JUNI 2015
Oleh :
dr. Jimmy Tungka
dr. Selvi Oktaviana Purba
Pembimbing :
Prof. DR. Dr. Bachtiar Murtala,Sp.Rad (K)
Pendahuluan
Kasus Emergensi adalah kasus yang memerlukan penanganan segera yang bila terlambat
dapat menyebabkan komplikasi dan kematian.
Definisi
Appendisitis merupakan suatu inflamasi appendiks yang terjadi secara tiba-tiba.
Appendiks merupakan suatu tabung kecil berbentuk jari yang bercabang dari usus besar.
Appendisitis merupakan suatu keadaan kedaruratan yang harus cepat ditangani karena
dapat menyebabkan terjadi perforasi dengan komplikasi.
2
Etiopatologi
Appendisitis diakibatkan oleh obstruksi pada lumen appendiks. Obstruksi dapat
berupa fekalit, cacing, striktur, tumor dan benda asing.
Obstruksi lumen memicu berlangsungnya kejadian-kejadian yang kemudian
berakhir dengan appendisitis akut. Pertama, sel-sel epitel yang melapisi lumen apendiks,
normalnya mensekresi mukus secara terus menerus dan keluar ke caecum. Akibat adanya
obstruksi, cairan tersebut terkumpul dalam lumen mengakibatkan distensi appendiks,
yang mengurangi drainase vena dan limfe di appendiks. Terjadi multiplikasi bakteri di
dalam lumen, dan menginvasi dinding appendiks dengan cepat. Hal ini menyebabkan
edema appendiks lebih lanjut dan menambah peregangan dari dinding muskulernya.
Anatomi
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proximal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar
pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Pada 65 % kasus, appendiks terletak
intraperitoneal. Hal ini memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
caecum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
appendisitis ditentukan oleh letak appendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di
sekitar umbilikus.
Vaskularisasi appendiks berasal dari arteri appendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral.
3
Appendiks pada proyeksi dinding anterior abdomen
*Titik LANZ; 1/3 kanan garis penghubung antara Spina iliaca anterior kanan dan kiri
sebagai petunjuk puncak appendiks yang menggantung ke bawah.
** Titik Mc-Burney, 1/3 luar garis penghubung antara pusar dan spina iliaca anterior
superior kanan sebagai petunjuk pangkal appendiks
Gambaran klinis
Gejala klinis dari appendisitis biasanya khas dengan nyeri pada perut kanan
bawah, makin nyeri jika ditekan disertai lekositosis, kadang disertai dengan demam dan
muntah.
Pemeriksaan radiologi
1. Foto polos abdomen
Pada foto polos biasanya sulit untuk mendiagnosis penyakit ini, biasanya
dari polos kita hanya biasa melihat gambaran ileus, appendikolith, abses dengan
efek massa.
4
2. Dengan kontras
Pemeriksaan radiologik sederhana dan konvensional masih tetap
diperlukan mengingat keterbatasan fasilitas penunjang diagnostik terutama di
rumah sakit daerah. Untuk pemeriksaan appendiks dengan menggunakan kontras
barium per oral yang dinamakan Apendikografi atau Apendikogram yang tanpa
persiapan khusus dan hanya memerlukan satu foto abdomen.
a. b.
Gambar appendiks normal (a). Foto polos; (b) Setelah pemberian kontras
a. b. c.
Gambaran appendisitis dengan permukaan mukosa lumen appendiks yang irreguler
5
Pemeriksaan apendikogram dilakukan dengan cara pemberian suspensi
barium per oral (Barium Meal) sebanyak 200 cc, 12 jam sebelum pemotretan.
Sediaan suspensi barium sudah dalam bentuk siap pakai yang tersedia di pasaran.
Sebelum minum barium pada pasien tidak dilakukan persiapan apapun dan makan
minum biasa. Barium diberikan pada jam 20.00 dan foto abdomen tunggal atau
regio abdomen kanan bawah dilakukan sekitar jam 8.00. Kriteria penilaian adalah
sebagai berikut :
Apendikogram negatif : Tidak ada pengisian barium sama sekali dalam
appendiks.
Apendikogram positif : Seluruh appendiks terisi penuh dengan barium.
Apendikogram parsial : Ada pengisian appendiks tapi hanya sebagian atau
terdapat defek dalam appendiks, atau dinding irreguler.
3. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi pada appendiks menggunakan transducer
dengan resolusi tinggi (mininal 5 MHz) dengan teknik graded compression yang
pertama kali diperkenalkan oleh Puylaert pada tahun 1987.
Teknik grade compression merupakan cara dimana jika kita meletakkan tranducer
linier 5-7 MHz pada daerah Mc-Burney. Setelah mendapatkan massa bulat atau
tubuler yang buntu dan berdinding double layer, lalu ditekan jika tidak ada
perubahan bentuknya atau ukuran maka (+) positif appendisitis.
a. b.
Appendicitis dengan compressi (a) hanya tampak sedikit perubahan kaliber dibandingkan
dengan tanpa kompressi (b)
6
a. b.
USG appendiks (a) potongan longitudinal; Tampak dinding apendiks yang tebal (b)
potongan transversa di kuadran kanan bawah, tampak struktur tubular dengan dinding
laminated
Appendisitis pada USG akan ditemukan bayangan appendiks yang dilatasi , diameter
lebih dari 7cm, noncompressable, dengan tebal dinding lebih dari 2 mm, kadang lumen
terisi cairan (fluid-filled), dan bisa ditemukan appendikolith.
Penatalaksanaan
Terdiri dari antibiotik dan pembedahan (apendisektomi).
7
NEFROLITIASIS/URETEROLITIASIS
Definisi
Karakteristik
Patofisiologi
Batu pada uretra umumnya berasal dari batu ginjal yang turun. Pembentukan batu
biasanya dimulai di kaliks dan pelvis, kemudian dapat menyebar ke ureter dan vesika
urinaria.Dapat juga dibentuk di saluran kemih bagian bawah.Sehingga dengan demikian,
komposisinya sama dengan batu ginjal.
Apabila terdapat batu di pyelum dengan ukuran <05 cm, batu tersebut dapat turun sampai
di ureter, mengakibatkan penyumbatan. Namun demikian batu batu dengan ukuran 0,8
cm juga bisa turun sampai ke ureter.Batu jarang terbentuk di ureter sendri.
Batu ureter yang turun itu akan berhenti di tempat-tempat tertentu yang secara anatomis
lebih sempit, yaitu :
1. Pada ureteropelvic junction
2. Setinggi vasa iliaca (arteri dan vena iliaca communis)
3. Setinggi vas deferens(pada pria)/ligamentum latum (pada wanita)
4. Pada saat ureter menembus dinding vesika urinaria
5. Ureter intramural
8
Pada batu intramural, batu terdapat pada ureter di dalam dinding vesica urinaria. Yang
khas adalah gejalanya yang sama dengan vesicolithiasis. Pasien sering kencing, dan nyeri
pada akhir kencing yang berlokasi pada supra pubis atau pangkal penis dan nyeri
dirasakan sampai ujung penis. Biasanya terjadi pada anak-anak.Karena nyeri yang
dirasakan mereka sering menarik-narik penisnya.Klitoris homolog dengan penis sehingga
pada anak perempuan, yang terasa nyeri adalah klitorisnya, ditandai dengan menarik-
menarik labia majora.
Batu ureter yang paling sering terjadi menurut lokasinya adalah tipe 1, 2 dan 4. Sebagian
besar batu tersusun atas campuran 5 kristaloid, yaitu kalsium oksalat, kalsium fosfat,
ammonium-magnesium fosfat, asam urat dan sistin. Selain kristaloid, batu dapat juga
mengandung matriks organik mukoprotein yang mungkin sangat penting sebagai nidus
(tempat) pembentukan batu atau merupakan lingkungan yang cocok bagi kristalisasi
substansi pembentuk batu.
Sebab-sebab pembentukan batu saluran kemihhingga kini masih belum jelas, namun ada
3 faktor yang dianggap paling berpengaruhdalam pembnukan batu, yaitu :
1. Konsentrasi kristaloid yang tinggi dalam darah
2. Lesi pada dinding sistem urinaria atau perubahan pada fisikokimiawi dalam air
kemih sehingga terbentuk lingkungan yang cocok untuk kristalisasi
3. Statis air kemih
Gambaran Klinis
Kolik renal secara klasik berupa nyeri kolik berat dari pinggang sampai pangkal
paha yang semakin lama semakin berat (kresendo)
Pasien akan merasa gelisah dan teragitasi dengan nyeri yang dialami
Biasanya disertai mual dan muntah
Biasanya terjadi pada malam atau dini hari
9
Gambaran Radiologis
10
11
12
KEGAWATDARURATAN GINEKOLOGIK
3. Trauma
4. Kista pecah
Definisi
Suatu kehamilan disebut kehamilan ektopik bila zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain
cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah kehamilan
ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada
kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan
penurunan keadaan umum pasien.
Diagnosis
13
progesteron dan riwayat operasi tuba serta riwayat faktor-faktor risiko lainnya
memperkuat dugaan KET. Namun sebagian besar pasien menyangkal adanya faktor-
faktor risiko tersebut di atas.
Bila pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan kantong gestasi dengan denyut jantung
janin dengan kavum uteri yang kosong, maka diagnosis pasti dapat ditegakkan. USG
transvaginal dapat mendeteksi tubal ring (massa berdiameter 1-3 cm dengan pinggir
ekhogenik yang mengelilingi pusat yang hipoekhoik); gambaran tersebut cukup spesifik
untuk kehamilan ektopik. USG transvaginal juga memungkinkan evaluasi kavum pelvis
dengan lebih baik, termasuk visualisasi cairan di kavum Douglas dan massa pelvis.
Kadar hCG membantu penegakan diagnosis, meskipun tidak ada konsensus mengenai
kadar hCG yang sugestif untuk kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik dapat dibedakan
dari kehamilan normal dengan pemeriksaan kadar hCG secara serial. Pada usia gestasi 6-
7 minggu, kadar hCG serum meningkat dua kali lipat setiap 48 jam pada kehamilan
intrauterin normal. Peningkatan yang subnormal (< 66%) dijumpai pada 85% kehamilan
yang nonviable, dan peningkatan sebanyak 20% sangat prediktif untuk kehamilan
nonviable. Fenomena ini, bila disertai dengan terdeteksinya kavum uteri yang kosong,
mengindikasikan adanya kehamilan ektopik. Secara klinis, penegakan diagnosis KET
dengan pemantauan kadar hCG serial tidak praktis, karena dapat mengakibatkan
keterlambatan diagnosis. Selain itu, peningkatan kadar hCG serum dua kali lipat setiap 48
jam tidak lagi terjadi setelah minggu ke-7 kehamilan. Oleh sebab itu, umumnya yang
diperiksakan adalah hCG kualitatif untuk diagnosis cepat kehamilan.
Dengan adanya USG dan pemeriksaan kadar hCG yang lebih akurat, kuldosentesis sudah
tidak terlalu sering dilakukan. Meskipun demikian, tindakan tersebut masih dilakukan
bila tidak ada fasilitas USG atau bila pada pemeriksaan USG kantong gestasi tidak
berhasil terdeteksi.
Kadar progesteron pada kehamilan nonviable memang menurun, namun penurunan kadar
progesteron tersebut tidak dapat membedakan kehamilan ektopik dari abortus insipiens.
14
Diagnosis juga dapat ditegakkan secara bedah (surgical diagnosis). Kuretase dapat
dikerjakan untuk membedakan kehamilan ektopik dari abortus insipiens atau abortus
inkomplet. Kuretase tersebut dianjurkan pada kasus-kasus di mana timbul kesulitan
membedakan abortus dari kehamilan ektopik dengan kadar progesteron serum di bawah 5
mg/ml, β-hCG meningkat abnormal (< 2000 mU/mL) dan kehamilan uterin tidak
terdeteksi dengan USG transvaginal. Diagnosis secara bedah juga dapat dilakukan
dengan laparoskopi dan laparotomi. Laparotomi umumnya dikerjakan bila keadaan
hemodinamik pasien tidak stabil.
Gambaran Radiologik
15
Kehamilan ectopic adnexsa
Diagnosis Banding
16
KISTA OVARIUM TERPUNTIR
Definisi
Torsi/putaran tangkai dapat terjadi pada tangkai kista ovarium dengan diameter 5
cm atau lebih. Kondisi yang mempermudah torsi adalah kehamilan dan sesudah
persalinan.
Pada kehamilan, uterus yang membesar akan merubah letak kista, sedangkan pada
sesudah persalinan dapat terjadi perubahan mendadak dalam rongga abdomen.
Torsi pada tangkai tumor akan menyebabkan gangguan sirkulasi karena vena mudah
tertekan, terjadi bendungan darah dalam tumor yang berakibat tumor makin besar dengan
perdarahan didalamnya. Jika torsi berlanjut akan terjadi nekrosis hemoragik dan jika
dibiarkan dapat terjadi robekan pada dinding kista dengan akibat perdarahan intra
abdominal atau peradangan sekunder dengan manifestasi klinik dengan akut abdomen.
Gejala klinis :
Gambaran Radiologik
17
Morfologi torsi ovarium
18
Hemoragic Ovarium Torsion
19
PERLUKAAN ALAT GENITAL
a. Vagina
Pada dinding depan vagina sering kali terjadi di sekita orifisium uretra ekternum &
klitoris.Perlukaan klitoris biasanya tidak dapat diatasi hanya dengan menjahit karena
dapat menimbulkan perdarahan yang hebatsehingga perlu dilakukan penjepitan dengan
cunam selama beberapa hari.
Robeknya vagina sepertiga atas umumnya merupakan lanjutan serviks uteri. Pada
umumnya robekan vagina terjadi karena regang jalan lahir yang berlebih-lebihan dan
tiba-tiba ketika janin dilahirkan baik kepala maupun vagina .Juga kadang-kadang
robekan lebar terjadi akibat ekstraksi dengan forceps. Bila terjadi perlukaan pada dinding
vagina, perdarahan segera setelah lahir. Perdarahan demikian umumnya adalah
perdarahan arterial sehingga harus segera dijahit.
b. Perineum
Tingkat II : lebih dalam dan luas ke vagina serta perineum dengan melukai fasia serta
otot2 diafragma urogrnital.
Perlukaan diafagma urogrnitalis dan muskulus levator ani dapt terjadi tanpa luka pada
kkulit perineum/vagina sehinga tidak tampak dari luar hal ini dapat melemahkan otot
dasar pangul sehingga terjadi prolaps genitalis.Dapat terjadi perdarahan arterial yang
merembes.
20
Pada luka derajat I luka tidak perlu dijahit,pada derajat II dijahit dan pada derajat III
dijahit dengan menemukan ke 2 ujun sfingter ani externus. nilai tunus otot.
c. Serviks uteri
Dapat menimbulkan perdarahan banyak jika ke lateral kkarena dapat mengenai ramus
desenden arteri uterine.Sering terjadi pada persalinan buatan dengan pembukaan belum
lengkap , juga pada partus prespitatus dimana kontaksi kuat dan sering yang mendorong
anak ke luar terjadi saat pembukaan belum lengkap.
d. Korpus uteri
Secara Anatomi
Pada robekan komplet nyeri mendadak, anemia, syok, kontraksi hilang , BJA
menghilang, bagian janin mudah diraba di bawah dinding perut ibu.
Pada robekan inkomplet umumnya lebih ringan, anemis, syok, perdarahan keluar tidak
banyak dan adanya tumor di parametrium.
21
Pada keadaan tertentu perlukaan dapat lebih berat , hal ini terjadi pada koitus secara kasar
dan keras, misalnya oleh laki-laki yang psikopat seksual, mabuk sehingga menimbulkan
perlukaan vulva dan vagina yang luas dengan perdarahan yang banyak.
Terutama pada wanita menolak melakukan hubungan seksual. Penolakan disertai dengan
adduksi pada kedua paha, lodorse lumbal, dan ketegangan pada otot2 pelvis. Wanita
sendiri mempunyai faktor resiko untuk mengalami trauma pada koitus adalah hipoplasia
genitalis, penyempitan introitus vaginae, vagina kaku, hymen yang tebal
Wanita yang telah mengalami histerektomi total, vagina bagian atas menjadi kaku dan
pendek, sehingga lebih mudah terjadi perlukaan forniks posterior. Faktor peredisposisi
lainya antara lain koitus pada kala nifas dan pascamenopuause. Perlukaan akibat koitus di
forniks posterior umumnya melintang, perlukaan ini walaupun jarang dapat menembus
kavum douglas.
Letak jalan lahir yang terlindung menyebabkan jarang terjadi perlukaan langsung.
Perlukaan langsung terjadi akibat patah tulang panggul ,atau jatuh duduk dengan genitalia
eksterna kena suatu benda.
a. Hematoma
22
Jika bertambah besar hematom hendaknya segera di buka dan dilakukan pengeluaran
bekuan darah, pengikatan aterial yang terputus dan pemasangan tamponade.
b. Perlukaan
Vagina dan vulva dapat terjadi perlukaan bila alat2 tersebut terkena benda secara
langsung.Kadang perlukaan ini dapat mengenai alat2 sekitar seperti uretra,kandung
kencing,rectum, atau kavum douglasi.
Perlukaan pada vagina atau uterus bias terjadi apabila digunakan benda untuk melakukan
abortus provokatus, karena benda yang tidak steril tersebut dapat terjadi infeksi septic
dengan segala akibatnya selain perdarahan yang ditimbulkan.
c. Bahan-bahan kimia
23
IV. Ruptur Corpus Luteum Dengan Haemoperitoneum
Pembilasan dengan cairan yang panas dapaat menimbulkan luka bakar yang superfisialis,
kemudian lepasnya kuit dan mukosa sehinga terjadi ulkus , yang jika sembuh
menyebabkan tumbuhnya sikatrik dan stenosis pada vagina.
Pemakaian elektrokauter untuk pengobatan erosion pada porsio uteri, jika kurang hati-
hati dapat menyebabkan stenosis/atresia pada ostium uteri eksternum.
Bahan-bahan ini umumnya dipakai dalam usaha mengugurkan kandungan, yang jika
dimasukkan bersifat korosif kuat dan dapat diserap tubuh, ganguan keseimbangan
elektrolit dan gangguan pembekuan darah.
24
KISTA PECAH ATAU ROBEKAN DINDING KISTA
1. Terjadi pada torsi tangkai kista ovarium dan oleh karena trauma seperti jatuh, diurut,
pukulan pada perut, koitus. Apabila kista hanya mengandung cairan serous, rasa nyeri
akibat robekan dan iritasi peritoneum tidak begitu hebat, tapi robekan pada dinding
kista disertai dengan perdarahan yang timbul mendadak dan berlangsung terus
menerus kedalam rongga abdomen, maka akan menimbulkan gejala nyeri yang terus
menerus dengan akut abdomen.
2. Pada kista pecah, misalnya pada kista coklat/kista endometriosis, pecahnya kista terjadi
akibat perlengketan-perlengketan yang bersifat infiltratif dan makin menipisnya
dinding kista karena karena makin bertambahnya darah yang bertumpuk dalam rongga
kista.
Gejala klinis :
25
TRAUMA PELVIS
Fraktur pelvis bisa sederhana atau kompleks dan bisa melibatkan beberapa bagian
dari tulang pelvis. Fraktur pelvis bisa berakibat fatal dan pelvis tidak stabil sehingga
perlu penanganan segera.
Klasifikasi
Ada 4 klasifikasi dalam trauma tumpul yang mengakibatkan fraktur pelvis tidak stabil :
fractures
26
Fraktur pelvis stabil dapat juga terjadi akibat energi mekanik yang rendah atau pada
cedera saat olah raga :
• fraktur acetabular
27
Acetabular fracture
28
Malgaigne fracture
29
30
31
Komplikasi :
• ruptur buli-buli
• ruptur urethra
Fraktur pelvis bisa berakibat kecacatan dan kematian. Sebanyak 75% kematian pada
korban tabrakan saat mengendarai motor akibat fraktur pelvis.
Fraktur pelvis mengakibatkan resiko tinggi terjadinya perdarahan pelvis yang banyak dan
tidak terkontrol. Hal ini bisa diakibatkan oleh perdarahan pelvis, femur dan atau
retroperitoneal. Angio-embolisasi pelvis bisa dipertimbangkan pada pasien yang banyak
kehilangan darah tanpa disertai adanya perdarahan intraabdominal yang memerlukan
tindakan fixasi pembedahan.
32
DAFTAR PUSTAKA
33