Anda di halaman 1dari 5

Goodwill

GAAP mendefiniskan goodwill adalah kelebihan biaya investasi terhadap nilai wajar
yang diterima. Definisi lain secara teori, goodwill adalah ukuran nilai sekarang dari kelebihan
laba masa depan yang diproyeksikan dari perusahaan yang bergabung terhadap laba normal
perusahaan sejenis. Goodwill itu timbul karena adanya penggabungan usaha atau akuisisi
perusahaan dengan harapan akan memperoleh manfaat ekonomis di masa depan.

Goodwill dalam sebuah kombinasi bisnis diakui sebagai aset yang menggambarkan
manfaat ekonomis di masa depan yang muncul dari aset lain
yang diakuisisi dalam kombinasi bisnis tersebut yang tidak didefinisikan secara individual
dan diakui secara terpisah.

Goodwill lebih dianggap sebagai suatu nilai sisa, jumlah harga akuisisi suatu
perusahaan yang tersisa setelah semua aset berwujud dan tidak berwujud dapat
diidentifikasikan. Secara umum, goodwill mewakili semua keuntungan khusus yang dapat
diidentifikasikan secara terpisah namun dapat dinikmati oleh sebuah perusahaan, seperti
peringkat utang yang baik, reputasi yang bagus dengan produk dan jasanya, pengalaman
dalam prosen pengembangan dan distribusi, dan hubungan yang baik dengan pemerintah.
Faktor-faktor inilah yang memungkinkan perusahaan menghasilkan laba diatas normal yang
dihasilkan oleh aset yang dapat diidentifikasikan.

Setelah diakui, goodwill tetap ada di pembukuan perusahaan pada jumlah awalnya
yang tercatat, kecuali jika ada bukti bahwa nilainya menurun. Keberatan utama perusahaan
terhadap metode pembelian dibandingkan terhadap metode penyatuan kepemilikan adalah
karena metode ini mengakibatkan pengakuan goodwill yang diamortisasi dan mengakibatkan
penurunan laba yang dilaporkan pada tahun berikutnya.

Pencatatan Goodwill
1. Goodwill yang diciptakan secara internal

Goodwill yang dihasilkan secara internal tidak boleh dikapitalisasi dalam akun, karena
pengukuran komponen goodwill terlalu kompleks dan menghubungkan setiap biaya dengan
manfaat masa depan yang sulit. Goodwill bida saja muncul tanpa biaya khusus untuk
mengembangkannya.

2. Goodwill yang dibeli

Goodwill hanya dicatat jika keseluruhan perusahaan dibeli, karena goodwill merupakan suatu
penilaian “going concern” dan tidak dapat dipisahkan dari perusahaan secara keseluruhan.
Untuk mencatat goodwill, nilai pasar wajar dari aset berwujud bersih dan aset tidak berwujud
yang dapat diidentifikasi dibandingkan dengan harga beli perusahaan yang diperoleh.
Amortisasi Goodwill
Tiga pendekatan dasar yang disarakan untuk mengamortisasi goodwill, yaitu:

1. Membebankan goodwill dengan segera ke ekuitas

Perlakuan akuntansi goodwill yang dibeli dan goodwill yang dihasilkan secara internal harus
dikonsisten. Goodwill yang dihasilkan secara internal langsung dibebankan dan tidak tampak
sebagai suatu aset: perlakuan yang sama juga harus diberikan untuk goodwill yang dibeli.

2. Mempertahankan goodwill untuk jangka waktu tidak terbatas kecuali terjadi penurunan
nilai

Goodwill dapat memiliki umur yang tidak terbatas dan harus dipertahankan sebagai aset
hingga terjadi penurunan nilai.

3. Mengamortisasi goodwill selama masa manfaat

Nilai goodwill pada akhirnya akan menghilang dan sudah sewajarnya jika aset tersebut
dibebankan sebagai beban selama periode yang dipengaruhi. Prosedur ini menyediakan
penandingan biaya dan pendapatan yang lebih baik.

Metode Perhitungan Goodwill


Laba bersih Alfa Company adalah sebagai berikut:

2004 Rp 6.000.000

2005 Rp 5.000.000

2006 Rp 4.500.000

2007 Rp 2.000.000

2008 Rp 3.000.000

2009 Rp 4.000.000

Jumlah Rp 24.500.000

Penghasilan bersih rata-rata per tahun Rp 24.500.000 : 5 = Rp 4.900.000. Penghasilan tiap


tahun yang akan datang ditaksir sebesar Rp 5.000.000. Pada tanggal 1 Januari 2010 aset
(tanpagoodwill) dinilai sebesar Rp 50.000.000, Utang sebesar Rp 4.500.000.

1. Kapitalisasi Pendapatan Bersih Rata-rata


Jumlah yang akan dibayarkan untuk perusahaan yang dibeli dihitung dengan mengkapitalisasi
taksiran penghasilan yang akan datang dengan tarif. Selisih jumlah yang akan dibayarkan
dengan nilai bersih aset adalah jumlah yang akan dicatat sebagai goodwill. Hasil yang
diharapkan investasi diharapakan sebesar 10% maka jumlah yang akan dibayar dihitung
sebagai berikut:

Jumlah yang dibayarkan: Rp 4.500.000 x 100/10 = Rp 4.500.000

Taksiran nilai aset : Rp50.000.000 – Rp 5.000.000 = Rp 45.000.000

Goodwill = Rp 49.500.000

2. Kapitalisasi Kelebihan Penghasilan Rata-rata

Berdasarkan contoh soal yang sama diatas, hasil yang diharapkan dari investasi tersebut
sebesar 10% dan kelebihan penghasilan akan dikapitalisasi dengan tarif 20%. Kelebihan
penghasilan dihitung sebagai berikut:

Hasil yang normal : 10% x Rp 45.500.000 = Rp 4.500.000

Taksiran
penghasilan : =Rp 5.000.000

Goodwill = Rp 1.000.000

Harga beli perusahaan (termasuk goodwill) dihitung sebagai berikut:

Nilai aset : Rp 50.000.000 – Rp 4.500.000 = Rp 45.500.000

Nilai goodwill : Rp 1.000.000 x 100 / 20 =


Rp 5.000.000

Jumlah aset + goodwill = Rp 50.500.000

Biaya Penelitian dan Pengembangan


Jika biaya penelitian dan pengembangan (litbang ) ini ditujukan untuk mengembangkan
produk baru, memperbaiki produk lama, atau mengurangi Biaya operasional dimasa depan,
maka biaya ini dianggap memiliki manfaat dimasa depan.

Karenanya sesuai dengan konsep pengaitan biaya (matching) biaya ini harus dikapitalisasikan
dan diamortisasi selama periode masa manfaatnya. Jika perusahaan diharuskan untuk
membebankan biaya litbang, maka hal ini akan menjadi insentif bagi manajemen untuk
memotong biaya penelitian guna meningkatkan laba meskipun penelitian ini dibituhkan untuk
mempertahankan pangsa pasar.

FASB dalam SFAS 2 mengharuskan bahwa semua biaya litbang dibebankan pada saat
terjadinya, kecuali jika biaya ini dilakukan untuk pihak lain berdasarkan kontrak.
Rekomendasi ini didasarkan atas alasan bahwa tidak ada hubungan sebab akibat yang dapat
ditemukan antara biaya litbang dengan manfaatnya di masa depan.

Pembebanan biaya litbang ini menimbulkan situasi yang aneh saat menghitung goodwill.
Goodwill dari pembelian perusahaan dihitung saat semua aset yang dapat diidentifikasi
dinilai. Litbang merupakan aset yang dpat diindentifikasi, sehingga pembeli perusahaan harus
menetapkan Nilai litbang. Setelah Nilai litbang ditentukan dan goodwill dihitung, litbang
tersebut kemudian harus dihaous sesuai dengan SFAS 2 tersebut.

Karena begitu besarnya ketidakpastian, profesi Akuntansi telah menyederhanakan dan


menstandarisasi praktek Akuntansi dengan mensyaratkan bahwa semua biaya litbang
dibebankan saat terjadinya.

Walaupun demikian ada juga beban litbang yang dapat dikapitalisir. Misalnya :

 Bahan, peralatan dan fasilitas yang dapat dipakai untuk kegiatan lainnya dimasa
depan
 Pembelian aset tak berwujud yang mempunyai alternative penggunaan dimas depan

PSAK No.20 sebaliknya mengatur bahwa litbang boleh diakui sebagai aset jika memenuhi
semua criteria berikut :

1. Produk atau proses didefinisikan dengan jelas dan biaya-biaya yang dapat di
atribusikan kepada produk atau proses dapat diindentifikasi secara terpisah dan diukur
secara handal.
2. Kelayakan teknis dari produk atau proses dapat ditunjukkan
3. Perusahaan bermaksud untuk memproduksi dan memasarkan, atau
menggunakan produk atau proses tersebut.
4. Adanya pasa untuk produk atau proses tersebut, atau jika akan digunakan
sendiri, kegunannya untuk perusahaan dapat ditunjukkan.
5. Terdapat sumber daya yang cukup, atau ketersediannya dapat ditunjukkan
produk atau proses tersebut.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa :

 Semua pengeluaran litbang yang dikembangkan di dalam perusahaan harus langsung


dibebankan kecuali yang berhubungan dengan Biaya hokum untuk memperoleh hak paten
dan mempertahankan paten didepan pengadilan.
 Jika pengeluaran litbang itu dilakukan oleh pihak lain maka biayanya boleh
dikapitalisir sepanjang dapat memberi manfaat dimasa depan.
Refrensi:

http://www.warsidi.com/2011/01/teori-akuntansiaset.html

http://akuntansi2011a.blogspot.co.id/2013/01/aset-tidak-berwujud.html

Anda mungkin juga menyukai