Anda di halaman 1dari 33

Tugas Radiologi Emergensi

JUNI 2015

RADIOLOGI EMERGENSI PELVIS

Oleh :
dr. Jimmy Tungka
dr. Selvi Oktaviana Purba

Pembimbing :
Prof. DR. Dr. Bachtiar Murtala,Sp.Rad (K)

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
APPENDISITIS AKUT

Pendahuluan
Kasus Emergensi adalah kasus yang memerlukan penanganan segera yang bila terlambat
dapat menyebabkan komplikasi dan kematian.

Definisi
Appendisitis merupakan suatu inflamasi appendiks yang terjadi secara tiba-tiba.
Appendiks merupakan suatu tabung kecil berbentuk jari yang bercabang dari usus besar.
Appendisitis merupakan suatu keadaan kedaruratan yang harus cepat ditangani karena
dapat menyebabkan terjadi perforasi dengan komplikasi.

Gambaran anatomi appendiks normal

Insiden dan epidemologi


Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak umur satu
tahun kurang atau jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 10-17
tahun.

2
Etiopatologi
Appendisitis diakibatkan oleh obstruksi pada lumen appendiks. Obstruksi dapat
berupa fekalit, cacing, striktur, tumor dan benda asing.
Obstruksi lumen memicu berlangsungnya kejadian-kejadian yang kemudian
berakhir dengan appendisitis akut. Pertama, sel-sel epitel yang melapisi lumen apendiks,
normalnya mensekresi mukus secara terus menerus dan keluar ke caecum. Akibat adanya
obstruksi, cairan tersebut terkumpul dalam lumen mengakibatkan distensi appendiks,
yang mengurangi drainase vena dan limfe di appendiks. Terjadi multiplikasi bakteri di
dalam lumen, dan menginvasi dinding appendiks dengan cepat. Hal ini menyebabkan
edema appendiks lebih lanjut dan menambah peregangan dari dinding muskulernya.

Anatomi
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proximal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar
pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Pada 65 % kasus, appendiks terletak
intraperitoneal. Hal ini memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
caecum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
appendisitis ditentukan oleh letak appendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di
sekitar umbilikus.
Vaskularisasi appendiks berasal dari arteri appendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral.

3
Appendiks pada proyeksi dinding anterior abdomen
*Titik LANZ; 1/3 kanan garis penghubung antara Spina iliaca anterior kanan dan kiri
sebagai petunjuk puncak appendiks yang menggantung ke bawah.
** Titik Mc-Burney, 1/3 luar garis penghubung antara pusar dan spina iliaca anterior
superior kanan sebagai petunjuk pangkal appendiks

Gambaran klinis
Gejala klinis dari appendisitis biasanya khas dengan nyeri pada perut kanan
bawah, makin nyeri jika ditekan disertai lekositosis, kadang disertai dengan demam dan
muntah.

Pemeriksaan radiologi
1. Foto polos abdomen
Pada foto polos biasanya sulit untuk mendiagnosis penyakit ini, biasanya
dari polos kita hanya biasa melihat gambaran ileus, appendikolith, abses dengan
efek massa.

Foto polos abdomen dengan appendiks normal

4
2. Dengan kontras
Pemeriksaan radiologik sederhana dan konvensional masih tetap
diperlukan mengingat keterbatasan fasilitas penunjang diagnostik terutama di
rumah sakit daerah. Untuk pemeriksaan appendiks dengan menggunakan kontras
barium per oral yang dinamakan Apendikografi atau Apendikogram yang tanpa
persiapan khusus dan hanya memerlukan satu foto abdomen.

a. b.
Gambar appendiks normal (a). Foto polos; (b) Setelah pemberian kontras

a. b. c.
Gambaran appendisitis dengan permukaan mukosa lumen appendiks yang irreguler

5
Pemeriksaan apendikogram dilakukan dengan cara pemberian suspensi
barium per oral (Barium Meal) sebanyak 200 cc, 12 jam sebelum pemotretan.
Sediaan suspensi barium sudah dalam bentuk siap pakai yang tersedia di pasaran.
Sebelum minum barium pada pasien tidak dilakukan persiapan apapun dan makan
minum biasa. Barium diberikan pada jam 20.00 dan foto abdomen tunggal atau
regio abdomen kanan bawah dilakukan sekitar jam 8.00. Kriteria penilaian adalah
sebagai berikut :
 Apendikogram negatif : Tidak ada pengisian barium sama sekali dalam
appendiks.
 Apendikogram positif : Seluruh appendiks terisi penuh dengan barium.
 Apendikogram parsial : Ada pengisian appendiks tapi hanya sebagian atau
terdapat defek dalam appendiks, atau dinding irreguler.

3. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi pada appendiks menggunakan transducer
dengan resolusi tinggi (mininal 5 MHz) dengan teknik graded compression yang
pertama kali diperkenalkan oleh Puylaert pada tahun 1987.
Teknik grade compression merupakan cara dimana jika kita meletakkan tranducer
linier 5-7 MHz pada daerah Mc-Burney. Setelah mendapatkan massa bulat atau
tubuler yang buntu dan berdinding double layer, lalu ditekan jika tidak ada
perubahan bentuknya atau ukuran maka (+) positif appendisitis.

a. b.
Appendicitis dengan compressi (a) hanya tampak sedikit perubahan kaliber dibandingkan
dengan tanpa kompressi (b)

6
a. b.
USG appendiks (a) potongan longitudinal; Tampak dinding apendiks yang tebal (b)
potongan transversa di kuadran kanan bawah, tampak struktur tubular dengan dinding
laminated

Appendisitis pada USG akan ditemukan bayangan appendiks yang dilatasi , diameter
lebih dari 7cm, noncompressable, dengan tebal dinding lebih dari 2 mm, kadang lumen
terisi cairan (fluid-filled), dan bisa ditemukan appendikolith.

Komplikasi dan terapi


Jika appendisitis tidak ditangani dengan baik dapat terjadi komplikasi, berupa :
1. Perforasi
2. Peritonitis
3. Abses appendiks

Penatalaksanaan
Terdiri dari antibiotik dan pembedahan (apendisektomi).

7
NEFROLITIASIS/URETEROLITIASIS

Definisi

Ureterolitiasis adalah adanya batu pada ureter.

Karakteristik

 Gangguan traktus urinarius yang palig sering


 5-10% dari populasi menderita batu traktus urinarius
 Kebanyakan terjadi pada pria, biasanya pada usia 20-50 tahun
 Pembentukan batu bersifat familial. Kejadian berulang lebih sering terjadi bila
dibandingkan episode tunggal
 Komposisi batu kebanyakan terdiri dari kalsium oksalat (merupakan yang paling
radio-opak)

Patofisiologi

Batu pada uretra umumnya berasal dari batu ginjal yang turun. Pembentukan batu
biasanya dimulai di kaliks dan pelvis, kemudian dapat menyebar ke ureter dan vesika
urinaria.Dapat juga dibentuk di saluran kemih bagian bawah.Sehingga dengan demikian,
komposisinya sama dengan batu ginjal.
Apabila terdapat batu di pyelum dengan ukuran <05 cm, batu tersebut dapat turun sampai
di ureter, mengakibatkan penyumbatan. Namun demikian batu batu dengan ukuran 0,8
cm juga bisa turun sampai ke ureter.Batu jarang terbentuk di ureter sendri.
Batu ureter yang turun itu akan berhenti di tempat-tempat tertentu yang secara anatomis
lebih sempit, yaitu :
1. Pada ureteropelvic junction
2. Setinggi vasa iliaca (arteri dan vena iliaca communis)
3. Setinggi vas deferens(pada pria)/ligamentum latum (pada wanita)
4. Pada saat ureter menembus dinding vesika urinaria
5. Ureter intramural

8
Pada batu intramural, batu terdapat pada ureter di dalam dinding vesica urinaria. Yang
khas adalah gejalanya yang sama dengan vesicolithiasis. Pasien sering kencing, dan nyeri
pada akhir kencing yang berlokasi pada supra pubis atau pangkal penis dan nyeri
dirasakan sampai ujung penis. Biasanya terjadi pada anak-anak.Karena nyeri yang
dirasakan mereka sering menarik-narik penisnya.Klitoris homolog dengan penis sehingga
pada anak perempuan, yang terasa nyeri adalah klitorisnya, ditandai dengan menarik-
menarik labia majora.
Batu ureter yang paling sering terjadi menurut lokasinya adalah tipe 1, 2 dan 4. Sebagian
besar batu tersusun atas campuran 5 kristaloid, yaitu kalsium oksalat, kalsium fosfat,
ammonium-magnesium fosfat, asam urat dan sistin. Selain kristaloid, batu dapat juga
mengandung matriks organik mukoprotein yang mungkin sangat penting sebagai nidus
(tempat) pembentukan batu atau merupakan lingkungan yang cocok bagi kristalisasi
substansi pembentuk batu.
Sebab-sebab pembentukan batu saluran kemihhingga kini masih belum jelas, namun ada
3 faktor yang dianggap paling berpengaruhdalam pembnukan batu, yaitu :
1. Konsentrasi kristaloid yang tinggi dalam darah
2. Lesi pada dinding sistem urinaria atau perubahan pada fisikokimiawi dalam air
kemih sehingga terbentuk lingkungan yang cocok untuk kristalisasi
3. Statis air kemih

Gambaran Klinis

 Kolik renal secara klasik berupa nyeri kolik berat dari pinggang sampai pangkal
paha yang semakin lama semakin berat (kresendo)
 Pasien akan merasa gelisah dan teragitasi dengan nyeri yang dialami
 Biasanya disertai mual dan muntah
 Biasanya terjadi pada malam atau dini hari

9
Gambaran Radiologis

Batu bisa terdapat pada :


- Proksimal/atas : dari ureteropelvic junction sampai proyeksi krista iliaca
- Median/tengah : letaknya tepat di proyeksi tulang pelvis (os iliaca). Biasanya pada
tempat persilangan ureter dengan vasa iliaca
- Distal/bawah: terdapat pada cavum pelvis minor
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran radioopak atau radiolusen, biasanya
di daerah yang menyempit seperti pada ureteropelvic junction, ureterovesical junction,
dan pada titik dimana ureter melewati vasa iliaka.
Pada BNO tampak gambaran bercak semiopak atau lusen berbentuk bulat kecil-kecil
hingga besar di sepanjang ureter. Apabila terjadi sumbatan, proksimal batu akan
mengalami dilatasi, dinding menipis, sedangkan distal batu kolaps.
Intravenous pyelogram (IVP) : penting sekali untuk melihat batu
CT : pemeriksan sensitif dan spesifik.

10
11
12
KEGAWATDARURATAN GINEKOLOGIK

Didalam bidang ginekologi, terdapat beberapa kasus yang termasuk ke dalam


kegawatdaruratan antara lain :
1. Kehamilan ektopik terganggu

2. Kista ovarium terpuntir

3. Trauma

4. Kista pecah

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Definisi

Suatu kehamilan disebut kehamilan ektopik bila zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain
cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah kehamilan
ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada
kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan
penurunan keadaan umum pasien.

Diagnosis

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu tentunya ditegakkan dengan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. KET harus dipikirkan bila seorang pasien
dalam usia reproduktif mengeluhkan nyeri perut bawah yang hebat dan tiba-tiba, ataupun
nyeri perut bawah yang gradual, disertai keluhan perdarahan per vaginam setelah
keterlambatan haid, dan pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda akut abdomen,
kavum Douglas menonjol, nyeri goyang porsio, atau massa di samping uterus. Adanya
riwayat penggunaan AKDR, infeksi alat kandungan, penggunaan pil kontrasepsi

13
progesteron dan riwayat operasi tuba serta riwayat faktor-faktor risiko lainnya
memperkuat dugaan KET. Namun sebagian besar pasien menyangkal adanya faktor-
faktor risiko tersebut di atas.

Bila pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan kantong gestasi dengan denyut jantung
janin dengan kavum uteri yang kosong, maka diagnosis pasti dapat ditegakkan. USG
transvaginal dapat mendeteksi tubal ring (massa berdiameter 1-3 cm dengan pinggir
ekhogenik yang mengelilingi pusat yang hipoekhoik); gambaran tersebut cukup spesifik
untuk kehamilan ektopik. USG transvaginal juga memungkinkan evaluasi kavum pelvis
dengan lebih baik, termasuk visualisasi cairan di kavum Douglas dan massa pelvis.

Kadar hCG membantu penegakan diagnosis, meskipun tidak ada konsensus mengenai
kadar hCG yang sugestif untuk kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik dapat dibedakan
dari kehamilan normal dengan pemeriksaan kadar hCG secara serial. Pada usia gestasi 6-
7 minggu, kadar hCG serum meningkat dua kali lipat setiap 48 jam pada kehamilan
intrauterin normal. Peningkatan yang subnormal (< 66%) dijumpai pada 85% kehamilan
yang nonviable, dan peningkatan sebanyak 20% sangat prediktif untuk kehamilan
nonviable. Fenomena ini, bila disertai dengan terdeteksinya kavum uteri yang kosong,
mengindikasikan adanya kehamilan ektopik. Secara klinis, penegakan diagnosis KET
dengan pemantauan kadar hCG serial tidak praktis, karena dapat mengakibatkan
keterlambatan diagnosis. Selain itu, peningkatan kadar hCG serum dua kali lipat setiap 48
jam tidak lagi terjadi setelah minggu ke-7 kehamilan. Oleh sebab itu, umumnya yang
diperiksakan adalah hCG kualitatif untuk diagnosis cepat kehamilan.

Dengan adanya USG dan pemeriksaan kadar hCG yang lebih akurat, kuldosentesis sudah
tidak terlalu sering dilakukan. Meskipun demikian, tindakan tersebut masih dilakukan
bila tidak ada fasilitas USG atau bila pada pemeriksaan USG kantong gestasi tidak
berhasil terdeteksi.

Kadar progesteron pada kehamilan nonviable memang menurun, namun penurunan kadar
progesteron tersebut tidak dapat membedakan kehamilan ektopik dari abortus insipiens.

14
Diagnosis juga dapat ditegakkan secara bedah (surgical diagnosis). Kuretase dapat
dikerjakan untuk membedakan kehamilan ektopik dari abortus insipiens atau abortus
inkomplet. Kuretase tersebut dianjurkan pada kasus-kasus di mana timbul kesulitan
membedakan abortus dari kehamilan ektopik dengan kadar progesteron serum di bawah 5
mg/ml, β-hCG meningkat abnormal (< 2000 mU/mL) dan kehamilan uterin tidak
terdeteksi dengan USG transvaginal. Diagnosis secara bedah juga dapat dilakukan
dengan laparoskopi dan laparotomi. Laparotomi umumnya dikerjakan bila keadaan
hemodinamik pasien tidak stabil.

Gambaran Radiologik

Kehamilan ectopik endovaginal

15
Kehamilan ectopic adnexsa

Diagnosis Banding

Keadaan-keadaan patologis baik di dalam maupun di luar bidang obstetri-ginekologi


perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding KET. Kelainan bidang obstetri-ginekologi
yang didiagnosis banding dengan KET antara lain abortus, kista ovarii terpuntir,
perdarahan uterin disfungsional, endometriosis, salpingitis, ruptur kista luteal dan
penyakit trofoblastik gestasional. Penyakit di luar bidang obstetri-ginekologi yang
manifestasinya menyerupai KET adalah appendisitis.

16
KISTA OVARIUM TERPUNTIR

Definisi

Torsi/putaran tangkai dapat terjadi pada tangkai kista ovarium dengan diameter 5
cm atau lebih. Kondisi yang mempermudah torsi adalah kehamilan dan sesudah
persalinan.

Pada kehamilan, uterus yang membesar akan merubah letak kista, sedangkan pada
sesudah persalinan dapat terjadi perubahan mendadak dalam rongga abdomen.

Torsi pada tangkai tumor akan menyebabkan gangguan sirkulasi karena vena mudah
tertekan, terjadi bendungan darah dalam tumor yang berakibat tumor makin besar dengan
perdarahan didalamnya. Jika torsi berlanjut akan terjadi nekrosis hemoragik dan jika
dibiarkan dapat terjadi robekan pada dinding kista dengan akibat perdarahan intra
abdominal atau peradangan sekunder dengan manifestasi klinik dengan akut abdomen.

Gejala klinis :

• Sebelumnya ada terasa ada bengkak pada perut bagian bawah

• Adanya riwayat massage/pijat abdomen

• Bisa disertai dengan hamil

• Nyeri perut mendadak, kadang disertai mual dan muntah

Gambaran Radiologik

Ditemukan adanya gambaran kista

17
Morfologi torsi ovarium

Torsion with dermoid

18
Hemoragic Ovarium Torsion

Twisted Pedicle with whirl sign

19
PERLUKAAN ALAT GENITAL

I. Perlukaan Akibat Persalinan

Terutama terjadi pada primi gravid

a. Vagina

Pada dinding depan vagina sering kali terjadi di sekita orifisium uretra ekternum &
klitoris.Perlukaan klitoris biasanya tidak dapat diatasi hanya dengan menjahit karena
dapat menimbulkan perdarahan yang hebatsehingga perlu dilakukan penjepitan dengan
cunam selama beberapa hari.

Robeknya vagina sepertiga atas umumnya merupakan lanjutan serviks uteri. Pada
umumnya robekan vagina terjadi karena regang jalan lahir yang berlebih-lebihan dan
tiba-tiba ketika janin dilahirkan baik kepala maupun vagina .Juga kadang-kadang
robekan lebar terjadi akibat ekstraksi dengan forceps. Bila terjadi perlukaan pada dinding
vagina, perdarahan segera setelah lahir. Perdarahan demikian umumnya adalah
perdarahan arterial sehingga harus segera dijahit.

b. Perineum

Derajat perlukaan pada perineum dibagi :

Tingkat I : terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum

Tingkat II : lebih dalam dan luas ke vagina serta perineum dengan melukai fasia serta
otot2 diafragma urogrnital.

Tingkat III : muskulus sfingter ani externus terputus di depan.

Perlukaan diafagma urogrnitalis dan muskulus levator ani dapt terjadi tanpa luka pada
kkulit perineum/vagina sehinga tidak tampak dari luar hal ini dapat melemahkan otot
dasar pangul sehingga terjadi prolaps genitalis.Dapat terjadi perdarahan arterial yang
merembes.

20
Pada luka derajat I luka tidak perlu dijahit,pada derajat II dijahit dan pada derajat III
dijahit dengan menemukan ke 2 ujun sfingter ani externus. nilai tunus otot.

c. Serviks uteri

Dapat menimbulkan perdarahan banyak jika ke lateral kkarena dapat mengenai ramus
desenden arteri uterine.Sering terjadi pada persalinan buatan dengan pembukaan belum
lengkap , juga pada partus prespitatus dimana kontaksi kuat dan sering yang mendorong
anak ke luar terjadi saat pembukaan belum lengkap.

d. Korpus uteri

Merupakan perlukaan yang paling berat, dapat terjadi selama kehamilan/persalinan.


Robekan dapat pada SBR , korpus uteri, dinding uterus yg lemah pada bekas SC atau
miomektomi, persalinan buatan seperti ekstraksi cunam, versi dan ekstraksi.

Secara Anatomi

• Robekan inkomplet endometrium dan miometrium sedangkan perimetrium utuh

• Robekan komplet endometrium,miometrium,perimetrium robek dan ada hubungan


langsung anara kavum uteri dengan rongga perut

Pada robekan komplet nyeri mendadak, anemia, syok, kontraksi hilang , BJA
menghilang, bagian janin mudah diraba di bawah dinding perut ibu.

Pada robekan inkomplet umumnya lebih ringan, anemis, syok, perdarahan keluar tidak
banyak dan adanya tumor di parametrium.

II. Perlukaan Akibat Koitus

Perlukaan yang terjadi pertama adalah robeknya selaput hymen,biasanya terjadi


pada dinding belakang dan menimbulkan sedikit perdarahan dan dapat berhenti spontan
walaupun tidak jarang memerlukan pertolongan untuk menghentikanya.

21
Pada keadaan tertentu perlukaan dapat lebih berat , hal ini terjadi pada koitus secara kasar
dan keras, misalnya oleh laki-laki yang psikopat seksual, mabuk sehingga menimbulkan
perlukaan vulva dan vagina yang luas dengan perdarahan yang banyak.

Terutama pada wanita menolak melakukan hubungan seksual. Penolakan disertai dengan
adduksi pada kedua paha, lodorse lumbal, dan ketegangan pada otot2 pelvis. Wanita
sendiri mempunyai faktor resiko untuk mengalami trauma pada koitus adalah hipoplasia
genitalis, penyempitan introitus vaginae, vagina kaku, hymen yang tebal

Robekan fornik posterior vaginae sering terjadi.Apabila wanita mengalami orgasme


ketika koitus,bias terjadi kenaikan tekanan intra abdomen,sehingga kavum douglasi
menonjol.Tekanan penis yang berulang pada kavum Douglasi dan terjadilah robekan
forniks posterior,

Wanita yang telah mengalami histerektomi total, vagina bagian atas menjadi kaku dan
pendek, sehingga lebih mudah terjadi perlukaan forniks posterior. Faktor peredisposisi
lainya antara lain koitus pada kala nifas dan pascamenopuause. Perlukaan akibat koitus di
forniks posterior umumnya melintang, perlukaan ini walaupun jarang dapat menembus
kavum douglas.

III. Perlukaan Akibat Trauma Aksidental

Letak jalan lahir yang terlindung menyebabkan jarang terjadi perlukaan langsung.
Perlukaan langsung terjadi akibat patah tulang panggul ,atau jatuh duduk dengan genitalia
eksterna kena suatu benda.

a. Hematoma

Bentuk tersering adalah hematoma vulva,hematoma berukuran kecil untuk kemudian


menjadi cepat membesar .Hematoma yang terlihat kecil belum berarti bekuan di
dalamnya sedikit.Perdarahan dapat menjalar sekitar vagina dan mengumpul di dalam
ligamentum latum.Bila hematoma besar dapat terjadi syok dan anemia,kulit permukaan
hematom bewarna kebirubiruan,mengkilat,tipis dan mudah robekma kecil cukup diberi
kompres dan analgetika sambil diobservasi apakah hematom bertambah besar.

22
Jika bertambah besar hematom hendaknya segera di buka dan dilakukan pengeluaran
bekuan darah, pengikatan aterial yang terputus dan pemasangan tamponade.

b. Perlukaan

Vagina dan vulva dapat terjadi perlukaan bila alat2 tersebut terkena benda secara
langsung.Kadang perlukaan ini dapat mengenai alat2 sekitar seperti uretra,kandung
kencing,rectum, atau kavum douglasi.

 Perlukaan akibat benda asing

Perlukaan pada vagina atau uterus bias terjadi apabila digunakan benda untuk melakukan
abortus provokatus, karena benda yang tidak steril tersebut dapat terjadi infeksi septic
dengan segala akibatnya selain perdarahan yang ditimbulkan.

 Perlukaan akibat bahan kimia

Terutama disebabkan oleh :

a. Pembilasan (douching) dengan cairan panas

b. Kesalahan teknik dalam pemakaian elektrokauter

c. Bahan-bahan kimia

23
IV. Ruptur Corpus Luteum Dengan Haemoperitoneum

Pembilasan dengan cairan yang panas dapaat menimbulkan luka bakar yang superfisialis,
kemudian lepasnya kuit dan mukosa sehinga terjadi ulkus , yang jika sembuh
menyebabkan tumbuhnya sikatrik dan stenosis pada vagina.

Pemakaian elektrokauter untuk pengobatan erosion pada porsio uteri, jika kurang hati-
hati dapat menyebabkan stenosis/atresia pada ostium uteri eksternum.

Bahan-bahan asam terbagi :

• Asam anorganik : asam sulfat,asam nitrat,asam klorida

• Asam organic : asam oksalat & sam asetat

Bahan-bahan ini umumnya dipakai dalam usaha mengugurkan kandungan, yang jika
dimasukkan bersifat korosif kuat dan dapat diserap tubuh, ganguan keseimbangan
elektrolit dan gangguan pembekuan darah.

24
KISTA PECAH ATAU ROBEKAN DINDING KISTA

1. Terjadi pada torsi tangkai kista ovarium dan oleh karena trauma seperti jatuh, diurut,
pukulan pada perut, koitus. Apabila kista hanya mengandung cairan serous, rasa nyeri
akibat robekan dan iritasi peritoneum tidak begitu hebat, tapi robekan pada dinding
kista disertai dengan perdarahan yang timbul mendadak dan berlangsung terus
menerus kedalam rongga abdomen, maka akan menimbulkan gejala nyeri yang terus
menerus dengan akut abdomen.

2. Pada kista pecah, misalnya pada kista coklat/kista endometriosis, pecahnya kista terjadi
akibat perlengketan-perlengketan yang bersifat infiltratif dan makin menipisnya
dinding kista karena karena makin bertambahnya darah yang bertumpuk dalam rongga
kista.

Gejala klinis :

1. Sebelumnya ada rasa bengkak pada perut bagian bawah

2. Nyeri pelvis sampai seluruh abdomen

3. Nyeri sangat mendadak

4. Penatalaksanaan : laparotomi → kista dibuang

25
TRAUMA PELVIS

Fraktur pelvis bisa sederhana atau kompleks dan bisa melibatkan beberapa bagian
dari tulang pelvis. Fraktur pelvis bisa berakibat fatal dan pelvis tidak stabil sehingga
perlu penanganan segera.

Fraktur pelvis sebagian besar trauma akibat :

• kecelakaan kendaraan bermotor

• jatuh dari ketinggian

• cedera saat olah raga

Klasifikasi

Ada 4 klasifikasi dalam trauma tumpul yang mengakibatkan fraktur pelvis tidak stabil :

• kompresi antero-posterior : mengakibatkan open book atau sprung pelvis

fractures

• kompresi lateral : mengakibatkan windswept pelvis

• vertikal shear : mengakibatkan Malgaigne fracture atau bucket handle fracture

• kombinasi trauma mekanik : terjadi apabila melibatkan 2 sumber tekanan yang

berbeda dan mengakibatkan fraktur kompleks

26
Fraktur pelvis stabil dapat juga terjadi akibat energi mekanik yang rendah atau pada
cedera saat olah raga :

• fraktur acetabular

• fraktur ramus pubis

• fraktur iliac wing (Duverney fracture)

• fraktur avulsi ( ASIS, iliac crest, ischial tuberosity)

Sites of avulsion fractures

27
Acetabular fracture

Open book fracture

28
Malgaigne fracture

Right iliac crest avulsion fracture

29
30
31
Komplikasi :

• ruptur buli-buli

• ruptur urethra

Penanganan dan Prognosis

Fraktur pelvis bisa berakibat kecacatan dan kematian. Sebanyak 75% kematian pada
korban tabrakan saat mengendarai motor akibat fraktur pelvis.

Fraktur pelvis mengakibatkan resiko tinggi terjadinya perdarahan pelvis yang banyak dan
tidak terkontrol. Hal ini bisa diakibatkan oleh perdarahan pelvis, femur dan atau
retroperitoneal. Angio-embolisasi pelvis bisa dipertimbangkan pada pasien yang banyak
kehilangan darah tanpa disertai adanya perdarahan intraabdominal yang memerlukan
tindakan fixasi pembedahan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar Murtala.2013.RADIOLOGI TRAUMA DAN EMERGENSI.Penerbit IPB


Press.Bogor.hal151-206

Ristaniah DS.2011.RADIOLOGI EMERGENSI.Balai penerbit PT Refika


Aditama,Bandung hal119-241

Rusdy GM..2007.RADIOLOGI DIAGNOSTIK.Pustaka Cendekia Press.Yogyakarta


hal32-82

Pradip RP.2005.Lecture Notes : RADIOLOGI.Edisi Kedua.Penerbit Erlangga.Hal256-


257

33

Anda mungkin juga menyukai