = 10 W per meter panjang pipa atau setara dengan 9 liter bbm per tahun.
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa menambah isolasi dua kali lipat hannya
menambah sedikit penghematan (10 W per meter panjang pipa). Ini berarti bahwa
menghemat energi dengan cara isolasi mempunyai nilai optimum pada ketebalan tertentu
sebagaimana digambarkan pada Gambar berikut.

Gambar 7.47 Tebal isolasi optimum

Gambar di atas memberi penjelasan bahwa insolasi tidak perlu berlebihan dan selalu ada
tebal isolasi optimum. Melakukan isolasi pada permukaan panas dengan ketebalan optimum
memerlukan investasi yang secara umum memberi payback 1-3 tahun. Tabel berikut
menginformasikan besarnya rugi-rugi energi dari permukaan panas tanpa isolasi ke udara
sekitar dengan dasar perkiraan adalah suhu ambient 35 oC, emissivitas factor 0,9 dan
kondisi aliran udara adalah normal/biasa.

Tabel 7.11 Rugi-rugi energi dari permukaan panas

Beda Suhu ambient dan Rugi-rugi Panas


permukaan panas (0C) (kCal/m2Jam)
50 500
100 1350

Modul 7B
Hal. 9
200 3790
400 13640

Gambar pada lampiran adalah rugi-rugi energi dari berbagai ukuran pipa dan suhu, dapat
digunakan untuk menghitung rugi-rugi panas dari pipa tanpa isolasi dan dengan isolasi untuk
berbagai tebal. Dalam hal ini bahan isolasi adalah rigid fibrous section yaitu rock (mineral
wool) dan fiber glass – lihat Gambar 7.48 s/d 7.53. Dalam hal ini suhu ambient adalah 20 C
dan gerakan udara tidak ada (diam).

Gambar 7.48 Rugi-rugi panas dari pipa tanpa isolasi suhu 50 C dan dengan isolasi
berbagai tebal

Modul 7B
Hal. 10
Gambar 7.49 Rugi-rugi panas dari pipa tanpa isolasi suhu 75 C dan dengan isolasi
berbagai tebal

Gambar 7.50 Rugi-rugi panas dari pipa tanpa isolasi suhu 100 C dan dengan isolasi
berbagai tebal

Modul 7B
Hal. 11
Gambar 7.51 Rugi-rugi panas dari pipa tanpa isolasi suhu 150 C dan dengan isolasi
berbagai tebal

Gambar 7.52 Rugi-rugi panas dari pipa tanpa isolasi suhu 200 C dan dengan isolasi
berbagai tebal

Modul 7B
Hal. 12
Gambar 7.53 Rugi-rugi panas dari pipa tanpa isolasi suhu 300 C dan dengan isolasi
berbagai tebal

Gerakan udara karena angin dan beda suhu ambient adalah faktor yang sangat berpengaruh
terhadap laju rugi-rugi panas dan terhadap tebal isolasi optimum. Gerakan udara atau angin
adalah paling berpengaruh terhadap rugi-rugi panas dari pipa telanjang sebagaimana
diperlihatkan pada tabel berikut. Dalam hal ini faktor pengali dimaksudkan untuk mengoreksi
rugi-rugi energi dari pipa tanpa isolasi dibandingkan dengan kondisi udara diam (tidak ada
angin). Sedangkan faktor pengali emissivitas permukaan berkaitan dengan sifat permukaan
luar pipa, misalnya permukaan yang dilapisi cat umumnya adalah mempunyai emissivitas
tinggi, pipa baja teroksidasi (karat) adalah mempunyai emissivitas sedang (medium) dan
aluminium dipoles halus (polished) memiliki emissivitas rendah. Faktor koreksi rugi-rugi
energi pipa tanpa isolasi akibat perubahan kecepatan angin lihat pada tabel berikut.

Tabel 7.12 Faktor koreksi rugi-rugi energi pipa tanpa isolasi vs perubahan kecepatan angin

Faktor Pengali
Kecepatan Permukaan Permukaan Permukaan
Angin (m/sec) dengan dengan dengan
emissivitas emissivitas emissivitas
tinggi sedang rendah
Udara diam 1.00 1.00 1.00

Modul 7B
Hal. 13
1 1.35 1.44 1.58
2 1.65 1.81 2.11
3 2.00 2.25 2.72
5 2.60 3.00 3.86
10 4.00 4.75 6.32

Dalam situasi tidak ada data tipikal tentang kecepatan angin maka besaran berikut dapat
digunakan.

 Situasi tertutup atap : 1 m/sec


 Situasi normal : 3 m/sec
 Situasi terbuka : 10 m/sec.

Untuk pipa berisolasi pengaruh faktor kecepatan angin biasanya tidak berpengaruh
meningkatkan rugi-rugi energi (tidak lebih dari 10 %) walaupun situasinya berada di udara
terbuka. Hal ini karena tahanan dari isolasi panas adalah yang dominan mempengaruhi laju
rugi-rugi panas tersebut.

Pengaruh perubahan suhu ambient terhadap rugi-rugi panas umumnya adalah proporsional
dengan beda suhu antara pipa dan udara sekitar. Misalnya jika dalam Gambar perkiraan rugi
rugi panas dihitung dengan asumsi suhu sekitar 20 C dan suhu pipa panas adalah 150 C,
maka besaran rugi-rugi panas pada kondisi suhu sekitar 30 C, ada berkurang sebesar 7.7 %
(dihitung proporsinal dari beda suhu) yaitu :

(30 -20) / (150-20). Sebagai patokan umum pada kondisi isolasi di luar bangunan (outdoor)
besaran rugi –rugi dapat diambil lebih besar sekitar 15 – 20 % dibandingkan dengan kondisi
udara diam dan suhu ambient 20 C. Perlu dicatat bahwa penutup isolasi (cladding atau
sealing) pada isolasi pipa di luar bangunan harus dibuat tahan air artinya tidak tembus air
karena rugi-rugi energi dari isolasi basah jauh lebih besar dibandingkan dengan isolasi
kering.

Rugi-rugi energi dari pipa panas tanpa isolasi dapat diperkirakan jika tekanan di dalam pipa
atau suhu pipa uap diketahui sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut.

Modul 7B
Hal. 14
Gambar 7.54 Rugi-rugi energi dari pipa tanpa isolasi untuk berbagai suhu permukaan pipa

Gambar 7.55 Rugi-rugi energi dari pipa tanpa isolasi untuk berbagai tekanan operasi

Rugi-rugi Energi pada Katup dan Flange tanpa isolasi

Kerugian energi dari flange tidak diisolasi equivalent dengan 0.6 meter pipa telanjang. Jika
pada pipa uap dengan diameter 0.15 m terdapat 5 flanges tampa isolasi, maka kerugian
panas yang terjadi dari flange tersebut equivalent dengan 5 ton batubara atau 3000 litre
bbm per tahun.

Modul 7B
Hal. 15
Gambar 7.56 Flange dan Katup tanpa isolasi

Katup tanpa isolasi

Katup tanpa isolasi equivalent dengan 1 meter pipa telanjang . Jika pada pipa uap dengan
diameter 0.15 m terdapat 5 katup tampa isolasi, maka kerugian panas yang terjadi dari
katup tersebut equivalent dengan 8.5 ton batubara atau 5000 litre bbm per tahun. Oleh
karena itu flange dan katup sebaiknya diisolasi dengan menggunakan jaket isolasi seperti
gambar berikut.

Gambar 7.57 Jaket Isolasi untuk Katup dan Flange

Steam Trap

Steam trap adalah semacam katup otomatik yang dapat membedakan uap dan kondensat
atau udara dan fungsinya antara lain untuk :

• Membuang kondensat sesaat terbentuk


• Menghindari steam keluar.
• Memungkinkan membuang udara dan gas lain yang tidak terkondensasi.
Jenis steam trap yang utama adalah : mechanical, thermidinamik, dan termostatik
sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut.

Modul 7B
Hal. 16
Tabel 7.13 Jenis Steam trap Utama

Group Prinsip kerja Sub-Group


Mekanikal Beda densitas antara uap Tipe Bucket
dan kondensat - Open bucket
- Inverted (dengan lever, tanpa lever)
- Float
- Float dengan lever
- Free float
Termodinamik Beda sifat terdmodinamik Tipe disk
antara uap dan kondensat Tipe Orifice
Termostatik Beda temperetur antara Bimetal
uap dan kondensat Expansi

Steam trap dari jenis mechanikal membedakan uap dan kondensat dengan dasar
kepadatan, gerakan dari float atau bucket dari steam trap membuat valve bekerja untuk
menutup/menghalangi steam dan membuka valve untuk meloloskan kondensat keluar.

Gambar 7.58 Bucket traps

Applikasi utama:

• Process main drip traps


• Jika kondensat dilepas ke dalam wet return line
• Drum type roller dryers
• Steam separators
• Syphon type or tilting kettles

Modul 7B
Hal. 17
Gambar 7.59 Float & Termostatic Trap

Applikasi utama Float & Termostatic Trap:

• Heating main drip traps


• Shell & tube heat exchangers
• Tank heaters with modulating temperature regulators
• Unit heaters requiring fast venting
• Steam humidifiers
• Air blast heating coils
• Air pre-heat coils
• Modulating loads.
Applikasi yang menghendaki pemanasan cepat pada waktu start .

Steam trap dari tipe termostatik bekerja berdasarkan beda suhu uap dan kondensat melalui
alat yang dilengkapi dengan termostatik valve. Karena kondensat lebih dingin dari uap maka
termoststik valve dapat membedakannya dan membuka valve untuk meloloskannya keluar,
dan sebaliknya juka steam datang maka alat ini mengetahuinya dari suhunya yang lebih
besar dan menutup valve agar tidak keluar.

Modul 7B
Hal. 18
Gambar 7.60 Thermostatic Bellows Type Trap

Applikasi Thermostatic Bellows Type Trap :

• Radiators, convectors, unit heaters


• Cooking kettles
• Sterilizers
• Heating coils
• Tracer lines
• Evaporaters
Steam trap dari tipe termodinamik bekerja berdasarkan perbedaan kecepatan aliran dari uap
dan kondensat. Steam trap ini mempunyai suatu pringan yang dapat menutup pada waktu
adanya aliran yang cepat dari uap dan membuka pada saat kondensat dengan aliran lambat
datang menghampirinya.

Gambar 7.61 Steam trap dari tipe termodinamik

Modul 7B
Hal. 19
Gambar 7.62 Steam Trap Inverted (mechanikal)

Gambar 7.63 Steam Trap Termostatik

Gambar 7.64 Steam Trap Termodinamik

Modul 7B
Hal. 20
Gambar berikut adalah kerugian energi akibat bocoran uap dari lubang dengan diameter
tertentu. Prinsip ini dapat dipergunakan untuk mengestimasi kerugian uap dari steam trap
yang rusak.

Gambar 7.65 Kerugian Energi Uap melalui lubang/orifice

Gambar 7.66 Kerugian Energi Uap melalui lubang/orifice

Modul 7B
Hal. 21
Pemeriksaan Steam Trap

Metoda Dasar untuk mengevaluasi operasi steam trap adalah dengan melakukan
pemeriksaan baik dengan menggunakan instrumen seperti steam trap detektor, ultrasonik,
infrared maupun melalui observasi, sight glass dan visual. Metoda yang umum digunakan
untuk memeriksa operasi steam trap adalah visual, pengukuran suara dan temperatur.

Pemeriksaan Visual

Metoda visual adalah yang paling mudah dan murah, adanya uap/live steam pada
discharge mengindikasikan rusaknya steam trap. Untuk steam trap yang beroperasi
dengan sistem terbuka, observasi secara visual dapat digunakan untuk memperkirakan
berfungsi tidaknya suatu steam trap, namum keputusan dapat subjektif atau kurang akurat.

Gambar 7.67 Pemeriksaan Steam Trap

Gambar berikut adalah contoh steam trap yang masih bekerja normal/baik. Secara visual
tampak kondensat mengalir ke bawah dan steam flash mengepul tampa dorongan berarti,
tidak susra berisik maupun steam jet yang keras. Jika steam trap telah rusak maka
kondensat tidak tampak tetapi yang ada adalah uap/steam dengan semburan kuat disertai
suara keras akibat turbulensi yang kuat pada orifice steam trap seperti tampak pada gambar
berikut ini.

Modul 7B
Hal. 22
a. Berfungsi baik b. Tidak berfungsi/rusak

Gambar 7.68 Observasi visual - steam trap

Pada sistem yang beroperasi tertutup observasi secara visual dapat juga digunakan untuk
memperkirakan apakah steam trap berfungsi atau tidak asalkan pada bagian hilir (down
stream) steam trap dipasang katup uji seperti terlihat dalam gambar berikut. Kondisi visual
uap dan kondensat pada saat test valve dibuka dapat digunakan untuk mengetahui berfungsi
tidaknya steam trap dimaksud sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Gambar 7.69 Observasi visual - steam trap pada sistem tertutup

Pemeriksaan Suara

Metoda periksaan steam trap kedua adalah didasarkan atas analisis suara. Jika steam trap
berfungsi dengan baik/normal suara yang dihasilkan adalah siklus, dan dengan
menggunakan alat pendengar (sound device) seseorang dapat mendengarkannya secara
pisik. Alat pendengar suara sangat bervariasi dalam hal kecanggihan mulai dari yang
sederhana seperti handmade steel welding rod hingga yang canggih seperti ultrasonic
testing equipment.

Modul 7B
Hal. 23
a. Sederhana b. Canggih

Gambar 7.70 Pemeriksaan Steam Trap

Metoda ini dapat digunakan dan lebih cocok pada type disk (termodinamik). Dalam kondisi
operasi normal steam trap dari tipe mekanikal akan menghasilkan suara siklus secara terus
menerus. Dan jika gagal atau rusak, maka suara tiupan akibat kecepatan alir uap yang keras
akan kedengaran. Suara yang non siklus dari steam trap type mekanikal mengindikasikan
steam trap tidak berfungsi dengan baik/rusak. Tabel berikut menjelaskan suara yang
dihasilkan dari berbagai jenis steam trap pada operasi normal dan dalam keadaan sudah
rusak.

Tabel 7.14

Pemeriksaan suhu

Suhu juga berkaitan dengan kondisi operasi steam trap, misalnya steam trap dengan
tekanan inlet 100 psi dan tekanan outlet 0 psi akan mempunyai suhu pada inlet steam trap
sekitar 338 F. Semakin tinggi tekanan semakin tinggi suhu inlet steam trap. Ini berarti

Modul 7B
Hal. 24
mengukur suhu masing-masing pada inlet dan outlet steam trap dapat memberi indikasi
masalah yang terjadi pada operasi steam trap tersebut. Jika steam trap bekerja dengan baik,
maka beda suhu kedua inlet dan outlet steam trap berada pada kisaran spesifik tertentu.
Perbedaan sekitar 50 F atau 10 C hingga 70 F atau 21 C adalah baik. Sebagai contoh jika
tekanan uap 50 psi, maka suhu uap berkisar pada 298 F hingga 283 F. Suhu steam trap
pada bagian hilir yang melebihi kisaran tertentu (lihat tabel) akan memberi indikasi gagalnya
fungsi steam trap atau dengan kata lain uap dengan suhu lebih tinggi sudah mengalir lewat
steam trap.

Tabel 7.15 Suhu pada bagian inlet dan outlet steam trap – Operasi baik/normal

Tekanan Uap Suhu Uap Suhu Inlet Suhu Outlet


(psig) (F) (F) (F)
0 212 201 131 - 151
10 239 227 157 - 177
20 259 246 176 - 196
30 274 260 190 - 210
40 287 272 202 - 222
50 298 283 213 - 233
60 307 292 222 - 242
70 316 300 230 - 250
80 324 308 238 - 258
90 331 315 245 - 265
100 338 321 251 - 271
110 344 327 257 - 277
120 350 333 263 - 283

Pemeliharaan Steam trap

Untuk evaluasi suatu steam trap akan dilakukan pemeliharaan atau tidak adalah lamanya
usia operasi steam trap. Secara umum jika usia steam trap telah lebih tiga tahun, maka
kemungkinan besar steam trap memerlukan pemeliharaan atau penggantian. Namun ini
bukan berarti setiap tiga tahun operasi steam trap tersebut sudah mangalami kerusakan,
tetapi dimaksudkan perlu pemeriksaan secara rutin. Semua steam trap kecuali tipe
termodinamik, dudukan dan katup adalah yang paling sering mengalami keausan, area ini
umumnya mengalami degradasi fungsi setelah lebih dari tiga tahun. Hasil penelitian pada
sejumlah steam trap yang dilakukan menunjukkan bahwa steam trap rusak lebih dari 50 %
setelah usia operasi 18 bulan.

Kurangi kerja yang harus dilakukan uap

Menghemat energi pada sistem uap dapat dilakukan dengan cara :

Modul 7B
Hal. 25
• Ambil rute pipa yang paling pendek
• Keluarkan moisture secara mechanical sebelum pengeringan uap dilakukan
• Optimise humidity drier exhaust
• Explore process integration
• Hilangkan redundant lines/kosong
• Gunakan machinery secara produktif (Maximise equipment loading)
• Cari alternative termurah untuk melakukan pekerjaan (waste heat boilers, thermic
fluid heater dll) .
• Memamfaatkan uap secara langsung melibatkan panas laten dan sensibel
• Menggunakan pengatur suhu thermostatic controls untuk menghindari kehilangan
uap pada pemamfaatan.

Gambar 7.71 Pemanfaatan Uap Langsung

Modul 7B
Hal. 26
MODUL 7 - C
KONSERVASI ENERGI PADA BOILER

1. PENDAHULUAN

Kebijakan konservasi energi yang dicanangkan pemerintah pada awalnya direspons


masyarakat hanya sebatas himbauan sehingga implementasi nyata belum berjalan seperti
diharapkan. Karena perkembangan harga energi energi akhirnya kesadaran masyarakat
berlahan-lahan berubah menjadi kegiatan praktis dan berkembang sebagai solusi efektif
mengurangi biaya produksi. Mengurangi biaya energi diyakini sebagai salah satu strategi
efektif mengurangi biaya operasi dan menambah daya saing. Materi modul ini fokus pada
prinsip konservasi boiler dan sistem uap. Dalam modul ini juga menjelaskan metoda
perhitungan efisiensi energi dan pembuatan neraca energi boiler serta pemahaman atas
parameter operasi kritis yang terkait dengan efisiensi boiler maupun sistem uap. Disamping
itu modul ini juga menjelaskan metoda pengukuran parameter operasi boiler dan peralatan
ukur yang diperlukan. Dengan mengetahui parameter operasi yang berpengaruh terhadap
efisiensi energi boiler, maka operasi boiler diharapkan dapat dijaga selalu pada tingkat yang
optimum sesuai kondisi yang diharapkan. Dengan demikian konservasi energi pada sistem
boiler dapat terealisasi dan memberi manfaat pada industri maupun secara nasional.

Dengan mengikuti materi modul ini pembaca diharapkan mampu melakukan perhitungan
efisiensi dan membuat neraca energi boiler dan langkah perbaikan kinerja operasi boiler dan
system uap. Modul ini bermanfaat bagi petugas energi karena disamping menjelaskan
metoda perhitungan efisiensi boiler modul ini juga menjelaskan parameter operasi kritis yang
mempengaruhi kinerja operasi boiler sehingga tindakan kearah perbaikan efisiensi dapat
dilakukan sebagai salah satu cara meningkatkan daya saing industri.

Tujuan modul ini adalah untuk menghasilkan tenaga teknis yang mampu menerapkan prinsip
konservasi energi pada boiler dan system uap, melakukan perhitungan efisiensi operasi
boiler, mengerti parameter operasi yang mempengaruhi efisiensi. Dengan materi yang ada
dalam modul ini pembaca dapat
memahami metoda perhitungan efisiensi operasi boiler, membuat neraca energi boiler dan
mengetahui parameter operasi kritis yang mempengaruhi efisiensi boiler.

2. KLASIFIKASI BOILER

Boiler adalah salah satu pemanfaat energi besar di industri. Upaya peningkatan efisiensi
pada boiler jika diterapkan secara nasional akan memberi dampak positip dalam penyediaan
energi nasional. Perbaikan efisiensi operasi boiler tidak sulit dilakukan, kata kuncinya adalah
kemauan dan pemahaman atas parameter operasi kritis pada sistem pembakaran dan air
umpan (feed water) boiler.

Modul 7C
Hal. 1
Gambar 7.72 Boiler

Boiler adalah utilitas industri untuk menghasilkan uap. Uap adalah media pembawa energi
untuk keperluan pemanasan maupun pusat pembangkit daya. Pada sebagian industri, boiler
merupakan pemanfaat energi significan, konsumsi energi sistem boiler dapat mencapai 30 %
atau lebih dari total konsumsi energi perusahaan.

Boiler dapat dikelompokkan berdasarkan besarnya kapasitas, tekanan, sirkulasi air, dan
sumber energi yang digunakan. Jenis boiler yang umum dikenal adalah sebagai berikut :

 Boiler pipa api

Boiler pipa api pada umumnya memiliki kapasitas kecil (maksimum 30 ton/jam) dan didisain
untuk menghasilkan uap dengan tekanan sedang atau medium.

Prinsip kerja boiler pipa api ini adalah, api dan gas panas hasil pembakaran bahan bakar
mengalir di dalam pipa dan memanasi air yang berada di luar pipa sehingga air tersebut
berubah menjadi uap (lihat gambar berikut). Perpindahan panas dari api/gas panas ke
air/uap berlangsung melalui pipa-pipa tersebut.

Gambar 7.73 Jenis Boiler pipa api

 Boiler pipa air

Boiler pipa ar pada umumnya mempunyai kapasitas besar hingga 350 ton/jam,dan
efisiensinya relatip lebih tinggi. Prinsip kerja boiler pipa air ini adalah api dan gas panas

Modul 7C
Hal. 2
hasil pembakaran bahan bakar mengalir di luar pipa dan memanasi air yang berada di dalam
pipa hingga berubah menjadi uap sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut. Suhu gas
panas pada sisi api dapat mencapai (2000 – 3000) F atau sekitar (1093-1649) C. Boiler pipa
air terdiri dari drum dan sejumlah pipa-pipa yang berisi air. Pipa pipa air ini merupakan
bagian terbesar dari bidang pemanasan (heating surface) boiler. Pada bidang pemanasan
inilah terjadi perpindahan panas dari gas panas hasil pembakaran ke air yang kemudian
berubah jadi uap. Pada boiler pipa air terdapat dua drum yang terletak pada bagian atas dan
bawah. Pada drum bagian atas terdapat valves dan fitting serta pipa uap dan pipa pipa air
masuk dan keluar. Disamping itu drum atas juga dilengkapi dengan peralatan seperti alat
kontrol dan dan pipa untuk memasukkan bahan kimia (chemical feed).

Gambar 7.74 Boiler pipa air

Berdasarkan tekanan uap yang dihasilkan, maka boiler dapat dibagi menjadi :

 Boiler tekanan rendah.


Yaitu boiler dengan tekanan kurang lebih 1.5 bar.
 BoilertTekanan medium.
Yaitu boiler dengan tekanan berkisar antara : 1.5 – 20 bar.
 Boiler tekanan tinggi.
Yaitu boiler dengan tekanan lebih 20 bar.

3. KELENGKAPAN BOILER (AUXILIARIES).

Untuk meningkatkan efisiensi pemakaian energy suatu boiler dilengkapi dengan auxiliaries
antara lain :

1. Air pre heater (Udara pembakaran dipanasi dengan flue gas)


2. Economizer (Boiler feed water dipanaskan dengan flue gas)
3. Super heater (steam super heated dipanasi dengan flue gas)
4. Induced Draft / Forced Draft fans( Untuk mengalirkan/mensirkulasikan udara)

Modul 7C
Hal. 3
5. High efficiency burners ( Untuk atomization yang lebih baik)
6. Auto damper control ( Untuk mengontrol tekanan dan aliran udara)
7. Burner/combustion controller (untuk mendapatkan pembakaran optimum).

Kelengkapan boiler secara keseluruhan ditunjukkan dalam gambar skematik berikut.

Gambar 7.75 Diagram skematik kelengkapan boiler

Air pre-heater :

Air preheater digunakan untuk meningkatkan efisiensi boiler dengan cara menaikkan suhu
udara pembakaran dengan gas buang sehingga efisiensi termal suatu boiler dapat
meningkat sekitar 9 -11 %.

Gambar 7.76 Lay-out Preheater

Modul 7C
Hal. 4
Ekonomiser :

Ekonomiser digunakan untuk meningkatkan efisiensi termal boiler yaitu dengan memanasi
air umpan boiler dengan gas buang sehingga efisiensi termal dapat naik hingga 5 %.

Gambar 7.77 Ekonomiser

Superheater :

Superheater dimaksudkan untuk menghasilkan uap yang keluar dari boiler pada kondisi
superheated, Panas dari flue gas digunakan untuk sperheater sekaligus untuk menghemat
energi.

Gambar 7.78 Superheater

Induced Draft / Forced Draft Fans :

Fan atau sering disebut dengan blower adalah peralatan pendukung untuk boiler industri.
Fan digunakan untuk menaikkan tekanan statik udara dari level rendah menjadi tekanan
hampir sama atau sedikit di atas level ambient absolut. Secara tifikal fan beroperasi pada
tekanan hingga 55 in H2O atau sekitar 2 psi.

Modul 7C
Hal. 5
Gambar 7.79 Komponen Fan Sentrifugal

Induced draft/forced draft fan secara umum digunakan pada boiler industri untuk memenuhi
kebutuhan udara pada sistem pembakaran dengan cara mendorong atau mengisap. Fan
sentrifugal adalah tipe fan yang paling banyak digunakan. Fan sentrifugal (lihat gambar)
mengalirkan udara dengan gaya sentrifugal akibat putaran impeller. Kecepatan alir udara
pada impeller dirubah menjadi tekanan setelah udara mencapai ujung blade impeller. Fan ini
dapat menghasilkan tekanan tinggi sehingga cocok digunakan untuk boiler industri dalam
berbagai keperluan dan kondisi seperti suhu udara tinggi

Burner

Untuk membakar minyak secara efisien khususnya minyak berat seperti residu, diperlukan
pengabutan bahan bakar agar bahan bakar minyak menjadi tetesan kecil yang mudah
bercampur dengan udara dan dipanaskan. Bagian bagian kecil dari minyak ini menguap
dengan cepat akibat adanya panas radiasi dari lidah api di bagian hilir burner sehingga
mudah bereaksi dan terbakar dengan oksigen yang ada di udara pembakaran. Akibat proses
pengabutan yang terjadi di burner, maka sebagian tetesan tetesan kecil dari bahan bakar
minyak langsung menguap dan terbakar dan cairan minyak yang masih sisa oleh panas
pembakaran yang timbul pada akhirnya juga terbakar dan menyisakan abu. Seluruh proses
ini memakan waktu sekitar 2 detik. Untuk mengabutkan minyak secara sempurna maka yang
diperlukan adalah mengontrol kekentalan minyak bakar. Karena kekentalan berkaitan
dengan suhu bahan bakar, maka dalam prakteknya yang dikendalikan adalah suhu minyak.
Jika suhu minyak tidak cukup tinggi, maka minyak terlalu kental sehingga menjadikan
tetesan minyak yang timbul ukurannya terlalu besar untuk dapat terbakar sempurna.

Jet burners.

Jet burner memerlukan tekanan tinggi antara 4 -10 bar untuk mengabutkan bahan bakar
secara sempurna melalui nozzle. Arah nozlle dibuat tangensial ke ruang bakar melalui slot
sehingga minyak dibuat berputar melaui lubang orifis kecil ke dalam lubang berbentuk cone.
Untuk menghasilkan bentuk dan besarnya nyala api yang berbeda-beda digunakan
beberapa nozzle yang berbeda.

Modul 7C
Hal. 6
Gambar 7.80 Burner Boiler Industri.

Rotary cup burner;

Tipe ini adalah burner yang sering digunakan pada boiler, minyak dipompa ke suatu tapered
cup yang diputar sekitar 6000 rpm. Lapisan film minyak yang mengalir ke ujung burner
dimana udara primer dimasukkan dengan kecepatan tinggi mengabutkan minyak menjadi
tetesan kecil yang siap menguap dan terbakar

4. EFISIENSI BOILER

Efisiensi boiler berkaitan dengan kemampuan untuk menyerap energi dari bahan bakar
(input) menjadi entalpi uap (output). Meningkatkan efisiensi boiler berarti menambah energi
yang terserap oleh uap atau mengurangi energi yang terbuang atau hilang dari boiler.

Gambar 7.81 Aliran energi pada boiler

Dari uraian di atas maka efisiensi boiler dapat diartikan sebagai perbandingan antara energi
yang terkandung pada uap (output) dan energi yang terdapat di dalam bahan bakar (input).
Untuk menentukan efisiensi boiler berarti harus mengukur input dan output yaitu jumlah uap,
tekanan/temperatur, dan konsumsi bahan bakar. Untuk itu boiler perlu dilengkapi dengan
meter bahan bakar maupun meter uap.

Modul 7C
Hal. 7
4.1 Metoda Perhitungan Efisiensi Boiler

Efisiensi boiler dapat dihitung dengan berbagai cara. Menurut method ASME (American
Socity of Mechanical Enginer ) yang dikenal dengan effisiensi gross dihitung dengan cara:

1. Langsung (Input-Output method)


2. Tak langsung (heat loss method)

Cara lain dalam perhitungan efisiensi boiler adalah yang dikenal dengan efisiensi net yaitu
dengan memasukkan semua unsur energi input termasuk energi pada kelengkapan boiler
(auxilaries) seperti fan, pompa dll.

Efisiensi pembakaran sering kita dengar dalam operasional boiler. Perhitungan efisiensi
pembakaran sama seperti heat-loss method tetapi dalam hal ini yang diperhitungkan hanya
rugi-rugi energi ke cerobong (exchaust gas) sedangkan rugi-rugi energi dari permukaan
boiler dan blowdown tidak dimasukkan. Dalam hal ini alasan yang dikemukakan adalah
karena rugi-rugi energi ke cerobong merupakan yang terbesar diantara semua rugi-rugi
energi boiler. Selain itu upaya untuk mengurangi rugi-rugi energi lain dimaksud dalam
praktek misalnya rugi-rugi energi dari permukaan boiler relatif tidak mungkin lagi dilakukan.

Perhitungan Efisiensi Boiler Cara Langsung

Perhitungan efisiensi boiler dengan metoda langsung dapat dilakukan jika masing-masing
energi output (uap) dan energi input (bahan bakar) telah diketahui. Seperti dijelaskan di
muka efisiensi adalah perbandingan antara keluaran energi (output) dan konsumsi energi
(bahan bakar input) dengan satuan masing-masing inpur & output dibuat sama, dan
dikalikan dengan 100 %.

Efisiensi Boiler = {Output / Input} x 100%.

= Huap / LCV bahan bakar

Dengan : Huap adalah entalpi uap yang diproduksi boiler.

LCV bahan bakar adalah nilai kalor net konsumsi bahan bakar boiler.

Dari uraian di atas berarti untuk menghitung efisiensi boiler dengan cara langsung diperlukan
data produksi uap dan konsumsi bahan bakar. Mengukur produksi uap dalam praktek adalah
sulit karena meteran uap jarang dipasang pada instalasi boiler dan jika meter uap dipasang
tingkat akurasinya umumnya kurang sehingga untuk perhitungan efisiensi dianggab tidak
memadai. Dengan alasan tersebut, maka metoda ini jarang dipakai dalam praktek. Prosedur
perhitungan efisiensi boiler dengan cara langsung dapat dilakukan dengan mengikuti
langkah seperti dalam table berikut.

Modul 7C
Hal. 8
Tabel 7.16 Perhitungan efisiensi boiler – Cara langsung

No Item Unit Contoh Data Catatan


1 Test time h 1 1
2 Fuel Jenis bahan bakar bbm bbm Natural gas/bbm
3 Temperatur C 27 Pengukuran
4 Pressure/tekanan kg/cm2 Pengukuran
5 Konsumsi liter 80 80 Pengukuran
6 Konsumsi(Normal State) kg 5x273/(273+3)x(1.03+4)/1.03
7 Konsumsi per jam liter/jam 80 80 6/1.
8 Higher Calorific Value kcal/liter 8900 8900 Sesuai dgn fuel supplier
9 Lower Calorific Value kcal/liter 8544 8544 8x0.96
10 Input Heat/panas masuk 10^3 kcal/h 683520 683520 7x9 atau LHV(b.bakar)
11 Feed Water Temperature(ECO inlet) C 20 20 Pengukuran
12 Specific Gravity kg/l 0.998 0.998 Lihat steam table
13 Quantity (Volume) l 1000 1000 Pengukuran
14 Quantity (Berat) kg 998 998 13x12
15 Quantity per jam kg/h 998 998 14/1
16 Enthalpi feed water kcal/kg 27 27 Lihat steam table
17 Heat of feed water 10^3kcal/h 26946 26946 15X16
18 Steam/uap Steam pressure (Gauge) kg/cm2G 10 10 Pengukuran
19 Dryness of Steam % 99 99 Estimasi = 99%
20 Enthalpi saturated water kcal/kg 165.793 165.793 Lihat steam table
21 Enthalpi saturated steam kcal/kg 663.77 663.77 Lihat steam table
22 Enthalpi steam yg diproduksi kcal/kg 655.076 20+{(21-20)x19/100}
23 Energi panas steam 10^3kcal/h 653110.77 0 15x22
24 Output heat/panas bermanfaat 10^3kcal/h 626191.77 -26946 23-17
-
25 Efisiensi Boiler % 91.6127 3.942240169 (24/10)x100

Modul 7C
Hal. 9
4.2 Perhitungan Efisiensi Boiler dengan Cara tak Langsung

Perhitungan efisiensi boiler cara tak langsung sering digunakan dalam praktek yaitu dengan
mengetahui energi masukan (input ) dan menghitung rugi-rugi energi dalam persen bahan
bakar input. Metoda perhitungan efisiensi cara tak langsung ini disamping mungkin
diterapkan dalam praktek juga memberi informasi tentang aliran energi (rugi-rugi energi) dan
besarannya. Dengan mengetahui rugi-rugi energi dan besarannya maka langkah
perbaikan/peningkatan efisiensi energi dengan mudah dapat ditentukan pada boiler yaitu
berdasarkan hasil perhitungan rugi-rugi energi yang telah dibuat.

Dengan menggunakan prinsip hukum kekekalan energi dimana energi masukan (input)
sama dengan keluaran energi (output) ditambah dengan rugi-rugi energi. Dengan kata lain
energi output sama dengan energi input dikurangi rugi-rugi energi. Dan berdasarkan definisi
efisiensi boiler sebelumnya, maka efisiensi boiler berdasarkan perhitungan tak langsung
dapat ditulis sebagai berikut :

Efisiensi Boiler = {Output/Input } x 100 %

= {(Input – Rugi rugi) / Input } x 100 %.

Efisiensi Boiler = 100 – Σ Rugi-rugi energi dalam persen bahan bakar input.

Efisiensi (%) = 100 – Σ rugi-rugi (%)

Perhitungan di atas selain untuk mengetahui besaran efisiensi juga bermanfaat untuk
menentukan jumlah rugi-rugi energi dan langkah pencegahan yang diperlukan.

Seperti tampak pada gambar aliran energi di atas ada lima jenis rugi-rugi energi pada boiler.
Masing-masing rugi-rugi energi tersebut adalah :

 Kerugian panas ke cerobong


 Kerugian panas karena pembakaran tak sempurna.
 Kerugian panas radiasi
 Kerugian panas laten H2O pada gas buang
 Kerugian blowdown.
Rugi-rugi Energi Cerobong,

Rugi-rugi energi ini adalah berupa panas sensibel gas buang ke cerobong. Besarannya rugi-
rugi energi cerobong adalah fungsi suhu gas buang dan rasio udara (kadar O2 pada gas

Modul 7C
Hal. 10
buang). Rugi-rugi energi cerobong tersebut sebagian besar terkandung pada gas buang
dalam bentuk energi sensible yaitu pada gas CO2 dan N2. Gas CO2 terbentuk dari hasil
pembakaran karbon (C) yang ada pada bahan bakar dengan oxygen (O2) dari udara
pembakaran. Gas nitrogen (N2) sebetulnya tidak berperan dalam proses pembakaran tetapi
gas ini terdapat di udara dengan jumlah yang relatif besar dan keberadaannya di ruang
bakar sulit dihindari. Oleh karena itu sebagian energi dari proses pembakaran bahan bakar
terserap oleh nitrogen dalam bentuk panas sensible. Disamping itu udara lebih yang sengaja
dibuat untuk memperoleh pembakaran sempurna juga merupakan bagian dari gas pembawa
energi hilang ke cerobong yang tidak dapat dihindari.

Grafik berikut menunjukkan hubungan antara rugi-rugi gas buang ke cerobong. Sumbu
vertikal mengindikasikan presentase kerugian energi cerobong boiler sedangkan sumbu
horizontal adalah besaran kadar O2 (excess air) pada udara pembakaran.

Gambar 7.82: Total Energi Hilang ke Cerobong vs O2 (%)

Besaran excess air diketahui dari pengukuran kadar oxygen (O2) atau CO2 dalam gas
pembakaran di cerobong boiler. Jika suhu dan CO2 atau O2 pada stack gas sudah
diketahui, maka rugi-rugi energi stack (gross HHV) dapat dihitung dengan menggunakan
formula Seigert berikut.

Dengan : K dan C = Konstanta Seigert (untuk bahan bakar gas lihat tabel).

ΔT = Beda suhu gas buang dan udara pembakaran (C).

% CO2 = persentase volume kering CO2 pada gas buang.

Modul 7C
Hal. 11
Tabel 7.17 Konstanta Seigert

Jenis Bahan Bakar K C


 Bahan bakar Minyak 0.56 6.5
 Batu bara 0.63 5.0
 Gas bumi 0.38 11.0

Berdasarkan data operasi misalnya suhu stack gas 136 C kadar O2 pada gas buang adalah
4 %, maka dengan menggunakan formula Seigart rugi-rugi energy stack gas, maka
diperoleh rugi-rugi energi ke stack boiler seperti grafik berikut.

Gambar 7.83 Rugi-rugi stack (Bahan bakar gas bumi)

Gambar 7.84 Rugi-rugi stack (Bahan bbm)

Modul 7C
Hal. 12
Gambar 7.85 Rugi-rugi stack (Bahan bakar batubara : Eastern Coal)

Udara Lebih (Excess Air).

Udara lebih (excess air) diperlukan untuk membuat proses pembakaran sempurna,
jumlahnya tidak boleh terlalu besar melebihi yang diperlukan. Jika excess air terlalu banyak
akan membuat kerugian energi cerobong semakin meningkat sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya di atas.

Menentukan Udara Lebih (excess air).

Analisis kimia pada gas buang adalah cara yang tepat untuk menentukan tingkat kecukupan
udara dengan cara mengukur CO2 atau O2 pada gas buang. Dengan mengetahui kadar CO2
atau O2 pada gas buang, maka dimungkinkan untuk menghitung persentase udara lebih
pada proses pembakaran boiler.

Besarnya excess air dapat dihitung berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi gas
pembakaran yaitu CO2 dan O2 dalam gas buang. Excess air dapat dihitung dengan formula
sebagai berikut :

Excess air (E) = 378/100 - ( + )/  - 3.78

Dengan : E adalah excess air (%)

 adalah konsentrasi CO2 pada gas buang (%)

 adalah konsentrasi O2 pada gas buang (%).

Modul 7C
Hal. 13
Hubungan antara CO2, O2 dan udara lebih (excess air) untuk berbagai bahan bakar dapat
dilihat pada grafik berikut.

Gambar 7.86 CO2, O2 vs excess air berbagai bahan bakar

Perubahan dari besaran udara lebih akan mempengaruhi komposisi gas buang, rugi-rugi
energi ke cerobong dan efisiensi pembakaran sebagaimana pada grafik berikut.

Gambar 7.87 Efisiensi pembakaran vs O2 atau CO2 & suhu stack gas

Modul 7C
Hal. 14
Contoh :

Boiler dengan bahan bakar minyak IDO (no 2 oil). Data hasil pengukuran gas buang
menunjukkan komposisi dan suhu gas buang sebagai berikut :

o Gas CO2 = 10 %;
o O2 = 7.5 %
o Temperatur gas buang = 260 C (500 F).
Berdasarkan data pengukuran tersebut dan dengan menggunakan grafik di atas, maka
diperoleh :

o Total udara pembakaran yang disupply : 150 % atau excess air : 50 %


o Efisiensi pembakaran boiler = 81 %.
Rugi Rugi Energi Panas Laten Uap Air.

Rugi energi panas laten uap air adalah energi yang terkandung pada H2O hasil dari
pembakaran unsur hydrogen dalam bahan bakar dengan O2 dari udara pembakaran.
Besaran dari panas hilang ini ditentukan oleh perbandingan antara unsur Carbon (C) dan
hidrogen (H2) dalam bahan bakar. Mengubah H2O dari fase cair menjadi uap pada suhu
yang sama misalnya pada 100 0 C memerlukan energi sebanyak 2,3 MJ/kg atau sama
dengan 540 kcal/kg. Adanya air (H2O) pada bahan bakar atau air yang terbentuk dari reaksi
pembakaran H2 dari bahan bakar dan O2 dari udara pembakaran, akan menambah besaran
rugi-rugi energi ke cerobong yang disebut dengan kerugian panas laten H2O. Kerugian
panas laten H2O ini akan lebih dominan pada bahan bakar yang kandungan unsur H2 tinggi
seperti pada bahan bakar gas. Adanya unsur hydrogen (H2) dalam suatu bahan bakar dapat
dilihat dari perbedaan antara nilai kalor gross dan nilai kalor net-nya. Semakin tinggi H2
dalam bahan bakar semakin besar perbedaan nilai kalor gross (HHV) dan nilai kalor net
(LHV) seperti ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel 7.18 HHV dan LHV untuk berbagai jenis bahan bakar

Bahan Bakar H2 (%) HHV/LHV

o Gas Bumi 78 0,90

o BBM 12 0,90

o Batu Bara 5 0,98

Rugi Energi Karena Bahan Bakar Tak Terbakar Sempurna.

Modul 7C
Hal. 15
Rugi energi karena bahan bakar tak terbakar sempurna terjadi jika proses pembakaran
berlangsung tidak sempurna. Besaran kerugian energi ini ditentukan oleh jumlah dari bahan
bakar yang tidak terbakar sempurna (proses pembakaran).

Bahan bakar tak terbakar sempurna

Bahan bakar fosil umumnya terdiri dari unsur carbon (C) dan hydrogen (H2). Pada
pembakaran sempurna carbon dioksidasi menjadi carbon dioksida (CO2), dan hydrogen
dioksidasi menjadi H2O dengan melepaskan sejumlah energi.

Bila pembakaran berlangsung tak sempurna maka carbon dioksidasi menjadi carbon
monoksida (CO), dan panas pembakaran yang dihasilkan berkurang menjadi sekitar 54 %
dari energi yang terkandung dalam carbon tersebut. Pada kondisi pembakaran tak sempurna
seperti ini sejumlah energi turut terbuang ke cerobong. Di samping kerugian energi pada
pembakaran tak sempurna juga menimbulkan polusi udara yang hebat yaitu dengan adanya
CO yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Gambar 7.88 Pembakaran tak sempurna secara visual

Pembakaran tak sempurna ditandai dengan adanya asap C C C C C + CO CO CO CO.


Pembakaran tak sempurna timbul akibat :

o Supply udara kurang atau bahan bakar surplus .


o Pengabutan/distribusi bahan bakar tidak bagus/tidak merata.
Untuk sistem pembakaran minyak dan gas,

Jika CO atau asap muncul tetapi rasio udara adalah normal ini menindikasikan burner
bermasalah, misalnya :

o Campuran antara bahan bakar dan udara buruk (poor mixing ) .


o Viscositas bahan bakar buruk ,
o Keausan nozzel/worn tips, carbonization pada tips dan deterioration diffusers.
Untuk coal firing:

Modul 7C
Hal. 16
Pembakaran tak sempurna muncul jika distribusi udara buruk, misalnya akibat laluan udara
terganggu akibat material kecil yang terbawa dari ruang bakar. Kerugian energi akibat
pembakaran tak sempurna dapat dihitung dengan menggunakan grafik berikut.

Gambar 7.89 Grafik rugi-rugi energi pembakaran tak sempurna

Contoh :

Boiler dengan bahan bakar batubara. Hasil pengukuran pada gas buang menunjukkan
pembakaran tidak sempurna yang ditandai dengan adanya gas CO. Komposisi gas buang :
(CO2 + CO) adalah 10 %, CO = 0.8 %.

Dengan menggunakan grafik rugi-rugi energi pembakaran tak sempurna diperoleh rugi-rugi
energi akibat pembakaran tak sempurna adalah : 4.5 % dari konsumsi batubara boiler.

Rugi-rugi Energi Radiasi dan Konveksi

Energi hilang melalui radiasi dan konveksi adalah kerugian energi dari permukaan isolasi
boiler akibat radiasi dan konveksi ke udara sekitar. Rugi-rugi energi radiasi ini ditentukan
oleh suhu permukaan dan faktor beban boiler. Besarnya kerugian energi radiasi melalui
permukaan boiler dapat dihitung dengan menggunakan grafik berikut. Sumbu vertikal
adalah besaran kerugian radiasi dalam persen bahan bakar, sedangkan sumbu horizontal
menggambarkan kapasitas boiler yang dinyatakan dengan daya nominal boiler dalam juta
kcal / jam. Curva A dalam grafik adalah untuk boiler pipa air sedangkan garis B (warna
merah) adalah untuk boiler pipa api. Untuk boiler yang beroperasi pada beban parsial (bukan
beban penuh), maka besaran nilai kerugian radiasi boiler dikoreksi dengan faktor pengali F.
Faktor F adalah perbandingan antara beban nominal dengan beban parsial. Misalnya jika

Modul 7C
Hal. 17
boiler dibebani dengan beban parsial 60 %, maka faktor koreksi F adalah : 100/60 atau F=
1.6. Dalam hal ini rugi-rugi radiasi dari grafik harus dikalikan dengan 1.6.

Gambar 7.90 Diagram rugi-rugi energi radiasi & konveksi dari permukaan boiler

Energi Hilang Blowdown,

Energi hilang blowdown adalah energi yang terbuang akibat pengurasan (blowdown) air
boiler untuk kelangsungan operasional boiler. Kenapa harus blowdown akan dijelaskan
berikut ini:

Penambahan air secara terus menerus ke dalam boiler berakibat pada bertambahnya
konsentrasi garam-garam pada air boiler. Garam-garam ini masuk bersamaan dengan air
umpan boiler dan akan mengendap setelah konsentrasinya melewati batas tertentu. Adanya
endapan akan menimbulkan kerak-kerak pada permukaan boiler. Pembentukan kerak tidak
diinginkan karena efektifitas perpindahan panas turun dan akibatnya buruk terhadap efisiensi
boiler.

Menghindari timbulnya kerak dimaksud, maka konsentrasi garam di dalam air boiler harus
dikendalikan dan dijaga dengan cara blowdown (pengurasan agar tidak melebihi batas

Modul 7C
Hal. 18
spesifikasi yang ditetapkan oleh si pembuat boiler). Sebenarnya blowdown adalah kerugian
energi, tetapi tindakan ini harus dilakukan sebagai bagian dari prosedur operasi. Dalam
prosedur operasi boiler blowdown harus dilakukan berdasarkan hasil monitoring/pengukuran
TDS (total disolved solid) air boiler dan TDS air umpan.

Besarnya kerugian energi blowdown ditentukan oleh kwalitas air umpan boiler yang
dinyatakan dengan banyaknya zat terlarut (dissolved solid) dalam ppm dalam air umpan
boiler (TDS) dan TDS desain sesuai dengan manufaktur boiler.

Kerugian energi blowdown dapat diperkecil dengan cara berikut :

 Mengontrol TDS air umpan sesuai dengan spesifikasi dan jangan memblowdown lebih
banyak atau kurang dari yang diperlukan karena kedua hal ini akan berakibat
pemborosan energi (lihat gambar berikut).

Gambar 7.91 Rugi-rugi energi blowdown.

Sistem control TDS untuk mengendalikan blowdown boiler secara tipikal ditunjukkan pada
gambar berikut.

Modul 7C
Hal. 19
Gambar 7.92 Sistem kontrol TDS - blowdown boiler tipikal

 Jika blowdown melebihi dari yang disyaratkan maka terjadi pemborosaan energi dan air
sebesar entalpi dari air boiler jenuh yang diblowdown. Dan jika jumlah blowdown kurang
dari yang disysratkan manufaktur boiler maka terjadi kerak pada sisi air boiler. Adanya
kerak akan membuat perpindahan panas dari gas panas ke air/uap terhalang sehingga
suhu gas buang meningkat. Suhu gas buang meningkat berarti pemborosan energi.

 Setiap 1 % blowdown akan menambah konsumsi bahan bakar sebagaimana ditunjukkan


pada table berikut.

Tabel 7.19 Kerugian bahan bakar setiap 1 % blowdown

Tekanan Boiler (bar g) Persen bahan bakar per 1 % blowdown


7 1,19
10 0.21
17 0.25
25 0.28

 Memperkecil jumlah blowdown dengan mengembalikan sebanyak mungkin kondensat.


Kondensat jika dimamfaatkan masih bernilai tinggi baik sebagai air bersih maupun
sebagai energi.

 Air Umpan Boiler (yang direkomendasikan).

Tabel 7.20

Modul 7C
Hal. 20
Contoh :

Jika kondensat semuanya dikembalikan ke boiler dengan suhu sekitar 95 C, maka


penghematan energi pada boiler cukup besar yaitu sekitar : 12 % dari konsumsi bahan bakar
boiler (lihat grafik berikut). Dan jika kondensat kembali hanya 50 % dengan suhu sekitar 100
C, maka penghematan energi adalah 6 % dari konsumsi energi boiler. Ini berarti dengan
mengembalikan kondensat ke boiler penghematan energi yang significant dapat diperoleh.
Disamping penghematan energi pemanfaatan kondensat kembali ke boiler juga akan
menghemat biaya pengolahan air umpan boiler.

 Memanfaatkan kembali panas blowdown dengan cara menggunakan steam flash atau
melalui heat exchanger sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut.

Modul 7C
Hal. 21
Gambar 7.93 Blowdown heat recovery.

Menentukan Jumlah Blowdown.

Jumlah blowdown dihitung berdasarkan konsentrasi chlorides atau konductivitas electric


yang dibolehkan dalam air umpan dengan formula sebagai berikut :

a
X   100% ------------ 1)
b

X = Jumlah blowdown (%).

a = Konsentrasi chlorides/konduktivitas electric dalam air umpan boiler (TDS air umpan).

b = Selisih konsentrasi chlorides/konductivitas electric air boiler yang diizinkan dan air
umpan ( TDS yang diijinkan – TDS air umpan boiler).

Blowdown dinyatakan dalam persen air umpan (%), sehingga dalam periode tertentu dapat
dihitung berdasarkan laju aliran air umpan boiler dikalikan dengan harga jumlah blowdown
dari persamaan ...1) di atas. Kesalahan pengelolaan air boiler tidak hanya berakibat kerugian
energi tetapi dapat berakibat fatal sebagaimana tampak pada gambar berikut.

Modul 7C
Hal. 22
Gambar 7.94 Akibat Air Boiler tak Terkendali –Kerusakan Fatal

Besarnya kerugian bahan bakar akibat blowdown dihitung dari formula 1) sebelumnya atau
dengan menggunakan grafik berikut.

Besarnya kerugian bahan bakar akibat blowdown dihitung dari formula 1) atau dengan
menggunakan grafik berikut.

Gambar 7.95 Jumlah blowdown (%) produkdsi Uap

Modul 7C
Hal. 23
Gambar 7.96 Rugi-rugi Energi Blowdown vs jumlah blowdown

Contoh :

Jika batas maksimum TDS yang diijinkan pada boiler adalah 3000 ppm, tidak ada kondensat
kembali sehingga persentase make up water 100%. TDS feed water : 300 ppm, maka
persentase blow down adalah :

= 300 x 100

3000 – 300

= 11.1 % dari make up water

Gambar 7.97

Jika make up eater : 3000 kg/jam, maka laju blow down yang diperlukan :

Modul 7C
Hal. 24
= 3000 x 11.1 = 330 kg/jam

100

Gambar 7.98

Jika jumlah blowdown sudah diketahui, maka rugi–rugi energi blowdown dapat dihitung
dengan menggunakan tabel uap.

Misalkan tekanan kerja boiler adalah 10 bar, maka dari tabel uap diperoleh entalpi air jenuh
pada tekanan 10 bar adalah : 763.22 kJ/kg, atau sama dengan : 182.29 kcal/kg air panas
jenuh. Jadi jumlah kerugian blowdown pada contoh di atas adalah : 330 kg/jam x 182.29
kcal/kg = 60156 kcal/jam.

Jika pada contoh ini operator melakukan blowdown berlebihan sehingga TDS air boiler turun
dari 3000 ppm menjadi rata-rata : 2000 ppm, maka jumlah blowdown aktual menjadi :

300 x 100 = 17.6 %. = 17.6 % x 3000 kg air panas jenuh/jam = 528 kg/jam.

2000 – 300.

Kerugian energi akibat blowdown berlebihan :

o dalam bentuk air panas jenuh adalah (528 – 330) kg/jam = 198 kg/jam.

o Dalam bentuk energi : 198 x 182.29 kcal/jam = 36093.42 kcal/jam.

Tabel 7.21

Modul 7C
Hal. 25
5. Neraca Energi Boiler

Neraca energi dibuat untuk mengetahui aliran energi dan rugi-rugi energi. Jika aliran dan
besaran rugi-rugi energi sudah diketahui, maka langkah dan cara yang diperlukan untuk
untuk meningkatkan efisiensi boiler bisa ditentukan. Contoh neraca energi boiler ditunjukkan
pada gambar berikut.

Modul 7C
Hal. 26
Gambar 7.99 Diagram Shankey Boiler

Dari uraian diatas kiranya cukup jelas bahwa efisiensi boiler dipengaruhi oleh menejemen
pembakaran dan menejemen air umpan.

Menejemen air umpan suatu boiler berkaitan dengan jumlah dan rugi -rugi energi blowdown,
pembentukan kerak, efektifitas perpindahan panas dari gas panas ke air/uap, serta
meningkatnya suhu gas buang dan pemeliharaan boiler. Sedangkan manajemen
pembakaran ditentukan suhu stack gas dan excess air.

6. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFISIENSI BOILER

Efisiensi boiler dipengaruhi factor operasi terkait dengan pembakaran, kwalitas air umpan
(feed water) dan beban operasi boiler. Sisi pembakaran menjaga parameter operasi kritis
boiler agar pembakaran optimum seperti diharapkan. Sedangkan sisi air menjaga agar
kwalitas air boiler dan air umpan sesuai spesifikasi sehingga perpindahan panas melalui
permukaan pipa pemanas atau drum boiler tidak terhalang sehingga suhu stack gas dan
blowdown menjadi minimum. Dengan demikian operasi boiler selalu berada dalam efisiensi
energi optimal.

Gambar 7.100 Manajemen air umpan

Manajemen Pembakaran

Manajemen pembakaran pada boiler dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi pembakaran


suatu bahan bakar yang optimum. Kegiatan utama dalam manajemen pembakaran adalah :

 Menjaga agar pembakaran selalu berada pada ratio udara rendah (low air ratio
combustion) :

 Menjaga agar kapasitas burner beroperasi sesuai dengan beban boiler;

Modul 7C
Hal. 27
 Memelihara (maintenance) burner.

Ratio udara.

Pembakaran sempurna dapat terjadi bilamana jumlah udara pembakaran yang dipasok ke
ruang bakar berlebih dari kebutuhan teoritis (stoichiometric). Namun apabila udara lebih
(excess air) tersebut dibuat terlalu banyak maka jumlah gas buang (exhaust gas) hasil
pembakaran menjadi besar dan akibatnya energi sensibel gas buang atau biasa disebut
dengan rugi-rugi energi ke stack menjadi besar.

Gambar 7.101 Skematik Perbandingan Udara Bahan Bakar pada Burner

Dalam praktek sehari-hari operator umumnya mengartikan pembakaran tidak sempurna


dengan munculnya asap hitam pada cerobong. Asap hitam dipahami sebagai pembakaran
tidak sempurna atau pemborosan bahan bakar. Sebaliknya gas buang yang tampaknya
bersih (tanpa asap/karbon) diartikan sebagai pembakaran sempurna. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa esensi sesungguhnya dari efisiensi pembakaran dan panas sensibel
gas buang belum dipahami secara benar.

Energi sensibel gas pembakaran

Energi sensibel gas pembakaran sebagai fungsi dari suhu dan excess air haruslah dipahami
jika ingin menerapkan konsep efisiensi dalam sistem pembakaran boiler. Bila temperatur
stack gas boiler dapat dibuat rendah dan persentase excess air udara pembakaran sesedikit
mungkin, berarti upaya kita untuk mengurangi rugi-rugi energi melalui gas buang sudah
berhasil. Dengan kata lain efisiensi pembakaran meningkat mencapai level optimal. Uraian di
atas pada dasarnya ingin menjelaskan bahwa energi pada suatu sistem pembakaran dapat
dihemat dengan cara yang mudah yaitu dengan mengurangi suhu gas buang dan
persentase udara lebih. Udara lebih atau excess air dalam praktek sering dinyatakan dengan
istilah rasio udara.

Rasio udara didefinisikansebagi perbandingan antara udara pembakaran aktual dengan


udara pembakaran teoritis.

Modul 7C
Hal. 28
Besaran rasio udara diketahui dengan cara mengukur kadar oxygen (O2) pada gas buang
menggunakan gas analizer, data hasil pengukuran digunakan untuk menghitung rasio udara
dengan formula berikut :

RasioUdara  21 /( 21  O2%)

Gas buang diukur dengan menggunakan gas analiser (saat ini telah tersedia di pasaran
dengan harga yang terjangkau). Dengan mengontrol parameter operasi kritis (suhu dan O2
gas buang) berarti proses pembakaran bahan bakar efektif.

Gambar 7.102 Exhaust analyser

Parameter Operasi Kritis Pembakaran

Parameter operasi kritis yang mempengaruhi efisiensi pembakaran adalah :

o Kadar oxygen (O2) atau

o CO2 pada gas buang. Diukur dengan menggunakan gas analiser

o Suhu gas buang. Diukur dengan menggunakan termometer.

Prinsip konservasi energi pada sisi pembakaran boiler adalah mengontrol parameter operasi
di atas.

Contoh 1 :

Kadar O2 pada gas buang = 7 % . Berapa rasio udara pembakaran bahan bakar udara
teoritis untuk proses pembakaran adalah : 100 m3.

Berdasarkan data tersebut, maka ratio udara dihitung sebagai berikut :

Modul 7C
Hal. 29
Rasio Udara (r) = {21 / (21 - O2)}. = 21 / (21 - 7) = 1.5.

Contoh 2 :

Suhu gas buang hasil pengukuran pada stack gas menunjukkan 600 oC dan hasil
pengukuran komposisi gas buang (O2 & CO2) menghasilkan ratio udara adalah 1.6. Dengan
menggunakan grafik, maka energi sensibel yang terdapat pada gas buang ke cerobong
sebesar dapat diketahui yaitu 36% dari energi input. Jika ratio udara diturunkan misalnya
dari 1,6 menjadi 1,3, maka jumlah energi hilang melalui gas buang akan turun dari 36%
menjadi 30%. Ini berarti dengan pengurangan ratio udara dari 1,6 menjadi 1,3
mengakibatkan energi terbuang melalui cerobong berkurang dari 36 menjadi 30% atau
penghematan sama dengan 6%. Berkurangnya kerugian energi melalui cerobong berarti
6
penghematan bahan bakar pada boiler sebesar : = 7 %, angka 0,85 adalah
0.85
efisiensi boiler.

Gambar 7.103 Panas Hilang ke Stack vs Rasio Udara

Perhatikanlah gambar di atas, semakin rendah suhu stack gas semakin sedikit energi
terbuang, demikian juga rasio udara, semakin rendah ratio udara semakin sedikit energi
yang terbuang ke stack. Secara teoritis penghematan energi maksimal terjadi pada rasio
udara sama dengan 1, tetapi dalam praktek jika rasio udara dibuat 1, maka bahan bakar
tidak terbakar sempurna dan CO dan asap hitam akan muncul di cerobong seperti tampak
pada gambar berikut. Penurunan rasio udara secara drastis berakibat munculnya gas CO
pada gas buang dan turunya efisiensi pembakaran. Selain mempengaruhi efisiensi adanya
gas CO menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu rasio udara harus
dijaga selalu berada pada tingkat rasional dan optimal agar kepentingan efisiensi,
kesehatan maupun lingkungan hidup dapat dipenuhi.

Modul 7C
Hal. 30
Gambar 7.104 Pembakaran tak sempurna terjadi pada rasio udara rendah.

. Tabel 7.22 Excess Air dan O2 Optimum berbagai Bahan Bakar

Bahan Bakar Optimum Excess Air % Optimum O2 pada Stack


Gas %
Batubara 20 - 25 4 – 4,5
Biomassa 20 - 40 4-6
Stoker firing 25 - 40 4,5 – 6,5
BBM 5 - 15 1-3
Gas Bumi/LPG 5 - 10 1-2
Black Liquor 5 - 10 1-2

Hubungan antara persentase corbon dioksida (CO2) dan O2 pada gas buang dengan udara
lebih (excess air) ditunjukkan berturut-turut pada gambar berikut.

Modul 7C
Hal. 31
Gambar 7.105 Hubungan antara CO2 dan udara lebih - BBM

Gambar 7.106 Hubungan antara O2 dan udara lebih - BBM

Dalam pengaturan rasio udara pada sistem pembakaran/burner harus dilakukan secara
perlahan-lahan berpedoman pada kadar O2 dan index asap (karbon) gas buang yang
dimonitor dari hasil pengukuran gas analisis. Bila hasil pengukuran gas buang menunjukkan
adanya asap (karbon) atau CO, ini berarti batas rasio udara optimum telah dilewati, sehingga
pengurangan ratio udara pembakaran ke tingkat yang lebih rendah tidak mungkin lagi
dilakukan. Dengan kata lain batas ratio udara optimum telah dilewati.

Modul 7C
Hal. 32
Gambar 7.107 Curva Karakteristik CO (hypotetikal)

Jalaga (Boiler Soot)

Jika terdapat jelaga pada sisi api bidang pemanas boiler maka proses perpindahan panas
antara gas panas dengan air/uap terhalang. Ini berarti laju perpindahan panas ke air boiler
berkurang dan panas yang terbawa oleh gas buang ke cerobong menjadi bertambah. Seperti
tampak pada tabel berikut jelaga hanya setebal 1/32 inch atau 0,78 mm mengurangi
efisiensi boiler hingga sekitar 2.5 %.

Tabel 7.23 Penurunan efisiensi akibat jelaga.

Penurunan Efisiensi Boiler akibat Soot Deposits

Soot Layer Thickness (inches) : 1/32 1/16 1/8

Boiler Efficiency Reduction (%) : 2.5% 4.5% 8.5%

Bahan deposit dari bahan bakar boiler umumnya terdiri dari jalaga hitam. Pada boiler kecil
bahan deposit tersebut mudah dibersihkan dengan menggunakan sikat. Tetapi bahan bakar
kwalitas rendah seperti residual atau minyak berat No. 6 akan menimbulkan endapan atau
deposit pada sisi gas yang lebih serius. Bahan bakar padat seperti batubara dan kayu
menghasilkan deposit berbasis ash slag dan jika tidak segera dibersihkan akan meleleh dan
membentuk lapisan isolasi glas yang sulit disingkirkan. Pada boiler pipa api deposit dapat
dibersihkan dengan uap bertekanan tinggi. Soot blowing dengan menggunakan uap
dilakukan secara regular paling tidak sekali dalam setiap shift. Penyebab timbulnya jelaga
yang paling umum adalah excess air yang terlalu rendah, burner rusak/kotor atau persiapan
bahan bakar yang salah. Dengan melakukan pembersihan secara teratur pada permukaan
bidang pemanas boiler akan dapat mengurangi biaya operasi boiler. Untuk bahan bakar gas

Modul 7C
Hal. 33
dengan burner yang baik, jelaga tidak terjadi namun demikian pipa pemanas boiler tetap
harus diinspeksi dan dibersihkan paling tidak setahun sekali.

Manajemen Air Umpan Boiler

Air umpan (feed water) boiler umumnya mengandung zat CaCO3 atau CaCO4.

Adanya zat tersebut menyebabkan pada permukaan pipa pemanas maupun drum boiler
cenderung terbentuk kerak maupun munculnya endapan berupa lumpur di bagian bawah
drum boiler.

Timbulnya kerak atau scaling yang ditandai dengan adanya deposit padat pada sisi dalam
pipa boiler dengan sifat termal yang penghambat aliran panas (non konduktif). Scaling
menjadi obyek perhatian karena disamping berpengaruh terhadap turunnya laju perpindahan
panas yang dapat berakibat overheating dan juga menimbulkan masalah lain seperti
pemborosan bahan bakar, berkurangnya produksi uap (output) boiler, penyumbatan pipa
boiler, dan masalah pembersihan kerak tersebut.

Proses Pembentukan Scale

Jika air uman boiler tidak diolah terlebih dahulu dengan cara melunakkannya (softened),
maka bicarbonate tak larut (dissolved bicarbonates) berubah menjadi carbonat sebagai
berikut :

Ca (HCO3) + Heat = CaCO3 + H2O + CO2 (calcium carbonate scale)

Mg(HCO3)2 + Heat = MgCO3 + H2O + CO2 (magnesium bicarbonate scale)

Bila keadaan ini berlangsung lama, maka jumlah kerak semakin bertambah sehingga
menghalangi proses perpindahan panas dari gas pembakaran ke air/uap.

Proses terjadinya kerak di dalam boiler dicegah dengan melunakkan terlebih dahulu air
umpan (water softener). Proses penguapan di dalam boiler menyebabkan terbentuknya zat
CaCO3 dan CaCO4.

Gambar 7.108 Distribusi suhu pipa dengan kerak & tanpa kerak

Modul 7C
Hal. 34
Zat-kotoran ini tidak ikut menguap tetapi tertinggal dalam air boiler dan konsentrasinya
bertambah terus. Konsentrasi kotoran yang semakin tinggi jika tidak dihindari akan
mendorong terbentuk kerak pada permukaan boiler. Menghindari terbentuk kerak maka
pengurasan atau blowdown perlu dilakukan. Blowdown adalah tindakan pengurasan
kotoran/endapan dari dalam boiler, tetapi pengurasan ini hendaknya dilakukan sesuai
keperluan, karena bila jumlah blowdown berlebih maka energi hilang melalui blowdown akan
bertambah. Jumlah blowdown diketahui dari kwalitas air umpan dan air boiler, oleh karena
itu air boier harus dianalisa secara periodik. Kwalitas air boiler ditentukan oleh pembuat
boiler sebagai standard operating procedure yang harus diterapkan. Meskipun manajemen
pembakaran telah berhasil diterapkan tetapi dengan adanya kerak/scale, maka efisiensi
energi optimal pada boiler belum dapat terealisasi. Seperti tampak pada gambar di atas,
semakin tebal kerak semakin besar konsumsi bahan bakar. Untuk itu pembersihan pada sisi
boiler perlu dilakukan misalnya dengan cara mekanis (lihat gambar berikut).

Gambar 7.109 Pembersihan kerak Boiler

Indikator adanya kerak.

Indikasi adanya kerak pada permukaan pipa pemanas boiler adalah suhu gas buang tinggi
melebihi spesifikasi, dan TDS air boiler actual relative tinggi melebihi besaran yang
direkomendasikan si manufaktur. Setiap suhu gas buang naik 18 C berarti konsumsi bahan
bakar meningkat 1 %.

Modul 7C
Hal. 35
Gambar 7.110 Pemborosan bahan bakar vs kerak pada sisi air pipa boiler

PH air boiler

PH air boiler adalah parameter operasi yang harus diawasi secara terus menerus. Kelalaian
mengontrol pH air boiler mengakibatkan kerusakan berat pada pipa pemanas boiler yang
berakibat fatal. pH air boiler harus dijaga pada level tertentu (lihat grafik). Batas aman pH air
boiler berkisar antara 9 -12.

Gambar 7.111 Batas aman pH air boiler.

Garis merah pada curva pH air boiler adalah daerah tidak diinginkan, pada area ini laju
korrosi pada metal boiler meningkat tajam dan jika hal ini berlangsung lama dapat berakibat
fatal sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

Modul 7C
Hal. 36
Gambar 7.112 Kerusakan akibat pH air boiler tak terkontrol

Suhu Air Umpan

Selain kwalitas air (feed water dan boiler water) suhu air umpan boiler adalah parameter
operasi penting yang mempengaruhi efisiensi boiler. Setiap suhu air pengisi boiler naik 6 C,
efisiensi boiler meningkat 1 %. Suhu air umpan dapat dinaikkan dengan menggunakan
ekonomiser (feed water dipanaskan dengan flue gas) lihat gambar berikut.

Gambar 7.113 Feed water preheating - Economiser

Faktor beban Boiler

Panas hilang melalui radiasi dari permukaan boiler ke udara serkitar jumlahnya tergantung
pada suhu dan luas permukaan isolasi boiler. Dengan ausumsi bahwa tekanan uap di dalam
boiler dan tebal isolasi adalah konstan, maka kerugian energi melalui radiasi jumlahnya
secara kwantitatip adalah sama (tetap) untuk semua tingkat beban boiler (untuk beban

Modul 7C
Hal. 37
rendah maupun beban penuh). Berdasarkan uraian di atas, maka panas hilang melalui
radiasi jika dibandingkan dengan jumlah bahan bakar (energi input) yang digunakan pada
beban boiler masing-masing rendah dan tinggi, maka persentasinya akan lebih besar pada
beban rendah dibandingkan pada beban penuh.

Gambar 7.114 Beban Sistem Uap VS Rugi-Rugi Radiasi Boiler

Karena efisiensi boiler selalu dinyatakan dalam persen (%) dari energi input, maka efisiensi
boiler pada beban rendah akan berkurang atau lebih kecil dibandingkan pada beban penuh
seperti tampak pada gambar berikut.

Gambar 7.115 Efisiensi Termal vs Beban Boiler

Rangkuman Faktor Yang Mempengaruhi Efisiensi Boiler.

Menejemen pembakaran.

Modul 7C
Hal. 38
Manajemen pembakaran pada boiler dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi pembakaran
suatu bahan bakar yang optimum. Kegiatan utama dalam manajemen pembakaran adalah :

o Menjaga agar pembakaran selalu berada pada ratio udara rendah (low air ratio
combustion).
o Rasio udara didefinisikan sebagi perbandingan antara udara pembakaran aktual dengan
udara pembakaran teoritis.
o Menjaga agar kapasitas burner beroperasi sesuai dengan beban boiler;
o Memelihara (maintenance) burner.
Parameter operasi efisiensi pembakaran adalah :
o Kadar oxygen (O2) atau CO2 pada gas buang. Kadar O2 dan CO2 diukur dengan
menggunakan gas analiser.
o Suhu gas buang. Suhu gas buang diukur dengan menggunakan termometer. Setiap
suhu gas buang naik 18 C konsumsi bahan bakar meningkat 1 %.
Menejemen air umpan.

Menejemen air umpan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi boiler.
Menejemen air umpan yang kurang baik diindikasikan dengan :
o Naiknya suhu gas buang melebihi batas normal.
o TDS air boiler tinggi melebihi rekomendasi manufaktur.
o Adanya kerak pada permukaan pipa pemanas boiler
Setiap suhu air pengisi boiler naik 6 C, efisiensi boiler meningkat 1 %.

Faktor beban boiler

Faktor beban boiler juga mempengaruhi efisiensi boiler. Semakin rendah beban boiler
efisiensi boiler semakin berkurang.

Modul 7C
Hal. 39
Soal Latihan

1. Efisiensi didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran energi (output) dan


konsumsi energi (bahan bakar input) dengan satuan yang sama dikalikan dengan 100 %.
Perhitungan efisiensi boiler dengan metoda langsung dapat dilakukan dalam praktek
yaitu dengan mengukur :

A. Produksi uap dan konsumsi bahan bakar.

B. Produksi uap dan air umpan

C. Konsumsi bahan dan rugi-rugi energi

D. Suhu gas buang dan beban boiler.

2. Perhitungan efisiensi dengan cara tak langsung sering dilakukan dalam praktek karena
selain untuk menentukan nilai efisiensi, juga untuk mengetahui besaran rugi-rugi energi
dan tindakan pencegahan yang diperlukan. Salah satu jenis rugi-rugi energi panas
terbesar adalah

A. ke cerobong

B. Kerugian blowdown.

C. Kerugian panas radiasi

D. Kerugian panas laten H2O pada gas buang

3. Yang perlu dilakukan agar efisiensi pembakaran optimum pada boiler adalah menjaga
agar operasi pembakaran selalu berada pada kondisi ratio udara rendah. Rasio udara
adalah :

A. Perbandingan bahan bakar dengan udara.


B. Perbandingan antara udara pembakaran aktual dengan udara pembakaran
teoritis.
C. Perbandingan kadar O2 aktual pada gas buang dengan O2 udara.
D. Perbandingan CO2 dan O2 pada gas buang.

Modul 7C
Hal. 40
Gambar 7.116 Sistem Pembakaran.

4. Neraca energi dibuat untuk :

A. Menghitung penghematan energi.

B. Menghitung semua rugi-rugi energi yang ada.

C. Mengetahui aliran energi dan besaran rugi-rugi energi. Jika aliran dan besaran rugi-
rugi energi sudah diketahui, maka adalah mudah mengetahui bagaimana cara untuk
menguranginya dan meningkatkan efisiensi energi.

D. Mengetahui indikator efisiensi energi.

Kunci Jawaban : 1. A ; 2. A; 3. B; 4. C.

Latihan 2.

Pilih satu jawaban yang paling sesuai .

1. Kadar Oksigen (O2) pada gas buang boiler merupakan indikator efisiensi pembakaran
yang perlu dimonitor. Untuk keperluan pengendalian efisiensi pembakaran boiler,
instrumen (combustion controller) sebaiknya dipasang pada :
A. Setelah boiler sebelum ekonomiser
B. Setelah preheater.
C. Setelah ekonimiser.
D. Pada cerobong.

Modul 7C
Hal. 41
Gambar 7.117 Instalasi Boiler

2. Rasio udara optimum untuk berbagai bahan bakar minyak (BBM) adalah :

A. 1.20 - 1. 25
B. 1.20 - 1.40
C. 1.05 - 1.15
D. 1.05 - 1.10

3. Salah satu teknik konservasi energi pada boiler adalah dengan menggunakan preheater
yaitu memanfaatkan panas gas buangan untuk memanasi udara pembakaran. Setiap
kenaikan suhu udara pembakaran sebesar 18 C akan menghasilkan :

A. Peningkatan efisiensi boiler 1 %.


B. Peningkatan efisiensi boiler 5 %.
C. Peningkatan efisiensi boiler 10 %.
D. Peningkatan efisiensi boiler 6 %.

4. TDS air boiler harus diperiksa secara periodik, parameter TDS tersebut
mengindikasikan :

A. Kwalitas uap.
B. Perlunya pemeliharaan boiler.
C. Jumlah kondensat kembali.
D. Blowdown perlu dilakukan

Kunci Jawaban : 1. A ; 2. C; 3. A; 4. D;

Modul 7C
Hal. 42
DAFTAR PUSTAKA

1. Hanbook Of Energy Audits. Albert Thuman, P.E, C.E.M and William J. Younger,
C.E.M.Seventh Edition 2008.

2. Optimizing Energy Efficiencies in Industry. GG Rajan, Deputy General Manger Reseach


and Development Kochi Refineries Limited, Tata McGraw-Hill Publishing Company
Limited New Delhi 2001.

3. Handbook of ENERGY AUDITS 6th EDITION. GORDON A. PAYNE, February 1980.

4. Energy management manual, Melbornne october 1985,Gas and fuel corporation of


victoria energy management centre.

5. Etsu, good practice guide 2, 1998.

6. The Efficient Use of Energy, General Edititor: I.G.C. Dryden. Butterworths in collaboration
with the Institute of Energy acting on behalf of the UK Department of Energy, 1982.

7. The Energy Manager Handbook, Gordon Payne, Second Edition, Wesbury House-Great
Britain 1980.

8. The Energy Manager Handbook, second edition. Unido energy management cource,
Melbornne october 1985. gas and fuel corporation of victoria energy management
centre.unido energy management cource.

9. The Efficiennt Use of Steam ; General Editor : P.M. Goodall MI Mech, MIEE, Flns E.
Westbury House. IPC Science and Technology Press Limited. PO Box 63, Bury Street
Guildford, Surrey GU2 5BH, England 1981.

10. Berbagai Laporan Audit Energi dilingkungan kementerian ESDM, Jakarta.

Modul 7C
Hal. 43
MODUL 7- D
PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA SISTEM AC

1. PENDAHULUAN

Energi adalah kebutuhan pokok manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan
jumlahnya dari tahun ke tahun meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena cadangan sumber daya energi terbatas,
maka harga energi ke depan dipastikan akan semakin mahal. Oleh karena itu penggunaan
energi haruslah efisien dan bijaksana. Meningkatkan efisiensi energi telah diyakini sebagai
salah satu cara efektif untuk meningkatkan daya saing, menambah keuntungan usaha.
Sistem tata udara adalah utilitas energi untuk mengkondisikan udara untuk berbagai
keperluan. Sistem tata udara yang diikenal dengan air conditionong (AC) adalah salah satu
pengguna energi terbesar pada industry tertentu dan bangunan gedung. Oleh karena itu
perbaikan efisiensi sistem AC akan memberi konstribusi signifikan terhadap perbaikan
intensitas energi pada perusahaan tersebut.

Karena AC adalah salah satu pemanfaat energi energi yang cukup besar, maka AC adalah
sasaran penghematan energi penting. Pengalaman mengajarkan bahwa implementasi
konservasi energi tidak selalu memerlukan keahlian dan pengetahuan teknis yang tinggi,
tetapi cukup dengan menggunakan akal sehat dan kemauan. Prinsip konservasi energi
dalam operasi dan pemeliharaan jika diterapkan merupakan kiat-kiat praktis dalam
peningkatan efisiensi system AC. Modul ini disusun untuk memberi pemahaman bagi
petugas energi yang ingin menerapkan prinsip konservasi energi pada system AC. Dalam
modul ini dijelaskan contoh praktis konservasi energi pada sistem AC.

AC adalah utilitas untuk mengkondisikan suhu dan kelembapan udara untuk memenuhi
kebutuhan proses atau memberi kenyamanan bagi penghuni dalam beraktifitas.. Sumber
energi yang digunakan untuk menjamin berfungsinya utilitas utilitas AC dapat berasal dari
listrik maupun termal. Namun saat ini sumber energi AC umumnya berasal dari listrik
sehingga dalam modul ini pembahasan dibatasi hannya pada system AC yang digerakkan
dengan energi listrik.

Pada bangunan gedung seperti kantor, hotel, rumah sakit, apartmen, pusat belanja dan
rumah tinggal berbagai sarana untuk memberi kenyamanan bagi penghuni menggunakan
sarana yang disebut dengan utilitas bangunan untuk mendinginkan ruangan dengan
menggunakan system tata udara atau AC. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh
direktorat jenderal listrik dan pemanfaatan energi departemen energi dan sumber daya
mineral diperoleh data bahwa system tata udara adalah konsumen energi terbesar dengan
persentase sekitar 45-65 %.

Diskripsi Singkat

Modul prinsip konservasi energi sistem AC ini berkaitan dengan pengetahuan teknis tentang

Modul 7D
Hal. 1
cara praktis penghematan energi di sistem AC. Materi modul ini meliputi prinsip kerja system
AC, komponen utama sistem AC, efisiensi sistem AC dan fACtor yang berpengaruhinya,
contoh praktis penghematan energi sistem AC.

Manfaat Modul.

Modul ini bermanfaat bagi petugas energi untuk memahami langkah-langkah praktis
perbaikan efisiensi energi yang dapat diterapkan pada sistem AC khususnya yang bersifat
best prACtice. Modul ini cocok bagi petugas energi tugasnya berkaitan dengan pengelolaan
dan pengoperasian sistem AC. Dengan memahami materi modul ini kiat-kiat penghematan
energi pada sistem AC dapat diimplementasikan.

Tujuan Pembelajaran

Tujuan penulisan modul ini adalah untuk menghasilkan tenaga teknis yang memahami
prinsip dan kiat-kiat konservasi pada sistem AC.

Indikator Keberhasilan :

Indikator keberhasilan dalam mengikuti materi pembelajaran modul ini adalah pembACa
diharapkan mampu menjelaskan siklus kerja dan komponen sistem AC, mampu menjelaskan
indikator kinerja dan parameter kritis yang mempengaruhi efisiensi sistem AC.

2. SIKLUS KERJA SISTEM AC

Untuk dapat berfungsi dengan baik, maka suatu sistem AC dalam operasinya didukung oleh
beberapa komponen penting. Masing-masing komponen mempunyai karakteristik sendiri
dalam pemanfaatan energi. Komponen dasar dan cara kerja sistem AC adalah sebagai
berikut.

Gambar 7.118 skematik mesin AC sistem kompressi

Modul 7D
Hal. 2
2.1. Komponen Utama Sistem Tata Udara

 Kompressor

Kompressor berfungsi mensirkulasikan dan menekan refrigeran (misalnya freon) dalam sistem
mesin pendingin. Refrigran bertekanan dengan pendinginan di kondensor akan mencair dan
secara bertahap melalui pipa kapiler atau katup expansi akan mengalir ke evaporator. Aliran
refrigran dari kondensor ke evaporator melalui katup expansi terjadi karena adanya perbedaan tekanan
yang dihasilkan kompressor pada kedua area tersebut.

Gambar 7.119 Komponen Utama Sistem AC

 Katup Expansi

Refrigran cair dengan suhu hampir sama dengan udara luar mengalir ke pipa evaporator
bertekanan rendah melalui sebuah katup expansi atau pipa kapiler. Proses "trottling" terjadi
pada katup expansi mengakibatkan refrigran berubah pase dari cair menjadi uap di evaporator.
Akibat proses "trottling― pada katup expansi , maka refrigran berubah pase dari cair menjadi uap di
evaporator. Pada katup ekspansi tidak ada panas masuk maupun keluar.

 Evaporator

Proses "trottling" terjadi pada katup expansi mengakibatkan refrigran berubah pase dari cair
menjadi uap di evaporator. Proses penguapan ini membutuhkan panas dari sekitar yang
menyebabkan daerah di sekitar evaporator menjadi dingin. Dengan kata lain perpindahan panas
berlangsung dari ruangan sekitar evaporator ke refrigran di dalam evaporator. Proses
perpindahan panas ini dipercepat dengan mensirkulasikan udara di dalam ruangan dengan
sebuah fan sirkulasi sehingga suhu udara di dalam ruangan menjadi turun. Hal inilah yang
menyebabkan rasa dingin di dalam ruangan ber AC sebagaimana yang kita harapkan dari peralatan
pendingin tersebut.

 Kondensor

Refrigran cair dialirkan ke kondenser yang letaknya di luar didinginkan dengan udara melalui
sebuah kipas angin atau air pendingin di cooling tower agar pendinginan berlangsung lebih cepat
dan elektif sehingga pada ujung akhir pipa kondenser suhu refrigran cair sudah mendekati suhu
udara luar. Dengan demikian di kondensor terjadi pelepasan panas dari refrigran ke lingkungan luar.

Modul 7D
Hal. 3
Pada gambar berikut ditunjukkan siklus kerja mesin pendingin sistem kompressi. Sistem ini
biasa digunakan pada AC kapasitas kecil dan menengah seperti AC split. Refrigeran yang
biasa digunakan adalah antara : R22 atau R1 34 A. Cara kerja mesin AC sistem kompressi
dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 7.120 Cara Kerjai Mesin AC (Refrigerasi Sistem Kompressi)

Pada evaporator gas refrigran terbentuk karena penyerapan panas dari sekitar evaporator
(ruangan) dialirkan ke kompressor dengan menggunakan daya isap dari kompressor dan
selanjutnya dikompres/ditekan mengikuti suatu siklus tertentu sebagaimana diuraikan di muka.
Untuk mengatur suhu di dalam ruangan agar tidak terlalu dingin, maka sistem pengatur suhu
(termostat) dipasang pada evaporator. Bila suhu ruangan sudah mencapai rasa nyaman
yang dikehendaki, maka alat pengatur suhu ini bekerja untuk memutuskan bubungan aliran
listrik dari sumbernya (jaringan PLN) ke motor penggerak kompressor. Akibatnya motor
penggerak berbenti bekerja dan aliran refrigran berhenti pula mengalir, ini berarti proses
pendinginan juga berhenti.

Selanjutnya bila suhu di dalam ruangan naik kembali, saklar otomatis pengatur suhu akan
secara otomatis tersambung kembali sehingga aliran listrik ke motor kompressor dan kipas
pendingin tersambung. Dengan demikian proses pendinginan mulai lagi sebagaimana
sebelumnya. Skematik siklus refrigrasi dapat dijelaskan dalam tingkatan pase berikut :

Modul 7D
Hal. 4
Gambar 7.121 PH Diagram Siklus Refrigrasi

1-2. Refrigran cair tekanan rendah dalam epavorator menyerap panas dari lingkungan sekitar
biasanya udara, atau air. Pada proses ini refrigran cair berubah pase dari cair ke gas dan
sedikit superheat pada saat meninggalkan evaporator.

2-3. Uap refrigran superheated masuk kompressor dan ditekan sehingga tekanan dan
temperatur refrigran naik karena saat proses kompressi sejumlah energi dari kompressor
ditrasfer ke refrigran.

3-4. Superheated gas refrigran bertekanan tinggi dari kompressor masuk ke kondensor. Pada
(3 – 3a) adalah awal proses pendinginan (de-superheater) sebelum mencair pada (3a – 3b).
Proses pendinginan ini dicapai dengan menggunakan media pendingin air atau udara.
Penurunan suhu refrigran selanjutnya juga terjadi pada pipa dan receiper (3b – 4) sehingga
refrigran sudah mengalami pendinginan lanjut (sub cooled) saat memasuki katup ekspansi.

4-1. Cairan refrigran subcooled bertekanan tinggi dilewatkan dari katup ekspansi dimana
tekanan diturunkan dan laju alir dikontrol masik ke dalam evaporator. Dalam hal ini kondensor
harus mampu untuk membuang panas imput gabungan dari kompressor dan evaporator. Atau
dengan kata lain : (1-2) + (2-3) = (3-4).

2.2. Siklus Kerja AC Sentral

Berikut ini adalah skema diagram sistem AC sentral pada bangunan gedung. Energi panas
ditransmissikan dari ruangan ke udara luar dengan mengikuti lima alur sirkuit perpindahan
panas masing-masing dari kiri ke kanan sebagai berikut :

 Sirkuit udara dalam ruangan


 Sirkuit air dingin
 Sirkuit refrigran
 Sirkuit pendingin kondensor
 Sirkuit pendingin luar (cooling tower).

Modul 7D
Hal. 5
Gambar 7.122 skema diagram sistem AC sentral

Untuk sistem air sejuk (ahu), koil pendingin dialiri air sejuk yang dilengkapi dengan katup
modulasi dua-jalan dengan suhu sekitar (7-10)0C akan menyebabkan pompa air sejuk
beroperasi dengan laju aliran berubah dengan berubahnya beban. Air sejuk tersebut
mendinginkan udara sirkulasi dan udara segar di ahu (air handling unit) dan oleh fan udara
sejuk dengan suhu sekitar (17-19)0C didistribusikan ke masing-masing ruangan sehingga
kondisi ruangan menjadi nyaman.

Pada sistem tata udara dengan udara sejuk koil pendingin dialiri refrigeran pada fan coil unit
(FCU) mendinginkan udara sirkulasi dan udara segar hingga suhu sekitar (17-19) 0C. Udara
sejuk ini selanjutnya oleh fan didistribusikan ke masing-masing ruangan sehingga kondisi
ruangan menjadi nyaman. Sketsa diagram siklus kerja mesin AC sentral dapat dilihat dalam
gambar berikut.

Gambar 7.123 AC Sentral - Type Water Chiller

Modul 7D
Hal. 6
Keterangan :

1.Mesin Chiller. 5.Pompa Air Pendingin Kondensor.


2.Pompa Air Dingin. 6.Ruangan Yang Didinginkan.
3.AHU-Fan Coil. 7.Cooling Tower
4.Saluran-Duct. 8.Udara Luar-Ventilasi.

3. KINERJA SISTEM AC.

3.1. Pengertian Kinerja AC :

Kinerja system AC didefinisikan sebagai perbandingan antara efek pendinginan yang


dihasilkan system AC (output) dengan energi yang digunakan (input).

Indikator kinerja sistem AC adalah : Coefficient of Performance (COP), dan Energy


Efficiency Ratio (EER).

COP didefinisikan sebagai perbandingan antara efek pendinginan (KWatt) dengan input
energi yang digunakan (KWatt).

COP adalah : cooling output (kW) / input energy (kW).

Sedangkan EER didefinisikan sebagai perbandingan antara efek pendinginan AC (BTU/jam)


dengan input energi yang digunakan (Watt). EER adalah indikator efisiensi AC yang sering
digunakan praktisi dalam praktek.

EER = cooling output (BTU/jam / input energy (W).

Secara definisi kedua indicator kinerja tersebut (COP maupun EER) adalah sama, yang
membedakannya adalah satuan yang digunakan. COP menggunakan satuan sama untuk
input maupun output yaitu kW. Sedangkan EER menggunakan satuan output dan input
dalam satuan aslinya masing-masing adalah btu/jam dan watt. Konversi antara COP ke EER
dapat ditentukan berdasarkan konversi satuan sebagai berikut : (1 kWh = 860 kcal = 3600kj
= 3412.142 BTU). COP = 0.292 EER. Atau EER = 3.412 COP.lebih rinci konversi satuan
antara EER dan COP ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 7.24 Konversi Satuan COP, EER Dan KW/Ton

Modul 7D
Hal. 7
3.2. Asesmen Kinerja Sistem AC.

 AC split

Untuk mengasses kinerja operasi suatu mesin AC split, informasi berikut dapat digunakan
sebagai acuan.

Tabel 7.25 Kriteria evaluasi efisiensi AC split.

COP 2.0 2.5-3.0 3.0-4.0 >4.0 > 6.0

EER 6.8 8.5-10 10-14 >14 > 20

Evaluasi Buruk sekali Buruk Baik Baik sekali Superior

Note existing - terpasang Ada di pasaran (indonesia) Di jepang


(indonesia)

Perkembangan teknologi AC menunjukkan kemajuan pesat. Setiap sepuluh tahun terlihat


ada perbaikan cukup berarti pada kinerja/efisiensi energi AC. Oleh karena itu dalam
asesment sistem AC teknologi yang diiterapakn perlu dipertimbangkan.

Gambar 7.124 EER vs cooling capacity AC split di pasaran indonesia.

Modul 7D
Hal. 8
Gambar 7.125 Trend Efisiensi Energi AC Split Di Indonesia Dan Jepang

 Mesin Chiller :

Seperti halnya pada AC split, kinerja mesin chiller juga mengalami kemajuan berarti dalam
beberapa tahun terakhir. Perkembangan kinerja mesin chiller di pasaran ditunjukkan dalam
gambar berikut.

Gambar 7.126 Perkembangan Efisiensi Mesin Chiller

Dalam praktek COP pada mesin chiller cendrung semakin meningkat jika kapasitas
pendinginan mesin chillernya bertambah sebagaimana tampak pada tabel berikut.

Modul 7D
Hal. 9
Tabel 7.25 COP Mesin Chiller.
Kapasitas (TR) COP
>300 5.2
> 150 < 300 4.2
< 150 3.8

Konversi : 1 Ton Ref (TR) = 12.000 BTU/Jam.


1 kW/Ton = 3.516 COP; atau COP = 3.516/kW/Ton.

COP = 5.0 equivalen dengan 0.70 kW/ton. Instalasi AC sentrifugal chiller keluaran terakhir
umumnya sudah mencapai kinerja 0.5 kW/Ton.

Asesmen kinerja mesin Chiller

Konsumsi daya spesifik mesin chiller (kW/TR) didefinisikan sebagai perbandingan antara
daya listrik yang digunakan sistem AC (kW) dengan efek pendinginan (Ton ref) yang
dihasilkan. Dalam hal ini kW/TR dari sistem AC sentral merupakan penjumlahan dari mesin
chiller dan seluruh komponen pendukung :
o Kompresor kW/TR
o Pompa chilled water kW/TR
o Pompa condenser water kW/TR
o Fan cooling tower kW/TR

3.3. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Operasi AC


Kinerja operasi mesin AC dapat berubah karena berbagai sebab seperti factor
pengoperasian, pemeliharaan, perubahan lift atau approach.

 Lift adalah beda tekanan pada kondensor atau evaporator. Setiap perubahan tekanan
pada kondensor atau evaporator akan mempengaruhi daya yang dibutuhkan kompressor
(perhatikan gambar berikut).
 Approach adalah perbedaan temperatur antara refrigerant dengan leaving temperature
masing–masing pada kondensor dan evaporator.
Sifat fluida-gas refrigrant adalah bahwa setiap perubahan temperatur akan mengakibatkan
perubahan pada tekanan, oleh karena itu perubahan beda suhu refrigrant dan chilled water
dan air pendingin keluar dari evaporator atau kondenser akan mempengaruhi lift dan daya
yang dibutuhkan kompressor.

Modul 7D
Hal. 10
Gambar 7.127 Approach dan lift pada system AC
Untuk AC dengan kapasitas pendingin tertentu, lift yang lebih tinggi akan membutuhkan
daya yang lebih besar. Dengan kata lain untuk meningkatkan efisiensi harus dihindari lift
yang tinggi. Menurunkan suhu evaporasi berarti mengurangi efek pendinginan (RE),
menambah daya kompressor (kW) atau dengan kata lain boros pemakaian energi (lihat
gambar di atas). Ini berarti bahwa peningkatan efisiensi/kinerja AC dapat dilakukan dengan
menurunkan lift (tekanan kondensor turun, atau tekanan evaporator naik).
Rumusan Umum :
 Setiap perubahan suhu 1 0 F (approach) : 1.5 % kurang efisien
 Setiap kenaikan/penurunan tekanan 1 psi (lift tekanan di kondensor atau evaporator) :
3 % kurang efisien.
 Kondensor approach didisain : 2- 40 F.
 Evaporator approach : 3-5 0 F.

Pengaruh perubahan temperature leaving chilled water terhadap kinerja chiller dengan
asumsi parameter operasi lain adalah konstan dapata dilihat sebagaimana ditunjukkan
dalam gambar berikut.

Modul 7D
Hal. 11
Gambar 7.128 Dampak Perubahan Suhu Chilled Water Keluar vs KW/TR

Tampak pada gambar di atas bahwa setiap kenaikan 1 F suhu chilled water keluar dari
evaporator akan turun (mengirit) sekitar 0.014 kW/Ton Ref.
Pada gambar berikut setiap kenaikan suhu air pendingin masuk ke kondensor sebesar 1
o
F akan menaikkan konsumsi energi (pemborosan) sekitar 0.013 kW/Ton Ref.

Gambar 7.129 Pengaruh Perubahan Suhu Air Pendingin Kondensor vs KW/TR

Pengaruh perubahan suhu baik pada kondensor maupun evaporator terhadap kinerja sistem
AC digambarkan pada grafik berikut. Tampak pada grafik bahwa setiap suhu air dingin
(chilled water) turun 1 C (lebih rendah), maka kinerja kompressor (kW/Ton) naik sebesar (5-
6) %. Dan sebaliknya setiap suhu air dingin (chilled water) naik 1 C, maka kinerja
kompressor AC (kW/Ton) turun sebesar (5-6) %.

Modul 7D
Hal. 12
Gambar 7.130 Performance Ideal Refrigeration Compressor1

Pengaruh perubahan suhu chilled water terhadap konsumsi daya kompressor diperlihatkan
pada grafik berikut. Setiap suhu air pendingin naik 1 C, kinerja mesin pendingin akan naik
sekitar 5 %.
Dari uraian di atas maka dalam pengoperasian sistem AC harus dijaga agar suhu air
pendingin kondensor serendah mungkin dan suhu chilled water dibuat setinggi mungkin
sesuai kebutuhan.
Efek dari perubahan suhu chilled water terhadap daya motor kompressor ditunjukkan dalam
gambar berikut. Setiap suhu chilled water naik 1 C maka daya kompressor hemat sekitar (5-
6 )%.

Gambar 7.131 Suhu Cold water Vs Daya Motor (Refrigarator Sentrifugal)

1
Sumber : Energy Management Cource-Gas and Fuel Corporation of Victoria, Energy Management
Centre Melboourne

Modul 7D
Hal. 13
Efek perubahan suhu air pendingi kondensor terhadap daya motor kompressor mesin
pendingin ditunjukkan seperti gambar berikut.

Gambar 7. 132 Suhu masuk air pendingin Kondensor VS Daya Motor (Refrigrator
Sentrifugal).

Dari grafik dapat dilihat bahwa setiap suhu air pendingin turun 1 C maka daya motor akan
naik sebesar 2.5 %. Untuk mencapai kondisi suhu air pendingin yang rendah dalam praktek
maka tindakan operasional yang perlu adalah merawat dan memelihara cooling tower secara
berkala agar kisi-kisi penukar panas selalu bersih dan fan serta pompa air pendingin bekerja
dengan baik.
3.4. Cooling tower.
Efektifitas kerja cooling tower berpengaruh terhadap suhu air pendingin kondenser dan
kinerja mesin AC. Kinerja operasi cooling tower dapat diketahui dengan
pengukuran/pemantauan parameter operasi kritis pada cooling tower tersebut. Perlu
dicatatat bahwa setiap pengurangan atau penambahan 1 C suhu air pendingin keluar dari
cooling tower (masuk ke kondensor), akan memberi efek penghematan atau pemborosan
daya pada mesin chiller sebesar 2.5 %.

Parameter Operasi Kritis Cooling Tower


Sebagai indikator kinerja operasi cooling tower adalah : range dan approach.
 Range
Range cooling tower (CT range) mengindikasikan kinerja operasi cooling tower atau dengan
kata lain CT range mengindikasikan kemampuan untuk menurunkan suhu air pendingin.
Range cooling tower didefinisikan sebagai beda suhu air masuk dan keluar cooling tower
(CT) lihat gambar berikut.

Range Cooling Tower :

Modul 7D
Hal. 14
Gambar 7.133 Range dan Approach Cooling Tower

Semakin besar range (CTrange) semakin efektif cooling tower dalam menurunkan suhu air
pendingin (dengan kata lain semakin bagus).

Approach Cooling Tower


Indikator operasi lain untuk cooling tower adalah approach. Approach Cooling Tower (CT
Approach) didefinisikan sebagai perbedaan antara suhu air pendingin keluar dari cooling
tower dengan suhu basah udara sekitar (C).

Semakin rendah approach semakin bagus kinerja Cooling Tower. Sebagai benchmark :
approach adalah antara : 3-7 C

Effectiveness Cooling Tower


Effectiveness CT diartikan sebagai rasio antara range CT aktual dan range CT ideal
(dalam %). Atau dengan kata lain Effectiveness CT = Range / ( Range + Approach).

Dengan mengukur suhu basah udara pendingin dan suhu air masuk dan keluar cooling
tower, maka effectiveness cooling tower dapat dihitung.
Apabila suhu air pendingin keluar dari cooling tower berbeda dengan desain, maka periksa
/lakukan perbaikan pada :

Modul 7D
Hal. 15
 kwalitas daya listrik motor penggerak fan cooling tower.
 jadual pemeliharaan
 water spray nozzle
 konfirmasi/penyesuaian performansi fan.

Langkah perbaikan dan pemeliharaan yang perlu pada cooling tower dalam rangka
peningkatan efektifitas adalah :

 Monitor approach, effectiveness dan cooling capacity secara terus menerus (optimalkan
kinerja cooling tower).
 Monitor liquid to gas ratio dan cooling water flow rates dan lakukan perbaikan sesuai
dengan desain dan variasi akibat perubahan musim misalnya: Tingkatkan water loads
saat musim panas dimana approach tinggi dan tingkatkan laju alir udara pendingin ( air
flow ) saat approach rendah.
 Dapat juga dipertimbangkan penggunaan energy efficient fibre reinforced plastic blade
untuk menghemat energi fan. Fan blade saat ini adalah terbuat dari logam.
 Pemeriksaan cooling tower fans berdasarkan exit water temperatures.
 Periksa cooling water pump secara teratur guna memaximalkan efisiensinya.

Gambar 7.134 Cooling Tower.

Asesmen kinerja cooling tower.

Kinerja suatu cooling tower dipengaruhi oleh suhu air pendingin keluar dari cooling tower.
Setiap perubahan (pengurangan atau penambahan) suhu air pendingin keluar dari cooling
tower akan memberi efek (penghematan atau pemborosan energi) pada mesin AC atau
proses yang didinginkan. Mengevaluasi kinerja operasi menara pendingin, data operasi yang
dibutuhkan adalah : cooling tower range (CT Range) dan cooling tower approach (CT
Approach) sebagaimana digambarkan berikut.

Modul 7D
Hal. 16
Gambar 7.135 Range dan Approach Cooling Tower.

Efektivitas Cooling Tower

Sebagaimana didefinisikan sebelumnya, efektivitas suatu cooling tower adalah


perbandingan antara CT range aktual dan CT range ideal (dalam %).

Efektivitas cooling tower adalah : Range / ( Range + Approach) x 100 %.

Contoh :

Dengan mengukur suhu air pendingin cooling tower (keluar dan masuk) maka effectivitas
cooling tower dapat dihitung misalnya sebagai berikut :

 Suhu masuk cooling tower : 35. C.


 Suhu keluar cooling tower : 29. C.
 Suhu basah udara sekitar : 24 C.
Dengan menggunakan formula di atas maka dapat dihitung masing – masing :

 Range cooling tower adalah : 6 C.


 Approach adalah : 5 C.
 Efektivitas Cooling Tower (%) = Range /(Range + Approach)
= 6 /(6 + 5) = 54.5 %.

Berdasarkan data CTrange, CTapproach dan effectiveness cooling tower sebagaimana diuraikan
di atas, maka dapat disimpulkan : CTapproach belum maksimal yaitu hanya 5.4 C. Cooling
tower dikatakan baik jika CTapproach dapat mencapai 3 C. Efektivitas cooling tower yang baik
= 6 / (6 + 3) = 66.6 %. Ini berarti cooling tower ini belum maksimal (54.5 %).

Modul 7D
Hal. 17
Dengan melakukan pemeliharaan, maka efektifitas cooling tower dapat ditingkatkan. Setiap
kenaikan 1 C suhu air pendingin keluar dari cooling tower akan memberi konstribusi
terhadap kinerja keseluruhan mesin atau proses yang didinginkan. Faktor– faktor yang
mempengaruhi efektifitas cooling tower adalah efisiensi fan, kwalitas daya/voltase yang
dipasok ke motor fan, kebersihan blade fan dan luas area sirip water droplet.

3.5. Pengujian KinerjaSistem Tata Udara.


Pengujian kinerja sistem tata udara perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi
penggunaan energinya, apakah ada pemborosan energi terjadi dan jika ya langkah
perbaikan apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensinya.

Coefficent Of Performance (COP).

COP diartikan sebagai perbandingan antara efek pendinginan yang dihasilkan oleh mesin pendingin
dengan tenaga yang diperlukan.

Sesuai dengan definisi COP adalah :

Kemampuan Pendinginan Q1
COP = =
Tenaga yang diperlukan P

Dimana : Q1 = Kemampuan pendinginan (Btu/jam)


P = Tenaga yang diperlukan oleh mesin pendingin (KW).

Karena masing-masing mempunyai satuan yang berbeda maka satuannya harus disamakan.

Contoh :
Suatu mesin chiller mempunyai kapasitas pendinginan 28 TR (1TR = 12.000 Btu/jam).
Tenaga yang diperlukan 25 KW (1 KW = 3.410 Btu/jam). Tentukan kinerjanya (COP)?.

Perhitungan :
o Kapasitas pendinginan Q1 = 28 x 12.000 Btu/jam = 336.000 Btu/jam
o Tenaga yang diperlukan P = 25 x 3.410 Btu/jam = 85.250 Btu/jam

Q1 336.000
o Efisiensi COP = — = ———— = 3,94
P 85.250

o EER = 336.000 BTU.Jam / 25.000 Watt = 13.44 BTU.Jam / Watt

Modul 7D
Hal. 18
Prosedur Pengujian Kinerja

Prosedur pengujian kinerja suatu mesin AC adalah sebagai berikut :

1) Dapatkan data titik kerja mesin pendingin dari meter yang tersedia atau melalui pengukuran. Data
yang dibutuhkan adalah :

 Kompresor : - Arus (I) dan Tegangan (V) listrik

- Faktor daya peralatan.

Daya yang diperlukan kompressor adalah :

P = { I x V x 1.73 x Pf }/1000 (kW), Pf = faktor daya.

 Evaporator : - Temperatur chilled water, keluar dan masuk evaporator.

- Laju alir chilled water

- Temperatur udara dingin, keluar dan masuk evaporator (FCU, AHU)

- Laju alir udara dingin.

i. Kapasitas pendinginan chiller : Q1 = m1 (t1 – t2)

dimana : m1= laju alir chilled water (m3/jam) , t1 dan t2 adalah suhu chilled water keluar
dan masuk evaporator.

ii. Kapasitas pendinginan untuk udara : Q1 = m2 (h1 – h2) ,

dimana : m2 = laju alir udara dingin (kg/jam) , h1 dan h2 adalah enthalpy udara dingin
keluar dan masuk AHU, FCU.

iii. Kapasitas pendinginan sistem refrigerasi

Q1  m2  cp  (t1  t 2 )

Q1  m2  H

dimana : m2 = laju alir refrigeran

H = beda entalpi keluar dan masuk evaporator (gunakan Chart refrigerasi).

Modul 7D
Hal. 19
2) Hitung kapasitas pendinginan Q1 dan daya listrik P yang diperlukan berdasarkan data dari butir 1)
di atas. Dengan menggunakan rumus: EER = Q1/P, maka kinerja sistem AC dapat dihitung.

4. KIAT- KIAT KONSERVASI ENERGI PADA SISTEM AC

Pengalaman mengajarkan bahwa implementasi konservasi energi tidak selalu memerlukan


keahlian khusus dan pengetahuan teknis yang tinggi tetapi cukup dengan menggunakan
akal sehat dan kemauan. Oleh karena itu dalam mengoperasikan sistem AC hendaknya akal
sehat diterapkan.

4.1. Ruang Kerja.

Pada ruang kerja gedung ber AC, pemborosan energi sering terjadi karena suhu ruangan
tidak disetting sesuai dengan kenyamanan termal yang dibutuhkan.

Gambar 7.136 Setting suhu rendah- konsumsi energi boros

Sebagai contoh pada ruangan ber AC suhu ruangan di setting pada 20 C, kondisi ini
membuat mesin AC beroperasi lebih boros sementara itu penghuni gedung merasa kurang
nyaman atau kedinginan. Kondisi termal yang tak nyaman (dingin) ini dalam prakteknya
direspons penghuni dengan menutup saluran udara (diffuser) di ruangan kerja mereka (lihat
gambar).

Gambar 7.137 Saluran udara (diffuser) ditutup karena kedinginan

Modul 7D
Hal. 20
Akibat Setting Suhu Rendah:

Perlu diketahui bahwa setiap 1 C suhu ruangan diturunkan/lebih rendah, maka konsumsi
energi AC bertambah boros 6 %.

Untuk AC sentral yang menggunakan mesin chiller suhu air dingin (chilled water) disetting
pada 7 C. Padahal untuk kondisi cuaca normal setting suhu air dingin pada (9-10) C sudah
cukup memadai untuk mengatasi beban AC.

Gambar 7.138 Setting suhu sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan beban

Contoh di atas tidak terkait dengan teknologi/peralatan energi, tetapi aspek perilaku dan
kesadaran operator atau penghuni ruangan. Kasus seperti ini sering menjadi sumber
pemborosan energi.

Kenyamanan Termal Ruang Kerja

Kondisi nyaman termal ruang kerja ditentukan oleh parameter suhu dan RH udara dalam
ruangan. Kenyamanan termal untuk melakukan kegiatan di dalam ruangan berdasarkan
standar nasional Indonesia (SNI) adalah :
o Suhu udara kering : (25.5 + 1) C;
o Relatif humidity (RH) = (60 + 5) %.

Faktor kenyamanan termal di atas dapat diterapkan dengan memperhatikan parameter lain
seperti kebiasaan terhadap suhu dingin/panas, faktor kejutan termal, yaitu kejutan yang
dialami seseorang karena perubahan suhu secara mendadak misalnya dari udara luar yang
panas ke ruangan dingin di bangunan ber AC. Perbedaan suhu yang dapat diatasi tubuh
manusia dengan baik (tidak terjadi shock) adalah 8 0C.
Pada system AC sentral, kondisi nyaman ruangan dikendalikan dengan mendistribusikan
udara sejuk/dingin pada kecepatan alir tertentu dari AHU (air handling unit) atau FCU (fan
coil unit) ke masing-masing ruangan. Untuk persyaratan kesehatan kerja, maka udara segar

Modul 7D
Hal. 21
harus secara terus menerus dimasukkan dan dicampur dengan udara sirkulasi (return air)
pada AHU atau FCU.
Berdasarkan ASHRAE standard 62-1989 jumlah udara segar yang dibutuhkan adalah 20
Cfm (cubic feet per menit) per orang atau sekitar 0.56 m3/menit orang. Dengan asumsi untuk
kantor, 1 orang umumnya membutuhkan luasan lantai 5 m2, maka per m2 lantai bangunan
dibutuhkan udara segar sebesar : 1.68 liter/detik.

Tabel 7.25 Kebutuhan udara segar


Recommended by ASHRAE Standard 62-1989
Application Cfm/person
Dining room 20
Bar and cocktail lounges 30
Hotel and conference rooms 20
Office spaces 20
Office conference rooms 20
Retail stores 0.02-0.03
Beauty shops 25
Ballrooms and discos 25
Spectator areas 15
Theater auditoriums 15
Transportation waiting rooms 15
Class rooms 15
Hospital patient room 25
Residences 0.35
Smoking lounges 60
Cfm (cubic feet per menit)

4.2. Infiltrasi Udara

Infiltrasi udara adalah aliran udara luar tak terkendali dan tidak disengaja masuk ke dalam
gedung melalui celah dan bukaan lainnya termasuk infiltrasi udara akibat penggunaan pintu
luar gedung. Infiltrasi disebut juga sebagai kebocoran udara luar ke dalam gedung dan
sebaliknya kebocoran udara dari dalam gedung ke udara luar disebut sebagai eksfiltrasi.
Infiltrasi udara luar menimbulkan beban pendingin mesin AC (sensibel maupun laten) yang
cukup tinggi.

Modul 7D
Hal. 22
Gambar 7.139 Persentasi Infiltrasi Udara dalam Total Beban AC

Pada umumnya untuk gedung kantor khususnya jika sistem ACnya tidak mengukuti standar
ventilasi yang benar, maka komponen beban ini akan mencapai 18 % sampai 21 % dari
beban pendingin seluruhnya. Oleh karena itu, dalam kondisi yang memungkinkan biasanya
diusahakan untuk mencegah infiltrasi dengan menjaga agar jendela dan pintu selalu tertutup
dengan baik/rapat dan merencanakan tekanan udara dalam ruangan bangunan selalu positif
(lebih besar sedikit) dibandingkan dengan tekanan udara luar.

Gambar 7.140 Infiltrasi udara dari celah dan bukaan pintu/jendela

Observasi dan pengukuran perlu untuk mengetahui apakah ada penyimpangan dalam
operasi sistem AC dan menimbulkan pemborosan energi misalnya apakah ada infiltrasi
udara terjadi. Infiltrasi sering terjadi karena instalasi AC yang salah atau karena kesadaran
penghuni yang kurang. Infiltrasi udara seperti terlihat pada gambar berikut akan
menimbulkan tambahan beban AC yang cukup besar.

Modul 7D
Hal. 23
Gambar 7.141 Sumber pemborosan karena infiltrasi udara - pintu terbuka.

Gambar di atas menunjukkan posisi AC terpasang di atas pintu masuk dan pintunya tidak
menggunakan penutup otomatis. Karena kesadaran penghuni yang kurang pintu tersebut
selalu terbuka dan infiltrasi udara luar terjadi sepanjang waktu.

4.3. Hindari Sinar Matahari Langsung

Sinar matahari adalah salah satu sumber beban AC yang cukup besar. Radiasi panas
matahari adalah salah satu beban panas dari luar struktur bangunan yang besarnya sekitar
25 % dari total beban AC. Sekitar 50 % dari beban panas tersebut masuk secara radiasi
langsung maupun konduksi melalui jendela kaca. Oleh karena itu sangat efektif untuk
mengurangi beban AC dengan cara memasang double glass dan tirai atau blinds. Koefisien
perpindahan panas jendela kaca double atau tripple glass akan sangat rendah sehingga
dengan menggunakan kaca double beban AC dapat berkurang secara significant sekitar
19 %.

Gambar 7.142 Total Energi yang masuk/Keluar

Modul 7D
Hal. 24
Gunakan Tirai Pelindung.
Penggunaan tirai atau blinds dapat menghalangi panas radiasi matahari langsung ke
ruangan sekitar 15 – 20 %, efek yang lebih besar akan diperoleh jika tirai tersebut dipasang
di sisi luar, namum dengan resiko rusak atau hilang.

Gambar 7.143 Tirai untuk Mengurangi Radiasi Matahari

Gunakan Service Area Sebagai Buffer

Service area seperti dapur, toilet, ruang lift dan tangga darurat dapat dimanfaatkan sebagai
penahan panas masuk dari luar ke dalam ruangan bangunan khususnya melalui radiasi
matahari. Adalah bagus jika sejak awal perencanaan bangunan buffer area tersebut
dipertimbangkan agar dalam pengoperasian gedung beban pendinginan AC menjadi
berkurang.

Gambar 7.144 Service area sebagai buffer beban panas gedung

Modul 7D
Hal. 25
4.4. Penempatan Outdoor AC

Penempatan outdoor AC dapat mempengaruhi kinerja operasi system AC. Outdoor AC jika
ditempatkan di area yang langsung kena sinar matahari akan menjadikan suhu udara
pendingin kondensor meningkat. Contoh gambar berikut adalah instalasi outdoor unit AC
yang salah. Cuaca panas dan radiasi panas matahari membuat suhu udara di sekitar
outdoor AC naik mencapai hingga 45 C. Kondisi cuaca seperti ini membuat kinerja AC
menjadi buruk dan boros energi.

Gambar 7.145 Outdoor AC (Hindari Sinar Matahari Langsung)

Selain sinar matahari langsung seperti diuraikan di atas tadi, hindari sirkulasi udara
pendingin kondensor di ruang tertutup atau terhalang.. Contoh gambar berikut adalah
instalasi outdoor AC dan pengoperasian yang salah menjadi sumber pemborosan energi.

Gambar 7.146 Outlet dan intake diblokir. Gambar 7.147 Aliran udara pendingin terhalang

Modul 7D
Hal. 26
Gambar 7.148 Outdoor AC diblokir
Instalasi outdoor unit AC saling berhadapan akan membuat suhunya udara pendingin
menjadi tinggi, atau berada pada ruangan terbatas sehingga aliran udara pendingin
terhalang. Kondisi tersebut di atas akan menimbulkan kinerja AC turun/buruk.

Gambar 1.149 outdoor unit saling berhadapan/berdekatan.


Hindari instalasi yang menimbulkan pengoperasian kipas pendingin condenser AC
melawan arah angin kencang. Hal ini menyebabkan aliran udara pendingin terganggu dan
beban kerja fan bertambah.

Gambar 1.150 Fan Melawan arah Angin Kencang

Modul 7D
Hal. 27
4.5. Pengoperasian AC

Pengoperasian sistem AC harus memperhatikan hal berikut :

 Pertama harus dipikirkan bahwa tujuan pengoperasian AC bukan mendinginkan


ruangan, melainkan mendapatkan kondisi nyaman untuk beraktifitas.
 Yang kedua adalah untuk mencapai kondisi nyaman dimaksud, maka disain sistem
AC harus baik, artinya kapasitas AC sesuai kebutuhan, dan yang dipasang adalah
AC dengan teknologi efisien.
 Selanjutnya adalah melakukan perawatan dan pemeliharan rutin secara benar sesuai
petunjuk /manual pabrik.
 Menggunakan peralatan control seperti timer, kapasitor bank, variable speed drive,dll
yang secara efektif dapat meningkatkan efisiensi sistem AC adalah disarankan
sesuai dengan kebutuhan dan beban termal yang ada.
 Menjaga agar pengoperasian unit AC selalu dengan kinerja terbaik, handal, life time
panjang dan pertimbangan logis lainnya.

Contoh berikut adalah pengoperasian sistem AC yang kurang baik, suatu exchaust fan
dipasang berdekatan dengan AC split dan dioperasikan bersamaan (AC dan exchaust fan
hidup bersamaan). Kondisi ini mengakibatkan sebagian udara dingin yang dihasilkan AC
tersedot keluar ruangan oleh excaust fan. Ini berarti AC harus bekerja lebih berat, dan daya
fan adalah kerugian energi yang sia-sia.

Gambar 1.151 Pengoperasian sistem AC yang salah


Filter Udara
Kondisi filter udara yang sudah kotor akan mempengaruhi kinerja system AC. Jika filter
udara AC dan sistem fan coil kotor, mekanikal efisiensi akan turun dan konsumsi energi akan
meningkat. Dengan membersihkan filter secara teratur pemakaian energi AC dapat
berkurang 10 % hingga 30 %.

Modul 7D
Hal. 28
Gambar 1.152 Pemeliharaan filter secara baik dan teratur

4.6. Sistem Distribusi Udara


Sistem distribusi udara segar keseluruhan adalah sistem yang mengkondisikan udara di
dalam gedung dengan mengatur besaran termal seperti suhu ruangan dan kelembaban
relatif, serta kesegaran dan kebersihan udaranya sedemikian rupa sehingga diperoleh
kondisi ruangan yang nyaman dan sehat sesuai ketentuan. Contoh system didtribusi udara
pada system AC ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 1.153 Sistem distribusi udara sejuk bangunan


Perencanaan sistem tata udara, termasuk sistem kontrolnya, harus memperhatikan dengan
baik karakteristik beban gedung terhadap waktu dalam sehari dan sepanjang tahun. Agar
sistem tata udara dapat memberikan respon yang cukup baik pada beban puncak maupun
pada beban parsial, maka sistem tata udara harus mampu merespon fluktuasi beban akibat
kombinasi perubahan jumlah penghuni, beban cuaca maupun proses dalam ruangan itu
sendiri. Sebagai contoh, beban ruangan besar untuk ruang pertemuan atau rapat mungkin
waktunya singkat dan tidak sering terjadi, sedang beban ruang pengolahan data elektronik
biasanya tidak banyak berubah sepanjang hari dan sepanjang tahun. Sistem distribusi udara
sejuk ke ruangan yang membutuhkan pendinginan harus merupakan sistem yang responsip

Modul 7D
Hal. 29
yang bisa melayani setiap perubahan beban. Hal ini perlu untuk menghindari
ketidaknyamanan penghuni akibat perubahan kondisi udara ruangan yang tidak terkendali.
VAV (Variabel Air Volume)
Sistem tata udara VAV mengendalikan suhu dalam suatu ruangan dengan cara mengatur
laju alir udara dingin masuk ke dalam ruangan tersebut. Pada sisi udara, pengaturan dengan
laju aliran udara variabel merupakan salah satu pilihan terbaik dari segi konservasi energi.
Hal ini mungkin diterapkankan jika fan pada peralatan pengolah udara (AHU) dilengkapi
dengan pengaturan kecepatan putaran (inverter).
Agar kondisi nyaman dapat selalu dipertahankan, maka sistem AC perlu dilengkapi dengan
mekanisme kendali volume aliran udara yang responsip. Untuk mencapai pengaturan
volume alir dimaksud ditempuh dengan dua cara yaitu : menggunakan damper atau
mengendalikan putaran fan/blower dengan variable speed drive (inverter).

Gambar 1.154 Sistem AC tidak Responsip. Gambar 1.155 Sistem AC Responsip.


VAV (Variabel air volume) adalah kendali berupa damper yang mengontrol jumlah aliran
udara ke ruangan. Kombinasi VAV dengan pengendali putaran fan merupakan instalasi yang
paling responsip dan efisien untuk diterapkan pada gedung ber AC khususnya untuk
instalasi besar.
Reaksi AC terhadap perubahan beban dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Bila beban AC bervariasi (panas sensibel ruangan) yang ditandai dengan berubahnya suhu
di dalam dan di luar ruangan, maka sistem responsip melakukan kendali dengan
mengatur jumlah (CFM) laju alir udara sejuk.
- Kalau beban AC (panas laten) yang berubah yang ditandai dengan berubahnya
kelembaban udara-RH ruangan, maka sistem AC harus responsip terhadap perubahan
tersebut dengan mengatur temperatur coil.
Sebuah termostat dapat memberi sinyal pada modulating damper atau pengendali putaran
fan, sedangkan humidistat melakukan hal serupa untuk pompa dan atau katup pengatur
(valve) agar menyesuaikan laju aliran media pendingin.

Modul 7D
Hal. 30
Perlu dicatat bahwa dengan mengurangi volume alir udara sebesar 10 % akan menghemat
energi fan AHU sebesar 27%, karena pengurangan daya adalah sebanding dengan pangkat
tiga dari aliran udara; (0.9)3 = 0.73, atau penghematan energi = 27 %.

Gambar 1.156 AHU - Sistem Distribusi Udara Sejuk

Variabel Refrigrant Volume (VRV)


Variabel refrigrant volume (VRV) adalah sistem AC yang dikembangkan untuk merespons
perubahan beban karena perubahan occupancy (hunian) maupun jadual pemakaian ruangan.
Sistem ini dirancang untuk menghemat energi dan menjaga kenyamanan dalam ruangan
dengan cara memisahkan indoor unit sebagai suatu individual operasional seperti tampak
dalam gambar berikut.

Modul 7D
Hal. 31
Gambar 1.157 Variabel refrigrant volume (VRV) - sistem AC

4.7. Jadual Operasi.


Harus disadari bahwa pemborosan energi tidak hanya karena faktor operasi yang terkait
langsung dengan kinerja AC, tetapi juga karena jam operasi, misalnya penyalaan AC yang
lebih awal dari jam kerja atau dimatikan lebih lama dari jam kerja normal. Dengan
mengurangi jam operasi AC berarti pengurangan konsumsi energi dan biaya operasi per
tahun sebagai berikut :
Daya (kW)xjam kerja per hari x hari kerja per tahun x Tarif (Rp/kWh) = (Rp/tahun).

Gambar 1.158 Pengurangan konsumsi energi dengan perubahan jam operasi


Dengan memahami prinsip konservasi energi di atas, maka pengelolaan energi secara
keseluruhan pada sistem AC dapat disusun dan langkah perbaikan atas kondisi aktual yang
tidak sesuai dengan prinsip konservasi energi dapat direkomendasikan.

4.8. Penggantian Refrigran AC

Refrigerant AC yang banyak digunakan saat ini adalah freon. Bahan ini selain tidak ramah
lingkungan karena merusak lapisan ozon, juga meningkatkan menimbulkan pemanasan
global. Sebagai pengganti freon, Hidrokarbon (HC) dapat digunakan sebagai refrigerant
system AC dan saat ini sudah tersedia di pasaran. Penggunaan HC untuk mengganti
refrigran AC (Freon) selain tidak merusak lapisan ozon, tidak menimbulkan pemanasan
global, juga menghemat daya listrik pada kompresor AC sekitar 20%. Penggantian refrigran
freon dengan HC dapat secara langsung dipergunakan pada mesin AC. Saat ini sudah ada
SOP penggunaan HC, baik SNI (standar Nasional Indonesia) maupun SOP berdasarkan
standar internasional (British, Australian dan German).

Contoh : Kasus Penggantian refrigran AC Split

Penggantian refrigran lama (freon) dengan Hidrocarbon (HC) dilakukan pada dua unit AC
split sebagai berikut :

Modul 7D
Hal. 32
• AC split 1, Merek Nasional, 2 PK.
• AC split 2, Merek Nasional, 4 PK

Gambar 1.159 Penggantian refrigran freon dengan HC.

AC SPLIT 1 :

• Data pengukuran pemakaian listrik AC:


– Sebelum penggantian refrigran : Arus : 3.9 Amper.
– Setelah penggantian refrigran : Arus : 2.9 Amper.
• Penghematan energi akibat penggantian refrigran pada AC split 1 adalah 25 %.

Arus
setelah
Retrofit
Arus
sebelum
Retrofit

Gambar 1.160 Data sebelum dan sesudah penggantian refrigran AC Split 1.

AC Split 2 :

• Data pengukuran pemakaian listrik:


– Sebelum Retrofit : Arus : 7.3 Amper.
– Setelah Retrofit : Arus : 5.8 Amper.
• Penghematan energy akibat retrofit pada AC split 2 adalah 21 %.

Modul 7D
Hal. 33
Arus setelah
Retrofit : 5.8 A.
Arus sebelum
Retrofit 7.3 A

Gambar 1.161 Data Pengukuran sebelum dan sesudah pengantian refrigran AC Split 2.

Gambar 1.162 Daya AC sebelum dan sesudah hidorcarbon

Contoh Kasus Menghitung Kinerja AC Sentral.

Data berikut adalah hasil pengukuran dan observasi pada suatu gedung kantor :
– Daya terpasang : 195 kVA
– Pemakaian Daya Total : 82 kW, power factor 0,90
– Lampu penerangan : 17,62 kW
– Konsumsi daya sistem tata udara/AC: P = 57 kW.
– Suhu ruangan : 25,5 0C
– Relative humidity : 65,3 %
– Parameter operasi di AHU adalah sebagai berikut:

Modul 7D
Hal. 34
Gambar 1.162 Parameter Operasi AHU

Berdasarkan data di atas dapat dihitung profil utilisasi daya sbb:

• Pemanfaatan daya = {(82/0.90)/195} x 100 % = 46,7 %.


Ini berarti kelebihan daya sebesar 53,3 % atau 91 kVA.
Biaya beban/bulan : 91 kVA x Rp 28.000 per kVA = Rp 2.548 juta
• Profil pemanfaatan daya adalah sebagai berikut :
– AC : 57 kW =(57/82)x 100 % = 69 %.
– Lampu : 17.62 kW = (17.6/82) x 100 % = 21.4 %.
– Lain-lain = 8.6 %.

Dengan mengetahui data suhu (T) dan RH udara dalam ruangan, maka entalpi udara (h)
dapat diperoleh dari chart psychrometric.

Modul 7D
Hal. 35
Gambar 1.163 Chart psychrometric.

Beban pendingin AC.

Berdasarkan data di atas beban pendinginan sistem AC dapat dihitung dengan rumus
berikut.

Dengan :
• (h2) adalah entalpi udara masuk AHU besarannya diambil dari chart psychrometric
pada kondisi udara (T= 28.5 C; Rh = 80.6 %),
• (h1) adalah entalpi udara keluar AHU besarannya diambil dari chart psychrometric pada
(T = 19.5 C; RH = 64 %),
• ρ adalah densitas udara, besarannya dari chart psychrometric masuk AHU = 1.11
kg/m3.

Modul 7D
Hal. 36
Berdasarkan data kondisi udara pada AHU tersebut dan dengan menggunakan rumus di
atas, maka beban pendinginan (TR) dapat dihitung yaitu :

TR = m (h2- h1);

Dengan : m adalah massa alir udara melalui AHU.

m = Volume alir x densitas udara.

h2 & h1 masing-masing adalah = 80.2 kj/kg dan 43.2 kj/kg didapat dari chart psychrometric.

Dari hasil perhitungan diperoleh :

TR = 2.4 m3/sec x 3600 x 1.11 kg/m3 x (80.2 – 43.2) kj/jam.

= 354844.8 kj/kg = 336327 BTU/jam = 336327/12000 TR.= 28.02 TR .

Kinerja AC adalah : kW/TR = (57/29.5) = 1.9 kW/ton.

Dibandingkan kinerja standar SNI sebesar : 0,85 KW/Ton, maka kinerja AC actual hasil
perhitungan di atas relatif tinggi. Ini berarti terdapat potensi penghematan energi sebesar =
(1.9 – 0.85) = 1.05 kW/ton.

Modul 7D
Hal. 37
Soal Latihan :

1. Indikator kinerja pemakaian energi sistem tata udara (ACsentral) bangunan gedung
adalah:
a. Watt atau daya listrik yang digunakan.
b. Suhu ruangan sesuai yang diinginkan penghuni.
c. Konsumsi daya spesifik mesin yaitu perbandingan antara daya yang diperlukan
(kW) dengan kapasitas pendinginan TR .
d. Biaya atau tagihan bulanan rendah/berkurang

2. Setiap suhu chilled water mesin AC chiller naik 1 C maka kinerja kompressor akan :
a. Meningkat (5-6)%.
b. Meningkat 15 %
c. Turun (5 -6)%.
d. Tidak berubah.
3. Setiap pengurangan 1 C suhu air pendingin keluar dari cooling tower (masuk ke
kondensor), akan memberi efek :
a. Penghematan pada daya mesin chiller sebesar 2.5 %.
b. Penghematan daya mesin chiller sebesar 5 %.
c. Peningkatan daya mesin chiller sebesar 2.5 %.
d. Tidak ada pengaruh pada daya mesin chiller.
4. Metoda Pengujian Efisiensi penggunaan Energi pada Sistem Tata Udara yang dapat
digunakan pada sistem tata udara adalah Coefficent Of Peerformance (COP).
COP dalam diagram alir energi mesin AC berikut adalah :

Modul 7D
Hal. 38
a. Q1 dibagi Q2.

b. Q2 dibagi P.

c. P dibagi Q2.

d. Q1 dibagi P.

Jawaban soal : (c); 2. (a); 3 (a). 4. (d).

Modul 7D
Hal. 39
MODUL 8.
SUSTAINABLE ENERGY MANAGEMENT SYSTEM

1. PENDAHULUAN

Manajemen dan Konservasi Energi saat ini memegang peranan yang sangat penting,
dimana dalam era keterbatasan pasokan energi primer dan pengaruhnya terhadap ekonomi
serta Iklim saat ini digambarkan sebagai masalah yang terbesar dihadapi umat manusia
dalam sejarah. Banyak masalah lingkungan timbul dari jenis energi yang kita gunakan,
sehingga peningkatan pembakaran bahan bakar fosil hanya akan mempercepat perubahan
iklim.

Sumber daya energi yang ada saat ini berada di bawah tekanan yang sangat luar biasa,
akan tetapi dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi maka peningkatan
pasokan energi juga sangat dibutuhkan. Sementara pasokan energi terbarukan masih
membutuhkan waktu untuk dapat menggantikan energi tidak terbarukan, oleh karena itu
hanya ada satu cara untuk menangani hal ini yaitu kita perlu mengelola konsumsi energi
dengan baik, jika kita ingin melihat masa depan yang lebih bersih dan lebih efisien dalam
pemanfaatan energinya.

Di industri maupun bangunan komersial, secara umum biaya energi hampir selalu
merupakan biaya terbesar ketiga setelah karyawan dan bahan baku, angkanya berkisar
antara 15-20% dari total biaya. Hal ini berarti energi menyumbang sekitar 75% jejak karbon
perusahaan. Oleh karena itu setiap perusahaan harus serius dalam mengelola energi secara
efisien.

Dari sisi pendekatan pelaksanaan efisiensi energi, pada umumnya efisiensi energi dilakukan
oleh plant engineer dibantu konsultan atau pemasok peralatan yang kompeten. Dalam
pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya, perhitungan penghematan dan pengukuran
kemajuan kegiatan dilakukan oleh orang yang dianggap ahli dalam perusahaan tersebut
(Champion). Hal ini menyebabkan terkadang keberhasilan pelaksanan efisiensi energi
(penghematan energi) adalah sulit dimengerti oleh orang awam. Oleh karena itu maka
seringkali terjadi replikasi kegiatan menjadi lambat karena ketergantungan pada champion
tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya kecenderungan tidak digunakannya
analisis berdasarkan resiko dikarenakan biasanya seorang champion berlatar belakang
teknik. Dari gambaran tersebut maka jika terjadi relokasi atau kepindahan champion, maka
kegiatan tidak akan berlanjut sehingga manfaat Return on Investment menjadi hilang
percuma.

2. STANDAR SISTEM MANAJEMEN ENERGI (ISO 50001)

Diperkenalkan untuk pertama kalinya pada bulan Juni 2011, ISO 50001 menyediakan
kerangka kerja dan acuan untuk semua jenis dan ukuran organisasi dalam pengelolaan
energi, terlepas dari kondisi budaya dan sosial geografis. Tujuan dari standar ini adalah
untuk memungkinkan organisasi menetapkan sistem dan proses yang diperlukan untuk
meningkatkan kinerja energi, termasuk efisiensi energi, penggunaan dan konsumsinya

Modul 8
Hal. 1
energinya. Pada saat ISO 50001 diterapkan pada suatu perusahaan, maka perusahaan
tersebut dapat mengambil pendekatan yang terstruktur dan sistematis dalam rangka
pelaksanaan efisiensi energi, mengembangkan dan menerapkan kebijakan energi, tujuan,
sasaran dan rencana aksi yang bertujuan untuk terus meningkatkan kinerja energinya
(berkelanjutan). Selain biaya energi penerapan standar ini dimaksudkan juga untuk
pengurangan emisi gas rumah kaca dan dampak lingkungan lainnya yang terkait dengan
pengelolaan energi.

Gambar 8. 1 Standar Sistem Manajemen Energi

Dengan mengintegrasikan manajemen energi ke dalam sistem manajemen yang sudah ada
dalam suatu industri atau gedung komersial maka organisasi akan selalu berada di posisi
yang tepat untuk mengurangi penggunaan energi dan bahkan dapat mencapai suatu
penghematan energi yang signifikan. Dalam berbagai sumber menyatakan bahwa ISO
50001 diharapkan dapat mempengaruhi sampai 60% dari konsumsi energi dunia dan dapat
menjadi katalisator perdagangan global industri efisiensi energi.

Modul 8
Hal. 2
Kunci utama dalam pelaksanaan sistem manajemen energi yang perlu diperhatikan adalah
kemampuan untuk mengidentifikasi di mana energi digunakan, di mana energi terbuang
percuma (waste) dan di mana langkah-langkah penghematan energi yang memiliki pengaruh
paling besar dalam biaya secara keseluruhan. Sedangkan keberhasilan pelaksanaan
tergantung pada komitmen dari semua tingkatan dan fungsi organisasi terutama sekali
adalah dari manajemen puncak.

Standar ini menetapkan persyaratan sistem manajemen energi (ENMs) bagi suatu
organisasi untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan energi, menetapkan tujuan,
sasaran, dan rencana aksi yang memperhitungkan persyaratan hukum dan informasi yang
berkaitan dengan penggunaan energi yang signifikan. Dalam sebuah ENMs memungkinkan
organisasi untuk mencapai komitmen kebijakan, mengambil tindakan yang diperlukan untuk
meningkatkan kinerja energi dan menunjukkan kesesuaian sistem untuk memenuhi
persyaratan Standar Internasional ini. Penerapan standar ini bersifat fleksibel artinya dapat
disesuaikan dengan persyaratan dari suatu organisasi termasuk disini antara lain
kompleksitas dari sistem, tingkat dokumentasi dan sumber daya yang diperlukan, yang
kesemuanya di bawah kendali organisasi tersebut.

Standar ini didasarkan pada metode Deming Cycle yang menerapkan Plan- Do- Check-Act
dalam kerangka perbaikan berkelanjutan dan menggabungkan manajemen energi ke dalam
praktek organisasi sehari-hari yang sudah ada.

2.1. ISO 50001 DAN MANFAATNYA DALAM EFISIENSI ENERGI


ISO 50001 menggunakan pendekatan Plan-Do - Check- Act dalam setiap aktivitasnya yang
dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

Plan

Kegiatan perencanaan antara lain melakukan review energi dan menetapkan baseline,
indikator kinerja energi (EnPI), tujuan, sasaran dan tindakan berencana yang diperlukan
untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan peluang yang telah diidentifikasi dalam rangka
meningkatkan kinerja energi dan kebijakan energi organisasi yang berkelanjutan.

Do

Kegiatan do adalah melaksanakan tindakan dari rencana manajemen energi yang telah
ditetapkan.

Check

Memantau dan mengukur proses dan karakteristik pokok dari operasi, dimana hal tersebut
menentukan kinerja energi terhadap kebijakan dan tujuan energi serta selalu melaporkan
hasilnya di semua level manajemen sesuai kebutuhannya.

Modul 8
Hal. 3
Act

Kegiatan yang berupa review dari pelaksanaan dan pemantauan ini outputnya adalah
pengambilan tindakan yang diperlukan untuk terus meningkatkan kinerja energi dan sistem
manajemen energinya.

2.2. Pendekatan Pelaksanaan ISO 50001


Seperti halnya Standar Sistem Manajemen lainnya dalam ISO, seperti ISO 14000 atau ISO
9001, maka pada prinsipnya kegiatan pelaksanaan sistem mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan review adalah sama.

Bekaitan dengan teknis manajemen energi maka pendekatannya ada sedikit perbedaan.
Perbedaan mendasar pada ISO 50001 adalah pada bagian perencanaan yaitu berkaitan
dengan kegiatan review energi dimana dalam kegiatan review tersebut ada bagian yang
menyebutkan tentang pelaksanaan audit energi (jika diperlukan) dan pembahasan tentang
baseline energi yang berkaitan dengan specific energi user dan indikator kinerja.

Baseline energi

Perbedaan lain yang penting dalam perencanaan adalah perlunya membangun baseline
energi. Standar manajemen energi ISO 50001 dapat diterapkan pada semua jenis organisasi
dikarenakan tidak menentukan ataupun membuat resep tertentu pada target kinerja
energinya. Sebaliknya ISO 50001 tersebut adalah alat bagi perusahaan untuk dapat
menetapkan dan mengoptimalkan target kinerja masing-masing dan patokan efisiensi energi
(penghematan energi) dengan cara yang paling relevan dengan bisnis perusahaan. Untuk itu
pelaksanaan kerangka ISO 50001 mengharuskan perusahaan untuk mulai dengan
menentukan baseline (acuan dasar) penggunaan dan biaya energinya. Baseline energi
adalah elemen mendasar dalam sistem manajemen energi ISO 50001 dimana semua
perubahan kinerja energi diukur terhadap baseline energi tersebut. Hal ini juga berarti bahwa
setiap peningkatan efisiensi energi secara langsung disertai dengan pengurangan biaya
pada akhirnya akan menyebabkan profitabilitas yang lebih tinggi.

Baseline energi digunakan untuk mengukur kemajuan kinerja atau dapat juga digunakan
sebagai alat ukur penghematan energi. Penggunaan baseline energi dapat dilakukan untuk
masing-masing pengguna energi yang signifikan dimana telah dilakukan penerapan
penghematan energi maupun untuk kinerja keseluruhan organisasi. Untuk ketelitian dan
keakuratan penghematan yang terjadi maka indikator kinerja energi (EnPI) harus
didefinisikan terlebih dulu dimana output yang dipilih harus mempunyai keterikatan dengan
konsumsi energi.

Significant energy user

Significant energi user secara umum dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu yang pertama
adalah kinerja seluruh proses misalnya untuk pabrik semen adalah kWh/ton semen, yang
kedua adalah kinerja dari proses atau produk misalnya untuk proses pemintalan pabrik
tekstil adalah kWh/bal. Indikator ke tiga adalah tingkat sistem energi yang biasanya bisa

Modul 8
Hal. 4
dalam kaitan dengan sistem peralatan maupun peralatan pemanfaat energi secara langsung,
sebagai contoh adalah untuk kompresor udara tekan – kW/m3/det, sistem uap –kWh/kg/jam
dan tungku api – kWh/unit.

Audit energi

Review energi dapat dilakukan dengan berbagai cara dalam rangka mendapatkan arahan
pada penerapan penghematan energy. Kegitan review energy dalam ISO 50001 lebih
banyak dilakukan dengan analisis data sekunder yang sudah ada. Jika diperlukan maka
dalam review energi dapat dilakukan kegiatan audit energi. Kegiatan audit energy dapat
dilakukan baik audit walkthrough, awal atau rinci. Audit energi menjadi bagian penting dari
pelaksanaan manajemen energi dikarenakan adanya rekomendasi dari hasil audit energi
untuk tindak lanjut pelaksanaan penghematan energi sehingga penerapan akan menjadi
lebih terarah dan lebih teliti. Tindakan penerapan dari rekomendasi audit energi mengarah
pada peralatan, sistem bahkan organisasi atau sistem secara keseluruhan dengan alasan
teknis, ekonomis dan lingkungan yang lebih realistis. Oleh karena itu lembaga ISO sedang
menyiapkan ISO 50002 tentang audit energi, dimana dalam ISO tersebut berisi tentang
metodologi audit energi yang terstruktur untuk memenuhi identifikasi, pengukuran dan
pelaksanaan pemanfaatan energi dalam rangka peningkatan kinerja energi.

Measurement and verification

Langkah selanjutnya adalah bagaimana mengukur peningkatan kinerja berdasarkan


indicator yang sudah ditentukan. Salah satu lembaga internasional yang bernama Efficiency
Valuation Organization membuat M&V Protocol yang disebut International Performance
Measurement and Verification Protocol yang merupakan petunjuk praktis pengukuran dan
verifikasi kinerja. Buku ini merupakan petunjuk praktis bukan desain manual sehingga dalam
penggunaanya harus disepakati bersama oleh penggunanya dikarenakan indicator kinerja
yang digunakan oleh masing-masing berbeda.

Modul 8
Hal. 5
Gambar 8. 2 Panduan Measurement and Verification versi EVO

Untuk menerapkan M&V yang bersifat teknis ini terkadang membutuhkan bantuan dari ahli,
meskipun secara umum kegiatan analisis M&V bukan barang baru bagi para engineer
maupun manajer. Kegiatan M&V lebih mengarah pada analisis data energi yang diolah
berdasarkan uji statistik.

Rumus umum dalam rangka pengukuran kinerja atau penghematan energi adalah:

Es = Bpeu – Rpeu ± A

Dimana:

Es = energi saving

Bpeu = baseline pada periode pemanfaatan tertentu

Rpeu = Laporan pemanfaatan energi

A = adjustment (normalisasi)

Modul 8
Hal. 6
Tabel 8.1 Sertifikasi Superior Energy Performance

Lembaga lain adalah DOE Amerika Serikat yang membuat Superior Energi Performance
(SEP) M&V protocol dimana secara langsung terkait ISO 50001. Dimana sertifikasi dengan
ukuran tertentu dapat dilaksanakan jika perusahaan telah mendapatkan sertifikasi dan
compliance pada ISO 50001. SEP dibuat untuk memberikan sertifikasi bagi perusahaan
yang mempunyai tingkat kinerja tertentu dimana dalam ISO 50001 tidak memberikan
batasan/ukuran dalam peningkatan kinerja energinya. Dengan sertifikasi SEP diharapkan
terjadi peningkatan kinerja yang signifikan dan berkelanjutan.

3. MANAJEMEN SISI PASOKAN

Secara umum banyak sumber mengatakan bahwa efisiensi energi dan energi terbarukan
sering dikatakan sebagai pilar kembar energi berkelanjutan, dimana efisiensi bisa disebut
sebagai sumber bahan bakar pertama (first fuel) dan energi terbarukan adalah sumber
energi alternatif yang ramah lingkungan. Ada beberapa definisi sumber energi berkelanjutan
yaitu enyediaan energi sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan masa depan tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri

Energi berkelanjutan memiliki dua komponen kunci yaitu energi terbarukan dan efisiensi
energi. Keselarasan yang dinamis antara ketersediaan dan pemanfaat energi yang intensif,
pelayanan kepada semua orang serta kelestarian bumi untuk generasi mendatang.
Solusinya adalah bagaimana menemukan sumber energi berkelanjutan dan sarana konversi
dan pemanfaatan energi yang lebih efisien.

3.1. Sumber Energi


Dari sisi pasokan maka dapat dikatakn energi yang terbarukan dalam seumur hidup manusia
dan tidak menyebabkan kerusakan jangka panjang terhadap lingkungan Definisi diatas

Modul 8
Hal. 7
menetapkan energi berkelanjutan atau energi terbarukan, terminologi lainnya adalah energi
alternatif atau energi hijau, dengan berfokus pada kemampuan sumber energi untuk terus
menyediakan energi. Energi berkelanjutan juga dapat menghasilkan pencemaran lingkungan,
asalkan tidak dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Energi berkelanjutan juga berbeda
dari energi rendah karbon (energi bersih), dimana artinya bahwa pemanfaatan energi tidak
menambah CO2 di atmosfer.

Gambar 8. 3 Contoh energi hijau

Energi hijau adalah sumber energi yang dapat digali, dihasilkan, dan atau dikonsumsi tanpa
dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan. Planet memiliki kemampuan alami
untuk memulihkan suatu pencemaran, yang berarti polusi tersebut tidak melampaui
kemampuan pemulihan, maka masih dapat disebut hijau. Daya hijau (Power Green) adalah
bagian dari energi terbarukan dan merupakan sumber daya energi terbarukan dan teknologi
yang memberikan manfaat lingkungan yang tertinggi. The US Environmental Protection
Agency mendefinisikan daya hijau seperti listrik dihasilkan dari matahari, angin, panas bumi,
biogas, biomassa, dan listrik tenaga air.

Teknologi Energi Terbarukan


Energi terbarukan dan komersialisasi energi terbarukan serta teknologi energi terbarukan
merupakan kontributor penting untuk energi yang berkelanjutan, karena mereka umumnya
memberikan kontribusi bagi keamanan energi dunia, mengurangi ketergantungan pada
sumber daya bahan bakar fosil, dan memberikan kesempatan untuk mengurangi gas rumah
kaca.

Badan Energi Internasional menyatakan bahwa, secara konseptual, kita dapat menentukan
tiga generasi teknologi energi terbarukan, yang masing masing membutuhkan waktu lebih
dari 100 tahun.

Teknologi generasi pertama

Modul 8
Hal. 8
Teknologi generasi pertama muncul dari revolusi industri pada akhir abad ke-19 dimana
energi antara lain adalah tenaga air, pembakaran biomassa, dan tenaga panas bumi dan
panas. Beberapa dari teknologi ini masih digunakan secara luas.

Teknologi generasi ke dua


Teknologi generasi kedua antara lain termasuk pemanasan dan pendinginan oleh tenaga
matahari, tenaga angin, bentuk-bentuk modern dari bioenergi, dan photovolltaics (energi
surya). Energi berkelanjutan generasi kedua ini sekarang memasuki pasar sebagai hasil
investasi penelitian dan pengembangan serta demonstrasi (RD & D) sejak 1980-an.
Investasi awal dipicu oleh kekhawatiran keamanan energi yang terkait dengan krisis minyak
tahun 1973 dan 1979. Akan tetapi daya tarik lain dari energi terbarukan adalah karena
sebagian besar manfaatnya terhadap lingkungan. Pada fase ini kemajuan terhadap bahan
pembuat energi terbarukan ini cukup signifikan.

Teknologi generasi ke tiga


Teknologi generasi ketiga masih dalam pengembangan dan mencakup antara lain gasifikasi
biomassa yang canggih, teknologi biorefinery, tenaga panas matahari, energi panas batuan
kering panas bumi, dan energi laut. Kemajuan dalam nanoteknologi juga memainkan peran
utama.

Teknologi energi terbarukan pertama dan teknologi generasi kedua telah memasuki pasar,
dan teknologi generasi ketiga sangat bergantung pada penelitian jangka panjang dan
komitmen pembangunannya, dimana sektor publik memiliki peran untuk bermain.

Pemanfaatan Pembangkit Tenaga Listrik Surya (PLTS) pada bangunan


Untuk gedung komersial, saat ini sumber energi terbarukan yang paling diminati dan
mempunyai daya saing terhadap energi fosil adalah pemanfaatan energi surya (PLTS).
Konsep pemanfaatan PLTS sebagai sumber energi listrik pada gedung berkembang dengan
metode terpadu yang bisa disebut dengan Building Integrated Photo Voltaic (BIPV).

Modul 8
Hal. 9
Gambar 8. 4 BIPV pada gedung komersial

Building Integrated Photo Voltaic (BIPV)


Bangunan Fotovoltaik terpadu adalah di mana sel surya dimasukkan ke dalam bagian dari
selubung bangunan dan bukan bahan bangunan konvensional yang biasa. BIPV dapat
ditempatkan ke dalam struktur fasad untuk yang mempunyai fungsi sebagai jendela (kaca),
dinding atau peneduh, panel dinding dan menjadi bagian dari struktur atap sebagai ubin
matahari atau genteng. Dengan semakin meningkatnya pasar PV maka ada berapa
keuntungan dalam menerapkan BIPV antara lain:

Biaya efektif
Biaya efektif dari beberapa bahan genteng konvensional yang bergengsi sebenarnya
melebihi biaya genteng dengan PV.

Peningkatan Efisiensi Energi


Pemanfaatan BIPV dipasang pada bangunan komersial yang biasanya dihuni atau orang
bekerja pada siang hari dimana ketika PV menghasilkan listrik.

Menghasilkan Laba Sekunder


Dengan BIPV maka ketergantungan pada daya grid berkurang, oleh karena itu berpotensi
menghasilkan penghematan energi yang sekaligus bebas pajak. Pada saat mendatang
kemungkinan adanya tarif hijau akan lebih banyak tersedia dan meningkatkan pendapatan
dari metode feed in tariff

Memungkinkan Kreativitas dan Desain baru


Berbagai jenis BIPV dapat dimasukkan ke dalam bangunan untuk menciptakan desain yang
unik dan menarik.

Modul 8
Hal. 10
Keuntungan Pemasaran
Sebagai bagian dari citra perusahaan yang ikut serta dalam mengatisipasi perubahan iklim
akan menjadikan bangunan tersebut digunakan oleh perusahaan yang semakin lama
semakin bertanggung terhadap lingkungan.

Gambar 8. 5 Contoh PV glazing/panel kaca

3.2. Kualitas Dan Harga/Tarif Energi


Penggunaan teknologi hemat energi akan sangat membantu untuk menentukan berapa
banyak penggunaan energi dapat dikurangi. Penghematan energi dikalikan dengan harga
energi akan menghasilkan penghematan energi dalam rupiah.. Namun, harga energi
bulanan untuk bahan bakar minyak dan gas alam bervariasi termasuk harga listrik juga
dapat bervariasi hal ini menyebabkan terkadang perhitungan biaya per jam menjadi lebih
sulit. Oleh karena itu rincian harga energi dan mengapa harus ada, serta bagaimana
karakteristik tarif perlu lebih rinci diperjelas.

Harga Energi ditentukan berbeda untuk tiap sumber energi. Bahan bakar minyak seperti
bensin dan solar dijual dalam Rp/lt. Harga tersebut bervariasi sesuai dengan harga minyak

Modul 8
Hal. 11
mentah pasar dunia. Harga tersebut juga bervariasi tergantung pada variasi geografis dalam
biaya transportasi.

Tagihan gas alam adalah berdasarkan jumlah gas alam yang digunakan dalam penagihan
bulanan dimana harga gas ditentukan oleh biaya distribusi gas dan harga pasar gas alam
dunia. Pipa dan sistem distribusi yang berbeda-beda di setiap lokasi, menjadikan perbedaan
harga gas alam. Dalam pasar deregulasi energi, harga-harga bisa berubah lebih cepat
daripada pasar diatur/regulasi.

Pada kasus manajemen energi pada bangunan gedung lebih banyak berkaitan dengan
konsumsi energi listrik, dimana sebagian besar pasar energi listrik masih bersifat monopoli.
Pada pasar deregulasi energi listrik seperti sekarang ini maka hubungan harga dan kualitas
menjandi penting. Sebuah pelayanan yang baik atau ditawarkan dalam berbagai kualitas
akan berkorelasi dengan harga marjinal yang sesuai. Alokasi berbasis kualitas pada tiap unit
yang dikonsumsi oleh pembeli akan diinduksi. Hal ini memungkinkan pemasok energi yang
masih monopoli untuk mendapatkan diskriminasi harga parsial antara pembeli dengan
preferensi konsumsi yang berbeda.

Pemasok listrik monopoli, mempunyai informasi lengkap tentang distribusi preferensi


pelanggan, yaitu bagaimana memilih tarif yang terdiri dari biaya langganan yang tetap dan
biaya marjinal (kWh) sangat tergantung pada kualitas. Perilaku dan strategi konsumen untuk
mencapai harga optimal dari dua jenis biaya tersebut sering tidak dilakukan, oleh karena itu
kerugian tidak hanya pada konsumen tetapi juga pada pemasok dikarenakan banyak beban
yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu pemasok telah melakukan
perubahan komposisi biaya hanya pada biaya kWh saja.

Tarif energi

Tarif energi merupakan bagian penting dalam pengelolaan energi, terutama sekali bagi
keberlanjutan dari penyedia energi, dimana tarif yang sesuai dengan keekonomiannya
(meskipun harus disubsidi) akan menjadikan perusahaan penyedia energi dapat
mengembangkan usahanya.

Berikut ini akan disampaikan beberapa model tarif energi yang ada di beberapa negara
termasuk model tarif di Indonesia.

Tarif energi Capping

Tarif capping menjamin harga energi yang kita bayar tidak akan melebihi tingkat tertentu.
Sebuah metode penjaminan bahwa untuk batas konsumsi energi tertentu (listrik dalam kWh
atau m3 untuk gas) harganya tidak akan naik melampaui tingkat tertentu untuk suatu periode
tertentu. Hal ini akan melindungi kita dari kenaikan harga.

Harga satuan untuk energi capping biasanya lebih tinggi dari tarif standar pemasok, tapi bisa
turun jika pemasok energi akan melakukan pemotongan harga standar energi selama
periode efektif penutupan, Kemungkinan masih ada biaya yang kita keluarkan jika kita

Modul 8
Hal. 12
memilih untuk mengalihkan pemasok energi (untuk negara dengan ekonomi energi pasar)
sebelum masa berakhirnya penutupan, jadi pastikan bahwa kita memeriksa persyaratan dan
ketentuan penawaran tarif energi capping sebelum tanda tangan kontrak..

Tarif bahan bakar ganda (gas dan listrik)

Tarif bahan bakar ganda, menyediakan energi gas dan listrik dari pemasok energi yang
sama, dan perusahaan-perusahaan energi akan banyak menawarkan diskon dengan cara ini.
Banyak orang menyatakan bahwa tarif energi bahan bakar ganda lebih mudah untuk
dikelola daripada berurusan dengan perusahaan-perusahaan energi yang terpisah.

Tarif ekonomi 7

Tarif ini dikenal sebagai White Meter di Skotlandia, Ekonomi 7 menawarkan tarif listrik lebih
murah di malam hari. Ini sangat cocok untuk rumah tangga dengan penyimpanan
panas/dingin pada malam hari atau bagi mereka yang menggunakan banyak listrik pada
malam hari. Tarif ekonomi 7 menawarkan tujuh jam pada malam hari dengan harga listrik
yang murah, biasanya pada pukul 1:00 s/d8:00 atau 00.00 s/d 07:00. Dengan metode ini
maka diperkirakan sekitar 55% dari total konsumsi listrik digunakan untuk menyimpan pada
malam hari.

Metode Ekonomi 7 rumah tangga perlu tipe khusus meteran listrik yang menampilkan
pembacaan terpisah untuk unit energi yang digunakan pada hari dan satuan yang digunakan
pada malam hari. Jika Anda ingin beralih ke Ekonomi 7, pemasok energi saat ini Anda harus
dapat mengatur pemasangan meter 7 Ekonomi, tetapi Anda mungkin harus membayar biaya
tersebut. Pada saat ini di Indonesia sedang akan dibahas metode ini untuk industri.

Tarif Ekonomi 10

Ekonomi 10 menawarkan lebih murah listrik pada saat tertentu off peak. Ekonomi 10
memberikan potongan harga untuk listrik yang digunakan selama sepuluh jam off-peak per
hari. Tidak seperti pada Ekonomi 7, harga murah tersedia di siang hari maupun di malam
hari, biasanya tiga jam di siang hari, dua jam di malam hari dan lima jam semalam.

Diskon biaya listrik off-peak bisa mencapai setengah harga puncak, tapi banyak Ekonomi 10
memiliki tarif meningkat setiap hari. Timing periode diskon juga bervariasi antara
perusahaan-perusahaan energi.

Ekonomi 10 menggunakan tipe khusus menampilkan pembacaan meteran listrik terpisah


untuk unit energi yang digunakan pada waktu yang berbeda dalam sehari. pemasok energi
saat ini Anda harus dapat mengatur pemasangan meter Ekonomi 10 jika Anda ingin beralih
ke Ekonomi 10, tetapi Anda mungkin harus membayar biaya.

Tarif energi tetap

Tarif energi tetap akan menjamin harga satuan tertentu untuk gas atau listrik dalam jangka
waktu tertentu. Tarif ini tidak akan memberikan keuntungan dari harga pada pemasok energi

Modul 8
Hal. 13
selama periode tertentu. Tarif ini juga dapat membebankan biaya jika anda memilih untuk
memutuskan sebelum periode tarif tetap berakhir.

Harga tarif tetap memberikan ketenangan pikiran bagi mereka yang khawatir terhadap
kenaikan harga energi masa depan. Namun harganya bisa sampai 20% lebih mahal
daripada tarif non-tetap.

Tarif Prabayar

Ini adalah tarif energi dengan meter prabayar seperti halnya pulsa telepon dengan
memungkinkan konsumen untuk membayar di muka untuk energi gas atau listrik oleh
'topping-up' meter mereka menggunakan prabayar token, kartu atau kunci.

Pengukuran di muka biaya energi berdasarkan biaya langganan tetap ditambah biaya untuk
setiap unit gas atau listrik yang dipakai (khusus PLN biaya hanya biaya kWh dengan harga
yang lebih tinggi dibanding model lama).

Beberapa orang menemukan meter prabayar cara yang lebih mudah untuk mengelola
keuangan mereka. Namun pada prakteknya agak sulit bagi konsumen untuk berubah.

Tarif Sosial

Semua penyedia energi harus menawarkan tarif murah sosial untuk membantu pelanggan
mereka yang paling rentan menghadapi biaya gas dan listrik. Tarif Sosial harus semurah tarif
standar terendah yang ditawarkan oleh pemasok kepada pelanggan di daerah mereka.
Secara umum di beberapa negara dengan peraturan energi deregulasi, jika lebih dari 10%
dari pendapatan rumah tangga adalah untuk membayar tagihan energi, maka anda mungkin
berhak untuk beralih ke tarif sosial yang lebih murah. Di Indonesia tarif sosial diberlakukan
pada bangunan publik dan sosial saja.

Feed-In tarif

Kelangsungan dari sistem tenaga fotovoltaik tergantung pada investasi awal dan tingkat
pengembaliannya. Pembayaran untuk energi fotovoltaik masuk ke dalam grid (dibandingkan
dengan biaya energi konvensional yang diambil dari grid, r = rasio antara 2 harga) bervariasi
dari negara ke negara. Beberapa negara Eropa seperti Jerman dan Spanyol menerapkan
pembayaran tertinggi. Pada prinsipnya negara-negara tersebut memberikan harga yang
lebih tinggi dibanding listrik dari pembangkit konvensional sehingga menjadikan salah satu
daya tarik dari PV di bangunan gedung.

Energi Payback Time - EPBT

Energi Payback Time - EPBT adalah waktu yang diperlukan panel photovoltaic untuk
menghasilkan energi setara dengan yang digunakan untuk memproduksinya. Alsema
membuat beberapa perhitungan EPBT yang menarik untuk modul fotovoltaik. Ia
memperkirakan dalam waktu dekat PV tanpa bingkai dapat menghasilkan 600 kWh energi
dengan modul-silikon monokristal atau 420 kWh/m2 dengan silikon polikristal. Dengan

Modul 8
Hal. 14
asumsi efisiensi konversi adalah 12% (kondisi standar) dan sinar matahari tersedia
sebanyak 1.700 kWh/m2 per tahun maka pengembalian modal sekitar 4 tahun untuk sistem
PV polikristalin-silikon. Untuk 10 tahun ke depan, ia mengasumsikan PV bahan baku silikon
dengan efisiensi 14% akan menjadikan pengembalian energi sekitar 2 tahun.

Gambar 8. 6 Hubungan energi spesifik dan energy generation rate dengan EPBT pada PV

3.3. Jaminan Pasokan Energi


Untuk menyediakan jasa energi khususnya listrik pada gedung, pertama yang harus
dilakukan adalah menentukan sistem apa yang tersedia dari penyedia listrik (misalnya dari
PT. PLN) atau penyedia listrik swasta atau dari pembangkitan sendiri. Setelah itu maka
perlu diketahui karakteristik kualitas daya sistem (tegangan, kapasitas, arus, operasional,
keandalan) dan juga harga relatifnya. Hal terakhir yang penting adalah bagaimana jaminan
pasokan energinya. Jika tidak ada jaminan pasokan energi maka akan berakibat buruk bagi
kenyamanan dan produktifitas bangunan gedung tersebut.

Permasalahan jaminan ini tidak terlepas dari sistem ekonomi yang dianut. Secara tradisional,
perusahaan utilitas gas dan listrik, terlepas dari kepemilikannya (yaitu negara atau milik
pribadi), adalah monopoli alami, yang diatur oleh langkah-langkah legislatif. Monopoli ini
berkembang sebagian dikarenakan biaya infrastruktur yang tinggi berhubungan dengan
transmisi dan distribusi gas dan listrik, dan sebagian lain karena lebih mudah untuk

Modul 8
Hal. 15
mengelola dan mengatur perusahaan utilitas yang langsung mentransmisikan dan
mendistribusikan listrik atau gas. Memang sulit untuk membayangkan apa pun selain
monopoli, mengingat bahwa sebagian besar bangunan hanya memiliki satu koneksi fisik ke
sebuah pipa gas dan kabel listrik. Namun sementara perusahaan utilitas monopoli relatif
mudah untuk mengontrol dan mengatur bisnisnya, mereka lebih suka mencegah terjadinya
persaingan di pasar energi. Akibatnya, tidak mungkin untuk membeli dan menjual energi
'bulk' dengan cara yang sama dengan komoditas lain yang diperdagangkan. Tanpa ada
persaingan, maka rasa tanggung jawab dalam memberikan jaminan pasokan menjadi lebih
rendah atau tidak ada sama sekali. Hal ini terkadang menyulitkan bagi pengguna energi
dalam menjamin pasokan energinya. Sehingga perlu pasokan backup (menambah biaya
investasi) untuk menjamin pasokannya.

Dalam beberapa tahun terakhir banyak pemerintah di seluruh dunia telah mulai dengan
alternatif solusi yang memperkenalkan persaingan pemasok listrik dan pasokan gas.
Sementara skenario monopoli mungkin sesuai dengan perusahaan pemasok energi, tetapi
tidak menguntungkan pelanggan. Perusahaan pemasok energi berada dalam posisi yang
kuat dan mempunyai potensi tinggi untuk mengatur harga listrik. Kurangnya kompetisi
akhirnya mengarah ke pengguna membayar harga yang lebih tinggi sehingga biaya unit
meningkatkan biaya produksi dan menjadi kurang kompetitif. Perusahaan pemasok energi
menjadi tidak terlalu memikirkan jaminan pasokan dan koalitas serta tidak efisien. Oleh
karena alasan tersebut, mudah untuk melihat mengapa banyak pemerintah meninjau
kembali pasar monopoli perusahaan pemasok energi dan memperkenalkan pasar energi
kompetitif.

Dari sisi pengguna maka jaminan pasokan akan mengakibatkan penggunaan energi listrik
yang efisien dan akan meminimalisasi biaya operasi serta meningkatkan keuntungan
sehingga perusahaan akan semakin kompetitif.

Karena pemilihan pasokan belum dimungkinkan, maka untuk menjamin diperlukan


cadangan/backup dengan bahan bakar yang mudah didapat. Atau jika dimungkinkan dapat
menggunakan energi terbarukan seperti PLTS. Dari sisi sistem pasokan yang sudah
ada/terpasang, ada beberapa cara untuk meningkatkan efisiensi sistem pasokan. Cara yang
paling cost effective adalah memeriksa seluruh komponen dalam sistem (audit sistem
kelistrikan) untuk memperoleh peluang untuk mengurangi konsumsi listrik. Hal lain yang
perlu diperiksa adalah dari sisi distribusi listrik yang memasok listrik ke sistem, dimana
perencanaan dan kualitas daya sangat menentukan efisiensi pemanfaatan listrik. Dengan
melakukan pengukuran pada sisi distribusi ini maka dapat diketahui apakah kualitas daya
yang dibutuhkan sudah memenuhi syarat yang ditentukan. Dari hasil data pengukuran
kemudian data dianalisis sehingga didapatkan gambaran kualitas daya pada sistem
kelistrikan (khususnya pada pasokan daya).

4. MANAJEMEN SISI PEMANFAATAN

Biaya energi dapat mencapai 30 sampai 40% dari biaya operasional bangunan terutama
bangunan komersial, maka sangat penting untuk mengukur sejauh mana ada peluang untuk
penghematan energi. Cara paling mudah adalah dengan benchmarking yaitu

Modul 8
Hal. 16
membandingkan kinerja bangunan kita dengan bangunan lain yang sejenis. Tapi bagaimana
kita membandingkan kinerja energi dengan bangunan lain?

Industri
Hotel 45 %
Bangunan 40 %
35 %

Gambar 8. 7 Biaya energi pada bangunan tahun 20071

Dalam implementasinya deskripsi indikator kinerja operasi pemanfaaat energi dapat


dilakukan dengan benchmarking pada gedung dan peralatan pemanfaat energi yang sudah
ada atau dengan melakukan analisis statistik.

Indikator kinerja berkaitan dengan efisiensi peralatan pemanfaat energi. Akan tetapi efisiensi
pemanfaatan energi mempunyai arti yang lebih luas dari efisiensi peralatan tersebut. Untuk
itu perlu dikaji lebih dalam arti efisiensi energi yang berkaitan dengan kinerja.

Konsep Efisiensi Energi


Efisiensi adalah sebuah konsep yang mencakup pengertian "fitness or power to accomplish,
or success in accomplishing, the purpose intended ” (Simpson & Weiner, 1989). Dalam ilmu
fisika, ukuran efisiensi adalah output dibagi dengan input.

Berkaitan dengan energi, maka efisiensi energi, secara lebih luas dapat didefinisikan
sebagai output yang berguna (seperti nilai tambah, atau kilogram produk) per unit input
energi (Patterson, 1996). Rumusnya adalah sebagai berikut :

Output yang berguna


Efisiensi (e) =
Input energi

Pada perkembangannya konsep ini menjadi "Perubahan penggunaan energi yang


menghasilkan peningkatan manfaat bersih per unit energi" Dengan kata lain, efisiensi energi
didefinisikan sebagai tingkat manfaat bersih (output berguna) per unit masukan energi.

1
Studi JICA 2008 Ditjen LPE

Modul 8
Hal. 17
Manfaat bersih
Efisiensi (e) =
Input energi

Pembilang ditetapkan sebagai manfaat bersih (net benefit). Manfaat bersih ini dapat
dihubungkan dengan berbagai jenis area, termasuk pertumbuhan ekonomi, kenyamanan
dan gaya hidup, keamanan energi, kesehatan dan perbaikan lingkungan. Oleh karena itu
efisiensi mempunyai arti yang lebih luas dan mengarah pada produktifitas atau kinerja. Pada
gambar 2. di bawah menjelaskan perbedaan antara efisiensi energi, konservasi energi,
penghematan energi dan peningkatan efisiensi energi.

Kuadran A atau B mewakili sebuah tindakan atau proses efisiensi energi yang memberikan
manfaat bersih per unit penggunaan energi. Peningkatan efisiensi energi juga ditentukan
oleh kuadran A dan B dimana peningkatan efisiensi energi didefinisikan sebagai
meningkatnya manfaat bersih per unit energi, baik menambah penggunaan energi atau
mengurangi penggunaan energi secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan manajemen
energi yang salah satu hasilnya adalah bagaimana dapat meningkatkan efisiensi energi.

Gambar 8. 8 Empat kuadran konservasi energi dan efisiensi energi 2

Peningkatan efisiensi energi dapat dicapai dalam beberapa cara:

1. Kuadran B, meningkatkan penggunaan energi untuk meningkatkan manfaat bersih per


unit penggunaan energi. Sebagai contoh, menggunakan pendingin udara (AC) di kantor
untuk meningkatkan kenyamanan atau untuk mengurangi masalah kesehatan yang
berhubungan dengan polusi udara. Dalam hal ini, peningkatan efisiensi energi tidak
selalu berarti penghematan energi
2. Kuadran A, mengurangi penggunaan energi tetapi juaga meningkatkan manfaat bersih
per unit penggunaan energi. Sebagai contoh, memasang kaca film pada jendela kaca
untuk mengurangi beban pendinginan AC

2
Energy efficiency and conservation authority New Zealand, J. Lermit and N. Jollands

Modul 8
Hal. 18
3. Kuadran A dan C mewakili definisi konservasi energi dimana setiap tindakannya
bertujuan untuk engurangi penggunaan energi keseluruhan. Konservasi energi dapat
meningkatkan efisiensi energi ketika menyebabkan peningkatan manfaat bersih per unit
penggunaan energi (Kuadran A). Konservasi energi kadang-kadang dapat mengurangi
efisiensi energi (kuadran C), misalnya mematikan lampu listrik dalam rangka konservasi
energi tetapi dapat mengurangi kenyamanan dan produktifitas kerja.
4. Kuadran D mewakili meningkatnya penggunaan energi sekaligus menurunnya manfaat
bersih, dalam kata lain bisa disebut limbah (waste).

Indikator Kinerja Energi


Indikator kinerja energi adalah suatu alat untuk mengetahui tingkat kinerja pemanfaatan
energi pada suatu bangunan. Indikator ini harus dibuat sesuai dengan peruntukannya trend
waktu tertentu agara dapat dijadikan sebagai alat monitoring.

Seperti halnya sistem pengukuran kinerja indikator lainnya, maka indikator kinerja energi
akan berkembang dari waktu ke waktu baik untuk mencerminkan sifat perubahan layanan
dan juga untuk belajar dari penggunaan praktis yang akan menghasilkan perbaikan lebih
lanjut.

Penentuan Pengukuran Kualitas Kritis

Pertama kita harus mendefinisikan karakteristik yang ingin kita ukur. Apakah kunci penting
dari kualitas kritis (Critiqal to Quality - CTQ) mengukur efisiensi energi bagi individu (pemilik
properti atau manajemen, manajemen bisnis, penghuni) yang mungkin memiliki kepentingan
dalam meningkatkan efisiensi energi bangunan?

Tiga jenis tindakan CTQ yang umum adalah:

• Jumlah energi yang dikonsumsi

• Biaya energi yang dikonsumsi

• Jumlah emisi karbon yang dihasilkan sebagai hasil energi yang dikonsumsi oleh
bangunan

Normalisasi

Langkah-langkah CTQ perlu disesuaikan, atau dinormalkan, untuk memperhitungkan bahwa


fakta setiap gedung berbeda kondisi dan fungsinya. Penggunaan energi pada bangunan
dapat bervariasi sebagai akibat dari luas bangunan, iklim, jumlah penghuni, jam operasi, dan
sejumlah fitur lainnya.

Key Performance Indikator

indikator kinerja kunci dari energi adalah langkah-langkah khusus yang digunakan untuk
membandingkan kinerja energi terhadap yang kegiatan/satua lain untuk tren kinerja dari

Modul 8
Hal. 19
waktu ke waktu. Indikator kinerja yang diperoleh CTQ dengan disesuaikan dengan faktor
normalisasi yang sesuai.

Indikator kinerja umum meliputi:

 Intensitas energi, atau energi yang dikonsumsi per meter persegi


 Biaya energi per meter persegi
 Energi yang dikonsumsi per penghuni bangunan
 Energi yang dikonsumsi per jam operasi.

Dengan Indikator Kinerja Energi memungkinkan kita untuk melakukan perbandingan apel-to-
apel atau pembandingan kinerja antar bangunan. Alat yang paling banyak digunakan untuk
benchmarking kinerja energi terhadap bangunan adalah seperti pada SNI konservasi energi
atau standard lain yang berlaku di dunia.

Selain indeks kinerja yang bersifat keseluruhan bangunan, maka diperlukan juga menghitung
kinerja energi bangunan yang memperhitungkan elemen pemanfaat energi tertentu,
khususnya:

 karakteristik termal bangunan (selubung bangunanl);


 peralatan lain seperti pompa dan peralatan kantor;
 instalasi tata udara;
 instalasi tata cahaya;
 kondisi iklim dalam ruangan.

Pengaruh positif dari aspek lainnya seperti micro climate, paparan matahari lokal,
pencahayaan alami, listrik yang dihasilkan oleh cogeneration dan energi terbarukan (PLTS)
juga diperhitungkan.

Menetapkan persyaratan minimum

Persyaratan minimum kinerja energi untuk mencapai tingkat biaya yang optimal. Tingkat
persyaratan tersebut sebaiknya ditinjau setiap 5 tahun, karena adanya penurunan kinerja
maupun kenaikan harga energi.

Benchmarking

Benchmarking adalah pembandingan secara sistematis dari proses organisasi atau kinerja
untuk membuat standard atau untuk memperbaiki proses. Model benchmarking digunakan
untuk mengetahui seberapa baik kinerja peralatan, unit kerja, perusahaan dibandingkan
dengan perusahaan yang sama. Selain mengetahui kinerja di atas benchmark sering
digunakan untuk memperbaiki komunikasi, profesionalisme dari organisasi atau proses dari
sisi anggaran. Secara tradisional pembandingan kinerja dapat dilakukan dalam perusahaan
tersebut dengan kinerja waktu sebelumnya.

Ada empat jenis benchmarking:

Modul 8
Hal. 20
 Internal (benchmark dalam perusahaan misalnya antar unit)
 Kompetisi(benchmark kinerja atau proses dengan kompetitor)
 Fungsional (benchmark dengan perusahaan sejenis)
 Generik (membandingkan dengan operasi antar industri yang tidak sejenis)

Secara umum model benchmarking meliputi beberapa langkah sebagai berikut:

 Definisi lingkup
 Pilih partner yang akan di benchmark
 Mengetahui metode pengukuran, unit, indikator dan metode pengumpulannya
 Pengumpulan data
 Analisis diskrepansi
 Mempresentasikan hasil dan diskusikan implikasinya/perbaikan pada area atau
tujuannya
 Membuat perbaikan rencana atau prosedur baru
 Memantau kemajuan dan rencana benchmark yang sedang berjalan

Benchmarking merupakan pekerjaan yang cukup sulit dan membutuhkan komitmen agar
bisa berjalan dengan sukses. Terkadang proyek benchmarking berakhir permasalahan
mengapa terjadi perbedaan yang mendasar sehingga mengurangi sensitivitas kompetisi.
Akan tetapi membandingkan kinerja atau proses merupakan hal yang penting dan
seharusnya dilakukan secara terus menerus.

Secara umum benchmark konsumsi energi pada bangunan gedung adalah alat (angka) yang
digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai kewajaran penggunaan energi di suatu unit
usaha atau peralatan pengguna energi. Variabel yang digunakan untuk menilai kewajaran
penggunaan energi adalah dalam bentuk SEC (Specific Energy Consumption), SFC
(Specific Fuel Consumption) atau Efficiency.

Sebagai contoh pada bangunan gedung benchmarking dikenal dengan Energy Efficiency
Index (EEI) dengan satuan kWh/m2 per tahun. Pada tabel di bawah menunjukkan EEI di
regional ASEAN.

Tabel 8.2 EEE regional ASEAN

Tahun Energy Efficiency Index


(kWh/m2/year)

Indonesia Sing, MaL, Thai, Phil

2000~2001 250 250

2001~2002 225 150 ~ 180

2002~2003 >=200 <= 100

Modul 8
Hal. 21
Untuk bagian bangunan gedung, maka ada beberapa bagian yang mempunyai benchmark
masing-masing. Sebagai contoh adalah pada selubung bangunan dikenal adanya Overall
Thermal Transfer Value (OTTV) yang memberikan gambaran kuantitas perpindahan panas
yang melewati selubung bangunan yang diperbolehkan berdasarkan standard. Satuan yang
dipakai adalah Watt/m2. Benchmark untuk OTTV di negara ASEAN adalah sebagai berikut.

Tabel 8.3 OTTV regional ASEAN

Tahun OTTV (Overall Thermal Transfers


Value (w/m2)

Indonesia Sing, MaL, Thai, Phil

2000~2001 45 45

2001~2002 40 35

2002~2003 >=35 <= 20

Untuk indeks pemanfaatan tata udara, benchmarking konsumsi energi yang umum diikuti
adalah ratio luas ruangan dengan beban pendinginan (m2/TR).

Tabel 8.4 Floor/Ton ref regional ASEAN

Tahun Floor Area/Ton Ref ( m2/TR)

Indonesia ASEAN

2000~2001 15~25 15~25

2001~2002 15~25 20~30

2002~2003 20~30 35~45

Untuk tata cahaya benchmarking konsumsi energinya adalah dengan menggunakan ratio
daya per luas ruangan (Watt/m2). Sebagai contoh adalah tabel daya maksimum yang
diperbolehkan dalam SNI tata cahaya sebagai berikut.

Modul 8
Hal. 22
Tabel 8.5 Daya pencahayaan maksimum

5. PENGOPERASIAN, PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN

Pengoperasian, pemeliharaan dan perawatan biasa disebut dengan Operating and


Maintenance (O&M) adalah suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam pemanfaatan
energi. O&M harus dilaksanakan secara tepat dan harus diikuti sesuai prosedur untuk
menjamin operasi yang aman dan efisien.

Pada bab ini akan dijelaskan tindak lanjut kegiatan dari bab sebelumnya, dimana proses
pengoperasian dan pemeliharaan dan perawatan akan sangat berkaitan dengan kinerja
peralatan yang efektif dan efisien. Metode pengoperasian, pemeliharaan dan perawatan
yang efektif dan efisien difokuskan pada dua hal yaitu pengurangan/penghilangkan
waste/buangan dan peningkatan efisiensi.

Mengapa ada energi yang terbuang? pertanyaan ini terkadang jarang dibahas. Sebelum
melihat secara rinci pada proses yang menjadi sasaran pengamatan misalnya dalam audit
energi, mungkin patut melihat sekilas alasan mengapa energi yang terbuang di dalam suatu
unit atau organisasi begitu banyak.

Dalam bangunan gedung, energi sering terbuang dikarenakan:

 Perancangan bangunan dan instalasi yang buruk. Untuk bangunan yang dirancang
menggunakan tata udara sering mempunyai isolasi yang buruk sehingga biaya untuk
beban pendinginan menjadi lebih tinggi. Atau saluran ventilasi mekanis terlalu kecil
sehingga kipas mengkonsumsi daya lebih tinggi.
 Sistem kontrol yang tidak memadai. Hal ini sering terjadi misalnya pada pemasangan
sistem tata udara/tata cahaya tanpa peralatan kontrol yang optimal.

Modul 8
Hal. 23
 Pada sistem tata udara/tata cahaya tidak ada kontrol terhadap waktu dan penghuni
sehingga ada ruangan yang didinginkan tetapi tidak digunakan.
 Penggunaan peralatan yang tua dan tidak efisien ditambah oleh praktek-praktek
pemeliharaan yang buruk.

Meskipun alasan untuk pembuangan energi meliputi banyak faktor, akan tetapi beberapa
alasan utama adalah sebagai berikut:

 Perancang bangunan tidak membayar tagihan energi. Proses desain secara dekat terkait
dengan proses konstruksi, dan desainer biasanya memilih solusi biaya modal yang
rendah, yang sering mengakibatkan biaya operasi yang lebih tinggi. Situasi ini diperparah
oleh kenyataan bahwa anggaran untuk membangun fasilitas dan menjalankannya
biasanya benar-benar terpisah.
 Kebanyakan penghuni dan pengguna bangunan tidak membayar tagihan energi. Mereka
cenderung dengan kenyamanan pribadi mereka sendiri dan tidak terlalu tertarik pada
berapa banyak energi yang dikonsumsi dalam mencapai lingkungan yang nyaman.
 Kebanyakan organisasi tidak memiliki budaya efisiensi energi.
 Di banyak negara, biaya energi lebih rendah dibandingkan dengan biaya tenaga kerja.

Daftar di atas menunjukkan bahwa pemborosan energi banyak timbul dari terbatasnya
manajemen strategis dan operasional dan juga tidak adanya penghematan budaya energi.
Energi seringkali dapat dihemat/disimpan tanpa biaya modal hanya dengan meningkatkan
prosedur perawatan dan perbaikan kerja operasional. Hal ini sering disebut tindakan ”house
keeping” yang sederhana. Kegiatan tersebut seperti memotivasi petugas/karyawan untuk
mematikan lampu ketika tidak diperlukan. Memulai prosedur perawatan yang baik juga
penting. Sebagai contoh, jika filter di AC yang menyalurkan udara penanganan kurang baik
atau tidak diganti/dibersihkan secara teratur, maka mereka menjadi kotor dengan akibat
bahwa konsumsi energi pada kipas akan meningkat. Diperkirakan bahwa tagihan energi
untuk organisasi dapat dikurangi sekitar 20% melalui praktik manajemen energi yang baik.
Oleh karena itu penting bahwa aspek-aspek manusia dan manajemen energi perlu dikaji
dalam audit energi. Tanpa dukungan budaya manajemen energi yang baik, sulit untuk
melakukan penghematan energi yang berkelanjutan dalam setiap organisasi.

Sering diasumsikan bahwa O&M tidak memberikan penghematan energi karena hanya "apa
yang harus dilakukan.", Akan tetapi sebenarnya, tanpa O&M yang tepat, konsumsi energi
dapat meningkat secara dramatis sebanyak 10 sampai 20 persen karena sistem energi
perlahan-lahan keluar dari tingkat efisiensi awalnya. Dengan demikian, penghematan energi
dari O&M merupakan bagian dari strategi penghematan energi secara keseluruhan

Pemeliharaan dan perawatan adalah termasuk menjaga fisik komponen dalam keadaan baik
dan dalam spesifikasi desain. Sebagai contoh adalah membersihkan permukaan
perpindahan panas (misal evaporator AC), tuning kontrol dan mempertahankan/memperbaiki
isolasi. Sebelum tune-up AC misalnya, sistem diagnostik (audit energi) harus dilakukan dan
setiap adanya kekurangan yang terjadi dalam peralatan tersebut harus dibawa kembali ke
spesifikasi awakl. Perubahan desain spesifikasi dapat dilakukan, tetapi semua implikasi
perubahan yang pertama harus dipertimbangkan.

Modul 8
Hal. 24
Praktek operasional adalah termasuk penyesuaian peralatan, penanganan dan analisis
informasi log pada alat dan identifikasi tujuan kinerja peralatan tersebut.

Kegiatan operasi dan pemeliharaan terkadang tumpang tindih dan sangat mempengaruhi
satu sama lain. Oleh karena kompleksitas dan pentingnya efisiens pengoperasian suatu
sistem tata udara misalnya, maka spesialis sering dikontrak untuk melakukan beberapa atau
semua fungsi O & M pada peralatan tata udara tersebut.

Metode praktis Operasi dan Pemeliharaan pada Bangunan yang Hemat Energi

Program operasi dan pemeliharaan (O & M) pada bangunan dapat meningkatkan efisiensi
operasi HVAC, pencahayaan, dan sistem yang menggunakan energi lainnya. Metode teknis
singkat (best practice) ini dapat digunakan baik bagi operator maupun manajer yang
mengintegrasikan efisiensi energi ke dalam program O & M pada bangunan gedung

Berdasarkan pengalaman praktis pengoperasian dan program pemeliharaan yang khusus


dirancang untuk meningkatkan kinerja HVAC dan sistem pencahayaan dapat menghemat 5
sampai 20 persen dari tagihan biaya utilitas tanpa investasi modal yang signifikan.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Konservasi Energi Portland, Inc. menunjukkan bahwa
banyak peluang penghematan energi dengan biaya rendah di gedung perkantoran komersial
dan perusahaan ritel. Studi ini mencakup baseline survei 432 gedung perkantoran. Hasil
survei menunjukkan sebanyak 15% responden melakukan prosedur pemeliharaan daripada
melakukan investasi peralatan baru dan menunjukkan ke operasi yang lebih efisien.

Best practice O & M

Best practice O & M dalam rangka efisiensi energi dapat didefinisikan sebagai kegiatan O &
M dimana metode dan pendekatannya saling berkontribusi. Kegiatan O&M secara langsung
bertanggung jawab dalam rangka menghasilkan penghematan energi dengan tetap menjaga
atau meningkatkan kualitas lingkungan dalam ruangan serta tetap memperhatikan
keandalan peralatan.

Kegiatan praktis O & M

Dari sekian banyak kegiatan O&M maka terdapat lima belas best practice yang
direkomendasikan dalam empat kategori utama.

 Manajemen: operasional bangunan yang Energi efisien dan "gambaran umum." (Praktek
no. 1-3)
 Kerjasama: Operasinal bangunan hemat energi adalah urusan semua orang. (Praktek no.
4-7)
 Sumber daya: Informasi akan menghemat waktu dan uang. (Praktek no. 8-10)
 Energi Efisien O & M: Pasang "O" dalam O & M. Aturm matikan dan periksa (Tune it up,
turn it off, check it out). (Praktek no. 11-15)

Modul 8
Hal. 25
Best Practice 1: Tujuan

Memasukkan tujuan yang jelas dalam pengoperasian bangunan yang hemat energi ke
dalam rencana bisnis strategis. Meningkatkan kesadaran manajemen tentang bagaimana O
& M akan mendukung rencana bisnis dengan mengurangi biaya operasional dengan tetap
menjaga aset modal.

Best Practice 2: Perencanaan

Manajemen energi memerlukan perencanaan operasi yang hemat energi sebagai komponen
utama. Sebuah rencana pengelolaan energi umumnya terdiri dari tiga elemen: (1) pembelian
energi pada biaya terendah, (2) pengoperasian peralatan yang energi efisien, dan (3)
mengganti peralatan yang lama atau retrofit sistem bangunan dengan teknologi yang lebih
efisien. Biasanya unsur kedua (2) adalah yang paling jarang dikenal dan paling sedikit
dipahami, namun memiliki potensi tinggi untuk penghematan energi dengan pengeluaran
modal sedikit atau tidak ada sama sekali.

Best Practice 3: Akuntansi Energi

Gunakan sistem akuntansi energi untuk mencari peluang penghematan dan untuk melacak
dan mengukur keberhasilan strategi efisiensi energi. Sistem akuntansi energi merupakan
bagian penting dari program manajemen energi. Tanpa informasi tentang penggunaan
energi masa lalu dan saat ini, permintaan, dan biaya, tidak mungkin untuk dipahami atau
mengukur kemajuan yang sedang dilakukan.

Best Practice 4: Staffing

Menyewa atau menunjuk seorang manajer energi. Menetapkan tanggung jawab/penugasan


manajer energi menunjukkan bahwa manajemen energi adalah penting. Seorang manajer
energi menjamin bahwa semua aspek dari rencana manajemen energi dilaksanakan dan
dikembangkan. Manajer energi mungkin juga bertanggung jawab untuk pengelolaan sumber
daya lain seperti air dan daur ulangnya.

Best Practice 5: Pelatihan

Pelatuhan operator bangunan dalam O penghematan energi juga kegiatan M. Sekarang ini
sistem kontrol bangunan lebih canggih dan kompleks daripada di masa lalu. Staf O & M yang
tidak terlatih dengan baik akan mengoperasikan di bawah kemampuan sistem ini dan akan
membuat keputusan yang bertentangan dengan efisiensi energi yang optimal.

Best Practice 6: Outsourcing

Jika diperlukan kontrak layanan untuk mendukung operasi gedung yang hemat energi maka
Pemilik atau pengelola dapat memilih untuk menyewa jasa kontraktor luar. Hal yang penting
bahwa kontrak harus mempunyai tujuan operasi bangunan yang efisien. Ini harus mencakup
metode untuk melacak perubahan operasi, perbaikan, dan kekurangan dari waktu ke waktu.

Modul 8
Hal. 26
Dokumentasi ini menyediakan informasi penting untuk pengukuran peralatan dan kinerja
sistem.

Best Practice 7: Kemitraan

Kegiatan operasi penghematan energi adalah sebuah aktivitas lintas fungsional, antara lain
penyewa, personel keamanan, dan penghuni semua menggunakan fasilitas peralatan energi
seperti lampu, peralatan HVAC, dan peralatan kantor. Mendidik para pengguna dengan
menyediakan dengan mudah untuk memahami informasi tentang operasi yang efisien
sangatlah penting, terutama dalam hal peralatan dan alat kontrol yang baru.

Best Practice 8: Dokumentasi

Gunakan dokumentasi yang efektif untuk menjaga kesinambungan dan mengurangi biaya
pemecahan masalah (problem solving). Perubahan dokumen dan strategi akan secara
langsung mempengaruhi operasi bangunan yang hemat energi. Gambar mekanik dan listrik,
manual O & M, urutan operasi, dan strategi pengendalian yang kadaluarsa akan
mengakibatkan kesalahan yang akhirnya akan membuang waktu dan energi mahal.

Best Practice 9: Perangkat (tools)

Lengkapi staf O & M dengan alat diagnostik yang mumpuni. Peralatan ini memungkinkan
staff O & M dan manajer untuk memecahkan masalah dan mendeteksi energi yang terbuang
malfungsi (atau potensi malfungsi) serta mendapatkan umpan balik langsung pada
perubahan kenyamanan dan operasional.

Best Practice 10: Pengkajian

Lakukan pengkajian kegiatan peningkatan O & M secara menyeluruh. Langkah pertama


dalam proses ini adalah untuk memahami mengapa sistem dioperasikan dan dipelihara
dengan cara yang diharuskan, dan perbaikan apa yang paling menguntungkan dan biaya
yang paling efektif. Pengkajian O & M berfokus pada perubahan yang paling efektif pada O &
M yang akan meningkatkan operasi bangunan.

Best Practice 11: Tune-Up

Lakukan tindakan tune-up O&M yang diidentifikasi dalam pengkajian O&M di atas. Banyak
perbaikan, seperti strategi pengendalian atau jadwal dapat dilakukan dalam hitungan jam.
Melaksanakan O&M tune-up memungkinkan bangunan untuk melakukan secara maksimal
potensi penghematan energi sebelum melaksanakan proyek-proyek efisiensi energi yang
lebih mahal.

Best Practice 12: Kontrol Otomatis

Memanfaatkan sepenuhnya kontrol otomatis untuk mengoptimalkan operasi yang efisien.


Kebanyakan sistem yang otomatis kurang dimanfaatkan. Dalam sistem manajemen energi

Modul 8
Hal. 27
Banyak kontrol dapat diprogram untuk mencapai strategi pengendalian hemat energi di luar
kendali penjadwalan biasa.

Best Practice 13: Penjadwalan

Mengoperasikan peralatan bila hanya diperlukan. Karena kebutuhan penghuni dan jadwal
yang selalu berubah, jadwal operasi dan strategi perlu terus disesuaikan. Peralatan mungkin
beroperasi dengan sangat efisien, akan tetapi ketika peralatan dalam keadaan
hidup/menyala dan gedung tidak ada orang, maka yang terjadi adalah pemborosan energi.

Best Practice 14: Pelacakan

Melacak kinerja aktual peralatan utama terhadap kinerja yang diharapkan. Ketika staf O & M
tidak mempunyai informasi yang memadai atau yang benar untuk menilai kinerja peralatan
sehari-hari, peluang penghematan energi mungkin akan hilang. Menetapkan benchmark
kriteria kinerja dan membandingkan dengan kriteria kinerja aktual memungkinkan staf O & M
untuk mengidentifikasi ketika tidak beroperasi secara efisien dan untuk segera mengambil
tindakan korektif.

Best Practice 15: Operasi Preventif & Pemeliharaan

Perlu didefinisi ulang kegiatan pemeliharaan preventif yang mencakup kegiatan-kegiatan


penting untuk pengoperasian yang hemat energi. Biasanya, tujuan utama pemeliharaan
preventif adalah untuk kehandalan dan meningkatkan umur peralatan. Termasuk disini
adalah prosedur untuk memeriksa operasi yang efisien sebagai tujuan utama serta
menghilangkan pemborosan energi yang tidak perlu.

6. RENCANA AKSI ENERGI

Penyusunan program aksi implementasi konservasi energy berkaitan dengan perencanaan


aksi (tindakan). Perencanaan tindakan adalah suatu proses yang memandu kegiatan sehari-
hari dari suatu organisasi atau sebuah proyek. Proses perencanaan ini berkaitan dengan
apa yang perlu dilakukan, kapan perlu dilakukan, oleh siapa perlu dilakukan, dan sumber
daya atau input apa yang dibutuhkan untuk melakukannya. Proses perencanaan tindakan
adalah proses 0perasionalisasi tujuan strategis. Dalam manajemen energy biasa disebut
juga perencanaan operasional. Hal ini disebabkan karena rencana aksi atau rencana
operasional disajikan sebagai dasar untuk suatu proposal pendanaan, atau untuk aplikasi
pinjaman, atau untuk mendapatkan sumber lain (orang) untuk membeli ke dalam suatu
proses atau proyek atau sering disebut sebagai "rencana bisnis".

Kebanyakan rencana aksi terdiri dari unsur-unsur berikut:

 Pernyataan apa yang harus dicapai (output atau hasil yang keluar dari proses
perencanaan strategis)
 Langkah-langkah yang harus diikuti untuk mencapai tujuan ini
 Jadwal waktu ketika setiap langkah harus dilakukan dan berapa lama

Modul 8
Hal. 28
 Klarifikasi tentang siapa yang akan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap
langkah berhasil diselesaikan
 Klarifikasi dari input / sumber daya yang dibutuhkan.

Semua ini ditangani dalam kegiatan langkah-demi-langkah perencanaan (PDCA). Artinya


jika memulai proses perencanaan tindakan, maka harus berakhir dengan sebuah rencana
praktis yang memungkinkan agar sumber daya dapat meneruskan langkah-langkah yang
diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Output

Output adalah hal-hal yang menunjukkan bahwa kegiatan telah berhasil. Output adalah hasil
dari suatu kegiatan. Misalnya, jika suatu kegiatan adalah untuk mengoptimasi suatu sistem
pemanfaatan energi (sistem tata udara misalnya), maka output yang akan dihasilkan
seharunya adalah penghematan energi.. Output adalah "apa" yang harus keluar dari suatu
kegiatan atau hasil yang harus dicapai dari suatu rencana strategis. Semua keluaran
bersama-sama harus mengarah pada suatu pencapaian hasil dari daerah kunci (key area) di
mana keluaran ditujukan misalnya pemanfaatan energi yang lebih berkualitas.

Rencana Sumber Daya Manusia

Ketika mempersiapkan rencana aksi, hal penting yang perlu dilakukan adalah
mengembangkan rencan sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia diperlukan dalam
melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan.

Dalam rencana sumber daya manusia, diperlukan antara lain:

 Kebutuhan staf sudah sudah ada dan staf tambahan atau dukungan lainnya yang
diperlukan
 Kebutuhan peningkatan kapasitas seperti pelatihan atau kompetensi (sertifikasi) untuk
memungkinkan staf untuk melaksanakan kegiatan.

Perencanaan sumber daya manusia akan memberikan ringkasan yang berguna dan akan
membantu untuk bekerja pada kerangka waktu kegiatan yang telah direncanakan. Yang
perlu diperhatikan jika diperlukan untuk membangun kapasitas sumber daya manusia, atau
mempekerjakan staf tambahan , sebelum melakukan suatu kegiatan, akan mempengaruhi
penjadwalan kegiatan.

Waktu

Ada dua aspek waktu dalam perencanaan aksi:

 Ketika melakukannya, dan


 Bagaimana merencanakan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan.

Modul 8
Hal. 29
Perencanaan tindakan adalah sebagai perluasan dari proses perencanaan strategis. Akan
tetapi perlu melakukannya secara teratur di antara proses perencanaan strategis dan
pelaksnaaan reviewnya. Perencanaan tindakan adalah sesuatu yang dilakukan setiap kali
ada keinginan yang hendak dicapai untuk itu perlu rencana untuk menguraikan kegiatan
yang diperlukan untuk mencapainya. Aspek waktu dalam rencana aksi bisa tiga bulan ke
depan, atau melakukan rencana aksi secara keseluruhan untuk sebuah proyek atau
organisasi untuk tahun ini. Rencana aksi sebaiknya tidak lebih dari satu tahun karena nisa
terjadi adanya perubahan dalam konteks, strategi atau asumsi yang mungkin memerlukan
perubahan dalam jangka panjang .

Ketika melakukan perencanaan waktu yang dibutuhkan, kunci yang biasa dilakukan adalah
sekuensing yaitu melakukan dalam urutan yang benar dan memastikan tidak melakukan
sesuatu yang seharusnya sudah dilakukan sebelumnya akan tetapi belum dilakukan, dan hal
ini akan menghentikan seluruh proses. Sebagai contoh mempersiapkan semua peralatan
yang diperlukan sebelum melakukan perbaikan suatu sistem pemanfat energi.

Sumber Daya

Sumber daya yang diperlukan dalam melaksanakan rencana aksi antara lain:

 Orang
 Waktu
 Ruangan
 Peralatan

Dalam kata lain yang sederhana semua poin di atas dapat berarti uang. Dalam anggaran
kegiatan poin di atas harus sudah masuk dalam setiap bagian rencana aksi. Membuat
rencana aksi artinya juga mempersiapkan anggaran untuk pelaksanaannya.

Secara singkat, rencana aksi adalah proses di mana merencanakan apa yang akan terjadi
dalam proyek atau organisasi dalam jangka waktu tertentu, dan menjelaskan sumber daya
apa yang diperlukan untuk membuatnya mungkin dilaksanakan.

Modul 8
Hal. 30
MODUL 9-A
PERSIAPAN AUDIT ENERGI DI INDUSTRI

1. PENDAHULUAN

Latar belakang

Audit energi bagi perusahaan tertentu yang konsumsi energinya sama atau lebih besar dari
6000 TOT per tahun wajib dilakukan. Audit energi sudah menjadi aktifitas rutin dalam system
manajemen energi dalam upaya konservasi energi sebagaimana diamanatkan dalam
regulasi Undang-Undang Energi No. 30 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah nomor 70
tentang konservasi energi tahun 2009. Di dalam Peraturan Pemerintah No 70 tahun 2009
pasal 12 ayat (1) disebutkan bahwa pemanfaatan energi wajib dilakukan secara hemat dan
efisien melalui manajemen energi yang diterapkan dengan cara:

a) menunjuk manajer energi;


b) menyusun program konservasi energi;
c) melaksanakan audit energi secara berkala;
d) melaksanakan rekomendasi hasil audit energi;
e) melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun kepada menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Bagi perusahaan intensip energi, audit energi dilakukan bukan hannya regulasi dalam
system manajemen energi tetapi merupakan aktifitas rutin yang manfaatnya diyakini dapat
meningkatkan kinerja pemanfaatan energi, menambah profit dan daya saing perusahaan.

Selain hal yang diuraikan di atas, harga energi yang cendrung naik akhir-akhir ini cukup
berpengaruh terhadap beban biaya produksi. Fraksi biaya energi yang ditanggung oleh
perusahaan industri menjadi meningkat hingga 10 – 40 % dari total biaya produksi
tergantung pada jenis industri yang bersangkutan. Agar dapat bertahan dan berdaya saing di
tingkat global, industri dituntut untuk melakukan langkah penghematan biaya termasuk di
dalamnya penghematan energi. Dengan fraksi biaya energi yang semakin besar akibat
harga energi yang meningkat, maka cara efektif untuk mengurangi biaya operasi dan
meningkatkan daya saing industri adalah menghemat energi. Di dalam ISO 500001 tentang
sistem manajemen energi juga disyaratkan perlunya upaya konservasi energi diintegrasikan
dalam system manajemen perusahaaan mulai dari perencanaan, pengoperasian,
pengawasan dan monitoring harus dilakukan secara berkelanjutan (PDCA).

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghemat energi antara lain dengan perubahan
teknologi dan manajemen energi. Perubahan system manajemen energi lebih diminati
daripada mengganti teknologi/proses yang lebih baru. Langkah perbaikan efisiensi yang juga
sering dilakukan adalah modifikasi peralatan yaitu memanfaatkan panas buangan atau
menerapkan teknologi kombinasi panas dan daya (cogenerasi). Menghemat energi dengan
pemanfaatan panas buangan secara langsung untuk keperluan proses dapat segera

Modul 9A
Hal. 1
direalisasikan. Namun jika area pemanfaatan panas buang tidak tersedia, maka panas
buang tersebut agar dipertimbangkan untuk menghasilkan energi listrik dengan system
cogenersi.

Agar dalam penerapannya tepat sasaran maka upaya pemanfaatan panas buangan diawali
dengan audit energi. Audit energi adalah pillar dan langkah awal system managemen energi
berkelanjutan yaitu untuk menentukan arah, target, sasaran dan rencana aksi perbaikan
efisiensi energi perusahaan. Karena pemecahan masalah yang diterapkan dalam audit
energi adalah pendekatan ilmiah, maka rekomendasi audit energi diharapkan mampu
memberi solusi langkah perbaikan efisiensi energi, pembenahan struktur, infrastruktur yang
dibutuhkan oleh manjemen perusahaan.

Deskripsi Singkat

Modul ini berkaitan dengan aktifitas audit energi di industri mulai dari persiapan,
pengumpulan data, analisis data, identifikasi penghematan energi dan pembuatan laporan
audit energi. Hasil akhir dari kegiatan audit energi adalah laporan yang memuat potret
keseluruhan penggunaan energi, rekomendasi perbaikan efisiensi/kinerja pemanfaatan
energi di perusahaan. Dalam modul ini rangkaian kegiatan audit energi diuraikan secara
lengkap dengan tujuan menentukan ide-ide penghematan energi yang secara konkrit dapat
diterapkan dan akhirnya memberi manfaat dalam mengurangi biaya produksi/energi.
Langkah perbaikan efisiensi dalam hal ini merupakan solusi atas masalah energi yang ada
baik yang terkait perbaikan prosedur operasi yang bersifat no & low cost, pemeliharaan,
maupun perbaikan teknikal yang memerlukan finansial serta pertimbangan organisasional.

Manfaat Modul

Modul ini bermanfaat bagi petugas teknis atau pengelola energi bidang industri yang ingin
mengikuti diklat pembekalan manajer energi dengan judul unit kompetensi melakukan audit
energi - kode unit kompetensi JPl. KE02.003.01. Modul ini juga bermanfaat bagi mereka
yang akan akan mengukuti uji kompetensi kerja untuk jabatan manajer energi dengan unit
kompetensi tersebut di atas.

Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran dari modul ini adalah membekali peserta pengetahuan tentang
kegiatan audit energi mulai dari persiapan, pengumpulan data, analisis data, identifikasi
penghematan energi, dan pembuatan laporan audit energi. Dengan mempelajari modul ini
pembaca diharapkan mampu menjelaskan apa dan mengapa audit energi , klasifikasi audit
energi, dan persiapan audit energi di industri.

Kompetensi Dasar : Dengan mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu menjelaskan
langkah persiapan audit energi.

Modul 9A
Hal. 2
Indikator Keberhasilan : Setelah mengikuti materi pelajaran modul ini peserta diharapkan
mampu menjelaskan:

 Mengapa dan apa audit Energi

 Klasifikasi audit energi

 Langkah-langkah persiapan audit energi

 Perangkat audit energi yang dibutuhkan

 Jadual audit energi

 Persiapan sumber daya yang diperlukan dalam audit energi.

 Menentukan rekomendasi dan prioritas.

 Menyusun laporan sesuai format audit energi.

2. APA DAN MENGAPA AUDIT ENERGI

2.1. Apa dan Mengapa Audit Energi

Audit energi diartikan sebagai aktifitas survei untuk mendapatkan data dan informasi yang
menjelaskan potret pemakaian energi, dan tentang ada tidaknya peluang penghematan
energi, serta memberi solusi atas berbagai pemborosan energi dan buruknya kinerja
pemanfaat energi. Sebagai kegiatan survei audit energi akan memberi manfaat jangka
pendek maupun jangka panjang misalnya untuk keperluan building Energi certificate and
Energi labelling atau Energi quality of a building. Hal tersebut dengan mudah dapat
ditentukan berdasarkan laporan audit energi. Building Energi certificate atau Energi labelling
dalam praktek diperlukan khususnya untuk bangunan yang akan disewakan atau dijual.

Audit energi sering diartikan berbeda–beda, perbedaan pengertian tersebut dilihat dari
lingkup, kompleksitas audit energi dan kedalaman analisis atau perhitungan yang dilakukan.
Tingkat evaluasi dan cakupan issu yang dibahas dalam kegiatan audit energi sering
dijadikan sebagai dasar dalam membedakan aktifitas audit energi. Secara sederhana
pengertian audit energi diuraikan sebagai berikut :

1. Kegiatan/proses evaluasi untuk mengetahui potret penggunaan energi, mengidentifikasi


peluang penghematan energi dan menentukan langkah perbaikan efisiensi pada suatu
sistem/fasilitas energi.

2. Kegiatan terencana untuk melihat dan mengetahui dimana area pemanfaatan energi,
berapa konsumsinya, bagaimana kinerja pemanfaatanya, berapa potensi penghematan
energi, serta apa langkah perbaikan/implementasi yang diperlukan.

3. Aktifitas pemeriksaan secara berkala untuk mengetahui ada tidaknya pemborosan energi

Modul 9A
Hal. 3
dalam suatu proses pemanfaatan energi.

4. Aktifitas berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi dan menjaga agar kinerja operasi
pemanfaatan energi selalu optimum.

Dari pengertian audit energi sebagaimana diuraikan di atas tampak bahwa audit energi
bermanfaat karena tidak sekedar perbaikan efisiensi jangka pendek, melainkan lebih
ditekankan pada langkah perbaikan dengan strategi pemecahan secara scientific, dan
melalui pembenahan struktur organisasi maupun infrastruktur yang diperlukan.

Audit Energi Dalam Sistem Manajemen Energi

Sistem manajemen energi berkelanjutan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kondisi


pemanfaatan energi yang tidak terkendali dan membantu organisasi mengontrol
penggunaan energi. Dengan menerapkan sistem manajemen energi, maka konsumsi energi
akan cendrung turun dan resultan hasil penghematan energi akan meningkat secara
konsisten (lihat gambar berikut).

Gambar 9.1 Sistem manajemen Energi

Berbeda dengan organisasi yang tak menerakan sistem manajemen energi berkelanjutan,
kinerja penggunaan energi tidak bisa diawasi dan hasil penghematan energi yang telah
diraih tidak bisa dipertahankan (lihat gambar berikut).

Gambar 9.2 Manajemen Energi dan Penghematan Energi

Modul 9A
Hal. 4
Seperti tampak pada gambar pada saat issu berubah, maka perhatian manajemen beralih ke
fokus lain yang bukan energi, sehingga konsumsi energi maupun intensitas energi akan
kembali naik ke tingkat yang lebih buruk dari sebelumnya.

Mengapa Audit Energi

Menghemat energi bukan saja tuntutan regulasi semata, akan tetapi untuk mengurangi biaya
operasi khususnya bagi industri intensif energi. Perusahaan multi nasional pada umumnya
sudah memiliki motivasi dan inisiatif sendiri dalam mengimplementasikan program
penghematan energi. Audit energi secara rutin juga telah banyak dilakukan di lingkungan
perusahaan baik internal maupun menggunakan jasa auditor eksternal. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan rekomendasi hasil audit energi arah dan program konservasi energi
dapat ditentukan seiring dengan tuntutan regulasi dan persaingan business global. Manfaat
dan citra positip yang didapat dari audit energi serta solusi yang diberikan atas
ketidakefisienan pemanfaatan energi membuat aktifitas ini diminati dan berbeda dengan
audit internal (internal revenue services-IRS) yang dalam penerapannya menimbulkan kesan
negatip.

Upaya ke arah peningkatan efisiensi energi dan standar emissi/pollutan tidak bisa diabaikan
akhir-akhir ini membuat perusahaan mencari terobosan cerdas dalam membuat keputusan
operasional maupun financial. Adalah tantangan keras bagi pelaku usaha untuk bertahan
dan berdaya saing di masa datang. Oleh karena itu pemahaman tentang teknik audit energi
khususnya bagi petugas/kariawan perusahaan di lini terdepan adalah penting untuk
memastikan semua fasilitas energi dioperasikan selalu pada tingkat optimal dan biaya energi
minimum.

Maksud Audit Energi

Audit energi selain untuk mendapatkan potret pemanfaatan energi, juga untuk menentukan
arah dan target program konservasi energi. Informasi hasil audit energi seperti intensitas
energi dapat digunakan untuk mengetahui peluang penghematan eeneri, status
pemanfaatan energi saat ini dibandingkan dengan target, standar atau dengan perusahaan
lain yang sejenis.

Bencmarking adalah cara sederhana untuk menentukan peluang penghematan energi.


Namun melakukan assesmen potensi penghematan energi dengan cara ini kita harus
familiar dan mampu membandingkan secara relatif factor pendorong kinerja kita dan
perusahaan sejenis tersebut. Perusahaan yang baik pun perlu belajar dari keberhasilan dan
sukses yang telah diperoleh oleh pihak lain.

Modul 9A
Hal. 5
Gambar 9.3 Status Intensitas Energi

Setelah bencmarking dilakukan, maka catatan tentang hal apa yang membuat adanya
perbedaan perlu dicatat dan dievaluasi. Misalnya keberhasilan perusahaan lain dalam
perbaikan sistem tata cahaya maupun retrofit pada sistem tata udara perlu dipelajari. Harus
dicatat bahwa tidak ada benchmark yang sempurna, oleh karena itu cara menentukan
potensi penghematan energi dengan cara membuat perbandingan perlu berhati-hati.
Benchmark dapat digunakan sebagai titik awal untuk mengidentifikasi peluang penghematan
energi tetapi perlu bertindak konservatif dan jangan dibuat menjadi patokan baku.

Kendala Pelaksanaan Audit Energi

Dalam pelaksanaannya audit energi sering mengalami kendala internal misalnya karena
terbatasnya waktu para petugas pelaksana akibat kegiatan rutin yang mendesak. Beberapa
hal yang menjadi penyebab kurang lancarnya audit energi diuraikan sebagai berikut :

 Lemahnya kemampuan analisis data untuk keperluan "managerial control"

 Kurang dapat melihat manfaat penghematan energi bagi perusahaan dan bagi
masyarakat, serta kurangnya kemampuan memperkirakan potensi penghematan
energi yang dimiliki.

 Terbatasnya data dan informasi sehingga jumlah konsumsi energi untuk proses,
untuk bagian atau unit-unitnya tidak diketahui.

 Tidak menguasai teknik audit energi.

 Tidak memahami karakteristik performance peralatan energi.

 Pemahaman konsep energi, hubungannya dengan panas, kerja, suhu, tekanan dll
masih lemah.

 Kurangnya alat-alat ukur yang seharusnya tersedia di tempat-tempat yang


memerlukan.

 Belum adanya sistim manajemen energi.

Modul 9A
Hal. 6
Ada anggaban bahwa biaya energi di perusahaan tidak dapat dikontrol dan pasrah saja
terhadap keadaan yang terjadi. Di sisi lain petugas yang menangani masalah energi sehari
hari jarang melihat atau tidak tahu sama sekali berapa sebenarnya jumlah tagihan
listrik/energi bulanannya karena tagihan listrik dan energi dibayar oleh staf lainnya di bagian
keuangan. Contoh tersebut di atas adalah salah satu contoh masalah dalam praktek bahwa
kunci sukses audit energi adalah tersedianya data dan informasi serta adanya petugas
energi yang mampu menjelaskan kepentingan auditor maupun perusahaan.

2.2. Kompetensi Kerja

Masing-masing professi memiliki tanggung jawab sesuai bidang kegiatan. Manajer energi
bertugas untuk mengkordinasikan aktifitas konservasi energi dan bertanggungjawab untuk
merealisasikan potensi penghematan energi yang ada. Sedangkan auditor energi bertugas
untuk memberi masukan kepada manajer energi solusi atas permasalahan yang timbul
terkait dengan efisiensi energi. Audit energi dalam prakteknya dilakukan oleh petugas teknis
atau auditor energi kompeten yang memahami berbagai aspek pemanfaatan energi seperti
desain, operasi, pemeliharaan tentang fasilitas energi yang diaudit. Kwalifikasi dan
pengalaman auditor harus sesuai dengan lingkup audit energi. Untuk audit energi rinci
adakalanya tim audit dilengkapi dengan auditor dengan latar belakang pengalaman khusus
misalnya terkait proses atau instrumen. Tujuan dilakukannya audit energi adalah untuk
mengetahui potret/kinerja aktual penggunaan energi dan memberi solusi atas masalah
ketidak efisienan energi yang timbul. Jika memang ditemukan adanya pemborosan energi
maka rekomendasi perbaikan dapat segera disampaikan ke manajer energi agar rencana
tindak segera dilakukan untuk menghindari pemborosan energi dan dampak buruk lain yang
tak diinginkan.

Standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) sebagai acuan untuk jabatan kerja
manajer energi industry diatur dalam keputusan Menteri tenaga kerja & transmigrasi dengan
nomor 321 /MEN/X[/2O11 . Secara rinci keseluruhan unit kompetensi manajer energi untuk
industri ditunjukkan sebagai berikut.

Modul 9A
Hal. 7
Uraian dan penjelasan lebih rinci tentang komponen unit kompetensi persiapan audit energi
akan disampaikan sebagai berikut.

KODE UNIT : JPI.KE02.002.01


JUDUL UNIT : Menyiapkan proses audit energi
URAIAN UNIT : Unit kompetensi ini berkaitan dengan persiapan pelaksanaan
audit energi dalam Industri.

ELEMEN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA (KUK)

1. Menyusun metodologi audit 1.1. Sasaran ditentukan


energi
1.2. Lingkup kegiatan ditentukan

1.3. Metodologi ditentukan

1.4. Kebutuhan data ditentukan.

2. Menyiapkan perangkat audit 2.1. Tim pelaksana ditetapkankan


energi
2.2. Peralatanditetapkan

2.3. Perlengkapan K3 (Keselamatan dan

kesehatan kerja ditentukan).

Modul 9A
Hal. 8
2.4. Anggaran disusun.

3. Membuat kerangka waktu audit 3.1. Rencana kegiatan ditetapkan


energi
3.2. Rencana kebutuhan sumber daya
ditetapkan.

3.3. Jadual pelaporan ditetapkan

2.3. Klasifikasi Audit Energi

Dalam pengertian audit energi di muka, audit energi dibedakan berdasarkan lingkup,
kompleksitas dan kedalaman analisis maupun lingkup issu yang ditangani. Selain itu
pelaksanaan audit energi juga berkaitan dengan biaya pelaksanaan yang disesuaikan
dengan data yang akan dikumpulkan, peralatan ukur yang digunakan, kedalaman analisis
serta jumlah peluang penghematan energi yang diidentifikasi. Hal ini membuat jenis audit
energi menjadi berbeda. Faktor lain yang membedakan kegiatan audit energi adalah obyek
yang diaudit, Secara umum ada tiga klasifikasi atau tipe audit energi yang dibedakan
berdasarkan tingkat kedalaman analisis data yang dihasilkan. Ketiga tipe jenis audit energi
ttersebut adalah : Audit singkat (Walk-Through Audit), Audit Awal (Preliminary Audit), dan
Audit Rinci (Detailed Audit ).

Audit Singkat (Walk-Through Audit)

Audit singkat atau Walk-Through Audit adalah kegiatan audit energi dengan tingkatan paling
rendah (level 1). Hasil dari kegiatan audit ini adalah informasi tentang peluang konservasi
energi yang masih bersifat dasar dan umum, namum sudah cukup untuk memberi
gambaran tentang potret penggunaan energi dan potensi penghematan energi pada obyek
yang diaudit. Aktifitas audit level 1 adalah mengumpulkan data-data umum tentang
pemakaian energi, pengamatan visual pada fasilitas/sistem energi dan hasil wawancara.
Audit energi pada level ini aktifitasnya termasuk evaluasi data bersifat sederhana atas data
dasar pemakaian energi, data operasi system energi, intensitas energi dan
kecendrungannya, serta benchmark terhadap perusahaan sejenis yang menggunakan
peralatan atau teknologi serupa.

Modul 9A
Hal. 9
Audit Awal

Audit awal merupakan level kedua dari kegiatan audit energi. Kegiatan ini biasanya
dilakukan sebelum audit rinci dimulai. Kegiatan ini sedikit lebih lengkap dari audit level satu,
dalam audit ini data dan informasi peluang konservasi energi dihitung berdasarkan data
pengukuran (pengukuran sesaat).

Kunjungan singkat pada fasilitas energi dilakukan untuk mengetahui aspek dasar dari obyek
yang di audit berkaitan dengan pemanfaatan energi dan faktor lain yang berpengaruh.
Langkah ini perlu untuk membantu dan menjamin efektifitas audit (site visit) berikutnya serta
meminimalkan waktu bagi tim audit dan personel pendamping perusahaan yang akan
menbantu. Aktifitas ini sebagaimana dimaksud di atas dikenal dengan audit awal (preliminary
audit energi). Dengan melakukan audit awal diharapkan dapat menghasilkan sejumlah
informasi dan daftar atau issu spesifik yang akan dibahas/ diteliti lebih lanjut dalam audit rinci
berikutnya, termasuk untuk menentukan jumlah dan Kualifikasi tim audit serta peralatan ukur
yang dibutuhkan.

Audit energi level 2 ini merupakan survey singkat tetapi sudah dengan pengukuran
parameter operasi dana mengkaji factor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi energi.
Perhitungan yang terkait dengan efisiensi, rugi-rugi energi dan potensi penghematan energi
dilakukan dengan menggunakan perhitungan standar (standard Energi engineering
calculation).

Gambar 9.4 Contoh Instrumen audit energi Portable

Audit energi level 2 ini relatif murah namun memberikan hasil cepat tentang perkiraan
potensi penghematan energi. Fokus kegiatan audit eenergi secara umum lebih ditekankan
pada penghematan energi yang bersifat best practice - no and low cost.

Audit Rinci

Audit energi rinci merupakan level ke 3 dan tertinggi dalam kegiatan audit energi. Audit ini
dilakukan untuk mengkaji lebih dalam dan dengan lingkup yang lebih luas suatu fasilitas
energi menurut fungsinya. Audit rinci dilakukan tidak saja untuk menentukan besarnya
potensi penghematan energi tetapi juga mengkaji kelaikan teknis dan biaya yang diperlukan
untuk merealisasikannya. Berdasarkan hasil kajian tersebut rekomendasi engineering

Modul 9A
Hal. 10
dengan urutan prioritas proyek yang jelas dapat dibuat. Jadi secara umum dapat dikatakan
bahwa output dari audit energi rinci adalah uraian mendalam tentang potret pemanfaatan
sumber dan jenis energi yang menjelaskan kinerja pemanfaatan energi, rugi-rugi energi,
faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi konsumsi dan efisiensi energi, karakteristik
operasi peralatan/sistem energi serta kajian secara tuntas dan lengkap potensi
penghematan energi yang ada baik dari aspek teknis maupun ekonomis sehingga siap
untuk diimplementasikan. Kegiatan ini dilakukan secara komprehensip dengan
menggunakan program komputer atau simulasi.

Program komputer dikembangkan dengan memasukkan ke dalam program komputer


semua variabel yang berpengaruh untuk membuat baseline pemakaian energi. Sebagai
level yang tertinggi dari kegiatan audit energi, tentu saja audit rinci tidak harus diterapkan
dalam setiap aktifitas audit energi, melainkan hanya pada hal tertentu yang memang
memerlukan kajian dan evaluasi khusus.

Gambar 9.5 Intrumen audit energi

Setelah baseline intensitas energi diperoleh, maka berbagai perubahan parameter operasi
atau perubahan prosedur serta langkah-langkah penghematan energi yang
direkomendasikan pada suatu system atau fasilitas energi dimasukkan ke dalam program
komputer untuk melihat dampaknya terhadap konsumsi dan kinerja energi. Hasilnya dengan
mudah dapat dibandingkan terhadap baseline intensitas energi tersebut. Tabel berikut
adalah gambaran data dan hasil yang diharapkan dari audit energi sesuai dengan
kedalaman masing-masing level audit.

Tabel 9.1 Level dan aktifitas Audit Energi

Level Audit energi


Aktifitas Audit energi Level I Level II Level III
Konsumsi dan intensitas energi. x 1) x 1) x 1)
Evaluasi dasar sistem technikal x x x
dan wawancara staf teknik.
Dokumen Teknikal. - x x
Interview penghuni bangunan - x x

Modul 9A
Hal. 11
Pengukuran: level cahaya - x
Pengukuran: semua level - - x
Heat Balance - x 1) x 1)
Potensi penghematan x x x
Usulan Investment : guiding - x
Usulan Investment : well-grounded - - x
1) Mungkin dilakukan jika meter energi terpasang

2.4. Proses audit energi

Kegiatan secara keseluruhan tahap dan proses pelaksanaan audit energi dijelaskan sebagai
berikut ini. Sebelum aktifitas audit energi dilakukan, persiapan terkait administrasi dan
kelengkapan pelaksanaan survey perlu dilakukan. Langkah persiapan audit energi berkaitan
dengan penentuan sasaran, jenis audit energi, pengadaan kelengkapan audit energi,
penentuan jadual, penetapan metode pengumpulan data dan metoda analisis yang
diperlukan, penentuan tim pelaksana audit, peralatan ukur yang untuk survey lapangan,
serta anggaran yang diperlukan membiayai audit energi hingga selesai. Pada gambar
berikut ditunjukkan skema lengkap aktifitas audit energi di industri. Seperti tampak pada
gambar proses pelaksanaan audit energi di atas, kegiatan audit energi meliputi persiapan,
survei lapangan, analisis data hingga pelaporan.

Gambar 9.6 Skema rinci proses pelaksanaan audit energi.

Modul 9A
Hal. 12
 Persiapan. Kegiatan ini diperlukan untuk mengetahui langkah audit yang ditempuh,
metoda audit energi, metoda pengumpulan data dan kedalaman analisis data yang akan
diperlukan, menyususn jadual kegiatan, tim audit dan biaya yang diperlukan.
 Survei atau pengumpulan data,
Mengumpulkan data terkait dengan fasilitas energi yang digunakan, konsumsi energi,
produksi, biaya atau tagihan energi, pengamatan visual kondisi fisik maupun kondisi
operasi, pengukuran parameter operasi fasilitas energi, dan diskusi.
 Analisis data ; yaitu mentabulasi data konsumsi energi, menyususn profil dan diditribusi
penggunaan Energi, menghitung neraca enegi dan efisiensi Energi, mengidentifikasi
factor-faktor yang mempengaruhi efisiensi energi, menghitung potensi penghematan
energi dan evaluasi kelaian teknis. Analisa financial langkah-langkah konservasi yang
diperlukan untuk merealisasikan potensi penghematan.
 Menyusun laporan dan membuat rekomendasi. Akhir kegiatan auditi energi adalah
laporan. Laporan memuat rekomendasi dan langkah yang diperlukan untuk
merealisasikannya. Usulan untuk melakukan audit rinci guna mengetahui lebih jauh
potensi penghematan energi yang potensinya diperkirakan cukup besar tapi
memerlukan upaya khusus dan focus dapat direkomendasikan untuk dilakukan.

3. PERSIAPAN AUDIT ENERGI

Regulasi tentang konservasi energi memberi pengertian khusus pada pengelolaan energi
dimana energi diharapkan tidak hanya dikelola dan dievaluasi dari sisi keteknikan tetapi
harus dilihat dan dievaluasi sebagaimana akuntansi serta memperhatikan aspek lingkungan
hidup. Audit energi adalah salah satu pillar utama system manajemen energi yang
megevaluasi proses pemanfaatan energi dan identifikasi peluang penghematan energi dan
merekomendasikan langkah peningkatan efisiensi pada pengguna energi atau pengguna
sumber energi. Implementasi system manajemen energi adalah salah satu solusi atas
tuntutan regulasi maupun perusahaan sebagaimana diuraikan di atas. Audit energi sebagai
tindakan proaktif untuk memotret penggunaan energi dan menentukan langkah yang perlu
untuk penghematan energi.

Sebelum audit energi dilakukan, manajer energi perlu menjelaskan maksud dan rencana
audit ke pihak terkait, dan kepada petugas energi/operator dimana audit energi akan
dilakukan. Pertemuan awal antara manajer energi dan pihak terkait dimaksudkan untuk:

 Menjelaskan maksud dan tujuan audit,


 Menentukan target penghematan
 Menetapkan lingkup dan sasaran audit
 Menentukan metoda dan jenis audit energi
 Menyampaikan jadual kerja dan aktifitas yang akan dilakukan selama audit berlangsung,
 Data yang diperlukan
 Rencana pengukuran, parameter operasi dan obyek/fasilitas energi yang perlu diukur.
 Metoda dan kedalaman analisis data,

Modul 9A
Hal. 13
 Metoda audit dan Tim auditor
 Biaya yang diperlukan

Gambar 9.7 Pertemuan awal audit energi

3.1. Target Penghematan Energi

Dalam menentukan target penghematan energi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain : besarnya target harus realistis, target harus dalam prioritas kebijakan
organisasi, dukungan dari unit kerja terkait harus didapat. Target audit energi yang ingin
dicapai harus sejalan dan memenuhi kriteria kebijakan perusahaan. Kriteria penentuan
target dikenal dengan istilah-SMART.

 Sederhana (Simple)
 Terukur (Measurable)
 Terjangkau (Achievable)
 Sesuai kemampuan (Realistik)
 Sesuai kebijakan (Trackable)

Menentukan target sebaiknya didiskusikan dengan pihak terkait di lingkungan organisasi.


Sebagai langkah awal libatkan staf dari tiap unit kerja, minta mereka untuk menuliskan paling
tidak tiga sasaran kunci penghematan energi. Sasaran kunci pada format yang disediakan
selanjutnya dikumpulkan dan didiskusikan.

Gambar 9.8 Diskusi menentukan target

Modul 9A
Hal. 14
Setelah sasaran didiskusikan dan semua aspek dipertimbangkan, maka besaran target
penghematan energi dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria SMART
sebagaimana dijelaskan di atas. Contoh sasaran dan target spesifik misalnya adalah sebagai
berikut : penghematan energi pada perusahaan diprioritaskan pada pengguna energi
significan (besar) yaitu sebesar 5 % pada tahun pertama.

Apakah contoh sasaran penghematan energi di atas sudah memenuhi kriteria : SMART
(sederhana, terukur, terjangkau, realistis dan sesuai kebijakan) ?

Jawabanya ya, karena sasaran sudah spesifik dan sederhana yaitu dilakukan hanya pada
pengguna energi signifikan (besar), bukan untuk seluruh peralatan pemanfaat energi.
Besaran target sudah terukur dan terjangkau yaitu hanya sebesar 5 % pada tahun pertama
sesuai kemampuan perusahaan, dan dampak penghematan energi adalah sesuai kebijakan
organisasi untuk mengurangi biaya operasi. Untuk mencapai target dan sasaran yang
ditetapkan, maka kordinasi dengan personil organisasi yang terkait perlu dilakukan untuk
menyusun jadual dan rencana kerja audit energi serta metoda pelaksanaannya. Jika
diperlukan lakukan diskusi atau bimbingan pada pihak tertentu agar terdapat sinergi antar
rencana kerja dari unit kerja sasaran.

3.2. Lingkup Sasaran Audit

Penegasan terhadap sasaran audit perlu ditetapkan sebelum audit energi dilaksanakan,
misalnya sasaran audit energi adalah pengguna energi signifikan yang konsumsi energinya
cukup besar dalam skala perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan potensi
penghematan energi yang signifikan agar implementasinya member dampak penghematan
energi/ biaya yang signifikan. Atau sebaliknya hanya untuk mempertahankan kinerja energi
pada level tertentu.

Gambar 9.9 Menentukan sasaran audit energi

Penentuan sasaran audit energi juga berkaitan dengan dana yang terbatas dan sering
disebut sebagai kendala pelaksanaan. Oleh karena itu sejak awal perlu kejelasan apakah
sasaran audit energi hanya dibatasi pada area tertentu misalnya peralatan yang konsumsi
energinya relative besar termasuk kegiatan yang lebih luas yang memerlukan investasi
besar atau sasaran audit hanya ditujukan pada kegiatan yang bersifat no cost and low cost.

Modul 9A
Hal. 15
Lingkup kegiatan audit energi menjelaskan cakupan kegiatan audit energi apakah seluruh
unit kerja atau dibatasi hanya pada peralatan energi tertentu. Prioritas kegiatan audit
biasanya dilakukan terhadap pengguna energi utama atau faslitas energi yang
konsumsinya relatif signifikan dalam skala perusahaan. Pada industry peleburan baja
misalnya pengguna energi signifikan adalah EAF, reheating furnace.

Gambar 9.10 Pengguna energi significan di industri besi dan baja.

3.3. Metoda Audit Energi

Setelah target dan sasaran audit ditetapkan serta kaitannya dengan biaya yang tersedia,
maka aktifitas audit energi seperti kedalaman audit energi, banyaknya data yang akan
dikumpulkan, peralatan ukur yang digunakan, kedalaman analisis serta peluang
penghematan energi yang akan diidentifikasi, maka jenis dan kedalaman audit energi sudah
dapat ditetapkan. Hal ini lain yang membedakan audit energi adalah metoda audit, apakah
kegiatan audit energi dilakukan secara internal oleh tenaga SDM sendiri atau oleh pihak
eksternal - konsultan pihak ketiga sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut.

Modul 9A
Hal. 16
Gambar 9.11 Pemilihan metoda audit energi

Pendekatan internal untuk mendapatkan pandangan dari staf dan operator adalah cara
terbaik untuk familiarisasi fasilitas energi yang ada serta untuk memahami bagaimana
peralatan energi tersebut sebaiknya dioperasikan, dikontrol dan dipelihara. Selain
pendapat pihak internal, pandangan expert (external) yang independent juga perlu
didengar dan dipertimbangkan. Biasanya pihak eksternal dapat memberi saran
perbaikan penghematan energi yang lebih besar dengan hasil yang lebih cepat, namum
perlu disadari bahwa hal ini memerlukan biaya. Penggunaan konsultan eksternal dalam
persiapan audit energi sebaiknyal memperhatikan hal berikut :

o Definisikan secara jelas audit energi yang akan dilakukan.


o Periksa/cek pengalaman dan keberhasilan konsultan sebelumnya, apakah pengalaman
tersebut sesuai dengan sasaran audit energi yang didefinisikan.
o Yang penting adalah bagaimana kerjasama antara konsultan dan pihak perusahaan
dapat saling menguntungkan dan berjalan dengan baik.
3.4. Menentukan Jadual Audit Energi

Menyusun jadwal audit energi sama seperti membuat jadual proyek pada umumnya
dengan format yang disesuaikan. Format yang paling umum adalah karta Gantt dan
PERT/CPM. Durasi kegiatan audit ditentukan oleh banyak factor antara lain lingkup
audit, kedalaman dan jenis audit energi, metode pengumpulan data dan jumlah tim audit
energi. Secara umum dasar yang digunakan untuk memperkirakan durasi kegiatan audit
energi adalah sebagai berikut.

Audit lapangan

Modul 9A
Hal. 17
 Pengumpulan data historis (1-3 hari)
 Observasi (1-2 hari)
 Pengukuran (3-10 hari)
 Diskusi (1-2 hari)
Analisis data

 Tabulasi data (3-6 hari)


 Analisis data (5-14 hari)
 Diskusi (1-2 hari)
Pelaporan

 Menyusun draf laporan (3-14 hari)


 Presentasi (1 hari)
 Menyusun laporan akhir (3-10 hari)
3.5. Kerlengkapan Audit Energi

Kelengkapan audit energi yang perlu disiapkan antara lain instrument/alat ukur
keperluan pengukuran data dan kelengkapan K3. Alat ukur yang umum digunakan
dalam audit energi adalah yang portable sebagai berikut.

Intrumen ukur termal:

 Steam trap detektor


 TDS meter
 Combustion analyzer
 Pocket Termometer, Infrared termometer
 Thermography
 Lux meter
 Hygrometer
 Anemometer
 Flow meters
 Leak detector
 Kamera
Intrumen ukur listrik

 Power Analyzer
 Clamp on power tester
 Meger
 Insulation Tester
 Multitester

Modul 9A
Hal. 18
a. Power analyser b. Combustion anayser, c. Termometer

Gambar 9.12 Contoh alat ukur audit energi

Perlengkapan K3 :

Aktifitas audit energi biasanya dilakukan di area yang berpotensi berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan kerja karena kondisi kerja ditempat atau obyek audit yang
panas, bertegangan, benda berputar dan lingkungan yang buruk seperti licin, berdebu
dan level ketinggian tertentu. Untuk itu menjadi kewajiban bagi auditor energi untuk
melengkapi diri dengan alat pelindung diri, menerapkan semua prosedur keselamatan,
mematuhi dan mengikuti petunjuk dan tanda peringatan sesuai ketentuan yang berlaku
di lokasi audit energi. Beberapa kelengkapan K3 yang perlu disiapkan dalam audit
energi adalah :

 Sepatu boot,
 Helmet,
 Ear plug
 Sarung tangan
 Kaca pelindung mata
 Perlengkapan lain yang dianggap perlu seperti pakaian kerja

Gambar 9.13 Contoh kelengkapan audit energi

Modul 9A
Hal. 19
3.6. Tim Audit Energi

Umumnya kegiatan audit energi dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari tiga atau
empat orang dengan latar belakang pengalaman : mekanikal, elektrikal dan kimia
tergantung pada objek yang di audit. Audit energi harus dilakukan oleh auditor energi
kompeten (bersertifikat) dan pengalaman audit disesuaikan dengan obyek atau fasilitas
yang akan diaudit. Uraian tentang kompetensi auditor energi telah dibahas pada bab
sebelumnya.

Gambar 9.14 Tim audit energi

Setelah metoda audit, jadual dan kelengkapan audit dan tim audit ditentukan ditentukan,
maka biaya audit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut dapat
ditentukan/dihitung. Biaya tersebut merupakan perjumlahan antara biaya tim audit
energi, biaya kelengkapan audit, dan biaya terkait lainnya.

Modul 9A
Hal. 20
Soal - Evaluasi:

Lingkarilah salah satu jawaban yang Saudara anggab paling benar

Aktifitas persiapan audit energi perlu dilakukan untuk : .

1. Menentukan sasaran audit energi, metoda audit, kelengkapan dan sumber daya yang
diperlukan.

2. Mengetahui besarnya penghematan energi

3. Mengetahui teknologi hemat energi

4. Memahami peraturan yang berkaitan dengan energi

2. Untuk menentukan sasaran energi audit pendekatan yang dilakukan adalah :

a) Diskusi dengan pihak terkait

b) Mengirimkan daftar pertanyaan

c) Mempelajari laporan audit energi pada perusahaan sejenis

d) Berdasarkan Teori Pareto atas data konsumsi energi

3. Daftar pertanyaan audit energi dibuat untuk :

a) Membantu auditor dalam pelaksanaan audit energi di lapangan

b) Mengumpulkan data dan informasi.

c) Mendapatkan gambaran peralatan energi yang akan di audit.

d) Keperluan laporan audit energi

4. Pedoman auditor energi dalam pelaksanaan audit energi adalah :

a) Apakah penggunaan energi sudah efisien.

b) Apa dan dimana energi digunakan, berapa konsumsi energi saat ini, apakah
konsumsi energi saat ini sudah sesuai, berapa penghematan energi apabila
perbaikan atau modifikasi diterapkan ?

c) Manfaat audit energi.

d) Peningkatan kinerja jika hemat energi diimplementasikan

Kunci Jawaban Soal : 1 (a); 2(d); 3(b); 4(b);

Modul 9A
Hal. 21
DAFTAR PUSTAKA

 SKKNI Manajer energi; KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN


TRANSMIGRASI NOMOR KEP. 321 /MEN/X[/2O11
 SKKNI Auditor energi KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.614/MEN/IX/2012.
 SNI 3 - Prosedur audit energi, BSN 2011.
 Introduction to Sustainable Energi Management; Development of the theoritical
Training “Curricula for Energi Managers and Energi Training prosedurs in ASEAN, A
proyect co- funded by the EC- ASEAN Energi Facility, BRGHT Company limited in
partnership with National Energi
 Energi Management Handbook. Sixt edition; by Wayne C. Turner – School of
Industrial Engineering and Management, Oklahoma State University; and Steve Doty
– Colorado Spring Utilities. Colorado Springs. Colorado 2006.
 Energi Efficiency Guide for Industry in Asia. UNEP Devision of Technology Industry
and Economic Regional Office for Asia/Pasific, United Nations Environment.
 The ASEAN – EC Cogen Program, Cooperation Program Between Europen
Community and ASEAN - Coordinated by AIT, Bangkok 1992.
 The Energi Manager Handbook, Gordon Payne, Second Edition, Wesbury House-
Great Britain 1980.
 Handbook of ENERGI AUDITS 6th Edition.Gordon A. Payne, February 1980.
 The Energi Manager Hand book, second edition. Unido Energi management cource,
Melbornne october 1985. gas and fuel corporation of victoria Energi management
centre.unido Energi management cource.
 Energi management manual, Melbornne october 1985,Gas and fuel corporation of
victoria Energi management centre.
 ETSU, Good practice guide 2, 1998.
 Berbagai Laporan Audit Energi, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi,
Jakarta.
 The Efficient Use of Energi, General Edititor: I.G.C. Dryden. Butterworths in
collaboration with the Institute of Energi acting on behalf of the UK Department of
Energi, 1982.
 Marerial Training on Capacity Development for Govermental EE&C policy makers,
Tokyo - JICA Japan Dec 2008 .

Modul 9A
Hal. 22
MODUL 9-B
PELAKSANAAN AUDIT ENERGI DI INDUSTRI

1. PENDAHULUAN

Modul ini berkaitan dengan aktifitas audit energi di industri mulai dari persiapan,
pengumpulan data, analisis data, identifikasi penghematan energi dan pembuatan laporan
audit energi. Hasil akhir dari kegiatan audit energi adalah laporan yang memuat potret
keseluruhan penggunaan energi, rekomendasi perbaikan efisiensi/kinerja pemanfaatan
energi di perusahaan. Dalam modul ini rangkaian kegiatan audit energi diuraikan secara
lengkap dengan tujuan menentukan ide-ide penghematan energi yang secara konkrit dapat
diterapkan dan akhirnya memberi manfaat dalam mengurangi biaya produksi/energi.
Langkah perbaikan efisiensi dalam hal ini merupakan solusi atas masalah energi yang ada
baik yang terkait perbaikan prosedur operasi yang bersifat no & low cost, pemeliharaan,
maupun perbaikan teknikal yang memerlukan finansial serta pertimbangan organisasional.

Manfaat Modul

Modul ini bermanfaat bagi pengelola energi bidang industri dan bagi mereka yang ingin
mengikuti uji diklat dan uji kompetensi dengan judul unit kompetensi melakukan audit
energi - kode unit kompetensi JPl. KE02.003.01.

Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran dari modul ini adalah membekali peserta pengetahuan tentang
kegiatan audit energi mulai dari persiapan, pengumpulan data, analisis data, identifikasi
penghematan energi, dan pembuatan laporan audit energi. Dengan mempelajari modul ini
pembaca diharapkan mampu menjelaskan keseluruhan proses pelaksanaan audit energi di
industri.

Kompetensi Dasar : Dengan mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu menjelaskan
langkah persiapan pelaksanaan audit energi, aktifitas pengumpulan data, teknik analisis data
dan identifikasi peluang penghematan energi, serta memahami format laporan dan
presentasi hasil audit energi.

Modul 9B
Hal. 1
Indikator Keberhasilan : Setelah mengikuti materi pembelajaran dalam modul ini peserta
diharapkan mampu menjelaskan:

 Persiapan pelaksanaan audit energi

 Pengumpulan data (data historis, data spesifikasi pemanfaat energi, pengukuran data
operasi, observasi visual pengoperasian peralatan dan pemanfaat energi, malakukan
wawancara dengan pengelola energi dan operator atau pelaksana lapangan.

 Memverifikasi dan validasi data

 Pengelompokan dan penggambaran data,

 Perhitungan konsumsi energi spesifik.

 Bechmarking (intensitas energi aktual dengan acuan atau standar)

 Analisis data .

 Identifikasi penghematan energi,

 Analisis ekonomi,

 Menentukan rekomendasi dan prioritas.

 Menyusun laporan sesuai format audit energi.

Audit Energi Dalam Sistem Manajemen Energi

Sistem manajemen energi berkelanjutan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kondisi


pemanfaatan energi yang tidak terkendali dan membantu organisasi mengontrol
penggunaan energi. Dengan menerapkan sistem manajemen energi, maka konsumsi energi
akan cendrung turun dan resultan hasil penghematan energi akan maksimal secara
konsisten (lihat gambar berikut).

Modul 9B
Hal. 2
Gambar 9.15 Manajemen Energi dan Penghematan Energi

Berbeda dengan organisasi yang tak menerapakan sistem manajemen energi berkelanjutan,
kinerja penggunaan energi tidak bisa diawasi dan hasil penghematan energi yang telah
diraih sulit dipertahankan. Seperti tampak pada gambar, pada saat issu berubah dan
perhatian manajemen beralih ke fokus lain yang bukan energi, maka konsumsi energi akan
kembali naik dan intensitas energi dapat lebih buruk dari sebelumnya. Audit energi selain
untuk mendapatkan potret pemanfaatan energi, juga untuk menentukan arah dan target
program konservasi energi. Informasi hasil audit energi seperti intensitas energi dapat
digunakan untuk mengetahui peluang penghematan eeneri, status pemanfaatan energi saat
ini dibandingkan dengan target, standar atau dengan perusahaan lain yang sejenis.

Kompetensi Kerja

Masing-masing professi memiliki tanggung jawab sesuai bidang kegiatan. Manajer energi
bertugas untuk mengkordinasikan aktifitas konservasi energi dan bertanggungjawab untuk
merealisasikan potensi penghematan energi yang ada. Sedangkan auditor energi bertugas
untuk memberi masukan kepada manajer energi solusi atas permasalahan yang timbul
terkait dengan efisiensi energi. Audit energi dalam prakteknya dilakukan oleh petugas teknis
atau auditor energi kompeten yang memahami berbagai aspek pemanfaatan energi seperti
desain, operasi, pemeliharaan tentang fasilitas energi yang diaudit. Kwalifikasi dan
pengalaman auditor harus sesuai dengan lingkup audit energi. Untuk audit energi rinci
adakalanya tim audit dilengkapi dengan auditor dengan latar belakang pengalaman khusus
misalnya terkait proses atau instrumen. Tujuan dilakukannya audit energi adalah untuk

Modul 9B
Hal. 3
mengetahui potret/kinerja aktual penggunaan energi dan memberi solusi atas masalah
ketidak efisienan energi yang timbul. Jika memang ditemukan adanya pemborosan energi
maka rekomendasi perbaikan dapat segera disampaikan ke manajer energi agar rencana
tindak segera dilakukan untuk menghindari pemborosan energi dan dampak buruk lain yang
tak diinginkan.

Standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) sebagai acuan untuk jabatan kerja
manajer energi industry diatur dalam keputusan menteri tenaga kerja & transmigrasi dengan
NOMOR KEP. 321 /MEN/X[/2O11. Uraian dan penjelasan lebih rinci tentang komponen unit
kompetensi terkait pelaksanaan audit energi di industry adalah sebagai berikut.

Kode Unit : JPI. KE 02.003.01


Judul Unit : Melakukan audit energi
Uraian Unit : Unit kompetensi ini berkaitan dengan proses pelaksanaan audit energi di
industri.

Elemen Kompetensi Kriteria Unjuk Kerja (KUK)

1. Melakukan persiapan audit energi 1.1. Langkah-langkah audit energi


disusun

1.2. Perangkat audit energi disiapkan

1.3. Kerangka waktu audit energi dibuat

1.4. Sumber daya disiapkan

2. Melaksanakan pengumpulan data audit 2.1. Data historis dikumpulkan


energi
2.2. Data spesifikasi pemanfaat energi
dicatat

2.3. Data operasi aktual diukur

2.4. Cara pengoperasian diamati

2.5. Wawancara dengan pengelola dan


pelaksana dilakukan

2.6. Data yang terkumpul diverifikasi dan


divalidasi

Modul 9B
Hal. 4
3. Menganalisis data hasil audit energi 3.1. Data dikelompokkan

3.2. Konsumsi energi spesifik dihitung

3.3. Intensitas energi aktual dengan


standar dibandingkan

3.3. Analisis statistik dilakukan

3.4.Analisis teknis dilakukan

4. Mengidentifikasi peluang penghematan 4.1. Peluang penghematan energi


energi ditetapkan

4.2. Analisis finansial dan ekonomi


dilakukan

4.3. Urutan prioritas ditetapkan

5. Membuat laporan audit energi 5.1. Format dan isi laporan disusun

Proses Pelaksanaan Audit Energi

Kegiatan secara keseluruhan pelaksanaan audit energi dijelaskan berikut ini. Sebelum
aktifitas pengumpulan data audit energi dilakukan, persiapan audit energi meliputi
penunjukan team audit terkait administrasi, dan persiapan kelengkapan pelaksanaan
pengumpulan data. Sedangkan langkah terkait dengan penentuan sasaran, jenis audit
energi, pengadaan kelengkapan audit energi, penentuan jadual, penetapan metode
pengumpulan data dan metoda analisis yang diperlukan, penentuan tim pelaksana audit,
peralatan ukur yang untuk survey lapangan, serta anggaran yang diperlukan membiayai
audit energi hingga selesai ditentukan pada unit kompetensi sebelumnya yaitu proses
persiapan audit energi. Gambar berikut adalah skema lengkap aktifitas audit energi di
industri.

Modul 9B
Hal. 5
Gambar 9.16 Skema rinci pelaksanaan audit energi

Sebagaimana pada gambar proses pelaksanaan audit energi di atas, kegiatan audit energi
meliputi persiapan, survei lapangan, analisis data hingga pelaporan secara keseluruhan
dijelaskan sebagai berikut.

 Persiapan. Kegiatan ini berkaitan dengan penentuan langkah audit yang akan
ditempuh, perangkat audit energi yang diperlukan, jadual audit energi, dan tim audit
yang akan melakukan.
 Pengumpulan data,
Mengumpulkan data historis terkait dengan fasilitas energi yang digunakan, konsumsi
energi, produksi, biaya atau tagihan energi, pengamatan visual kondisi fisik maupun
kondisi operasi, pengukuran parameter operasi fasilitas energi, wawancara / diskusi,
verifikasi dan validasi data.
 Analisis data ; yaitu mentabulasi dan menggambarkan data konsumsi energi,
menghitung intensitas energi, neraca enegi dan efisiensi energy, mengidentifikasi factor-
faktor yang mempengaruhi efisiensi energi,
 Identifikasi potensi penghematan energi; yaitu menghitung potensi penghematan energi,

Modul 9B
Hal. 6
mengevaluasi kelaian teknis. Analisa financial langkah konservasi yang diperlukan untuk
merealisasikan potensi penghematan energi dan menentukan prioritas pelaksanaan.
 Menyusun laporan dan membuat rekomendasi. Akhir kegiatan auditi energi adalah
laporan. Laporan dibuat dengan format tertentu yang memuat latar belakang, fakta dan
temuan, rekomendasi dan langkah yang diperlukan untuk merealisasikannya..

2. PELAKSANAAN AUDIT ENERGI

Pelaksanaan audit energi di lapangan utamanya adalah pengumpulan data. Metoda pengumpulan
data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder, pengukuran parameter operasi, observasi dan
wawancara. Sebagai pedoman dalam pengumpulan data adalah menjawab pertanyaan pokok berikut :

 Berapa jumlah konsumsi energi ?


 Dimana energi tersebut digunakan ?
 Apa faktor pendorong yang mempengaruhi konsumsi energi ?

Keinginan u n t u k menjawab pertanyaan di atas merupakan petunjuk awal dalam
pengumpulan data audit energi.

2.1. Aktivitas Pengumpulan Data.

Data yang perlu dikumpulkan meliputi data sekunder, data historis, data primer, data
teknis/spesifikasi pemanfaat energi dan informasi lainnya. Mengumpulkan data sekunder
seperti : data historis produksi dan konsumsi energi, data spesifikasi peralatan dan data system
manajemen energi. Data lain yang perlu dikumpulkan adalah data primer melalui pengukuran
langsung parameter operasi seperti suhu, tekanan, laju alir input dan output, serta observasi
data yang tersedia dari meteran yang terpasang, melakukan interview dan wawancara
langsung.

Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut yang disajikan baik oleh
pengumpul data primer atau pihak lain. Data primer adalah data yang didapat dari sumber
pertama baik dari individu seperti hasil pengisian kuesioner maupun pengukuran.

Data primer sistem kelistrikan :

 Beban operasi
 Ketidak-seimbangan arus.
 Ketidak-seimbangan tegangan.

Modul 9B
Hal. 7
 Faktor daya.
 Tingkat harmonik (THD) arus.
 Tingkat harmonik (THD) tegangan

Data primer sistem termal :

 Bahan bakar - Pembakaran


 Komposisi gas buang (O2, CO2)
 Suhu gas buang
 Suhu udara pembakaran
 Suhu permukaan isolasi
 Suhu produk (output)
 Suhu bahan input
 Suhu bahan buangan
 Laju alir bahan input
 Suhu dan laju alir daur ulang

Data primer proses produksi

 Bahan baku
 Bahan penolong
 Produk
 By produk
 Parameter operasi
 Beban operasi

Aktifitas pengumpulan data di lapangan adalah melihat, mencatat, mengukur, diskusi dan
wawancara, verifikasi dan validasi data serta mengkomunikasikan data ke pihak terkait.
Selain data historis seperti informasi umum seperti data teknis pemanfaat energi
(kapasitas, jumlah unit operasi, performance actual & disain serta informasi lainnya yang
diperlukan adalah :

 Konsumen energi utama


 Tingkat produksi, beban peralatan, jam kerja
 Standar (SOP) yang digunakan
 Petugas energi , kompetensi
 Sistem manajemen energi
 Pemeliharaan (jadual dan pelaksanaan)
 Indikator keberhasilan kinerja.

Data dan informasi audit energi harus memadai dan berkwalitas untuk keperluan analisis.

Modul 9B
Hal. 8
Gambar 6.17 Aktifitas pengumpulan data primer

Setelah data terkumpul, maka aktifitas selanjutnya adalah verifikasi dan validasi data
untuk memastikan bahwa data tersebut adalah benar, valid dan mewakili kondisi aktual.

Data historis

Data historis meliputi konsumsi energi dan produksi bulanan beberapa tahun terakhir, data
spesifikasi peralatan meliputi jenis teknologi peralatan atau proses yang digunakan,
kapasitas terpasang, beban operasi, jumlah unit peralatan yang dioperasikan serta
fungsinya dalam proses produksi (utama atau pendukung/stand – by). Data lain yang perlu
dikumpulkan antara lain terkait dengan operasi seperti jadual operasi per hari, hari kerja
pertahun ; parameter operasi seperti : suhu, tekanan, O2 & CO2 pada stack gas, target,
standar operasi yang digunakan, data aktual dan masalah pemeliharaan.

Observasi & Pengamatan visual

Pengamatan visual perlu untuk memastikan apakah jenis teknologi peralatan yang
digunakan sudah tergolong hemat energi, kondisi operasi apakah sesuai dengan prosedur,
dan pemeliharaan apakah dilakukan sesuai rencana dan dengan prosedur yang berlaku.
Contoh berikut adalah data beban dan hasil observasi saat audit energi dilakukan.

Modul 9B
Hal. 9
Gambar 6.18 Grafik Arus tak Seimbang

Observasi visual perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik peralatan energi,
operasi/pemeliharaan peralatan energi. Lihat dan perhatikan apakah ada pemborosan
energi, penggunaan energi untuk hal-hal yang tidak perlu, peralatan idle, kurang efisien, tak
sesuai prosedur/SOP, kondisi pemeliharaan, instrumen kontrol apakah tersedia dan
berfungsi dengan baik. Contoh berikut adalah hasil observasi langsung terkait dengan
masalah pemeliharaan motor. Seperti tampak pada gambar salah satu dari belt transmissi
motor kendor, hal ini mengindikasikan pemeliharaan yang salah dan adanya pemborosan
energi pada system tranmissi motor.

Gambar 6.19 Data primer hasil observasi

Wawancara dan Diskusi

Untuk melengkapi data dan informasi lakukan diskusi dengan operarator, petugas teknik dan
manajer terkait juga perlu dilakukan antara lain untuk mendapatkan gambaran terkait dengan
pelaksanaan pemeliharaan, standar atau prosedur yang berlaku, komitmen managemen
tentang energi, organisasi dan rencana pengembangan ke depan. Interview merupakan faktor
penting dalam pengumpulan data, karena hal ini dapat dimanfaatkan menggali ide-ide

Modul 9B
Hal. 10
berharga dari orang atau group yang diwawancara. Informasi atau idea dimaksud meliputi
berbagai aspek seperti efisiensi operasi peralatan, kendala operasi serta permasalahan lain
seperti pemeliharaan, penggantian atau modifikasi.

Gambar 6.20 Interview

Orang yang tepat untuk diinterview biasanya adalah senior management, enginer,
manajer produksi/operasi dan operator. Mereka ini perlu ditanyakan berbagai hal termasuk
pendapat pribadi tentang efisiensi dan penggunaan energi. Hal-hal yang perlu ditanyakan
tentu saja disesuaikan dengan tingkat jabatan serta tanggung jawabnya.

2.2. Teknik Pengumpulan Data

Aktifitas pengumpulan data dalam audit energi secara keseluruhan dapat dikelompokkan
atas : melihat, mencatat, mengukur, wawancara, dan diskusi. Untuk audit energi data yang
perlu dikumpulkan antara lain adalah :

 Gambar denah (as-built drowing) fasilitas atau peralatan energi.


 Konsumsi energy (input) dan produksi/jasa/m2 (output) yang dihasilkan (sebaiknya
satu atau dua tahun terakhir).
 Data teknologi/peralatan energi (Jenis dan jumlah, kapasitas, specifikasi teknis).
 Kondisi operasi fasilitas energi (jam operasi, profil dan factor beban).
 Parameter operasi fasilitas energi (suhu, RH, CO2, RH, level cahaya dll)
 Hasil pengamatan visual.
 Jadual dan pelaksanaan pemeliharaan.
 Komitmen manajemen tentang energi
 Organisasi dan rencana pengembangan.

Modul 9B
Hal. 11
Pengumpulan Data Sekunder

Teknik umum pengumpulan data sekunder adalah dengan menggunakan data yang
tersedia. Kumpulkan data konsumsi energi dan produksi yang sudah tersedia misalnya data
rekap produksi dan produksi selama beberapa tahun terakhir, data tagihan listrik, data
laporan manajemen atau laporan audit energi sebelumnya. Berikut adalah contoh data
sekunder (historis konsumsi & produksi) pada suatu system pembangkit.

Contoh data sekunder lainnya adalah tagihan listrik. Dalam tagihan listrik PLN misalnya,
elemen kunci dari data listrik yang ada dan perlu diketahui adalah sebagai berikut:

 Tarif harga kontrak


 Tanggal rekening listrik
 Angka penunjukan meter
 Jumlah pemakaian ( WBP dan LWBP, rasio WBP dan LWBP)
 Kapasitas daya terpasang
 Kebutuhan daya maximum
 Rasio kebutuhan max dan daya terpasang
 Faktor daya, dan faktor beban, tarif listrik dan kWh
Selain yang disebutkan di atas, dari meteran listrik beberapa data penting dapat langsung
diketahui seperti :

Modul 9B
Hal. 12
 Angka pembacaan meter.
 WBP, LWBP. dan rasio WBP dengan LWBP dapat dihitung.

Biaya beban yang dinyatakan dalam Rp/kVA, mewakil unsur-unsur biaya tetap yang
berkaitan dengan investasi pembangkit dan jaringan listrik. Sedangkan data pemakaian
energi listrik diperoleh dari rekening listrik bulan terakhir seperti contoh berikut:

Rekening Listrik Bulan April 2005, golongan tarif: P2, dan daya terpasang : 526 KVA.

Harga per kWh : LWBP (Blok I) : Rp. 379,00; WBP (Blok II) : Rp. 530,60; dan KVARH
(Blok III) : Rp. 639,00. Pemakaian energi listrik (kWh) selama bulan April 2005 dapat
dihitung berdasarkan data yang tertera dalam rekening listrik PLN tersebut sebagai berikut :

Meter Akhir Yang lalu Faktor kali Pemakaian

LWBP 2510 2070 150 66000

WBP 247 213 150 5100

KVARH 1828 1518 150 46500

Dari contoh table di atas konsumsi listrik selama satu bulan (april) dapat dihitung yaitu :
Total konsumsi (LWBP + WBP) : 66000 + 5100 = 71100 kWh. Cos Ф atau faktor daya
dapat diperkirakan berdasarkan data KVARH dalam rekening tagihan PLN. Data konsumsi
listrik dalam kWh per bulan dan informasi penting lainnya dapat dilihat atau dihitung dari data
tagihan listrik tersebut misalnya sebagai berikut.

Tan Ф = KVARH/kWH = 46500/71100 = 0.6540; Ф = 33.1846. Cos Ф = 0.8369. Sesuai


ketentuan PLN, yang tidak terkena kelebihan KVARH adalah pelanggan dengan CosФ >
0.85. Dengan demikian dari contoh rekening listrik bulan april di atas dapat dibuat data
rincian sbb:

- LWBP : Rp. 25.514.280

- WBP : Rp. 2.760.180

- KVARH : Rp. 1.575.775

Modul 9B
Hal. 13
- PTL : Rp. 12.518800

- Trafo : Rp. 1.446.500

- Total : Rp. 43.815.535

Spesifikasi Proses & Peralatan Pemanfaat Energi.

Informasi tentang spesifikasi peralatan seperti jenis, kapasitas, tahun pembuatan dapat
dikumpulkan di lapangan saat audit energi. Gambar berikut adalah contoh data spesifikasi
motor listrik hasil pengumpulan data.

Gambat 9.21 Data Spesifikasi motor listrik.

Contoh di atas adalah spesifikasi motor listrik. Data spesifikasi tersebut menginformasikan
kapasitas (kW) motor, design dan klas motor. Disain motor adalah B menginformasikan motor
tersebut adalah dengan normal torque, low starting current . Jika klas motor adalah F, maka ini:
menginformasikan tentang kemampuan motor menahan suhu operasi di dalam belitan
(operating temperature capabilities).

Informasi penting terkait pengoperasian peralatan energi yang perlu dikumpulkan saat audit
energi adalah kondisi operasi peralatan energi misalnya apakah ada peralatan energi yang
idle atau beroperasi tidak produktif, tak terkendali, tidak efisien, dioperasikan tak sesuai
prosedur/SOP, apakah alat kendali tersedia dan berfungsi dengan baik. Informasi penting
terkait fisik maupun kondisi operasional dapat diperoleh melalui observasi maupun
pemeriksaan langsung. Contoh data hasil pemeriksaan kondisi operasi pada system motor
& fan dengan menggunakan thermography sebagaimana ditunjukkan dalam gambar.

Modul 9B
Hal. 14
Gambar 9.22 Hasil pemeriksaan termography pada system fan

Berdasarkan data hasil pemeriksaan tersebut diperoleh informasi yang sangat penting
terkait dengan rugi-rugi energi pada motor dan masalah pemeliharaan

Contoh

Contoh berikut ini adalah hasil observasi instalasisistem AC. Penempatan Outdoor AC yang
salah seperti tampak pada gambar menjadikan kinerja operasi AC buruk dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan beban pendinginan yang diperlukan. Instalasi AC yang salah dan
seperti ini merupakan sumber pemborosan energi yang tak perlu terjadi.

Gambar 9.23 Instalasi penempatan outdoor AC salah

Melalui observasi sejumlah informasi terkait obyek audit yang tak terdokumentasi dengan
baik tenttang teknologi peralatan, kapasitas, klas atau tipe pemanfaat energi yang dapat
diperoleh. Informasi tentang proses/peralatan pemanfaat energi diperlukan dalam analisis
data pemanfaatan energi. Perlunya informasi teknologi tersebut dalam analisis data dapat
dilihat pada beberapa contoh sebagai berikut.

Modul 9B
Hal. 15
Lampu

Jenis dan teknologi lampu mempengaruhi efikasi atau kinerja lampu. Pada gambar berikut
ditunjukkan adanya perbedaan signifikan efisiensi lampu yang diindikasikan dengan
lumen/Watt. Lampu pijar dalam contoh ini menghasilkan 14 lumen/Watt, sedangkan jenis lampu
neon, CFL dan LED masing-masing menghasilan cahaya sebesar 50, (50 – 55), dan (70-90)
lumen per Watt.

Gambar 9.24 Perkembangan Teknologi Lampu.

Sistem AC

Sistem AC baik sentral maupun split memiliki rentang kinerja yang berbeda tergantung
jenis dan teknologi AC tersebut. Indikator efisiensi pada mesin AC adalah COP atau EER.

Gambar 9.24 Teknologi AC

Modul 9B
Hal. 16
Pengertian secara umum COP dengan EER adalah sama, namum satuan yang digunakaan
berbeda sebagaimana dijelaskan berikut.

COP adalah perbandingan antara cooling output (kW) dengan input energy yang dibutuhkan
AC (kW).. Sedangkan EER didefinisikan dengan perbandingan antara cooling output
(Btu/jam)dengan input energy (kW) yang dibutuhkan AC (kW). Dengan konversi satuan
listrik dan termal adalah: 1 kWh = 860 kcal = 3600kJ, maka konversi antara kedua indicator
COP dan EER adalah sebagai berikut : 1 COP = 3.42 EER, atau 1 EER = 0.292 COP.
Untuk AC sentral (chiller), indicator kinerja umumnya dinyatakan dengan kW/Ton Ref. Ton
Ref adalah satuan termal dengan besaran I (satu) Ton Ref = 12.000 BTU/jam.
Perkembangan kinerja sistem AC (chiller) menunjukkan perbaikan yang cukup significant
dari tahun ke tahun sebagaimana tampak pada gambar berikut.

Gambar 9.25 Perkembangan Efisiensi AC

Data Primer

Bagaimana energi dikonsumsi, didistribusikan, dimanfaatkan dan dikelola dipelajari dari profil
penggunaan energi. Profil pemakaian energi menggambarkan penggunaan energi secara
keseluruhan seperti dimana energi digunakan, unit pengguna energi terbesar serta jenis
energi yang digunakan. Profil energi seperti gambar berikut dapat dibuat berdasarkan data
sekunder dan data primer hasil pengukuran.

Modul 9B
Hal. 17
Gambar 9.26 Profil Pemakaian Energi Industri

Gambar 9.27 Pemakaian energi berdasarkan unit dan jenis energi

Karakteristik Beban

Mengetahui pola pembebanan suatu pemamfaat energi khususnya yang konsumsi


energinya significan adalah penting bagi tim audit energi dalam membuat analisis data.
Karakteristik beban pada suatu pemanfaat energi umumnya berkaitan dengan kinerja
energinya. Untuk mengetahui beban operasi bisa didapat dengan pengukuran langsung
pada obyek audit (peralatan). Pengukuran beban menjelaskan bagaimana profil beban dari
waktu ke waktu. Analisis beban pada pemanfaat energi listrik maupun termal perlu dilakukan
karena salah satu faktor pendorong perubahan kinerja pemamfaatan energi adalah beban
kerja. Beberapa contoh uraian tentang adanya hubungan antara faktor beban dengan kinerja
dijelaskan berikut ini.

Beban Operasi
Pemborosan energi sering timbul karena beban operasi yang rendah. Banyak alasan
mengapa beban operasi suatu pemanfaat energi menjadi rendah. Pada waktu memilih

Modul 9B
Hal. 18
peralatan misalnya motor listrik, cara yang ditempuh menentukan ukuran motor umumnya
adalah spekulatif. Dalam menentukan ukuran motor sering timbul adanya kehawatiran
sehingga kapasitas motor dipilih lebih besar dari ukuran yang seharusnya diperlukan.
Selanjutnya si engineer yang mendisain motor tersebut bukan satu-satunya penentu dalam
pengadaan motor, tetapi ada pihak lain yang berperan seperti kontraktor, bagian pengadaan,
serta ukuran motor yang tersedia di pasaran tidak selalu sesuai dengan yang ditentukan.
Oleh karena bayak pihak terlibat dalam pengadaan motor tersebut dan dengan
pertimbangan masing-masing pihak berbeda-beda, maka motor yang terpasang menjadi
oversize sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut. Alasan lain dibalik motor oversize
adalah faktor pemeliharaan secara keseluruhan yaitu untuk membatasi jumlah motor
stock/cadangan.

Gambar 9.28 Pemilihan daya motor dengan cara spekulatip

Motor yang besar (oversize) selain biaya investasi awal lebih besar juga beban
operasinya rendah sehingga efisiensi motor turun akibat faktor beban yang rendah. Selain
itu pada beban rendah power factor motor turun, hal ini turut memberi konstribusi
rendahnya efisiensi motor (lihat gambar berikut).

Modul 9B
Hal. 19
Gambar 9.29 Pengaruh faktor beban terhadap efisiensi motor

Pengoperasian motor dengan faktor beban kurang dari 50 % menjadikan efisiensi dan
power faktor turun drastis. Efisiensi motor juga dipengaruhi ukuran daya motor dan klass
motor sebagaimana ditetapkan oleh IEC yang ditunjukkan pada grafik sebagai berikut.

Gambar 9.30 Efisiensi motor vs Kapasitas dan klass motor

Distribusi Beban Energi

Modul 9B
Hal. 20
Yaitu menjelaskan bagaimana energi terdistribusi dan dikonversikan menjadi energi
bermanfaat sebagaimana tertera dalam gambar berikut. Profil distribusi data dapat dubuat
jika pengukuran dilakukan.

Gambar 9.31 Contoh Distribusi Energi Sistem Kelistrikan

Mengetahui parameter yang berpengaruh terhadap efisiensi pemanfaatan energi harus


dilihat secara menyeluruh mulai dari sisi supply energi hingga pemanfaat akhir. Gambar
berikut adalah contoh sederhana tentang berbagai kemungkinan penghematan energi pada
sistem pompa yang harus dipilih dan dipertimbangkan dalam pengumpulan data saat audit
energi dilakuklan (berdasarkan prioritas).

Gambar 9.32 Berbagai peluang untuk perbaikan efisiensi energi

Modul 9B
Hal. 21
Contoh lainnya pengumpulan data primer adalah pemeriksan parameter operasi. Kinerja
operasi actual peralatan pemanfaat energi dapat dihitung jika data parameter operasi
tersedia. Parameter operasi dapat dperoleh dengan mengukur maupun memeriksa meter
yang terpasang. Contoh berikut adalah pemeriksaan parameter suhu masuk dan keluar
pada cooling tower. Kinerja cooling tower dapat dihitung dan dievaluasi jika suhu inlet,
outlet air serta suhu basah udara pendingin diketahui/diukur.

Gambar 9.33 Pengumpulan data primer- operasi pada cooling tower

2.3. Validasi dan Verifikasi Data

Dalam kegiatan pengumpulan data, validasi dan verifikasi data harus dilakukan untuk
memastikan bahwa semua data yang terkumpul benar & akurat dengan cara memeriksa dan
konfirmasi data baik primer (sistem kelistrikan, sistem termal dan proses produksi) maupun
data sekunder dan data sistem manajemen energi. Validasi dan verifikasi data primer
dilakukan terhadap data spesifikasi disain, performace test, standar, dan hal lain yang sesuai
teori teori misalnya pada system pembakaran.

2.4. Mengklarifikasi Data hasil Survei

Klarifikasi data hasil survei dilakukan dengan cara mengkomunikasikannya pada pihak
terkait. Data sekunder seperti data historis maupun data umum, produksi & konsumsi
energi, data spesifikasi teknis pemanfaat energi, kapasitas terpasang, jumlah unit
dioperasikan, performance (actual, disain) harus dikomunikasikan dengan petugas yang
relevan untuk memastikan bahwa data tersebut benar, representatif dan dapat digunakan.
Data sekunder lainnya yang perlu dikomunikasikan antara lain konsumen energi utama,
tingkat produksi, beban operasi peralatan, jam kerja, standar (SOP) yang digunakan,

Modul 9B
Hal. 22
kompetensi petugas energi, sistem manajemen energi dan penerapannya, pemeliharaan,
indikator kinerja yang digunakan. Demikian juga dengan data primer yang terkumpul seperti
data sistem kelistrikan, system termal, dan proses produksi harus divalidasi, diverifikasi, dan
dikomunikasikan dengan pihak terkait yang relevan.

Data Manajemen Energi

Satus energi manajemen adalah potret terkait dengan system manajemen energi yang
diterapkan seperti kebijakan energi perusahaan, sistem manajemen energi yang ada, tingkat
kesadaran dan kompetensi kariawan, organisasi, motivasi, sistem informasi, promosi dan
investasi di bidang efisiensi energi. Profil organisasi perusahaan tentang konservasi energi
dapat dilihat dari kebijakan dan aktifitas yang diterapkan terkait efisiensi energi misalnya
perubahan perilaku dari sadar, menjadi ingin tau lebih rinci tentang teknik hemat energi,
manfaat hemat energi dan ke tindakan nyata/implementasi efisiensi energi. Perubahan
perilaku hemat energi tidak berbeda jauh dengan yang diterapkan dalam mempromosikan
suatu produk seperti digambarkan berikut ini.

Gambar 9.34 Perubahan perilaku

Adanya system manajemen energi yang berkelanjutan akan memotivasi kariawan


melakukan penghematan energi secara konsisten di lingkungan organisasi tercermin dalam
kinerja penggunaan energi perusahaan yang terus membaik.

Modul 9B
Hal. 23
Status Manajemen Energi

Data tentang menajemen energi merupakan informasi yang perlu dan efektif untuk
mengevaluasi kinerja organisasi dalam manjemen energi. Metode matrik manajemen energi
umumnya dapat dipakai untuk mengidentifikasi penerapan sistem manajemen energi dalam
upaya peningkatan efisiensi energi perusahaan. Setiap kolom dalam matriks berkaitan
dengan satu dari enam issu krusial sistem menajemen energi yaitu, kebijakan energi,
motivasi pada staf, sistem tracking, pemantauan dan pelaporan, kesadaran/pelatihan,
promosi dan investasi. Contoh matriks manajemen energi ditunjukkan sebagai berikut.
Tujuan dari penerapan matriks tersebut adalah untuk berusaha meningkatkan diri dengan
bergerak semakin ke level atasnya, sekaligus berusaha untuk menyeimbangkan pada
masing-masing kolomnya. Baris 0 s/d 4 merepresentasikan kenaikan/perbaikan dari masing-
masing isu tersebut.

Level 0

Manajemen energi bukan merupakan agenda dari organisasi. Tidak ada kebijakan
manajemen energi, tidak ada struktur menajemen energi formal, tidak ada pelaporan, tidak
ada orang yang khusus menangani energi.

KEBIJAKAN ORGANISA MOTIVASI SISTEM PROMOSI INVESTASI


DAN SISTEM SI INFORMASI

4 Kebijakan formal Manajemen Komunikasi Sistem Pemasaran Pemisahan


konservasi energi telah formal dan menyeluruh nilai bahan yang jelas
energi dan terintegrasi informal yang membuat dan energi, pada
Formal
sistem dalam target, efisiensi skema
secara
manajemen, struktur reguler yang pemantauanda energi, investasi
rencana aksi manajemen. dilakukan n konsumsi kinerja konservasi
dan review Pendelegasi oleh energi dan manajemen energi
reguler dengan an tanggung manajer buangan, energi dengan
komitmen dari jawab yang energi dan emisi, dalam pengkajian
manajemen jelas akan semua identifikasi organisasi rinci
tingkat staf .
senior atau penggunaan kesalahan, maupun peluang
bagian dari energi. jumlah biaya diluar bagi
strategi korporat. dan organisasi. membangu
penghematan n baru dan
serta perbaikan
pemantauan

Modul 9B
Hal. 24
anggaran

3 Kebijakan formal Manajer Komite Laporan Program Kriteria pay


konservasi energi yang energi monitoring dan pelatihan back untuk
energi, sistem accountable sebagai sasaran untuk untuk staf, semua
manajemen
pada komite saluran masing-masing kesadaran investasi.
belum formal,
dan manajemen energi yang utama individu dan Kajian
puncak belum diketuai oleh bersamaan berdasar pada kampanye singkat
mempunyai anggota sebagai sub-metering/ reguler untuk
komitmen aktif. darimanajm kontak monitoring membangu
ene puncak langsung tetapi n baru dan
dengan penghematan peluang
pengguna tidak peningkata
energi yang dilaporkan n.
besar pada
pengguna
secara efektif

2 Kebijakan energi Manajer Kontak Laporan Kesadaran Investasi


informal dibuat energi dengan Pemantauan pada menggunak
oleh manajer sudah ada, pengguna dan sasaran beberapa an kriteria
melaporkan
energi atau energi besar berdasar pada staf umum short term
ke komite
manager ad-hoc tapi melalui ad- meter dan pay back
departemen garis hoc yang supplai/data pelatihan criteria
senior manajerial diketuai oleh pengukuran
dan otoritas manager dan tagihan.
belum jelas senior Staff energi
departemen diikut sertakan
secara tidak
langsung pada
pembuatan.

1 Petunjuk belum Manajer Kontak Laporan biaya Kontak Hanya


dibuat energi Informal berdasar pada Informal langkah
dilakukan antara data tagihan. contacts berbiaya
oleh engineer Enginner digunakau rendah
seseorang dan mengkompilasi untuk dilakukan
bersifat beberapa laporan untuk mempromos
paruh waktu pengguna penggunaan ikan

Modul 9B
Hal. 25
dengan energi internal konservasi
pengaruh berkaitan energi
dan otoritas dengan
terbatas departemen
teknis

0 Tidak ada Tidak ada Tak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
kebijakan secara manajer kontak sistem promosi investasi
eksplisit energi atau dengan informasi. konservasi pada
formal pengguna Tidak ada energi peningkata
organisasi energi akuntansi n efisiensi
yang konsumsi energi
bertanggung bahan dan
jawab energi
terhadap
penggunaan
energi

Level 1

Selangkah lebih maju dalam manajemen energi. Akan tetapi masih belum ada kebijakan
resmi manajemen energi meskipun sudah ada penunjukan manajer energi. Manajer energi
mempromosikan kesadaran energi melalui jaringan informal yang longgar yang langsung
berhubungan dengan konsumsi energi manajer ini juga memberikan saran dan rekomendasi.

Level 2

Pentingnya manajemen energi sudah dipahami oleh manajemen senior, akan tetapi dalam
prakteknya masih belum ada komitmen atau dukungan dalam aktivitas manajemen energi.

Level 3

Manajer senior sudah memahami nilai dari program penghematan energi. Isu konsumsi
energi sudah masuk secara terintegrasi dalam struktur organisasi. Sudah ada sistem
informasi dan pelaporan yang lengkap. Selain itu juga sudah disetujui sistem manajemen
energi dan investasi.

Level 4

Modul 9B
Hal. 26
Konsumsi energi sudah merupakan prioritas utama di seluruh organisasi. Kinerja aktual
dipantau secara rutin dan dibandingkan dengan target serta keuntungan langkah-langkah
efisiensi dihitung. Pencapaian di bidang manajemen energi dilaporkan dengan baik dan
konsumsi energi dihubungkan dengan isu lingkungan hidup. Manajer senior sangat
berkomitmen dengan efisiensi energi.

Contoh gambar matrik manajemen di atas menunjukkan bahwa manajemen energi belum
merupakan agenda kegiatan yang terencana dari organisasi/perusahaan. Meskipun semua
lini organisasi telah mengetahui bahwa energi merupakan bagian penting dari jalannya
perusahaan, namun belum ada inisiatif bagaimana mengelolanya dengan baik. Hal ini
terlihat dari belum adanya kebijakan manajemen tentang pengelolaan energi baik yang
bersifat mandiri maupun yang terkait dengan produktifitas. Dengan belum adanya kebijakan,
maka perusahaan belum mempunyai struktur menajemen energi secara formal maupun
fungsional dalam organisasi. Karena belum adanya organisasi formal maka belum ada
pelaporan yang menyangkut kegiatan manajemen energi, pelaporan energi masih termasuk
dalam kegiatan lain seperti produksi dan pemantauan akuntansi.

3. ANALISIS DATA

Analisis data adalah aktifitas audit energi paska pengumpulan data lapangan (post site visit).
Analisis data ini menjadi penting karena terkait dengan hasil akhir dari audit energi yaitu
menjawab pertanyaan apakah audit energi yang telah dilakukan memberi manfaat bagi
perusahaan dalam menentukan arah kebijakan energi dan membuat rencana aksi efisiensi
energi. Analisis dilakukan atas seluruh data dan informasi yang terkumpul dan hasilnya
dituangkan dalam laporan audit energi. Hasil analisis data merupakan dasar dalam
menghitung potensi penghematan energi, menyusun laporan yang komprehensip dan
membuat rekomendasi. Inti dari laporan audit adalah rekomendasi yang terkait dengan
perbaikan efisiensi energi meliputi aspek organisasi, penggantian/modifikasi peralatan,
training operator, perubahan prosedur operasi dan pemeliharaan. Dengan analisis data
inilah tim auditor energi dapat mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dalam
pemanfaatan energi dan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensinya.
Bagaimana teknik analisis data dan perhitungan potensi penghematan energi akan dibahas
berikut ini.

Modul 9B
Hal. 27
Langkah penting dalam analisis data adalah mengkelompokkan data historis penggunaan
energi, menghitung intensitas energi, menggambarkan data pemakaian energi dan
intensitas energi, membuat kecendrungan dan penyebaran data konsumsi dan intensitas
energi, menghitung efisiensi energi, rugi-rugi energi dan membuat neraca energi,
menentukan parameter operasi atau factor lain yang berpengaruh dominan terhadap
efisiensi energi atau intensitas energi. Selanjutnya adalah membandingkan intensitas energi
atau efisiensi energi dengan acuan (standar, disain, performance test, target atau peralatan
yang sejenis). Identifikasi potensi penghematan energi dilakukan dengan cara menghitung
perbedaan intensitas energi atual dengan acuan/standar, atau dengan membandingkan
efisiensi operasi actual dengan efisiensi energi jika rugi-rugi energi dihilangkan/dikurangi,
jika parameter operasi yang mempengaruhi efisiensi dirubah. Atau jika modifikasi
pemanfaat energi termasuk penggunaan jenis energi tertentu yang lebih sesuai. Setelah
potensi penghemaytan energi diidentifikasi, maka kelaikan teknis dan ekonomis
penghematan energi tersebut dikaji, dibuat prioritas berdasarkan mudah tidaknya
diimplementasi, berdasarkan investasi yang siperlukan atau berdasarkan besarnya nilai
penghematan energi/biaya produksi. Sebelum analisis data dilakukan perlu dipahami hal
berikut.

Indikator Kinerja Pemakaian Energi

Indikator kinerja pemakaian energi umumnya diartikan sebagai perbandingan antara input
(konsumsi energi) dengan output (produk atau jasa) yang dihasilkan. Indikator pemakaian
energi ini biasa juga disebut dengan istilah intensitas energi maupun konsumsi energi
spesifik. Namun pengertian indikator efisiensi energi dalam praktek mempunyai arti yang
luas.

Makna dari indikator efisiensi energi adalah menunjukkan seberapa efisien suatu pemanfaat
energi menggunakan energi. Intensitas energi pada pemanfaat energi didefinisikan sebagai
jumlah konsumsi energi untuk menghasilkan satu unit produk. Konsumsi energi spesifik
adalah istilah lain yang maknanya sama dengan intensitas energi. Intensitas energi
umumnya diartikan sebagai rasio antara konsumsi energi (input) dengan produk yang
dihasilkan (output). Di kalangan praktisi (industry), indikator kinerja pemanfaatan energi yang
sering digunakan adalah perbandingan antara :

 Output dengan Input energi atau Input energi dengan output

Modul 9B
Hal. 28
 Input energi dengan input bahan baku
 Input energi per periode waktu
 Periode proses atau siklus waktu per proses.

Input energi dalam hal ini dapat dinyatakan dalam satuan fisik energi yang dikonsumsi
seperti : liter bbm, ton setara minyak , ton batubara, atau satuan energi seperti : kcal, kWh,
kJ. Sedangkan output yang dihasilkan satuannya disesuaikan dengan unit yang dihasilkan
misalnya : ton produksi, kwintal, ball, meter kubik, meter, dan kWh (untuk pembangkit
listrik). Beberapa contoh rasio antara input energi dan output yang dihasilkan adalah :
liter/ton; kWh/ton;kJ/m3 ; kcal/ton; kJ/m3; kWh/ball; Kcal/kWh.

Indikator lain yang juga sering digunakan dalam praktek adalah rasio antara input energi
dengan input bahan baku. Input bahan baku dinyatakan dalam satuan fisik bahan baku
seperti : ton, kwintal atau m3. Contoh kinerja pemanfaatan energi yang dinyatakan dengan
ratio antara input energi dengan input bahan baku adalah : kcal/ton, kcal/kwintal; kWh/m3.

Rasio antara input energi yang dikonsumsi per periode waktu juga dapat digunakan sebagai
indicator pemanfaatan energi di industry tertentu. Indicator kinerja ini mengidikasikan
lamanya periode waktuatau satuan periode waktu yang digunakan (jam, menit) untuk
menghasilkan produk tertentu misalnya tap to tap time (menit, jam) yang sering dipakai
pada industry peleburan besi dan baja. Atau bias juga dinyatakan dalam jumlah siklus
proses produksi per satuan periode misalnya (heat per day) pada industry peleburan.,

Mengolah data

Mengolah data sekunder dan data primer maksudnya adalah membuat tabulasi data,
pengelompokan data dan penggambaran data konsumsi energi dan intensitas energi.
Contoh berikut adalah tabulasi data konsumsi energi dan produksi pada periode tertentu.

Tabel 9.2 Produksi dan konsumsi energi

No. Bulan kWh Produksi (kg)

1. Januari 700.634 1.210.396


2. Februari 581.476 1.019.099
3. Maret 713.530 1.246.679
4. April 599.639 1.040.561

Modul 9B
Hal. 29
5. Mei 645.228,8 1.054.481
6. Juni 668.059,2 1.078.973
7. Juli 576.673,6 1.037.957
8. Agustus 588.849,6 1.018.645
9. September 509.059,2 990.757

Berdasarkan data konsumsi energi dan produksi tersebut intensitas energi dihitung
sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 9.3 Produksi dan konsumsi dan intensitas energi

No. Bulan kWh Produksi (kg) Intensitas energi (kWh/kg)

1. Januari 700.634 1.210.396 1.72


2. Februari 581.476 1.019.099 1.75
3. Maret 713.530 1.246.679 1.74
4. April 599.639 1.040.561 1.73
5. Mei 645.228,8 1.054.481 1.63
6. Juni 668.059,2 1.078.973 1.61
7. Juli 576.673,6 1.037.957 1.76
8. Agustus 588.849,6 1.018.645 1.72
9. September 509.059,2 990.7570 1.94

Pengelompokan Data Jenis & Unit Penggunaan Energi

Penguna energi utama (signifikan) dapat dikelompokkan berdasarkan unit pengguna energi
maupun jenis energi yang dikonsumsi. Contoh berikut adalah hasil analisis data
berdasarkan unit pengguna dan sumber energi dikonsumsi.

Modul 9B
Hal. 30
Gambar 9.35. Contoh Pengguna energi significan berdasarkan unit dan jenis energi

Penggambaran Data

Untuk mengetahui apa yang terjadi dalam proses pemanfaatan energi, maka sangat baik jika
data ditampilkan dalam bentuk gambar/grafik, sehingga secara visual dapat dengan mudah
dipahami berbagai perubahan/variasi pemakaian/intensitas energi jika dibandingkan dengan
penyajian dalam bentuk angka-angka atau tabel. Pada umumnya gambar merupakan alat yang
efektif untuk memperlihatkan hubungan antara energi dengan parameter operasi maupun waktu
dan menerangkan apa yang terjadi tentang proses pemanfaatan energi pada periode waktu
tersebut. Sebagai langkah awal analisis data buatlah gambar grafik konsumsi/intensitas energi vs
waktu ke waktu dalam grafik sederhana seperti pada gambar berikut.

Gambar 9.36 Kecendrungan produksi, konsumsi energi dan biaya energi

Modul 9B
Hal. 31
Meskipun hanya gambaran dasar, grafik tersebut dapat lebih menjelaskan kecendrungan
konsumsi energi dibandingkan dengan penyajian sebuah kolom table dengan angka-angka.

Pada gambar contoh tersebut tampak adanya perubahan intensitas energi/biaya energi dan
produksi terhadap waktu/bulan. Kondisi tersebut bagi manajer perusahaan yang
bertanggung jawab atas pemakaian energi harus mampu menerangkan secara rinci adanya
perubahan-perubahan yang terjadi atas konsumsi/biaya energi dari bulan ke bulan.

Gambar sederhana tersebut sangat mudah dibuat, namun hanya sedikit menjelaskan
tentang hubungan antara energi dan produktifitas sehingga gambar tersebut bagi
manajemen tidak selalu berguna. Celakanya, banyak perusahaan hanya mampu menyajikan
hal ini dan berhenti sampai pada membuat gambar tersebut, dimana sebenarnya yang
diperlukan ádalah analisa lebih lanjut agar data tersebut dapat memberikan informasi yang
lebih berguna secara cepat. Untuk itu parameter yang berpengaruh terhadap konsumsi
energi perlu diketahui.

Kecenderungan Konsumsi/intensitas Energi.

Kecenderungan konsumsi energi pada periode tertentu (harian, bulanan atau tahunan)
mengidikasikan kinerja pengelolaan energi. Data konsumsi/intensitas energi yang
meningkat, fluktuatif dengan tebaran data yang tinggi adalah cermin dari kinerja
managemen yang buruk. Semakin dekat sebaran data terhadap garis trend line semakin
baik kinerja pengelolaan energi. Sebagai ukuran tingkat tebar adalah koefisien regressi R2
. Jika R2 > 0.7 dianggab data berkorelasi dengan baik.

Gambar 9.37 Kecendrungan data Konsummsi energi

Sebaliknya data intensitas/pemakaian energi yang cendrung datar atau bahkan turun
mengindikasikan kinerja managemen energi yang relatif baik. Identifikasi masalah

Modul 9B
Hal. 32
penyebab buruknya kinerja pemanfaatan energi harus dilihat pada hasil analisis data di
tingkat unit/pemanfaat energi. Faktor pendorong konsumsi energi yang tinggi dapat
disebabkan misalnya teknologi peralatan, level produksi, cuaca, efisiensi operasi, neraca
energi, faktor beban, pemeliharaan dan parameter operasi.

Gambar 9.38 Intensitas energi vs level produksi.

Secara tipikal grafik intensitas energy vs level produksi digambarkan seperti grafik di atas.
Tampak bahwa jika level produksi turun intensitas energi meningkat tajam, intensitas energi
optimum dipeeroleh pada tingkat produksi disain ratenya.

Berikut adalah contoh hasil analisis data konsumsi energi terhadap faktor cuaca (musim
hujan dan kemarau) pada instalasi uap outdoor/luar yang buruk. Karena isolasi yang buruk
sebagaimana tampak pada gambar. Saat hujan, maka air hujan akan membasahi material
isolasi pipa uap. Isolasi yang basah akibat air hujan ini menyerap panas dari uap panas
didalam pipa hingga isolasi tersebut kering. Kondisi ini membuat produksi uap meningkat
sebagaimana data konsumsi uap pada grafik.

Gambar 9.39 Intalasi pipa uap yang tak terawat

Modul 9B
Hal. 33
Analisis data produksi uap menjelaskan fakta tersebut di atas dimana kecendrungan
produksi uap meningkat selama musim hujan, sedangkan pada musim kemarau
kecendrungan produksi uap adalah sebaliknya yaitu cendrung turun meskipun level produksi
relatif tidak berbeda jauh dengan produksi pada musim hujan sebagaiman tampak pada
grafik berikut.

Gambar 9.40 Grafik Konsumsi energi dan musim hujan

Gambar 9.41 Grafik Konsumsi energi dan musim kemarau

Contoh lain analisis data pada cooling tower sistem pembangkit listrik kapasitas 105 MW.
Pada sistem cooling tower cuaca merupakan salah satu faktor pendorong terhadap daya
yang diproduksi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa produksi daya listrik dipengaruhi
oleh efektifitas cooling tower, Efektifitas cooling tower dipengaruhi oleh parameter suhu
yaitu basah udara pendingin cooling tower dalam hal ini besarannya tergantung cuaca dan
suhu outlet air pendingin cooling tower . Dari hasil analisis data didapat hasil sebagaimana

Modul 9B
Hal. 34
tampak pada grafik bahwa suhu air pendingin keluar dari cooling tower (Toutlet) cendrung
turun jika suhu basah udara pendingin cooling tower turun.

Gambar 9.42 Suhu basah udara pendingin vs suhu outlet cooling tower

Selanjutnya berdasarkan analisis data perubahan suhu outlet dari cooling tower terlihat
bahwa ada pengaruhnya terhadap output power yang dihasilkan sistem pembangkit.
Semakin rendah suhu outlet cooling tower semakin tinggi power otput yang dihasilkan, lihat
grafik berikut.

Gambar 9.43 Suhu outlet cooling tower vs power output pembangkit

Modul 9B
Hal. 35
Analisis data pemeriksan suhu pada motor

Data hasil pemeriksaan kondisi operasi motor ditunjukkan pada gambar berikut. Warna
photo infra red menunjukkan suhu motor, tampak pada gambar suhu motor maksimum
adalah 94.2 C. Data suhu tertinggi terdapat pada body motor dan kopling motor
menunjukkan suhu tinggi.

Gambar 9.44 Data pemeriksaan thermography motor

Kemampuan motor menahan kenaikan suhu ditentukan oleh klas motor. Untuk motor klas F
sebagaimana data spec pada nameplate motor-lihat data observasi, kemampuan motor
menahan suhu adalah 155 C yaitu suhu maksimum pada kawat belitan di dalam motor, atau
sama dengan 105 C pada permukaan body motor sebagaimana ditunjukkan pada tabel
berikut.

Gambar 9.45 Data Spesifikasi motor

Ini berarti motor dioperasikan sudah mendekati suhu maksimum yang dapat ditahannya.
Dengan kata lain pengoperasian motor ini harus segera dihentikan sebab selain
memboroskan energi kemungkinan motor akan terbakar.

Modul 9B
Hal. 36
Berdasarkan kriteria suhu operasi motor, suhu normal adalah sekitar 10 C di atas suhu
ambient, dan bila lebih dari 40 C sudah masuk katagori critical artinya harus dihentikan dan
tidak boleh dioperasikan.

 NORMAL : s/d 10°C di atas reference or baseline


 SEDANG : antara 10°C - 20°C di atasreference or baseline
 SERIOUS : antara 20°C - 40°C di atas reference or baseline
 CRITICAL : lebih besar dari 40°C diatas reference or baseline
Motor panas dapat disebabkan beberapa faktor misalnya ketidak seimbangan tegangan.
Motor tiga fase tidak toleran terhadap tegangan tidak seimbang. Ketidak seimbangan
tegangan akan mengakibatkan aliran arus yang tidak merata antar fase-fase belitannya.
Akibatnya motor akan panas. Penagruh ketidak seimbangan tegangan terhadap suhu motor
dan rugi-rugi energi dapat dilihat pada grafik berikut. Dari grafik dapat dilihat ketidak
seimbangan tegangan 2 % dapat menimbulkan rugi-rugi energi sekitar 5 % dari daya motor,
dan suhu motor naik hingga sekitar 10 %.

Modul 9B
Hal. 37
Gambar 9.45 Grafik Ketidak Seimbangan Tegangan

Tegangan tak seimbang antar fase didefinisikan sebagai berikut :

Vu = Vmax - VA x 100 %

VA

Dengan :

Vu adalah presentasi ketidakseimbangan tegangan(%),

Vmax = tegangan maximum (Volt),

VA = tegangan rata-rata (Volt),

Besaran maksimum ketidak seimbangan tegangan yang mampu ditahan motor menurut
standar NEMA adalah 5 %.

Modul 9B
Hal. 38
Gambar 9.46 Grafik kemampuan motor menahaan ketidakseimbangan tegangan

Efisiensi Pemanfaatan Energi

Efisiensi pemanfaatan energir diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap energi dari
sumber energi (bahan bakar) menjadi energi bermanfaat untuk keperluan tertentu.
Meningkatkan efisiensi berarti menambah energi yang terserap atau mengurangi energi
yang terbuang/hilang. Dengan mengetahui efisiensi operasi aktual suatu pemanfaat energi
kita dapat mengetahui apakah ada perbedaan/pengurangan efisiensi existing terhadap
disain atau acuan tertentu yang seharusnya dicapai. Perbedaan besaran efisiensi ini
mengindikasikan pemborasan atau potensi penghematan energi. Namun informasi efisiensi
energi tersebut tidak cukup untuk menentukan rekomendasi yang diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi energi tersebut. Oleh karena itu auditor energi mencari cara dengan
membuat neraca energi guna menjawab pertanyaan tersebut di atas.

Neraca Energi

Membuat neraca energi dalam analisis data sering diterapkan pada pengguna energi utama
maupun pada unit produksi yang konsumsi energinya significan. Neraca energi perlu dibuat
untuk mengetahui besar dan aliran energi mulai dari input, output serta rugi-rugi energi yang
timbul. Hal ini perlu selain untuk mengetahui efisiensi energi juga untuk menentukan
langkah perbaikan atau cara meningkatkan kinerja. Salah satu cara meningkatkan efisiensi
adalah mengurangi rugi-rugi energinya. Gambar berikut adalah contoh neraca energi suatu
boiler atau dikenal dengan istilah diagram shankey.

Modul 9B
Hal. 39
Gambar 9.47 Diagram Shankey Boiler

Perbaikan Efisiensi

Metoda yang paling umun dalam meningkatkan efisiensi energi adalah mengurangi rugi-rugi
energi misalnya melalui daur ulang. Rugi-rugi energi pada contoh boiler di atas dapat didaur
ulang dengan memanfatkannya untuk pemanasan (preheat) adara dan bahan bakar.
Melakukan preheat bahan bakar harus dilakukan hati-hati sehubungan dengan masalah
keamanan(safety). Oleh karena itu dalam prakteknya langkah pemanasan bahan bakar
jarang digunakan. Akan tetapi dengan alasan pengabutan/otomasi bahan bakar untuk
memperbaiki efisiensi pembakaran, maka preheat udara dan bahan bakar sering dilakukan.
Rekuperator adalah alat penukar panas yang umum digunakan untuk daur ulang panas dari
gas buang untuk memanaskan udara pembakaran. Bahan rekuperator terbuat dari logam
maupun keramik sehingga perpindahan panas dapat berlangsung efektif.

Modul 9B
Hal. 40
Gambar 9.48 Pemanfaatan energi gas buang melalui air preheater

Efisiensi boiler dapat dihitung dengan berbagai cara. Menurut methoda ASME (American
Socity of Mechanical Enginer ) yang dikenal dengan effisiensi gross dihitung dengan cara
langsung (input-output method) dan cara tak langsung (heat loss method)

Cara langsung perhitungan efisiensi adalah dengan mengukur data masing-masing yaitu
output (uap) yang dihasilkan , dan input konsumsi bahan bakar yang digunakan. Efisiensi
didefinisikan sebagai perbandingan antara output dan input dikalikan 100 %. Efisiensi =
{Output/Input} 100%.

Sedangkan cara tak langsung adalah dengan mengukur input dan menghitung terlebih
dahulu rugi-rugi energi. Dengan menggunakan hukum kekekalan energy, dimana energi out
put adalah energi input dikurangi rugi-rugi energi, sehingga efisiensi boiler dapat ditulis
dengan rumus berikut :

Efisiensi = {Output/Input } x 100 %

= {(Input – rugi rugi) / Input } x 100 %.

Modul 9B
Hal. 41
Jika satuannya dibuat dalam persen energi input, maka rumus di atas dapat ditulis menjadi :
Efisiensi = 100 – ∑ rugi-rugi energi (%).

Dengan mengetahui informasi tentang rugi-rugi energi, juga sekaligus memberi ide tentang
cara yang dapat dilakukan untuk menguranginya. Dalam contoh kasus boiler tersebut, ada
lima jenis rugi-rugi energi (periksa gambar aliran energi di atas) yaitu :

1. Energi panas sensibel ke cerobong, besaran rugi-rugi energi ini ditentukan oleh
parameter : suhu dan udara lebih (O2) gas buang;
2. Energi panas laten uap air hasil dari pembakaran unsur hydrogen yang terkandung
dalam bahan bakar, besarnya rugi –rugi panas hilang ini ditentukan oleh
perbandingan antara C dan H2 (jenis bahan bakar) ;
3. Energi hilang karena bahan bakar tak terbakar sempurna, besaran ini ditentukan oleh
banyaknya bahan bakar yang tak terbakar sempurna yang indikasinya ditentukan
oleh adanya CO dan asap pada gas buang.
4. Energi hilang akibat radiasi konveksi dari permukaan/isolasi boiler ke udara sekitar,
besarnya rugi-rugi energi ini ditentukan oleh tebalnya isolasi yang terindikasi dari
suhu permukaan boiler.
5. Energi panas hilang melalui blowdown, besarnya rugi-rugi energi ini ditentukan oleh
jumlah blowdown dengan parameter operasi adalah TDS air umpan dan TDS air
boiler serta desain boiler.
Rugi-rugi panas hilang pada butir 1 s/d 3 disebut juga dengan energi hilang ke cerobong.
Besarnya rugi-rugi ini dipengaruhi oleh rasio udara pembakaran, parameter operasinya
adalah kadar oxygen (O2) di stack. Berdasarkan uraian di atas, ide perbaikan efisiensi bisa
muncul karena informasi efisiensi boiler dan factor pendorong (parameter) yang
mempengaruhinya telah diidentifikasi. Dengan demikian neraca energi juga membantu kita
membuat diagram sebab akibat sebagai berikut.

Modul 9B
Hal. 42
Gambar 9.49 Faktor yang mempengaruhi efisiensi

4. IDENTIFIKASI POTENSI PENGHEMATAN ENERGI

Kegiatan evaluasi adalah penting dalam audit energi khususnya untuk menentukan potensi
penghematan energi. Informasi dari hasil analisis data digunakan untuk melihat berbagai
peluang penghematan energi. Peluang penghematan energi yang ada dipisahkan menjadi
beberapa kelompok misalnya berdasarkan sifat dan mudah tidaknya dilakukan. Bagaimana
mengidentifikasi peluang penghematan energi dalam audit energi? Buat diagram sebab akibat
yang merupakan cara terbaik untuk rnengidentiflkasi masalah konservasi energi yang timbul.
Tim yang terdiri atas operator,engineers, pemeliharaan, manajer, dan staf teknik diundang
diskusi masalah energi yang dianggap penting. Dengan menggunakan diagram sebab akibat
akan diperoleh record of the thingking atau ide-ide yang bermanfaat.

a. Housekeeping, yaitu peningkatan efisiensi melaui penataan prosedur operasi dan


pemeliharaan.
b. Perbaikan atau modifikasi selubung bangunan.
c. Daur ulang panas dan material (waste heat recovery, reuse)
d. Electrikcal energy conservation, yaitu perbaikan kualitas daya, penghematan energi
pada peralatan listrik (AC, pompa, lampu dan peralatan lain)
e. Retroft dan perbaikan/penggantian peralatan.

Modul 9B
Hal. 43
Evaluasi Biaya Penghematan Energi :

Pada tahap ini auditor mengevaluasi peluang penghematan energi yang ada untuk
dipertimbangkan lebih lanjut berdasarkan aspek ekonomi, akurasi perhitungan, dan
konsistensi. Proses evaluasi harus melibatkan hasil investigasi lapangan maupun analisis
data. Output final dari analisis data adalah daftar rekomendasi potensi penghematan energi
lengkap dengan kriteria evaluasi ekonomi yang digunakan misalnya: IRR, NPV, simple PBP,
dan lain-lain. Indikator laik tidaknya proyek konservasi energi untuk direkomendasikan dapat
dilihat dari rasio/perbandingan antara biaya dan keuntungan (cost benefit ratio) yang dihitung
sepanjang umur (life cycle) peralatan energi/teknologi konservasi energi yang digunakan.

Laik tidaknya proyek konservasi energi tergantung kriteria perusahaan. Misalnya


perbandingan cost & benefit minimum harus 1:10. Cost - benefit ratio semakin besar, maka
semakin baik kelaikan dari proyek tersebut.

Gambar 9.50 Cost- Benefit Ratio Investasi Penghematan Energi

Contoh :

Analisis penghematan energy lengkap dengan cash flow secara rinci termasuk model
evaluasi ekonomi yang digunakan dapat dilihat pada contoh berikut.

Tabel 9.4. Pemilihan motor berdasarkan perbandingan biaya (Basis : Beban penuh)

Alternatif A Alternatif B

Harga Beli Rp. 8.000.000,- Rp. 10.000.000,-

Modul 9B
Hal. 44
Efisiensi 85 % 90 %

Biaya Energi Rp. 450/kWh Rp. 450/kWh

Biaya Operasi/tahun Rp. 78.986.000,- Rp. 74.600.000

Beban 80 % 80 %

Jam operasi/tahun 8000 8000

Umur peralatan/tahun 10 10

Biaya operasi Rp. 789.860.000 Rp. 746.000.000

Penghematan biaya/tahun ------ Rp. 4.386.000

Pay back ------ 6 Bulan

Penghematan selama umur operasi ------ Rp. 43.860.000

Dari tabel di atas terlihat perbandingan biaya operasi selama umur peralatan dengan harga
beli masing-masing alternatif A dan B adalah :

- Alternatif A ; 98.7.

- Alternatif B : 74.6

Dari hasil perhitungan finansial di atas tampak motor alternatif B lebih menguntungkan.

Gambar 9.51 Analisis Cost- Benefit Ratio dari Potensi Penghematan Energi

Modul 9B
Hal. 45
5. MENYUSUN LAPORAN

Jika audit energi ingin diselesaikan maka yang harus dilakukan adalah menyusun suatu
laporan. Dalam menyusun laporan audit energi perlu dipahami secara benar tentang potret
penggunaan energi dan apa sebenarnya yang mempengaruhi konsumsi energi banguan
gedung tersebut. Dengan mengidentifikasi komponen pengguna energi dalam suatu
bangunan gedung dan mendokumentasikan kondisi existing, potensi penghematan energi
beserta prioritas dan langkah perbaikannya termasuk masalah pelatihan operator, sistem
managemen energi yang diperlukan dalam suatu laporan, maka pimpinan puncak
perusahaan bangunan dapat dengan mudah mengambil keputusan tentang rekomendasi
yang disampaikan dalam laporan audit energi tersebut.

Aspek penting yang perlu diketahui sebelum laporan audit energi dibuat dan disampaikan ke
pihak managemen adalah :

 Apa yang hendak didengar oleh management ? Pada umumnya management ingin
mengetahui tentang keuntungan jika hendak melakukan sesuatu, dan berapa biaya
yang diperlukan?.
 Apa yang kita inginkan dari pelaporan?, misalnya gambaran efisiensi listrik, pelatihan
personel, alat kontrol dan lain-lain.
 Konsumsi energi dengan parameter operasi :
 Hubungan antara pemakaian energi dengan parameter operasi misalnya konsumsi
energi per satuan produksi, konsumsi energi per jam kerja atau per ton bahan baku yang
digunakan.
5.1. Jenis laporan

Jenis laporan audit energi ada dua yaitu ; laporan teknis; dan laporan excecutive

Laporan teknis audit energi merupakan kajian engineering yang berisi analisis data lengkap
tentang teknikal dan finansial dari suatu kegiatan konservasi energi yang direkomendasikan .

Laporan teknis memuat antara lain :

 Peluang penghematan energi (dibuat berdasarkan urutan mudah tidaknya


melakukan, besarnya biaya yang diperlukan).
 Laporan audit energi sudah harus disampaikan paling lama tiga bulan setelah audit
energi selesai dilakukan.

Modul 9B
Hal. 46
 laporan audit energi harus menjelaskan kondisi aktual keseluruhan sistem energi dan
sistem managemen energi yang diterapkan.
 Rekomendasi yaitu langkah perbaikan efisiensi energi yang diperlukan.
Laporan excecutive

Laporan ini dimaksudkan untuk pimpinan puncak. Laporan harus singkat, kurang dari 10
halaman. Isi laporan harus disesuaikan dengan bahasa pimpinan. Laporan excecitive
menjelaskan secara singkat : fokus kegiatan audit, hasil audit energi yang dilakukan dan
saran tindak lanjut. Hal lain yang perlu disampaikan dalam laporan executive :

 Fakta penting yang terungkap di lapangan sewaktu pelaksanaan audit.


 Status penggunaan energi dan pengelolaan energi
 Area penggunaan energi yang diidentifikasi, misalnya unit kerja yang jumlah
konsumsi/biaya energinya paling besar, potensi penghematan energi.
 Rekomendasi spesifik perbaikan efisiensi energi dan prioritas pelaksanaanya
termasuk masalah managemen dan personel yang dibutuhkan.
 Manfaat secara ekonomi dari pelaksanaan konservasi energi yang
direkomendasikan.
 tindak lanjut.
 Rekap hasil audit energi. Merupakan ringkasan hasil keseluruhan, dapat dibuat
dalam bentuk table. Berikut adalah ilustrasi rekap hasil audit energi.

Gambar 9.52 Ilustrasi Rekap Hasil Audit Energi

Modul 9B
Hal. 47
5.2. Format Laporan

Secara umum format laporan audit energi terdiri atas :

 Executive Summary,
 Latar belakang,
 Fakta dan temuan lapangan,
 Rekomendasi dan
 Lampiran.

Gambar 9.53 Laporan audit.

Format laporan yang pasti akan sangat tergantung pada sasaran spesifik dari audit energi itu
sendiri dan sifat dari perusahaan yang di audit. Ringkasan tentang manfaat secara ekonomi
dari kegiatan konservasi energi yang direkomendasikan yang dibuat dalam format tertentu
harus pula disertakan dalam laporan dimaksud.

Laporan audit energi sebenarnya merupakan kajian engineering yang berisi analisis lengkap
tentang teknikal dan ekonomi dari suatu proyek konservasi energi yang prospektif. Laporan
dimaksud harus memuat rekomendasi dan menyiapkan estimasi biaya proyek dan proyeksi
penghematan energi. Proyek konservasi energi yang diidentifikasi memiliki peluang besar
harus dibahas secara detail. Yang lainnya yang harus dimuat dalam laporan adalah
rekomendasi jangka pendek, menengah dan jangka panjang untuk fasilitas management
energi harus digarisbawahi. Laporan audit energi sudah harus disampaikan paling lama tiga
bulan setelah audit energi selesai dilakukan.

Secara umum aktifitas audit energi adalah melakukan identifikasi terhadap sistem energi,
melakukan evaluasi atas sistem energi tersebut, evalusi dampak perubahan pada sistem
dan membuat laporan. Oleh karena itu laporan audit energi harus menjelaskan kondisi aktual
keseluruhan sistem energi bangunan gedung dalam hal passif desain (selubung bangunan,
orientasi dan material bangunan), aktif disain seperti peralatan (lampu, AC dll), tingkat

Modul 9B
Hal. 48
hunian gedung, sistem managemen energi yang diterapkan, serta rekomendasi perbaikan
efisiensi pemakaian energi misalnya melalui perawatan dan pemeliharaan dan langkah
konservasi energi lainnya.

 Latar Balakang

Hal ini menguraikan secara umum tentang latar belakang bangunan gedung dan fasilitas
yang digunakan misalnya sistem mekanikal dan profil operasionalnya. Uraian tentang juga
harus dimasukkan seperti selubung bangunan, usia dan historikal pembangunannya, jadual
opeasi, jumlah penghuni atau tingkat hunian, dan program tentang perawatan dan
pemeliharaan gedung. Adalah sangat bermanfaat jika dalam hal ini dapat dijelaskan tentang
pengaturan tentang pemanfaatan lantai bangunan (floor plan), photo yang relevant tentang
fasilitas dan sistem mekanikal, sumber energi yang digunakan, serta sistem kontrol.

 Fakta dan Temuan

Bab ini menjelaskan tentang fakta –fakta yang terungkap dalam kegiatan audit energi seperti
hasil observasi lapangan (lihat uraian observasi lapangan sebelumnya), kinerja operasi objek
yang diteliti.

Gambar 9.54 Fakta Lapangan Uap bocor

Berbagai aspek yang perlu disampaikan adalah hasil kajian tentang : Profil pemakaian
energi. Profil pemakaian energi menggambarkan area penggunaan energi secara
keseluruhan. Dengan membuat profil pemakaian energi akan tampak dimana energi
digunakan, konsumen energi terbesar serta jenis energi yang digunakan.

Modul 9B
Hal. 49
 Rekomendasi

Untuk pembuatan laporan audit energi, harus dipikirkan rekomendasi ke pihak management
tentang langkah-langkah yang harus diambil serta biaya yang dibutuhkan untuk
merealisasikannya. Pelaporan bukan dimaksudkan sekedar untuk melapor, melainkan harus
ada tindak lanjut dan hasil apa yang akan dicapai. Untuk itu perlu diperhatikan hirarki
organisasi – siapa yang harus dilapori, hasil yang kita peroleh dari kegiatan audit energi
perlu diinformasikan sehigga dapat mencapai hasil yang diharapkan. Jangan lupa bahwa
perbedaan latar belakang pendidikan dan budaya juga perlu dipertimbangkan dalam
pembuatan laporan audit energi. Agar laporan efektif, maka dalam penyusunan rekomendasi
dan kesimpulan laporan agar hal berikut dapat menjadi pertimbangan.

 Rekomendasi disusun mengikuti urutan tertentu, misalnya berdasarkan area


pemanfaatan energi .
 Atau berdasarkan pendanaan yang diperlukan (no cost-low cost, investasi kecil-
sedang, dan yang memerlikan investasi besar).
 Semua rekomendasi harus dinyatakan dalam bentuk kegiatan, potensi penghematan
energi, dan manfaat/ finansial, serta langkah implementasi dan jadual.
 Rekomendasi harus diyatakan spesifik.
 Potensi penghematan energi dijelaskan dalam % energi input, satuan fisik (liter
bbm) dan dalam biaya ( Rp per tahun)
 Biaya yang diperlukan merealisasikan potensi penghematan energi, criteria investasi
seperti pay back period, IRR, dan life circle cost.
 Langkah implementasi dan jadual pelaksanaan.

5.3. Rencana Tindak Lanjut

Untuk merealisasikan potensi penghematan energi yang ada, maka langkah-langkah yang
diperlukan harus disampaikan dalam laporan. Contoh rekap rekomendasi ditunjukkan seperti
dalam table berikut berikut :

Modul 9B
Hal. 50
Tabel 9.5 Rekap rekomendasi,potensi penghematan dan langkah perbaikan:

Deskripsi Konservasi Perkiraan


No Langkah Pelaksanaan
Energi Penghematan

1 Pemeliharaan rutin - Melakukan pembersihan kerak- 5%


kerak pipa pada sirip penurunan
kondensor AC. konsumsi
energi
- Koordinasi yang baik antara
operator dengan pemeliharaan.

- Penggunaan data (Konsumsi


listrik,suhu dan tekanan
sebagai dasar pelaksanaan
pemeliharaan.

2 Mengatur rasio udara - Penggunaan gas analiser untuk 8%


pada sistem memeriksa komposisi gas penurunan
pembakaran hingga buang (O2) pada gas buang konsumsi
1.2. sistem pembakaran. BBM

3 Memperkecil infiltrasi - Menjaga agar jendela selalu 5%


udara . tertutup, celah-celah pintu agar penurun-an
diberi perapat atau seal untuk konsumsi
menghindari infiltrasi. energi.

Modul 9B
Hal. 51
DAFTAR PUSTAKA

 SKKNI Manajer energi; KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN


TRANSMIGRASI NOMOR KEP. 321 /MEN/X[/2O11
 SKKNI Auditor energi KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.614/MEN/IX/2012.
 SNI 3 - Prosedur audit energi, BSN 2011.
 Introduction to Sustainable Energy Management; Development of the theoritical Training
“Curricula for Energy Managers and energy Training prosedurs in ASEAN, A proyect co-
funded by the EC- ASEAN Energy Facility, BRGHT Company limited in partnership with
National Energy
 Energi Management Handbook. Sixt edition; by Wayne C. Turner – School of Industrial
Engineering and Management, Oklahoma State University; and Steve Doty – Colorado
Spring Utilities. Colorado Springs. Colorado 2006.
 Energy Efficiency Guide for Industry in Asia. UNEP Devision of Technology Industry and
Economic Regional Office for Asia/Pasific, United Nations Environment.
 The ASEAN – EC Cogen Program, Cooperation Program Between Europen Community
and ASEAN - Coordinated by AIT, Bangkok 1992.
 The Energi Manager Handbook, Gordon Payne, Second Edition, Wesbury House-Great
Britain 1980.
 Handbook of ENERGY AUDITS 6th Edition.Gordon A. Payne, February 1980.
 The energy Manager Hand book, second edition. Unido energy management cource,
Melbornne october 1985. gas and fuel corporation of victoria energy management
centre.unido energy management cource.
 Energy management manual, Melbornne october 1985,Gas and fuel corporation of
victoria energy management centre.
 ETSU, Good practice guide 2, 1998.
 Berbagai Laporan Audit Energi, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi,
Jakarta.
 The Efficient Use of Energy, General Edititor: I.G.C. Dryden. Butterworths in
collaboration with the Institute of Energy acting on behalf of the UK Department of
Energy, 1982.
 Marerial Training on Capacity Development for Govermental EE&C policy makers,
Tokyo - JICA Japan Dec 2008 .

Modul 9B
Hal. 52
MODUL 10.
PERENCANAAN KONSERVASI ENERGI

1. PENDAHULUAN

Perencanaan konservasi energi atau yang lebih luas dapat disebut sebagai perencanaan
energi adalah inti dari sistem manajemen energi baik. Secara umum perencanaan energi
dilakukan dengan menggunakan pendekatan terpadu (integrated) yaitu dengan
mempertimbangkan baik penyediaan pasokan energi dan peran efisiensi energi dalam
mengurangi perencanaan permintaan. Secara sistem maka perencanaan energi mengikuti
konsep dalam ISO 50001.

Gambar 10.1 Sistem manajemen energi ISO 50001

ISO 50001 menggunakan pendekatan Plan-Do - Check- Act dalam setiap aktivitasnya yang
dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

Modul 10
Hal. 1
Plan

Kegiatan perencanaan antara lain melakukan review energi dan menetapkan baseline,
indikator kinerja energi (EnPI), tujuan, sasaran dan tindakan berencana yang diperlukan
untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan peluang yang telah diidentifikasi dalam rangka
meningkatkan kinerja energi dan kebijakan energi organisasi yang berkelanjutan.

Do

Kegiatan do adalah melaksanakan tindakan dari rencana manajemen energi yang telah
ditetapkan.

Check

Memantau dan mengukur proses dan karakteristik pokok dari operasi, dimana hal tersebut
menentukan kinerja energi terhadap kebijakan dan tujuan energi serta selalu melaporkan
hasilnya di semua level manajemen sesuai kebutuhannya.

Act

Kegiatan yang berupa review dari pelaksanaan dan pemantauan ini outputnya adalah
pengambilan tindakan yang diperlukan untuk terus meningkatkan kinerja energi dan sistem
manajemen energinya.

Dari gambaran di atas maka langkah pertama yang dilakukan adalah review energi yang
meliputi inventarisasi penggunaan energi masa lalu dan sekarang, daftar variabel yang
mempengaruhi konsumsi energi, definisi pengguna energi yang signifikan (significant energy
users) dan analisis faktor-faktor di atas. Kemudian diikuti dengan pemilihan indikator kinerja
energi. Dan hasil akhirnya adalah definisi dasar energi.

2. HUKUM DAN PERSYARATAN LAINNYA

Suatu perusahaan baik di sektor bangunan maupun industri terikat oleh hukum dan
peraturan dari negara-negara di mana mereka beroperasi. Setiap personal atau karyawan
harus sepenuhnya menyadari perundang-undangan nasional yang relevan berhubungan
dengan energi, persyaratan yang digariskan untuk operasional perusahaan dan kendala
yang yang ada serta peluang yang dimungkinkan.

Adapun suatu perusahaan yang mempunyai karakter bisnis secara internasional, maka
dimungkinakan ada kegiatan tertentu yang perlu disesuaikan dengan hukum dan peraturan
dari beberapa Negara (internasional/regional). Sehingga sistem manajemen energi tingkat
korporat perlu mempertimbangkan hal tersebut sehingga mereka dapat mengakomodasi
sesuai dengan keragaman peraturan. Sedangkan sistem manajemen energi tingkat lokasi
harus sepenuhnya mematuhi peraturan setempat yang berlaku.

Modul 10
Hal. 2
Beberapa aturan yang terkait dengan sistem manajemen energi antara lain UU energi,
Peraturan Pemerintah tentang konservasi energi, Peraturan Menteri ESDM dan lainnya yang
terkait (lihat bagan di bawah)

Gambar 10.2 Regulasi yang berkaitan dengan energi

3. ULASAN ENERGI (ENERGY REVIEW)

Perencanaan energi menyiratkan inventarisasi semua kegiatan yang mengkonsumsi energi


yang signifikan. Dalam sebuah organisasi yang terlibat dalam banyak kegiatan sepanjang
rantai pemanfataan energi berkaitan dengan produksi atau kegiatan operasional, kegiatan
review terkadang bukan hal yang mudah, bahkan jika diperlukan perlu adanya audit energi.

Dalam menentukan ruang lingkup kegiatan yang mengkonsumsi energi, terkadang perlu
dipertimbangkan pengecualian dari energi yang dikonsumsi oleh pihak ketiga atas nama
bisnis (misalnya dalam transportasi atau penyediaan jasa).

Frekuensi dan kedalaman review harus mencerminkan semua faktor yang relevan seperti
usia fasilitas, tinjauan sebelumnya, kemajuan yang telah dibuat, outage karena
pemeliharaan peralatan, peluang struktural, dll.

Modul 10
Hal. 3
4. INVENTARISASI PENGGUNAAN ENERGI

Inventarisasi kegiatan konsumen energi harus mencakup waktu yang bisa menggambarkan
kegiatan yang sebenarnya dan jika relevan data dapat diambil dari siklus hidup seluruh
proyek dari konstruksi sampai sekarang.

Informasi yang biasa dikumpulkan dan diperoleh melalui:

● Data operasional (dari data proses, pengukuran, faktur dll)


● Pengkajian energi atau audit energi
● Studi energi spesifik (penelitian mendalam untuk meningkatkan proses)
● Penelitian perusahaan keseluruhan (lokasi) untuk mengidentifikasi sinergi antara plant.

Angka konsumsi energi harus, sebaiknya dibentuk atas dasar data aktual plant meskipun
data desain dapat digunakan sebagai pilihan kedua. Sebuah tinjauan kritis penyediaan
energi dapat dilakukan untuk mengidentifikasi konsumen energi yang paling signifikan yang
mungkin akan digunakan dalam analisis lebih lanjut.

Definisi 'signifikansi' menjadi suatu hal yang sangat penting. ISO 50001 secara langsung
tidak menentukan kriteria untuk mendefinisikan 'signifikansi' akan tetapi tergantung pada
organisasi untuk menentukannya. Ketika pertama kali menerapkan sistem manajemen
energi, pendekatan praktis yang dapat dilakukan untuk pertama kalinya adalah dengan
menetapkan ambang batas signifikansi pada tingkat yang cukup tinggi pada konsumen
energi yang lebih besar, hal ini bukan berarti meninggalkan konsumen energi yang lebih
kecil untuk ditangani.

Kriteria Signifikansi bisa didefinisikan dengan menggunakan ambang batas absolut, spesifik
atau indicator lainnya, misalnya total konsumsi energi tertentu (GJ), konsumsi energi per
produksi (GJ/t), persentase tertentu dari sebuah plant atau total konsumsi energi
perusahaan, atau persentase tertentu di atas patokan nilai internal eksternal.

Di banyak operasi yang kompleks misalnya dalam industri minyak dan gas, perhitungan
yang sederhana atas penggunaan energi terkadang tidak memberikan dasar yang baik/valid
untuk perbandingan antara perusahaan dari operasi plant yang berbeda, atau bahkan dari
plant yang sama dari waktu ke waktu.

Analisis kinerja biasanya membutuhkan definisi data yang dinormalisasi (misalnya untuk
berbagai tingkat aktivitas, berbagai jenis peralatan, dll) dan atau indikator kinerja yang
khusus.

Modul 10
Hal. 4
5. Audit Energi

Suatu organisasi dapat meningkatkan efisiensi energi dari waktu ke waktu melalui
optimalisasi kondisi operasi, meningkatkan jadwal dan pemeliharaan praktis, berbagi metode
praktis yang baik (best

practice) dan mengintegrasikan dimensi energi ke dalam semua proyek-proyek baru (unit
baru atau pembenahan plant yang ada). Dua poin pertama di atas biasanya ditangani
melalui review energi on-site atau penilaian yang melibatkan tim spesialis mengunjungi plant
selama beberapa hari dan bekerja sama dengan personil local (audit energi). Setelah
melakukan inventarisasi dan menganalisis kinerja, tim berfokus pada mengidentifikasi
daerah-daerah tertentu (key area) untuk perbaikan kinerja energi, dan mengembangkan
usulan yang nyata serta memprioritaskan suatu tindakan untuk perbaikan kinerja. Best
practice mungkin berasal dari salah jenis perusahaan atau gedung sejenis atau pengalaman
dari suatu industri yang lebih luas. Peluang penghematan antara lain berkaitan dengan
perbaikan operasional, perubahan organisasi dengan investasi baik kecil, menengah atau
besar. Pengalaman yang diperoleh bersama tim audit akan membantu penyebaran praktek
pengelolaan energi yang lebih baik.

6. Rekomendasi Penghematan Energi

Proposal atau rekomendasi penghematan energi sering dikategorikan menurut jenis


investasinya:

 Tanpa investasi (sebagian besar berkaitan dengan peningkatan operasi dari unit
pemanfaat energi)
 Investasi rendah (sebagian besar terkait dengan modifikasi minor dan pemeliharaan)
 Investasi yang signifikan (sebagian besar terkait dengan penerapan teknologi baru
atau desain sistem yang lebih efisien)
Dua kategori pertama biasanya fokus pada optimalisasi sistem dan peralatan yang ada
melalui operasi atau pemeliharaan dan pelaksanaan perubahan fisik minor seperti
memperbaiki atau mengatasi permasalahan energi pada sistem tata udara, pemanas dan
boiler, alat penukar panas dan sistem recycle, optimasi sistem uap, isolasi termal,
pengurangan kebocoran uap, pembangkit listrik, motor, pemilihan bahan bakar dll.

Untuk memantau konsumsi energi dari peralatan utama maka gambar terkini dan manual,
perangkat metering yang dikalibrasi adalah sangat penting. Kemudian kegiatan pemodelan,
optimasi atau pengendalian proses lanjutan dari sistem akan membantu tercapainya kondisi
operasi yang optimal dalam unit proses dan jaringan utilitas dari waktu ke waktu.

Kategori ketiga dapat dapat dikategorikan optimasi antar sistem seperti integrasi panas dan
recycle (unit baru atau penukar panas tambahan, optimasi atau penataan ulang dalam unit-
unit proses dan atau antar unit), instalasi hemat energi pada peralatan yang menggunakan
energi besar misalnya pada sistem pembakara atau penggerak utama, penggunaan gas

Modul 10
Hal. 5
bertekanan yang besar misalnya pada pembangkit uap, peningkatan kemampuan sistem
utilitas (gabungan antara termal dan listrik).

7. Prioritas Kegiatan Penghematan Energi

Di dalam review energi biasanya akan selalu menghasilkan sejumlah besar


rekomendasi/proposal penghematan energi, agar pelaksanaan penghematan energi lebih
yang efektif dan efisien maka kegiatan tersebut perlu dibuat prioritas. Kriteria prioritas yang
paling mudah adalah didasarkan pada kombinasi antara potensi penghematan dari sisi unit
energi maupun uangnya dan juga dari sisi biaya penerapannya. Metode pareto dapat
digunakan yaitu di mana biaya yang signifikan yang diperlukan. Aturan umum 80/20 berlaku,
yaitu 20 % dari rekomendasi yang mampu mendapatkan 80 % dari potensi penghematan.

Pada akhirnya review energi harus didokumentasikan dalam sebuah laporan yang
memerinci struktur penyediaan dan konsumsi energi (neraca energi), rekomendasi/proposal
perbaikan dan jadwal waktu pelaksanaan serta semua data teknis pendukungnya.

8. Indikator Kinerja Energi

Pada kegiatan pemanfaatan energi baik yang sederhana seperti pada bangunan gedung
maupun operasi pada industri yang umumnya kompleks, dimana melibatkan banyak sub-
kegiatan dengan tingkat variabilitas tinggi antara plant operasi yang sama dan juga dari
waktu ke waktu, maka indikator kinerja yang memiliki keragaman ini perlu diperhitungkan
dengan baik. Oleh karena itu penting untuk memahami dan menganalisis kinerja energinya.
Peningkatan kinerja energi memerlukan upaya dan tindakan di semua tingkat organisasi
dengan indikator yang relevan dan disesuaikan dengan masing-masing tingkat yang ada.

Definisi indikator kinerja harus dibuat seakurat mungkin, yaitu dengan menguraikan ruang
lingkup dan batas-batasnya serta identifikasi ukurannya. Indikator kinerja sebaiknya harus
sesuai dengan standar pelaporan internasional untuk memungkinkan dilakukannya
perbandingan atau benchmarking baik internal maupun eksternal. Pada waktu mengevaluasi
efisiensi energi dengan menggunakan indikator kinerja, perlu dilakukan evaluasi indikator
tersebut sesuai kategorinya.

Nilai indikator energi mencerminkan efisiensi energi yang dapat dicapai dikarenakan
kegiatan efisiensi operasional dan proyek-proyek perbaikan yang spesifik, akan tetapi nilai-
nilai secara keseluruhanya akan sangat bervariasi tergantung pada banyak faktor (misalnya
dalam tata udara adalah jenis refrigerannya, karakteristik alat, umur alat, dll).

Indikator Berdasarkan Data Operasional

Indikator berdasarkan data kinerja operasional umumnya dinilai berdasarkan ukuran data
operasional yang mencerminkan situasi sebenarnya.

Modul 10
Hal. 6
Indikator Tingkat Operasional

Indikator tingkat operasional biasanya merupakan fungsi proses yang relatif sederhana.
Indikator ini dihitung secara separuh atau sepenuhnya kontinyu dalam mengukur dan
memonitor energi dalam jangka pendek sampai ke unit atau fasilitas tunggal. Indikator
tingkat operasional umumnya dikembangkan untuk setiap situs dan setiap entitas
pengolahan sesuai dengan situasi lokal yang spesifik.

Perlu kehati-hatian dalam memperhitungkan tingkat kualitas yang berbeda baik produk atau
sumber daya dalam menilai suatu kinerja energi. Salah satu pendekatan yang bisa
menggunakan indikator berbasis exergy daripada berbasis energi saja.

Indikator Tingkat Situs (Unit)

Indikator tingkat situs didasarkan pada data agregat dan biasanya dihitung secara triwulanan
atau tahunan. Indikator ini berfungsi untuk mengukur dan memonitor efisiensi energi dari
situs dari waktu ke waktu dan atau terhadap situs atau unit lainnya.

Konsumsi energi yang mutlak (dalam satuan energi per tahun) dapat digunakan untuk
manajemen dan atau untuk tujuan pelaporan keuangan meskipun tidak bisa disamakan
dengan indikator kinerja energi karena tidak mengacu pada tingkat yang sesuai aktivitas.

Konsumsi energi spesifik (dinyatakan dalam satuan energi per unit produksi atau bahan
baku olahan) merupakan indikator yang umum digunakan. Hal ini sering disebut sebagai
intensitas energi. Akan tetapi penggunaannyapun juga terbatas jika untuk perbandingan atau
benchmarking fasilitas dengan kompleksitas yang berbeda atau jenis asset yang berbeda
(misalnya gedung perkantoran dengan rumah sakit).

Sedangkan untuk industri yang kompleks yang mempunyai banyak situs seperti industri
minyak dan gas, konsumsi energi adalah hasil dari kombinasi dari sejumlah besar faktor.
Dalam operasi produksi hulu industry minyak dan gas dapat mencakup lokasi, kondisi iklim,
karakteristik reservoir, usia, dll. Pada sisi penyulingan, konsumsi energi ditentukan tidak
hanya berdasarkan ukuran (misalnya dalam hal pengolahan minyak mentah), tetapi juga dari
kompleksitas kilangnya. Oleh karena itu, setiap fasilitas operasi memiliki struktur konsumsi
energi sendiri yang mencerminkan tugas-tugas dan lingkungan operasi tertentu. Spesifik
konsumsi energi dengan ukuran relatif sederhana akan tidak memadai sebagai ukuran
kinerja energi karena tidak memperhitungkan keragaman ini.

Sebagai contoh di sektor penyulingan kebanyakan perusahaan bergantung pada Intensitas


Energi IndexTM (EII ®) yang dikembangkan oleh Solomon Associates.

Modul 10
Hal. 7
Solomon Associates — Energy Intensity Index™ (EII®)

Dalam kerjasama yang erat dengan industri penyulingan di seluruh dunia, Solomon
Associates telah mengembangkan Indeks Intensitas Energi mereka ™ atau EII ® sebagai
rasio berdimensi energi aktual yang digunakan oleh kilang dibagi oleh penggunaan energi
standar.

Setiap proses generik jenis unit digunakan dalam kilang telah ditetapkan faktor energi
standarnya yang ditetapkan oleh Solomon Associates dari analisis dataset yang luas meliputi
sebagian besar kilang di dunia selama periode hingga 30 tahun. Penggunaan energi standar
kilang untuk suatu periode tertentu adalah produk jumlah dari faktor individu dengan
throughputs unit proses dioperasikan oleh kilang tertentu selama periode itu.

The EII ® efektif memperhitungkan baik ukuran dan kompleksitas, sehingga EII ® s dari
kilang yang berbeda, dan atau EII ® dari kilang yang diberikan dari waktu ke waktu, dapat
dibandingkan secara sah. Semakin rendah indeks semakin baik kinerjanya.

Gambar 10.3 Solomon Associates – Energy Intensity Index TM EII ®

Indikator Tingkat Korporasi

Dalam organisasi yang kompleks, pusat pemantauan dan komunikasi dengan manajemen
perusahaan dapat difasilitasi oleh indikator kinerja konsolidasi perusahaan yang lebih luas.

Masalah yang mungkin terjadi adalah dalam penggunaan basis yang berbeda untuk unit
operasional yang berbeda (misalnya pada rumah sakit yang memiliki kelas pelayanan yang
berbeda atau pada industry minyak dan gas dimana produksinya barel minyak atau m3 gas
yang dihasilkan dalam kegiatan hulu, ton minyak mentah yang diolah di kilang, volume
produk yang dijual, dll ). Oleh karena itu, indikator tingkat situs atau lapangan perlu
didefinisikan dengan cara yang memungkinkan konversi unit yang tepat untuk konsolidasi
nantinya. Kebutuhan monitoring di tingkat perusahaan dan upaya pelaporan di tingkat lokasi
harus dibuat seimbang.

9. Indikator Yang Terkait Dengan Pelaksanaan Sistem Manajemen Energi

Pelaksanaan suatu sistem manajemen energi akan memberikan kesempatan dalam


mengembangkan apa yang disebut indikator unggulan yang meskipun tidak terkait langsung
dengan kinerja energi. Akan tetapi dapat memantau prestasi dalam proses kerja kunci atau
masuk dalam pendekatan manajemen yang akan mencerminkan status pelaksanaan sistem
manajemen energi pada unsur-unsur tertentu.

Contoh indikator tersebut antara lain:

 Jumlah cadangan energi yang telah disiapkan

Modul 10
Hal. 8
 Persentase pengkajian energi yang telah diselesaikan dibandingkan dengan
rencananya
 Jumlah ketidaksesuaian yang berhubungan dengan energi (praktek operasional atau
peralatan memenuhi standar perusahaan atau best practice)
 Persentase tindakan perbaikan yang berhubungan dengan energi telah diselesaikan
dibandingkan dengan rencananya
 Persentase penilaian/pengkajian pada pemasok berkaitan dengan energi
 Cakupan lapangan berkaitan dengan sistem manajemen energi
10. Definisi Dan Pertimbangan Perhitungan

Contoh beberapa konsep dasar dan definisi indikator dijelaskan di bawah ini, berdasarkan
pada tingkat kompleksitas. Jenis indikator dapat didefinisikan untuk semua jenis fasilitas,
terlepas dari ukuran atau konfigurasi:

Konsumsi Energi Total Pada Fasilitas

Perhitungan mengacu pada jumlah total energi yang dikonsumsi oleh fasilitas tersebut. Hal
ini tergantung pada tingkat produksi dari fasilitas. Energi akan lebih banyak digunakan untuk
tingkat aktivitas yang lebih tinggi dari pada tingkat akativitas yang lebih rendah. Nilai
penggunaan tersebut diperoleh dari meter, pengukuran pada instrumen kontrol, neraca
energi, dll.

Intensitas Energi, Konsumsi Energi Spesifik, Atau Fuel Economy

Untuk masing-masing sektor, kelompok, plant atau fasilitas yang ditandai pada aktivitas
tunggal maka definisi konsumsi energi spesifik adalah rasio total energi konsumsi kegiatan
atau fasilitas per unit aktivitas, diukur dalam satuan energi/produksi atau unit kegiatan.

Contoh indikatornya adalah sebagai berikut:

• Sektor Transportasi: bahan bakar yang digunakan (satuan energi) per km, atau per
kilometer penumpang, atau per ton kargo km.
• Sektor Industri: Jumlah energi yang dikonsumsi (termasuk listrik, gas alam dan bahan
bakar lainnya) per ton produk atau per massa energy-equivalent atau volume.
• Sektor Residential dan komersial: penggunaan listrik per unit area permukaan atau volume,
atau per okupansi (orang).
• Sektor Listrik: efisiensi pembangkit listrik (GJout/GJin). Untuk gabungan panas dan
pembangkit listrik, perhitungan efisiensi harus memperhitungkan kedua output baik listrik dan
termalnya.

Indikator Intensitas Energi Atau Index Intensitas

Modul 10
Hal. 9
Indikator Intensitas Energi (EI) suatu unit usaha atau fasilitas adalah membandingkan
konsumsi energi aktual dengan konsumsi fasilitas referensi dengan karakteristik dan aktivitas
yang sama.

Dalam prakteknya, persamaan berikut sering digunakan:

Untuk kelompok fasilitas, intensitas energi dapat dihitung sebagai:

Dengan persamaan di atas maka indikator intensitas dapat menunjukkan bagaimana


konsumsi energi aktual dari fasilitas membaik atau memburuk dibandingkan dengan tahun
dasar. Pemantauan berkala dari indikator ini membantu fasilitas melacak status relatif dan
kemajuan kegiatan manajemen energi seperti maintenance, operasi, dll).

Untuk menentukan indeks EI dari unit bisnis, kita perlu mengetahui Konsumsi Tertentu (SC)
untuk setiap fasilitas produksi untuk kedua tahun acuan dan tahun yang sedang dipelajari.

Penghematan energi dapat dihitung berdasarkan perubahan persen dari indikator relatif EI
tahun dasarnya. Misalnya, dengan menggunakan tahun dasar 2010, maka EI 1993 = 1. Jika
pada tahun 2013 EI 2013 = 70, maka ini akan mewakili penghematan energi 30 % pada
tahun 2013 dibandingkan dengan energi yang seharusnya telah digunakan pada tahun 2013
pada tingkat tahun dasar 1993.

11. Baseline Energi

Standar manajemen energi ISO 50001 dapat diterapkan pada semua jenis organisasi
dikarenakan tidak menentukan ataupun membuat resep tertentu pada target kinerja
energinya. Sebaliknya ISO 50001 tersebut adalah alat bagi perusahaan untuk dapat
menetapkan dan mengoptimalkan target kinerja masing-masing dan patokan efisiensi energi
(penghematan energi) dengan cara yang paling relevan dengan bisnis perusahaan. Untuk itu
pelaksanaan kerangka ISO 50001 mengharuskan perusahaan untuk mulai dengan
menentukan baseline (acuan dasar) penggunaan dan biaya energinya. Baseline energi
adalah elemen mendasar dalam sistem manajemen energi ISO 50001 dimana semua
perubahan kinerja energi diukur terhadap baseline energi tersebut. Hal ini juga berarti bahwa
setiap peningkatan efisiensi energi secara langsung disertai dengan pengurangan biaya
pada akhirnya akan menyebabkan profitabilitas yang lebih tinggi.

Modul 10
Hal. 10
Energi baseline adalah salah satu output dari review energi. Ini adalah referensi kuantitatif
yang akan digunakan untuk menilai data aktual di masa depan. Baseline energi
mencerminkan ruang lingkup kegiatan yang akan direview. Untuk mendapatkan hasil guna
yang maksimal maka data untuk baseline berbasis kinerja harus dengan data yang telah
dinormalisasi dan atau dengan indikator kinerja.

Baseline energi digunakan untuk mengukur kemajuan kinerja atau dapat juga digunakan
sebagai alat ukur penghematan energi. Penggunaan baseline energi dapat dilakukan untuk
masing-masing pengguna energi yang signifikan dimana telah dilakukan penerapan
penghematan energi maupun untuk kinerja keseluruhan organisasi. Untuk ketelitian dan
keakuratan penghematan yang terjadi maka indikator kinerja energi (EnPI) harus
didefinisikan terlebih dulu dimana output yang dipilih harus mempunyai keterikatan dengan
konsumsi energi.

Salah satu cara untuk membangun dasar untuk monitoring bisa dengan menilai konsumsi
energi acuan untuk fasilitas untuk tahun berjalan (N) menurut konsumsi spesifik unit individu
atau plant untuk tahun sebelumnya:

Baseline konsumsi energi tahun N = Σ (konsumsi spesifik tahun N-1 x Aktivitas tahun N) fasilitas

Berdasarkan prinsip yang sama, konsumsi energi referensi juga bisa diperkirakan, dengan
asumsi bahwa konsumsi tertentu sesuai dengan nilai referensi (pada umumnya selama satu
tahun, yang disebut

Tahun/baseline). Untuk tahun tertentu x, konsumsi awal akan dihitung dengan rumus berikut:

Baseline konsumsi energi tahun x/referensi = Σ (konsumsi spesifik referens x Aktivitas tahun x) fasilitas

Nilai ini dapat dianggap sebagai konsumsi energi pada kondisi bisnis-as usual, dengan
asumsi individu plant beroperasi pada konsumsi energi spesifik sama di semua periode.
Untuk memperhitungkan fluktuasi musiman dalam konsumsi energi spesifik, nilai rata-rata
tahunan dapat digunakan.

Dimana perhitungan konsumsi tertentu yang kompleks, metode statistik dapat digunakan. Di
bawah adalah contoh intensitas energi (fuel/produk) suatu industry dengan baseline tahun
dasar 2010 menunjukkan kecenderungan naik meskipun relative sangat kecil.

Modul 10
Hal. 11
Gambar 10.4. Intensitas energi dengan tahun dasar 2010

Metode di atas berguna untuk membedakan antara base line sejarah (masa lalu sampai
sekarang) dan ' proyeksi bisnis-as usual, dan juga dapat merupakan proyeksi berdasarkan
implementasi dari best practice dan standar.

12. Energi Benchmarking

Salah satu cara terbaik untuk menentukan apakah suatu peralatan, situs atau perusahaan
menggunakan energi secara efisien adalah dengan membandingkan kinerja energi dengan
jenis yang sama. Proses ini biasa dikenal sebagai benchmarking. Tujuan dari benchmarking
adalah untuk membantu membuat penilaian cepat dari efisiensi energi dengan
membandingkan biaya energi dan tingkat konsumsinya.

Benchmark, juga disebut sebagai indeks pemanfaatan energi (EUI), memberikan informasi
penting tentang penggunaan energi individu peralatan, bangunan atau organisisa yang lebih
besar. Untuk kendaraan biasa disebut lt/km. EUI mencerminkan laju penggunaan energi.
Untuk bangunan, laporan benchmark (patokan) energi dapat memberikan data energi
tahunan dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, biaya energi per murid atau biaya energi
per kaki persegi.

Benchmarking dapat membantu menentukan seberapa baik masing-masing plant dalam hal
efisiensi energi. Benchmark dapat dengan cepat mengidentifikasi yang terbaik, dan terburuk
dan mengungkapkan siapa yang memiliki potensi terbesar untuk penghematan energi.
Benchmark akan memandu dalam menentukan sumber daya yang terbatas sehingga
mengoptimalkan investasi dalam proyek-proyek efisiensi energi yang hemat biaya.

Setelah benchmark menunjukkan konsumsi energi saat ini ditetapkan, maka akan menjadi
dasar untuk mengukur peningkatan kinerja energi masa depan. Jika secara rutin
pemantauan penggunaan energi dilakukan akan memastikan bahwa kegiatan pemanfaatan

Modul 10
Hal. 12
energi tetap pada target dan akan mengidentifikasi masalah operasi dan kinerja energi yang
terjadi.

Konsumsi Energi Spesifik

Indikator penggunaan energi berdasarkan rasio fisik misalnya penggunaan energi per ton
produk biasa disebut dengan konsumsi energi spesifik (SEC). Metode ini dapat digunakan
untuk mengetahui perbedaan struktural antar industri secara nasional, regional maupun
internasional berkaitan dengan kinerja efisiensi energi maupun emisi CO2.

Untuk analisis selanjutnya dapat digunakan indikator penjelas (explanatory indicator) untuk
menguji faktor pendorong dibelakang pola konsumsi energi, misalnya berkaitan dengan
perbedaan teknologi dan kualitas sumber daya.

Kelebihan menggunakan metode konsumsi energi spesifik yang lain adalah :

 Indikator dengan dasar rasio fisik mendekati pengukuran efisiensi teknis dari suatu
industri sehingga dapat dikaitkan dengan kinerja teknologi. Oleh karena itu dapat
digunakan untuk mengidentifikasi potensi peningkatan efisiensi melalui teknologi
baru.
 Indikator ini tidak berdampak terhadap siklus variasi harga komoditas industri seperti
halnya pada indikator yang menggunakan nilai tambah yang berarti tidak terlalu
berkaitan dengan adanya gangguan fluktuasi ekonomi.
 Kinerja energi pada langkah proses yang spesifik dalam suatu industri dapat di
analisis secara terpisah dan perbedaan bauran produk antar negara dan waktu dan
lebih mudah dihitung. Dampak perubahan bauran produk dapat dipertimbangkan
secara terpisah dari pertambahan efisiensi sebab faktor pendorong dapat berubah
setiap saat.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan berkaitan dengan penetapan indikator fisik antara
lain adalah ketersediaan data dan kualitas dari energi dan data aktifitasnya serta pendekatan
yang diperlukan.

Penggunaan energi pada industri sangat kompleks (sebagai contoh industry minyak dan
gas). Meskipun data yang diperlukan tersedia, umumnya tidak langsung dapat digunakan
sebagai indikator yang konsisten dan pembanding untuk analisis kebijakan. Ada dua area
yang perlu dipertimbangkan yaitu: tingkat agregasi dan batasan.

Tingkat Agregasi

Indikator penggunaan energi dapat dikembangkan pada tingkat agregrasi yang berbeda
tergantung dari kegunaan yang diperlukan dan ketersediaan datanya. Tingkat agregasi
penting untuk menentukan jangkauan perubahan struktur yang berdampak pada hasil yang
akan diobservasi. Perbedaan struktural dapat berupa:

Modul 10
Hal. 13
 Ketersediaan dan kualitas input sumberdaya. Kebutuhan energi untuk suatu industri
tergantung dari kualitas sumber daya misalnya kualitas gas atau minyaknya. Efisiensi
konversi energi akan berbeda dari masing-masing negara karena kualitas sumber
daya energinya juga berbeda.

 Definisi produk. Definisi produk perlu perhatian. Misalnya jika rasio produknya
sebagian besar gas dan sebagian kecil kondensat atau minyak (liquid) akan berbeda
dengan yang sebaliknya. Rasio produksi ini biasanya berbeda antar perusahaan
maupun negara.

 Keberagaman produk. Produk dari industri biasanya tidak seragam oleh karena itu
indikator harus dirancang dengan jalan kategorisasi produk yang masuk akal.

Dari tingkat agragasi tersebut maka untuk industri eksplorasi dan produksi minyak dan gas
penggunaan energi dapat dibagi dalam penggunaan pembakaran, pembelian energi dan
pengguanaan energi yang tidak terspesifikasi.

13. Batasan

Untuk analisis yang konsisten, diperlukan definisi batasan umum yang berhubungan dengan:

 Tingkat/langkah produksi. Produksi dalam suatu industri biasanya ada beberapa


langkah yang bisa atau tidak dimasukkan dalam indikator, dimana perbedaan ini
mungkin dapat berpengaruh pada perbandingan antar perusahaan atau negara.
Misalnya pemanfaatan combine heat and power (CHP) dalam produksi di suatu
tempat adalah sangat penting di tempat lain tidak diperlukan.

 Embodied energi. Energi dapat disimpan dalam suatu bahan misalnya energi dapat
didaur ulang atau dibakar dalam incinerator.

Pada analisis ini prinsip umum yang digunakan untuk mensetting batasan pernyataan total
energi yang dikonsumsi untuk mengoperasikan fasilitas dan peralatan, termasuk energi
langsung yang dihasilkan oleh operasi (digunakan sendiri atau diekspor), serta energi yang
terkait dengan impor listrik, panas dan uap. Untuk mencerminkan penggunaan sumber daya,
energi adalah energi primer (yaitu kandungan energi dari bahan bakar hidrokarbon atau
sumber lain yang digunakan untuk menghasilkan energi yang pada akhirnya dikonsumsi
untuk operasi perusahaan).

Penggunaan Energi Langsung

Penggunaan energi langsung adalah hasil energi langsung dari pembangkit sendiri, tenaga
mekanik, listrik, panas atau uap pada lokasi operasi perusahaan, serta di kantor bangunan,
kapal laut, truk, atau lainnya peralatan stasioner atau mobile di bawah pengendalian
operasional dari perusahaan. Contoh peralatan pengguna energi termasuk boiler, pemanas,

Modul 10
Hal. 14
insinerator limbah, turbin gas, mesin gas dan mesin diesel. Penggunaan energi langsung
adalah jumlah energi yang berisi bahan bakar atau sumber energi lain yang digunakan untuk
menghasilkan listrik atau panas yang dihasilkan langsung di fasilitas.

Energi dari hasil pembakaran bahan bakar harus ditentukan sebagai berikut:

 Utama: dihitung berdasarkan volume bahan bakar yang dikonsumsi dan kandungan
energi bahan bakar dari bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan energi
yang dibutuhkan. Perhitungan dapat dilakukan dengan total bahan bakar yang
dikonsumsi jika bahan bakar yang sama digunakan oleh semua sumber energi, atau
dengan sumber jika BBM jenis bervariasi. Penggunaan LHV dianjurkan karena hal ini
mencerminkan jumlah energi yang bisa digunakan/dikonsumsi.

 Alternatif: estimasi yang didasarkan pada desain spesifikasi konsumsi energi terkait
dengan berbagai peralatan pengolahan, ditambah dengan run time atau throughput
jika informasi tersedia.

Energi Yang Diekspor.

Merupakan subset langsung energi primer yang dijual atau diekspor dari fasilitas untuk
digunakan oleh orang lain. Ini termasuk rugi-rugi energi dari peralatan pembangkit listrik.

Impor Energi.

Impor harus mencerminkan kandungan energi dari bahan bakar yang digunakan pemasok
untuk menghasilkan listrik, panas atau uap yang diimpor oleh perusahaan. Pendekatan ini
digunakan untuk mencerminkan penggunaan sumber daya energi primer. Misalnya, energi
impor yang berasal dari .

pembangkit listrik generasi termal merupakan kandungan energi dari bahan bakar dibakar
oleh penyedia tersebut untuk menghasilkan daya listrik yang diterima oleh fasilitas
perusahaan. Impor energi dihitung dengan menggunakan catatan listrik, panas atau uap
yang dibeli dan kemudian menggunakan faktor efisiensi untuk mengkonversi kembali ke
energi yang terkandung dalam bahan bakar atau sumber energi.

Untuk listrik yang dibeli, listrik yang diimpor diubah menjadi perkiraan energi yang digunakan
dengan menerapkan 'faktor jaringan' lokal yang mencerminkan efisiensi termal rata-rata
(yaitu kandungan energi dari bahan bakar dibandingkan energi yang dihasilkan) untuk
campuran fasilitas pembangkit listrik yang menyediakan listrik ke jaringan listrik lokal. Untuk
panas yang dibeli atau uap, faktor efisiensi biasanya dapat diperoleh dari pemasok.

Untuk perhitungan maka dapat digunakan metode konversi yang umum yaitu:

Modul 10
Hal. 15
 Kandungan energi bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan listrik = listrik
yang dibeli / diterima dalam gigajoules (GJ) dibagi dengan 0,38

 Kandungan energi bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan uap = uap dibeli
/ diterima di GJ dibagi dengan 0,8

Faktor-faktor yang diberikan di atas adalah nilai-nilai konservatif untuk memperhitungkan


kerugian efisiensi selama pembangkitan dan transportasi namun tidak mencerminkan
efisiensi dari teknologi pembangkit listrik terbaru. Jika listrik diimpor semata-mata berasal
dari bukan pembakaran dan bukan nuklir (misalnya angin, tenaga air, gelombang, energi
pasang surut) tidak perlu untuk menerapkan faktor grid, hanya energi impor yang dibeli.

Total Pemakaian Energi

Total penggunaan energi harus mencakup energi langsung dan energi yang diimpor tetapi
tidak termasuk energi yang diekspor dalam rangka hanya mengukur energi yang dikonsumsi
oleh operasi perusahaan minyak dan gas.

Luar Batasan

Kandungan energi flare gas atau vented harus dikeluarkan dari estimasi total penggunaan
energi. Meskipun mencerminkan hilangnya sumber daya energi, tetapi hilangnya gas
tersebut tidak mencerminkan penggunaan energi yang dibutuhkan untuk produksi atau
pembuatan produk.

Dari batasan tersebut dapat disederhanakan model analisis intensitas energinya adalah
sebagai berikut

Modul 10
Hal. 16
Gambar 10. 5 Analisis intensitas energi

Proses Benchmarking

Proses benchmarking dimulai dengan pengumpulan data dan diakhiri dengan rencana
berdasarkan prioritas untuk menerapkan langkah-langkah hemat energi.

Langkah-langkah dasarnya adalah sebagai berikut:

Gambar 10.6 Langkah proses benchmarking

Langkah 1

Mengumpulkan dan meringkas data penggunaan energi untuk semua bahan bakar termasuk
listrik, gas alam dan minyak bakar. Jika mengalami kesulitan pengumpulan data maka dapat
dihubungi penyedia energi seperti PT. PLN.

Langkah 2

Modul 10
Hal. 17
Membentuk indeks pemanfaatan energi (EUI) untuk peralatan, situs maupun organisasi.
Sebagai contoh sebuah gedung A pada suatu sekolah dihitung berapa jumlah biaya energi
per m2 dan atau per siswa selama satu bulan dan dikumpulkan selama 12 bulan.

Tabel 10.1 Perhitungan indeks pemanfaatan energi

Indeks lain yang lebih umum adalah energi listrik/m2 (kWh/m2) biasanya untuk ruang yang
dikondisikan.

Langkah 3

Langkah selanjutnya adalah dengan membandingkan EUI masing-masing gedung dalam


bentuk laporan seperti gambar di bawah.

Modul 10
Hal. 18
Langkah 4

Hasil laporan benchmarking adalah bahwa fasilitas sekolah yang diurutkan ke dalam urutan
peringkat berdasarkan EUI. Setelah laporan kemudian akan dicari variasi dalam penggunaan
energinya. Dengan menentukan kinerja relatif sebuah gedung terhadap gedung lain akan
memberikan arah untuk mencari masalah penggunaan energi yang tinggi dan solusi efisiensi
energi dan hemat biaya.

14. Tujuan, Target Dan Rencana Aksi Pengelolaan Energi

Tujuan menyeluruh harus didefinisikan dan konsisten terhadap visi dan tujuan organisasi.
Tujuan menyeluruh ini kemudian harus diterjemahkan ke dalam tujuan-tujuan dan sasaran
praktis untuk setiap segmen bisnis, untuk setiap situs dan akhirnya untuk setiap entitas
pengolahan sejalan dengan waktu.

Segmen usaha atau situs biasanya akan memiliki target tahunan sedangkan indikator
operasional di unit proses harus dipenuhi oleh masing-masing shift yang ada. Target sering
mudah dinyatakan dalam perbaikan indikator kinerja dari waktu ke waktu.

Tujuan dan sasaran di semua tingkatan harus secara teratur diperbarui untuk mencerminkan
dan mempertimbangkan hasil tinjauan energi sebelumnya pada item-item tertentu
ditingkatkan.

Menetapkan Tujuan

Penentuan tujuan adalah alat yang efektif dan diperlukan untuk melacak kemajuan kinerja
energi dalam upaya untuk menjadi lebih hemat energi. Langkah awal adalah dengan
menentukan apa yang diinginkan di akhir proyek. Kemudian segera membuat keputusan
akan membantu dalam menguraikan tujuan energi dan sekaligus membantu dalam proses
penetapan tujuan.

Salah satu strategi yang efektif dan terbukti untuk menetapkan tujuan efisiensi energi adalah
melakukan kerja sama dengan semua stakeholder kunci dan tim energi dalam sesi kerja
selama satu atau dua hari untuk mengembangkan kesepakatan visi untuk proyek dan
menetapkan pelatihan dan kompetensi untuk pengembangan proyek pada bulan maupun
tahun mendatang. Salah satu hasil penting dari pertemuan awal ini adalah pembinaan sikap
dan komitmen terhadap proyek-proyek hemat energi dan tujuan energi di antara peserta.

Terlepas dari pendekatan yang dilakukan, ada proses 7 - langkah generik berikut yang telah
terbukti berhasil dan dapat membantu mengidentifikasi dan mencapai tujuan efisiensi energi.

Langkah 1: Identifikasi Tujuan Energi

Modul 10
Hal. 19
Dalam proses pembentukan tujuan efisiensi energi, harus selalu fokus pada pengaturan
tujuan yang "SMART": Specific, Measurable, Achieveable, Realistic, Timely. Metode ini
sering membantu untuk pertama kali dalam menentukan area fokus atau kategori.

Penerapan yang dapat segera dilaksanakan biasanya yang berbiaya rendah atau tanpa
biaya, seperti pada tata cahaya, tata udara, selubung bangunan, metering dan pemantauan
energi. Kemudian buat daftar pada setiap tujuan energi yang SMART dalam setiap kategori.

Contoh:

• Tujuan yang tidak SMART: Menggunakan tata cahaya yang efisien.

• Tujuan yang SMART:

 Mengganti 25 persen dari lampu pijar dengan lampu hemat energi setiap kuartal
sampai tuntas

 Mengurangi biaya listrik 20 % dalam 2 tahun

 Mengurangi penggunaan gas 15% di tahun 2014

 Mengurangi penggunaan energy sebesar 20 % di tahun 2020

Aturan sederhana dalam membuat tujuan adalah dengan tidak menetapkan banyak tujuan
pada waktu yang sama, hal ini dikarenkan kunci utama untuk penetapan sebuah tujuan
adalah tetap fokus dan tidak mungkin untuk fokus pada banyak tujuan pada saat yang sama.
OLeh karena itu mulailah dengan hal yang paling penting.

Tabel 10.2 Contoh tujuan

Modul 10
Hal. 20
Langkah 2: Buat Bagan Tingkat Pencapaian Tujuan

Jika perusahaan telah mempunyai tujuan berkaitan dengan aturan misalnya kewajiban
hemat energi atau manajemen energi, maka aturan eksternal ini dapat dipakai sebagai dasar
pencapaian tujuan. Selain itu perlu membangun dukungan internal dalam proses penetapan
tujuan yang bersifat kolaboratif dan terbuka.

Bagan blok tingkat pencapaian tujuan merupakan tulisan bagaimana menangani setiap
masalah. Bagian ini penting karena sering kita tidak pernah berpikir hambatan apa saja yang
mungkin terjadi dalam mencapai tujuan kita. Langkah ini juga akan mengidentifikasi di mana
informasi tambahan atau penelitian perlu dilakukan.

Tabel 10. 3 Tingkat pencapaian tujuan

Tujuan Kemudahan (1-5) Biaya (Rp) Kebutuhan

Mengganti 25 % Jumlah lampu,


1 Rp. 5 Jt.
…… pembiayaan, diskon…

Langkah 3: Memerinci Tujuan

Tujuan harus diperinci ke dalam tindakan spesifik, yaitu untuk memastikan semua
mendukung "peran" yang kita lakukan sebagai hal yang penting untuk perusahaan.

Langkah 4: Tentukan Tugas Dan Tanggung Jawab

Buat sebuah outline semua langkah-langkah untuk mencapai tujuan. Setiap langkah harus
dipecah menjadi tugas-tugas kecil yang dikelola oleh seorang individu atau tim individu.
"Menetapkan" tugas-tugas ini kepada individu atau kelompok yang akan bertanggung jawab
untuk menyelesaikan tugas-tugas dengan tenggat waktu tujuan tertentu.

Tabel 10.4 Action plan dan pemeran

Modul 10
Hal. 21
Langkah 5: Melaporan Kembali

Akuntabilitas adalah sebuah tanggung jawab. Untuk itu usahakan seorang individu atau tim
bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka dengan tenggat waktu yang
ditentukan dan berilah penghargaan kinerja bagi yang patut dicontoh.

Jika mereka tidak dapat memenuhi tujuan, maka harus dicari tahu mengapa dan bekerja
sama untuk mengidentifikasi solusi untuk mengatasi hambatan tersebut dan segera
menerapkannya. Kemajuan dan pelajaran yang diperoleh digunakan sebagai feed back ke
dalam proses pencapaian tujuan. Tujuan dan sub tujuan harus dievaluasi ulang secara
berkala dan disesuaikan seperlunya.

Untuk mencapai tujuan membutuhkan komitmen dan dedikasi dari semua orang yang
terlibat. Komitmen tidak akan muncul pada proyek-proyek di mana tujuan energi didasarkan
pada biaya keuangan yang ketat. Dalam prakteknya, komitmen tampaknya muncul hanya
ketika peserta merasakan hubungan antara tujuan proyek dengan nilai-nilai lingkungan
mereka sendiri, dan juga ketika mereka berpartisipasi dalam pengembangan tujuan mereka
sendiri.

Langkah 6: Mengembangkan Rencana Induk Energi

Rencana induk energi menciptakan kerangka organisasi yang menyediakan strategi untuk
mengidentifikasi, merencanakan, melaksanakan, mencapai dan mengukur peningkatan

Modul 10
Hal. 22
kinerja energi dan pengurangan penggunaan energi. Peluang penghematan energi dapat
ditemukan di semua fasilitas tidak hanya plant proses tetapi termasuk gedung kantor
administrasi dll. Manfaat prinsip rencana energi berkaitan dengan hemat energi akan
mengurangi biaya operasional yang dapat diarahkan untuk kebutuhan lain seperti
peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Kegiatan efisiensi energi

memberikan contoh pembelajaran yang positif bagi semua karyawan dan meningkatkan
kualitas visual, kesehatan dan lingkungan.

Elemen Kunci Rencana Energi antara lain:

• Dewan Pengurus dan dukungan administratif terhadap rencana.

• Peraturan administratif untuk melaksanakan rencana energi .

• Strategi khusus untuk mengurangi penggunaan energi.

• Tujuan pengurangan penggunaan energi .

• Metodologi untuk mengukur kinerja energi atau penghematan energi.

• Jadwal penghematan energi.

• Sistem penghargaan untuk partisipasi individu atau plant.

• Standar energi untuk peralatan baru .

• Pedoman Energi untuk konstruksi baru, modernisasi atau proyek renovasi .

• Jadwal biaya biaya meliputi untuk fasilitas digunakan oleh kelompok-kelompok eksternal.

Rencana induk perlu direview dan diupdate atau disesuaikan dengan rencana sistem yang
lain yang ada. Mencari umpan balik dan best practice di tempat lain. Perencanaan yang
bersifat kolaboratif dimana melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkena dampak
pada rencanan energi tersebut akan meningkatkan efektivitas operasional dari rencana
energi.

Langkah 7: Menyelesaikan Rencana Energi

Menyerahkan rencana energi ke manajemen puncak untuk disetujui kemudian di sebar


luaskan kepada semua kelompok karyawan. Masing-masing kelompok dapat berkontribusi
untuk keseluruhan tujuan efisiensi energi.

Tabel 10.5 Penyelesaian rencana energi

Modul 10
Hal. 23
Modul 10
Hal. 24
MODUL 11
PENERAPAN KONSERVASI ENERGI DAN MANAJEMEN ENERGI

1. PENDAHULUAN

Tahap implementasi konservasi energi dan manajemen energi adalah tahap penerapan hasil
dari tahapan perencanaan dimana telah ditetapkan tujuan dan target konservasi energi dan
dari penerapan ini dibuat suatu rencana aksi.. Pada fase ini faktor manusia merupakan kunci
keberhasilan. Jika orang-orang dalam organisasi tidak menyadari peluang dan tidak
termotivasi untuk bertindak, maka dalam menjalankan program akan menghadapi resiko
kegagalan. Dalam tahap perencanaan, organisasi telah mengidentifikasi peralatan
pemanfaat yang menggunakan energi dan telah memiliki serta membuat rencana aksi untuk
peningkatan kinerjanya. Maka selanjutnya perlu memotivasi orang yang tepat untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan. Hal ini dapat dicapai melalui kegiatan peningkatan
kesadaran dan pelatihan. Menyediakan umpan balik dengan memberikan informasi kepada
semua orang tentang keberhasilan penghematan energi yang akan membantu
mempertahankan momentum untuk penghematan energi yang berkelanjutan. Kunci terakhir
dalam rangka keberhasilan pelaksanaan adalah dengan memastikan setiap elemen bekerja
sama melalui hubungan yang sesuai.

Penerapan konservasi energi dan manajemen energi secara umum dapat dibagi dalam
beberapa bagian penting yaitu:

1. Kompetensi, berkaitan dengan sumberdaya manusia yang kompeten, sehingga


pelaksanaan dapat berjalan secara efektif dan efisien
2. Dokumentasi, berkaitan tidak hanya secara administrative tetapi juga berkaitan dengan
metode perhitungan penghematan yang sesuai.
3. Kontrol operasi, berkaitan dengan area kunci dimana penghematan itu terjadi, operasi
dan pemeliharaan, jasa kontraktor dan pelatihan
4. Komunikasi, dapat dilakukan dengan on the job training, instruksi kerja dan prosedur
operasi, pelatihan, log book, email dll.
5. Energy efficient design, berkaitan dengan rencana dan desain peralatan yang hemat
energi
6. Pembelian energi, jasa dan barang, berkaitan dengan komunikasi dengan pihak lain
yang berkaitan dengan pembelian dan penyediaan energi.

Modul 11
Hal. 1
Tujuan Sasaran Rencana tindak Penerapan
• Jangka panjang (3-5 • Specific • Apa • Kompetensi
tahun) • Measureable • Siapa • Dokumentasi
• Spesifik • Achievable • Bagaimana • Kontrol operasi
• Konsisten dengan • Relevant • Kapan • Komunikasi
kebijakan • Timed • Apakah selesai • Energy efficient
• Mendukung tujuan • Apakah berhasil design
• Pembelian energi,
jasa dan barang

Gambar 11.1 Keterkaitan antara tujuan, sasaran, rencana tindak dan penerapan

Penerapan merupakan kegiatan yang harus dipantau dan dievaluasi terus menerus,
dikarenakan kegiatan ini didukung dan juga mendukung proses manajemen yang lain, hal-
hal yang perlu dilakukan akan berkatian dengan masalah teknis dan administratif. Kegiatan
penerapan konservasi energi dan manajemene energi pada prinsipnya adalah pada
penggunaan energi yang signifikan sesuai dengan tujuan dan target yang sudah ditentukan
dalam perencanaan, seperti pada gambar berikut.

Kontrol operasi

Pembelian
Kompetensi,
training dan
kesadaran

Significant Monitoring,
Tujuan, target energy pengukuran
dan rencana uses dan analisis
tindak

Gambar 11.2 Hubungan signifikansi antara pelaksanaan dengan pengguna energi yang
signifikan

Salah satu hasil penting dari penerapan adalah rencana aksi untuk perbaikan kinerja. Perlu
dipastikan bahwa setiap orang dalam organisasi menyadari dan ikut serta dalam setiap
kegiatan/proyek. Kita juga perlu memastikan bahwa informasi yang dibutuhkan telah tersedia
agar kegiatan/proyek menjadi berhasil. Bagian/Departemen atau personal lain perlu
menyadari akan perlu adanya perubahan operasi mereka dalam rangka perbaikan yang
berkelanjutan. Oleh karena itu hubungan ke unit organisasi lain harus dimasukkan dalam
rencana aksi implementasi.

2. STRUKTUR ORGANISASI

Organisasi harus mempertimbangkan untuk mengembangkan sebuah matriks atau bagan


organisasi yang menguraikan peran dan tanggung jawab individu dalam kaitannya dengan
sistem manajemen energi . Keberhasilan pelaksanaan penerapan konservasi energi dan
manajemen energi memerlukan komitmen dari personel kunci yang relevan dan juga

Modul 11
Hal. 2
kesadaran dari semua orang yang ikut bekerja untuk atau atas nama organisasi dan jika
diperlukan perlu dibentuk ―tim energi‖. Tim energi merupakan tim terpadu yang anggotanya
berasal dari semua bagian yang terkait baik dari sisi teknis maupun administrative.

Dalam organisasi pemantauan konsumsi energi dapat dikembangkan menjadi lebih canggih
melalui metering yang lebih komprehensif. Organisasi dapat mempertimbangkan pengalihan
tanggung jawab untuk pengelolaan energi di seluruh organisasi melalui pengembangan
antara lain:

 Pusat Kontrol Biaya dikendalikan oleh tim manajemen unit bisnis tersendiri
 Untuk unit bisnis yang spesifik yang mempunyai indikator kinerja tersendiri tanggung
jawab untuk mencapai target yang ditetapkan oleh tim manajemen di masing-masing
unit bisnis tersebut.

3. SUMBER DAYA MANUSIA

Alokasi sumber daya manusia harus dipastikan dengan tepat. Orang harus memiliki waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas yang sudah ditentukan. Anggota tim juga
harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kewenangan untuk melakukan tugas-tugas
mereka yang telah ditetapkan. Kita juga harus memastikan akan peran dan tanggung jawab
dengan jelas dan disepakati bersama yang akan terlibat dalam pelaksanaan rencana aksi
termasuk tanggal jatuh tempo dan tindakan yang diperlukan. Setiap anggota tim memiliki
akses untuk meninjau dan memperbarui sumber-sumber lain yang diperlukan untuk rencana
aksi tersebut. Kita juga harus memastikan adanya mekanisme bagi tim untuk mengajukan
pertanyaan dan menerima informasi yang dibutuhkan. Dalam perencanaan perlu
dimasukkan komunikasi akan hasil yang telah dicapai oleh tim.

4. KOMPETENSI, PELATIHAN DAN KESADARAN

Kompetensi terbagi dalam dua bidang utama:

 Sistem Manajemen Energi, yaitu semua kompetensi dan pengetahuan yang diperlukan
untuk semua pelaku untuk menyadari, memahami, mengoperasikan dan mengendalikan
manajemen energi
 Pengetahuan teknis energi, yaitu pemahaman teknis dan keahlian yang dibutuhkan untuk
persediaan dan menganalisa penggunaan energi, dan mengidentifikasi dan
memanfaatkan peluang untuk perbaikan.

Sejauh mana keahlian ilmu energi perlu dikembangkan, tergantung biasanya pada kebijakan
keseluruhan organisasi dan ukurannya. Organisasi yang lebih besar dapat
mempertimbangkan memiliki ahli energi dan tim penilaian mereka sendiri , sedangkan
perusahaan kecil dapat mengandalkan konsultan ahli eksternal. Rencana pelatihan dapat
dimasukkan dalam siklus perencanaan energi secara keseluruhan.

Modul 11
Hal. 3
5. KOMUNIKASI

Komunikasi internal pada isu-isu yang berhubungan dengan energi dapat menggunakan
jalur komunikasi yang sudah ada seperti pada topik lingkungan dan keselamatan. Selain itu
hal yang bersifat teknis bisa dilakukan dengan pelaksanaan on the job training, prosedur
operasi dll. Selama fase implementasi konservasi energi dan manajemen energi bisa dengan
melakukan kampanye dimana komunikasinya berfokus hanya pada isu-isu energi, dan juga
menginformasikan staf tentang manajemen energi itu sendiri serta tentang kebijakan yang
terkait, target dan rencana aksi. Rencana komunikasi dapat dimasukkan dalam siklus
perencanaan energi secara keseluruhan.

Sebuah kampanye komunikasi yang sukses akan meningkatkan kesadaran semua staf
perusahaan tentang pentingnya manajemen energi yang baik, dan memotivasi staf untuk
mencapai kinerja energi yang baik dan juga penghematan energi. Untuk komunikasi
eksternal, topik yang berhubungan dengan energi dapat dengan mudah diintegrasikan ke
dalam laporan lingkungan.

Kriteria komunikasi dalam kegiatan sehari-hari dapat berupa kegiatan dalam on the job
training, instruksi kerja dan prosedur operasi, pelatihan dalam kelas, log book, email dll.
Yang kesemuanya dapat dilakukan sesuai dengan level manajemen.

Identifikasi Kesadaran Dan Komunikasi

Kesadaran akan efisiensi energi adalah sangat penting oleh karena itu informasi yang tepat
mengenai peningkatan kesadaran perlu dilakukan antara lain :

 Apa yang akan mendorong mereka untuk mengubah perilaku?


 Bagaimana mereka dapat ikut terlibat?
 Bagaimana mereka mempengaruhi penggunaan dan konsumsi energi?
 Bagaimana hal ini akan membantu mereka?
 Bagaimana hal ini akan membantu organisasi?
 Bagaimana mereka tahu tindakan mereka mengambil akan memberikan hasil?
 Apa hasil yang diharapkan?

Informasi ini akan membantu mengembangkan pesan akan kesadaran energi. Agar sukses
maka pesan harus dikomunikasikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :

 Menetapkan harapan dari seluruh karyawan


 Pastikan pertanyaan dan keprihatinan dibahas dan dikomunikasikan kembali kepada
karyawan dalam waktu yang tepat
 Mengkomunikasikan kemajuan dan hasil yang dicapai
 Mintalah masukan dan berbagi langkah berikutnya

Modul 11
Hal. 4
Orang umumnya bersedia membantu dan melakukan tindakan yang tepat jika mereka tahu
apa tindakan tersebut oleh karena itu pastikan untuk menyertakan pesan ini yang akan
meningkatkan kinerja penyediaan dan pemanfaatan energi.

6. PENGELOLAAN PEMBIAYAAN PROYEK KONSERVASI ENERGI

Tujuan Pembiayaan

Tujuan dari Pembiayaan Proyek Konservasi Energi adalah untuk dapat mewujudkan
peningkatan efisiensi penggunaan energi baik pada skala kecil, menengah maupun besar di
berbagai sektor dengan mengintegrasikan prinsip dan nilai komersial pembiayaan.

Lingkup Pembiayaan

Terdapat berbagai kemungkinan pendefinisian lingkup pembiayaan konservasi energi yang


salah satunya adalah dengan mengelompokkannya berdasarkan besarnya biaya yang
dibutuhkan dan tingkat manfaat yang hendak diraih.
Tinggi

C D
Menengah
Manfaat

A B
h

Menengah Tinggi
da
en

Biaya
R

Gambar 11.3 Pengelompokkan Kemungkinan Tingkat Biaya dan Tingkat Manfaat


Kelompok A – Biaya Rendah-Menengah/Manfaat Rendah-Menengah

Kegiatan yang termasuk kedalam kelompok ini membutuhkan biaya rendah hingga
menengah (relatif terhadap jenis usaha dan biaya yang ditanggung oleh usaha tersebut)
untuk mendapatkan manfaat yang relatif rendah hingga menengah. Hal ini kemungkinan
bisa dicapai dengan menerapkan langkah-langkah perawatan maupun upaya pemeliharaan
fasilitas dengan biaya relatif rendah yang ditujukan untuk menjaga dan/atau meningkatkan
efisiensi penggunaan energi namun tidak secara signifikan atau spektakuler

Kelompok B – Biaya Menengah-Tinggi / Manfaat Rendah-Menengah

Kegiatan yang termasuk kedalam kelompok ini membutuhkan biaya menengah hingga tinggi
(relatif terhadap jenis usaha dan biaya yang ditanggung oleh usaha tersebut) namun tidak
mendapatkan manfaat yang tinggi (manfaat yang diraih hanya pada tingkat rendah hingga

Modul 11
Hal. 5
menengah). Hal ini dapat saja dicapai dengan menerapkan langkah-langkah perawatan,
pemeliharaan ataupun pembiayaan fasilitas baru dengan biaya menengah-tinggi namun
dengan kemungkinan penerapan teknologi yang kurang tepat atau kompleksitas penerapan
yang cukup tinggi.

Kelompok C – Biaya Rendah-Menengah / Manfaat Menengah-Tinggi

Kegiatan yang termasuk kedalam kelompok ini termasuk sangat ideal karena membutuhkan
biaya rendah menengah (relatif terhadap jenis usaha dan biaya yang ditanggung oleh usaha
tersebut) namun untuk mendapatkan manfaat yang signifikan (menengah tinggi). Hal ini bisa
dicapai dengan menerapkan teknologi tepat guna yang sudah banyak tersedia sehingga
efisiensi harga telah tercapai.

Kelompok D – Biaya Menengah-Tinggi / Manfaat Menengah-Tinggi

Modifikasi terhadap proses secara keseluruhan, baik dari tahap perencanaan awal maupun
perubahan sistem secara keseluruhan, yang memiliki kemungkinan besar membutuhkan
pembiayaan skala menengah-tinggi dan tingkat kompleksitas penerapannya yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok sebelumnya namun untuk mampu meraih efisiensi
penggunaan energi yang tinggi.

7. EVALUASI ASPEK FINANSIAL

Metoda evaluasi aspek finansial dalam suatu proyek investasi secara umum dapat
dikategorikan dalam dua hal yaitu metode non-discounted dan metode discounted.

Metode Non-Discounted

Metode Non-Discounted digunakan untuk mengkaji proyek jangka pendek (contoh: kurang
dari satu tahun) dimana inflasi keuangan atau nilai waktu terhadap uang (time value of
money) diabaikan. Metode ini membandingkan biaya dan manfaat dimana arus kas yang
diharapkan (future cash flow) tidak perlu dinilai saat ini (tidak digunakan metode present
value of money). Metode ini menggunakan kajian terhadap nilai ekonomis dari proyek
peningkatan efisiensi sederhana. Beberapa rasio yang digunakan adalah tingkat
pengembalian (Return On Investment), Internal Rate of Return (IRR), jenis, tingkat dan
rencana mitigasi resiko.

Metode Discounted

Metode Discounted diterapkan pada proyek-proyek jangka panjang (lebih dari satu tahun
dimana terdapat penerapan prinsip time value of money). Ciri-ciri dari proyek jangka
panjang diantara lain adalah:

 Biaya dan manfaat terwujud dalam jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari satu
tahun);

Modul 11
Hal. 6
 Total nilai keseluruhan proyek atau program dievaluasi saat ini yang membutuhkan
estimasi nilai saat ini atas keseluruhan biaya dan pemasukan (Net Present Value atau
NPV);
 Terdapat inflasi dan biaya atas uang (interest charges);
 Resiko usaha dalam waktu yang lebih panjang.

Metode Discounted berlandaskan oleh prinsip bahwa nilai uang sekarang kemungkinan tidak
sama dengan nilai uang dimasa yang akan datang. Hal tersebut disebabkan oleh inflasi
yang menurunkan daya beli uang (purchasing power). Nilai uang dipengaruhi oleh tingkat
inflasi dan disebut dengan Discount Rate (DR).

Inflasi merupakan istilah ekonomi untuk kenaikan harga-harga secara menyeluruh. Misalkan
angka inflasi rata-rata 5%, berarti nilai barang rata-rata naik sebanyak 5%, sehingga '‖daya
beli‖ atau nilai uang Rp. 100,000 sekarang akan berkurang 5% menjadi Rp. 95,000 satu
tahun berikutnya.

Pada negara dimana terdapat tingkat inflasi yang cukup tinggi, discount rate (dalam
prosentase atau %) yang tinggi akan digunakan dalam melaksanakan evaluasi usulan
investasi. Untuk itu Discount Rate menunjukkan pengaruh waktu dan interest rate saat itu

Sebagai ilustrasi:
 Rp. 1000,- hari ini akan setara dengan Rp. 1093,- di tiga tahun mendatang dengan
tingkat discount rate 3%.
 Rp. 1000,- hari ini akan setara dengan Rp. 1728 di tiga tahun mendatang dengan tingkat
discount rate 20%.
Kelayakan sebuah proyek dapat dinilai dan dipengaruhi oleh discount rate. Oleh karena itu
sebelum mengambil keputusan seorang investor akan melakukan analisis sensitivitas atau
―Sensitivity Analysis‖ untuk menentukan kelayakan usulan proyek yang dipengaruhi oleh
discount rate. Metode analisis sensitivitas yang banyak digunakan adalah sebagai berikut:

Return On Investment (ROI)

ROI merupakan kemampuan usaha untuk menghasilan keuntungan yang akan digunakan
untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio ini
adalah laba bersih setelah pajak atau EAT (Earnings After Tax).

Formula Return On Investment (ROI) adalah:


ROI = [EAT / Total Investasi] x 100%

Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat kemampuan pengembalian investasi


berdasarkan arus kas masuk selama periode investasi yang diekspresikan dalam %.
Kelayakan investasi dinilai jika IRR lebih tinggi dibandingkan dengan interest charges atau

Modul 11
Hal. 7
discount rate maupun tingkat inflasi. Semakin tinggi IRR maka, secara teoritis, proyek
tersebut akan semakin mampun menghasilkan pendapatan (profitable).

Formula Internal Rate of Return (IRR) adalah:


0 = - Investasi Awal + Σ [Arus Kasn(1+IRR)n]
Dimana:
n = jumlah frekuensi atau waktu.
Tabel 11.1 Contoh Penghitungan berdasarkan IRR

Pada tabel 11.1. di atas Proyek A dinilai memiliki IRR 21,41% yang lebih tinggi dibanding
Proyek B dengan IRR 20,42%. Namun jika dibandingkan dengan menggunakan metode
NPV, Proyek B terlihat lebih menjanjikan. Hal ini menunjukkan adanya potensi perbedaan
berdasarkan metode yang dipilih.

Net Present Value (NPV)

Untuk dapat menentukan kelayakan sebuah investasi maka seluruh pendapatan dimasa
depan perlu dihitung untuk mengetahui nilai saat ini berdasarkan discount rate minimum
yang dapat diterima. Jika dihadapkan pada beberapa pilihan investasi maka sebuah
lembaga pembiayaan akan memilih investasi yang diperhitungkan akan memberikan
pendapatan tertinggi berdasarkan nilai Net Present Value (NPV).

Tabel 2. berikut mengilustrasikan penghitungan NPV sebuah proyek dimana terdapat dua
proyek yang masing-masing membutuhkan investasi senilai US$ 10 Juta. Penghematan
yang mungkin terjadi pada proyek A adalah US$ 2,5 Juta setahun sedangkan proyek B tidak
terdapat dipastikan. Penghitungan nilai saat ini atas penghematan yang terwujud
dikalkulasikan pada discount rate 10%. Proyek B menunjukkan NPV yang lebih tinggi

Modul 11
Hal. 8
dibandingkan dengan Proyek A, oleh karena itu Proyek B lebih layak secara matematis
untuk dipilih sebagai lahan investasi.

Formula Net Present Value (NPV) adalah:


NPV = Σ [Arus Kasn(1+DR)n]
Dimana:
DR = Discount Rate atau Interest Charges atau Tingkat Inflasi (%).
n = jumlah frekuensi atau waktu.

Tabel 11.2 Contoh Penghitungan Net Present Value (NPV) Proyek.

Break Even Point (BEP)

Yang dimaksud dengan break even point adalah jumlah hasil penjualan atau dalam kasus
konservasi energi adalah tingkat penghematan energi yang memiliki nilai setara dengan
biaya yang dikeluarkan. Agar mendapatkan keuntungan, proyek pembiayaan konservasi
energi harus mampu menghasilkan penghematan (dan menilai penghematan tersebut dalam
hitungan nominal sebagai basis pemasukan dalam bentuk ―non cash‖) lebih tinggi
dibandingkan dengan break even point. Pada awal beroperasinya teknologi konservasi
energi belum tentu dapat menghasikan break even point namun pada tahun berikutnya
sistem yang baru harus dapat menghasilkan penghematan (dalam nilai Rupiah) jauh diatas
break even point.

Cost Effectiveness Analysis

Dalam setiap peluang berinvestasi analisis keuangan secara mendetail perlu dilaksanakan
untuk dapat menarik kesimpulan tentang pilihan yang paling sesuai. Namun hal tersebut

Modul 11
Hal. 9
tidak selalu mudah mengingat program konservasi energi seringkali bermakna sosial (dan
tidak mudah menilai makna sosial kedalam makna keuangan). Hal ini membutuhkan
pendekatan berbeda yaitu Cost-Effectiveness Analysis.

Cost-Effectiveness Analysis digunakan untuk mengidentifikasi dan memilih alternatif


investasi dengan biaya terendah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam situasi
dimana anggaran sudah ditentukan jumlahnya maka alternatif investasi yang dipilih adalah
investasi yang berpotensi mencapai hasil terbaik.

Tabel 3. dibawah ini mengilustrasikan analisis Cost Effectivess yang relatif mudah.
Anggaran sejumlah US$ 10,000 telah dialokasikan kedalam proyek peningkatan efisiensi
energi. Terdapat tiga pilihan.

1. Proyek A: peningkatan efisiensi sampai dengan 90% dengan biaya US$100 per unit;
2. Proyek B: peningkatan efisiensi sampai dengan 50% dengan biaya US$40 per unit;
3. Proyek C: peningkatan efisiensi sampai dengan 80% dengan biaya US$60 per unit.

Tabel 11.3 Contoh Perbandingan Beberapa Pilihan

Metode penghitungannya adalah dengan mengkalkulasi rasio ―Persentasi Peningkatan


Efisiensi‖ dan ―Biaya Per Unit‖. Pada tabel dapat dilihat bahwa Proyek C menunjukkan
kinerja terbaik. Namun hal tersebut tidak berhenti disini. Jika Proyek C hanya mampu
mengadakan 50 unit oleh karena kendala teknis (atau apapun – hanya sebagai ilustrasi)
maka akan lebih bijaksana jika menggunakan B dan C bersamaan sesuai dengan porsi
terbanyak yang mampu dihasilkan (karena hendak mencari efek terbaik).

Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan tolok ukur penting selain tolok ukur yang telah
dijelaskan sebelumnya. Analisis BCR dilakukan dengan mempertimbangkan nilai kini
manfaat (Present Worth Benefit) selama jangka waktu (waktu n) proyek dengan nilai kini
biaya (Present Worth Costs atau Disbenefits) dalam jangka waktu (waktu n) yang sama.
Namun selain itu, BCR dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek lain seperti
biaya yang muncul akibat pengangguran yang terjadi dengan keputusan untuk tidak

Modul 11
Hal. 10
melakukan investasi (social costs) atau biaya terhadap pelestarian alam jika tidak melakukan
konservasi energi (environmental costs).

Rasionalitas Memilih Pendanaan: Pertimbangan IRR VS BCR

Berikut ini merupakan analisis sederhana mengenai ketentuan yang dapat diterapkan dalam
memilih jenis pendanaan proyek dengan mempertimbangkan analisis IRR dan BCR.

Tabel 11.4 Tabel Sederhana Rasional Memilih Jenis Pendanaan


IRR BCR Jenis Pendanaan
Rendah Tinggi Lebih baik menggunakan dana soft
loan, anggaran pemerintah, grant atau
hibah.
Menengah Menengah Dianjurkan menggunakan dana soft
loan, anggaran pemerintah, grant atau
hibah, atau pinjaman komersial dengan
tingkat bunga pinjaman rendah
dibandingkan yang umum berlaku.
Tinggi Rendah atau Layak menggunakan dana pinjaman
Tinggi komersial asalkan resiko termitigasi.

8. EVALUASI ASPEK EKONOMI

Dalam suatu kegiatan evaluasi suatu proyek investasi dikenal analisis tekno ekonomi.
Analisis tekno ekonomi dilakukan untuk mencari potensi ekonomi dalam proses riset.
Mengevaluasi biaya dalam suatu proses dibandingkan dengan teknologi yang ada dapat
mengkaji kelayakan ekonomi dari proyek. Analisis ini akan sangat berguna untuk mencari
teknologi baru mana yang mempunyai potensi tertinggi keberhasilannya untuk jangka
panjang dan menengah. Hasil analisis tekno ekonomi sangat berguna untuk mengarahkan
riset kearah area dimana perbaikan akan menghasilkan pengurangan biaya terbesar. Ketika
ekonomi proses tersebut dievaluasi selama umur proyek, tujuan final komersialisasi dapat
diukur.

Metode evaluasi ekonomi yang sudah teruji dan relative mudah penggunaannya adalah
dengan menggunakan metode Life Cycle Cost Analysis (LCCA). LCCA adalah metode untuk
mengkaji biaya total dari suatu fasilitas. Seluruh biaya dihitung mulai dari perolehan,
pemilikan dan pembuangan dari suatu fasilitas. LCCA berguna khususnya jika proyek
alternative mempunyai kesamaan kinerja, tapi berbeda pada biaya awal dan biaya
operasionalnya, dan harus dibandingkan dalam rangka memmilih salah satu yang
memaksimalkan penghematan netto. Sebagai contoh LCCA akan membantu pemilihan
proyek penggantian HVAC kinerja tinggi dengan system pelapisan, dimana biaya awal tinggi
tapi akan menghemat biaya operasi dan biaya maintenance, apakah cost effective atau
tidak. Akan tetapi LCCA tidak digunakan untuk alokasi anggaran.

Modul 11
Hal. 11
LCC terendah merupakan hasil langsung dan mudah dipahami untuk mengukur suatu
evaluasi ekonomi. Metode lain yang mirip dan saling mendukung adalah Net saving (net
benefit), Saving to Investment Ratio (SIR), IRR dan pay back period. Metode tersebut
konsisten dengan LCC terendah jika menggunakan parameter yang sama dan jangka waktu
studi yang sama pula.

Kegunaan lain LCA adalah metode ini untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan
meminimalisasi dampak lingkungan dan terkurasnya sumberdaya pada suatu proses. Jika
ada suatu kajian dilakukan berkaitan dengan studi kelayakan tekno ekonomi, total
keuntungan ekonomi dan lingkungan proses penggambaran kembali dapat dikuantifikasi.
Neraca energi dan masa dapat digunakan untuk menghitung emisi, pengurasan
sumberdaya, dan konsumsi energi semua proses termasuk penggunaan bahan baku, proses
dan buangan akhir dari produk.

Metode Life-Cycle Cost Analysis (LCCA)

Kegunaan metode LCCA adalah untuk memperkirakan biaya keseluruhan terendah dari
proyek alternative dan memilih desain terbaik yang konsisten dengan kualitas dan
fungsinya. LCCA dilakukan pada awal desain sehingga masih dimungkinkan adanya
perubahan dalam rangka mengurangi biaya life-cycle.

Salah satu yang menarik dari penggunaan LCCA adalah dalam melakukan evaluasi ekonomi
pada desain alternative pada gedung dan system gedung. Pada gambar 3 menunjukkan
bahwa pada selama 30 tahun biaya awal gedung hanya 2% dari total biaya, biaya O&M
sekitar 6% dan biaya pegawai 92%

Gambar 11.4 Biaya gedung (sumber : Sustainable building)


Biaya-biaya

Ada beberapa biaya yang dikaitkan dengan perolehan, operasi, perbaikan dan pembuangan
gedung atau system gedung. Biaya yang berkaitan dengan gedung dapat dibagi dalam
beberapa kategori:

• Biaya awal – pembelian, perolehan, konstruksi

Modul 11
Hal. 12
• Biaya bahan baker
• Operasi, perbaikan dan perawatan
• Penggantian
• Harga residual – harga jual kembali atau salvage value atau biaya pembuangan
• Biaya financial – bunga
• Keuntungan non moneter atau biaya lainnya

Kategori biaya tersebut sangat relevan dengan pengambilan keputusan. Biaya-biaya akan
relevan jika biaya berbeda satu sama lain, biaya akan signifikan jika mempunyai beda yang
besar dengan proyek alternative. Semua biaya dimasukkan dalam tahun dasar dalam harga
uang sekarang. Metode LCCA akan mengeskalasi semua jumlah ke tahun mendatang dan
akan mendiskonto kembali ke tanggal dasar untuk diubah ke present value.

Biaya awal

Biaya awal meliputi biaya modal untuk tanah, konstruksi atau renovasi dan juga untuk
peralatan yang dibutuhkan untu mengoperasikan fasilitas.

Biaya tanah, perlu dimasukkan dalam perkiraaan biaya jika berbeda dengan alternative yang
lain. Misalnya dalam kasus dimana membandingkan biaya renovasi fasilitas existing dengan
konstruksi baru pada tanah yang dibeli.

Biaya konstruksi, perkiraan rinci biaya konstruksi tidak diperlukan untuk perhitungan ekonomi
awal. LCCA dapat dilakukan kembali pada saat proses desain jika data rinci biaya sudah
tersedia. Pada awalnya biaya konstruksi berdasarkan referensi data historis fasilitas yang
sama.

Gambar 11.5. Life-cycle produk gedung


Biaya energi dan biaya air

Modul 11
Hal. 13
Pengeluaran energi, air dan utilitas lainnya tergantung pada konsumsi, tarif, dan proyeksi
harga. Dikarenakan konsumsi energi, dan konfigurasi bangunan dan selubung bangunan
adalah saling tidak tergantung, maka harga energi dan harga air umumnya dikaji secara
keseluruhan bukan secara sistem individu gedung atau komponen.

Pengunaan energi, penggunaan energi sangat sulit diprediksi secara akurat pada fase
proyek. Asumsi harus dibuat pada profil penggunaan, tingkat okupansi dan jadwal yang
mempunyai dampak langsung terhadap konsumsi energi. Pada saat desain awal data jumlah
penggunaan energi dapat dicari dengan bantuan perangkat lunak seperti Energy Plus,
eQuest dll.

Harga energi, harga energi sekarang dapat diambil dari pemasok energi antara lain struktur
tarif, biaya beban, jenis blok tarif, dll.

Proyeksi harga energi, harga energi diasumsikan akan naik berdasarkan inflasi harga umum.
Mengingat data tersebut sulit didapatkan maka dapat diasumsikan eskalasinya berdasarkan
gerakan inflasi.

Biaya air, biaya air dapat dikategorikan sama dengan biaya energi.

Biaya O&M dan penggantian

Biaya bukan energi untuk O&M biasanya sulit diprediksi. Jadwal operasi dan standard
maintenance berbeda pada masing-masing gedung, oleh karena itu diperlukan keahlian
engineering untuk memperkirakan. Ada beberapa referensi baik buku maupun dari internet
seperti Whitestone Research Buiding Maintenannce and Repair cost reference dapat
digunakan. Gambar 5 di bawah contoh untuk sistem HVAC

Gambar 11. 1 Biaya HVAC lebih 30 tahun (sumber Washington State Department of General
Administration)

Modul 11
Hal. 14
Nilai residual

Nilai residual adalah nilai system atau komponen pada saat akhir periode studi, atau pada
saat diganti pada periode studi. Nilai ini dapat berdasar pada nilai yang ada pada saat itu,
nilai jual kembali, salvage value, atau scrap value, konversi atau biaya pembuangan. Secara
rule of thumb dapat dihitung sebagai berikut misalnya suatu alat dengan life time 15 tahun
yang dipasang 5 tahun sebelum akhir periode studi, maka nilai residualnya adalah (15-
10)/15 = 2/3 dikalikan biaya awal.
Biaya lain

Biaya lain seperti pajak atau bunga serta biaya atau keuntungan non moneter tidak biasa
dimasukkan dalam perhitungan LCCA

Parameter analisis Present Value

Discount rate

Discount rate digunakan untuk membandingkan perbedaan cash flow pada waktu yang
berbeda pada life cycle proyek perlu dibuat kesamaan waktu. Untuk membuat cash flow
pada kesamaan waktu, metode LCC mengubah kedalam present value dengan mendiskonto
pada waktu tertentu biasanya pada base date. Interest rate yang digunakan untuk diskonto
merefleksikan peluang biaya uang tiap waktu bagi investor, artinya investor ingin mencapai
pulang pokok yang terbaik. Disini discount rate merepresentasikan minimal rate of return
yang diterima oleh investor. Oleh karena itu siscount rate yang dipakai dalam LCC adalah
real discount rate tidak termasuk inflasi.

Periode biaya

Jangka waktu studi, studi dimulai pada base date, dimana semua cash flow didiskonto.
Periode studi termasuk semua perencanaan/konstruksi/penerapan dan periode
operasi/pelayanan/penggunaan. Periode studi yang sama digunakan untuk proyek
alternatifnya.

Periode pelayanan, dimulai pada waktu gedung digunakan atau fasilitas/system digunakan.
Periode ini mengevaluasi biaya operasional dan keuntungannya.
Periode kontrak, dimulai pada waktu proyek secara formal diterima, penghematan energi
mulai terjadi dan pembayaran kontrak dilakukan. Periode kontrak berakhir pada waktu
pinjaman selesai dibayar.
Konvensi diskonto

Diskonto tahunan dapat dipilih pada akhir tahun atau tengah tahun. Sedangkan masing-
masing seperti biaya penggantian, nilai residual diskonto pada waktu terjadi.

Inflasi

LCCA dapat digunakan dengan menggunakan metode nilai uang konstan atau nilai
sekarang. Nilai uang konstan berarti tidak termasuk inflasi, sedangkan nilai sekarang

Modul 11
Hal. 15
termasuk inflasi, discount rate dan eskalasi harga didalamnya. Kedua cara perhitungan
tersebut menghasilkan present value biaya life cycle yang mirip.

Perhitungan Life-cycle cost

Setelah mengidentifikasi semua biaya tiap tahun dan didiskonto pada present value maka
semuanya ditambahkan dalam biaya life cycle total tiap alternatif dari proyek tersebut.
LCC = I + Repl — Res + E + W + OM&R + O
dimana
• LCC = Total LCC dalam present-value (PV) rupiah
• I = PV biaya investasi (jika pada tahun dasar tidak didiskonto)
• Repl = PV biaya penggantian (replacement costs)
• Res = PV nilai sisa (residual value/resale value/salvage value)
• E = PV biaya energi
• W = PV biaya air
• OM&R = PV biaya operasional non-fuel, maintenance dan repair.
• O = PV biaya lain-lain (misal biaya kontrak)
Perhitungan tambahan

Perhitungan tambahan untuk evaluasi ekonomi adalah Net Saving (NS), Net Saving to
Investment Ratio (SIR), Adjusted Internal Rate of Return (AIRR) dan Simple Payback (SPB)
atau Discounted Payback (DPB). Perhitungan ini digunakan untuk melengkapi jika
diperlukan dikarenakan adanya aturan atau permintaan dari pihak terkait seperti lembaga
keuangan. Misalnya SIR dan AIRR adalah untuk membuat rangking berdasarkan
terbatasnya dana. Payback periode digunakan untuk evaluasi proyek. NS, SIR dan AIRR
konsisten terhadap LCC terendah jika proyek alternative dihitung dan diterapkan secara
benar dengan asumsi dan waktu yang sama. SPB dan DPB akan konsisten dengan LCCA
jika dilakukan perhitungan pada seluruh periode studi tidak ahanya pada tahun dimana
payback periode terjadi.

Kriteria evaluasi

• LCC terendah (untuk mendapatkan cost-effectiveness)


• NS > 0 (untuk mendapatkan cost-effectiveness)
• SIR > 1 (rangking proyek)
• AIRR > discount rate (rangking proyek)
• SPB, DPB < dari pada periode study (untuk screening proyek)

Ketidakpastian pada LCCA

Dalam keputusan investasi selalu ada ketidakpastian mengenai biaya dan potensi
penghematannya. Meskipun dengan LCCA akan meyakinkan kita memilih suatu proyek akan
tetapi masih ada ketidak pastian diakibatkan pada awal proses desain hanya ada perkiraan
biaya dan penghematan bukan pada harga sebenarnya. Ini akan mengakibatkankan hasil
yang nyata akan berebda dengan hasil perkiraan.

Modul 11
Hal. 16
Untuk meminimalisasi kesalahan maka diperlukan teknik lain yang banyak dilakukan yaitu
dengan metode deterministik yaitu analisis sensitivitas atau analisis breakeven. Selain itu
dapat digunakan analisis resiko menggunakan teknik probabalitas meskipun dibutuhkan
lebih banyak informasi teknis dibanding metode deterministic.

9. PENGENDALIAN OPERASIONAL

Di dalam pengendalian operasional dalam rangka penghematan energi hal yang sangt
berkaitan adalah tentang spesifikasi peralatan pada area kunci, desain peralatan/sistem
yang baru yang hemat energi, pengadaan barang, instalasi berkaitan dengan maslah teknis
dan non-teknis, operasi dan pemeliharaan. Hal-hal diatas yang sangat signifikan
mempengaruhi pemanfaatan energi pada plant, fasilitas, peralatan dan juga bahan baku.

Desain (Energy Efficiency Design)

Untuk proyek efisiensi yang signifikan baik dari sisi penghematan maupun biaya, maka
perwakilan dari tim energi harus menjadi bagian dari tim desain, dan tim harus bekerja
secara terpadu. Khususnya untuk proyek-proyek yang berskala besar tim antar disiplin ilmu
harus ditetapkan. Berkaitan dengan kinerja baik kinerja energi maupun kinerja plant, fasilitas
atau peralatan, maka perlu ditetapkan target kinerja energi dan ukuran kinerjanya. Desain
secara keseluruhan dari sistem proyek tersebut harus ditangani oleh tim. Termasuk
didalamnya life cycle cost dari proyek tersebut.

Desain asli dari fasilitas dapat memiliki pengaruh besar pada efisiensi energi, yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi sebagian besar aspek operasi pabrik di masa depan.
Konsumsi dan efisiensi energi karena itu harus menjadi area fokus awal dalam tahap desain
proyek baru yang melibatkan baik fasilitas, plant baru atau modifikasi/revamping yang
besar.. Hal ini sangat penting dalam kasus terakhir di mana sarana dan prasarana yang ada
akan membuat kendala spesifik, misalnya , peluang integrasi panas atau instalasi perangkat
keras tambahan. Dalam semua kasus berkaitan dengan desain, adalah lebih baik untuk
mengambil kesimpulan berkaitan terhadap kinerja energi dan kriteria lain yang digunakan.

Desain hemat energi biasanya berkaitan dengan:


• Penggunaan konverter hemat energi ( misalnya motor listrik, burner, variabel
kecepatan/ frekuensi drive)
• Minimalisasi kerugian panas/power/tekanan
• Optimasi ukuran pipa untuk meminimalkan biaya siklus hidup
• Integrasi listrik dan panas termasuk penggunaan secara optimal dari limbah panas
• Peluang integrasi/optimasi dengan fasilitas lain
• Penerapan praktek terbaik (best practice) dalam desain dan konstruksi
• Pemanfaatan peralatan canggih misalnya sistem pencahayaan dengan LED
Dalam rangka untuk lebih mengenali nilai jangka panjang efisiensi energi, adalah penting
bahwa biaya masa depan energi harus dicatat dengan benar dalam ekonomi proyek, yaitu
bahwa manfaat terukur efisiensi energi busa dipertanggungjawabkan selama umur proyek.
Membangun pabrik hemat energi mungkin memerlukan investasi tambahan namun akan

Modul 11
Hal. 17
lebih menarik daripada mempertimbangkan perubahan yang berhubungan dengan energi
pada tahap berikutnya setelah pabrik yang tidak hemat energi beroperasi.

Aspek lain dari manajemen energi adalah untuk mempertimbangkan ' siklus hidup ' kinerja
energi selama waktu hidup dari suatu aset. Sebagai contoh, terutama dalam operasi hulu
minyak dan gas, volume aliran dapat berubah secara signifikan dari waktu ke waktu. Jika
produksi dan sistem distribusi fluida dirancang untuk kapasitas puncak maksimum, maka
plant akan cenderung hanya beroperasi untuk waktu yang terbatas sesuai kapasitas desain,
dan mungkin menghabiskan sebagian besar waktu mereka pada kondisi operasi yang
optimal beban rendah yang akan menurunkan efisiensi energi dan mungkin menyebabkan
masalah keandalan. Fasilitas dapat beradaptasi dengan merancang perubahan operasi
(penambahan waktu lembur) dengan beban yang signifikan dengan mempertahankan
operasi efisiensi tinggi yang dapat menyebabkan penghematan biaya operasi besar selama
umur aset. Standar teknik dan spesifikasi serta prosedur manajemen proyek dapat ditinjau
kembali jika dilakukan perubahan tersebut sesuai persyaratan.

Spesifikasi dan Pengadaan

Kebijakan pengadaan barang harus mencakup persyaratan untuk memperhitungkan dampak


energi terutama pada masalah penghematannya baik secara unit asli mapun biayanya.
Keputusan pengadaan barang dan semua keputusan pengadaan yang mempengaruhi
penggunaan energi yang signifikan harus dimulai dengan evaluasi kebutuhan. Spesifikasi
pengadaan yang masuk dalam dokumentasi kontrak harus mencakup kriteria konsumsi
energi dan kebutuhan untuk menganalisis biaya siklus hidup (life cycle cost) dari pembelian
barang tersebut.

Organisasi harus mempertimbangkan produk dan jasa ( termasuk yang membawa label
lingkungan/eco - label ) yang hemat energi sebagai pilihan pertama dalam setiap pengadaan
yang berlaku, kecuali jika ada alasan untuk tidak melakukannya seperti masalah yang lebih
penting yaitu kesehatan, keselamatan, kinerja, atau juga pertimbangan biaya (investasi).

Dalam pelaksanaan pengadaan barang yang berdasarkan asas efisiensi energi maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan:

• Semua staf harus menyadari kriteria investasi yang digunakan dalam keputusan
pengadaan.
• Pedoman pengadaan khusus dapat dibentuk untuk item tertentu dari plant, peralatan
atau barang-barang lainnya. Sebagai contoh, pedoman pembelian motor yang
menetapkan bahwa hanya efisiensi tinggi motor (EFF1) yang harus dibeli.
• Jika mungkin perlu dipertimbangkan untuk menggunakan energi dari sumber
terbarukan.
Ada peluang untuk mengurangi biaya dalam pembelian listrik dan bahan bakar melalui
pembelian berdasarkan nila kompetitifnya. Untuk itu analisis tarif dan manajemen beban
dapat menyebabkan penurunan biaya listrik. Pertanyaan yang perlu dipertimbangkan antara
lain:

Modul 11
Hal. 18
• Apakah tarif yang paling sesuai untuk penggunaan ?
• Apakah ada biaya penalti, dan jika demikian, mengapa?
Instalasi

Kegiatan komisioning yang tepat (berkaitan dengan kinerja energi) harus dilakukan oleh
personil yang memenuhi syarat untuk fasilitas baru, pabrik, peralatan, perlengkapan dan
peralatan, dan rekamannya harus selalu dipelihara.

Informasi yang cukup harus diberikan pada semua yang mengoperasika pabrik, fasilitas atau
peralatan pada saat penyelesaian instalasi dan pelatihan yang diperlukan untuk dilakukan
kepada operator dan / atau staf manajemen .

Operasi dan pemeliharaan

Setiap pengguna energi yang signifikan harus menjalani operasi dan pemeliharaan sesuai
prosedur yang berkaitan. Untuk beberapa organisasi , operator pengguna energi yang
signifikan pada plant, peralatan atau pengguna lain, harus dapat menjelaskan sebagian
besar potensi penghematan energi. Personil yang mengoperasikan pabrik tersebut ,
peralatan dll harus kompeten atas dasar pendidikan, pelatihan dan atau pengalaman seperti
diuraikan dalam bagian kesadaran , pelatihan dan kompetensi.

Teknik pemeliharaan yang mungkin dapat dilakukan antara lain:


• Preventive Maintenance .
• Predictive Maintenance .
• Realibility Centered Maintenance (membutuhkan peralatan rutinitas perawatan
tertentu) .
• Overall effectivity Equipment ( OEE ) .
• Productivity maintenance.
Kegiatan pemeliharaan untuk peralatan yang relatif tidak penting dalam hal penggunaan
energi dan keandalan dari fasilitas maka mungkin berlaku pendekatan pemeliharaan yang
bersifat reaktif.

Indikator tingkat operasional

Indikator tingkat operasional adalah sangat penting untuk mempertahankan dan fokus pada
penggunaan energi dan efisiensi. Indikator akan memastikan bahwa energi dimonitor dan
dikendalikan di mana ia digunakan dan mengidentifikasi penyimpangan dalam kinerja pada
tahap awal. Prosedur operasional dan instruksi kerja harus dikaji berkaitan dengan kegiatan
yang mempengaruhi kinerja energi dan direvisi untuk memastikan operasi yang hemat
energi.

10. DOKUMENTASI

Sistem dokumentasi yang diperlukan untuk menjalankan konservasi energi dan manajemen
energi mislanya dalam rangka memenuhi persyaratan ISO 50001 (misalnya jenis dokumen ,
arus informasi , kontrol dan pengarsipan ) memiliki banyak kesamaan dengan apa yang

Modul 11
Hal. 19
diperlukan untuk seri ISO standar lainnya seperti ISO 9000 dan 14000. Tingkat integrasi
yang tinggi dengan sistem dokumentasi yang ada tersebut dapat dilakukan dengan mudah.

11. Melaksanakan Rencana Aksi

Sebelum memulai kita perlu meninjau ulang kinerja penyediaan dan pemanfaatan energi
yang terdapat dalam rencana aksi untuk menentukan posisi sekarang. Kemudian
menerapkan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana aksi. Kemudian tinjau kembali
kinerja penyediaan dan pemanfaatan energi setelah tindakan tersebut untuk melihat
perbaikan. Langkah berikutnya adalah mengembangkan persyaratan (SOP baru) dalam
bidang operasional dan pemeliharaan berdasarkan hasil dari rencana aksi.

Membuat hubungan/koneksi untuk mendukung hasil proyek yang berkelanjutan

Kita harus memastikan bahwa setiap daftar, kriteria operasional, jadwal pemeliharaan, dll.
selalu diperbarui dan dikomunikasikan kepada semua orang yang bertanggung jawab.
Memperbarui spesifikasi pembelian untuk mencerminkan perubahan yang diperlukan.
Memperbarui pesan akan kesadaran berkomunikasi untuk mencerminkan hasil dan
perubahan dalam kegiatan operasional atau pemeliharaan. Mengkinikan data energi dan
potensi daftar peluang penghematan pada tahap perencanaan.

12. Potensi Masalah

 Ini bukan tugas saya, saya tidak punya waktu, tidak ada yang memberitahu saya tentang
hal itu. Ini adalah reaksi yang umum untuk suatu yang usaha baru dalam sebuah
organisasi. Kita harus menyediakan ruang untuk memungkinkan adanya pertanyaan dan
untuk mengkinikan secara rutin. Tinjau ulang rencana aksi, peran dan tanggung jawab
sebagai bagian dari komunikasi. Gunakan semua alat komunikasi yang tersedia dalam
organisasi termasuk tetapi tidak terbatas pada pengakuan karyawan, tim rapat,
pertemuan keselamatan, papan komunikasi, email, newsletter dll
 Memulai dari awal proses
Membangun pengetahuan yang sudah ada bukan memulai dari awal. Menambahkan
informasi ke dalam bahan yang sudah ada dan program untuk membantu dalam
menyediakan konteks serta dalam rangka mengurangi tekanan karena adanya "program
lain yang baru".
 Terlalu rumit.
Selalu ikuti prinsip Keep it Simple (KIS). Orang tidak merespon dengan baik untuk sistem
yang membutuhkan cara berpikir yang rumit, maka melangkah secara sederhana
dengan memecahkan kegiatan menjadi bagian-bagian yang hingga bisa dikelola dan
dipertanggunjawabkan untuk diselesaikan. Jangan lupa, ini bukan hanya tanggung jawab
mereka saja akan tetapi harus selaras dengan kegiatan lain/tanggung jawab mereka.
Pastikan untuk mengenali mereka yang terlibat atas usaha mereka dan keberhasilan kita.
 Kita lupa orang yang membantu membuat hubungan dengan yang pihak lain
Kita harus berpikir secara luas dalam melaksanakan rencana aksi. Termasuk disini
dalam kegiatan pembelian dan juga staf pemeliharaan yang dari awal membantu.

Modul 11
Hal. 20
 Mengasumsikan bahwa berkomunikasi sekali sudah cukup.
Jarang terjadi situasi dimana terjadi banyak komunikasi. Oleh karena itu penting untuk
berkomunikasi dalam berbagai cara untuk memastikan semua orang telah mendengar
tentang perbaikan dan memahami bagaimana mereka terlibat secara langsung maupun
tidak langsung. Mendengar langsung dari manajemen puncak, manajer departemen dan
supervisor hanya akan memperkuat pemahaman dan pentingnya suatu rencana. Dengan
menggunakan metode penyampaian yang berbeda tapi efektif adalah dengan email,
memo, agenda dalam rapat staf, poster, dan grafik.

Modul 11
Hal. 21
MODUL 12
PEMANTAUAN DAN REVIEW KONSERVASI ENERGI DAN MANAJEMEN ENERGI

1. PEDAHULUAN

Setiap operasi suatu organisasi mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Demikian juga


karakteristik dalam melakukan pemantauan dan pengukuran konsumsi energi serta review
dari sisi kinerja energinya. Data yang dikumpulkan dalam pemantauan dan pengukuran
dapat digunakan untuk menganalisis pola yang akan menghasilkan informasi yang dapat
dijadikan bahan review. Dari inforamsi tersebut akan dapat digunakan untuk membuat
langkah koreksi dan juga langkah prefentif.

2. PEMANTAUAN DAN PENGUKURAN

Pemantauan atau Pengawasan adalah komponen dari manajemen energi mana kita
memeriksa seberapa baik kegiatan implementasi dari langkah sebelumnya yang kurang
sejalan dengan rencana awal. Kemajuan proyek diperiksa untuk memastikan bergerak maju
seperti yang direncanakan dan mencapai hasil yang diharapkan. Tidak hanya proyek terakhir
yang digunakan untuk memverifikasi hasil akan tetapi hasilnya dianalisis untuk memastikan
memiliki dampak yang diinginkan dalam mengurangi konsumsi energi. Jika proyek tidak
mencapai hasil yang diharapkan dan tidak mengurangi konsumsi energi, maka langkah
koreksi yang tepat harus segera dimulai yaitu pada kontrol operasi.

Gambar 12.1 Hubungan signifikansi monitoring

Kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan kontrol operasi dengan pemantauan dan
pengukuran adalah seperti pada gambar di bawah.

Modul 12
Hal. 1
Gambar 12.2 Hubungan kontrol operasi dengan pemantauan dan pengukuran

Secara umum kegiatan pemantauan dan pengukuran adalah bagian penting dalam rangka
pengukuran kinerja. Hasil perhitungan pengukuran kinerja akan digunakan dalam kontrol
operasi yaitu bagaimana kinerja energi perlu dilakukan perbaikan atau perbaikan dalam
kontrol itu sendiri.

2.1. Kegiatan Yang Harus Dilakukan

Memeriksa kemajuan proyek

Kegiatan ini adalah untuk memastikan kemajuan proyek, memantau kegiatan proyek dan
menentukan status yang berkaitan dengan rencana awal. Setelah rencana aksi
diimplementasikan maka dikembangkan dalam rencana pemantauan secara teratur untuk
memastikan proyek ini mengalami kemajuan seperti yang diharapkan. Biasanya tim energi
akan meninjau kemajuan proyek baik bulanan atau kuartalan dalam salah satu pertemuan
reguler. Tanggal awal proyek, persen penyelesaian, tingkat kinerja, penghematan
sementara, kebutuhan sumber daya dan pendanaan adalah contoh informasi yang mungkin
berguna. Setelah proyek selesai dialokasikan ke proyek yang berikutnya.

Informasi yang dikumpulkan untuk memantau kemajuan harus cukup untuk memungkinkan
evaluasi yang efektif dari proyek. Data harus lengkap dan dikumpulkan pada frekuensi yang
tepat. Persyaratan pengumpulan data secara khusus didefinisikan dan digunakan seperti
yang ditentukan dalam rencana aksi. Proyek mungkin memiliki beberapa milestone atau
beberapa kegiatan di antaranya bergantung pada kemajuan orang lain. Kegiatan ini dipantau
dan informasi yang tepat dikomunikasikan kepada personil yang relevan untuk menentukan
dampak pada keseluruhan proyek.

Pertanyaan yang khas untuk mempertimbangkan dalam memantau kemajuan meliputi:

• Apakah milestone proyek terpenuhi?


• Apakah milestone untuk setiap tugas terpenuhi?
• Apakah sumber daya yang dikeluarkan seperti yang direncanakan?
• Apakah pengumpulan data yang memadai untuk menentukan kemajuan?
• Apakah beberapa tugas / kegiatan menghambat kemajuan orang lain?

Modul 12
Hal. 2
• Apakah sumber daya untuk proyek yang diselesaikan dialokasikan kembali untuk
proyek berikutnya?

Memeriksa hasil proyek

Setelah proyek selesai maka hasil akhir dievaluasi. Rencana aksi mendefinisikan harapan
atau perkiraan penghematan proyek dan dibandingkan dengan hasil sebenarnya. Rencana
aksi juga mendefinisikan metode untuk memvalidasi hasil yang mungkin menjadi
perhitungan atau beberapa jenis pengukuran yang diperlukan.

Jika hasil memenuhi harapan atau dapat diterima, proyek dapat dihapus dari daftar yang
aktif. Ada kemungkinan proyek tersebut mungkin telah berjalan sangat baik dengan
milestone terpenuhi dan kegiatan dicapai tetapi hasil yang diharapkan tidak tercapai. Sebuah
keputusan relatif dibuat terhadap keberhasilan proyek dan apakah ada hal lain yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Jika hasil yang diinginkan tidak tercapai,
maka perlu ditinjau keakuratan perhitungan penghematan awal dan juga perhitungan analisis
hasil akhir. Hasil analisis dari proyek berkaitan dengan apa yang berhasil atau tidak berhasil
akan digunakan sebagai masukan untuk perencanaan proyek mendatang.

2.2. PEMANTAUAN DAN ANALISIS KONSUMSI ENERGI

Konsumsi energi dipantau secara teratur untuk menentukan hasil dari pelaksanaan proyek.
Pengumpulan data sebelum pelaksanaan proyek dan setelah penyelesaian proyek adalah
hal yang harus dilakukan. Data yang dikumpulkan harus mewakili kondisi operasi normal
untuk menghindari variabilitas sebanyak mungkin. Karena adanya variabilitas, penghematan
energi mungkin tidak terlihat pada awalnya atau mungkin jauh lebih besar dari yang
diharapkan. Gambar di bawah menunjukkan gambaran konsumsi dan produksi yang dapat
dianalisis berdasarkan bulanan dan tahunan.

Bagan 12.3 Konsumsi dan produksi bulanan

Modul 12
Hal. 3
Bagan 12.4 Perbandingan Konsumsi dan produksi bulanan

Penting untuk memahami hal ini variabilitas dan pengaruhnya terhadap konsumsi energi
sehingga analisis yang akurat dari konsumsi energi dapat dihitung. Pemantauan harus
dilanjutkan untuk jangka waktu yang lebih lama jika ada sejumlah besar variabilitas dalam
kondisi yang mempengaruhi konsumsi energi. Selain itu sebagai proyek tambahan selesai
dan penghematan konsumsi mulai terakumulasi, penurunan konsumsi harus menjadi lebih
jelas. Metode sederhana adalah dengan melihat intensitas energi (Specific Energy
Consumption-SEC) dengan produksi. Dari gambar di bawah menunjukkan kenaikan
intensitas disebabkan karena ketidakefisienan bukan karena peningkatan produksi.

Bagan 12.5 Grafik SEC dan Produksi

Kita harus terus memantau konsumsi energi setelah pelaksanaan proyek karena analisis
data bisa mengungkapkan penyimpangan dari kinerja dan menunjukkan masalah
mengembangkan potensi dalam sistem peralatan, atau proses yang terkait dengan konsumsi
energi. Sebagai contoh, peningkatan konsumsi listrik bisa menunjukkan adanya peralatan
mulai tidak efisien. Pemantauan juga dapat mengidentifikasi peluang proyek tambahan.

Modul 12
Hal. 4
Metode pemantauan yang lebih baik dapat dilakukan dengan menetapkan baseline
konsumsi energi berdasarkan model konsumsi energi yang berkaitan dengan variable
pendorongnya. Dengan model tersebut maka kita bisa memantau konsumsi energi sebelum
dan sesudah proyek menggunakan metode Cumulative of Sum (CUSUM) seperti gambar di
bawah.

Bagan 12.6 Metode CUSUM untuk pemantauan dan menghitung penghematan

2.3. Pemeriksaan Dan Pengoreksian

Selama pelaksanaan proyek, kemajuan secara teratur diperiksa untuk memastikan proyek
berjalan sesuai rencana. Jika koreksi diperlukan dalam rencana, maka harus diidentifikasi
dan dilaksanakan sesegera mungkin untuk meminimalkan kerugian atau buangan di sumber
daya dan menjaga proyek agar tetap pada jalurnya. Pertanyaan yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan apakah ada koreksi yang diperlukan meliputi:

• Apakah proyek berjalan sesuai rencana?


• Memiliki masalah yang tak terduga muncul yang mengancam kesuksesan proyek
• Apakah personil yang tepat ditugaskan?
• Apakah ada sumber daya yang kurang?
• Apakah keahlian tambahan yang diperlukan?
• Apakah pengeluaran proyek sesuai dengan anggaran?

Setelah masalah yang mengancam suatu proyek telah diidentifikasi, koreksi dikembangkan
dan dilaksanakan untuk mendapatkan kembali proyek pada jalurnya. Potensi koreksi harus

Modul 12
Hal. 5
dievaluasi untuk menentukan apakah itu layak dan realistis akan mendapatkan proyek
kembali ke jalur dalam lingkup sumber daya organisasi dan manfaat proyek yang
diharapkan.

2.4. Hambatan Efektifitas Pemantauan


• Kurangnya pengawasan proyek.
• Jika tidak dikelola dengan cepat akan bisa membuang-buang sumber daya dan
melupakan tujuan dimaksud. Praktek manajemen proyek yang baik harus digunakan
untuk memastikan proyek-proyek dilakukan secara efisien dan hasilnya sesuai
dengan harapan.
• Kurangnya pemantauan yang memadai.
• Penghematan energi tidak dapat ditentukan tanpa pemantauan yang memadai. Ini
mungkin membutuhkan instalasi submetering, penggunaan peralatan ukur portabel,
perhitungan energi atau beberapa kombinasi dari ketiganya. Cara verifikasi
penghematan energi harus ditangani selama pengembangan rencana aksi.
• Keterlambatan dalam membuat koreksi yang diperlukan.
• Ketika diperlukan koreksi proyek maka harus ditangani secepat mungkin. Selama
dalam perencanaan, perlu dipertimbangkan di mana potensi masalah mungkin akan
timbul dan sekaligus merencanakan sumber daya yang mungkin cocok untuk
mengatasi masalah tersebut. Pertimbangkan sebelumnya bahwa proyek sering
secara teknis lebih mahal dari yang direncanakan.

3. TINJAUAN (REVIEW)

Apakah perbedaan Tinjauan dengan Pemantauan/Monitoring? Pada tahap pemantauan


ENMs yang sedang berlangsung, kita sedang melihat rincian kegiatan antara lain status
proyek, hasil proyek, dan peningkatan energi. Analisis yang dilakukan lebih rinci dan pada
tingkat taktis. Sedangkan Tahap Tinjauan/Review dari ENMs adalah waktu untuk melihat
strategi, bagaimana usaha yang sedang dilakukan dilihat dari tingkat tinggi. Tahap tinjauan
merupakan penjelasan manajemen puncak tentang kemajuan proyek dan hasilnya, kinerja
penyediaan dan pemanfaatan energi, serta peninjauan program ENMs itu sendiri. Hal ini
juga merupakan kesempatan bagi manajemen puncak untuk meninjau laporan ENMs bagi
para penggunanya.

Pada saat peninjauan tersebut, kita harus mengkaji apakah ada beberapa perubahan
strategis atau kefokusan dalam program. Pertanyaan kunci yang perlu diajukan meliputi:

• Apakah bekerja dengan baik?


• Apakah ada yang harus diubah?
• Apakah Manajemen Energi sejalan dengan upaya organisasi lain dan rencana bisnis
serta ramalannya?

Modul 12
Hal. 6
3.1 Kegiatan Yang Harus Dilakukan

Inti dari kajian tersebut adalah pertemuan dengan manajemen puncak. Untuk
mempersiapkan pertemuan kajian manajemen, pertama kali kita harus membuat agenda.
Agenda tersebut harus mencakup sekurang-kurangnya lima item:

• Review kemajuan proyek


• Review hasil proyek
• Review kinerja penyediaan dan pemanfaatan energi
• Review langkah-langkah tindakan sebelumnya
• Penugasan langkah-langkah tindakan baru

Berikutnya adalah menentukan informasi apa dan bahan pendukung yang akan diperlukan
untuk pertemuan dan menetapkan tanggung jawab untuk mengumpulkan informasi tersebut.
Sertakan review dan update ke sumber energi, konsumsi dan peralatannya. Lakukan
pemeriksaan untuk memastikan kecukupan data. Undang orang yang tepat untuk pertemuan
tersebut. Minimal manajemen puncak dan koordinator energi. Seringkali, ini adalah
kesempatan yang baik untuk langsung menyampaikan laporan kepada manajemen puncak
oleh karena itu perlu juga manajer dan supervisor kunci disertakan dalam diskusi. Tim energi
diharapkan seluruhnya bisa hadir atau hanya koordinator energi dan beberapa orang bagian
dari tim.

Dalam mempersiapkan pertemuan kajian untuk pertama kalinya, perlu diputuskan jumlah
frekuensi yang logis rapat tinjauan/review di masa datang, umumnya sekali setahun.
Beberapa organisasi memilih untuk pertemuan kajian bulanan atau kuartalan. Sering kali
pertemuan kajian merupakan bagian dari pertemuan lain yang dijadwalkan secara rutin
seperti pertemuan manajer perencanaan atau pertemuan strategis lainnya.

Tinjauan Manajemen Atas Kemajuan Proyek/Kegiatan

Manajemen meninjau kemajuan/hasil proyek dan ini adalah kesempatan untuk memeriksa
kemajuan keseluruhan proyek dengan melihat rencana aksi proyek. Pertanyaan yang
mungkin muncul adalah:

• Apakah pada jalurnya? Jika tidak, apakah ini sebuah kecenderungan yang
membutuhkan penyesuaian strategis atau hanya kejadian tunggal?
• Bisakah proyek ini dikaitkan dengan inisiatif bisnis lainnya?
• Apakah hasil proyek sesuai yang diharapkan?
• Apakah ada isu yang sistemik yang perlu diperhatikan di masa lalu dan sekarang ?
• Apakah ada wawasan lain yang berguna untuk perencanaan mendatang ?

Dengan menggunakan diagram dan grafik yang sederhana pada milestone proyek antara
hasil yang diharapkan vs hasil aktual merupakan metode yang sangat efektif.

Modul 12
Hal. 7
Tinjauan Manajemen Atas Kinerja Penyediaan Dan Pemanfaatan Energi

Dalam bagian dari pertemuan tersebut, salah satunya adalah melihat kinerja penyediaan dan
pemanfaatan energi secara keseluruhan. Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan
bagaimana proyek yang sedang berlangsung terkait dengan kinerja penyediaan dan
pemanfaatan energi pada umumnya. Grafik ringkasan konsumsi energi sekarang dan dari
waktu ke waktu, akan memberikan kesempatan manajemen puncak untuk memahami
bagaimana proyek sesuai dengan gambaran energi secara keseluruhan. Ini adalah
waktunya untuk mendiskusikan tujuan jangka panjang dan memeriksa kinerja penyediaan
dan pemanfaatan energi serta menentukan apakah proyek penghematan energi dapat
dipertahankan.

Tinjauan Manajemen Dalam Mendukung Sistem

Sama pentingnya dengan kemajuan proyek yang sebenarnya, hasil kegiatan dan kinerja
penyediaan dan pemanfaatan energi, adalah bagaimana kita melihat sistem manajemen
secara keseluruhan dan sistem pendukung yang terkait bekerja.

Sistem pendukung utama meliputi:

• Pelacakan data Energi


• Kontrol (operasional; pembelian; dll)
• Dokumentasi
• Pelatihan
• Peran dan tanggung jawab
• Komunikasi

Ini adalah kesempatan untuk memastikan setiap bagian penting dari ENMs dan hubungan
antar bagiannya berfungsi dengan baik. Perhatian pada sistem pendukung membantu untuk
mempertahankan penghematan energi.

Pengambilan Tindakan Pada Hasil

Berdasarkan penelaahan, tim energi membuat rekomendasi kepada manajemen tentang


cara untuk bergerak maju ke depan dan tindakan yang harus dilakukan. Tindakan harus
meliputi dari tahap perencanaan untuk mengevaluasi peluang energi dan memilih proyek
perbaikan energi berikutnya. Setiap item tindakan harus mencakup orang yang bertanggung
jawab dan ditugaskan bersama dengan perkiraan tanggal penyelesaiannya.

Mengenali Keberhasilan

Bagian akhir dari kajian tersebut adalah merayakan keberhasilan dan ini bisa dalam
pertemuan kajian. Tim energi mengkompilasi keberhasilan dan staf kunci yang sangat
berperan. Kenali kesuksesan juga di luar pertemuan tinjauan manajemen, untuk semua
tingkat organisasi melalui instrumen rapat atau memo karyawan.

Modul 12
Hal. 8
3.2 POTENSI MASALAH
• Pertemuan tinjauan tidak dijadwalkan secara rutin

Salah satu manfaat utama dari tinjauan manajemen adalah jika dilakukan tinjauan
secara rutin, baik bulanan atau tahunan. Kadang-kadang sulit untuk menambahkan
pertemuan lain dikarenakan kesibukan masing-masing orang. Carilah kesempatan
untuk rapat tinjauan manajemen yang masih mungkin dilakukan. Pertimbangkan
pertemuan tinjauan manajemen menjadi beberapa bagian yang dapat ditambahkan
ke dalam pertemuan lainnya agar lebih mudah dijadwalkan.

• Pertemuan tinjauan menjadi rinci bukan strategis.

Sering kali sulit untuk melepaskan diri dari hal yang bersifat rinci. Perlu ditanyakan
pada manajemen puncak agar dapat membantu untuk menjaga review pada tingkat
yang strategis. Pertanyaannya dapat mencakup:

‐ Apakah ada proyek lain yang dapat mempengaruhi proyek saat ini?
‐ Apakah program ini mencapai tujuan secara keseluruhan? Jika tidak,
bagaimana kita bisa mensetting ulang dengan niat semua?
‐ Apakah ada perubahan yang harus kita buat?

• Tindakan pada tinjauan akhir tidak selesai

Tindakan tidak lengkap dapat menghambat ENMs, terutama jika itu menjadi norma.
Dalam setiap organisasi, ada prioritas yang saling bersaing. Kadang-kadang
diperlukan tindakan yang membutuhkan waktu lebih banyak untuk
menyelesaikannya. Namun, jika tindakan tidak lengkap atau menjadi rutin, maka kita
hasru melihat lebih dekat pada sumber daya staf dan keuangan yang didedikasikan
untuk upaya penghematan energi. Manajemen puncak perlu terlibat untuk realokasi
kembali sumberdaya tersebut.

• Proyek tidak berada di jalurnya dan sedikit kemajuan yang dibuat, ENMs tidak
berfungsi.

Bila ini terjadi maka pertemuan kajian dapat berkembang menjadi pengalaman
negatif dimana karyawan dapat menyalahkan satu sama lain dan bersikap defensif.
Jika hal ini terjadi, komunikasikan dengan manajemen puncak sebelum dilakukan
review hal ini memungkinkan untuk meminta bantuan mereka dalam memfasilitasi
pertemuan tersebut.

Kegiatan Selanjutnya Yang Harus Dilakukan

Hasil kajian tersebut menetapkan arah strategis untuk memulai kembali melalui ENMs
dengan memutar kembali dan mengkinikan ke review, yang merupakan bagian dari
perencanaan ENMs.

Modul 12
Hal. 9

Anda mungkin juga menyukai