Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuahan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuahan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal
Dosen Pembimbing :
ARI KUSUMIWIYATI,SST,M.KEB
Disusun Oleh :
Kelas DIII- 3A
1.1 Definisi
Ketuban pecah dini adalah pecahnya membran sebelum onset
persalinan(PROM).PROM merumitkan sekitar 3%[1].pendekatan optimal untuk penilaian
klinis dan perawatan wanita dengan PROM tetap kontroversial (Aymen,2016).
Ketuban pecah dini ( amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM )
adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Pada keadaan normal, selaput
ketuban pecah dalam proses persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan
37 minggu disebut ketuban pecah dini KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of
the membrane - preterm amniorrhexis). KPD memanjang merupakan KPD selama >24 jam
yang berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi intra-amnion. (Rukiyah,2010)
1.2 Etiologi
Ketuban pecah dini dapat dihasilkan dari beragam mekanisme patologis yang bertindak
secara individu atau dalam kelompok (Aymen,2016).
Menjelang usia kehamilan cukup bulan kelemahan fokal terjadi pada selaput janin
diatas servik internal yang memicu robekan dilokasi ini.Beberapa proses patologis (termasuk
perdarahan dan infeksi)dapat menyebabkan terjadinya KPD((Rukiyah,2010)
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui
dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:
1. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor
predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu
atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
1.3 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat
oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ektraseluler dan membrane janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga, selaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan
pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin. Pada trimester terakhir, terjadi
perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan
hal fisiologis(Anik,2009).
1.4 Diagnosis
Sebagian besar kasus ketuban pecah dini dapat didiagnosis berdasarkan riwayat pasien
dan pemeriksaan fisik dengan spekulum.Pemeriksaan digital umumnya harus dihindari kecuali
jika pasien tanpak dalam persalinan atau persalinan yang aktif tampaknya sudah dekat (Jurnal
Penelitian Ilmiah Akademik Internasional,2016)
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif
palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio
yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin,
ibu atau keduanya (Anik,2009).
1. Anamnesa
Pasien mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir . Cairan
berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna cairan tersebut. Tidak ada His dan pengeluaran
lendir darah.
2. Pemeriksaan
Tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban
masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
a) Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium
uteri eksternum (OUE). Jika tidak ada, dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit
bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan maka akan tampak
keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior. Penentuan cairan
ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) dimana merah menjadi biru.
b) Tentukan usia kehamilan
c) Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38⁰C
serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm³ . Janin yang
mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.
d) Tentukan tanda-tanda persalinan dan scoring pelvic.
e) Tentukan adanya kontraksi yang teratur.
f) Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan).
Mengenai pemeriksaan dalam, perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang
bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah
rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat
menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan jika KPD yang sudah
dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
g) Diagnosis ketuban pecah dini premature dengan inspekulo dilihat adanya cairan
ketuban keluar dari cavum uteri.
1.5 Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu
maupun bayinya.
Dalam menghadapi ketuban pecah dini harus dipertimbangkan beberapa hal sebagai
berikut:
A. Fase laten:
a) Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan.
b) Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi.
c) Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain:
Korioamnionitis:
a. Abdomen terasa tegang.
b. Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
c. Kultur cairan amnion positif.
Desiduitis: Infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.1
B. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang mempunyai
program untuk mengukur BB janin. Semakin kecil BB janin, semakin besar
kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan terminasi memerlukan
pertimbangan keluarga.
C. Presentasi janin intrauterin
Presentasi janin merupakan penunjuk untuk melakukan terminasi kehamilan. Pada letak
lintang atau bokong, harus dilakukan dengan jalan seksio sesarea.
a) Pertimbangan komplikasi dan risiko yang akan dihadapi janin dan maternal
terhadap tindakan terminasi yang akan dilakukan.
b) Usia kehamilan. Makin muda kehamilan, antarterminasi kehamilan banyak
diperlukan waktu untuk mempertahankan sehingga janin lebih matur. Semakin
lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan
janin serta situasi maternal.
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya
mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain
dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent
= L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada sejumlah faktor, antara lain :
(1) Usia kehamilan
(2) Ada atau tidak adanya chorioamnionitis
A. Konservatif
1) Rawat di rumah sakit.
2) Jika umur kehamilan < 32 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau
sampai air ketuban tidak lagi keluar.
3) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negative, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
4) Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi,
nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
1.6 Komplikasi
1. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung
umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28 – 34 minggu 50 % persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari
26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
2. Infeksi
1) Korioamnionitis
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion, amnion, dan
cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius
bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis. Penyebab korioamnionitis adalah
infeksi bakteri yang terutama berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik
permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum dan menjalar ke uterus.
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu dapat terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia dan omfalitis. Umumnya
korioamnionitis terjadi sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi
lebih sering daripada aterm.
2) Hipoksia dan asfiksia akibat oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 300 cc. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-
paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
3 Sindrom deformitas janin
KPD pada kehamilan yang sangat muda dan disertai dengan oligohidramnion yang
berkepanjangan menyebabkan terjadinya deformasi janin antara lain :
a) Sindroma Potter
Sindroma Potter dapat berbentuk “clubbed feet”, Hipoplasia Pulmonal dan kelainan
kranium yang terkait dengan oligohidramnion
1.7 Prognosis
Prognosis tergantung pada usia kandungan, keadaan ibu dan bayi serta adanya infeksi
atau tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimester (13-26 minggu) memiliki prognosis
yang buruk. Kelangsungan hidup bervariasi dengan usia kehamilan saat diagnosis (dari 12%
ketika terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak 60% bila didiagnosis pada 25-26 minggu).
Pada kehamilan dengan infeksi prognosis memburuk, sehingga bila bayi selamat dan dilahirkan
memerlukan penanganan yang intensif. Apabila KPD terjadi setelah usia masuk ke dalam
aterm maka prognosis lebih baik terutama bila tidak terdapatnya infeksi, sehingga terkadang
pada aterm sering digunakan induksi untuk membantu persalinan (Anik,2009).
BAB II
KONSEP MANAJEMEN KETUBAN PECAH DINI
riwayat obstetri lalu perlu dikaji pada kasus ketuban pecah dini yaitu salah satu
penyebab ketuban pecah dini adalah servik inkompeten.servik inkompeten dapat terjadi
akibat proses persalinan yang lalu (Alam, 2012).
f. Riwayat kehamilan sekarang
Kemungkinan klien merasa mual, muntah serta perdarahan, kapan pergerakan janin
pertama kali dirasakan. Apakah ibu telah melakukan kunjungan antenatal dengan tenaga
kesehatan, ibu mendapat imunisasi TT dan belum ada tanda-tanda persalinan.
Pada klien dengan Ketuban pecah dini biasanya terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 36 minggu atau lebih dari 36 minggu
g. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang lalu : kemungkinan klien pernah menderita penyakit jantung,
hipertensi, DM, dan mengalami infeksi.
Pada kasusketuban pecah dini, salah satu faktor penyebab terjadinya ketuban pecah
dini yaitu riwayat infeksi (cunningham, 2008)
h. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ada anggota keluarga yang menderita penyakit turunan, penyakit
menular, riwayat kehamilan kembar atau riwayat kehamilan postterm. Pada klien
denganketuban pecah dini, salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini yaitu kehamilan kembar
i. Riwayat kontrasepsi
Untuk mengetahui apakah klien sudah pernah atau belum menggunakan alat kontrasepsi
j. Riwayat seksualitas
Untuk mengetahui apakah ibu mengalami masalah selama berhubungan atau tidak. Pada
kasusketuban pecah dini , berhubungan seks dapat memicu ketuban pecah dini yang dapat
membahayakan jiwa ibu dan janinya.
k. Riwayat sosial, ekonomi dan budaya
Kemungkinan hubungan klien dengan suami, keluarga dan masyarakat baik, kemungkinan
ekonomi yang kurang mencukupi, adanya kebudayaan klien yang mempengaruhi
kehamilan dan persalinan
l. Riwayat spiritual
Kemungkinan klien melakukan ibadah agama dan kepercayaan dengan baik
m. Riwayat psikologi
Kemungkinan adanya tanggapan klien dan keluarga dengan baik terhadap kehamilan dan
persalinan. Kemungkinan klien dan suami mengharapkan dan senang dengan kehamilan
ini atau kemungkinan klien cemas dan gelisah dengan kehamilannya.
Pada klien dengan ketuban pecah dini, secara psikologis klien mengalami kekhawatiran
serta kecemasan tentang kelangsungan bayi di dalam kandungannya saat harus menjalani
bedrest.
n. Kebutuhan dasar
Kemingkinan pemenuhan kebutuhan bio-psiko yang meliputi pemenuhan nutrisi, proses
eliminasi, aktifitas sehati-hari, istirahat, personal hygiene, kebiasaan-kebiasaan yang
mempengaruhi saat hamil dan bersalin.
2) Data Obyektif
Dapat dikumpulkan melalui pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus :
a. Pemeriksaan umum
Pada klien dengan ketuban pecah dini, dapat dijumpai tenakan darah, nadi dan
pernapasan dalam batas normal. tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat,
dan daerah ujung menjadi dingin, serta tampak anemis (norma, dkk. 2013).
b. Pemeriksaan khusus
1. SecaraInspeksi
Secara inspeksi yaitu pemeriksaan pandang yang dimulai dari kepala sampai kaki.
Yang dinilai pada inspeksi yaitu kemungkinan bentuk tubuh yang normal, kebersihan
kulit rambut, muka, konjungtiva, sklera, hidung, telinga, mulut, leher, payudara,
abdomen, genitalia dan ekstremitas.
Pada klien dengan ketuban pecah dini yang perlu dikaji pada pemeriksaan inspeksi
yaitu :
a) Mata : Konjungtiva terlihat pucat dan anemis hal ini disebabkan oleh
cairan yang keluar dari jalan lahir
b) Suhu : suhu meningkat 380C apabila disertai infeksi
c) Genetalia : keluar cairan air ketuban yang banyak, sedikit, air ketuban
keruh,jernih dan sebagainya.
2. Secara palpasi
Pada klien dengan ketuban pecah dini, hasil pemeriksaan palpasi abdomen yang
didapat yaitu :
a) Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
b) Bagian bawag janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala masih
goyang atau terapung (Floating) atau di atas pintu atas panggul (Sofian, 2012).
3. Secara auskultasi
Secara auskultasi, kemungkinan dapat terdengar bunyi jantung janin, frekuensinya
teratur atau tidak.
Pada klien dengan ketuban pecah dini, denyut jantung janin dapat berangsur-angsur
dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim (norma, dkk. 2013).
4. Pemeriksaan inspekulo
Pada klien dengan ketuban pecah dini, pemeriksaan inspekulo dilakukan untuk
memastikan apakah cairan berasal dari ketuban pecah dini (yeyeh, 2010).
5. Pemeriksaan dalam
Pada kasus ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam adalah senjata yang paling ampuh
di bidang obstetrik untuk mendiagnosa apakah suda pembukaan lengkap.Walaupun
ampuh, namun harus berhati-hati karena bahaya yang besar.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan ketuban pecah dini yaitu :
1. Ultrasonografi (USG) : Pemeriksaan dilakukan untuk melihat ketuban
pecah dini
2. Laboatorium : Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan
dengan tes lakmus (Nitrazin test) dimana merah menjadi biru.
2.1 INTERPRESTASI DATA
1) Dx : G ….. P ….. Ab ….. umur ibu ….. tahun, umur hamil ….. minggu, janin
tunggal/ kembar, hidup/ mati, intrauterin/ ekstrauterin, letak memanjang/ melintang,
punggung kanan/ kiri, presentasi kepala/ bokong, UUK jam ….., inpartu kala …..
fase….. dengan ketuban pecah dini.
2) DS : ibu mengatakan Nyeri perut bagian bawah dan dari jalan lahir keluar air
3) DO :
Keadaan umum : lemas dan pucat
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : sama dengan ibu bersalin normal,normalnya 120/80-80- 140/90
Suhu : suhu meningkat mencapai 380C
Genetalia :terdapat pengeluaran cairan ketuban merembes melalui vagina sebelum
ada pembukaan
Auskultasi : DJJ 160-120
4) Masalah
Ibu tampak gelisah dan cemas menghadapi persalinan
5) Kebutuhan
Memberikan dukungan,informasi dan support mental
2.4 INTERVENSI
Hari/Tanggal:
Pukul :
Dx : G ….. P ….. Ab …... tahun, usia kehamilan….. minggu, janin tunggal/
kembar, hidup/ mati, intrauterin/ ekstrauterin, letak memanjang/ melintang,
punggung kanan/ kiri, presentasi kepala/ bokong, UUK jam …..,
V T: . .. , inpartu kala ….. fase….. dengan ketuban pecah dini.
Tujuan : pembukaan servik ada kemajuan
KH : -Keadaan umum : baik
-Kesadaran : composmentis
-Tekanan darah : 90/60-130/90 mmHg
-Nadi :60-90x/menit
-Pernafasan :18-24x/menit
-Suhu : 36,50C-36,50C
DJJ :160-120 x/menit
- pembukaan servik ada kemajuan
-tidak terjadi infeksi Korioamnionitis
-tidak terjadi Hipoksia dan asfiksia akibat oligohidramnion
Intervensi :
a. Beritahu ibu hasil pemeriksaan
R/ Dengan ibu mengetahui kondisinya dan kondisi janinnya di harapkan ibu dapat kooperatif
selama mendapat perawatan dan ibu terhindar dari cemas.
b. Beri dukungan psikologis pada ibu
R/ Dukungan dari keluarga akan membuat ibu merasa aman dan nyaman sehingga ibu
terhindar dari rasa cemas akan keadaannya.
c. Anjurkan ibu istirahat bedrest (tirah baring)
R/ Dengan istirahat bedrest maka otot-otot akan relax dan mengurangi kontraksi
d. Lakukan observasi TTV, perdarahan dan DJJ
R/ Tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan sirkulasi
darah.
f. Lakukan rujukan ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan selanjutnya
R/ rujukan dilakukan untuk ibu segera mendapatkan penanganan lebih lanjut.
2.5 IMPLEMENTASI
Hari/Tanggal:
Pukul :
Dx : G ….. P ….. Ab ….., usia kehamilan….. minggu, janin tunggal/ kembar,
hidup/ mati, intrauterin/ ekstrauterin, letak memanjang/ melintang, punggung kanan/
kiri, presentasi kepala/ bokong, UUK jam …..,VT...., inpartu kala ….. fase…..
dengan ketuban pecah dini.
a. Beritahu ibu hasil pemeriksaan
b. Beri dukungan psikologis pada ibu
c. Anjurkan ibu istirahat bedrest (tirah baring)
d. Lakukan observasi TTV, perdarahan dan DJJ
e Lakukan rujukan ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan selanjutnya
2.6 EVALUASI
Hari/Tanggal:
Pukul :
S :-Ibu mengatakan telah mengerti dengan penjelasan yang diberikan oleh bidan
-Ibu dan keluarga setuju untuk dilakukan rujukan
0 : -ibu mengerti dengan apa yang dijelaskan oleh petugas
- ibu dapat mengulangi penjelasan yang disampaikan oleh petugas.
A : G ….. P ….. Ab ….., usia kehamilan ….. minggu, janin tunggal/ kembar,
hidup/ mati, intrauterin/ ekstrauterin, letak memanjang/ melintang, punggung
kanan/ kiri, presentasi kepala/ bokong, UUK jam …..,VT...., inpartu kala …..
fase….. dengan ketuban pecah dini.
P : Rujuk ibu segera untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
Internacional Jounal of Academic Scientific Research ISSN:2272-6446 Volume4,Issue2(May-
June2016),PP 22-25
DOI: http://dx.doi.org/10.18203/2320-1770.ijrcog20162663
Research Article
*Correspondence:
Dr. Aymen Ahmad Khan,
E-mail: aymenahmadkhan@gmail.com
Copyright: © the author(s), publisher and licensee Medip Academy. This is an open-access article
distributed under the terms of the Creative Commons Attribution Non-Commercial License, which permits
unrestricted non-commercial use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work
is properly cited.
ABSTRACT
Background: To study see maternal and fetal outcome in preterm pre mature rupture of membrane. To
reach consciousness how early PPROM cases could be terminated with least morbidity to the mother and
fetus
Methods: The study conducted in Department of Obstetrics and Gynecology, Katihar Medical College and
Hospital, Bihar between November 2013 to august 2015. Sixty Pregnant mothers attended and admitted
through antenatal clinic OPD and Emergency with complaining PPROM
Result: Over all age range of mothers was (18 to 38) years and over. Over all mean of parity of mothers
was 0.87±1.2 birth .The Morbidity exceeded to 46 (76.67%) when the duration of PROM was more than 24
hours. As the Duration of PROM was 12-24 hrs and more the effect on consequences had been disastrous
on new born. Mean of weight at birth was 1730.0±516.5gm and Median (Min-Max.) weight was (1000 -
3000) gm. There was 100% morbidity and mortality in gestational age group of 24- 26 weeks in mothers
while as gestational age increases the morbidly and mortality decreases. The morbidity and mortality of
newly born babies was maximum in cord compression followed by very low birth weight.
Conclusions: Preterm prelabour of the fetal membranes contributes to one-third of all preterm births.
Conservative management to prolong gestation should be performed in the absence of evidence of
infection. There is currently no evidence regarding the risks and benefits of prolongation of gestation
beyond 34 weeks gestation.
Keywords: Premature rupture of the membrane, Maternal and neonatal outcome, Risk factors
membranes (PPROM). Rupture of membranes for >
24 hours before delivery is called prolonged rupture
of membranes.
INTRODUCTION
METHODS
Study area
Study population
Sample size: 60
Parameters to be studied
International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology Volume 5 · Issue 8 Page 2769
Khan S et al. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Aug;5(8):2768-2774
12 (20%) women have had an indication of labour in
the past, 4 (6.67%) have had Preterm PROM, 1
Monitoring labour and puerperium (1.67%) cases were of obstructed labour in the past, 8
(13.33%)
Patients were monitored clinically whenever they go
into labour. Condition of mother, condition of fetus
and progress of labour observed meticulously with
details recorded .Elective of emergency C/S, low
forceps application done whenever necessary.
Condition of baby at birth were observed and
recorded. Maternal condition and complications if
any after delivery up to discharge were observed.
Statistical analysis
RESULTS
International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology Volume 5 · Issue 8 Page 2770
Khan S et al. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Aug;5(8):2768-2774
International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology Volume 5 · Issue 8 Page 2771
Khan S et al. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Aug;5(8):2768-2774
the rates of pPROM negatively correlated with the
socioeconomic level. Meanwhile, Ortiz et al could
DISCUSSION not find any relation of statistical significance
between women’s socio-economic variables and the
Premature rupture of membranes (PROM) is risk of having PROM.21
defined as rupture of the amniotic sac membranes
before labour onset at 37 weeks of gestation or later.
It constitutes a significant problem in obstetrics. It is
termed prolonged rupture of membrane if it persists
for more than 24 hours to onset of labour
(Jazayeri).11 The identification of pathologic
microorganisms in human vaginal flora soon after
membrane rupture provides support for the concept
that bacterial infection may have a role in the
pathogenesis of pPROM (McDonald et al).12
International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology Volume 5 · Issue 8 Page 2772
Khan S et al. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Aug;5(8):2768-2774
performed in the absence of evidence of infection.
There is currently no evidence regarding the risks
rather in an increased use of intervention with and benefits of prolongation of gestation beyond 34
unproved effectiveness.3 weeks gestation. Looking after a premature infant
puts immense burden on the economic and health
The number of low birth weight babies in this study care resources of the country; therefore risk scoring
was 61.6% as compared to 62.3% by Shehlar et al strategies involving the demographic variables
and it is very high as compared to United States and
California
birth cohorts in which the prevalence of prematurity
was 10.3%.4,19 This large number of low birth
weight babies
puts great burden on the neonatal intensive care
facilities. Number of babies with low APGAR score
who required advanced resuscitation were also high.
Perinatal mortality in this study was 21.7% (13/60
births), which is lower than reported by Tahir et al
but higher than reported by
Multer et al (9.3%) and by Charles P J et al (3% at
28-31 weeks and 0.41 % at 32–33 weeks).28,29
Neonatal
morbidity and mortality are directly related to latent
period and PROM delivery interval. Perinatal
morbidity was mainly due to cord compression,
RDS (Respiratory Distress Syndrome), sepsis, very
low birth weight and mortality was mainly due to
sepsis, RDS and birth asphyxia as similar to study
done by Kadikar GK et al.30
CONCLUSION
International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology Volume 5 · Issue 8 Page 2773
Khan S et al. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Aug;5(8):2768-2774