Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PANCASILA

PENGARUH PERKEMBANGAN HAM


TERHADAP NILAI-NILAI SILA KEDUA

Disusun oleh :

Nathalia Gabriella 17100


Aurellia Tirza Amelinda 1710046
Justinus Kevin H. 17100
Nesty Angelica 1710051
Eveline Stephanie K. 17100
Komang Intania Putri P. 1710058
Xena Syafira 17100
Ignatius Geraldo Simonata 1710063
Josie Tirana Magdalena 1710065
Aulia Ratu Cempaka 17100

1
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
“Pengaruh Perkembangan HAM Terhadap Nilai-Nilai Sila Kedua” ini dapat tersusun hingga
selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 3 Desember 2017

Josie Tirana Magdalena


1710065

2
Daftar Isi
Kata Pengantar ……………………………………………………… 2
Daftar Isi ……………………………………………………………. 3
Bab 1. Pendahuluan ………………………………………………… 4
1.1. Pengertian Istilah dan Konsep…………………………. 4
1.2. Pentingnya Perkembangan HAM terhadap Sila
Kedua………………………………………………….. 4
1.3. Peninjauan Sudut Pandang ……………………………. 5
1.3.1. Historis
1.3.2. Yuridis
Bab 2. Permasalahan ………………………………………………… 7
2.1. Latar Belakang ………………………………………….... 7
2.2.Rumusan Masalah ………………………………………… 7
2.3. Faktor Pendukung ………………………………………... 7
2.4. Faktor Penghambat …………………………………. …… 7
Bab 3. Pembahasan ………………………………………………….. 8
3.1 Serjarah Perkembangan HAM di Indonesia ……………… 8
3.2 Nilai-Nilai yang Terkandung Dalam Sila Ke-2…………… 11
3.3 Penerapan Sila Ke-2 ……….……………………………… 13
3.4 Instrumen HAM di Indonesia ……………………………... 13
3.5 Faktor Penghambat ……………………………………….. 16
Bab 4. Kesimpulan dan Saran ……………………………………….. 17
4.1 Kesimpulan ……………………………………………….. 17
4.2 Saran ……………………………………………………… 17
Daftar Pustaka ………………………………………………………. 18

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Istilah dan Konsep

1. HAM (Hak Asasi Manusia) = prinsip-prinsip moral atau norma-norma, yang


menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara
teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional.
2. Komnas HAM = sebuah lembaga mandiri di Indonesia yang kedudukannya
setingkat dengan lembaga negara lainnya dengan fungsi melaksanakan kajian,
perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi
terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia.
3. Petisi = (surat) permohonan resmi kepada pemerintah.
4. Rasial = berdasarkan (bersifat) ciri-ciri fisik ras, bangsa, suku bangsa, dsb.
5. Ideologi = kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian)
yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara berpikir
seseorang atau suatu golongan; paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu
program sosial politik
6. Represif = bersifat represi (menekan, mengekang, menahan, atau menindas)
7. Defensif = bersikap bertahan
8. Yuridis = menurut hukum / secara hukum

1.2. Pentingnya Perkembangan HAM terhadap Sila Kedua

Pancasila secara umum dipahami mengandung arti lima dasar. Kelima dasar ini
adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa
Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin
baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Pengakuan atas eksistensi
Pancasila ini bersifat imperatif atau memaksa. Artinya, siapa saja yang berada di
wilayah NKRI, harus menghormati Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara
Republik Indonesia.
Di sisi lain ada HAM, yaitu hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak
awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
Menurut Oemar Seno Aji (1966), HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia
sebagai insan ciptaan Allah SWT, sepeti hak hidup, keselamatan, kebebasan dan
kesamaaan sifatnya tidak boleh dilangar oleh siapapun dan seolah-olah merupakan holy

4
area. Sementara itu, menurut Kuncoro (1976), HAM adalah hak yang dimiliki manusia
menurut kodratnya dan tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya. G.J.Wollhof
menambahkan, “HAM adalah sejumlah hak yang berakat pada tabi’at setiap pribadi
manusia, dan tidak dapat dicabut oleh siapapun.”
HAM dalam Pancasila sesunguhnya telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD
1945 yang kemudian diperinci di dalam batang tubuhnya yang merupakan hukum
dasar, hukum yang konstitusional dan fundamental bagi negara Republik Indonesia.
Perumusan alinea pertama Pembukaan UUD membuktikan adanya pengakuan HAM
ini secara universal. Ditegaskan di awal Pembukaan UUD itu tentang hak kemerdekaan
yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia. Oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

1.3. Peninjauan Sudut Pandang

1.3.1. Historis

Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan Kutai,
Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk
menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang
tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas,
sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the
founding father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima
prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup yang
kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal
ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai Pancasila tersebut tidak
lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis Pancasila.

1.3.2 Yuridis

Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi


diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39
menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.

5
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pasal
10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, wajib
diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat


Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi
kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional
dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata
kuliah MPK Pancasila adalah terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan
berbangsa dan bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar
mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah
hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa
sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.

6
BAB II
PERMASALAHAN

2.1. Latar Belakang


Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia
lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun. Hak Asasi
Manusia juga merupakan sebuah bentuk anugrah yang diturunkan oleh Tuhan sebagai
sesuatu karunia yang paling mendasar dalam hidup manusia yang paling berharga. Hak
Asasi Manusia dilandasi dengan sebuah kebebasan setiap individu dalam menentukan
jalan hidupnya, tentunya Hak asasi ini juga tidak lepas dari kontrol bentuk norma-
norma yang ada.
Hak-hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-bedakan
suku, golongan, keturunanan, jabatan, agama dan lain sebagainya antara setiap manusia
yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai
makhluk ciptaan Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-
masing individu. Namun pada kenyataannya, kita melihat perkembangan HAM di
Negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering kita temui.

2.2. Rumusan Masalah


 Bagaimana perkembangan HAM di Indonesia?
 Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam sila kedua Pancasila?
 Bagaimana penerapan nilai-nilai sila kedua tersebut dalam kehidupan sehari-
hari?
 Apa saja instrumen HAM yang mendukung di Indonesia?
 Apa saja faktor penghambat HAM di Indonesia?

2.3 Faktor Pendukung


 Undang – undang
 Lembaga di Indonesia

2.4 Faktor Penghambat


 Pendidikan
 Sosial dan budaya

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia

Sejarah perkembangan HAM yang terjadi di Indonesia secara garis besarnya


terbagi dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan, yaitu sekitar tahun
1908 hingga 1945 serta setelah Kemerdekaan, yaitu pada 1945 hingga sekarang.
Berikut adalah perkembangan HAM di periode pertama atau sebelum
Kemerdekaan.

1. Boedi Oetomo dalam konteks HAM telah memperlihatkan kesadaran


berserikat serta mengeluarkan pendapat melalui sejumlah petisi pada
pemerintah kolonial ataupun tulisan Surat Kabar Goeroe Desa. Bentuk
pemikiran atas HAM yang dikeluarkan Boedi Oetomo ini terutama adalah
dalam bidang hak kebebasan mengeluarkan pendapat serta berserikat.
2. Perhimpunan Indonesia juga telah menitikberatkan hak dalam menentukan
nasib pribadi.
3. Sarekat Islam lebih menekankan usaha memperoleh penghidupan yang
layak serta bebas dari diskriminasi rasial.
4. Partai Komunis Indonesia atau PKI memiliki landasan paham Marxisme
dan lebih condong mengarah pada hak-hak yang sifatnya sosial serta
menyentuh isu-isu berkenaan dengan alat produksi.
5. Indische Partij memiliki pemikiran HAM yang bisa dikatakan paling
menonjol. Bagi mereka, HAM adalah hak agar dapat memperoleh
kemerdekaan.
6. Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia menekankan HAM sebagai hak
politik, yaitu hak yang dimiliki seseorang agar dapat mengeluarkan
pendapat, berserikat, menentukan nasibnya sendiri-sendiri, hak persamaan
di depan hukum serta hak keikutsertaan dalam menyelenggarakan Negara.
7. Pemikiran terkait HAM sebelum Indonesia merdeka juga telah menjadi
perdebatan sidang BPUPKI yang terjadi antara Soekarno dan Soepomo
serta Mohammad Yamin dan Mohammad Hatta. Perdebatan pemikiran
terkait HAM ini berkaitan dengan kesamaan kedudukan di mata hukum,
hak memeluk agama serta kepercayaan, hak atas penghidupan dan
pekerjaan yang layak, hak berkumpul, hak berserikat, serta hak
mengeluarkan pendapat melalui lisan dan tulisan.

8
HAM pada periode setelah Kemerdekaan juga memiliki sejarah yang panjang.
Periode yang kedua ini dimulai pada 1945 hingga sekarang. Periodisasinya masing-
masing akan dijelaskan berikut ini :

a. Periode 1945 - 1950

Pada periode awal ini, pemikiran seputar HAM masih tentang hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berorganisasi serta hak kebebasan dalam
menyampaikan pendapat. Pemikiran HAM juga telah mendapat legitimasi secara
formal karena adanya pengaturan hukum serta masuk dalam konstitusi atau
hukum dasar negara yaitu Undang Undang Dasar 1945. Komitmen terhadap
HAM telah ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tahun 1945. Langkah
selanjutnya yang ditempuh ialah mendirikan partai politik.

b. Periode 1950 - 1959

Periode ini disebut juga sebagai Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM


pada masa ini terbilang membanggakan karena suasana kebebasan telah menjadi
semangat dari demokrasi liberal. Demokrasi Parlementer juga mendapat tempat
di kalangan para elit politik. Prof. Bagir Manan mengemukakan bahwa pemikiran
serta aktualisasi HAM di periode ini tengah mengalami pasang, ibarat bulan madu
bagi kebebasan. Indikatornya ada lima aspek. Pertama, partai politik tumbuh
semakin banyak dan memiliki ideologinya masing-masing.

Kedua, kebebasan pers yang menjadi pilar demokrasi sudah menikmati


kebebasannya. Ketiga, pemilu yang juga menjadi pilar lain dari demokrasi juga
berlangsung dalam suasana yang adil, bebas serta demokratis. Keempat, dewan
perwakilan rakyat telah menunjukkan kinerja serta kelasnya sebagai wakil rakyat
dengan cara melakukan kontrol yang efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana
serta pemikiran seputar HAM mendapat iklim kondusif serta sejalan dengan
kekuasaan yang semakin tumbuh sehingga memberi ruang pada kebebasan.

c. Periode 1959 - 1966

Pada periode ini, berlaku sistem pemerintahan demokrasi terpimpin,


sekaligus menjadi reaksi penolakan Soekarno terhadap sistem sebelumnya yaitu
demokrasi Parlementer. Sistem demokrasi terpimpin memiliki kekuasaan yang
terpusat pada tangan Presiden. Akibatnya adalah Presiden akan melakukan
tindakan yang inkonstitusional pada tataran infrastruktur politik ataupun

9
suprastruktur politik. Dalam kaitannya dengan HAM, hak asasi masyarakat telah
terpasung, terutama hak sipil serta hak politik.

d. Periode 1966 - 1988

Saat terjadi peralihan pemerintahan dari Presiden Soekarno ke Presiden


Soeharto, semangat untuk menegakkan HAM kembali muncul. Awal periode ini
telah diadakan beberapa seminar terkait HAM. Salah satunya dilaksanakan pada
1967 dan merekomendasikan gagasan seputar perlunya untuk membentuk
Pengadilan HAM. Selanjutnya pada 1968 diadakan sebuah seminar berjudul
Nasional Hukum II di mana di dalamnya direkomendasikan hak uji materi atau
judical review untuk melindungi HAM.

Pada awal 1970an hingga akhir 1980an, persoalan HAM semakin


mengalami kemunduran. Ini karena HAM tidak dihormati dan ditegakkan lagi.
Pemerintah memiliki sifat represif serta defensif yang tercermin pada produk
hukum yang restriktif terhadap HAM.

Sikap defensif pemerintah terlihat dalam ungkapan yang menyatakan


bahwa HAM ialah produk pemikiran barat serta tidak sesuai dengan nilai-nilai
luhur budaya bangsa. Disebutkan juga bahwa bangsa Indonesia telah mengenal
HAM sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 yang sudah ada lebih dulu
dibandingkan deklarasi Universal HAM.

Sikap defensif pemerintah juga terlihat pada anggapan isu HAM sering
digunakan negara barat dalam memojokkan negara yang tengah berkembang,
contohnya Indonesia. Walau dari pemerintah terjadi kemunduran, namun
pemikiran HAM pada masa ini tetap ada serta lebih banyak dimotori LSM dan
juga masyarakat akademisi yang peduli terhadap penegakan HAM.

Upaya masyarakat terutama dilakukan melalui pembentukan lobi


internasional serta jaringan untuk menangani kasus pelanggaran HAM seperti
yang terjadi di Keung Ombo, Tanjung Priok, DOM Aceh, Irian Jaya dan lain
sebagainya. Upaya ini dilakukan menjelang tahun 1990an dan hasilnya terbilang
menggembirakan. Strategi pemerintah tampak bergeser dari defensif dan represif
menjadi strategi akomodatif terhadap tuntutan yang erat kaitannya dengan
penegakan HAM. Sikap akomodatif pemerintah dalam menanggapi tuntutan
penegakan HAM ialah dengan dibentuknya Komas HAM pada 1993.

10
e. Periode 1998 – sekarang

Pergantian rezim yang terjadi pada 1998 telah memberikan dampak sangat
besar pada perlindungan HAM yang ada di Indonesia. Telah mulai dilakukan
aneka pengkajian terjadap kebijakan pemerintah di era orde baru serta
penyusunan aneka peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan
pemberlakuan HAM di Indonesia.

Hasilnya adalah ada banyak norma serta ketentuan hukum nasional yang
diadopsi dari instrumen internasional di bidang HAM. Strategi penegakan HAM
di periode ini terutama dilakukan melalui dua tahap. Pertama adalah tahap status
penentuan dan kedua adalah tahap penataan aturan yang dilakukan secara
konsisten. Demikian adalah sejarah panjang dari Hak Asasi Manusia atau HAM
yang ada di Indonesia.

3.2. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ke – 2

Sila kedua dalam Pancasila ini mewakili nilai-nilai kemanusiaan. Kita


sadari bahwa semua rakyat Indonesia merupakan manusia yang notabene
memiliki sejarah kelam mengenai kejahatan kemanusiaan selama ratusan tahun
sehingga sila kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi salah satu hal dalam
dasar negara yang harus ditaati oleh setiap warga negara Indonesia. Berikut ini
merupakan penjabaran nilai-nilai yang terkandung dalam sila kedua Pancasila:

1. Kesamaan Derajat di Antara Setiap Warga Negara

Pada masa lalu bangsa ini mengalami sejarah panjang yang cukup kelam
untuk diingat. Namun sejarah panjang itu jugalah yang menjadikan kita semua
lebih bijaksana dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya kita semua
tidak lupa penderitaan akan ketidakadilan dan kebiadaban para penjajah yang
menimpa leluhur kita di masa lalu. Dengan adanya sila kemanusiaan yang adil
dan beradab, maka dijaminlah kesamaan derajat seluruh manusia yang di negara
ini. Keadilan seharusnya bukan sesuatu yang mahal bagi kita. Sila ini
memerintahkan segenap bangsa, baik pemerintah maupun rakyat untuk berlaku
adil dalam setiap hal.

11
2. Simbol Pengakuan Atas Kemanusiaan

Kata beradab yang tercantum dalam rumusan sila kedua ini


membuktikan sekaligus memperingatkan manusia agar selalu beradab pada
setiap kesempatan dalam hidupnya. Adanya adab kemanusiaan ini akan
menghasilkan pengaruh positif yaitu rasa saling mencintai di antara sesama
manusia dan mengembangkan sikap tenggang rasa sehingga ketertiban dan
keamanan di tengah masyarakat kita. Tenggang rasa sangat penting
dilaksanakan oleh semua rakyat karena dengannya terjadi rasa saling hormat
menghormati atau sayang menyayangi.

3. Berani Membela Kebenaran

Kebenaran dan keadilan merupakan dua buah kata yang saling


melengkapi. Ketika kita memaknai sila kemanusiaan yang adil dan beradab,
maka kita diharuskan untuk selalu menegakkan kebenaran dan keadilan dalam
setiap kesempatan. Oleh karena itu, kita tidak boleh semen-mena atau zalim
kepada orang lain. Pun ketika orang lain semen-mena terhadap diri kita, maka
kita tidak boleh begitu saja menerimanya. Kita harus senantiasa membela diri
kita. Dengan begitu, kita telah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

4. Rasa Bangga Bangsa

Menjunjung tinggi kemanusiaan sama dengan bangsa ini mengangkat


harkat martabatnya sendiri. Bangsa kita setara dengan semua bangsa di dunia
ini. Tidak ada alasan mengapa bangsa Indonesia harus direndahkan dalam
pergaulan internasional. Sila ini mengajarkan kita bahwa kita harus bangga
terhadap diri kita sendiri. Rasa bangga tersebut harus pula kita kembangkan
menjadi sikap saling hormat menghormati dan siap bekerja sama dengan bangsa
lain dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.

5. Meliputi Nilai-Nilai Sila Ketiga Hingga Kelima

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan salah satu bentuk
pengejawantahan sila pertama. Namun, nilai-nilai sila kedua ini meliputi dan
menjadikan nilai-nilai ketiga sila berikutnya.

12
Dengan mengetahui nilai-nilai pada sila kemanusiaan yang adil dan beradab ini,
kita diharapkan untuk senantiasa menjunjung nilai kemanusiaan dan berani
membela kebenaran dan keadilan. Selain itu, adab kita dalam kehidupan sehari-
hari juga harus sesuai dengan sila-sila pada Pancasila.

3.3. Penerapan nilai sila ke – 2 di kehidupan sehari – hari

Makna didalam sila kedua Pancasila yang berbunyi “ Kemanusiaan yang


adil dan beradab” terkandung nilai kemanusiaan dari nilai kemanusiaan tersebut
adalah pengakuan dan menghormati martabat dan hak orang lain / sesama manusia,
saling tolong menolong, dan bersikap sebagai manusia yang beradab.

Implementasi nilai kamanusiaan adalah :

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara


sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Mengakui adanya masyarakat yang bersifat majemuk dan saling menghargai
adanya perbedaaan tersebut.
5. Melakukan musyawarah, jujur dan saling berkerjasama.
6. Melakukan sesuatu dengan pertimbangan moral dan ketentuan agama sebagai
manusia yang beradab.

3.4. Instrumen HAM di Indonesia

John Locke, pemikir politik dari Inggris, menyatakan bahwa semua


orang diciptakan sama dan memiliki hak–hak alamiah yang tidak dapat dilepaskan.
Hak alamiah itu meliputi hak atas hidup, hak kemerdekaan, hak milik dan hak
kebahagiaan. Pemikiran John Locke ini dikenal sebagai konsep HAM yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan HAM di berbagai belahan dunia. Pengakuan
hak asasi manusia (HAM) secara konstitusional ditetapkan pertama kali di Amerika
Serikat pada tahun 1776 dengan “Unanimous Declaration of Independence”, dan
hal ini dijadikan contoh bagi majelis nasional Perancis ketika menerima deklarasi
hak-hak manusia dan warga negara (Declaration des Droits de l’homme et de
Citoyen) 26 Agustus 1789. Badan dunia yaitu PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa)
juga memperkenalkan pengertian hak asasi manusia yang bisa kita dapatkan dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right).
Deklarasi Universal merupakan pernyataan umum mengenai martabat yang melekat

13
dan kebebasan serta persamaan manusia yang harus ada pada pengertian hak asasi
manusia
Dalam UDHR pengertian HAM dapat ditemukan dalam Mukaddimah yang
pada prinsipnya dinyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan pengakuan akan
martabat yang terpadu dalam diri setiap orang akan hak–hak yang sama dan tak
teralihkan dari semua anggota keluarga manusia ialah dasar dari kebebasan,
keadilan dan perdamaian dunia. Sejak munculnya Deklarasi Universal HAM itulah
secara internasional HAM telah diatur dalam ketentuan hukum sebagai instrumen
internasional. Ketentuan hukum HAM atau disebut juga Instrumen HAM
merupakan alat yang berupa peraturan perundang–undangan yang digunakan dalam
menjamin perlindungan dan penegakan HAM. Instrumen HAM terdiri atas
instrumen nasional HAM dan instrumen internasional HAM. Instrumen nasional
HAM berlaku terbatas pada suatu negara sedangkan instrumen internasional HAM
menjadi acuan negara–negara di dunia dan mengikat secara hukum bagi negara
yang telah mengesahkannya (meratifikasi).
Di negara kita dalam era reformasi sekarang ini, upaya untuk menjabarkan
ketentuan hak asasi manusia telah dilakukan melalui amandemen UUD 1945 dan
diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 39 Tahun
1999 tentang HAM serta meratifikasi beberapa konvensi internasional tentang
HAM.

1. Undang – undang HAM


a. Undang Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
b. Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB
tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
(disingkat sebagai Konvensi Wanita).
c. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
d. Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang
Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia
(Convention Against Torture and Other Cruel, Inhumanor Degrading
Treatment or Punishment)
e. Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi
ILO nomor 182 Mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera
Penghapusan Bentuk–Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
f. Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights)

14
g. Undang Undang RI Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak–hak Sipil dan Politik (International
Covenant on Civil and Politic
h. Undang Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

2. Kelembagaan HAM

a. Komnas HAM
Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk dengan
Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan
jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional
tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian
dengan lahirnya UURI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM ( Bab VIII, pasal 75 s/d.
99) maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Pengadilan HAM
merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peraKepres
tersebut harus menyesuaikan dengan UURI Nomor 39 Tahun 1999

b. Pengadilan HAM
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di
lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau
kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus terhadap
pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM) Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompk bangsa, ras, kelompok, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan
dalam kejahatan genosida, misalnya ; membunuh, tindakan yang
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental, menciptakan kondisi yang
berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.

c. Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak


Indonesia
Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir berawal dari
gerakan nasional perlindungan anak yang sebenarnya telah dimulai sejak
tahun 1997. Kemudian pada era reformasi, tanggung jawab untuk

15
memberikan perlindungan anak diserahkan kepada masyarakat. Tugas
KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan, misalnya:
diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaraan,
kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah
yang lain. KNPA juga yang mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak. Disamping KNPA juga dikenal KPAI
(Komisi Perlindungan Anak Indonesia). KPAI dibentuk berdasarkan
amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002
d. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Komisi Kebenaran
e. LSM Pro-demokrasi dan HAM

3.5. Faktor penghambat penegakan HAM di Indonesia

1. Kondisi sosial dan budaya yang berbeda


2. Rendahnya pemahaman WNI tentang arti penting HAM
3. Rendahnya kualitas mental aparat penegak hukum di Indonesia
4. Lemahnya instrumen penegakkan hukum dan HAM di Indonesia

16
BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN

4.1. Kesimpulan

Indonesia sangat menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar negara


dan karena itu pula Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia yang
mengandung nilai – nilai bahwa negara harus menghargai harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk beradab dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

4.2. Saran

Dengan demikian, segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan


dan penyelenggaraan Negara, bahkan moral negara, politik Negara,
pemerintahan Negara, hokum dan peraturan perundang-undangan Negara,
kebebasan dan hak asasi warga Negara, harus dijiwai dengan nilai-nilai
Pancasila dan sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan
dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Selain itu, kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM dan juga jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan
diinjak-injak oleh orang lain. Diharapkan juga kepada pemerintah dan
instansi yang berkaitan dengan perlindungan HAM dapat menentukan dan
menetapkan kebijakan sesuai sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini.
Dalam menentukan kebijakan perundang-undangan jangan hanya melihat
satu sisi saja, karena terkadang undang-undang tentang HAM yang
berkaitan saat ini tidak mampu memberikan bantuan yang berarti bagi
orang-orang yang tertindas.

17
Daftar Pustaka
http://ipospedia.com/sejarah-ham-di-indonesia/
https://asefts63.wordpress.com/materi-pelajaran/perlindungan-dan-penegakan-
hak-asasi-manusia/
Kamus Besar Bahasa Indonesia
https://guruppkn.com/nilai-nn ilai-yang-terkandung-dalam-pancasila
https://stefangreg2410.wordpress.com/2013/04/24/nilai-nilai-yang-terkandung-
didalam-pancasila/

18

Anda mungkin juga menyukai