BUKU LAPORAN
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
TAHUN 2014
PADANG
Muara Siberut
Sipora
MENTAWAI Sioban
Sikakap
Diterbitkan Oleh :
Isi dan materi yang ada dalam buku ini boleh diproduksi dan disebarluaskan dengan tidak mengurangi isi dan arti
dari dokumen ini. Diperbolehkan mengutip isi buku ini dengan menyebutkan sumbernya.
Penanggung Jawab :
Kepala Bapedalda Provinsi Sumatera Barat
Koordinator :
Ir. Nasaruddin
Penulis :
Desi Widia Kusuma, SSi; Dasril,SP; Ir. Vianti Zami; R. Rina Ariani, SE; Desrizal, ST; M. Sidik Pramono, ST; Prisilla
Yumeri, SE; Azizah, SE; Luce Dwinanda, SP; Dikarama Kaula, ST; Teguh Ariefianto, ST; Adirla Wirmanita, ST;
Novriyanti, ST; Widya Hayati Nufus, SE.
Editor :
Ir. Nasaruddin; Ir. Yantonius; Ir. Novarita ; Ir. Siti Aisyah, MS; Petriawaty, SE, MM.
Design/Lay Out:
Prisilla Yumeri, SE, Azizah, SE
BUKU LAPORAN
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
TAHUN 2014
PADANG
Muara Siberut
Sipora
MENTAWAI Sioban
Sikakap
KATA PENGANTAR
Terciptanya lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan hak setiap
warga masyarakat. Namun dalam kenyataannya, lingkungan hidup saat ini
sudah berada pada kondisi yang memprihatinkan. Kegiatan pembangunan
yang sangat pesat lebih mengedepankan pertumbuhan ekonomi semata tanpa
mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan, baik daya dukung maupun
daya tampung lingkungan, aspek pencadangan serta tata ruang sehingga
menimbulkan bencana lingkungan seperti : banjir, longsor, kebakaran hutan,
polusi udara, meningkatnya tumpukan sampah serta berkembangnya berbagai wabah penyakit.
Timbulnya bencana-bencana lingkungan seharusnya menyadarkan kita bahwa telah terjadi
“kesalahan” dalam pemanfaatan sumber daya alam, sementara upaya pemulihannya tidak sebanding
dengan besarnya laju kerusakan lingkungan tersebut. Kalau sudah demikian maka biaya untuk
pemulihan lingkungan akan menjadi lebih besar yang seharusnya dapat digunakan untuk mengentaskan
kemiskinan, pemerataan pendidikan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Tidak akan cukup “energi” pemerintah untuk menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan yang
telah terjadi. Oleh sebab itu dibutuhkan sinergisitas antara pemerintah dan masyarakat. Buku Status
Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan pelaksanaan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Lingkungan Hidup. Selain itu juga sebagai wujud tanggung jawab
Pemerintah Daerah dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup. Data dan informasi yang ada
dalam buku SLHD hendaknya jangan hanya dipandang sebagai data dan informasi tanpa makna, namun
data dan informasi tersebut sudah dihimpun dan dianalisis dari program/kegiatan berbagai sektor yang
harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata oleh berbagai stakeholder sehingga maksud pembangunan
berkelanjutan dapat tercapai demi kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Semoga buku SLHD ini dapat dimanfaatkan dan akhir kata, kepada semua pihak yang telah turut
berpartisipasi dalam penyusunan buku SLHD tahun 2014 ini, kami ucapkan terima kasih.
IRWAN PRAYITNO
Isu lingkungan hidup prioritas pada tahun 2014 adalah (1) Menurunnya kualitas air sungai perkotaan dan
danau yakni Sungai Batang Agam, Sungai Batang Hari dan Danau Maninjau. (2) Meningkatnya jumlah timbulan
sampah serta belum terkelolanya limbah B3 dan limbah cair sebagian sumah sakit pemerintah dan hotel. (3).
serta isu terkait kebencanaan yaitu banjir, longsor dan kebakaran hutan.
Analisis status kondisi status lingkungan hidup berdasarkan isu prioritas menunjukkan (1) Isu
menurunnya kualitas air sungai perkotaan yakni Sungai Batang Agam, Batang Anai, Batang Ombilin dan Batang
Pangian. Hasil perhitungan indeks pencemaran air (IPA) terendah adalah Sungai Batang Anai yaitu 53,83 %
selanjutnya Batang Agam 59,81 % dan Batang Hari 65,23 %. Menurunnya kualitas Danau Maninjau disebabkan
jumlah KJA sebanyak 16.130 petak yang sudah melebihi daya dukung dan daya tampung Danau Maninjau. (2)
Isu peningkatan jumlah timbulan sampah, terbanyak di Kota Padang (472.079,60 m3/hari) dan selanjutnya Kota
Solok (186.105 m3/hari). (3) Isu kebencanaan, bencana banjir terdapat kerugian yang cukup besar di Kabupaten
Pasaman Barat (Rp. 5.368.650.000) dan Kabupaten Padang Pariaman (4.285.000.000). Adapun bencana
kebakaran hutan dan lahan terluas terjadi di Kabupaten Pasaman Barat yakni 70 ha, selanjutnya Kabupaten
Agam seluas 40 ha dan Dharmasraya seluas 40 ha.
Analisis tekanan berdasarkan isu prioritas, menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk
memberikan tekanan terhadap kualitas lingkungan berupa meningkatnya jumlah timbulan sampah, kurangnya
fasilitas Buang Air Besar (BAB) sehingga memanfaatkan sungai sebagai fasilitas MCK. (1) Tekanan terhadap
penurunan kualitas air sungai di perkotaan selain akibat dari limbah domestik baik sampah maupun limbah cair,
terdapat eberapa aktifitas masyarakat lainnya di sepanjang sempadan sungai seperti : pertambangan emas tanpa
izin (PETI), kegiatan pertanian, dan lain-lain. Selanjutnya tekanan terhadap penurunan kualitas air Danau
Maninjau sebagai akibat jumlah KJA yang melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan.(2) Tekanan
terhadap Limbah B3 serta limbah cair rumah sakit dan hotel akibat belum adanya TPS pengelolaan limbah B3
medis dan belum berfungsinya IPAL sesuai yang dipersyaratkan.
Analisis upaya pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan isu lingkungan prioritas telah dilakukan upaya
untuk mengendalikan kerusakan dan pencemaran melalui penghijauan, reboisasi, perbaikan fisik lainnya,
pembinaan dan pengawasan AMDAL, UKL UPL serta tindak lanjut penyelesaian pengaduan terhadap
pencemaran dan kerusakan lingkungan. Disamping itu, partisipasi masyarakat baik dari dunia pendidikan dengan
meningkatnya jumlah Sekolah Adiwiyata maupun dunia usaha melalui program CSR bidang lingkungan serta
Gerakan Sumbar Bersih yang melibatkan kelurahan/kecamatan, juga turut andil dalam upaya pengelolaan
lingkungan di Sumatera Barat.
Agenda pengelolaan lingkungan hidup Sumatera Barat ke depannya berdasarkan isu lingkungan prioritas
yakni Program pengembangan kerjasama antar daerah dalam pemulihan dan pengendalian pencemaran Sungai
Batang Agam, Pengkajian pemulihan kerusakan DAS dan morfologi Sungai Batang Hari, Pembatasan jumlah
KJA di Danau Maninjau secara bertahap, Mengembangkan IPAL komunal domestik percontohan dan
pengelolaan sampah pada main drainase perkotaan, pengembangan peralatan sederhana untuk pengelolaan
limbah cair dan padat domestik serta kegiatan skala kecil, Memfasilitasi kerjasama dan TPS klaster pengelolaan
limbah B3 medis di kabupaten/kota serta Program peningkatan kesiap-siagaan menghadapi bencana.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Profil Sumatera Barat I-1
1.2 Manfaat Penulisan Buku SLHD I-2
1.3 Isu Prioritas dan Alasan Penetapan Isu Prioritas I-3
1.4 Analisis SPR I-5
GALERI FOTO
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 2.1 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012 II-7
sampai dengan Tahun 2014
Tabel 2.2 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012, II-7
Tahun 2013 dan Tahun 2014
Tabel 2.3 Danau di Provinsi Sumatera Barat II-20
Tabel 3.1 Persentase Rumah Tangga Miskin di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-8
Tabel 3.2 TPA dengan Daerah Pelayanan dan Sistem TPA di Provinsi Sumatera Barat III-18
Tabel 3.3 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Minuman III-42
Ringan
Tabel 3.4 Jumlah Pelanggan dan Daya PLTMH di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-46
Tabel 3.6 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Lokasi Obyek Wisata III-63
Tabel 3.7 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Kegiatan Hotel III-64
Tabel 3.8 Korelasi Antara Kunjungan Wisata Dengan Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan III-64
Tabel 4.1 Rekapitulasi Penanaman Pohon oleh Masyarakat dan Pemerintah Tahun 2014 IV-4
Tabel 4.2 Kegiatan Fisik Lainnya Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 IV-5
Tabel 4.3 Penanaman Pohon Pelindung Pantai Sumatera Barat IV-6
Gambar 2.1 Persentase Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan Sumatera Barat Tahun 2014 II-2
Gambar 2.4 Perbandingan Luas Penutupan Lahan Dalam dan Luar Kawasan Hutan Tahun 2012 dan II-4
Tahun 2013
Gambar 2.5 Lahan Kritis di Sumatera Barat Tahun 2014 II-5
Gambar 2.6 Luas Lahan Kritis, Potensial Kritis dan Agak Kritis di 7 (tujuh) Kabupaten Kota Sumatera II-5
Barat
Gambar 2.7 Perbandingan Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air di Kabupaten Pesisir II-6
Selatan Tahun 2012 – 2014
Gambar 2.8 Perkiraan Persentase Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya II-8
Gambar 2.11 Tujuh Kabupaten/Kota yang Melakukan Konversi Hutan Terluas Tahun 2012 Tahun II-9
2014
Gambar 2.12 Indeks Tutupan Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Barat II-10
Gambar 2.13 Peta Perubahan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Barat II-11
Gambar 2.15 Jumlah Jenis Spesies yang Dilindungi per Kabupaten/ Kota II-13
Gambar 2.16 Jumlah Spesies Flora dan Fauna Endemik per Kabupaten/Kota II-14
Gambar 2.18 Jenis Species Flora dan Fauna yang Berlimpah per Kabupaten/Kota II-15
Gambar 2.24 Parameter NO2 Sungai Batang Arau, Kota Padang II-21
Gambar 2.25 Parameter Total Phospat Sungai Batang Arau, Kota Padang II-21
Gambar 2.26 Parameter Minyak dan Lemak Sungai Batang Arau, Kota Padang II-22
Gambar 2.32 Hasil Analisis Laboratorium Parameter TSS Sungai Batang Agam II-25
Gambar 2.33 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Agam II-25
Gambar 2.34 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Agam II-26
Gambar 2.35 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Phospat Sungai Batang Agam II-26
Gambar 2.36 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Agam II-27
Gambar 2.37 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Agam II-27
Gambar 2.38 Hasil Analisis Laboratorium Parameter TSS Sungai Batang Ombilin II-28
Gambar 2.39 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Ombilin II-28
Gambar 2.40 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Ombilin II-28
Gambar 2.41 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Ombilin II-29
Gambar 2.42 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Ombilin II-29
Gambar 2.43 Hasil Analisis Laboratorium Parameter MBAS Sungai Batang Ombilin II-29
Gambar 2.44 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Pangian II-30
Gambar 2.45 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Pangian II-30
Gambar 2.47 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Pangian II-31
Gambar 2.48 Hasil Analisis Laboratorium Parameter MBAS/Deterjen Sungai Batang Pangian II-31
Gambar 2.49 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Seng (Zn) Sungai Batang Anai II-32
Gambar 2.50 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Fecal Coliform dan Total Coliform Sungai Batang II-33
Anai
Gambar 2.51 Nilai BOD Danau di Sumatera Barat Tahun 2014 II-34
Gambar 2.52 Nilai COD Danau di Sumatera Barat tahun 2014 II-35
Gambar 2.54 Nilai TSS Danau di Sumatera Barat tahun 2014 II-37
Gambar 2.55 Perbandingan Kualitas Air Danau Tahun 2013 - 2014 II-39
Gambar 2.56 Keramba jaring apung (KJA) yang berkembang di Danau Maninjau II-40
Gambar 2.60 Kandungan Oksigen (DO) Pada Saat Kematian Ikan Di Danau Maninjau II- 41
Gambar 2.61 IPA (Indeks Pencemaran Air) pada 5 (lima) Sungai Target SPM tahun 2014 II-45
Gambar 2.62 Indeks Pencemaran Air Batang Agam Tahun 2011-2014 II-45
Gambar 2.63 Kandungan Nitrat pada Air Laut di Sumatera Barat II-46
Gambar 2.64 Kandungan posfat pada air laut di Sumatera Barat II-47
Gambar 2.65 Kandungan Coliform pada Air Laut di Sumatera Barat II-47
Gambar 2.66 Kandungan Coliform pada Muara Sungai di Sumatera Barat II-47
Gambar 2.67 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter TSS II-48
Gambar 2.68 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter pH II-49
Gambar 2.69 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter DO II-50
Gambar 2.70 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter BOD II-50
Gambar 2.72 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter pH II-52
Gambar 2.73 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter DO II-52
Gambar 2.74 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter BOD II-53
Gambar 2.75 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS II-54
Gambar 2.76 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter pH II-54
Gambar 2.77 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter DO II-55
Gambar 2.78 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD II-56
Gambar 2.79 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS II-56
Gambar 2.80 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter pH II-57
Gambar 2.81 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter DO II-58
Gambar 2.82 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD II-58
Gambar 2.83 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 II-60
Parameter TSP
Gambar 2.84 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 II-61
Parameter PM10
Gambar 2.85 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 II-62
Parameter CO
Gambar 2.86 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 II-63
Parameter O3
Gambar 2.87 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 II-63
Parameter SO2
Gambar 2.88 Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter PM10Tahun II-64
2012 – 2014
Gambar 2.89 Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter TSP Tahun II-65
2012 – 2014
Gambar 2.90 Perbandingan Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat II-65
Parameter CO Tahun 2012 – 2014
Gambar 2.91 Perbandingan Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat II-66
Parameter O3 Tahun 2012 – 2014
Gambar 2.93 Perbandingan Indeks Pencemar Udara Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat II-67
Tahun 2013 – 2014
Gambar 2.94 Kualitas Udara Ambien Kondisi Kabut Asap Menurut Indeks Standar Pencemar Udara II-69
(ISPU) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
Gambar 2.95 Kualitas Udara Ambien Perkotaan Tahun 2013 – 2014 II-70
Gambar 2.96 Luas Tutupan Terumbu Karang Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat II-71
Gambar 2.97 Kondisi Tutupan Terumbu Karang di Provinsi Sumatera Barat II-71
Gambar 2.107 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Sumatera Barat tahun 2014 II-77
Gambar 2.109 Jumlah Hari Hujan Sumatera Barat Tahun 2014 II-79
Gambar 2.110 Suhu Rata-rata Bulanan Sumatera Barat Tahun 2014 II-79
Gambar 2.111 Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Sumatera Barat Tahun 2014 II-80
Gambar 2.112 Tekanan Udara Rata-Rata Sumatera Barat Tahun 2014 II-80
Gambar 2.113 Tekanan udara rata-rata Sumatera Barat tahun 2014 II-81
Gambar 2.114 Suhu Udara Rata-rata Sumatera Barat Tahun 2013 – 2014 II-81
Gambar 2.115 Kualitas Air Hujan Sumatera Barat Tahun 2014 II-82
Gambar 2.116 Kualitas Air Hujan Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014 II-82
Gambar 2.117 Perbandingan Jumlah Bengkel Pengguna Bahan Perusak Ozon (BPO) Tahun II-83
2013 - 2014
Gambar 3.1 Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-2
Gambar 3.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 – 2014 III-2
Gambar 3.3 Kepadatan Penduduk dan Sebaran Penduduk Sumatera Barat Tahun 2014 III-3
Gambar 3.4 Pertumbuhan Penduduk 2 (dua) Tahun Terakhir Tahun 2013 - 2014 III-3
Gambar 3.5 Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-4
Gambar 3.6 Rasio Jenis Kelamin Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014 III-5
Gambar 3.7 Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Barat Tahun III-5
2014
Gambar 4.1 Realisasi Kegiatan Penghijauan di Sumatera Barat Tahun 2014 IV-2
Gambar 4.2 Realisasi Kegiatan Reboisasi di Sumatera Barat Tahun 2014 IV-3
Gambar 4.3 Perbandingan Luas Areal Penghijauan Tahun 2013 – 2014 IV-3
Gambar 4.4 Perbandingan Luas Areal Reboisasi Tahun 2013 – 2014 IV-3
Gambar 4.5 Penyebaran Bantuan Bibit Perkebunan IV-6
Gambar 4.6 Jumlah Bank Sampah di Sumatera Barat Tahun 2014 IV-7
Gambar 4.7 Jumlah Dokumen Lingkungan yang Dinilai Pada Komisi Penilai Amdal Provinsi IV-10
Sumatera Barat Tahun 2012 – 2014
Gambar 4.8 Persentase Perbandingan Jumlah Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan IV-11
Persetujuan/ Pengesahannya oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pada
Tahun 2014 per Sektor/Bidang Usaha dan/atau Kegiatan
Gambar 4.9 Perbandingan Jumlah/Jenis Dokumen Lingkungan Usaha dan/atau Kegiatan IV-13
yang Menjadi Objek PROPER/PROPELIKE Tahun 2014
Gambar 4.10 Jumlah Usaha dan/atau Kegiatan yang Menjadi Objek PROPER/ PROPELIKE IV-14
Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi Usaha dan/atau Kegiatan
Gambar 4.11 Perbandingan Jumlah dan Jenis Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan IV-15
Pengesahan/Persetujuannya di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Gambar 4.12 Pengawasan Yang dilakukan Provinsi dan Kab/Kota di Sumatera Barat IV-16
Gambar 4.13 Persentase Penanganan Pengaduan Tahun 2014 yang difasilitasi oleh Bapedalda IV-18
Provinsi Sumatera Barat berdasarkan kewenangan
Gambar 4.14 Pengaduan/Kasus Lingkungan Hidup Berdasarkan Sektor Kegiatan Yang IV-18
Penanganannya Difasilitasi oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat
Gambar 4.15 Jumlah Pengaduan Lingkungan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2014 IV-19
Gambar 4.16 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup IV-25
Gambar 4.17 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup per IV-26
Kabupaten/Kota
Gambar 4.18 Perbandingan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup per IV-26
Kabupaten/Kota Tahun 2013 - 2014
Gambar 4.19 Perbandingan Jumlah Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tahun 2014 per IV-29
Kabupaten/Kota Untuk Semua Kategori
Gambar 4.25 Perkembangan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Sejak Tahun 2012- IV-33
2014
Gambar 4.26 Perkembangan peringkat PROPER Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2012 s/d 2014 IV-34
Gambar 4.27 Perkembangan peringkat PROPELIKE Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2011 s/d 2014 IV-35
Gambar 4.28 Perbandingan Kota-Kota Penerima Penghargaan Adipura di Provinsi Sumatera IV-36
Barat
Gambar 4.29 Perbandingan Perolehan Penghargaan Nasional Lingkungan Tahun 2011-2014 IV-38
Gambar 4.30 Jumlah Kegiatan Sosialisasi Lingkungan di Provinsi Sumatera Barat IV-38
Gambar 4.31 Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi dan IV-40
Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2014
Gambar 4.32 Anggaran APBD Instansi Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Barat Tahun IV-41
2013 dan 2014
Gambar 4.33 Jumlah Personil BapedaldaProvinsi Sumatera Barat Menurut Tingkat Pendidikan tahun IV-42
2014
Gambar 4.34 Perbandingan Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota IV-43
Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2013 dan 2014
Gambar 4.35 Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota Menurut Tingkat IV-43
Pendidikan tahun 2014
Gambar 4.36 Perbandingan Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup IV-44
Kabupaten/Kota Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2013-
2014
Gambar 4.37 Perbandingan Jumlah Personil Kabupaten/Kota Tahun 2013 – 2014 IV-44
sungai di Sumatera Barat merupakan hulu dari pemerintah baik tingkat provinsi maupun
sungai-sungai di provinsi tetangga. kabupaten/kota. Oleh sebab itu buku SLHD
Provinsi Sumatera Barat juga memiliki dapat dimanfaatkan untuk menindaklanjuti
238 danau/embung dan telaga. Beberapa berbagai program/kegiatan terkait dengan
danau yang besar dan terkenal diantaranya upaya pengelolaan lingkungan pada tahun-
adalah Danau Maninjau dengan luas 99,5 km², tahun berikutnya. Selain itu, dapat juga dipakai
Danau Singkarak dengan luas 130,11 km², untuk mengevaluasi ketepatan arah kebijakan
Danau Diatas dengan luas 31,5 km² dan pembangunan dan program pembangunan
Danau Dibawah 14,0 km². Dengan demikian yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah
Danau Singkarak merupakan Danau terbesar Daerah.
di Sumatera Barat yang terletak di 2 (dua) Sampai saat ini, buku SLHD sudah
kabupaten yaitu Kabupaten Solok dan dimanfaatkan untuk penyusunan beberapa
Kabupaten Tanah Datar. dokumen kebijakan seperti : RAD GRK
Selain ekosistem daratan, potensi Provinsi Sumatera Barat, RAD PLH Provinsi
ekosistem pesisir dan laut Provinsi Sumatera Sumatera Barat, REDD+, RPJMD 2015-2019,
Barat juga cukup besar dengan RKT beberapa instansi dan RENSTRA
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Bapedalda Provinsi Sumatera Barat.
Luas perairan laut Sumatera Barat ±
52.882,42 km² dengan panjang garis pantai 1.2.2. Manfaat Bagi Lingkungan
1.378 km, memiliki 375 buah pulau besar dan
kecil. Pada wilayah pesisir terdapat potensi Di dalam buku SLHD terdapat bahasan
hutan mangrove seluas 42.105,91 ha, terumbu tentang status/kondisi lingkungan. Terjadinya
karang 36.693,27 ha dan padang lamun perubahan kualitas lingkungan yang mengarah
2.350,81 ha (Sumber : Profil MIH Sumatera kepada pencemaran dan kerusakan
Barat, 2014) lingkungan akibat berbagai tekanan dapat
diinventarisasi sehingga dapat ditindaklanjuti
1.2.3. Manfaat Bagi Masyarakat, Dunia Ombilin dan Batang Pangian. Untuk
Pendidikan dan Dunia Usaha Sungai Batang Agam, parameter yang
sangat mempengaruhi kualitas sungai
Sesuai Undang-undang No. 32 Tahun adalah parameter fecal coliform, total
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan coliform dengan kategori cemar berat
Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa terutama yang berada pada segmen
masyarakat berhak mendapatkan informasi Kota Bukittinggi dan beberapa titik di
tentang lingkungan hidup. Oleh sebab itu, Kabupaten Agam. Total coliform dan
SLHD merupakan salah satu upaya untuk fecal coliform yang cukup besar
melaksanakan amanat UU 32 tersebut. SLHD terutama pada lokasi yang menerima
juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai limbah Rumah Potong Hewan (RPH)
keperluan penelitian karena SLHD berisi data secara langsung. Pada lokasi ini, air
dan informasi yang sudah dihimpun dan sungai tidak layak digunakan untuk
dianalisis dari program/kegiatan lingkungan minum dan mencuci karena
berbagai sektor. mengandung bakteri yang tinggi.
Dunia usaha juga dapat memanfaatkan - Menurunnya kualitas Sungai Batang
buku SLHD karena memuat data dan informasi Hari disebabkan adanya limbah
potensi sumber daya alam dan kualitas kegiatan PETI skala besar dan
lingkungan yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan domestik.
menginvestasikan modalnya di Sumatera - Kecenderungan penurunan kualitas
Barat. air Danau Maninjau (danau Strategis
dan tujuan Wisata) yang ditandai
dengan kematian ikan pada waktu-
1.3. Isu Prioritas dan Alasan
waktu tertentu. Hal ini disebabkan
Penetapan Isu Prioritas banyaknya jumlah Keramba Jaring
Apung (KJA) yang sudah melebihi
1.3.1. Isu Prioritas
daya tampung dan daya dukung
Isu lingkungan hidup Sumatera Barat Danau Maninjau.
pada tahun 2014 antara lain : b. Isu terkait limbah :
a. Isu terkait penurunan kualitas air : - Limbah padat (sampah) yaitu
- Menurunnya kualitas air sungai meningkatnya jumlah timbulan
segmen perkotaan terutama Sungai sampah yang tidak sebanding dengan
Batang Agam, Batang Anai, Batang cakupan pelayanan serta sarana
b. Isu bencana lingkungan pada tahun ini cair dan limbah B3 rumah sakit dan
tetap menjadi isu prioritas karena hotel patut menjadi isu prioritas.
geomorfologi Sumatera Barat yang rawan
terhadap bencana geologi menuntut 1.4. Analisis S-P-R
kewaspadaan guna menghindari kerugian Isu prioritas dianalisis menggunakan
yang tidak diinginkan. analisis S-P-R (Statue/Status, Pressure/
c. Penetapan isu lingkungan hidup terkait Tekanan dan Response/Upaya Pengelolaan
limbah, didasarkan pada : Lingkungan). Pendekatan analisis
- Keterbatasan Pemerintah Kabupaten/ menggunakan analisis statistik sederhana,
Kota dalam memberikan jangkauan analisis perbandingan antar lokasi, analisis
pelayanan dan kurangnya sarana perbandingan antar waktu dan analisis
serta prasarana pengolahan sampah perbandingan dengan baku mutu
seperti TPS (Tempat Pembuangan pencemaran/kriteria kerusakan. Dalam
Sampah Sementara) menyebabkan mengambil sampel/parameter/lokasi untuk
masalah persampahan belum dianalisis lebih detail maka dilakukan dengan
tertangani secara baik. Isu ini menjadi kriteria :
prioritas agar Pemerintah a. Keterwakilan masalah baik terkait dengan
Kabupaten/Kota dapat merumuskan status, tekanan dan upaya pengelolaan
strategi dan upaya untuk mengatasi lingkungan yang telah dilakukan.
keterbatasan yang ada dan b. Keterwakilan lokasi terutama lokasi yang
meningkatkan peran serta masyarakat dapat menggambarkan kondisi kritis yang
dalam mengelola sampah. patut menjadi perhatian.
Disisi lain sampah juga merupakan c. Keterwakilan parameter terutama
sumber pencemaran utama sungai- parameter yang menunjukkan kualitas
sungai di perkotaan dan sumber dari lingkungan yang cenderung memburuk.
emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
- Belum terkelolanya secara baik 1.4.1. Analisis SPR pada Status
limbah cair dan limbah B3 sebagian
Rumah Sakit Pemerintah dan hotel. Status yang ingin digambarkan adalah
Limbah kedua jenis kegiatan ini kondisi media lingkungan hidup yang terkena
memberikan kontribusi yang cukup dampak. Dalam hal ini adalah sungai-sungai
berarti terhadap pencemaran di yang tercemar dan danau yang cenderung
Sumatera Barat, sehingga isu limbah menurun kualitasnya.
2.1. LAHAN DAN HUTAN antar lokasi, antar waktu dan trend
tanggal 15 Januari 2013 lebih kurang 55,39 bahasan kerusakan tanah. Baku mutu
kegiatan lainnya dalam bentuk Areal Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000
Ha dari total luas Provinsi Sumatera Barat Tanah Untuk Produksi Biomassa.
yaitu seluas 4.229.730 Ha. Isu utama terkait 4. Pendekatan analisis juga didasarkan
dengan lahan dan hutan di Provinsi pada Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
Sumatera Barat dalam kurun waktu 5 (lima) (IKLH) untuk parameter tutupan lahan.
2. Lahan kritis yang cukup luas di beberapa II/2013 Tanggal 15 Januari 2013, topografi
kabupaten yang belum diikuti upaya daerah Sumatera Barat yang didominasi
terkait hutan dan lahan akan dilakukan Ha, sedangkan kota yang memiliki hutan
masalah, bukan keseluruhan daerah lahan sawah yang sangat luas yaitu 35.521
Sumber : Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber: Olahan Tabel SD-2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Pada tahun 2011 terjadi perubahan perubahan hutan lindung seluas 443 ha.
luas kawasan hutan lindung yang berkurang Untuk lebih jelasnya perbandingan
sebesar 200.000 Ha. Sedangkan pada tahun perubahan luas kawasan hutan menurut
2012 tidak ada perubahan luas kawasan fungsinya dari tahun 2012–2014 dapat dilihat
lindung. Perubahan terjadi lagi pada tahun pada Gambar 2.3. Perubahan fungsi hutan
2013, dimana berdasarkan Keputusan yang paling besar adalah Kabupaten Solok
Menteri Kehutanan Nomor 35/Menhut- Selatan yaitu 198.001 Ha
II/2013 Tanggal 15 Januari 2013 mengalami
Sumber : OlahanTabel SD-2D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.1.1.3. Luas Kawasan Lindung Ha, diikuti Kabupaten Pesisir Selatan seluas
Berdasarkan RTRW dan Tutupan 271.523,4 Ha berupa Taman Nasional
Lahannya (Taman Nasional Kerinci Seblat) dan Suaka
Luas kawasan lindung berdasarkan Alam. Taman Nasional Kerinci Seblat
RTRW seluas 3.162.299,98 Ha dan kawasan merupakan taman nasional lintas provinsi
budidaya seluas 74.365,68. (sumber: Tabel yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi
SD-3A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Jambi, Provinsi Bengkulu dan Provinsi
Barat, 2014). Dari total kawasan lindung Sumatera Selatan. Untuk segmen Sumatera
terdapat hutan lindung dengan luasan Barat meliputi Kabupaten Pesisir Selatan,
23,68%, hutan suaka alam dan pelestarian Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Solok
alam 57,56 %, dan 16,39% kawasan lindung dan Kabupaten Sijunjung.
berada di hutan produksi, hutan produksi Berdasarkan RTRW Provinsi
terbatas dan hutan konversi serta 0,52% Sumatera Barat Tahun 2012–2032 didapat
kawasan lindung berada di luar hutan. gambaran bahwa pemanfaatan lahan kedua
(Sumber: RTRW Sumatera Barat 2012- paling luas adalah untuk pertanian. Areal
2032). pertanian terbesar berada di Kabupaten
Kawasan lindung terluas berada di Pasaman Barat yaitu 164.373 Ha dan
Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu 290.392,9 terkecil di Kota Bukittinggi 598 Ha. Badan
Pertanahan Nasional (BPN) mencatat bahwa luasan dari Kawasan Suaka Alam dan
penggunaan lahan sawah ke depannya akan Kawasan Pelestarian Alam, Hutan Lindung,
dikonversi secara terencana melalui RTRW Hutan Produksi Terbatas dan Hutan
kabupaten/kota untuk kebutuhan Produksi. Gambar 2.5 menggambarkan dari
pemukiman, pusat usaha/perdagangan, 12 kabupaten/kota yang memiliki luas
perkantoran, infrastruktur jalan dan penutupan lahan berupa Hutan Tetap terluas
keperluan lainnya. adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai
yaitu 420.834Ha. Hutan Produksi Konservasi
2.1.1.4. Luas Penutupan Lahan Dalam terluas di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu
Kawasan Hutan dan Luar 374.449,69 Ha, dan Areal Penggunaan Lain
Kawasan Hutan terluas juga berada di Kabupaten Pesisir
Luas penutupan lahan dalam Selatan yaitu seluas 17.919,31 Ha.
kawasan hutan dan non kawasan hutan Perbandingan luas penutupan
dinyatakan dengan luas kawasan Hutan lahan pada tahun 2012 dan 2013
Tetap (HT) dan kawasan Hutan Produksi menunjukan bahwa terjadi penurunan jumlah
Konversi (HPK) serta Areal Penggunaan penutupan lahan baik dalam dan luar
Lain (APL). Hutan Tetap merupakan jumlah kawasan hutan.
Gambar 2.4 Perbandingan Luas Penutupan Lahan Dalam dan Luar Kawasan Hutan
Tahun 2012 dan Tahun 2013
Sumber : Olahan Tabel SD-4A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
memiliki luas lahan kritis terkecil yaitu seluas berdasarkan potensial kritis, agak kritis, kritis
2.197,26 Ha. dan sangat kritis, maka pada tahun 2014 di 7
Total luas lahan kritis Provinsi Sumatera ( tujuh ) kabupaten/kota menunjukan bahwa
Barat mengalami peningkatan pada tahun lahan berpotensial kritis seluas 1.425.157
2014 dibandingkan tahun 2013 Bila dilihat Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
dari kategori lahan kritis yang dibagi Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Sumber : Olahan Tabel SD-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.6 Luas Lahan Kritis, Potensial Kritis dan Agak Kritis
di 7 (tujuh) Kabupaten Kota Sumatera Barat
Sumber : Olahan Tabel SD-5A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.1.1.6. Evaluasi Kerusakan Tanah di kritis erosi) untuk tebal tanah 100 s/d 150
Lahan Kering Akibat Erosi Air cm, Kabupaten Agam dengan besar erosi
Kerusakan tanah di lahan kering 1,6 mm/10 tahun (melebihi ambang batas
akibat erosi air tahun 2014 dapat kritis erosi) untuk tebal tanah kurang dari 20
yaitu Kota Padang dengan besaran erosi batas kritis erosi) untuk tebal tanah 20 s/d <
33,52 mm/10 tahun (melebihi ambang batas 50 cm. Sedangkan besaran erosi yang
mengakibatkan kerusakan tanah di lahan lahan kering akibat erosi air mengalami
kering di Kabupaten Pesisir Selatan dan kecenderungan tetap di tahun 2013 ini. Di
Kabupaten Dharmasraya pada semua Kabupaten Pesisir Selatan, erosi yang
ketebalan tanah tidak melebihi ambang mengakibatkan kerusakan tanah di lahan
batas kritis erosi. kering masih memenuhi ambang kritis erosi
Secara umum kerusakan tanah akibat (PP 150 Tahun 2000). Gambar 2.7
erosi terjadi pada ketebalan tanah kurang memperlihatkan perbandingan kerusakan
dari 20 cm, tebal tanah antara 20 s/d <50 cm tanah dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun di
dan 50 s/d < 100 cm. Kerusakan tanah di Kabupaten Pesisir Selatan.
Sumber : Olahan Tabel SD-6A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Tabel 2.1 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2014
Ambang Kritis Hasil Pengamatan
No. Parameter
2012 2013 2014
1 Ketebalan Solum < 20 cm 39 cm 39 cm 19 cm
2 Kebatuan Permukaan > 40 % 25% 25% 35%
< 18 % koloid; 20% 23% 12%
3 Komposisi Fraksi
> 80 % pasir kuarsitik 68% 58% 66%
3 3 3
4 Berat Isi > 1,4 g/cm 1,1 g/cm 2,1 g/cm 3,1 g/cm3
5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 60% 23,19% 27,19%
< 0,7 cm/jam ; > 8,0
6 Derajat Pelulusan Air 5 cm/jam 5 cm/jam 3 cm/jam
cm/jam
7 pH (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 4.63 4,77 6,33
Daya Hantar Listrik
8 > 4,0 mS/cm 6 mS/cm 105 mS/cm 565 mS/cm
/DHL
9 Redoks < 200 mV 321 mV 321 mV 131 mV
2 15 cfu/ g 27,8 cfu/ g 17,8 cfu/ g
10 Jumlah Mikroba < 10 cfu/g tanah
tanah tanah tanah
Sumber : Olahan Tabel SD-7A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Tabel 2.2. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun 2012, Tahun 2013 dan Tahun 2014
Ambang Kritis Hasil Pengamatan
No Parameter
(PP 150/2000) 2012 2013 2014
1 pH (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 4,63 4,77 12,44
2 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 mS/cm 6,00 105,00 98,00
3 Redoks < 200 mV 321,00 321,00 159,00
4 Jumlah Mikroba < 102cfu/g tanah 15,00 27,8 34,00
Sumber : Olahan Tabel SD-8A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.1.1.9. Perkiraan Luas Kerusakan Hutan (63,99 %), ladang berpindah seluas 16.653
Menurut Penyebabnya ha (26,63 %), penebangan liar seluas
4.882,31 ha (7,18 %), dan terakhir akibat
Pada tahun 2013 kerusakan hutan di
kebakaran hutan seluas 1.606,50 Ha
Sumatera Barat seluas 62.535,12 Ha.
(2,57 %). Berdasarkan luas kerusakan hutan
Penyebab kerusakan hutan terbesar adalah
antar daerah, maka kerusakan hutan
perambahan hutan seluas 39.393,31 Ha
Sumber : Olahan Tabel SD-9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Pada tahun 2014 dapat sebesar 12,33 %. Untuk lebih jelasnya dapat
digambarkan bahwa terjadi penurunan dilihat pada Gambar 2.9 konversi hutan
kerusakan hutan secara total dibandingkan terbesar pada tahun 2014 terjadi di
tahun 2013 karena kerusakan hutan di Kabupaten Dharmasraya seluas 24.365 Ha
Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten yang dikonversi untuk perkebunan,
Dharmasraya mengalami penurunan yang selanjutnya Kabupaten Pasaman seluas
signifikan dari 1.994,00 Ha tahun 2013 22.267 Ha yang dikonversi untuk areal
menjadi 10,30 Ha pada tahun 2014 untuk perkebunan. Untuk lebih jelasnya dapat
Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten dilihat pada Gambar 2.10.
Dharmasraya dari 5.551,55 Ha menjadi 567 Kecenderungan konversi hutan
Ha. pada tahun 2012 - 2014 dapat digambarkan
bahwa telah terjadi penurunan luas hutan
2.1.1.10. Pelepasan Kawasan Hutan yang dikonservasi dari 543.382,98 Ha
Yang Dapat Dikonversi Menurut menjadi 158.436,43 Ha pada tahun 2013
Peruntukan dan terus mengalami penurun pada tahun
Permasalahan mendasar pada 2014 menjadi 182.411,65 Ha. Bila dilihat
hutan dan lahan salah satunya adalah secara parsial dari masing-masing
konversi kawasan hutan ke areal kabupaten/kota yang mengalami
penggunaan lain. Konversi hutan yang paling peningkatan yaitu Kabupaten Pasaman,
banyak pada tahun 2014 adalah kegiatan Kabupaten Agam, dan Kabupaten Lima
pertanian sebesar 82,60 % dan perkebunan Puluh Kota.
Sumber : Olahan Tabel SD-10 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-10A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber: Olahan Tabel SD-10B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.1.2 Indeks Kualitas Lingkungan hutan primer dan luas hutan sekunder yang
Hidup Tutupan Hutan dan Lahan dibandingkan dengan luas kawasan hutan
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
(IKLH) tutupan hutan merupakan salah satu telah dilakukan perhitungan Indeks Tutupan
cara lain untuk menilai kondisi hutan dan Hutan dan Lahan dengan hasil perhitungan
lahan secara cepat. Berdasarkan data luas secara umum menunjukkan bahwa tutupan
hutan dan lahan di Sumatera Barat masih Sijunjung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
berkategori baik kecuali Kota Padang pada Gambar 2.12 berikut.
Panjang, Kota Payakumbuh dan Kabupaten
Gambar 2.12. Indeks Tutupan Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Barat
Sumber : Olahan Tabel SD-1C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.15 Jumlah Jenis Spesies yang Dilindungi per Kabupaten/ Kota
Sumber : Olahan Tabel SD 11 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.2.3. Jumlah Jenis Spesies Flora dan sebanyak 4 jenis, reptil sebanyak 13 jenis,
Fauna yang Endemik per amphibi 1 jenis dan tumbuh-tumbuhan
Kabupaten/ kota sebanyak 7 jenis, diketahui juga di Kota
Jumlah jenis spesies flora dan Sawahlunto terdapat 4 jenis spesies yang
fauna yang endemik terbanyak terdapat di endemik dan Kabupaten Sijunjung sebanyak
Kota Padang dengan klasifikasi hewan 2 jenis hewan menyusui dan 2 dari jenis
menyusui sebanyak 8 jenis, burung burung.
Gambar 2.16. Jumlah Spesies Flora dan Fauna Endemik per Kabupaten/Kota
Sumber : Olahan Tabel SD-11B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.2.4. Jumlah Jenis Spesies Flora dan dan diikuti Kabupaten Agam, spesies yang
Fauna yang Terancam per terancam dari golongan mamalia dan reptilia
Kabupaten/Kota serta aves .
Sumber : Olahan Tabel SD-11C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.2.5. Jumlah Jenis Spesies Flora dan diketahui dari jenis burung terdapat 2 jenis,
Fauna yang Berlimpah per reptil 1 jenis, amphibi 3 jenis, ikan 3 jenis.
Kabupaten / Kota Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar
2.18 berikut.
Untuk jenis spesies yang berlimpah
di Kota Padang terdapat 11 jenis ikan,
sedangkan di Kota Pariaman terdapat 13
jenis. Di Kabupaten Padang Pariaman
Gambar 2.18 Jenis Species Flora dan Fauna yang Berlimpah per Kabupaten/Kota
Sumber: Olahan Tabel SD-11D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Burung jantan dewasa juga memiliki Bulu ekor dan sayap betina tidak
bulu sayap dan ekor yang sangat sepanjang burung jantan, dan hanya
panjang, dihiasi dengan bintik-bintik dihiasi dengan sedikit oceli.
besar menyerupai mata serangga atau
oceli.
Burung betina berukuran lebih kecil dari
burung jantan, panjangnya sekitar
75cm, dengan jambul kepala berwarna
kecoklatan.
yang berada dalam wilayah administrasi 606 buah sungai, baik skala besar maupun
tentang Penetapan Wilayah Sungai, Provinsi dan sungai parsial kabupaten/kota 498
air yang cukup besar, yakni mencapai lebih Barat yang dijadikan sebagai target
pemantauan sungai strategis nasional yaitu
Batang Hari (Provinsi Sumatera Barat– sungai pada umumnya melebar seiring
Jambi), Batang Kampar (Provinsi Sumatera bersatunya beberapa anak sungai ke sungai
Barat–Riau), dan Sungai Batang Kuantan utama. Kedalaman sungai juga bervariasi,
(Provinsi Sumatera Barat–Riau). yaitu pada kisaran 0,3 s/d 6 m. Sungai
Untuk sungai lintas kabupaten/kota terlebar adalah Sungai Batang Hari (lebar
di Sumatera Barat yang dijadikan sebagai permukaan mencapai 125 m). Sungai
target pemantauan tahun 2014 yaitu Sungai dengan kedalaman 6 m adalah Sungai
Batang Agam (melewati Kabupaten Agam, Batang Talo di Kabupaten Pasaman. Untuk
Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, dan nilai debit, debit minimum bervariasi antara
Kabupaten Lima Puluh Kota), Sungai Batang 0,02 s/d 124,69 m3/detik (Sungai Batang
Pangian (melewati Kabupaten Sijunjung, dan Hari, Kabupaten Dharmasraya), sedangkan
Kabupaten Dharmasraya), Sungai Batang debit maksimum berkisar antara 0,1 s/d
Ombilin (melewati Kabupaten Tanah Datar, 410,98 m3/detik (Sungai Batang Hari,
Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung), dan Kabupaten Dharmasraya).
Sungai Batang Anai (melewati Kabupaten Berdasarkan perbandingan rasio
Tanah Datar, Kota Padang Panjang dan debit Sungai Besar di Sumatera Barat yang
Kabupaten Padang Pariaman). lebih dari 50 m3/dtk, Sungai Batang Lolo di
Sungai-sungai di Sumatera Barat Kabupaten Dharmasraya memiliki rasio debit
memiliki panjang, lebar (permukaan dan tertinggi yakni sebesar 1.711 m3/dtk, disusul
dasar) serta kedalaman yang bervariasi. Sungai Batang Painan sebesar 1.600 m3/dtk
Sungai Batang Hari adalah yang terpanjang dan Sungai Batang Bayang di Kabupaten
di Sumatera Barat. Total panjang Sungai Pesisir Selatan, masing-masing sebesar
Batang Hari 775 km, sekitar 583 km berada 1.600 m3/dtk dan 1025,99 m3/dtk.
di Propinsi Jambi dan 192 km berada di Perbandingan rasio debit sungai besar di
Provinsi Sumatera Barat (Sumber: Dinas Sumatera Barat dengan rasio debit besar
PSDA Provinsi Sumatera Barat Tahun dari 50 m3/dtk tahun 2014 dapat dilihat pada
2012), melintasi Kabupaten Solok (17 km), Gambar 2.21 berikut.
Kabupaten Solok Selatan (89 km), dan
Kabupaten Dharmasraya (60 km).
Lebar permukaan sungai di
Sumatera Barat berkisar antara 1,9 s/d 125
m, dan lebar dasar sungai berkisar antara
1,5 s/d 110 m. Bagian rentang dan hilir
Gambar 2.21 Rasio Debit Sungai Besar di Sumatera Barat yang Lebih dari 50 m3/dtk
Sumber: Olahan Tabel SD-12B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.25 Parameter Total Phospat Sungai Batang Arau, Kota Padang
Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.26 Parameter Minyak dan Lemak Sungai Batang Arau, Kota Padang
Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Sumber : Olahan data Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Untuk parameter E. Coli pada semua baku mutu dan posisi tertinggi saat
titik dan waktu pemantauan berada di atas pemantauan pada bulan Maret 2014.
baku mutu, demikian juga untuk parameter Tingginya hasil analisis laboratorium
Total Coliform lebih dominan berada di atas pada beberapa parameter uji kualitas air
Sungai Batang Hari, disebabkan adanya Pengaruh sedimen yang terbawa arus
kegiatan sebagai berikut: saat musim hujan akibat terjadinya
Aktifitas PETI (proses amalgamasi dan bukaan lahan.
kerukan bebatuan untuk mendapatkan Pembuangan sampah langsung ke
emas). sungai.
Masuknya residu pupuk dan pestisida c. Sungai Batang Ulakan
pada lahan pertanian/perladangan di Dari parameter uji yang dipantau, yang
sepanjang sempadan Sungai Batang melebihi baku mutu adalah parameter Total
Hari. Coliform. Berikut Gambar 2.31 parameter
Penambangan galian Golongan C Total Coliform.
(sirtukil).
Aktifitas domestik (pemanfaatan MCK) di
DAS Sungai Batang Hari.
Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
terutama pada segmen Kabupaten Lima Kecamatan Situjuh V Nagari (BA-6) yang
Puluh Kota Jorong Bumbung, Nagari Situjuh banyak penambangan pasir.
Gambar 2.32 Hasil Analisis Laboratorium Parameter TSS Sungai Batang Agam
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
baik periode I maupun periode II, kecuali parameter BOD paling tinggi.
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Gambar 2.34 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Agam
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.35 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Phospat Sungai Batang Agam
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Fecal Coli/E. Coli dan Total Coliform Kamang Magek Kota Bukittinggi (BA-3).
Seluruh lokasi pemantauan memiliki Pada segmen sungai ini sampah dan limbah
kandungan E. Coli berada di atas baku mutu cair RPH memberikan kontribusi terhadap
yang dipersyaratkan untuk kualitas air sungai kandungan E-Coli yang tinggi. Untuk Total
Kelas I dan Kelas II. Kandungan E.Coli Coli tertinggi pada Kelurahan Ibuh, Kec
paling tinggi adalah di titik pantau Kelurahan Payakumbuh Timur.
Aur Tajunkang, Tengah Sawah Kecamatan
Gambar 2.36 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Agam
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Gambar 2.37 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Agam
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
e. Sungai Batang Ombilin baku mutu, baik periode I maupun periode II,
Sungai Batang Ombilin terbagi atas kecuali pada titik bagian rentang hingga hilir
segmen Kabupaten Tanah Datar, Kota di segmen Kabupaten Sijunjung dimulai
Sawahlunto dan Kabupaten Sijunjung. Jorong Batu Gadang Nagari Lima Koto
Gambaran kualitas air sungai didasarkan 7 Kecamatan Koto Tujuh (BM 7) sampai
parameter kunci sebagai berikut. dengan Jorong Subarag Ombak, Nagari
Nilai TSS dari hulu sampai hilir hasil Sijunjung (BM 10).
Gambar 2.38 Hasil Analisis Laboratorium Parameter TSS Sungai Batang Ombilin
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Gambar 2.39 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Ombilin
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Gambar 2.40 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Ombilin
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
a. E. Coli dan Total Coliform di atas Baku Mutu yang dipersyaratkan untuk
Seluruh lokasi pemantauan memiliki kualitas air sungai Kelas I dan Kelas II.
kandungan E. Coli dan Total Coliform berada
Gambar 2.41 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Ombilin
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Gambar 2.42 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Ombilin
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Gambar 2.43 Hasil Analisis Laboratorium Parameter MBAS Sungai Batang Ombilin
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Gambar 2.44 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Pangian
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Gambar 2.45 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Pangian
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
E. Coli dan Total Coliform di atas baku mutu yang dipersyaratkan untuk
Seluruh lokasi pemantauan memiliki kualitas air sungai Kelas I dan Kelas II.
kandungan E. Coli dan Total Coliform berada
Gambar 2.46 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Pangian
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.46. Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang
Pangian
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.48 Hasil Analisis Laboratorium Parameter MBAS/Deterjen Sungai Batang Pangian
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.49 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Seng (Zn) Sungai Batang Anai
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Parameter Fecal Coliform dan Total Tanah Datar yang berada di atas baku mutu.
Coliform Sementara bulan pemantauan Oktober
Parameter Fecal Colifrom pada seluruh lokasi pemantauan telah memenuhi
bulan Juni di seluruh lokasi pemantauan Baku Mutu. Parameter Total colifrom pada
berada di atas baku mutu sedangkan pada bulan Mei, Juni dan Oktober di seluruh lokasi
bulan Mei dan September hanya lokasi pemantauan telah memenuhi baku mutu
pemantauan pada hulu lokasi Jembatan sedangkan pada bulan September berada di
masuk Kota Padang Panjang, Kabupaten atas Baku Mutu.
Gambar 2.50 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Fecal Coliform dan Total Coliform
Sungai Batang Anai
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.3.1.4. Kualitas Air Danau/Situ/ Embung 2.3.1.4.1 Perbandingan Kualitas Air Danau
Pembahasan kualitas air danau Antar Lokasi Dengan Baku Mutu
dilakukan dengan membandingkan kualitas Pemantauan kualitas air pada
air danau antar lokasi terhadap beberapa masing-masing danau dilakukan pada 4
parameter penting serta dibandingkan (empat) titik yang mewakili kondisi danau
dengan peraturan yang berlaku tentang secara umum. Berdasarkan hasil analisa
Baku Mutu Kualitas Air sesuai dengan kualitas air danau terhadap 4 (empat)
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun parameter penting yaitu BOD, COD, DO dan
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan TSS dapat disimpulkan bahwa secara umum
Pengendalian Pencemaran Air. Pembahasan kualitas air danau di Sumatera Barat
juga akan dilakukan terhadap analisis tergolong baik.
perbandingan kualitas air danau antar waktu.
Nagari Kampung Batu Dalam Kec. Danau Danau Singkarak pada lokasi inlet muara
Kembar (3.36 mg/L), lokasi inlet Jorong Batu Sungai Sumani adalah 1.58 mg/L, outlet
Dalam Nagari Kampung Batu Dalam Kec. Pasar Ombilin/Dam Weir PLTA 1.23 mg/L,
Danau Kembar (3 mg/L) dan Jorong Selatan inlet Sungai Sumpur 1.97 mg/L dan outlet
Nagari Kampung Baru Dalam Kec. Danau Intake PLTA Singkarak – Malalo (1.58 mg/L).
Sumber : Olahan Tabel SD-15 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-15 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
Rata-rata nilai COD tertinggi dari 4 Simpang Tanjung Nan IV Kecamatan Danau
(empat) danau yang dianalisa, ditemui pada Kembar (21.33 mg/L), sedangkan pada inlet
Danau Dibawah yaitu 19,99 mg/l, dimana Jorong Air Tawar Selatan Nagari Kampung
nilai COD paling tinggi diperoleh pada 3 Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar
(tiga) titik yaitu pada inlet Jorong Batu Dalam nilainya lebih rendah yaitu 16 mg/L.
Nagari Kampung Batu Dalam Kecamatan Walaupun demikian nilai COD pada Danau
Danau Kembar (21.33 mg/L), Jorong Selatan Dibawah ini masih berada dibawah batas
Nagari Kampung Baru Dalam Kecamatan baku mutu berdasarkan kepada Baku Mutu
Danau Kembar (21.33 mg/L), dan outlet Kualitas Air Kelas 2 menurut Peraturan
Jorong Kapalo Danau Dibawah Nagari
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 adalah kegiatan perikanan dapat berhasil bila
maksimal 25 mg/l. kandungan oksigen sebaiknya tidak boleh
Nilai rata-rata COD terendah kurang dari 4 mg/l.
ditemui di Danau Maninjau dengan rata-rata Dari hasil pemantauan kualitas air
nilai 8,22 mg/l. Nilai COD terendah di Danau danau, nilai rata-rata DO baik pada Danau
Maninjau terdapat pada outlet Nagari Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas
Malintang Kecamatan Tanjung Raya (<5.77 maupun Danau Dibawah telah memenuhi
mg/L) dan outlet Nagari Kubu Raya batas baku mutu (4 mg/l) yaitu masing-
Kecamatan Tanjung Raya (<5.77 mg/L), masing rata-rata bernilai 5,59 mg/l, 6,28
sedangkan pada lokasi inlet Nagari Muko – mg/l, 5,32 mg/l dan 4,83 mg/l. Hasil
Muko Kecamatan Tanjung Raya dan inlet pemantauan menunjukkan bahwa rata-rata
Pasar Maninjau Kecamatan Tanjung Raya nilai DO terendah diperoleh di Danau
memiliki nilai yang sama yaitu 10.67 mg/L. Dibawah. Hasil pemantauan pada titik
Parameter DO masing-masing lokasi dapat dilihat pada
Kandungan kadar oksigen pada Gambar 2.53.
perairan minimum 2 mg/l, hal ini dapat
mendukung kehidupan organisme perairan
secara normal, namun secara umum
Sumber : Olahan Tabel SD-15 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-15 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-15C Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.56 Keramba jaring apung (KJA) yang berkembang di Danau Maninjau
Sumber : Olahan Tabel SD-15D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
terbanyak terjadi di bulan Agustus tepatnya mati mencapai 400 ton dan kerugian
tanggal 10 Agustus 2014 dengan jumlah ikan mencapai 7,2 milyar rupiah (Gambar 2. 58).
Sumber : Olahan Tabel SD-15E, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Pada tahun 2014, kematian ikan di enceng gondok dan degradasi kawasan
Danau Maninjau semakin sering terjadi. Hal daerah tangkapan air serta kegiatan
ini disebabkan oleh terjadinya penurunan budidaya perikanan yang berkembang
kualitas lingkungan seperti penurunan (±20.179 unit keramba pada tahun 2012)
permukaan air danau, pencemaran air, sudah melebihi daya dukung lingkungan.
endapan residu pakan ikan, banjir, longsor,
Gambar 2.60 Kandungan Oksigen (DO) Pada Saat Kematian Ikan Di Danau Maninjau
Pada tanggal 27 Desember 2014 (seribu lima ratus) unit dan/atau 6.000
ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) wilayah (enam ribu) petak dengan ukuran 5 x 5
Danau Maninjau mengalami kematian meter persegi per petak keramba.
dengan DO pada kedalaman 10 m turun 3 2. Untuk mencapai angka batasan jumlah
mg/l ke 2 mg/l. Pada tanggal 29 Desember unit KJA sebanyak 1.500 (seribu lima
2014, di KJA wilayah Bayur dan Maninjau ratus) unit dan/atau 6.000 (enam ribu)
terjadi kematian ikan di 200 KJA atau sekitar petak dilakukan upaya pengurangan
100 sampai 200 ton. Pada tanggal 30 secara bertahap dalam jangka waktu
Desember 2014 kadar DO di Danau paling lama 10 (sepuluh) tahun, 5 (lima)
Maninjau mengalami penurunan yang sangat tahun pertama mencapai angka 11.760
tinggi sehingga mencapai 0 mg/l. Pada saat (sebelas ribu tujuh ratus enam puluh)
kondisi DO mengalami penurunan sampai petak dan 5 (lima) tahun kedua 6.000
pada posisi 0 mg/l, ikan tidak dapat hidup. (enam ribu).
Untuk mengatasi permasalahan Dengan ditetapkannya peraturan
yang tengah terjadi di Danau Maninjau, daerah tentang penetapan jumlah keramba
Pemerintah Daerah Kabupaten Agam telah jaring apung di kawasan Danau Maninjau,
membuat Peraturan Daerah Kabupaten diharapkan dapat mengurangi kejadian
Agam Nomor 5 Tahun 2014 tentang kematian ikan yang terjadi tiap tahun di
Pengelolaan Kelestarian Kawasan Danau kawasan Danau Maninjau.
Maninjau, dimana telah ditetapkan peraturan
yang mengatur KJA di Danau Maninjau,
meliputi:
1. Daya dukung dan daya tampung untuk
KJA di kawasan danau mengacu kepada
kemampuan perairan Danau Maninjau
mencerna limbah organik dari kegiatan
perikanan yang setara dengan 1.500
Medan), Besi, Timbal, dan Air raksa (di Dari lima sungai tersebut,
Gunung Medan, Sungai Rumbai, Sungai ditetapkan Sungai Batang Agam sebagai
Dareh, Pulau Punjung), Fecal Coli dan Total baseline dan dasar perhitungan pencapaian
Coliform (lokasi pemukiman penduduk dan target indikator IPA, mengingat bahwa
RSIA Rizki Bunda), mengacu Peraturan sungai ini termasuk sungai yang dari
Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 pemantauan setiap tahunnya kualitas airnya
tentang Syarat-syarat dan Pengawasan cenderung jelek dan melintasi
Kualitas Air (sumber: olahan data Tabel SD- kabupaten/kota dengan tingkat kepadatan
16 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera usaha/kegiatan/penduduk yang relatif lebih
Barat, 2014). besar daripada sungai target SPM lainnya.
Dari hasil pemantauan terhadap Pengawasan dan pengendalian
kualitas air sumur yang dilakukan oleh pencemaran yang dilakukan selama tahun
perusahaan antara lain PT. Gersindo Minang 2014 masih bersifat mempertahankan mutu
Plantation (3 lokasi sampling), PT. kualitas air sungai (yang diwakili oleh Sungai
Agrowiratama (3 lokasi sampling), PT. Batang Agam) sesuai dengan target tahun
Transco Pratama CRF (1 lokasi sampling), 2014 yaitu berada pada kisaran/range 58 <
PT. Kilang Lima Gunung (2 lokasi sampling), IPA < 66.
menunjukkan bahwa hasil analisis IPA Sungai Batang Agam adalah
laboratorium untuk semua parameter yang sebesar 47,97 atau 82,70%. Dengan nilai
diuji masih memenuhi baku mutu yang IPA tersebut Sungai Batang Agam termasuk
dipersyaratkan (berdasarkan Baku Mutu PP dalam IKLH kategori waspada. Parameter
No.82 Th 2001 Kualitas Air, Kelas II), yang mempengaruhi kualitas sungai ini
sumber: olahan data Tabel SD-16A Buku adalah parameter fecal coliform, total
Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014. coliform dengan kategori cemar berat
terutama yang berada pada segmen Kota
2.3.1.6. Indek Pencemaran Air ( IPA ) Bukittinggi dan beberapa titik di Kabupaten
Hasil pemantauan sungai dan Agam. Parameter ini mengindikasikan
target SPM Bidang Lingkungan Hidup di bahwa pengelolaan limbah domestik di
Provinsi Sumatera Barat, terdiri dari Sungai perkotaan sudah sangat urgen untuk segera
Batang Lembang, Batang Agam, Batang dilakukan. Limbah domestik perkotaan
Pangian, Batang Ombilin, Batang Anai merupakan gabungan dari limbah rumah
dalam kondisi status mutu tercemar sedang tangga, limbah perhotelan, rumah sakit dan
s/d berat minimal untuk 5 parameter (Nitrit, Rumah Potong Hewan (RPH).
BOD-5, MBAS, E.Coli dan Total Coliform).
Gambar 2.61 IPA (Indeks Pencemaran Air) pada 5 (lima) Sungai Target SPM tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.3.1.6.2. Perbandingan dengan tahun lalu bahwa kondisi Sungai Batang Agam
dan beberapa tahun terakhir cenderung menurun. Kondisi kecenderungan
Bila Sungai Batang Agam kualitas Sungai Batang Agam selama 4
dibandingkan kondisinya antara tahun 2014 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar
dengan 4 tahun terakhir, dapat disimpulkan 2.62 berikut:
Sumber : Olahan Tabel SD-14E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.3.2. Kualitas Air Laut parameter yang melewati batas baku mutu
Provinsi Sumatera Barat telah adalah MPN Coliform.
melakukan evaluasi kualitas air laut dengan Untuk air laut kandungan nitrat
fokus pantai objek wisata dan muara sungai tertinggi ditemui pada sampel air Pantai
pada 6 (enam) kabupaten/kota di Sumatera Pasir Jambak dengan nilai 4,27 mg/L dan
Barat yaitu Kota Padang, Kota Pariaman, terendah di Pelabuhan Panasahan dengan
Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten nilai 0,48 mg/L, sedangkan nilai posfat rata-
Agam, Kabupaten Pasaman Barat dan rata tidak jauh berbeda pada masing-masing
Kabupaten Pesisir Selatan. lokasi dengan nilai tertinggi ditemui pada
Hasil pemantauan kualitas air laut sampel air Pantai Gandoriah (50 m) dengan
tahun 2014 menunjukkan bahwa secara nilai 0,45 mg/L, disamping itu nilai MPN
umum kualitas air laut dan muara sungai Coliform tertinggi juga di temui pada sampel
pada objek pemantauan masih tergolong air Pantai Gandoriah (100 m) yaitu
baik, namun untuk parameter nitrat, posfat 2.400.000/100 ml. Untuk air muara sungai,
dan MPN Coliform pada 18 sampel air laut nilai MPN Coliform tertinggi ditemui pada
nilainya diatas baku mutu. Sementara itu sampel Muara Batang Arau yaitu
untuk 6 (enam) sampel muara sungai, nilai 1.600.00/100.
Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD 17, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD 17, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.67 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter TSS
Sumber : Olahan Tabel SD- 17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Nilai TSS di Pantai Sasak untuk yang diambil pada jarak 100 m pada masing-
jarak pengambilan sampel 50 m dan 100 m masing lokasi.
dari pantai adalah 48 mg/L dan 51 mg/L, jika b. Derajat Kemasaman (pH)
dibandingkan dengan baku mutu nilai ini Nilai pH air laut menunjukkan
telah melewati batas baku mutu yaitu 20 kandungan asam dan basa di laut. Nilainya
mg/L, sedangkan untuk pantai lainnya nilai dipengaruhi oleh temperatur, bahan organik
TSS pada masing-masing lokasi masih dan kandungan hara lainnya. Derajat
berada dibawah batas baku mutu. Jika keasaman (pH) dalam suatu perairan
dibandingkan nilai TSS pada jarak 50 m merupakan salah satu parameter kimia yang
nilainya tidak jauh berbeda dengan sampel penting dalam memantau kestabilan
perairan. Dari hasil analisa laboratorium berada dibawah baku mutu, yaitu Pantai
terhadap sampel kualitas air laut pada 6 Sasak, Kabupaten Pasaman Barat.
(enam) kabupaten/kota di Sumatera Barat Pantai Sasak baik pada jarak
diketahui bahwa kisaran pH pada sampel pengambilan sampel 50 m maupun 100 m
adalah 6 – 8,2 dengan rata-rata pH sebesar dari pantai memiliki nilai 6,6 dan 6,4.
7,48. Dibandingkan dengan baku mutu untuk Sementara itu untuk Pantai Gandoriah pada
pantai wisata, nilai tersebut telah memenuhi jarak 100 m juga memiliki nilai pH yang
standar baku mutu yaitu 7 -8,5, namun jika rendah yaitu 6, nilai ini lebih rendah jika
dilihat per lokasi terdapat lokasi yang pHnya dibandingkan dengan nilai pH yang diperoleh
pada jarak 50 m yaitu 7,2.
Gambar 2.68 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter pH
Sumber : Olahan Tabel SD- 17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Nilai pH tertinggi diperoleh pada terhadap sampel air laut yang dipantau
sampel Pasir Jambak dengan jarak diketahui bahwa nilai DO berkisar 5,16 mg/L
pengambilan sampel 100 m yaitu 8,2 – 8,33 mg/L, dengan rata-rata nilai DO 6,72
sedangkan pada jarak 50 m nilainya tidak mg/L. Nilai DO secara keseluruhan untuk
jauh berbeda yaitu 8,15. Secara keseluruhan masing-masing lokasi telah memenuhi baku
nilai pH pada masing-masing lokasi baik mutu. Nilai DO tertinggi diperoleh pada
pada jarak 50 m maupun 100 m tidak jauh Pantai Tiram dengan jarak pengambilan
berbeda. sampel 50 m yaitu 8,33 mg/L sedangkan
c. Oksigen Terlarut (DO) nilai terendah di peroleh pada Pantai
Nilai baku mutu DO air laut untuk Cerocok pada jarak pengambilan sampel 50
wisata bahari menurut Keputusan Menteri m yaitu 5,16. Secara umum nilai DO pada
No 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air masing-masing lokasi baik pada jarak 50 m
Laut adalah 4. Hasil analisa laboratorium maupun 100 m tidak jauh berbeda.
Gambar 2.69 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter DO
Sumber : Olahan Tabel SD- 17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.70 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter BOD
Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Nilai BOD terendah diperoleh pada 3 mg/L–18 mg/L, dengan rata-rata 13,5
Pantai Pasir Jambak, Padang yaitu sebesar mg/L. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
1,02 mg/L untuk jarak 50 m dari pantai dan kualitas air muara sungai pada lokasi
1,14 mg/L untuk jarak 100 m. Nilai BOD tergolong baik, karena nilainya berada
pada masing-masing lokasi untuk jarak 50 m dibawah baku mutu yaitu 50 mg/L.
dari pantai tidak berbeda jauh dengan nilai Nilai TSS tertinggi diperoleh pada
yang diperoleh pada jarak 100 m. Muara Batang Pampan, Kota Pariaman dan
Muara Batang Ulakan di Kabupaten Padang
Gambar 2.71 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter TSS
Sumber : Olahan Tabel SD- 17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD- 17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
d. Biochemical Oxygen Demand (BOD) tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
Hasil analisa laboratorium untuk dan Pengendalian Pencemaran Air untuk air
parameter BOD diketahui bahwa nilai BOD dengan kriteria kelas II adalah 3 mg/L.
pada keenam muara sungai yang dipantau Nilai BOD terendah didapati pada
berkisar 1,26 mg/L – 6,7 mg/L, dengan rata- sampel muara sungai di Pantai Tiku
rata 3,12 mg/L. Nilai tersebut telah melewati sedangkan nilai tertinggi diperoleh pada
batas baku mutu, dimana nilai baku mutu muara sungai di Pantai Sasak.
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82
Gambar 2.74 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter BOD
Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.3.2.2. Perbandingan Kualitas Air Antar yang cukup signifikan juga terjadi di Pantai
Waktu Sasak baik pada jarak 50 m maupun 100 m
1. Pantai Wisata dengan besar penurunan masing-masing 67
a. Zat Padat Tersuspensi (TSS) mg/L dan 60 mg/L.
Secara umum nilai rata-rata TSS Sementara itu, juga terjadi kenaikan
untuk objek pantai wisata di tahun 2014 nilai TSS pada 2 (dua) lokasi yaitu di Pantai
mengalami perbaikan yaitu dari rata-rata Muaro Kota Padang dan Pantai Tiram
83,4 mg/L di tahun 2013 menjadi rata-rata Kabupaten Padang Pariaman. Kenaikan nilai
19,3 mg/L di tahun 2014. Penurunan nilai TSS tertinggi terdapat di Pantai Tiram pada
TSS tertinggi terdapat di Pantai Gandoriah jarak 100 m dengan besar kenaikan 9 mg/L.
Pariaman pada jarak pengambilan sampel Namun kenaikan nilai ini tidak menyebabkan
50 m dari pantai, dengan besar penurunan nilai TSS pada lokasi berada diatas baku
508 mg/L. Selain itu penurunan nilai TSS mutu ( baku mutu: 20 mg/L).
Gambar 2.75 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS
Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.76 Perbandingan Parameter pH Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.77 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter DO
Sumber : Olahan Tabel SD-17, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.78 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD
Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.79 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS
Gambar 2.80 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter pH
Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.81 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter DO
Sumber : Olahan Tabel SD-17, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
d. Biochemical Oxygen Demand (BOD) penurunan dari 5,85 mg/L di tahun 2013
Jika dilihat dari nilai BOD, kualitas menjadi 3,62 mg/L di tahun 2014. Namun
air muara sungai yang dipantau pada tahun demikian kondisi ini patut diwaspadai
2014 mengalami perbaikan dibandingkan mengingat nilai ini telah melewati batas baku
dengan tahun 2013. Hal ini dapat dilihat dari mutu.
nilai rata-rata BOD yang mengalami
Gambar 2.82 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD
Sumber : Olahan Tabel SD-17, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Perbandingan hasil pengukuran tahun 2013 yaitu 2,9 mg/L menjadi 2,14
BOD pada muara sungai tahun 2013 – 2014. mg/L di tahun 2014.
Penurunan nilai BOD tertinggi ditemui pada Nilai BOD tahun 2013 pada keempat
muara Batang Pampan dengan penurunan sampel telah melewati batas baku mutu,
sebesar 6,06 mg/L. Sementara itu pada sedangkan di tahun 2014 nilai BOD muara
muara Batang Arau nilai BODnya tidak jauh Batang Mandeh dan muara sungai di Pantai
berbeda dengan hasil yang diperoleh pada Sasak masih berada di atas baku mutu.
Untuk mengetahui terjadinya TSP dan PM10 pada beberapa lokasi nilainya
upaya pemantauan kualitas udara secara udara ambien di Provinsi Sumatera Barat,
Pencemaran Udara dan Peraturan Menteri minimum) serta analisis perbandingan antar
Lingkungan Hidup Nomor 19 tahun 2008 lokasi dan baku mutu. Sementara
kawasan padat lalu lintas sebanyak 17 (tujuh Dari hasil pemantauan kondisi
belas) titik, mewakili kawasan pemukiman udara di Provinsi Sumatera Barat terutama
sebanyak 1 (satu) titik dan mewakili kawasan untuk parameter SO₂, CO, NO₂ dan O₃
industri 1 (satu) titik. Disamping itu juga masih tergolong baik karena hasil analisa
Pemantauan dilakukan terhadap 5 (lima) mutu. Namun untuk titik pantau Terminal
parameter pada masing-masing titik pantau Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman,
yaitu SO₂, NO₂, CO, O₃ dan TSP (untuk Simpang Lubuk Begalung Kota Padang dan
Lapangan Cindua Mato Kabupaten Tanah
kawasan padat lalu lintas) atau PM₁₀ (untuk
Datar, konsentrasi TSP pada udara telah
kawasan industri, pemukiman dan kondisi
melewati batas baku mutu yang ditetapkan
kabut asap).
PP No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Berdasarkan hasil analisa
Pencemaran Udara yaitu sebesar 387,8
laboratorium, kondisi udara di Provinsi
µg/Nm³, 430,72 µg/Nm³ dan 236 µg/Nm³
Sumatera Barat terutama untuk parameter
dengan baku mutu 230 µg/Nm³. Untuk titik
SO₂, CO, NO₂ dan O₃ masih tergolong baik
pantau depan UKM Center Kota
karena hasil analisa laboratorium untuk
Payakumbuh juga mendapat perhatian
masing-masing parameter masih berada di
Sumber : Olahan Tabel SD-18 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
halnya dengan titik pantau di ulu Gadut, pada titik Simpang Rumbio Kota Solok yaitu
selain cuaca yang kering serta imbas kabut sebesar 9.600 µg/Nm³ diikuti dengan titik
asap, sumbangan PM₁₀ di udara juga Terminal Aur Kuning, Bukittinggi sebesar
dimungkinkan berasal dari emisi pabrik 9.162 µg/Nm³. Hal ini patut mendapat
semen karena titik pantau terletak dekat perhatian karena nilai tersebut hampir
dengan pabrik PT Semen Padang. mendekati batas baku mutu yaitu sebesar
Secara umum kadar CO pada 10.000 µg/Nm³. Kadar CO terendah terdapat
seluruh titik pantau masih berada di bawah pada titik Siteba.
batas baku mutu, nilai tertinggi diperoleh
Sumber : Olahan Tabel SD-18, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-18 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-18 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-18 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-18D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Nilai PM10 di tahun 2014 mengalami Kota Pariaman, Kab. Agam dan Kab.
peningkatan rata-rata sebesar lebih dari dua Dharmasraya mengalami penurunan TSP
kali lipat dibandingkan data dua tahun dari tahun sebelumnya. Namun untuk titik
terakhir, yaitu dari rata 44,405 µg/Nm3 di Simp. Lubuk Begalung Padang, Kab. Pesisir
tahun 2012 dan 48,23 µg/Nm3 di tahun 2013 Selatan, Kota Bukittinggi, Kab. Padang
menjadi rata-rata 185,475 µg/Nm3 di tahun Pariaman, Kota Payakumbuh dan Kota
2014. Solok terjadi peningkatan TSP jika
Parameter Debu (TSP) dibandingkan dengan tahun 2013 yang lalu.
Rata-rata konsentrasi TSP udara Penurunan nilai TSP tertinggi terjadi pada
ambien Sumatera Barat tidak jauh berbeda titik di Kota Sawahlunto sebesar 190 µg/Nm3
dari tahun 2013 yang lalu dan mengalami diikuti dengan titik di Kab. Pasaman Barat
penurunan dari tahun 2012. Untuk nilai TSP sebesar 155,58 µg/Nm3. Peningkatan nilai
pada tahun 2012 rata-rata sebesar 182,4 TSP tertinggi terdapat pada titik Terminal
µg/Nm3 dan mengalami penurunan pada Lubuk Alung, Kab. Padang Pariaman yaitu
tahun 2013 menjadi rata-rata 150,6 µg/Nm3, sebesar 224,3 µg/Nm3 diikuti dengan titik
sementara untuk tahun 2014 rata-rata Simpang Lubeg Padang dengan kenaikan
sebesar 150,3 µg/Nm3. sebesar 215,72 µg/Nm3.
Dari Gambar 2.89 dapat dilihat jelas
untuk titik pantau pada Kota Sawahlunto,
Kab. Pasaman Barat, Kota Padang Panjang,
Sumber : Olahan Tabel SD-18D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-18D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-18D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Kenaikan tertinggi terjadi pada titik terendah diperoleh pada titik Ulu Gadut
Terminal Lubuk Alung Kabupaten Padang Padang.
Pariaman yaitu sebesar 3.797 µg/Nm³, Dibandingkan dengan tahun 2013,
namun nilainya masih berada dibawah batas tahun 2014 ini terjadi perbaikan kualitas
baku mutu yang telah ditetapkan yaitu udara ambien Sumatera Barat, dimana nilai
10.000 µg/Nm³ sebagiamana gambar 2.90. IPU meningkat dari rata-rata 91,79 menjadi
97,28. Peningkatan nilai IPU tertinggi
2.4.3 Indeks Kualitas Udara diperoleh pada titik depan UKM Center Kota
Untuk tahun 2014, nilai rata-rata Payakumbuh yaitu mencapai 31,68 diikuti
IPU Sumatera Barat sebesar 98,5. Angka ini dengan titik Simpang Padang Panjang
menunjukkan bahwa kualitas udara dengan peningkatan sebesar 18,74.
Sumatera Barat tergolong baik. Nilai IPU Sementara itu pada titik Taman Segitiga
tertinggi diperoleh pada titik Sungai Rumbai, Sawahlunto terjadi penurunan nilai IPU yang
Kabupaten Dharmasraya sementara tidak signifikan yaitu sebesar 0,21.
Sumber : Olahan Tabel SD-18C Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-18C Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.4.4 Kualitas Udara Ambien Dalam dengan lokasi depan Kantor Bupati
Kondisi Kabut Asap Dan Analisa Dharmasraya yang dilaksanakan pada bulan
Menurut Indeks Standar September. Lokasi ini merupakan lokasi
Pencemar Udara (ISPU) yang berbeda dengan lokasi pemantauan
Sumatera Barat di tahun 2014 pada kondisi normal.
mengalami 2 (dua) kali kabut asap yaitu Guna mendapatkan gambaran dan
pada bulan Februari hingga Maret 2014 dan informasi mengenai kondisi kabut asap di
bulan September hingga Oktober 2014. Sumatera Barat, terutama kondisi di bulan
Hampir seluruh kabupaten/kota di Sumatera Oktober 2014, berdasarkan citra satelit
Barat merasakan dampak dari kabut asap MTSAT-14 pada Stasiun GAW Bukit Koto
akibat kebakaran hutan dan lahan yang Tabang (tgl 15 Oktober 2014) pukul 00.00
terjadi di provinsi tetangga. UTC (07.00 wib) arah gerakan trayektory
Untuk periode Februari hingga masa udara yang masuk ke wilayah
Maret 2014, pemantauan kualitas udara Sumatera Barat bergerak dari Selatan
ambien dalam kondisi kabut asap dilakukan hingga Tenggara. Hal ini menyebabkan
pada 7 (tujuh) kabupaten/kota yaitu Kota kejadian kebakaran hutan dan lahan yang
Payakumbuh, Kota Pariaman, Kota Padang terjadi di Selatan pulau Sumatera
Panjang, Kabupaten Tanah Datar, memberikan dampak kabut asap di
Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Sumatera Barat.
Agam dan Kabupaten Lima Puluh Kota. Dari hasil pemantauan kondisi
Untuk Kabupaten Tanah Datar, Kota kabut asap pada beberapa kabupaten/kota
Payakumbuh dan Kota Pariaman, lokasi di Sumatera Barat diketahui bahwa kabut
pemantauan pada kondisi kabut asap asap secara umum telah mempengaruhi
dilakukan pada lokasi yang sama dengan kualitas udara ambien terutama untuk
pemantauan dalam kondisi normal, parameter PM10, dimana nilainya telah
sedangkan untuk Kabupaten Agam, mendekati bahkan melewati batas baku
Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten mutu yang ditetapkan.
Pasaman Barat dan Kota Padang Panjang Berdasarkan Indeks Standar
lokasi pemantauan disesuaikan dengan Pencemar Udara (ISPU) terutama untuk
permintaan pemerintah daerah masing- parameter PM10, kualitas udara di Sumatera
masing. Barat pada kondisi kabut asap berkisar
Untuk kabut asap yang dialami sedang hingga tidak sehat.
pada bulan September hingga Oktober 2014,
pemantauan hanya bisa dilakukan pada 1
(satu) daerah yaitu Kabupaten Dharmasraya
Gambar 2.94 Kualitas Udara Ambien Kondisi Kabut Asap Menurut Indeks Standar Pencemar
Udara (ISPU) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
Sumber : Olahan Tabel SD-18B Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
mengalami peningkatan yaitu dari 167,7 kurang baik dapat menghasilkan HC. Pada
µg/Nm3 di tahun 2013 menjadi rata-rata umumnya pada pagi hari kadar HC di udara
727,73 µg/Nm3. tinggi, namun pada siang hari menurun. Sore
Sumber HC pada lokasi berasal dari hari kadar HC akan meningkat dan
sarana transportasi, kondisi mesin yang kemudian menurun lagi pada malam hari.
Sumber : Olahan Tabel SD 18-E, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.
dan memenuhi kesempatan kerja. Isu minimum) serta analisis perbandingan antar
lingkungan kritis pengelolaan wilayah pesisir, lokasi dan baku mutu. Sementara
Gambar 2.96 Luas Tutupan Terumbu Karang Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
Sumber : Olahan Tabel SD-19 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-19, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-19B Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-20A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-20 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Dibandingkan dengan tahun 2013, Barat yaitu Kota Padang dan Kabupaten
kerusakan padang lamun di tahun 2014 Pesisir Selatan mengalami penurunan.
pada 2 (dua) kabupaten/kota di Sumatera
Sumber : Olahan Tabel SD-20C, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.5.3. Luas dan Kerapatan Tutupan siklus unsur hara. Tekanan yang berlebihan
Mangrove terhadap kawasan hutan mangrove untuk
Hutan mangrove terdapat di berbagai kepentingan tanpa mengindahkan
sepanjang garis pantai di kawasan tropis, kaidah-kaidah pelestarian alam telah
dan menjadi pendukung berbagai jasa mengakibatkan terjadinya penurunan luas
ekosistem, termasuk produksi perikanan dan hutan mangrove yang cukup drastis.
Sumber : Olahan Tabel SD-21, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-21A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-21A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Kerusakan mangrove pada 7 (tujuh) tingkat kerusakan tertinggi dijumpai di
kabupaten/kota di Sumatera Barat mencapai Kabupaten Agam yaitu sebesar 68 %
36.081 Ha dengan rata-rata tingkat sedangkan di tahun 2014 tingkat kerusakan
kerusakan mencapai 57 %. Kerusakan tertinggi dijumpai di Kota Pariaman yaitu
terluas terdapat di Kabupaten Kepulauan sebesar 79 %, sementara itu Kabupaten
Mentawai seluas 24.672 Ha dengan tingkat Kepulauan Mentawai mengalami tingkat
kerusakan 19 %, sementara luas kerusakan kerusakan yang lebih rendah dibandingkan
terkecil terdapat di Kota Pariaman namun kabupaten/kota lainnya baik di tahun 2013
tingkat kerusakan mencapai 79 %. maupun tahun 2014 yaitu sebesar 19 %.
Dibandingkan dengan tahun 2013, Kenaikan tingkat kerusakan mangrove
persentase tingkat kerusakan mangrove di terbesar ditemui di Kota Padang dan Kota
tahun 2014 mengalami peningkatan dari Pariaman yaitu masing-masing naik
rata-rata 45 % menjadi 57 %. Di tahun 2013 mencapai 24 %
Sumber : Olahan Tabel SD-21B Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
(garis lintang nol derajat) tepatnya di Pada tahun 2014, berdasarkan data
Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman. yang diperoleh dari 5 (lima) stasiun iklim di
Karena itu Sumatera Barat mempunyai iklim Sumatera Barat yaitu Stasiun Sicincin,
tropis dengan rata-rata suhu udara 25,8°C Stasiun BIM Padang, Stasiun Padang
dan rata-rata kelembaban yang tinggi yaitu Panjang, GAW Bukittingi dan Stasiun Teluk
85,8% dengan tekanan udara rata-rata Bayur Padang, musim hujan di Sumatera
berkisar 995,4 mb. Ketinggian permukaan Barat jatuh di bulan Oktober dengan curah
daratan Provinsi Sumatera Barat sangat hujan rata-rata 569,6 mm dan mencapai
bervariasi, sebagian daerahnya berada pada puncaknya di bulan November dengan curah
dataran tinggi kecuali Kabupaten Pesisir hujan rata-rata 654,8 mm, sedangkan curah
Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman dan dengan rata-rata curah hujan 146,2 mm.
memiliki curah hujan yang tinggi yaitu rata- 24,88°C, dengan suhu terendah 24,2°C dan
rata 322,6 mm/bulan. Dalam tahun-tahun tertinggi 25,7°C. Iklim di Sumatera Barat
terakhir ini, keadaan musim di Sumatera akan dibahas lebih lanjut pada sub bab
berikutnya.
dari 5 (lima) stasiun klimatologi di Sumatera bulan Maret yaitu 38 mm. (Gambar 2.102)
Barat, rata-rata curah hujan di Sumatera secara umum terdapat 2 (dua) puncak
Barat berkisar 31 mm – 1046 mm, dengan musim hujan di Sumatera Barat pada tahun
rata-rata curah hujan terendah diperoleh di 2014 yaitu pada bulan April dan November
bulan Februari sedangkan curah hujan dengan jumlah hari hujan masing-masing 20
tertinggi diperoleh di bulan November. Pada hari dan 26 hari, namun rata-rata curah
bulan Februari curah hujan terendah hujan di bulan April lebih rendah yaitu 406,4
diperoleh dari Stasiun GAW Bukittinggi yaitu mm dibandingkan dengan rata-rata curah
103 mm sementara itu pada bulan hujan di bulan November yaitu 654,8 mm,
November curah hujan tertinggi diproleh dari sedangkan rata-rata curah hujan terendah
Stasiun Sicincin yaitu 928 mm. terjadi di bulan Februari yaitu 146,2 mm
Rata-rata curah hujan terendah dengan jumlah hari hujan 7 hari dan bulan
diperoleh dari Stasiun GAW Bukittinggi yaitu Juli dengan jumlah hari hujan 8 hari (Gambar
Gambar 2.107 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Sumatera Barat tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-22, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-22A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-23 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.111 Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-23A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-23A, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-23A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.114 Suhu Udara Rata-rata Sumatera Barat Tahun 2013 – 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-23E Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
2.6.3 Kualitas Air Hujan hujan asam, nilai ini telah dapat
Kualitas air hujan Sumatera Barat dikategorikan hujan asam.
ditinjau dari parameter pH, DHL, SO4, NO3, Dibandingkan dengan kualitas air
NH4, Na, Ca2+, dan Mg2+ menunjukkan hujan tahun 2013, kualitas air hujan di
bahwa kualitas air hujan di Sumatera Barat tahun 2014 cenderung mengalami
tergolong baik karena nilainya untuk penurunan nilai untuk 5 (lima) parameter
masing-masing parameter masih yaitu pH turun sebesar 0,65, SO4 turun
memenuhi batas baku mutu menurut sebesar 0,01 mg/l, Na turun sebesar 0,08
Permenkes No. 416/MenKes/Per/IX/1990 mg/l, Ca2+ sebesar 0,04 mg/l dan Mg2+
tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan sebesar 0,02 mg/l. Sementara itu untuk
Kualitas Air , kecuali untuk nilai pH di bulan parameter DHL, NO3 dan NH4 mengalami
Januari, April, Oktober dan November yang kenaikan nilai masing-masing sebesar 9,79
nilainya dibawah baku mutu. Nilai pH mg/l, 0,08 mg/l dan 0,09 mg/, dimana nilai
terendah terjadi di bulan Oktober dengan tersebut masih memenuhi batas baku mutu
nilai 4,52 dan jika dibandingkan dengan pH
Sumber : Olahan Tabel SD-24 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.116 Kualitas Air Hujan Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-24A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 2.117 Perbandingan Jumlah Bengkel Pengguna Bahan Perusak Ozon (BPO)
Tahun 2013 - 2014
Sumber : Olahan Tabel SD-23C Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumatera Barat dari tahun ketahun tentang sering terjadi di Sumatera Barat pada
bencana masih belum berubah. Secara tahun ini adalah banjir, longsor, angin
geografis, Provinsi Sumatera Barat terletak puting beliung dan kebakaran hutan/
dengan 30 30’ Lintang Selatan serta 980 b Terjadinya peristiwa banjir, longsor,
36’ sampai dengan 1010 53’ Bujur Timur angin puting beliung dan kebakaran
dengan total luas wilayah sekitar 42.297,30 hutan / lahan tahun 2014 telah
pulau besar dan kecil di sekitarnya, c Daerah yang secara rutin mengalami
Provinsi Sumatera Barat tidak berbeda banjir dan longsor dengan luasan
dengan wilayah Provinsi lainnya di cukup besar berada pada daerah yang
besar (lempeng Eurasia dan lempeng Indo- Sumatera Barat bencana alam berupa
Di dekat pertemuan lempeng terdapat kabupaten/kota hal ini terjadi karena pada
patahan Mentawai. Ketiganya merupakan tahun ini sudah mulai terjadi kenaikan
daerah seismik aktif. Menurut catatan ahli intensitas hujan. Total kerugian material
gempa wilayah Sumatera Barat memiliki dari kejadian ini mencapai Rp.
16.994.725.000,- dengan total area yang
Gambar 2.118 Perkiraan Kerugian (Rp) dan Total Area Terendam (Ha) Kabupaten / Kota
Yang Mengalami Bencana Banjir Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel BA-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Sumber : Olahan Tabel BA-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Sumber : Olahan Tabel BA-1, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Perbandingan data dari tahun sangat signifikan pada total luasan area
2012 sampai tahun 2014, maka tahun 2014 yang tergenang akibat banjir menurun dari
di Propinsi Sumatera Barat terjadi 793 Ha menjadi 99.484,55 Ha. Bencana
penurunan jumlah angka kerugian akibat banjir yang terjadi di Sumatera Barat dalam
banjir yakni Rp. 16.994.725.000,- dari kurun waktu 3 tahun (2012 - 2014), pada
luasan area yang terendam 99.484,55 Ha. tahun 2012 mengalami penurunan jumlah
Dibanding dengan yang terjadi pada tahun terjadi di 10 (sepuluh) kabupaten/kota,
2012 dengan tingkat kerugian mencapai pada tahun 2013 jumlahnya mengalami
Rp.242.864.110.500,- dan luasan area peningkatan yakni 12 kabupaten/kota,
yang tergenang 793 Ha. Sedangkan pada tahun 2014 mengalami peningkatan
tahun 2013 akibat banjir adalah sebesar menjadi jumlahnya 14 kabupaten/kota,
Rp.43.276.520.000,- dengan total luasan dibanding dengan yang terjadi pada tahun
area yang terendam 2.254.25 Ha. Akibat 2014 dan tahun 2012 total kerugian
bencana banjir tahun 2012-2014 ini terjadi mengalami penurunan yang cukup
penurunan kerugian material yang sangat signifikan tahun ini. Disamping itu
signifikan namun terjadi kenaikan yang peningkatan luas lahan dengan total area
terendam dalam kurun waktu 3 tahun pada Perbandingan luas area yang terendam
tahun 2014 mengalami kenaikan yang dan jumlah kerugian tahun 2012 sampai
disebabkan oleh kondisi tanah sebagai tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar
penyimpan air telah mengalami degradasi. .2.121 berikut.
Gambar 2.121 Perbandingan Total Luas Area Terendam dan Total Kerugian Akibat Banjir
di Sumatera Barat Tahun 2012 - 2014
Sumber : Olahan Tabel BA-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Gambar 2.122 Perbandingan Total Luas Area Terendam dan Total Kerugian Akibat Banjir
19 Kabupaten/Kota
Sumber : Olahan Tabel BA-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Gambar 2.123 Perbandingan Jumlah Korban mengungsi dan Korban Meninggal Akibat
Bencana Banjir Tahun 2013 - 2014
Sumber : Olahan Tabel BA-1B, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Peristiwa kejadian bencana alam dengan dampak ini total kerugian material
di kawasan pantai dalam kurun waktu sebesar Rp. 760.000, tahun 2009 terjadi
hingga sampai tahun 2014 terjadi di 5 gempa tektonik dengan kerugian materail
(lima) kabupaten/kota yakni Kota sebesar Rp.150.000.000, sedangkan
Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, tahun 2010 terjadi bencana tsunami dan
Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten tahun 2011 terjadi banjir / ROB akibat
Agam dan Kabupaten Padang Pariaman. kerugian material yang ditimbulkan sebesar
Kota Pariaman pada tahun 2007 dengan Rp. 310.000. Kabupaten Pasaman Barat
peristiwa bencana abrasi pantai akibat terjadi bencana alam yakni abrasi pantai
kerugian material yang ditimbulkan sebesar pada tahun 2012, di tahun 2007 Kabupaten
Rp.15.000.000, tahun 2009 terjadi gempa Agam terjadi abrasi pantai dan Kabupaten
dengan kerugian material yang ditimbulkan Padang Pariaman dari tahun 2006 – 2010
sebesar Rp.1.125.000.000, dan tahun terjadi 5 ( lima ) peristiwa bencana alam
2012 terjadi banjir / ROB akibat kerugian yakni abrasi pantai, gelombang pasang,
material yang ditimbulkan sebesar banjir/ROB, gempa vulkanik dan gempa
Rp.128.400.000 akibat dampak dari tektonik, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
peristiwa ini, tahun 2008 Kabupaten Pesisir pada Gambar 2.124.
Selatan terjadi bencana abrasi pantai
Untuk kejadian bencana ini, pada bencana banjir dan tanah longsor yakni
tahun 2014 terjadi pada 12 Kabupaten/ sebanyak 16 kali, Kabupaten Pasaman
Kota di Sumatera Barat dengan Frekuensi Barat sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten
bencana banjir dan longsor ini yang paling Pasaman sebanyak 2 (dua) kali,
sering terjadi yakni di Kota Solok sebanyak Kabupaten Kepulauan Mentawai sebanyak
20 kali, karena Kota Solok yang 8 (delapan) kali dan di Kabupaten Agam
mempunyai topografi dengan kemiringan sebanyak 7 (tujuh) kali kejadian banjir dan
yang cukup tinggi sehingga daerah ini longsor sedangkan 7 (tujuh) Kabupaten/
rentan dengan terjadinya bencana. Kota lain yang tidak ada terjadi bencana
Selanjutnya Kota Payakumbuh sebanyak banjir dan tanah longsor ini yakni Kota
14 kali, Kota Padang sebanyak 3 (tiga) kali, Pariaman, Kota Sawahlunto, Kota
Kabupaten Padang Pariaman sebanyak 6 Bukitinggi, Kota Padang Panjang,
(enam) kali, Kabupaten Tanah Datar Kabupaten Sijunjung, Kabupaten
sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten Solok Dharmasraya, dan Kabupaten Lima Puluh
Selatan sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten Kota untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Solok sebanyak 1 (satu) kali, sedangkan di Gambar 2.125 dibawah ini.
Kabupaten Pesisir Selatan sering terjadi
Sumber : Olahan Tabel BA-1D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Sumber : Olahan Tabel BA-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Sumber : Olahan Tabel BA-3A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Berdasarkan data pada Tabel BA-3B Buku kering memungkinkan terjadi kesengajaan
Data SLHD Provinsi Sumatera Barat Tahun karena membuka lahan dengan membakar
2014 jumlah hotspot pada kejadian akan lebih murah atau menyuburkan tanah,
kebakaran hutan tahun 2014 sejumlah 280 irit pupuk sehingga rentan terjadi
titik api, jumlah titk api ini menurun tajam kebakaran. Kebakaran bukan alam yang
jika dibandingkan pada tahun 2012 yakni menjadi faktor utama tetapi kesalahan
sejumlah 686 titik api. Timbulnya jumlah kebijakan dan praktik manusia itu sendiri.
hotspot penyebab adanya konversi Sepanjang tahun 2011 sampai 2014
kawasan gambut menjadi kawasan mengalami peningkatan dan penurunan
perkebunan sawit, maka genangan air jumlah titik hotspot. Pada tahun 2011
yang harusnya di lahan gambut, menjadi sejumlah 545 titik api terjadi sebanyak 13
Gambar 2.128 Jumlah Hotspot Kebakaran Hutan di Sumatera Barat Tahun 2011 - 2014
Sumber : Olahan Tabel BA-3B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Data tahun 2011 sampai 2014 , kebakaran hutan paling sering terjadi yakni
tentang bencana kebakaran hutan di di Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten
Provinsi Sumatera Barat, daerah-daerah Dharmasraya, dan Kota Padang yakni
yang sering terjadi bencana kebakaran sebanyak 4 (empat ) kali, sedangkan pada
hutan adalah Kabupaten Lima Puluh Kota, tahun 2013 frekuensi bencana kebakaran
Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, hutan sebanyak 1 (satu) kali yaitu di
dan Kabupaten Pesisir Selatan. Selama Kabupaten Agam sedangkan tahun 2014
tahun 2011 dengan 10 kali terjadi frekuensi bencana kebakaran hutan
bencana kebakaran hutan, pada tahun sebanyak 5 (lima) kali di Kabupaten
2012 kejadian bencana kebakaran hutan Pasaman Barat ,Kabupaten Dharmasraya,
ini pada 3 (tiga) Kabupaten/Kota di Kabupaten Pasaman dan Kota Padang.
Sumatera Barat dengan frekuensi bencana
Gambar 2.129 Frekuensi Bencana Kebakaran Hutan Pada Tahun 2011 - 2014
orang meninggal dunia yakni di Kabupaten di wilayah kota terjadi di Kota Sawahlunto
Padang Pariaman telah menyebabkan 1 dengan kerugian finansial sebesar Rp.
orang meninggal dunia, dan Kabupaten 6.226.515.338,-. Secara teknis kabupaten/
Sijunjung yang mengakibatkan 2 (dua) kota yang mengalami tanah longsor dan
orang meninggal dunia. Kabupaten yang gempa bumi termasuk daerah rawan
mengalami kerugian finansial cukup besar longsor walau sebagian besar daerah ini
akibat tanah longsor yakni pada Kabupaten mempunyai topografi perbukitan dengan
Pasaman Barat dengan jumlah kerugian tingkat kemiringan cukup tinggi.
Rp.5.351.075.000,- sedangkan di Selama tahun 2014 bencana alam tanah
Kabupaten Tanah Datar jumlah kerugian longsor dan gempa bumi yang terjadi
mencapai Rp. 390.000.000,- dengan dapat dilihat pada gambar 2.130 berikut.
kerugian finansial yang sedikit, sedangkan
Gambar 2.130 Jumlah Korban Meninggal Serta Perkiraan Kerugian Akibat Bencana
Tanah Longsor Dan Gempa Bumi Tahun 2014
Sepanjang tahun 2014 terjadi 5 ada korban hilang dan luka/sakit. Untuk
(lima) peristiwa bencana yakni bencana bencana longsor yang signifikan dengan
Abrasi, Banjir, Kebakaran, Longsor, dan total 115 kejadian dengan korban jiwa
Puting Beliung. Peristiwa bencana beserta meninggal 1 (satu) jiwa, sedangkan korban
korban jiwa yang ditimbulkan selama tahun jiwa yang terbanyak ditimbulkan adalah
2014 adalah terjadi sebanyak 308 dengan kejadian bencana banjir yakni meninggal
total korban jiwa meninggal sejumlah 12 11 jiwa selama tahun 2014, sebagaimana
jiwa dari 5 (lima) peristiwa bencana ini tidak Gambar 2.131 di bawah ini.
Peristiwa bencana selama tahun 2014 rusak berat ditimbulkan dari bencana
menimbulkan kerugian material sebanyak Puting Beliung yakni 89 rumah, 75 rumah
total 185 rumah rusak berat, 127 rumah rusak sedang dan 212 mengakibatkan
rusak sedang dan 276 rumah rusak ringan rumah rusak ringan.
yang signifikan yang mengakibatkan rumah
Gambar 2.132 Jumlah Kerusakan Rumah dan Total Kerusakan Bencana Alam
Tahun 2014
Sebanyak 5 (lima) peristiwa bencana yang kejadian hanyut daerah kabupaten yang
terjadi di Sumatera Barat pada tahun 2014 signifikan yakni Kabupaten Pesisir Selatan.
yakni angin kencang, banjir, hanyut/ Untuk kejadian kebakaran sebanyak 30
tenggelam, kebakaran dan longsor terjadi terjadi di 2 (dua) kabupaten yaitu
di 14 kabupaten/kota kejadian bencana Kabupaten Padang Pariaman dan
angin kencang yakni di Kabupaten Padang Kabupaten Pesisir Selatan dan sebanyak
Pariaman dengan jumlah 40 bencana banjir 26 kejadian longsor daerah kabupaten
yaitu pada Kabupaten Agam dengan yang signifikan yakni Kabupaten Lima
jumlah 13, sedangkan 9 (sembilan) Puluh Kota.
Sumber : Olahan Tabel DE-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Laju pertumbuhan penduduk Provinsi menjadi 1,39 % dan merupakan LPP tertinggi jika
Sumatera Barat jika dilihat dari tren selama lima tahun melihat data 5 tahun terakhir. Laju pertumbuhan
terakhir cenderung mengalami penurunan. Pada tahun penduduk berikutnya mengalami penurunan menjadi
2010 LPP Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar 1,36 % pada tahun 2012, kemudian 1,33 % pada
1,34 %, mengalami peningkatan pada tahun 2011 tahun 2013 dan terakhir di tahun 2014 menjadi 1,29 %.
Gambar 3.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 – 2014
Sumber : Olahan Tabel DE-1E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika melihat sebaran penduduk di Provinsi Bukittinggi yaitu sebesar 4.773,81 jiwa/km2, diikuti oleh
Sumatera Barat yang berjumlah 5.131.882 jiwa, Kota Kota Padang Panjang dengan kepadatan penduduk
Padang merupakan wilayah dengan sebaran sebesar 2.182,96 jiwa/km2 dan Kota Payakumbuh
penduduk tertinggi yaitu 17,33 %, diikuti oleh dengan kepadatan sebesar 1.562,73 jiwa/km2.
Kabupaten Agam dengan sebaran penduduk sebesar Sedangkan daerah dengan kepadatan penduduk
9,22 % dari Kabupaten Pesisir Selatan sebesar 8,70 % terendah di Kabupaten Kepulauan Mentawai sebesar
sedangkan penduduk yang terendah sebarannya 13,91 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
terdapat di Kota Padang Panjang sebesar 0,98 %. Gambar 3.3 dibawah ini.
Berdasarkan tekanan penduduk terhadap
wilayah, maka daerah di Provinsi Sumatera Barat yang
memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota
Gambar 3.3 Kepadatan Penduduk dan Sebaran Penduduk Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel DE-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika melihat perbandingan laju pertumbuhan dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Tetapi pada
penduduk Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014 tahun 2014 laju pertumbuhan penduduk tertinggi ini
dengan tahun yang lalu, pada umumnya laju terdapat di Kota Solok, diikuti oleh Kabupaten
pertumbuhan penduduk Kabupaten/Kota cenderung Dharmasraya dan Kabupaten Pasaman Barat.
mengalami penurunan. Laju pertumbuhan penduduk Sedangkan laju pertumbuhan penduduk terendah
yang mengalami peningkatan hanya terdapat di Kota pada tahun 2013 terdapat di Kabupaten Tanah Datar
Solok yakni sebesar 2,15 persen di tahun 2013 dan pada tahun 2014 laju pertumbuhan penduduk
meningkat menjadi 6,88 persen pada tahun 2014. terendah terdapat di Kabupaten Solok. Untuk lebih
Pada tahun 2013, laju pertumbuhan jelasnya perbandingan laju pertumbuhan penduduk
penduduk tertinggi terdapat di Kabupaten tahun 2013 dan tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar
Dharmasraya diikuti oleh Kabupaten Pasaman Barat 3.4 di bawah ini.
Gambar 3.4 Pertumbuhan Penduduk 2 (dua) Tahun Terakhir Tahun 2013 - 2014
Sumber : Olahan Tabel DE-1D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.1.1.2. Jumlah Penduduk Laki-laki dan daerah yang ada di Provinsi Sumatera Barat
Perempuan didominasi oleh penduduk perempuan. Jumlah
Jika melihat jumlah penduduk Provinsi penduduk perempuan terbesar terdapat di Kota
Sumatera Barat menurut jenis kelamin, jumlah Padang yakni 445.665 jiwa sedangkan jumlah
penduduk perempuan lebih banyak dibanding penduduk laki-laki jumlahnya sebesar 443.896 jiwa.
penduduk laki-laki. Jumlah penduduk perempuan di Dari 19 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi
Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar 2.581.895 Sumatera Barat, hanya beberapa daerah saja di yang
jiwa, sedangkan jumlah penduduk laki-laki adalah dominan laki-laki, yakni Kabupaten Kepulauan
2.549.987 jiwa, hal ini juga terlihat berdasarkan rasio Mentawai, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten
jenis kelamin penduduk laki-laki terhadap penduduk Pasaman Barat dan Kabupaten Solok Selatan.
perempuan sebesar 98,76 %. Secara umum daerah-
Sumber : Olahan Tabel DE-2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Berdasarkan rasio jenis kelamin penduduk laki-laki di keempat daerah tersebut lebih banyak
tahun 2013 dan tahun 2014, terjadi kenaikan dari dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Secara
98,64 % pada tahun 2013 menjadi 98,76 % pada umum, rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten/Kota
tahun 2014. Berdasarkan gambar 3.6 dapat dilihat di Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 mengalami
bahwa rasio jenis kelamin penduduk yang diatas 100 kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2013, hanya
% hanya terdapat di 4 daerah yaitu Kabupaten Kabupaten Kepulauan Mentawai yang mengalami
Kepulauan Mentawai, Kabupaten Dharmasraya, penurunan yakni sebesar 108,05 % pada 2013
Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman menjadi 107,91 % pada tahun 2014.
Barat yang dapat diartikan bahwa jumlah penduduk
Gambar 3.6 Rasio Jenis Kelamin Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014
Sumber : Olahan Tabel DE-2B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.1.1.3. Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut penduduk pesisir dan laut terbesar ada di Kota
Provinsi Sumatera Barat memiliki panjang Padang sebesar 469.511 jiwa atau 23.566 rumah
garis pantai sepanjang 1.378 km dan seluruhnya tangga dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 31
bersentuhan dengan Samudera Indonesia dengan desa/kelurahan dan jumlah penduduk pesisir dan laut
luas perairan laut sebesar 186.580 km². Jumlah terkecil berada di Kota Pariaman dengan jumlah
penduduk yang bermukim di wilayah pesisir dan laut penduduk sebesar 25.622 jiwa atau 5.492 rumah
ini adalah sebesar 1.426.491 jiwa atau sebanyak tangga dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 14
175.353 rumah tangga (KK). Wilayah yang memiliki desa/kelurahan.
Sumber : Olahan Tabel DE-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika dilihat perbandingan jumlah penduduk Pasaman Barat pada tahun 2013 dengan jumlah
wilayah pesisir dan laut tahun 2014 dengan tahun penduduk sebesar 49.951 jiwa meningkat di tahun
2013 dan tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah 2014 menjadi 156.987 jiwa. Untuk daerah yang
penduduk pesisir dan laut yang cukup signifikan di mengalami penurunan jumlah penduduk pesisir dan
Kota Padang dan Kabupaten Pasaman Barat. Jumlah laut cukup signifikan adalah Kabupaten Padang
penduduk pesisir dan laut Kota Padang pada tahun Pariaman yakni sebanyak 152.440 jiwa pada tahun
2013 sebanyak 54.521 jiwa meningkat di tahun 2014 2013 menjadi 65.544 jiwa di tahun 2014.
menjadi 469.511 jiwa, sedangkan Kabupaten
Sumber : Olahan Tabel DE-3A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Berdasarkan jumlah kecamatan yang berada kecamatan dan diikuti oleh Kabupaten Kepulauan
di wilayah pesisir dan laut Sumatera Barat, Kabupaten Mentawai sebanyak 10 kecamatan, sedangkan daerah
Pesisir Selatan merupakan daerah yang memiliki yang paling sedikit adalah Kabupaten Agam dengan
kecamatan dengan jumlah terbanyak yakni 12 jumlah 1 kecamatan.
Sumber : Olahan Tabel DE-3B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.1.1.4. Jumlah Penduduk Laki-laki dan jumlah 85.344 jiwa laki-laki dan 81.095 jiwa
Perempuan Menurut Tingkatan Pendidikan perempuan.
Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk di Jika dilihat berdasarkan jumlah penduduk
Provinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk yang tidak dengan tingkat pendidikan tinggi
sekolah masih cukup tinggi angkanya. Penduduk laki- (Diploma/Sarjana/S2/S3) di Provinsi Sumatera Barat
laki yang tidak sekolah mencapai 366.386 jiwa dan angkanya mencapai 293.572 jiwa. Jumlah tertinggi
perempuan mencapai 348.121 jiwa. Sedangkan merupakan tingkat pendidikan Diploma dengan jumlah
jumlah penduduk laki-laki yang berpendidikan SD 96.437 jiwa laki-laki dan 63.842 jiwa perempuan.
mencapai 478.803 jiwa dan jumlah perempuan Jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi
berpendidikan SD sebesar 439.000 jiwa. Untuk terkecil adalah penduduk dengan tingkat pendidikan
Provinsi Sumatera Barat dengan penduduk tidak S3 yakni berjumlah 1.365 jiwa laki-laki dan 891 jiwa
sekolah tertinggi terdapat di Kabupaten Agam dengan perempuan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 3.10 di bawah ini.
Gambar 3.10 Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Menurut Tingkat Pendidikan
Sumber : Olahan Tabel DS-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sedangkan di wilayah pesisir, penduduk tidak tamat tertinggi terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan
SLTP di Provinsi Sumatera Barat berjumlah 19.799 sedangkan penduduk yang tamat SLTA berjumlah
jiwa dan jumlah yang tertinggi terdapat di Kabupaten 22.518 jiwa dan yang tertinggi terdapat di Kabupaten
Pasaman Barat dengan jumlah 19.776 jiwa. Penduduk Pesisir Selatan.
yang tamat SLTP berjumlah 25.058 jiwa dan yang
Sumber : Olahan Tabel DS-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Pemukiman merupakan suatu kebutuhan manusia bermukim bukan sekedar sebagai tempat
pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. berteduh, namun lebih dari itu mencakup rumah dan
Dari deretan lima kebutuhan hidup manusia pangan, segala fasilitasnya seperti persediaan air minum,
sandang, pemukiman, pendidikan dan kesehatan, penerangan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan
3.2.1. Sumber Tekanan stel pakaian, 10). tidak mampu berobat ke Puskesmas
Sumber tekanan terhadap pemukiman dapat jika sakit, 11). lapangan pekerjaan buruh tani, buruh
dilihat dari banyaknya rumah tangga miskin, jumlah bangunan dan lainnya, 12). pendapatan total rumah
rumah tangga yang mimiliki fasilitas sumber air minum, tangga di bawah Rp 600 ribu per bulan, 13).
fasilitas tempat buang air besar, falitas jamban dan pendidikan tertinggi tidak tamat sekolah dan tidak
tinja. tamat SD, 14). tidak memiliki tabungan, 15). barang
yang mudah dijual nilainya tidak sampai Rp 500 Ribu,
3.2.1.1. Jumlah Rumah Tangga Miskin dan 16). tidak memiliki kompor untuk memasak. Dari
Berdasarkan standar BPS kriteria suatu 312.640 Kepala Keluarga di 19 Kabupaten/Kota
rumah tangga disebut miskin bila 1). luas lantai Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 terdapat 123.532
kurang dari 8 meter per anggota rumah tangga, atau 39,5% KK yang merupakan rumah tangga miskin.
2).jenis lantai dari tanah, 3). dinding rumah kayu atau Jumlah rumah tangga miskin terbanyak berada di
bambu, 4). tidak memiliki fasilitas MCK, 5). sumber air Kabupaten Agam dengan jumlah 14.833 rumah
minum bukan PDAM, 6). penerangan bukan listrik, 7). tangga, Kabupaten Pasaman dengan jumlah 14.833
hanya mampu membeli daging maksimal 1 kali rumah tangga, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
sepekan, 8). frekuensi makan maksimal dua kali Tabel 3.1.
sehari, 9). dalam setahun hanya mampu membeli 1
Tabel 3.1 Persentase Rumah Tangga Miskin di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Jumlah Rumah Jumlah Rumah
N0. Kabupaten/ Kota %
Tangga (KK) Tangga Miskin (KK)
1. Kabupaten Agam 23.417 14.833 63,34
2. Kabupaten Pasaman 25.978 15.514 59,72
3. Kota Pariaman 2988 1.595 53.20
4. Kabupaten Sijunjung 12.921 6.180 47,83
5. Kabupaten Pasaman 25.978 15.514 59,72
6. Kabupaten Sijunjung 12.921 6.180 47,83
7. Kota Sawahlunto 2.290 1.050 45,85
8. Kabupaten Pasaman Barat 32.102 14.685 45,74
Sumber : Olahan Tabel SE-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Persentase jumlah rumah tangga miskin kecendrungan menurun. Persentase penurunan rumah
tertinggi ada di Kabupaten Agam sebanyak 63,34 % tangga miskin terbesar adalah Kota Bukittinggi dengan
diikuti oleh Kabupaten Pasaman 59,72 % dan Kota 83,57 %, diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dan
Pariaman 53,20 %. Persentase Kabupaten/Kota Kabupaten Tanah Datar dengan 76 %, Kabupaten
dengan jumlah keluarga miskin tertinggi dapat di lihat Dharmasraya dengan 70,74 % dan Kota Padang serta
pada Tabel 3.1. Kabupaten Lima Puluh Kota dengan 64 %
Perbandingan jumlah rumah tangga miskin sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3.13 berikut.
tahun 2012-2014 meningkat pada 2 Kabupaten/Kota
yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Pasaman
sedangkan 16 Kabupaten/Kota mempelihatkan
Gambar 3.13 Jumlah dan Persentase Penurunan Rumah Tangga Miskin Terbesar di 7 Kabupaten/Kota
Sumber : Olahan Tabel SE-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jumlah penduduk miskin di perkotaan dan rata persentase penurunan penduduk miskin di
pedesaan melihatkan kecendrungan menurun dari perkotaan adalah 7,45 % per tahun sedangkan di
tahun 2012- 2014. Total penduduk miskin perkotaan pedesaan adalah 4,56 % per tahunnya sebagaimana
dan pedesaan di tahun 2012 adalah 526.909 jiwa dan Gambar 3.14.
pada tahun 2014 menjadi 463.720 jiwa, dengan rata-
Sumber : Olahan Tabel SE-1B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.2.1.2. Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air 203.471 orang sedangkan penduduk di Kabupaten
Minum lebih banyak memanfaatkan sumur sebagai sumber air
Sumber Air minum yang dimanfaatkan oleh minumnya dengan jumlah 256.704 orang. Secara
rumah tangga di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera keseluruhan ledeng lebih banyak sebagai air minum,
Barat tahun 2014 adalah ledeng, sumur, sungai, hujan, baik penduduk kota maupun kabupaten dengan jumlah
kemasan dan lainnya. Penduduk kota lebih banyak 375.051 orang sebagaimana terlihat dalam Gambar
memanfaatkan air minum dari sumber ledeng yaitu 3.15.
Gambar 3.15 Jumlah Penduduk dengan Sumber Air Minum di Kabupaten/Kota Tahun 2014
Sumber : OlahanTabel SE–2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Dilihat dari persentasenya pemakaian air ledeng 40 %, kemasan 7 % dan air hujan 3 % serta
sumur di kota maupun di kabupaten lebih banyak sungai 2 %. Sebagaimana yang terlihat pada Gambar
dimanfaatkan sebagai sumber air minum yaitu 41 %, 3.16.
Gambar 3.16 Persentase Sumber Air Minum di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : OlahanTabel SE–2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 3.17 Jumlah Penduduk dan Persentase Yang Memiliki Akses Air Minum
Sumber : Olahan Tabel SE–2A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jumlah penduduk yang memiliki akses air meningkat di tahun 2014 menjadi 3.962.034 orang dari
minum yang memenuhi syarat pada tahun 2014 3.915.422 orang di tahun 2013 atau meningkat 1,2 %.
terbanyak di Kota Padang yaitu 748.312 orang, Peningkatan di kota adalah 9.243 orang atau 0,1 %
Kabupaten Pesisir Selatan 333.550 orang, Kabupaten sedangkan peningkatan di kabupaten adalah 37.369
Agam 353.424 orang dan Kabupaten Padang orang atau 0.01 % sebagaimana terlihat pada Gambar
Pariaman sebanyak 283.587 orang. Total penduduk 3.18.
yang memiliki akses air minum yang memenuhi syarat
Gambar 3.18 Jumlah Penduduk Yang Memiliki Akses Air Minum Memenuhi Syarat
Sumber : OlahanTabel SE–2C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Pemanfaatan sumur sebagai sumber air kewalahan dalam pelayanan air dan air sering tidak
minum meningkat dari tahun 2013 ke tahun 2014 mengalir ke rumah penduduk, dan akibatnya
sebanyak 47.792 orang atau meningkat 16,58 %, masyarakat lebih memilih sumur karena
sedangkan ledeng, sungai, hujan dan sumber lainnya ketersediannya setiap hari sebagaimana Gambar 3.19.
semakin berkurang dimanfaatkan oleh masyrakat kota.
Hal ini diakibatkan karena semakin tingginya tingkat
pencemaran sungai serta kuantitas air sungai yang
mulai berkurang sehingga PDAM Kota mulai
Gambar 3.19 Perbandingan Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum
di Kota Tahun 2013-2014
Sumber : OlahanTabel SE–2C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.2.1.3. Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas rumah tangga yang mempunyai fasilitas tempat buang
Tempat Buang Air Besar air besar sendiri adalah 1.793.898 rumah tangga
Fasilitas tempat buang air besar yang diikuti oleh fasilitas bersama sebanyak 301.886 rumah
dimanfaatkan rumah tangga di Kabupaten/Kota di tangga dan umum sebanyak 183.321, sedangkan
Sumatera Barat adalah fasilitas sendiri, bersama, 407.411 rumah tangga tidak mempunyai fasilitas
umum dan bahkan ada yang tidak mempunyai tempat tempat buang air besar sebagaimana pada Gambar
buang air besar di rumah tangganya. Dari Tabel SP-8, 3.20.
Gambar 3.20 Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar
Sumber : OlahanTabel SP–8 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Dari Tabel SP-8B, pada tahun 2014 Kota bersih sendiri di Provinsi Sumatera Barat tahun 2013
Padang merupakan kota yang memiliki fasilitas tempat adalah 2.756.321 jiwa dan tahun 2014 adalah
buang air besar sendiri yang paling banyak yaitu 2.791.070. Terjadi peningkatan sebesar 83.780 jiwa
660.516 orang dan terendah Kabupaten Kepulauan atau (3.09%), sedangkan fasilitas tempat buang air
Mentawai. Sedangkan fasilitas tempat buang air besar besar bersama meningkat sebesar 41.922 orang
bersama paling banyak di Kabupaten Lima Puluh Kota (8.55 %) dari tahun 2013 sebagaimana terlihat pada
dan paling sedikit di Kota Padang Panjang. Jumlah Gambar 3.21.
penduduk yang mempunyai fasilitas tempat buang air
Gambar 3.21 Perbandingan Penduduk Mempunyai Fasilitas Tempat Buang Air Besar
Tahun 2013 - 2014
Sumber : OlahanTabel SP–8 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.2.1.4. Penduduk Yang Memiliki Akses ke Kabupaten/Kota mulai menerapkan dan mewajibkan
Pembuangan Tinja kompleks pemukiman baru untuk melengkapi dengan
Jumlah penduduk yang memiliki akses ke IPAL untuk pengelolaan limbah cairnya. Dari tabel SP-
pembuangan fasilitas IPAL meningkat di tahun 2014 8A terlihat hanya 3 Kota dan 2 Kabupaten yang telah
menjadi 532.101 orang dari 8.034 orang di tahun 2013 memiliki IPAL di tahun 2013, yaitu Kota Padang, Kota
atau meningkat 65,32 % dan ini berbanding terbalik Payakumbuh, Kota Pariaman dan Kabupaten
dengan kurangnya akses penduduk untuk memiliki Dharmasraya serta Kabupaten Solok. Namun di tahun
tangki septik di tahun 2014 karena menurun dari 2014, 19 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat
3.273.763 orang pada tahun 2013 menjadi 2.130.092 penduduknya telah mulai dilayani oleh IPAL
orang atau turun sebanyak 1.143.671 orang atau sebagaimana terlihat pada Gambar 3.22.
34,93 %. Hal ini terjadi karena beberapa
Gambar 3.22 Perbandingan Penduduk Yang Memiliki Akses Pembuangan Akhir Tinja
Tahun 2013 - 2014
Sumber : OlahanTabel SP–8A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.2.1.5. Penduduk Yang Mempunyai Akses jamban adalah Kota Solok yaitu 89 % dari jumlah
Jamban penduduk, diikuti Kota Sawahlunto dan Kota Pariaman
Total jumlah penduduk yang mempunyai dengan 85 % serta Kota Payakumbuh dengan 80 %
akses jamban di 19 Kabupaten/Kota di Provinsi dari total jumlah penduduk. Berikut dapat dilihat 5
Sumatera Barat adalah 3.593.546 orang dengan kabupaten/kota yang persentase penduduknya
persentase rata-rata per kabupaten/kota adalah 73 %. mempunyai akses jamban, sebagaimana terlihat pada
Persentase terbanyak penduduk yang punya akses Gambar 3.23.
Gambar 3.23 Jumlah dan Persentase Penduduk Yang Memliki Akses Jamban
Tertinggi di 5 Kabupaten/Kota
Total jumlah penduduk yang memliki akses Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman Barat
jamban menurun pada tahun 2014 dibandingkan tahun dan Kabupaten Solok. Perbandingan jumlah penduduk
2013. Kota yang memiliki akses jamban terbanyak yang memiliki akes jamban tahun 2013 -2014 pada ke
adalah Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, 5 Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Gambar 3.24
Sumber : OlahanTabel SP–8D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.2.2. Bentuk Tekanan dan Dampak Terhadap padat sedangkan menurut SNI 19-2454-2002 tentang
Lingkungan Hidup Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, sampah
3.2.2.1. Perkiraan Jumlah Timbulan Sampah per didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri
Hari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak
Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2008 berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan manusia membahayakan lingkungan dan untuk melindungi
sehari-hari dan/atau dari proses alam yang berbentuk investasi pembangunan. Sedangkan timbulan sampah
adalah banyaknya sampah yang timbul dari sumber makanan. Klasifikasi timbulan sampah berdasarkan
yang dinyatakan dalam satuan volume (l/orang/hari) klasifikasi kota yaitu bervariasi dari 2 – 3,5
maupun berat perkapita perhari (kg/orang/hari). l/orang/hari.
Jumlah timbulan ini akan bervariasi nilainya pada satu Berdasarkan jumlah penduduk total dapat
waktu dan waktu lainnya, satu daerah dan daerah ditentukan total timbulan sampah yang dihasilkan
lainnya. Hal ini dikarenakan jumlah timbulan sampah dengan jumlah penduduk 4.349.979 jiwa maka didapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya ada atau timbulan sampah di Provinsi Sumatera Barat tahun
tidaknya proses reduksi di sumber, faktor recycle, 2014 adalah 680.598,64 (m³/hari). Dari Tabel SP-9
faktor geografi dan faktor fisik (lokasi, frekuensi terlihat bahwa Kota Padang dengan jumlah penduduk
pengumpulan sampah dan musim), jumlah penduduk terbanyak yaitu 923.076 orang menghasilkan sampah
dan tingkat hidup, pola hidup, mobilitas masyarakat, sebesar 472.097,60 m3 /hari sebagaimana yang dilihat
pola penyediaan kebutuhan, serta cara penanganan pada Gambar 3.25
Gambar 3.25 Jumlah Penduduk dan Perkiraan Timbulan Sampah Tahun 2014
Sumber : OlahanTabel SP–9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Timbulan sampah terbesar terdapat di Kota timbulan sampah 186.105 m³/hari atau 27.344% dan
Padang, yaitu 472.097,60 m³/hari atau 69,36% dari total Kabupaten Pasaman Barat dengan persentase 2 %
timbulan sampah dan disusul oleh Kota Solok dengan sebagaima terlihat pada Gambar 3.26.
Sumber : OlahanTabel SP–9B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Total timbulan sampah per kabupaten/kota mulai aktif mengkampanyekan gerakan sumber bersih
pada tahun 2014 menurun dibandingkan tahun 2013 termasuk pelaksanaan 3 R sehingga volume sampah
yaitu 692.280 m3/hari, sedangkan timbulan sampah yang dihasilkanpun berkurang. Perbandingan total
tahun 2013 adalah 809.409 m3/hari. Penurunan ini timbulan sampah tahun 2012 sampai dengan tahun
diperkirakan karena beberapa kabupaten/kota sudah 2014 dapat dilihat pada Gambar 3.27.
Sumber : OlahanTabel SP–9A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
TPA Regional Payakumbuh dibangun karena Payakumbuh di Kelurahan Kapalo Koto Kecamatan
adanya komitmen 6 kabupaten/kota untuk Payakumbuh Selatan Kota Payakumbuh diatas lahan
bekerjasama dalam pengelolaan sampah yaitu Kota seluas 17 Ha. Dari Tabel SP-9C besarnya sampah
Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, yang diterima TPA Regional Payakumbuh dari 5
Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Lima Puluh Kota kabupaten/kota tersebut pada tahun Tahun 2013
dan Kabupaten Agam. Dengan dasar kesepakatan adalah 13.154 ton/hari dan tahun 2014 adalah
tersebut Kementerian Pekerjaan Umum melalui Satker 54.411,15 ton/hari, meningkat sebanyak 75.82 % dari
PLP Sumatera Barat membangun Tempat tahun 2013 sebagaimana dapat dilihat pada Gambar
Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional 3.28.
Sumber : OlahanTabel SP–9C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Berdasarkan Tabel SP-9D total jumlah kegiatan pemilahan sampah yang merupakan program
volume sampah yang masuk selama 3 hari ke TPA 3R pada sumber belum terlaksana dengan baik,
Regional Payakumbuh adalah 460.890 kg dan yang karena masih rendahnya sampah terpilah dan
telah dilakukan pemilahan adalah 47.825,60 kg atau tingginya volume sampah yang masuk ke TPA setiap
9,38 % dari total sampah yang ada. Tergambar bahwa harinya sebagaimana Gambar 3.29.
Sumber : OlahanTabel SP–9D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : OlahanTabel SP–9D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Dari Tabel SP-9E terdapat 2 TPA Regional Payakumbuh, Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah
dan 3 TPA Kabupaten/Kota untuk melayani sampah Datar dan Kabupaten Lima Puluh Kota, 2). Open
dari 13 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Dumping di Kota Padang, Kabupaten Agam dan
sebagaimana Tabel 3.2. Teknologi pengelolaan Kabupaten Padang Pariaman, serta 3). Control Landfill
sampah di TPA pun berbeda tergantung dengan yang di Kota Pariaman, Kota Padang Panjang, Kota Solok,
diterapkan oleh masing-masing kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Pesisir Selatan
1). Sanitary Landfiil di Kota Bukittinggi, Kota sebagaimana terlihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 TPA dengan Daerah Pelayanan dan Sistem TPA di Provinsi Sumatera Barat
No. Nama TPA Daerah Pelayanan Sistem TPA
1 TPA Air Dingin Kota Padang Open Dumping
2 TPA Sungai Andok Kota Padang Panjang Control Landfill
3 TPA Manggis Kabupaten Agam Open Dumping
4 TPA Ladang Laweh Kab.Padang Pariaman Open Dumping
TPA Regional Payakumbuh 1. Kota Payakumbuh Sanitary Landfill
2. Kota Bukittinggi
3. Kabupaten Agam
4. Kabupaten Lima Puluh Kota
5. Kabupaten Tanah Datar
5 TPA Regional Solok 1. Kota Solok Control Landfill
2. Kabupaten Solok
6 TPA Tungkul Selatan Kota Pariaman Control Landfill
7 TPA Gunung Bungkuk Kabupaten Pesisir Selatan Control Landfill
Sumber : OlahanTabel SP–9F Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : OlahanTabel SP–9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Total timbulan sampah dari 6 TPA di Provinsi TPA Padang Laweh Kabupaten Padang Pariaman
Sumatera Barat tahun 2014 adalah 419.069,78 m3/hari 9.949,30 m3/hari. Volume sampah yang diterima di
dengan jumlah timbulan sampah terbesar adalah di masing-masing TPA setiap harinya dapat dilihat pada
TPA Regional Payakumbuh (226.702,8 m3/hari), TPA Gambar 3.32.
Aie Dingin Kota Padang (181.818,18 m3/hari), dan .
Sumber : OlahanTabel SP–9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Cairan pekat dari TPA yang berbahaya mutu, sedangkan pH, temperatur dan TSS berada
terhadap lingkungan dikenal dengan istilah leacheat pada baku mutu yang diizinkan. Tingginya kualitas
atau air lindi. Cairan ini berasal dari proses BOD5 dan CO akan memberikan dampak terhadap
perkolasi/percampuran (umumnya dari air hujan yang pencemaran tanah dan air di sekitar TPA Regional
masuk kedalam tumpukan sampah), sehingga bahan- Payakumbuh, bahkan dapat mencemari sumber air
bahan terlarut dari sampah akan terekstraksi atau tanah penduduk. Kualitas TSS, BOD,dan COD dari
berbaur. Cairan ini harus diolah dari suatu unit lindi di TPA Regional Payakumbuh dapat dilihat pada
pengolahan aerobik atau anaerobik sebelum dibuang Gambar 3.33 s/d Gambar 3.36.
ke lingkungan. Dari pengukuran kualitas lindi di TPA Nilai pH air lindi pada tempat pembuangan
Regional Payakumbuh yang dilakukan selama 4 kali, sampah perkotaan berkisar antara 1,5 – 9,5 dan dari
terhadap 5 parameter penentu limbah cair , yaitu Gambar 3.33 pH Lindi TPA Regional berada pada nilai
temperatur, pH, TSS, BOD5, COD menunjukkan 7,50 sampai 8,1.
bahwa parameter COD dan BOD5 berada di atas baku
Sumber : OlahanTabel SP–9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta terlihat pada Gambar 3.34. Lindi TPA Regional
jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh Payakumbuh mengandung COD 680-960 mg/l, yaitu
kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan 200-300 % di atas baku mutu yang ditetapkan
air. Baku mutu TSS dalam lindi adalah 400 mg/l dan sebagaimana Gambar 3.35.Kandungan BOD5 pada
pengukuran selama 4 kali di TPA Regional lindi TPA Regional Payakumbuh berada 324-554
Payakumbuh melihatkan bahwa kandungan TSS lindi mg/l dan jauh berada di atas baku mutu sekitar 100%
TPA Regional berada pada nilai 214 sampai 345 mg/l sebagaimana Gambar 3.36
dan masih berada di bawah baku mutu sebagaima
Gambar 3.34 Pengukuran TSS Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh
Sumber : OlahanTabel SP–9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 3.35 Pengukuran COD Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh
Sumber : OlahanTabel SP–9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 3.36 Pengukuran COD Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh
Sumber : OlahanTabel SP–9F Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Dampak negatif dari sampah antara lain adalah : Sampah beracun, telah dilaporkan bahwa di
1. Dampak Sampah Bagi Kesehatan Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi
memadai dan tidak terkontrol merupakan tempat oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah
yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik yang dibuang ke laut oleh pabrik yang
bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing memproduksi baterai dan akumulator.
yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya 2. Dampak Sampah Terhadap Lingkungan
kesehatan yang dapat ditimbulkan sampah adalah Secara umum rembesan lindi yang sudah
sebagai berikut: mencapai lebih dari 400 mg/l dari pusat timbunan
Penyakit diare, kolera, tifus dan demam sampah menunjukkan betapa cepatnya lindi
berdarah. tersebut mencemari lingkungan TPA. Bisa
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya dibayangkan kalau Pemerintah dan Instansi terkait
jamur kulit). tidak tanggap atas dampak yang telah ditimbulkan
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai oleh adanya TPA yang masih menerapkan sistem
makanan, seperti cacing. open dumping, maka sudah barang tentu akan
berdampak negatif terhadap lingkungan baik berdampak negatif bagi penduduk yang yang
terhadap sifat fisik-kimia-biologis maupun masih memanfaatkan air sungai tersebut, baik
berdampak pada kesehatan masyarakat penduduk yang berada di sekitar TPA maupun
khususnya yang bermukim di sekitar TPA. penduduk yang berada di hilir disepanjang sungai.
Pengaruh pencemaran lindi terhadap lingkungan Adanya rembesan lindi yang telah mencemari
disekitar TPA antara lain dapat berpengaruh pada lingkungan disekitar TPA berarti melanggar pasal
perubahan sifat fisik air, suhu air, rasa, bau dan 29 ayat 1 point f Undang-Undang Nomor 18 tahun
kekeruhan. Suhu limbah yang berasal dari lindi 2008 tentang Pelarangan Pembuangan Sampah
umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan air Dengan Sistem Open Dumping. Disamping Itu
yang tidak tercemar lindi. Hal ini dapat Juga Telah Melanggar Undang-Undang No. 32
mempercepat reaksi kimia dalam air, mengurangi Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
kelarutan oksigen dalam air, mempercepat Pengelolaan Lingkungan Hidup.
pengaruh rasa dan bau. Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam
Terkontaminasinya sumber air tanah dangkal drainase atau sungai yang dikenal sebagai lindi
oleh zat-zat kimia yang terkandung dalam lindi (leachate) akan mencemari air. Berbagai
seperti misalnya nitrit, nitrat, ammonia, kalsium, organisme termasuk ikan dapat mati sehingga
kalium, magnesium, kesadahan, klorida, sulfat, beberapa spesies akan lenyap, hal ini
BOD, COD, pH yang konsentrasinya sangat tinggi mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan
akan menyebabkan terganggunya kehidupan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke
makhluk hidup disekitar TPA. Disamping itu pula dalam air akan menghasilkan asam organik dan
tercemarnya air bawah permukaan yang gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau
diakibatkan oleh lindi berpengaruh terhadap kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi
kesehatan penduduk terutama bagi penduduk dapat meledak.
yang bermukim di sekitar TPA. Lindi yang semakin 3. Dampak Sampah terhadap keadaan sosial dan
lama semakin banyak volumenya akan merembes ekonomi
masuk ke dalam tanah yang nantinya akan Pengelolaan sampah yang kurang baik akan
menyebabkan terkontaminasinya air bawah membentuk lingkungan yang kurang
permukaan yang pada akhirnya akan menyenangkan bagi masyarakat: bau yang
menyebabkan tercemarnya sumur-sumur dangkal tidak sedap dan pemandangan yang buruk
yang dimaanfaatkan oleh penduduk karena sampah bertebaran dimana-mana.
sebagai sumber air minum. Memberikan dampak negatif terhadap
Adanya TPA yang tidak jauh dari kali/sungai, harus kepariwisataan.
diwaspadai adanya pencemaran oleh lindi. Sungai Pengelolaan sampah yang tidak memadai
tersebut mengalir dan masih dimanfaatkan oleh menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan
sebagian penduduk untuk keperluan sehari-hari masyarakat. Hal penting di sini adalah
seperti mandi dan mencuci. Jika sungai ini meningkatnya pembiayaan secara langsung
tercemar oleh adanya rembesan lindi maka akan (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan
secara tidak langsung (tidak masuk kerja, sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai
rendahnya produktivitas). dioksin. Senyawa ini sangat berbahaya bila
Pembuangan sampah padat ke badan air dapat terhirup manusia. Dampaknya antara lain memicu
menyebabkan banjir dan akan memberikan penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati,
dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti gangguan sistem saraf dan memicu depresi.
jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain. Kantong plastik juga penyebab banjir, karena
Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh menyumbat saluran-saluran air, tanggul sehingga
pengelolaan sampah yang tidak memadai, mengakibatkan banjir bahkan yang terparah
seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk merusak turbin waduk.
pengolahan air. Jika sarana penampungan Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan,
sampah kurang atau tidak efisien, orang akan sampah plastik mengemisikan gas rumah kaca ke
cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal atmosfer. Kegiatan produksi plastik membutuhkan
ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon
dibersihkan dan diperbaiki. setiap tahunnya. Proses produksinya sangat tidak
4. Bahaya Sampah Plastik bagi Kesehatan dan hemat energi. Pada tahap pembuangan di lahan
Lingkungan penimbunan sampah (TPA), sampah plastik
NETIZEN Salah satu faktor yang menyebabkan mengeluarkan gas rumah kaca.
rusaknya lingkungan hidup yang sampai saat ini
masih tetap menjadi “PR” besar bagi bangsa 3.3. KESEHATAN
Indonesia adalah faktor pembuangan limbah Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh
sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi beberapa faktor, diantaranya faktor lingkungan, gaya
sampah yang berbahaya dan sulit dikelola. hidup/perilaku, ketersediaan fasilitas pelayanan
Diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun kesehatan yang memadai, mencukupi dan mudah
untuk membuat sampah bekas kantong plastik itu diakses, serta faktor genetik/keturunan. Faktor
benar-benar terurai. Namun yang menjadi lingkungan dan perilaku masyarakat memiliki
persoalan adalah dampak negatif sampah plastik hubungan timbal balik terhadap kesehatan.
ternyata sebesar fungsinya juga. Dibutuhkan waktu Lingkungan yang tidak sehat disebabkan oleh
1.000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah tidak/belum adanya pemahaman masyarakat untuk
secara terdekomposisi atau terurai dengan melakukan pengelolaan lingkungan. Namun jika
sempurna. Ini adalah sebuah waktu yang sangat masyarakat telah melakukan pengelolaan lingkungan
lama. Diperlukan 10-15 generasi agar sampah dengan benar, maka kesehatan tidak akan sulit
plastik terurai dengan asumsi usia harapan hidup didapat. Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 36
70 tahun. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan Tahun 2009 dikatakan bahwa setiap orang
mencemari tanah dan air tanah. berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
Jika dibakar, sampah plastik akan mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan
menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan yang setinggi-tingginya.
kesehatan yaitu jika proses pembakaranya tidak
3.3.1. Sumber Tekanan 716.031 jiwa atau sekitar 74,21% dari keseluruhan
3.3.1.1. Jenis Penyakit Utama Yang Diderita kasus penyakit yang terdata di Provinsi Sumatera
Penduduk Barat. Penyakit selanjutnya yang paling banyak
Jenis penyakit yang paling banyak diderita diderita penduduk adalah penyakit kulit infeksi
penduduk di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014 sebanyak 105.081 kasus. Jenis penyakit yang paling
adalah ISPA (Infeksi saluran pernafasan atas). sedikit diderita penduduk adalah demam sebanyak
Penyakit ini umumnya disebabkan oleh virus dan tidak 3.387 kasus atau 0,35 % dari keseluruhan kasus
saja menyerang anak-anak namun juga orang penyakit yang terdata. Perbandingan jenis penyakit
dewasa. Jumlah penderita penyakit ISPA yang terdata utama yang diderita penduduk Provinsi Sumatera
pada tahun 2014 di Provinsi Sumatera Barat sebanyak Barat dapat dilihat pada Gambar 3.37.
Sumber : Olahan Tabel DS-2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.3.1.2. Perbandingan Jenis Penyakit Utama yang mulut dan gigi dengan jumlah kasus 31.898 pada
Diderita Penduduk Tahun 2013-2014 tahun 2013 menjadi 5.349 kasus pada tahun 2014.
Jika dibandingkan antara tahun 2013 dan Jenis penyakit yang mengalami kenaikan
tahun 2014 jumlah kasus penyakit utama yang diderita paling signifikan adalah penyakit kulit infeksi dengan
penduduk di Provinsi Sumatera Barat ada yang jumlah kasus 68.865 pada tahun 2013 meningkat
mengalami peningkatan dan ada yang mengalami menjadi 105.081 kasus pada tahun 2014. Sedangkan
penurunan. Jenis penyakit yang paling signifikan diare merupakan jenis penyakit yang paling sedikit
mengalami penurunan adalah penyakit demam, mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013
dimana pada tahun 2013 jumlah kasusnya sebanyak jumlh kasusnya sebanyak 60.746 meningkat menjadi
78.534 menurun menjadi 3.387 kasus pada tahun 65.701 kasus pada tahun 2014. Perbandingan jenis
2014. Selanjutnya diikuti oleh penyakit gastritis dengan penyakit utama yang diderita penduduk tahun 2013-
jumlah kasus 226.226 pada tahun 2013 menjadi 2014 dapat dilihat pada Gambar 3.38.
21.506 kasus pada tahun 2014. Penyakit yang paling
sedikit mengalami penurunan adalah penyakit ronggga
Gambar 3.38 Perbandingan Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Penduduk Tahun 2013-2014
Sumber : Olahan Tabel DS-2A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.3.1.3. Penyakit Berbasis Lingkungan serta kondisi lingkungan fisik lainnya yang
Penyakit berbasis lingkungan merupakan memungkinkan terjadinya penyakit berbasis
penyakit yang disebabkan oleh interaksi manusia lingkungan.
dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki Penyakit berbasis lingkungan yang paling
potensi penyakit. Berdasarkan berbagai data dan banyak ditemukan di Provinsi Sumatera Barat pada
laporan, saat ini penyakit berbasis lingkungan masih tahun 2014 adalah ISPA, diare dan penyakit kulit.
menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Ketiga penyakit ini terjadi merata hampir diseluruh
Indonesia. ISPA dan diare yang merupakan penyakit kabupaten/kota. Lima daerah terbanyak ditemukannya
berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar penyakit berbasis lingkungan ini adalah Kota Padang,
penyakit di hampir seluruh Puskesmas di Indonesia, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten
selain Malaria, Demam Berdarah Dengue ( DBD ), Pesisir Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat.
Filariasis, TB Paru, Cacingan, dan Penyakit Kulit. Penyakit ISPA paling banyak ditemukan di Kota
Masih tingginya penyakit berbasis lingkungan Padang dengan jumlah kasus sebanyak 129.627.
disebabkan oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Tanah Datar
bersih dan sehat yang masih rendah. Berdasarkan sebanyak 101.794 kasus. Kabupaten Agam
aspek sanitasi, tingginya angka penyakit berbasis merupakan kabupaten dengan kasus diare dan
lingkungan banyak disebabkan oleh tidak terpenuhinya penyakit kulit terbanyak yaitu 10.161 kasus dan 22.779
kebutuhan air bersih masyarakat, pemanfaatan kasus. Penyakit ISPA di Kabupaten Pesisir Selatan
jamban (MCK) yang masih rendah, tercemarnya sebanyak 86.220 kasus merupakan penyakit ISPA
tanah, air, dan udara karena limbah rumah tangga, terbanyak ketiga di Provinsi Sumatera Barat.
limbah industri, limbah pertanian, sarana transportasi, Perbandingan penyakit berbasis lingkungan di Provinsi
Sumber: Olahan Tabel DS-2B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.3.2. Bentuk Tekanan Dampak Terhadap bersumber dari dapur dan laundry. Limbah B3 padat
Lingkungan atau limbah medis padat adalah limbah padat yang
3.3.2.1. Perkiraan Volume Limbah Padat dan terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah
Limbah Cair dari Rumah Sakit benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
Limbah non medis dapat berupa limbah padat container bertekanan, dan limbah dengan kandungan
dan limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan di RS di logam berat yang tinggi. Sementara itu limbah B3 cair
luar medis. Limbah padat non medis berasal dari adalah semua air buangan yang bersumber dari
dapur (berupa sisa makanan dan kemasannya), kantor kegiatan medis rumah sakit. Perkiraan volume limbah
(kertas, plastik, dan sebagainya), dan taman (sampah rumah sakit di Kota Padang tahun 2014 dapat dilihat
halaman) sedangkan limbah cair non medis pada Gambar 3.40.
Gambar 3.40 Rumah Sakit Pemerintah di Provinsi Sumatera Barat Yang Melakukan
Pengelolaan Limbah
Sumber: Olahan Tabel SP-10B,C,D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Daerah agraris merupakan karakteristik dari sehingga sektor ini menjadi penopang kehidupan
Provinsi Sumatera Barat, hal ini selain ditandai oleh sebagian besar penduduk. Ciri lain juga ditandai
masih dominannya nilai tambah di sektor pertanian dengan ketersediaan pangan yang cukup dan layak
dalam perekonomian yang juga ditunjukkan oleh bagi penduduk Provinsi Sumatera Barat.
Peranan sektor pertanian sangat penting bagi baru yang berasal dari alih fungsi hutan, jumlah emisi
perekonomian Provinsi Sumatera Barat baik dalam gas methan yang berasal dari kotoran ternak serta
pembentukan PDRBnya maupun dalam penyerapan unggas, dan lain sebagainya. Dalam analisis ini
tenaga kerja. Kontribusi sektor pertanian dikisaran 20 nantinya akan diuraikan bagaimana kondisi rata-rata
% terhadap PDRB mampu menyerap tenaga kerja dan kondisi ekstrim dari berbagai kegiatan yang
sebesar dua kali lipatnya atau sekitar 40 % (BPS menyebabkan tekanan terhadap lingkungan serta
Provinsi Sumatera Barat, 2014). Beberapa data analisis dengan membandingkan kondisi antar lokasi
ketenagakerjaan dan dari hasil Sensus Pertanian BPS yang ada di kabupaten/kota dan analisis melihat
menunjukkan jumlah pekerja sektor pertanian semakin kecenderungan antar waktu.
menurun, salah satunya penyebabnya adalah adanya
tranformasi ekonomi yang mendorong orang semakin 3.4.1. Sumber Tekanan
banyak mencari pekerjaan diluar sektor pertanian. 3.4.1.1. Luas Lahan dan Produksi Perkebunan
Sektor pertanian semakin ditinggalkan oleh generasi menurut Jenis Tanaman dan Penggunaan
muda yang umumnya juga memiliki pendidikan lebih Pupuk
baik atau penduduk usia muda akibatnya mereka yang Luas Lahan perkebunan di Provinsi Sumatera
bekerja disektor pertanian adalah pekerja dengan usia Barat pada tahun 2014 adalah sebesar 624.421,41
tua dengan tingkat pendidikan relatif rendah, sehingga Ha, luas lahan ini merupakan luas dari 22 jenis
belum mampu memperbaiki produktivitas sektor tanaman yang ada. Hasil produksi perkebunan dari
pertanian. Karena memang peningkatan produktivitas seluruh jenis tanaman tersebut mencapai
tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah pekerja tapi juga 109.616456,85 ton. Dari luas lahan perkebunan yang
dipengaruhi oleh kualitas pekerja sektor pertanian. Hal ada, yang terbesar merupakan lahan perkebunan
ini juga terlihat dari data tahun 2014 yang sawit yakni seluas 231.800 Ha, diikuti dengan lahan
menunjukkan besarnya alih fungsi lahan pertanian karet dengan luas 143.170 Ha, dan lahan kelapa
yang berubah menjadi lahan kering. dengan luas 71.707 Ha.Jika dilihat dari total hasil
Potensi yang besar di sektor pertanian juga produksi sektor perkebunan, produksi perkebunan
didukung dengan adanya komoditi yang ada termasuk terbesar ini terdapat di Kabupaten Dharmasraya
unggulan atau spesifik. Menurut RPJMD Provinsi dengan jumlah 105.962.353 ton.
Sumatera Barat tahun 2010-2015, yang termasuk Hasil produksi perkebunan terbesar
komoditi unggulan adalah karet, pala, kelapa sawit, disumbang dari produksi jenis tanaman kelapa sawit
kopi, dan kakao, sedangkan yang ditetapkan sebagai dengan jumlah 102.763.746 ton, diikuti dengan
komoditi spesifik adalah Cassia vera (kayu manis), produksi karet dengan jumlah 3.576.730 ton dan
gambir, kelapa dan nilam. produksi kelapa dengan jumlah 2.670.840 ton. Untuk
Besarnya tekanan lingkungan yang berasal lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.41 di
dari sektor pertanian, dapat juga kita lihat dari data bawah ini.
penggunaan pupuk kimia untuk pertanian,
pertambahan luas lahan pertanian, alih fungsi lahan
pertanian menjadi non pertanian, luas cetak sawah
Gambar 3.41 Luas Lahan dan Produksi Perkebunan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Berdasarkan data tahun 2014 jumlah 896.678 ton dan Kabupaten Padang Pariaman dengan
penggunaan pupuk di Provinsi Sumatera Barat adalah jumlah 292.596,94 ton.
sebesar 69.681.781,67 ton pupuk. Jenis pupuk yang Penggunaan pupuk Urea dengan jumlah
digunakan antara lain Urea, SP.36, ZA, NPK dan 21.368.926 ton, pupuk SP.36 dengan jumlah
Organik. Penggunaan pupuk yang terbesar adalah 12.822.148 ton, dan pupuk ZA dengan jumlah
pupuk jenis ZA yakni dengan jumlah 34.246.895,02 34.211.000 ton, di Kabupaten Dharmasraya
ton, diikuti oleh pupuk urea dengan jumlah merupakan yang tertinggi di Provinsi Sumatera Barat,
21.614.663,60 ton, dan pupuk SP.36 dengan jumlah sedangkan pupuk NPK terbesar terdapat di Kabupaten
12.871.136,26 ton. Dari 19 Kabupaten/Kota di Provinsi Agam dengan jumlah 13.445,6 ton dan penggunaan
Sumatera Barat, penggunaan pupuk untuk pupuk organik terbesar terdapat di Kabupaten Padang
perkebunan yang terbesar terdapat di Kabupaten Pariaman dengan jumlah 257.168 ton. Untuk lebih
Dharmasraya dengan jumlah total 68.402.083 ton, jelasnya penggunaan pupuk per kabupaten/kota dapat
diikuti oleh Kabupaten Pesisir Selatan dengan jumlah dilihat pada Gambar 3.42 di bawah ini.
Sumber : Olahan Tabel SE-3A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Untuk beberapa jenis tanaman primadona Ha pada tahun 2015. Untuk karet dari 175.000 Ha
seperti coklat, karet dan kopi pertumbuhan kurang meningkat menjadi 177.000 Ha pada tahun 2015, dan
dapat diproyeksikan sampai tahun berikutnya. kopi dari 70 Ha meningkat menjadi 75 Ha pada tahun
Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi 2015. Proyeksi pertambahan luas tanam komoditi
Sumatera Barat pada tahun 2013 luas lahan tanaman primadona dapat dilihat pada Gambar 3.43 di bawah
coklat adalah 155.000 Ha meningkat menjadi 165.000 ini.
Sumber : Olahan Tabel SE-3B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.4.1.2. Penggunaan Pupuk Untuk Tanaman Padi diikuti oleh jenis tanaman jagung dengan jumlah
dan Palawija menurut Jenis Pupuk 16.284.501,42 ton. Untuk penggunaan pupuk jenis
Penggunaan pupuk untuk jenis tanaman padi urea pada tanaman padi dan palawija secara
dan palawija terdiri dari pupuk jenis urea, SP.36, ZA, keseluruhan di Provinsi Sumatera Barat berjumlah
NPK dan pupuk organik. Untuk penggunaan pupuk 25.205.889,51 ton, penggunaan pupuk SP.36
berdasarkan jenis tanamannya dapat dilihat berjumlah 3.414.201,77 ton, pupuk ZA berjumlah
berdasarkan jenis tanaman padi, jagung, kedelai, 1.564.849,41 ton, pupuk NPK berjumlah 4.753.919,35
kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar. Penggunaan ton, dan penggunaan pupuk organik berjumlah
pupuk untuk tanaman padi dan palawija secara 2.061.837,59 ton. Sedangkan penggunaan pupuk
keseluruhan berjumlah 37.000.679,63 ton, berdasarkan jenis tanaman dapat dilihat pada gambar
penggunaan pupuk terbesar adalah untuk jenis 3.44 di bawah ini.
tanaman padi yakni berjumlah 20.119.797,90 ton,
Gambar 3.44 Penggunaan Pupuk Untuk Tanaman Padi dan Palawija menurut Jenis Pupuk
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-4 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika dibandingkan penggunaan pupuk pada tahun 2013 meningkat menjadi 4.753.919,35 ton di
tahun 2013 dan tahun 2014, terjadi peningkatan yang tahun 2014. Sedangkan jenis pupuk yang mengalami
cukup signifikan pada pupuk jenis urea dan pupuk penurunan adalah jenis pupuk SP.36 dengan jumlah
NPK. Penambahan jumlah pemakaian pupuk tersebut 4.138.769 pada tahun 2013 turun menjadi
bukan disebabkan pertambahan luas areal pertanian 3.414.201,77 ton di tahun 2014, untuk pupuk ZA
yang signifikan tetapi lebih disebabkan dukungan data berjumlah 1.999.353 ton turun menjadi 1.564.849,41
pemakaian pupuk yang lebih lengkap dari ton pada tahun 2014, dan pupuk organik dengan
Kabupaten/Kota tahun ini dari sebelumnya. jumlah 2.564.674 ton turun menjadi 2.061.837,59 ton
Penggunaan pupuk urea pada tahun 2013 berjumlah pada tahun 2014. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
5.224.246 ton meningkat menjadi 25.205.889,51 ton di pada Gambar 3.45 di bawah ini.
tahun 2014. Untuk pupuk NPK 1.824.717 ton pada
Sumber : Olahan Tabel SE-4F Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.4.1.3. Luas Perubahan Penggunaan Lahan secara umum menjadi lahan pemukiman, industri,
Pertanian tanah kering, perkebunan, semak belukar, tanah
Perubahan penggunaan lahan pertanian kosong, perairan/kolam, dan peruntukan lainnya.
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun Perubahan lahan pertanian terbesar adalah menjadi
sebelumnya. Pada tahun 2013 perubahan lahan tanah kering yakni seluas 565.880 Ha, diikuti oleh
pertanian adalah sebesar 1.207.191,73 Ha naik perkebunan dengan luas 341.565,07 Ha, dan
menjadi 1.310.024,53 Ha di tahun 2014. Perubahan peruntukan lainnya dengan luas 214.664 Ha.
lahan pertanian di Sumatera Barat pada tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika dilihat dari perubahan penggunaan lahan sektor lainnya sehingga meninggalkan lahan pertanian
pertanian di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera yang ada. Sedangkan perubahan menjadi lahan
Barat, perubahan terbesar terdapat di Kabupaten perkebunan paling besar terdapat di Kabupaten
Pesisir Selatan dengan luas 431.931Ha dengan jenis Dharmasraya yakni sebesar 156.504 Ha. Untuk lebih
perubahan paling besar pada tanah kering, hal ini jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.47 di bawah ini.
disebabkan masyarakat yang aktivitasnya beralih ke
Sumber : Olahan Tabel SE-5A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika melihat perubahan lahan 2 tahun Berdasarkan data luas perubahan lahan
terakhir, pada tahun 2012 perubahan lahan pertanian pertanian ini dapat disimpulkan bahwa dalam
masih cukup besar yakni sebesar 4.229.731 Ha, turun melaksanakan program peningkatan di sektor
menjadi 1.207.191,73 Ha di tahun 2013 dan pertanian perlu dilaksanakan secara berkelanjutan.
mengalami kenaikan lagi pada tahun 2014 menjadi Program yang dinilai berhasil dalam menekan
1.310.024,53 Ha. Kecenderungan perubahan lahan terjadinya perubahan lahan pertanian perlu
pertanian mengalami perbedaan setiap tahunnya. dipertahankan agar perubahan lahan pertanian ini
Pada tahun 2012 perubahan lahan pertanian terbesar dapat ditekan sehingga peningkatan produksi sektor
adalah menjadi peruntukan lain, sementara itu pada pertanian dapat dicapai. Perbandingan luas perubahan
tahun 2013 perubahan terbesar adalah menjadi lahan lahan pertanian 2012-2014 dapat dilihat pada Gambar
kering, sedangkan perubahan lahan terbesar juga 3.48 di bawah ini.
terdapat pada lahan kering.
Gambar 3.48 Perbandingan Luas Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Jenis Penggunaan Baru
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2014
Sumber : Olahan Tabel SE-5B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.4.1.4. Luas Lahan Sawah menurut Frekuensi Kabupaten Solok yakni sebesar 14.041 Ha, diikuti
Penanaman, Produksi per Hektar dengan Kabupaten Pesisir Selatan dengan luas 6.910
Frekuensi penanaman pada tanaman padi Ha, dan Kabupaten Solok Selatan dengan luas 5.078
dalam satu tahun di Provinsi Sumatera Barat terbagi Ha. Untuk daerah dengan frekuensi 2 kali penanaman
atas 1 kali, 2 kali, dan 3 kali. Frekuensi penanaman paling besar terdapat di Kabupaten Padang Pariaman
yang paling banyak digunakan pada lahan sawah dengan luas 55.282 Ha, diikuti oleh Kabupaten Agam
adalah 2 kali penanaman yakni dengan luas dengan luas 21.079 Ha, dan Kabupaten Pasaman
167.936,66 Ha, selanjutnya 3 kali penanaman dengan dengan luas 21.040 Ha, sedangkan daerah dengan
luas 36.855 Ha, dan 1 kali penanaman dengan luas frekuensi 1 kali penanaman paling luas terdapat di
15.711 Ha. Daerah dengan frekuensi 3 kali Kabupaten Agam dengan luas 2.489 Ha. Untuk lebih
penanaman paling besar luasnya terdapat di jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.49 di bawah ini.
Gambar 3.49 Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman dan Produksi Per Hektar
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Secara umum luas sawah yang ada di penanaman mengalami peningkatan yang cukup
Provinsi Sumatera Barat terus mengalami penurunan. signifikan. Pada tahun 2014 tercatat luas lahan sawah
Pada tahun 2014 luas sawah yang ada mencapai dengan frekuensi 2 kali penanaman luasnya mencapai
220.503 Ha, mengalami penurunan sebesar 8.622 Ha 167.936,66 Ha, sedangkan tahun 2013, 2012, dan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang 2011 tercatat luasnya berturut-turut 140.772 Ha,
mencapai 229.125 Ha. Hal ini dapat terjadi karena 151.670 Ha, dan 143.510 Ha. Perbandingan luas
berbagai alasan, misalnya alih fungsi lahan pertanian, lahan sawah menurut frekuensi penanaman 2011-
beralihnya mata pencarian petani, bencana alam, dan 2014 dapat dilihat pada Gambar 3.50 berikut.
lain sebagainya.
Jika dibandingkan dengan data 4 (empat)
tahun terakhir, luas sawah dengan 2 kali frekuensi
Sumber : Olahan Tabel SE-7B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Pada tahun 2014 luas sawah cetak baru di menjaga agar target peningkatan hasil produksi padi
Provinsi Sumatera Barat mencapai 304,6 Ha, jumlah meningkat, pemerintah perlu menambah kembali luas
ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan sawah cetak baru karena mengingat sebagian lahan
tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 luas pertanian yang ada mengalami alih fungsi menjadi
sawah cetak baru mencapai 500 Ha, sedangkan tahun peruntukan lainnya. Hal ini untuk tetap menjaga agar
2012 mencapai 1.001,1 Ha. Luas sawah cetak baru produksi pertanian khususnya beras di Sumatera
tahun 2014 ini hanya terdapat di Kabupaten Pesisir Barat tetap terjaga dan bahkan ditingkatkan dari
Selatan dengan luas 186,5 Ha dan Kabupaten sebelumnya.
Dharmasraya dengan luas 118,1 Ha. Untuk tetap
Gambar 3.51 Luas Cetak Sawah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 – 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-7C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.4.1.5. Jumlah Hewan Ternak jumlah 39.903 ekor dan Kabupaten Solok dengan
Hewan ternak yang ada di Sumatera Barat jumlah 37.332 ekor. Untuk jenis ternak kambing jumlah
dapat dibagi atas 7 (tujuh) jenis yaitu sapi perah, sapi terbesar terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan dengan
potong, kerbau, kuda, kambing, domba, dan babi. jumlah 44.355 ekor, diikuti oleh Kabupaten Padang
Total ternak dari ketujuh jenis tersebut pada tahun Pariaman dengan jumlah 32.750 ekor, dan Kabupaten
2014 berjumlah 789.238 ekor. Ternak terbesar Tanah Datar dengan jumlah 30.824 ekor. Sedangkan
jumlahnya dari ketujuh jenis tersebut adalah sapi untuk ternak kerbau paling tinggi terdapat di
potong yakni dengan jumlah 378.789 ekor, diikuti oleh Kabupaten Agam dengan jumlah 19.193 ekor, diikuti
ternak kambing dengan jumlah 256.704 ekor dan oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah
ternak kerbau dengan jumlah 114.013 ekor. Untuk 15.950 ekor, dan Kabupaten Sijunjung dengan jumlah
jenis sapi potong jumlah terbesar terdapat di 15.828 ekor. Jumlah hewan ternak berdasarkan jenis
Kabupaten Pesisir Selatan yakni berjumlah 79.266 dapat dilihat pada Gambar 3.52 di bawah ini.
ekor, diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan
Gambar 3.52 Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-8 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Sedangkan jenis ternak yang mengalami penurunan
total jumlah ternak secara umum mengalami jumlah paling besar adalah ternak jenis babi. Pada
penurunan. Pada tahun 2014 total jumlah ternak tahun 2013 ternak babi berjumlah 49.822 ekor turun
adalah sebesar 789.238 ekor, turun 28.894 ekor menjadi 31.621 ekor pada tahun 2014. Untuk ternak
dibandingkan dengan jumlah total ternak pada tahun jenis kambing, pada tahun 2013 berjumlah 267.655
2013. Jenis ternak yang mengalami peningkatan ekor turun menjadi 256.704 ekor pada tahun 2014.
jumlah dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya Untuk ternak jenis kerbau juga mengalami penurunan
jenis sapi potong. Pada tahun 2014 jumlah sapi potong jumlah, pada tahun 2013 jumlah kerbau adalah
berjumlah 378.789 ekor mengalami peningkatan dari sebesar 117.905 ekor turun menjadi 114.013 ekor
tahun 2013 yang berjumlah 373.603 ekor atau pada tahun 2014. Untuk lebih jelasnya perbandingan
mengalami kenaikan jumlah sebesar 5.186 ekor.
jumlah ternak 3 (tiga) tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 3.53 di bawah ini.
Gambar 3.53 Perbandingan Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 – 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-8A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 3.54 Jumlah Kotoran Ternak Yang Dihasilkan Menurut Jenis Ternak
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-8B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Dari jumlah kotoran ternak yang ada, kita 5.095.617 ton/tahun. Jika dilihat berdasarkan daerah
dapat memperkirakan jumlah emisi gas methan yang dengan jumlah gas methan tertinggi, Kabupaten
dihasilkan. Gas methan merupakan salah satu gas Pesisir Selatan merupakan daerah yang berada pada
rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap urutan teratas dengan jumlah gas methan sebesar
terjadinya pemanasan global. Total emisi gas methan 32.316.494 ton/tahun, diikuti oleh Kabupaten Padang
yang dihasilkan dari kotoran ternak pada tahun 2014 Pariaman dengan jumlah 19.235.698 ton/tahun, dan
berjumlah 175.867.809 ton/tahun. Jumlah ini terbesar Kabupaten Agam dengan jumlah 18.348.979
berasal dari sapi potong yang berjumlah 136.527.985 ton/tahun. Jumlah gas methan yang dihasilkan
ton/tahun, diikuti oleh kerbau dengan jumlah berdasarkan jenis dan wilayah dapat dilihat pada
33.291.796 ton/tahun, dan kambing dengan jumlah Gambar 3.55 di bawah ini.
Sumber : Olahan Tabel SE-8C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika dilihat perbandingan jumlah hewan daerah urutan teratas yang memiliki jumlah ternak dan
ternak dan emisi gas methan yang dihasilkan, maka emisi gas methan tertinggi dibandingkan dengan
dapat terlihat bahwa jumlah ternak yang ada daerah lainnya, sedangkan daerah dengan ternak dan
berbanding lurus dengan besarnya emisi gas methan emisi gas methan terendah terdapat di Kota Bukittinggi
yang dihasilkan. Pada Gambar 3.56 Kabupaten Pesisir dan Kota Padang Panjang.
Selatan, Kabupaten Padang Pariaman merupakan
Gambar 3.56 Perbandingan Jumlah Hewan Ternak dengan Emisi Gas Methan (CH4)
dari Kegiatan Peternakan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-8D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.4.1.6. Jumlah Hewan Unggas dari Jenis Unggas jenis yakni ayam kampung, ayam petelur, ayam
Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi pedaging, dan itik. Jumlah unggas tertinggi terdapat
Sumatera Barat total jumlah hewan unggas yang pada jenis ayam pedaging dengan jumlah 17.761.996
terdapat di Provinsi Sumatera Barat adalah ekor, diikuti dengan ayam petelur dengan jumlah
32.187.428 ekor. Jumlah unggas ini terbagi atas 4 8.348.676 ekor, dan ayam kampung dengan jumlah
4.942.749 ekor, sedangkan itik dengan jumlah jumlah 1.148.140 ekor, diikuti Kabupaten Pesisir
1.134.007 ekor. Jumlah ayam pedaging tertinggi Selatan dengan jumlah 778.167 ekor, dan Kabupaten
terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah Tanah Datar dengan jumlah 525.930 ekor.
5.543.388 ekor, diikuti oleh Kabupaten Padang Jika dilihat dari jumlah unggas berdasarkan
Pariaman dengan jumlah 4.335.029 ekor dan Kota kabupaten/kota, maka jumlah unggas tertinggi
Padang dengan jumlah 2.219.612 ekor. Untuk ayam terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah
petelur jumlah tertinggi terdapat di Kabupaten Lima 11.061.363 ekor, diikuti oleh Kabupaten Kabupaten
Puluh Kota dengan jumlah 4.853.297 ekor, diikuti oleh Padang Pariaman dengan jumlah 6.235.197 ekor, dan
Kabupaten Tanah Datar dengan jumlah 906.515 ekor, Kota Padang dengan jumlah 3.163.908 ekor. Untuk
dan Kota Payakumbuh dengan jumlah 700.625 ekor. lebih jelasnya jumlah unggas menurut jenis dan
Sedangkan untuk jenis ayam kampung jumlah tertinggi daerah dapat dilihat pada Gambar 3.57 di bawah ini.
terdapat di Kabupaten Padang Pariaman dengan
Gambar 3.57 Jumlah Hewan Unggas menurut Jenis Unggas
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika dilihat perbandingan jumlah hewan tahun sebelumnya yang berjumlah 13.212.961 ekor
unggas dalam tiga tahun terakhir, antara tahun 2013 atau naik sebesar 149 persen atau naik sebesar
dan 2014 tidak terjadi perubahan jumlah unggas yang 19.696.449 ekor dibandingkan dengan tahun
cukup signifikan, jumlah unggas tahun 2014 sebesar sebelumnya. Jumlah hewan unggas dalam 3 (tiga)
32.187.428 ekor mengalami penurunan sekitar 2,19 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 3.58 di
persen atau turun sebesar 721.982 ekor dibandingkan bawah ini.
dengan tahun 2013. Sedangkan peningkatan jumlah
yang cukup signifikan justru terjadi antara tahun 2012
ke tahun 2013, pada tahun 2013 jumlah unggas
adalah 32.909.410 ekor mengalami kenaikan dari
Sumber : Olahan Tabel SE-9B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Berdasarkan jumlah kotoran ternak yang kotoran ternak tertinggi terdapat di Kabupaten Lima
dihasilkan secara keseluruhan berjumlah 31.963.916 Puluh Kota yakni berjumlah 11.061.363
ekor/ton/tahun. Jumlah terbesar adalah kotoran ternak ekor/ton/tahun, diikuti oleh Kabupaten Padang
yang berasal dari ayam pedaging yakni berjumlah Pariaman dengan jumlah 6.235.197 ekor/ton/tahun,
17.712.513 ekor/ton/tahun, diikuti oleh ayam petelur dan Kota Padang dengan jumlah 3.163.908
dengan jumlah 8.164.536 ekor/ton/tahun, ayam ekor/ton/tahun. Pada Gambar 3.59 di bawah ini dapat
kampung dengan jumlah 4.919.247 ekor/ton/tahun dan dilihat jumlah kotoran ternak segar yang dihasilkan
itik dengan jumlah 1.167.620 ekor/ton/tahun. Dilihat tahun 2014.
berdasarkan daerah di Sumatera Barat dengan jumlah
Gambar 3.59 Jumlah Kotoran Ternak segar Yang Dihasilkan ternak Unggas
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-9C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika dilihat perbandingan jumlah ternak dan Padang Pariaman yang memiliki jumlah ternak
jumlah emisi gas methan yang dihasilkan dapat tertinggi juga memiliki emisi gas methan tertinggi di
disimpulkan bahwa jumlah ternak yang ada Sumatera Barat, sedangkan Kota Bukittinggi dan
berbanding lurus dengan jumlah emisi gas methan Padang Panjang yang memiliki jumlah ternak paling
yang dihasilkan. Pada Gambar 3.60 dapat dilihat sedikit juga memiliki kotoran ternak terendah di
bahwa Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Sumatera Barat. Secara keseluruhan jumlah emisi gas
methan yang dihasilkan tahun 2014 di Sumatera Barat 450.471.666,55 ton/tahun dan Kabupaten Padang
adalah sebesar 1.162.863.819,19 ton/tahun dan Pariaman dengan jumlah emisi sebesar
penyumbang emisi terbesar adalah Kabupaten Lima 223.246.651,45 ton/tahun.
Puluh Kota dengan jumlah emisi sebesar
Gambar 3.60 Perbandingan Jumlah Hewan Unggas dengan Emisi Gas Methan (CH4)
dari Kegiatan Peternakan Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-9D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jumlah total emisi gas methan yang ton/tahun. Untuk daerah dengan emisi gas methan
dihasilkan dari hewan ternak dan unggas di Provinsi tertinggi terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota
Sumatera Barat tahun 2014 adalah sebesar dengan jumlah 466.583.011,10 ton/tahun dan yang
1.333.384.902,18 ton/tahun dan jumlah emisi terbesar paling rendah terdapat di Kota Padang Panjang
berasal dari hewan unggas dengan jumlah dengan jumlah emisi 555.791,54 ton/tahun. Untuk
1.162.863.819,19 ton/tahun sedangkan jumlah emisi lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.61 di
yang berasal dari ternak berjumlah 170.521.082,99 bawah ini.
Gambar 3.61 Jumlah Total Emisi Gas Methan (CH4) dari Hewan Ternak dan Hewan Unggas
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SE-9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Pembangunan di sektor Industri merupakan beberapa industri skala besar dan menengah.
cara yang tepat dalam menanggulangi masalah c. Masih kurangnya pihak ketiga yang berizin yang
pengangguran dan kemiskinan. Proses kegiatan mengelola limbah Bahan Berbahaya dan beracun
industri merupakan penggerak ekonomi di suatu yang dihasilkan oleh industri di Sumatera Barat.
industri. Disisi lain penurunan kualitas lingkungan akan Industri merupakan salah satu penyumbang
terjadi karena keberadaan industri. Industri bisa utama pencemaran lingkungan, begitu juga industri-
menyebabkan terjadinya pencemaran dan kerusakan industri yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat.
lingkungan sebagai akibat dari kegiatan industri yang Setiap kegiatan industri wajib untuk selalu melakukan
ada. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang pengendalian pencemaran lingkungan. Jika
terjadi dapat dihindari jika limbah yang dihasilkan pengelolaan ini tidak dilakukan dengan baik dapat
dikelola dengan baik dan menerapkan sistem yang menimbulkan beban pencemaran bagi kualitas sungai
Gambar 3.62 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Sawit
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5 baku mutu
0,4 2013
0,3 2014
0,2
0,1
0
BOD COD TSS Minyak/lemak
Sumber : Olahan Tabel SP-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Pada Industri karet terjadi perbaikan mutu maka beban pencemaran pada tahun 2014 juga
pengelolaaan kualitas alir limbah hal ini terlihat dari berada dibawah baku mutu, seperti terlihat pada
penurunan beban pencemaran air jika dibandingkan Gambar 3.63 berikut.
dengan tahun 2013. Jika dibandingkan dengan baku
Gambar 3.63 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Karet
0,1
0,05
bakumutu
0 2013
BOD COD 2014
TSS
Amoniak
Sumber : Olahan Tabel SP-1B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Pada industri minuman ringan di Provinsi parameter COD=600, TSS=540 minyak & lemak=72.
Sumatera Barat terdapat PT. Coca Cola Botling Perbandingan lebih detail dapat dilihat pada Tabel 3.3
Indonesia. Perusahaan ini memiliki proses pembuatan berikut.
sirup dan pencucian botol. Air limbah yang dihasilkan
jauh berada dibawah baku mutu dengan baku mutu
Tabel 3.3 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Minuman Ringan
Beban Pencemaran limbah cair
Industri Minuman Ringan (g/liter)
Baku mutu Beban Pencemaran
No Parameter Air Limbah Industri Minuman
Ringan (g/liter) 2013 2014
Air sebagai bahan baku maupun bahan dijadikan lokasi pendirian industri. Jika dilihat dari
pendukung dalam proses produksi di industri Gambar 3.64 berikut terlihat bahwa 94% industri yang
menyebabkan pelaku usaha mendirikan industri pada ada berada di wilayah DAS dan hanya 6% yang tidak
daerah yang mempunyai kecukupan air. Daerah Aliran berada di wilayah DAS.
Sungai (DAS) menjadi pilihan yang paling tepat untuk
Sumber : Olahan Tabel SP-1D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.5.1.2. Sebaran Industri Peserta PROPER peringkat kedua terdiri rumah sakit 2, hotel 1 dan
Pengawasan Provinsi Sumatera Barat industri farmasi 1. Sedangkan Pertambangan Energi
Dilihat dari jenis industri yang terdapat di Migas (PEM) dengan jumlah pertambangan 3 industri
Provinsi Sumatera Barat, Agro Industri merupakan serta 1 Pembangkit Listrik Tenaga Gas.
jenis industri terbanyak yang ada di Provinsi Sumatera
Barat dengan jumlah industri sawit 12 industri, karet 4
perkebunan dan pabrik teh 1 serta industri minuman 1.
Sedangkan Manufaktur Prasarana Jasa (MPJ) dengan
20
Minuman,
Teh, 1 1
15 Karet, 4
10
Sawit 12
5 Hotel, 11 PLTG, 1
Farmasi, Tambang, 3
RS, 2
0
Agro MPJ PEM
Sumber : Olahan Tabel SP-1D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Dilihat dari sebaran industri peserta PROPER terbanyak kedua yang terdapat di Kota Padang dan
tiap kabupaten/kota terlihat bahwa industri ini tersebar Kabupaten Dharmasraya. Industri semen hanya
di beberapa kabupaten/kota diantaranya Kabupaten terdapat di Kota Padang, industri teh di Kabupaten
Pasaman Barat 5 perusahaan, Kabupaten Solok Solok dan sisanya terdapat industri minuman, industri
Selatan 2 perusahaan, Kabupaten Dharmasraya 3 farmasi, dan industri pakan ternak di Kabupaten
perusahaan, Kabupaten Padang Pariaman 1 Padang Pariaman. Sebaran industri tersebut dapat
perusahaan dan Kabupaten Agam 3 perusahaan. dilihat pada Gambar 3.66.
Selanjutnya industri karet menjadi perusahaan
Kab. Dharmasraya; 3
Kota Padang; 5
Kab. Agam; 3
Kab. Padang
Kab. Solok Selatan; 2 Pariaman; 4
Sumber : Olahan Tabel SP-1D, Buku Data SLHD Sumatera Barat, Tahun 2014
Pertambangan merupakan salah satu sumber batu bara Ombilin Sawahlunto yang merupakan lokasi
daya alam yang potensinya cukup besar di Indonesia. pertambangan batu bara pertama yang ditemukan
Kegiatan pertambangan di Indonesia sudah oleh Belanda. Batu bara dari Ombilin ini digunakan
berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda seperti oleh Pabrik Semen Padang untuk proses produksi
PT. Semen Padang yang merupakan pabrik semen pertamanya sampai sekarang.
Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun Sijunjung, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Lima
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Puluh Kota, Pasaman, dan Tanah Datar. Bahan
yang dimaksud dengan pertambangan adalah tambang golongan C menyebar hampir di seluruh
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka kabupaten dan kota yang sebagian besar terdiri dari
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau pasir, batu, kerikil, batu kapur, clay dan tanah urug.
batubara yang meliputi konstruksi, penambangan, Jenis bahan galian yang dominan di Kota
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan Padang adalah batu kapur yang sebagian besar di
penjualan, serta kegiatan pascatambang. Kegiatan eksplorasi dan di produksi oleh PT. Semen Padang.
pertambangan yang ada di Indonesia yaitu Luas areal tambang sekitar 206,96 Ha dengan jumlah
pertambangan batu bara dan pertambangan mineral produksi hampir delapan juta ton per tahun. Selain
yang terdiri dari mineral logam, mineral bukan logam Kota Padang, Kabupaten Agam juga menghasilkan
dan batuan. Pertambangan mineral logam misalnya batu kapur dengan jumlah produksi sebesar 473.040
emas, perak, tembaga, timah, nikel, timbal, dan lain- ton per tahun. Kabupaten Padang Pariaman lebih
lain. Sedangkan mineral bukan logam diantranya pasir didominasi bahan galian C dengan jumlah produksi
kuarsa, belerang, mika, zeolit, kaolin, dolomit, dan mencapai satu juta ton per tahun. Tambang batu bara
sebagainya. Sementara mineral batuan diantaranya di Kabupaten Pesisir Selatan dengan luas areal
terdiri dari obsidian, marmer, tanah urug, batu kali, 15.878,53 Ha, merupakan salah satu daerah penghasil
pasir, kerikil, batu gamping dan lain-lain. batu bara terbesar di Provinsi Sumatera Barat. Bijih
besi dihasilkan di Kabupaten Solok dengan produksi
3.6.1 Sumber Tekanan 34.000 ton per tahun. Kabupaten Pasaman
3.6.1.1 Luas Areal dan Produksi Pertambangan merupakan salah satu penghasil emas di Provinsi
Menurut Jenis Bahan Galian Sumatera Barat dengan luas areal mencapai
Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi 31.308,61 Ha. Perbandingan luas areal dan jumlah
bahan tambang golongan A, B dan C. Bahan tambang produksi bahan galian di Provinsi Sumatera Barat
golongan A yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 3.67.
berupa batu bara yang sebagian besar terdapat di
Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten
Dharmasraya dan Kabupaten Pesisir Selatan.
Sedangkan bahan tambang golongan B berupa logam
dasar, emas, bijih besi, tembaga, mangan, batu silika
dan timah hitam yang menyebar di wilayah Kabupaten
Gambar 3.67 Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian
Sumber : Olahan Tabel SE-6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.6.1.2 Potensi Energi Panas Bumi 3. Ramah lingkungan karena tidak menyebabkan
Energi panas bumi atau geothermal energy pencemaran (baik pencemaran udara,
adalah energi thermal (panas) yang dihasilkan dan pencemaran suara, serta tidak menghasilkan emisi
disimpan di dalam bumi. Proses terbentuknya energi karbon dan tidak menghasilkan gas, cairan,
panas bumi (geothermal) dipicu oleh aktivitas tektonik maupun meterial beracun lainnya)
di dalam perut bumi. Inti bumi memiliki magma yang 4. Dibandingkan dengan energi alternatif lainnya
temperaturnya mencapai 5.400 derajat celcius. seperti tenaga surya dan angin, sumber energi ini
Magma ini membuat lapisan bumi di sebelah atasnya bersifat konstan sepanjang musim.
mengalami peningkatan temperatur. Ketika lapisan ini Selain memiliki potensi bahan tambang,
bersentuhan dengan air maka akan menjadi uap Provinsi Sumatera Barat juga memiliki potensi energi
panas bertekanan tinggi. Inilah energi potensial yang geothermal (panas bumi). Energi geothermal di
kemudian dikenal sebagai energi panas bumi atau Provinsi Sumatera Barat sebagian besar berada di
geothermal energy. Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Solok dan
Pemanfaatan energi panas bumi diyakini Kabupaten Pasaman. Kabupaten Solok Selatan
menjadi salah satu sumber energi alternatif. Kelebihan memiliki cadangan energi geothermal sebesar 606
energi yang dihasilkannya adalah: MWe atau sekitar 80% dari total energi geothermal di
1. Panas bumi merupakan salah satu sumber energi Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan Kabupaten Solok
terbersih. memiliki potensi energi geothermal sebesar 389 MWe
2. Merupakan jenis energi terbarukan yang relatif atau sekitar 44% dari total energi geothermal di
tidak akan habis. Provinsi Sumatera Barat. Perbandingan potensi energi
Gambar 3.68 Persentase Potensi Lapangan Energi Panas Bumi Sumatera Barat
Sumber: Olahan Tabel SE-6C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.6.1.3 Inventarisasi Pembangkit Listrik Tenaga Provinsi Sumatera Barat telah memanfaatkan
Mikro Hidro (PLTMH) / Picohidro energi mikro hidro sebagai sumber energi listrik.
Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga Daerah terbanyak yang memanfaatkan energi ini
air skala kecil dengan batasan kapasitas antara 5 kW- adalah Kabupaten Solok Selatan dengan daya 406 kW
1 MW per Unit. Pembangkit tenaga listrik mikrohidro dan jumlah pelanggan sebesar 29% dari total
pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan pelanggan seluruh Sumatera Barat. Selanjutnya
jumlah debit air per detik yang ada pada aliran air adalah Kabupaten Solok dengan daya 357 kW dan
irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan jumlah pelanggan sekitar 25%. Perbandingan jumlah
memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi pelanggan dan daya PLTMH di Provinsi Sumatera
mekanik. Energi ini selanjutnya menggerakkan Barat dapat dilihat pada Tabel 3.4.
generator dan menghasilkan energi listrik.
Tabel 3.4 Jumlah Pelanggan dan Daya PLTMH di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
No Lokasi Daya (kW) Jumlah Pelanggan (KK) Persentase Pelanggan (%)
1 Kab. Solok Selatan 406 1930 29
2 Kab. Solok 357 1630 25
3 Kab. Pesisir Selatan 276 1347 20
4 Kab. Pasaman Barat 190 760 14
5 Kab. Pasaman 144 890 12
Sumber : Olahan Tabel SE-6D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.6.1.4 Potensi Energi Hidro DAS Batanghari dengan luas mencapai 14.393,1 Ha,
Potensi energi hidro di Provinsi Sumatera kapasitas 165,2 MW dan debit 1.148 m3/detik. DAS
Barat cukup besar karena dilalui oleh beberapa sungai Batang Gumanti menempati urutan kedua terbesar
besar. Empat lokasi dengan potensi energi hidro energi hidro dengan luas sebesar 1.530,70 Ha,
terbesar di Provinsi Sumatera Barat berada di DAS kapasitas 135 MW dan debit 129 m3/detik. Sedangkan
Batanghari, DAS Batang Gumanti, DAS Batang Sikiah DAS Batang Sikiah memiliki potensi luas 438,8 Ha,
dan DAS Air Haji. Potensi terbesar bersumber dari kapasitas 20,4 MW dan debit 39 m3/detik. Potensi
energi hidro dari DAS Air Haji dengan luas sebesar Perbandingan potensi energi hidro di Provinsi
383 Ha, kapasitas 10 MW dan debit 27 m3/detik. Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 3.69.
Gambar 3.69 Potensi Energi Hidro di Provinsi Sumatera Barat
Sumber: Olahan Tabel SE-6E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Bahan bakar adalah suatu materi apapun Perkembangan jumlah kendaraan di Provinsi
yang bisa diubah menjadi energi. Bahan bakar Sumatera Barat Tahun 2013 dan 2014 dilihat dari
mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan jumlah uji berkala di Dinas Perhubungan Provinsi
dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan Sumatera Barat, jumlah kendaraan umum dalam
manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks) provinsi dan antar provinsi serta perkembangan jumlah
dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas kendaraan mobil penumpang, mobil barang dan
setelah direaksikan dengan oksigen di udara. Proses kendaraan roda dua. Dari data jumlah kendaraan
lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar adalah yang uji berkala di Dinas Perhubungan Provinsi
melalui reaksi eksotermal dan reaksi nuklir. Sumatera Barat tahun 2013 dan 2014 pada Tabel SP-
Hidrokarbon termasuk di dalamnya bensin dan solar 2E diperoleh jumlah kendaraan bermotor roda 4 dan
sejauh ini merupakan jenis bahan bakar yang paling 6 pada tahun 2013 adalah 7.375 unit, sedangkan pada
sering digunakan manusia. Bahan bakar lainnya yang tahun 2014 adalah 6.209 unit, mengalami penurunan
bisa dipakai adalah logam radioaktif. 1.166 unit atau 15,81 %. Selain itu jumlah kendaraan
Analisis sumber dan bentuk tekanan angkutan umum, baik dalam provinsi (AKDP) maupun
dilakukan dengan dengan pembahasan terhadap antar provinsi (AKAP) selama tahun 2012 sampai
jumlah kendaraan, pemakaian bahan bakar bensin tahun 2014 memperlihatkan jumlah yang relatif stabil,
dan solar pada kendaraan, pemakaian bahan bakar bahkan cendrung menurun 10 unit setiap tahunnya.
minyak pada sektor industri dan pemakaian bahan Begitu juga dengan jumlah kendaraan berdasarkan
bakar keperluan rumah tangga. jenis, mengalami penurunan sejak tahun 2012
mengalami penurunan (66,74%) untuk kendaraan
3.7.1. Sumber Tekanan mobil penumpang, mobil barang 28,53 % mobil barang
3.7.1.1. Jumlah Kendaraan menurut Jenis dan sepeda motor 21,89 % per tahun sebagaimana
Kendaraan dan Bahan Bakar yang terlihat pada Gambar 3.70 berikut ini.
Digunakan
Gambar 3.70 Jumlah Kendaraan Roda 4 dan roda 6 Tahun 2013 dan 2014
Sumber : Olahan Tabel SP -2E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel SP-2G Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber: Olahan Tabel SP-2H Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.7.1.2. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) diesel (202.79 liter). Jenis BBM lainnya yang
Untuk Sektor Industri menurut Jenis dimanfaatkan juga adalah LPG (246.500 kg), Batubara
Bahan Bakar (60 ton) dan Biomassa (258.160 ton), sebagaimana
Berdasarkan Tabel SP-3 konsumsi bahan yang terlihat pada Gambar 3.73.
bakar minyak yang dipakai pada sektor indusri di
Provinsi Sumatera Barat didominan oleh solar
(7.003.083 liter), minyak tanah (1.388.370 liter),
Sumber: Olahan Tabel SP-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.7.1.3. Konsumsi Bahan Bakar Untuk Keperluan bakar minyak tanah masih digunakan sebagai bahan
Rumah Tangga bakar domestik dan pemakaian terbanyak ada di Kota
Pada Tabel SP-4 terdapat 5 jenis bahan bakar yang Payakumbuh dan Kabupaten Agam, yaitu 13.682.338
dimanfaatkan rumah tangga di Provinsi Sumatera liter atau 72,72% dari total konsumsi, diikuti oleh
Barat, yaitu LPG, Minyak Tanah, Briket, dan Kayu Kabupaten Pesisir Selatan 9.735.397 liter dan
Bakar. Pemakaian LPG paling banyak yang Kabupaten Pasaman 400.000 liter. Kayu bakar
dikonsumsi rumah tangga adalah Kota Payakumbuh masih dimanfaatkan sebagai bahan bakar di 4
dan Kabupaten Agam yaitu 14.279.683 (18.45 %), Kabupaten/Kota, yaitu Kota Payakumbuh dan
dari total konsumsi LPG di 8 Kabupaten/Kota di Kabupaten Agam yaitu 7.233.444 liter atau 99,87 %
Provinsi Sumatera Barat, yaitu 29.438.110. Bahan dari total konsumsi.
Sumber: Olahan Tabel SP-4 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 3.75 Konsumsi Minyak Tanah dan Kayu bakar Rumah Tangga Pada 4 Kabupaten/Kota
Sumber: Olahan Tabel SP-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Selanjutnya dari Tabel SP-4A, pada 3 Kota sebesar 8.587.769 liter (29.57%) serta penurunan
dan 4 Kabupaten terjadi peningkatan pemakaian pemakaian kayu bakar yang cukup tajam, yaitu
bahan bakar jenis minyak tanah pada tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SP-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.7.1.4. Jumlah Kendaraan menurut Jenis yang menggunakan bensin ini menurun dibandingkan
Kendaraan dan Bahan Bakar Yang tahun 2013 dengan persentase 91 %, sedangkan
Digunakan kendaraan bahan bakar solar meningkat dari 9% pada
Dari Tabel SP-2 jenis kendaraan yang tahun 2013. Bahan bakar bensin dan solar paling
banyak menggunakan BBM bensin dan solar di banyak digunakan di Kota Padang yaitu 536.720
Provinsi Sumatera Barat adalah kendaraan beban, kendaraan bahan bakar bensin dan 56.163 unit
penumpang pribadi, penumpang umum, bus kecil, dan dengan bahan bakar solar. Bahan bakar bensin
kendaraan roda dua dengan total kendaraan adalah banyak digunakan oleh kendaraan penumpang
1.180.303 unit kendaraan yang menggunakan bensin pribadi, truk dan kendaraan roda 2, sedangkan solar
sebagai bahan bakar adalah 951.958 unit (80%) dan banyak digunakan oleh kendaraan beban ,
yang menggunakan solar sebagai bahan bakarnya penumpang umum dan mobil pribadi.
sebanyak unit 225.345 (20%). Persentase kendaraan
Gambar 3.77 Jumlah Kendaraan dengan Bahan Bakar Bensin dan Solar
Sumber: Olahan Tabel SP-2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.7.2. Bentuk Tekanan dan Dampak Terhadap menggunakan angkutan umum sebagai transportasi.
Lingkungan Transportasi terdiri dari transportasi darat, laut, dan
Dari hasil Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan udara. Transportasi udara merupakan transportasi
di Indonesia, kendaraan bermotor mempunyai andil yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya,
yang sangat besar dalam memberikan kontribusi pada selain memiliki teknologi yang lebih canggih dan
polusi udara. Konstribusi gas buang kendaraan merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan
bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60- dengan alat transportasi lainnya.
70%, bandingkan dengan industri yang hanya berkisar Untuk menanggulangi peningkatan jumlah
antara 10-15%. Sedangkan sisanya berasal dari alat transportasi, Pemerintah menggiatkan
rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran pemanfaatan jenis transportasi publik, yaitu seluruh
hutan/ladang dan lain-lain. Polusi udara dapat alat transportasi di mana penumpang tidak bepergian
menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia menggunakan kendaraannya sendiri. Yang termasuk
melalui berbagai cara, antara lain dengan merangsang transportasi publik adalah kereta dan bis, pelayanan
timbulnya atau sebagai faktor pencetus sejumlah maskapai penerbangan, feri, taxi, dan lain-lain. Jenis
penyakit. Terdapat korelasi yang kuat antara kendaraan (transportasi) yang banyak digunakan di
pencemaran udara dengan penyakit bronchitis kronik Sumatera Barat adalah Bendi, Taxi, Bus Penumpang,
(menahun). Khusus polusi udara yang berasal dari Kereta Api, Kapal Laut dan Pesawat Terbang.
kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang tak
ramah lingkungan, terutama karena masih 3.8.1. Sumber Tekanan
mengandung sejumlah Pb, dikhawatirkan akan Sumber tekanan dari sektor transportasi
menurunkan kualitas sumberdaya manusia, karena berasal dari kegiatan kendaraan penumpang umum,
akan menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak. sarana pelabuhan laut dan udara dan munculnya
timbulan limbah padat dari sektor transportasi.
3.8. TRANSPORTASI
3.8.1.1. Perkiraan Volume Limbah Padat
Berdasarkan Sarana Transportasi Darat
Provinsi Sumatera Barat mempunyai terminal
transportasi darat, udara dan air. Kegiatan terminal ini
memberikan tekanan terhadap kualitas lingkungan
hidup terutama terhadap banyaknya limbah padat
yang dihasilkan dari kegiatan terminal darat, udara
Transportasi digunakan untuk memudahkan maupun air. Pada tahun 2014 diperkirakan jumlah
manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di terminal
negara maju, transportasi biasanya menggunakan udara (Bandara Internasional Minangkabau) sebesar
kereta bawah tanah (subway) dan taksi dan jarang 12,5 m3/hari.
Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan Dharmasraya merupakan kabupaten yang terkecil
sarana transportasi darat, udara dan air adalah limbah menyumbang limbah padat dari kegiatan sarana
padat yang dihasilkan. Kabupaten Padang Pariaman transportasi yaitu sebesar 0,66 m3/hari. Untuk lebih
merupakan kabupaten yang menghasilkan volume jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.78
limbah padat terbesar dari kegiatan sarana berikut.
transportasi yaitu 148 m3/hari sedangkan Kabupaten
Gambar 3.78 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan Dari Sarana Transportasi
di 8 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber: Olahan Tabel SP-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.8.1.2. Sarana Transportasi Darat terminal tersebut tidak dapat difungsikan sebagaimana
Pada tahun 2013, ada 37 terminal yang mestinya. Beberapa terminal yang tidak berfungsi
berada di Kab/ Kota Sumatera Barat yang terdiri dari tersebut diantaranya terminal Air Pacah di Kota
berbagai macam tipe terminal darat seperti tipe A, tipe Padang. Keadaan terminal yang tidak berfungsi ini
B dan tipe C. Namun pada tahun 2014 terjadi menyebabkan terbentuknya terminal bayangan di
penurunan jumlah terminal karena sebahagian besar beberapa lokasi
a. Terminal Air Kuning, Kota Bukittinggi b. Terminal Bareh Solok, Kota Solok
3.8.1.3. Sarana Pelabuhan Laut dan Udara
Sarana transportasi laut terdapat pada Pelabuhan terbanyak ada di Kabupaten Kepulauan
beberapa kota yang berada di wilayah laut dan pesisir. Mentawai yaitu 5 pelabuhan, sedangkan terluas
Terdapat 9 pelabuhan laut yang berada di 4 berada di Kota Padang, yaitu Pelabuhan Teluk Bayur
Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Pesisir Selatan, Kota sebagai pelabuhan utama dengan luas 73.329 Ha.
Padang, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Jumlah dan luas masing-masing pelabuhan pada
Kepulauan Mentawai dengan luas total 75.933,03 Ha. kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 3.5.
3. Kab.Pasaman Barat 1 -
4. Kab.Pesisir Selatan 1 -
TOTAL 9 75.933,03
Sumber: Olahan Tabel SP-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sarana transportasi laut yang ada di Provinsi Terdapat 4 bandar udara di Provinsi
Sumatera Barat mempunyai fungsi yang beragam Sumatera Barat dengan klasifikasi Internasional,
diantaranya pelabuhan utama, pengumpul regional, Perintis, Lokal dan AURI. Internasional Minangkabau
pelabuhan laut (penumpang dan barang) dan (BIM) yang berada di Kabupaten Padang Pariaman
pelabuhan lokal. Kabupaten Pesisir Selatan merupakan bandara bertaraf Internasional dengan
merupakan daerah yang mempunyai banyak klsifikasi 4D yang diperuntukkan untuk penerbangan
pelabuhan dan dermaga. Terdapat 7 pelabuhan jenis sipil, melayani penerbangan internasional dan
dengan luas total 162 Ha yang berfungsi sebagai domestik dengan luas 427.766 ha. Pelabuhan udara
pelabuhan bongkar muat, lelang ikan, penyeberangan khusus militer juga terdapat di Provinsi Sumatera
dan wisata serta pelabuhan pengumpul regional. Barat yaitu Bandar Udara Tabing yang dimiliki oleh
Sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat, Kota TNI Angkatan Udara dengan luas 84.20 ha. Selain itu
Padang memiliki beberapa pelabuhan laut diantaranya juga terdapat Bandar Udara Rokot, klasifikasi 2B untuk
Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Teluk Bungus dan penerbangan domestik dan jenis sipil yang terdapat di
Pelabuhan Muara. Pelabuhan Teluk Bayur sebagai Kabupaten Kepulauan Mentawai, serta Bandara
pelabuhan utama yang berfungsi sebagai pelabuhan Pusako Anak Nagari di Kabupaten Pasaman Barat
nasional dan internasional. Pelabuhan Teluk Bungus dengan luas 10 Ha berfungsi sebagai bandara perintis
merupakan pelabuhan lokal untuk penumpang dan penghubung Kabupaten Pasaman Barat dengan
barang dan Pelabuhan Muara sebagai pelabuhan Ibukota Provinsi, Padang.
pengumpul.
3.8.1.4. Jumlah Penumpang Berdasarkan Sarana penumpang dengan penumpang terbanyak dilayani
Transportasi oleh jenis angkutan pesawat udara, yaitu 2.745.438
Sarana trasnportasi laut, pesawat udara dan orang atau 80,29% dari total pengguna angkutan
kereta api pada tahun 2014 melayani 3.419.230 sebagaimana Gambar 3.81 berikut.
Sumber: Olahan Tabel SP-5B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.8.1.5. Perbandingan Antar Waktu pesawat udara semakin banyak, harga relatif
Jumlah penumpang yang memanfaatkan terjangkau, cepat dan nyaman, sehingga masyarakat
angkutan pesawat udara meningkat dari tahun 2012 lebih memilih pesawat udara sebagai sarana
sampai dengan tahun 2014, sedangkan yang transportasinya. Perkembangan jumlah penumpang
memanfaatkan jasa kapal laut dan kereta menurun tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.82 berikut.
jumlahnya. Hal ini dapat diakibatkan karena jumlah
Sumber: Olahan Tabel SP-5C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.8.1.6. Jumlah Kendaraan Angkutan Darat Antar kendaraan yang banyak digunakan masyarakat
Waktu sampai tahun 2014 adalah jenis sepeda motor roda 2
Jumlah kendaraan selalu meningkat setiap sebanyak 310.199 unit, mini bus sebanyak 56.274 unit
tahunnya. Total kendaraan tahun 2014 di Sumatera dan pick up sebanyak 14.668 unit. Gambaran 4 jenis
Barat adalah 427.711 unit, meningkat dibandingkan kendaraan yang banyak dimintai masyrakat dari tahun
tahun 2013 yang hanya 407.088 unit. Jenis 2012 sd 2014 dapat dilihat pada Gambar 3.83.
Gambar 3.83 Jenis Kendaraan Yang Banyak Disukai Masyarakat antar 2012-2014
Sumber: Olahan Tabel SP-5D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.9.1. Sumber Tekanan merupakan jumlah obyek yang sangat sedikit yaitu
3.9.1.1. Jenis Obyek Wisata sejumlah 4 obyek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
Obyek wisata alam merupakan obyek wisata yang jenis obyek wisata dan lokasi obyek sebagaimana
sangat banyak jumlahnya di Provinsi Sumatera Barat Gambar 3.84 dan Gambar 3.85 berikut.
yaitu sebanyak 129 obyek dan wisata religius
Sumber : Olahan Tabel SP 6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Obyek Wisata Lembah Harau di Kabupaten Lima Obyek Wisata Pantai Carocok di Kabupaten
Puluh Kota Pesisir Selatan
Obyek Wisata Jembatan Aka di Kabupaten Pesisir Obyek Wisata Jam Gadang di Kota Bukittinggi
Selatan
Gambar 3.86 Jumlah Pengunjung Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SP 6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Dalam kurun waktu empat tahun, kunjungan Kota Padang mengalami peningkatan kunjungan
wisata di 3 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat wisata sebanyak 103.629 orang. Kabupaten Agam dan
mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun Kota Payakumbuh merupakan kabupaten/kota yang
2014 kecuali Kota Padang yang mengalami penurunan tingkat kunjungan wisatanya terus meningkat tiap
pada tahun 2011 sebanyak 120.018 orang, tahun tahunnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
2012 sebanyak 93.721 orang dan tahun 2013 sebagaimana Gambar 3.87 berikut.
sebanyak 80.994 orang sedangkan pada tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SP 6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Disisi lain kunjungan wisata mancanegara banyak mengunjungi Provinsi Sumatera Barat berasal
yang berkunjung ke Provinsi Sumatera Barat tahun dari Malaysia sebanyak 37.369 orang sedangkan
2014 sebanyak 49.116 orang yang berasal dari 10 Hongkong merupakan wisata mancanegara yang
negara yaitu Malaysia, Australia, Singapura, Perancis, paling sedikit mengunjungi Provinsi Sumatera Barat
Jerman, Tiongkok, Inggris, Jepang, Hongkong dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana
Amerika. Jumlah wisata mancanegara yang paling Gambar 3.88 berikut.
Gambar 3.88 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SP-6A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Dalam kurun waktu empat tahun kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 29.638 orang dan
wisata ke Provinsi Sumatera Barat baik wisatawan pada tahun 2014 kunjungan wisatawan nusantara
nusantara maupun wisatawan mancanegara sebanyak 17.786.379 orang dan kunjungan wisatawan
mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai tahun mancanegara sebanyak 49.116 orang. Untuk lebih
2014 dimana pada tahun 2011 kunjungan wisatawan jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.89
nusantara sebanyak 5.106.321 orang dan kunjungan berikut.
Sumber : Olahan Tabel SP-6E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.9.1.3. Jumlah Hotel dan Restoran/Rumah Makan terbanyak yaitu 70 hotel hal ini disebabkan Kota
di Provinsi Sumatera Barat Bukittinggi merupakan kota tujuan wisata. Sedangkan
Kegiatan yang mendukung pertumbuhan restoran paling banyak terdapat di Kabupaten
sektor pariwisata salah satunya adalah kegiatan Dharmasraya dengan jumlah 146 restoran. Untuk lebih
perhotelan dan restoran/rumah makan. Kota jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.90
Bukittinggi merupakan daerah kabupaten/kota di berikut.
Provinsi Sumatera Barat yang memiliki jumlah hotel
Sumber : Olahan Tabel SP-6D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.9.1.4. Tingkat Hunian Hotel di Provinsi Sumatera Puluh Kota merupakan tingkat hunian yang paling
Barat rendah yaitu sebesar 6,98 %. Untuk lebih jelasnya
Tingkat hunian hotel di Provinsi Sumatera dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.91 berikut.
Barat sebesar 36,39 % dengan Kabupaten
Dharmasraya merupakan tingkat hunian hotel yang
tertinggi sebesar 56,15% sedangkan Kabupaten Lima
Sumber : Olahan Tabel SP-7D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Rata-rata tingkat hunian hotel yang berada di Sedangkan kabupaten/kota yang mengalami
enam kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat pada penurunan tingkat hunian adalah Kabupaten Padang
tahun 2014 mengalami peningkatan seperti Kabupaten Pariaman dengan tingkat hunian 28 %, Kota Padang
Agam dengan tingkat hunian 35,44 %, Kota Padang dengan tingkat hunian 5 % dan Kota Sawahlunto
Panjang dengan tingkat hunian 24,35 % dan Kota dengan tingkat hunian 43,65 %. Untuk lebih jelasnya
Payakumbuh dengan tingkat hunian sebesar 51,50 %. dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.92 berikut.
Gambar 3.92 Rata-Rata Tingkat Hunian Hotel Dalam Kurun Waktu 4 Tahun
Sumber : Olahan Data SP-7A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Tingkat hunian hotel berbintang di Provinsi peningkatan pada tahun 2013 sebesar 60,38% dan
Sumatera Barat pada tahun 2014 mengalami tahun 2014 sebesar 64,53%. Untuk lebih jelasnya
penurunan kecuali hotel berbintang 4 yang mengalami dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.93 berikut.
Gambar 3.93 Perbandingan Tingkat Hunian Hotel Berbintang Tahun 2013 dan Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel SP-7C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.9.2. Bentuk Tekanan dan Dampak Terhadap 423,1 m3/hari sedangkan Kabupaten Dharmasraya
Lingkungan merupakan kabupaten yang terkecil menyumbang
3.9.2.1. Perkiraan Jumlah Limbah Padat limbah padat pada objek wisata sebesar 0,06 m3/hari.
Berdasarkan Lokasi Obyek Wisata, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Tabel
Jumlah Pengunjung dan Luas Kawasan 3.6 berikut.
Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan
wisata salah satunya adalah limbah padat yang
dihasilkan di objek wisata dan hotel tempat menginap
para wisatawan. Kabupaten Pesisir Selatan
merupakan kabupaten yang menghasilkan volume
limbah padat pada lokasi objek wisata terbesar yaitu
Tabel 3.6 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Lokasi Obyek Wisata
Volume Limbah Padat
No Kabupaten/Kota
(m3/hari)
1 Kota Padang 97,86
3.9.2.2. Perkiraan Beban Limbah Padat dan padat yaitu sebesar 70,57 m3/hari sedangkan terendah
Limbah Cair Berdasarkan Sarana pada Kabupaten Pasaman sebesar 0,04 m3/hari.
Hotel/Penginapan Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.7
Disisi lain kegiatan hotel merupakan salah berikut.
satu kegiatan penunjang pariwisata yang berkontribusi
terhadap volume limbah padat yang dihasilkan. Kota
Bukittinggi merupakan penyumbang terbesar limbah
Tabel 3.7 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Kegiatan Hotel
No Kabupaten/Kota Volume Limbah Padat (m3/hari)
1 Kota Padang 5
Jika dilihat dari tingkat kunjungan dan hunian menyumbang volume limbah padat baik pada obyek
hotel terdapat korelasi yang erat terhadap volume wisata maupun hotel yaitu Kabupaten Pesisir Selatan.
limbah padat yang dihasilkan dapat digambarkan Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.8
bahwa Kabupaten yang tinggi kunjungan wisata akan berikut.
Tabel 3.8 Korelasi Antara Kunjungan Wisata Dengan Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan
Limbah Padat Kunjungan Wisata
Kabupaten/Kota
Objek Wisata Hotel (orang/tahun)
Kota Padang 97.86 5 103.629
Kota Bukittinggi 17,77 70,57 439.201
Kabupaten Agam 1,85 0,855 266.506
Kabupaten Lima Puluh Kota 99 3,13 537.637
Kabupaten Sijunjung 6,63 0,311 64.451
Kabupaten Pesisir Selatan 423.1 24,2 12.549.484
Sumber : Olahan Tabel SP 6 dan SP 7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Hotel sebagai sarana penunjang kegiatan BOD yaitu 248,5 ton/tahun dan untuk parameter COD
pariwisata bukan hanya menyumbang volume limbah yaitu 778 ton/tahun sedangkan Kabupaten Sijunjung
padat tetapi limbah cair pun sangat mempengaruhi merupakan penyumbang terendah untuk parameter
degradasi lingkungan apabila tidak dilakukan BOD yaitu 0,0134 ton/tahun dan Kabupaten Lima
pengelolaan dengan baik. Kegiatan hotel di Kota Puluh Kota untuk parameter COD yaitu 0,23 ton/tahun.
Bukittinggi merupakan penyumbang beban Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Tabel
pencemaran limbah cair terbesar untuk parameter 3.9 berikut.
sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung hidup dan setiap pengelolaan limbah B3 yang
B3, dimana B3 merupakan singkatan dari bahan dilakukan wajib mendapat izin dari Menteri, Gubernur
berbahaya dan beracun. Bahan berbahaya dan atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak 3.10.1.1 Perusahaan Yang Mendapat Izin
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan Provinsi Sumatera Barat berupa penyimpanan
hidup manusia dan makhluk hidup lain (amanat sementara oleh penghasil, sedangkan rangkaian
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan (pengumpulan, pengangkutan,
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun). pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan) lainnya
Limbah B3 wajib dikelola agar tidak dilakukan oleh pihak ketiga di luar Provinsi Sumatera
menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan dan Barat. Penghasil limbah B3 di Provinsi Sumatera Barat
kesehatan. Pengelolaan limbah B3 ini merupakan berasal dari rumah tangga, perkantoran, pasar, rumah
suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengurangan, sakit, industri, perhotelan, dan dari kegiatan lainnya.
pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan. dari industri dan rumah sakit. Penghasil limbah B3
Melalui pengelolaan limbah B3 rantai siklus perjalanan yang berupa badan usaha (seperti industri, rumah
limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sakit dan perhotelan) wajib memiliki izin penyimpanan
sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 sementara limbah B3 yang di keluarkan oleh
Pada izin penyimpanan sementara TPS limbah B3, memenuhi ketentuan teknis TPS
dicantumkan kewajiban-kewajiban penghasil dalam limbah B3 dan melakukan pelaporan pengelolaan
pengelolaan limbah B3. Diantaranya adalah limbah B3 secara rutin ke instansi terkait.
melakukan pencatatan keluar masuknya limbah B3 ke
Gambar 3.94 Jenis Kegiatan/Usaha yang memiliki Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3
Sumber : Olahan Tabel SP-11 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Kegiatan/usaha dibidang agroindustri dan lampu TL bekas. Institusi lainnya yang banyak
merupakan kegiatan/usaha yang paling banyak menghasilkan limbah B3 adalah rumah sakit. Limbah
memiliki Izin penyimpanan sementara limbah B3 yaitu B3 yang dihasilkan berupa limbah medis infeksius,
sebanyak 29 kegiatan. Selanjutnya diikuti oleh produk farmasi kadaluarsa, limbah laboratorium, dan
kegiatan pertambangan sebanyak 6 kegiatan. Izin residu insinerator. Limbah B3 rumah sakit ini dikelola
penyimpanan sementara limbah B3 untuk kegiatan dengan menggunakan insinerator.
pertambangan didominasi oleh industri semen Provinsi Sumatera Barat tidak hanya memiliki
sebanyak 5 izin. Kegiatan yang paling sedikit memiliki rumah sakit pemerintah namun juga memiliki rumah
izin penyimpanan sementara adalah kegiatan dibidang sakit swasta yang jumlahnya cukup banyak. Rumah
energi dan migas sebanyak 2 kegiatan. Untuk lebih sakit swasta ini juga menghasilkan limbah medis yang
jelas dapat dilihat pada Gambar 3.94. harus segera dikelola agar tidak menimbulkan efek
negatif bagi kesehatan maupun lingkungan. Jumlah
3.10.1.2 Jumlah Limbah B3 Medis Rumah Sakit limbah medis yang berasal dari rumah sakit
Industri yang ada di Provinsi Sumatera Barat pemerintah diperkirakan sebanyak 5.815 kg,
sebagian besar dibidang agroindustri yaitu industri sedangkan yang berasal dari rumah sakit swasta
pengolahan minyak sawit dan industri pengolahan sebanyak 1.810 kg. Perbandingan timbulan limbah B3
karet (crumb rubber). Limbah B3 yang dihasilkan medis rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit
berupa aki bekas, oli bekas, filter oli bekas, kain majun swasta dapat dilihat pada Gambar 3.95.
Sumber: Olahan Tabel SP-11C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
3.10.2 Bentuk Tekanan Dampak Terhadap penimbun limbah B3. Pengelolaan limbah B3 yang
Lingkungan berasal dari rumah sakit perlu penanganan khusus
Setiap limbah B3 yang dihasilkan baik dari karena limbah B3 yang dihasilkan merupakan limbah
kegiatan industri ataupun rumah sakit, jika tidak B3 medis yang berasal dari jaringan tubuh sisa
dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak operasi, darah, jarum suntik dan peralatan medis
negatif. Dampak negatif ini dapat mengganggu bekas lainnya yang terindikasi mengandung
keseimbangan lingkungan yang nantinya akan mikroorganisme patogen. Pengelolaan limbah B3
berdampak terhadap kesehatan manusia. medis ini dilakukan melalui pembakaran dengan
Untuk mencegah terjadinya dampak negatif insinerator. Hal ini dilakukan untuk memusnahkan
limbah B3 terhadap lingkungan, maka perlu dilakukan kuman penyakit pada limbah tersebut dan untuk
pengelolaan mulai dari penghasil limbah B3 sampai mereduksi volume limbah B3 yang dihasilkan.
Berbagai upaya untuk mengendalikan kerusakan dan pencemaran dilakukan melalui penghijauan,
reboisasi, perbaikan fisik lainnya, pembinaan dan pengawasan AMDAL, UKL UPL Disamping itu,
meningkatnya jumlah Sekolah Adiwiyata maupun partisipasi dunia usaha melalui program CSR
bidang lingkungan serta Gerakan Sumbar Bersih yang melibatkan kelurahan/kecamatan, juga turut
andil dalam upaya pengelolaan lingkungan di Sumatera Barat.
Upaya Pengelolaan Lingkungan
Dalam pelaksanaan pembangunan dan kecenderungan banjir dan menjaga aliran air di
upaya pertumbuhan ekonomi, hutan kerap musim kemarau. Fungsi tersebut akan hilang jika
mengalami tekanan dimana eksploitasi dan vegetasi di daerah DAS yang lebih tinggi hilang
konversi lahan hutan sebagai salah satu sumber atau rusak. Hutan juga sangat berperan dalam
daya alam menjadi tumpuan untuk mengejar target menyerap emisi karbon yang merupakan penyebab
sumberdaya hutan juga semakin berat yang hutan dan lahan merupakan sektor yang memiliki
diakibatkan oleh aktivitas illegal logging, over potensi besar untuk upaya reduksi emisi karbon
cutting, serta adanya bencana alam seperti mengingat kontribusi emisi sektor ini mencapai 60%
kebakaran hutan dan lain-lain. dari total emisi karbon yang ada. Oleh karena itu,
Dari segi biofisik, pengelolaan hutan upaya rehabilitasi hutan dan lahan perlu dipadukan
dipengaruhi oleh kondisi iklim. Kawasan hutan yang dalam upaya pengembangan pertanian, kehutanan,
terhadap degradasi dan memiliki keanekaragaman Secara umum kawasan hutan di Provinsi
jenis yang tinggi. Kondisi iklim di daerah tropis lebih Sumatera Barat masih cukup baik dan perlu untuk
“keras”, curah hujan dan intensitas cahaya matahari tetap dipertahankan sebagai penyerap karbon.
di daerah tropis sangat tinggisehingga membuat Kawasan hutan di Sumatera Barat dibedakan
kondisi lebih panas dan kering. Faktor-faktor menurut fungsinya yaitu hutan konservasi, hutan
tersebut membuat daerahtropis amat peka terhadap lindung dan hutan produksi. Total luas kawasan
erosi dan peka terhadap kebakaran. Daerahtropis hutan di Provinsi Sumatera Barat mencapai
juga jauh lebih rapuh dibandingkan dengan tanah 2.342.650 Ha atau 55,38 % dari luas wilayah
empat musim dan pada umumnya kurang subur. Provinsi Sumatera Barat.
dan budidaya pertanian dan perladangan yang menjadikan kondisi hutan lebih baik dan
berlebihan membuat vegetasi asli sulit untuk pulih peningkatan kesejahteraan masyarakat. Upaya lain
pertanian yang tidak berkelanjutan telah pengamanan dan perlindungan hutan, optimalisasi
mempercepat degradasi lahan dan penurunan pemanfaatan hasil hutan serta meningkatkan
kesuburan tanah sangat cepat. Lapisan tanah telah sinergi perencanaan dan pelaksanaan
hilang, tanah menjadi keras sehingga vegetasi pembangunan kehutanan antara Pemerintah Pusat,
apapun sulit untuk tumbuh, jika hutan hujan tropis Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
rusak maka tidak akan pernah pulih kembali dengan Pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan
komposisi dan struktur yang sama seperti semula. dapat memberikan dampak yang cukup signifikan
penting dalam pengaturan sistem hirologi, terutama memberikan kontribusi bagi keseimbangan alam
"efek spons" yang dapat menyekap air hujan dan serta kesejahteraan masyarakat
4.1.1 Bentuk Upaya Rehabilitasi Lingkungan Pada tahun 2014 luas areal kegiatan
4.1.1.1 Realisasi Kegiatan Penghijauan dan penghijauan di Sumatera Barat mencapai 1.980,7
Reboisasi Ha dengan realisasi jumlah pohon sebanyak
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan 889.835 batang. Daerah dengan areal realisasi
(RHL) merupakan salah satu upaya untuk penghijauan terluas adalah Kota Payakumbuh
mengatasi degradasi hutan dan lahan yang dengan luas 776 Ha, selanjutnya Kota Padang
dampaknya semakin luas bagi masyarakat. Guna dengan luas 300 Ha, dan Kabupaten Agam dengan
mendukung RHL ini Pemerintah Provinsi Sumatera luas 297 Ha. Dilihat berdasarkan realisasi jumlah
Barat beserta Pemerintah Kabupaten/Kota telah pohon, maka yang terbanyak jumlahnya adalah
melaksanakan sejumlah program dan kegiatan Kota Payakumbuh dengan jumlah 462.600 batang,
seperti pengembangan hutan rakyat, Gerakan diikuti oleh Kabupaten Agam dengan jumlah
Menanam Indonesia, pengamanan dan 130.680 batang dan Kabupaten Padang Pariaman
perlindungan hutan, pengendalian kebakaran hutan dengan jumlah 90.000 batang pohon. Untuk lebih
dan pengembangan sarana penyuluhan. jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah
ini.
Sumber: Olahan Tabel UP-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Untuk kegiatan reboisasi, pada tahun 2014 Kabupaten Sijunjung dengan luas 400 Ha.
luas areal reboisasi di Sumatera Barat mencapai Sedangkan realisasi jumlah pohon yang ditanam
1.072.497,26 Ha dengan jumlah realisasi pohon terbanyak adalah Kabupaten Pasaman dengan
yang ditanam mencapai 1.067.510 batang. Daerah jumlah 694.500 batang, selanjutnya Kota
dengan areal terluas terdapat di Kabupaten Solok Payakumbuh dengan jumlah 167.714 batang, dan
Selatan dengan luas 2.250 Ha, selanjutnya adalah Kabupaten Pasaman Barat dengan jumlah 112.800
Kabupaten Pasaman dengan luas 1.736,25 Ha dan batang.
Sumber: Olahan Tabel UP-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika dibandingkan dengan tahun lalu, reboisasi juga justru mengalami kenaikan, pada
maka terjadi penurunan kegiatan penghijauan dan tahun 2013 areal lahan yang direboisasi mencapai
reboisasi pada tahun 2014. Untuk kegiatan 51.158 Ha meningkat menjadi 1.072.497,26 Ha
penghijauan pada tahun 2013 luas areal pada tahun 2014.
penghijauan mencapai 982.422 Ha turun menjadi
1.958,70 Ha pada tahun 2014. Sedangkan kegiatan
Sumber: Olahan Tabel UP-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber: Olahan Tabel UP-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat dimana pada tahun 2013 tidak ada areal reboisasi
bahwa untuk kegiatan penghijauan yang mengalami dan pada tahun 2014 menjadi 1.736,25 Ha.
peningkatan areal penghijauan cukup besar Berdasarkan data Dinas Kehutanan
terdapat di Kota Payakumbuh, dimana pada tahun Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 2014 jumlah
2013 tidak ada areal penghijauan meningkat penanaman pohon yang dilakukan baik oleh
menjadi 776 Ha pada tahun 2014. Sedangkan Pemerintah dan masyarakat mencapai 36.833.468
kegiatan reboisasi yang mengalami peningkatan batang pohon.
areal terbesar terdapat di Kabupaten Pasaman,
Tabel 4.1 Rekapitulasi Penanaman Pohon oleh Masyarakat dan Pemerintah Tahun 2014
Dilihat dari tabel di atas, jumlah jumlah sedimen yang terbawa arus sungai
penanaman pohon terbesar di Sumatera Barat mengakibatkan terjadinya pendangkalan dasar
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan sungai. Untuk itu perlu dilakukan normalisasi agar
26.528.102 batang dan Pemerintah Provinsi dengan disaat kondisi curah hujan tinggi, tidak
jumlah 5.104.028 batang. mengakibatkan meluapnya aliran sungai yang
Upaya yang dilakukan untuk menjaga mengakibatkan banjir di daerah aliran sungai.
kawasan hutan dan rehabilitasi lahan kritis yang Kondisi geografis Provinsi Sumatera Barat yang
ada perlu untuk terus dilanjutkan. Setiap kegiatan merupakan dataran pada umumnya memiliki elevasi
yang ditujukan untuk meningkatkan ekonomi perlu kurang dari 100 m dengan kemiringan lereng
memperhatikan keberlanjutan lingkungan agar kurang dari 15%, kondisi perbukitan pada umumnya
dapat juga dimanfaatkan oleh generasi yang akan memiliki elevasi antara 200-500 m dengan
datang. kemiringan lereng antara 15%-30%, dan kondisi
pegunungan lebih dari 1.000 m dengan kemiringan
lereng lebih dari 30%. Hal ini menyebabkan
4.1.1.2 Kegiatan Fisik Lainnya oleh Instansi
Sumatera Barat sangat rentan terhadap terjadinya
dan Masyarakat
erosi dan bencana tanah longsor. Oleh sebab itu,
Kegiatan normalisasi dan perkuatan tebing
kegiatan fisik berupa perkuatan tebing juga tersebar
tersebar hampir di seluruh Kabupaten/Kota di
dilaksanakan pada Kabupaten/Kota di Sumatera
Provinsi Sumatera Barat, ini disebabkan kondisi
Barat seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 berikut.
iklim dengan tingginya curah hujan menyebabkan
Tabel 4.2 Kegiatan Fisik Lainnya Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat dengan kemiringan lereng lebih dari 30%. Hal ini
bahwa kegiatan normalisasi dan perkuatan tebing menyebabkan wilayah yang ada di Sumatera Barat
tersebar di hampir seluruh Kabupaten/Kota di sangat rentan terhadap terjadinya erosi dan
Sumatera Barat. Hal disebabkan kondisi iklim bencana tanah longsor. Oleh sebab itu, kegiatan
dengan tingginya curah hujan menyebabkan jumlah fisik berupa perkuatan tebing juga tersebar
sedimen yang terbawa arus sungai mengakibatkan dilaksanakan pada Kabupaten/Kota di Sumatera
terjadinya pendangkalan dasar-dasar sungai. Untuk Barat seperti yang terlihat pada tabel di atas.
itulah perlu dilakukannya normalisasi agar disaat Untuk kegiatan jaringan irigasi air tanah
kondisi curah hujan tinggi melanda tidak (JIAT) juga tersebar di Sumatera Barat, kegiatan ini
mengakibatkan meluapnya aliran sungai sehingga sangat penting dilakukan mengingat berbagai
dapat mengakibatkan banjir yang dapat merugikan jaringan sudah banyak yang rusak bahkan
masyarakat di sekitar daerah aliran sungai. tidakberfungsi sebagaimana mestinya terutama
Selain itu, kondisi geografis daerah di Sumatera jaringan irigasi.
Barat dimana kondisi dataran pada umumnya Bentuk kegiatan fisik lain yang dilakukan
memiliki elevasi kurang dari 100 m dengan adalah bantuan penyebaran bibit perkebunan.
kemiringan lereng kurang dari 15%, kondisi Berdasarkan data Dinas Perkebunan Prov. Sumbar,
perbukitan pada umumnya memiliki elevasi antara bibit yang disebarkan terdiri dari bibit kelapa sawit,
200-500 m dengan kemiringan lereng antara 15%- karet, dan bibit kakao. Jumlah bantuan bibit
30%, dan kondisi pegunungan lebih dari 1.000 m terbesar yang disebarkan adalah bibit kakao
dengan jumlah 650.000 bibit, kemudian bibit karet Kabupaten Pesisir Selatan dengan jumlah 49.000
dengan jumlah 209.500 bibit, dan bibit kelapa sawit bibit, dan untuk kelapa sawit jumlah bibit terbesar
dengan jumlah 81.000 bibit. Untuk bibit kakao terdapat di Kabupaten Dharmasraya dengan jumlah
bantuan terbesar yang diberikan terdapat di 14.375 bibit. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada
Kabupaten Padang Pariaman 100.000 bibit, gambar di bawah ini.
sedangkan bibit karet jumlah terbesar terdapat di
Sumber : Olahan Tabel UP-2B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Untuk pengamanan wilayah pantai di dan dijadikan tempat wisata oleh masyarakat.
Sumatera Barat, Pemerintah juga berupaya dengan Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan
melakukan penanaman pohon di wilayah pesisir Perikanan Prov. Sumbar, pada tahun 2014 jumlah
laut. Pohon yang paling banyak ditanam untuk cemara laut yang ditanam berjumlah 1.600 pohon
perlindungan pantai adalah cemara laut. Cemara dan lokasinya terdapat di Kabupaten Padang
laut dipilih selain untuk melindungi kawasan pesisir Pariaman.
juga dapat dimanfaatkan sebagai pohon pelindung
Pada tabel di atas dapat dilihat Pemerintah Daerah juga harus turut serta
perkembangan penanaman pohon pelindung pantai mendorong perusahan-perusahaan yang ada di
dari tahun 2006 sampai tahun 2014. Jumlah pohon Sumatera Barat agar mengarahkan kegiatan CSR-
yang telah ditanam sampai tahun 2014 mencapai nya lebih bermanfaat bagi masyarakat banyak
14.200 pohon dan tersebar di kawasan pesisir khususnya masyarakat terdampak langsung
pantai di Sumatera Barat. dengan adanya perusahaan tersebut.
Kegiatan lainnya yang dilakukan adalah Jumlah bank sampah yang tercatat pada
CSR (Corporate Social Responsibility) bidang tahun 2014 di Sumatera Barat adalah sebanyak 89
lingkungan yang dilakukan oleh berbagai unit. Jumlah bank sampah terbesar adalah bank
perusahaan yang ada di Sumatera Barat. Pada sampah yang dikelola oleh sekolah dengan jumlah
tahun 2014, Bapedalda Prov. Sumbar mencatat ada 60 unit, selanjutnya bank sampah yang dikelola
6 (enam) perusahaan yang melakukan kegiatan masyakat dengan jumlah 27 unit dan dikelola
CSR bidang lingkungan. Keenam perusahaan Perguruan Tinggi dengan jumlah 2 unit. Pada
tersebut antara lain, PT. Coca Cola Bottling gambar di bawah ini terlihat bahwa jumlah bank
Indonesia, PT. Gersindo Minang Plantation, PT. sampah yang dikelola sekolah paling banyak
Pertamina DPPU BIM, PT. Semen Padang, PT. terdapat di Kota Padang, Kota Bukittinggi, dan Kota
Tidar Kerinci Agung (TKA), dan PT. AMP Payakumbuh dengan jumlah bank sampah 11 unit.
Plantation. Kegiatan CSR yang dilakukan adalah Sementara itu, bank sampah yang dikelola
kegiatan yang langsung memberikan dampak pada masyarakat paling banyak terdapat di Kota Padang
masyarakat, mulai dari penanaman pohon, Panjang dan Kota Solok dengan jumlah 6 unit, dan
konservasi sempadan sungai, pelestarian flora dan bank sampah yang dikelola oleh Perguruan Tinggi
fauna langka, pembuatan pupuk kompos, sampai terdapat di Kota Padang yakni Universitas Andalas
dengan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan jumlah 1 unit dan Universitas Bung Hatta
dengan energi terbarukan (PLTMH). Kegiatan CSR yang berjumlah 1 unit. Untk lebih jelasnya dapat
tersebut perlu terus untuk dilanjutkan dan dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Olahan tabel UP-2E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
perlu dikendalikan secara wajar karena akan 4.2.1.1. Dokumen Izin Lingkungan
kehidupan manusia, salah satunya adalah lingkungan yang dinilai melalui Komisi Penilai
lingkungan hidup. Mengingat usaha dan/atau Amdal Provinsi Sumatera Barat dan diterbitkan
maka melalui mekanisme dan implementasi Izin Sumatera Barat adalah sebanyak 5 (lima) dokumen
prinsip pembangunan berkelanjutan dan amanat Peraturan Gubernur Sumatera Barat No. 87
dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Barat dan
berbagai aktivitas pembangunan tersebut dapat Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat No.
implementasi Izin Lingkungan, terdapat 2 cara Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
pendekatan yang digunakan dalam melakukan Provinsi Sumatera Barat, maka penandatangan
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dan Izin
hidup, yakni pada tingkatan perencanaan melalui Lingkungan kelima rencana usaha dan/atau
upaya pengendalian dengan melengkapi dokumen kegiatan dimaksud didelegasikan kepada Kepala
lingkungan hidup (Amdal atau UKL-UPL), dan pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
tingkatan pelaksanaan melalui pengawasan Provinsi Sumatera Barat yang menaungi lembaga
pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Sumatera
Hidup/RKL-RPL serta UKL-UPL. Selain itu pada tahun 2014 juga terdapat 5
Selain AMDAL dan UKL-UPL, terdapat Surat dokumen Kerangka Acuan yang telah diterbitkan
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan persetujuannya oleh Ketua Komisi Penilai Amdal
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) yang Provinsi Sumatera Barat. Satu diantaranya sudah
diwajibkan bagi setiap usaha dan/atau kegiatan dapat diterbitkan Keputusan Kelayakan Lingkungan
yang tidak wajib Amdal maupun UKL-UPL. Untuk Hidup dan Izin Lingkungannya pada tahun 2014,
rencana usaha dan/atau kegiatan yang terkategori yakni rencana operasi produksi tambang bijih
wajib memiliki SPPL, terhadapnya tidak diwajibkan tembaga di Kabupaten Solok dan Kota Sawahlunto
seluas 6.745 Ha oleh PT. Intan Borneo
yang dapat diterbitkan Keputusan Kelayakan periode 2012–2014 mengindikasikan keadaan iklim
Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungannya. Namun investasi pembangunan di Provinsi Sumatera Barat
jika dibandingkan dengan tahun 2012 terdapat 4 yang mulai membaik terutama pasca bencana
empat dokumen lingkungan yang disahkan (1 gempa bumi tahun 2009. Untuk lebih jelasnya
Amdal dan 3 UKL-UPL), maka untuk tahun 2013 jumlah dan jenis dokumen lingkungan yang dapat
dan tahun 2014 adanya peningkatan. Tren disahkan/diterbitkan persetujuannya dalam periode
peningkatan jumlah dokumen lingkungan dalam 2012 – 2014 dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Jumlah Dokumen Lingkungan yang Dinilai Pada Komisi Penilai Amdal
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 – 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-3B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber: Olahan Tabel UP-3C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Persentase terbesar jumlah dokumen umum, meliputi rencana peningkatan ruas jalan
lingkungan yang dapat diterbitkan persetujuannya Painan – Kambang – Inderapura – Tapan di
pada tahun 2014 adalah untuk sektor kegiatan Kabupaten Pesisir Selatan oleh Direktorat
pertambangan dan pekerjaan umum, dengan Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan
rincian: Umum dan rencana pembangunan jalan tol
Sektor kegiatan pertambangan 2 dokumen Padang – Sicincin sepanjang 28,8 Km di
(40%). Kabupaten Padang Pariaman oleh PT. Jasa
Sektor kegiatan pekerjaan umum 2 dokumen Marga Persero (Tbk).
(40%). 3. Rencana usaha dan/atau kegiatan yang
Sektor pembangunan dan sarana/fasilitas termasuk ke dalam sektor/bidang
pendidikan hanya 1 dokumen (20%). pembangunan sarana/fasilitas pendidikan,
Penjelasannya adalah sebagai berikut: yakni rencana pembangunan Balai Pendidikan
1. Rencana usaha dan/atau kegiatan yang dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Sumatera Barat
termasuk ke dalam sektor/bidang di Korong Tiram Tapakis, Kecamatan Ulakan
pertambangan, meliputi rencana operasi Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman oleh
produksi tambang bijih tembaga di Kabupaten Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Solok dan Kota Sawahlunto seluas 6.745 Ha Perhubungan Kementerian Perhubungan.
oleh PT. Intan Borneo Internasional dan Jika ditinjau dari pemrakarsa kegiatannya,
rencana pertambangan batu bara seluas 2.365 maka dari kelima dokumen lingkungan yang dapat
Ha di Nagari IV Koto Mudiak, Kecamatan diterbitkan pengesahan/persetujuannya ini, 3 (tiga)
Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan oleh diantaranya adalah dokumen lingkungan yang
PT. Karya Denai Barito. diprakarsai oleh Pemerintah/BUMN, yaitu oleh
2. Rencana usaha dan/atau kegiatan yang Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian
termasuk ke dalam sektor/bidang pekerjaan Pekerjaan Umum, PT. Jasa Marga Persero (Tbk)
dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia SPPL, disusul oleh Kota Payakumbuh dengan 82
Perhubungan Kementerian Perhubungan. dokumen lingkungan dengan rincian 22 UKL-UPL
Sedangkan untuk 2 (dua) lainnya merupakan dan 60 SPPL, serta Kota Padang dengan 77
dokumen lingkungan rencana usaha dan/atau dokumen lingkungan dengan rincian 6 Amdal, 64
kegiatan yang diprakarsai oleh pihak swasta, yaitu UKL-UPL dan 7 SPPL). Sementara untuk
oleh PT. Intan Borneo Internasional dan PT. Karya kabupaten/kota yang tercatat paling sedikit
Denai Barito. menerbitkan pengesahan/persetujuan dokumen
Pada tahun 2014 Kabupaten Lima Puluh lingkungan adalah Kota Solok dan Kabupaten
Kota tercatat sebagai daerah yang menerbitkan Kepulauan Mentawai yang masing-masing hanya
persetujuan dokumen lingkungan terbanyak sama menerbitkan persetujuan untuk 1 dokumen UKL-
seperti tahun 2013, yakni sebanyak 286 dokumen UPL.
lingkungan dengan rincian 29 UKL-UPL dan 257
Untuk dokumen lingkungan yang berskala Amdal dan 64 UKL-UPL. Dan diikuti Kabupaten
wajib Amdal atau UKL-UPL, pada tahun 2014 Solok 4 Amdal dan 12 UKL-UPL, Kabupaten
diketahui Kota Padang paling mendominasi Pasaman Barat 3 Amdal dan 5 UKL-UPL,
dibanding kabupaten/kota lainnya, yaitu dengan 6 Kabupaten Solok Selatan 3 Amdal dan 5 UKL-UPL
dan Kabupaten Agam 2 Amdal dan 11 UKL-UPL. 36 UKL-UPL dan Kabupaten Lima Puluh Kota 29
Dengan kondisi ini maka terindikasi bahwa pada UKL-UPL. Sementara untuk kabupaten/kota lainnya
kabupaten/kota tersebut tingkat investasi rencana lebih didominasi oleh usaha dan/atau kegiatan
usaha dan/atau kegiatan cukup tinggi. berskala kecil/mikro yang hanya mempersyaratkan
Kabupaten Padang Pariaman terdapat 1 kewajiban memiliki SPPL.
dokumen Amdal yang disahkan ini memang Jika ditotalkan untuk usaha dan/atau
berlokasi parsial di wilayah Kabupaten Padang kegiatan berskala sedang/besar di Provinsi
Pariaman, namun karena Pemerintah Kabupaten Sumatera Barat yang dapat diterbitkan
Padang Pariaman belum memiliki Komisi Penilai persetujuannya pada tahun 2014 lebih didominasi
Amdal berlisensi maka penilaian Amdal dimaksud oleh usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL.
dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal Provinsi Dari 64 usaha dan/atau kegiatan yang menjadi
Sumatera Barat, dan penerbitan objek kegiatan PROPER/PROPELIKE 36
pengesahan/persetujuannya dilakukan oleh diantaranya memiliki dokumen UKL-UPL
Gubernur cq. Kepala BKPM Provinsi Sumatera (selebihnya adalah untuk Amdal dan beberapa
Barat, sehingga data 1 dokumen Amdal di dokumen lingkungan lain yang setingkat/setara
Kabupaten Padang Pariaman ini menjadi data Amdal/UKL-UPL), 15 kegiatan diantaranya
dokumen lingkungan yang diterbitkan berlokasi di Kota Padang, 9 kegiatan berlokasi di
pengesahan/persetujuannya oleh Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, dan selebihnya
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. tersebar di kabupaten/kota lainnya. Lebih jelasnya
Beberapa kabupaten/kota lainnya cukup terkait perbandingan jenis dokumen lingkungan dan
banyak menerbitkan pengesahan/persetujuan persebaran lokasi objek kegiatan PROPER/
dokumen lingkungan UKL-UPL, seperti Kota PROPELIKE tahun 2014 ini dapat dilihat pada
Pariaman 162 UKL-UPL, Kabupaten Pesisir Selatan Gambar 4.9 dan Gambar 4.9.
Sumber : Olahan Tabel UP-3D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Gambar 4.10 Jumlah Usaha dan/atau Kegiatan yang Menjadi Objek PROPER/ PROPELIKE
Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi Usaha dan/atau Kegiatan
Sumber : Olahan Tabel UP-3D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Ditinjau dari jenis usaha dan/atau kegiatan kabupaten/kota tersebut sebenarnya memiliki
yang dapat diterbitkan pengesahan/persetujuan potensi/peluang investasi yang cukup tinggi tetapi
dokumen lingkungannya di kabupaten/kota terlihat masih banyaknya Pemerintah Kabupaten/Kota di
cukup bervariasi di Kota Padang terdapat 3 jenis Sumatera Barat yang belum memiliki Komisi Penilai
usaha dan/atau kegiatan yaitu pembangunan Amdal yang berlisensi, sehingga proses penilaian
sarana kesehatan (rumah sakit), perhotelan dan Amdal dilimpahkan ke Komisi Penilai Amdal
perbengkelan/showroom. Di Kabupaten Solok lebih Provinsi, maka secara otomatis pengesahan/
didominasi oleh usaha dan/atau kegiatan sektor persetujuan Amdal yang berlokasi di
pembangunan jalan dan pertambangan rakyat kabupaten/kota yang tidak berlisensi tercatat
(galian C dan batuan). Sementara di Kabupaten sebagai data dokumen lingkungan yang disahkan
Pasaman Barat, kegiatan terkait pengolahan kelapa oleh provinsi. Dengan dikeluarkannya PermenLH
sawit masih mendominasi, disamping beberapa N0. 08 tahun 2013, maka kedepan terhadap
kegiatan penambangan galian C. Untuk Kabupaten dokumen Amdal yang dinilai oleh KPA Provinsi
Lima Puluh Kota yang merupakan daerah terbanyak (yang dikarenakan di kabupaten/kota yang
yang menerbitkan pengesahan/persetujuan bersangkutan belum memiliki KPA berlisensi) tidak
dokumen lingkungan kegiatan yang mendominasi lagi tercatat sebagai data jumlah dokumen
adalah dari sektor pertambangan batu kapur, lingkungan yang diterbitkan pengesahan/
peternakan ayam dan kegiatan-kegiatan industri persetujuan oleh provinsi, karena sesuai dengan
rumahan/kecil. ketentuan dalam pasal 19 PermenLH No. 08 Tahun
Kondisi dapat dipengaruhi oleh beberapa 2013 terhadap hal ini , Surat Keputusan Kelayakan
faktor, seperti terbatasnya eksistensi sumber daya Lingkungan Hidup (SKKL) dan Izin Lingkungannya
alam yang disebabkan oleh alokasi kawasan akan diterbitkan oleh Bupati/Walikota yang
budidaya yang juga terbatas pada rencana tata bersangkutan sesuai kewenanangan atas dasar
ruang wilayah dan rendahnya tingkat investasi pada rekomendasi hasil penilaian Amdal dimaksud dari
suatu daerah. Khusus untuk Amdal, sebagian dari Ketua KPA Provinsi.
Dengan mengakumulasi data jumlah 401 dokumen dan untuk Amdal sebanyak 23
dokumen lingkungan yang diterbitkan dokumen. Jumlah dokumen lingkungan yang
pengesahan/persetujuannya oleh Pemerintah diterbitkan pengesahan/persetujuannya pada tahun
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di 2014 adalah sebanyak 1.008 dokumen. Jumlah ini
Sumatera Barat, maka dari Gambar 4.11 dapat mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari
diketahui pula bahwa jenis dokumen lingkungan jumlah dokumen lingkungan yang dapat diterbitkan
yang paling banyak diterbitkan persetujuannya pada pengesahan/persetujuannya pada tahun 2013 yang
tahun 2014 di Sumatera Barat adalah SPPL, yakni hanya mencapai 800 dokumen.
sebanyak 584 dokumen untuk UKL-UPL sebanyak
Gambar 4.11 Perbandingan Jumlah dan Jenis Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan
Pengesahan/Persetujuannya di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sumber: Olahan Tabel UP-3 dan UP-3B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sementara dari 23 dokumen Amdal yang pernah menilai dokumen Amdal pada tahun 2014
diterbitkan pengesahan/persetujuannya pada tahun bahkan diketahui kedua komisi ini belum pernah
2014, 5 (lima) diantaranya merupakan dokumen menilai Amdal sejak lisensi komisinya diterbitkan.
lingkungan yang dinilai pada Komisi Penilai Amdal Kondisi ini merupakan cerminan rendahnya tingkat
Provinsi Sumatera Barat dan diterbitkan investasi di daerah tersebut disamping juga memiliki
persetujuannya oleh Pemerintah Provinsi Sumatera instansi lingkungan hidup berbentuk Kantor, seperti
Barat. Sedangkan untuk 18 dokumen Amdal yang Kota Padang Panjang. Sedangkan di sisi lain, ada
dinilai oleh Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota kabupaten/kota yang cukup tinggi tingkat
persetujuannya di terbitkan oleh Bupati/Walikota investasinya dan sudah memiliki instansi lingkungan
yang bersangkutan. Dari kondisi ini dapat hidup berbentuk Badan malah belum memiliki
disimpulkan bahwa sebagian Komisi Penilai Amdal Komisi Penilai Amdal yang berlisensi, seperti
Kabupaten/Kota sudah dapat menjalankan Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten
fungsinya dengan optimal, walaupun beberapa Dharmasraya.
Komisi Penilai Amdal Kabupaten/Kota terindikasi Selain itu hingga akhir tahun 2014 hanya 5
juga ada yang belum dapat menjalankan fungsinya (lima) kabupaten/kota yang lisensi Komisi Penilai
secara optimal, seperti Kabupaten Tanah Datar dan Amdal-nya masih berlaku, yakni Kota Padang,
Kota Padang Panjang yang sama sekali tidak Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Solok
Selatan, Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten 4.2.1.2. Pengawasan Izin Lingkungan (AMDAL,
Lima Puluh Kota. Tiga kabupaten diantaranya juga UKL/UPL, Surat Pernyataan
akan habis lisensi komisinya pada awal tahun 2015 Pengelolaan Lingkungan (SPPL)
(Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Tanah Datar Pengawasan terhadap pelaksanaan izin
dan Kabupaten Lima Puluh Kota). Ironisnya, lingkungan dilakukan oleh Provinsi Sumatera Barat,
kabupaten/kota yang lisensi Komisi Penilai dan kabupten/kota di Provinsi Sumatera Barat
Amdalnya telah habis pada tahun 2014 adalah terhadap beberapa aspek yang terdiri dari
kabupaten/kota yang cukup tinggi tingkat investasi, pelaksanaan dokumen lingkungan, pengendalian
seperti Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok pencemaran air, pengendalian pencemaran udara
Selatan. Kedua kabupaten ini terkendala beberapa dan pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.
persyaratan dalam upaya memperpanjang lisensi Pengawasan terbanyak dilakukan Kota Padang
komisinya tersebut, salah satunya terkait yaitu 80 objek/kegiatan. Adapun jumlah
status/kapasitas kelembagaan instansi lingkungan pengawasan yang dilakukan oleh Provinsi dan
hidup yang masih berbentuk Kantor (setingkat Kabupaten/Kota secara lengkap dapat dilihat dalam
eselon III). Gambar 4.12 berikut.
Gambar 4.12 Pengawasan Yang dilakukan Provinsi dan Kab/Kota di Sumatera Barat
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Sumber : OlahanTabel UP-4 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu Salah satu instrument pencegahan
yang dilakukan untuk melestarikan fungsi dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya perizinan yang meliputi Izin Lingkungan dan Izin
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, Dari perizinan tersebut dapat diketahui kewajiban
yang harus dipenuhi oleh pemilik usaha dan/atau
Sumber : Olahan Tabel UP-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan data Tabel UP 5 Buku data SLHD Provinsi Sumbar Tahun 2014
B. Pengaduan yang ditangani oleh Instansi Agam sebanyak 8 (delapan) pengaduan dan
Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota di Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 7 (tujuh)
Provinsi Sumatera Barat. pengaduan. Sementara itu jumlah pengaduan yang
Selama Tahun 2014 pengaduan yang sedikit terdapat pada Kota Solok sebanyak 1 (satu)
paling banyak diterima oleh Kota Padang yaitu pengaduan, Kabupaten Solok Selatan sebanyak 2
sebanyak 20 pengaduan disusul Kota Parimanan (dua) pengaduan. Hasil pengaduan masing-masing
sebanyak 9 (sembilan) pengaduan, Kabupaten kabupaten/kota terlihat pada Gambar 4.15.
Gambar 4.15 Jumlah Pengaduan Lingkungan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2014.
Sumber : Olahan Tabel UP-5A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014
Kota Padang sebagai Ibukota Provinsi Tidak semua kabupaten/kota memiliki pos
Sumatera Barat, merupakan kabupaten/kota pengaduan. Salah satu kabupaten/kota yang
dengan jumlah pengaduan terbanyak yang memiliki pos pengaduan yaitu Badan Pengelolaan
dikarenakan memiliki jumlah penduduk dan pemilik Lingkungan Hidup Kabupaten Agam. Komitmen
kegiatan dan/atau usaha paling banyak jika Kabupaten Agam dalam penanganan pengaduan
dibandingkan dengan kabupaten/kota yang ada di yang masuk di tindaklanjuti dengan baik.
Provinsi Sumatera Barat. Hal ini berdampak pada Berdasarkan sumber kegiatan dan/atau usaha
kompleksnya permasalahan yang dihadapi dan yang diadukan di kabupaten/kota, dapat
ditangani oleh Pemerintah Kota Padang. Jumlah digolongkan menjadi 11 sektor yaitu :
pengaduannya di Kota Pariaman cukup banyak 1. Agroindustri sebanyak 8 pengaduan.
setelah Kota Padang dimana pengaduan yang 2. Industri kecil sebanyak 9 pengaduan.
masuk didominasi oleh sektor kesehatan dan 3. Perumahan dan Ruko sebanyak 9 pengaduan.
peternakan. 4. Industri menengah sebanyak 3 pengaduan.
5. Kesehatan (RS) sebanyak 9 pengaduan.
1 2 3
8. Sengketa Lingkungan Hidup akibat kerusakan Masih menunggu tindaklanjut dari Kementerian
perkebunan masyarakat oleh kegiatan Lingkungan Hidup terkait penyelesaian sengketa
penambangan batuan di Sungai Batang Timah lingkungan hidup.
oleh PT. Hariyona Catatan :
Verifikasi lapangan secara terkoordinasi antara
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah
Kabupaten Pasaman dan Pemerintah Kabupaten
Pasaman Barat. Penyampaian hasil verifikasi
lapangan ke Kementerian Lingkungan Hidup
karena PT. Hariyona menjadi objek penyelesaian
sengketa lingkungan hidup oleh Kementerian
Lingkungan Hidup.
9. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup antara Masih dalam proses Inventarisasi dan
PT. Semen Padang dengan Masyarakat HO Indentifikasi perumahan masyarakat HO Ranah
Ranah Cubadak RW V, VI VII Kelurahan Cubadak RW V, VI VII yang terkena dampak.
Indarung Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Catatan :
Padang akibat debu dari aktifitas grate cooler Verifikasi secara terkoordinasi antara Tim
yang menyebabkan kerusakan pada atap Kementerian Lingkungan Hidup, Tim Bapedalda
rumah masyarakat komplek HO yang berada Provinsi Sumatera Barat dengan Bapedalda Kota
disekitar lokasi Pabrik PT. Semen Padang dan Padang. Hasil verifikasi lapangan dilakukan
debu dari aktifitas stock pile batubara. klarifikasi kepada para pihak yang bersengketa
oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan sudah
ada beberapa kesepakatan serta dibentuknya
Tim Inventarisasi dan Indentifikasi terhadap
kerusakan perumahan masyarakat HO Ranah
Cubadak RW V, VI VII.
10. Dugaan pencemaran udara yang berasal dari Selesai
cerbong insinerator Rumah Sakit Islam Ibnu Catatan :
Sina Bukittinggi yang mengakibatkan keresahan Verifikasi lapangan secara terkoordinasi antara
masyarakat dan menimbulkan bau yang tidak Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dengan
sedap Kantor Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi. Hasil
verifikasi lapangan telah disampaikan melalui
surat follow up.
11. Pembakaran tandan kosong kelapa sawit yang Selesai
dilakukan oleh PT. Sari Buah Sawit di Catatan :
Kabupaten Pasaman Barat dengan Verifikasi lapangan dilakukan secara
menggunakan tungku bakar yang terkoordinasi antara Tim Bapedalda Provinsi
mengakibatkan gangguan kepada masyarakat Sumatera Barat dengan Badan Lingkungan
di sekitar lokasi kegiatan akibat asap Hidup Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Pasaman Barat dengan disaksikan oleh pihak
pengadu. Hasil verifikasi lapangan telah
disampaikan melalui surat follow up.
12. Dugaan pencemaran Limbah dan Janjangan Selesai
kosong dari kegiatan PT. Berkat Sawit Catatan :
Sejahtera di Kabupaten Pasaman Barat Verifikasi lapangan dilakukan secara
terkoordinasi antara Tim Bapedalda Provinsi
Sumatera Barat dengan Tim Pemerintah
Kabupaten Pasaman Barat. Hasil verifikasi
lapangan telah disampaikan melalui surat follow
up.
13. Dugaan pencemaran udara dan air akibat Selesai
kegiatan penyulingan minyak pala dan usaha Catatan :
tahu di Kabupaten Pesisir Selatan. Verifikasi lapangan secara terkoordinasi antara
Tim Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dan
Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan dengan
melibatkan masyarakat pengadu. Hasil verifikasi
lapangan telah disampaikan melalui surat follow
up.
Sumber: Olahan Tabel UP-5 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014
Tabel 4.6 Perbandingan Jumlah Pengaduan/Kasus Lingkungan Hidup yang Masuk dengan yang
diselesaikan pada Beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014
Jumlah Pengaduan Jumlah Pengaduan yang
No Kabupaten/Kota yang Masuk/Dilaporkan Belum Selesai
Tahun 2014 Penanganannya Tahun 2014
1 Kota Padang 20 -
2 Kota Bukittinggi 5 1
3 Kota Padang Panjang 4 4
4 Kota Payakumbuh 5 5
5 Kota Pariaman 9 3
6 Kabupaten Solok Selatan 2 2
7 Kabupaten Padang Pariaman 5 4
8 Kabupaten Pesisir Selatan 4 1
9 Kabupaten Sijunjung 3 -
10 Kabupaten Solok 4 -
11 Kabupaten Dharmasraya 5 -
12 Kabupaten Agam 8 -
13 Kabupaten Lima Puluh Kota 9 -
14 Kabupaten Pasaman 5 1
Sumber : Olahan Tabel UP-5 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014
Dari 13 fasilitasi pengaduan yang telah 1. Kegiatan pembinaan oleh Bapedalda Provinsi
dilakukan 10 pengaduan telah selesai Sumatera Barat terhadap instansi lingkungan
penanganannya, namun masih terdapat 3 sengketa hidup kabupaten/kota dalam rangka
lingkungan yang masih dalam proses penyelesaian meningkatkan koordinasi dan pemahaman
yaitu : dalam penyelesaian kasus-kasus lingkungan.
1. 1 (satu) sengketa telah diselesaikan dengan 2. Kegiatan inventarisasi kasus/pengaduan
melakukan verifikasi lapangan secara terhadap Kabupaten/Kota guna melengkapi
terkoordinasi antara Tim Bapedalda Provinsi data-data kasus yang terdapat di
Sumatera Barat dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dapat diketahui
Kabupaten Pasaman dan Pemerintah objek kasus/pengaduan yang perlu
Kabupaten Pasaman Barat, hasilnya telah ditindaklanjuti dengan melaksanakan verifikasi
disampaikan ke Kementerian Lingkungan secara terkoordinasi.
Hidup, sampai saat ini masih menunggu 3. Pada tahun 2014 sumber pendanaan untuk
tindaklanjut dari Kementerian Lingkungan penanganan kasus/pengaduan berasal dari
Hidup dan Kehutanan. dana APBN dan APBD.
2. 1 (satu) sengketa telah diselesaikan dengan 4. Pada beberapa kasus/pengaduan dilakukan
melakukan verifikasi lapangan secara verifikasi pengaduan secara terkoordinasi
terkoordinasi antara Kementerian Lingkungan antara Bapedalda Provinsi Sumatera Barat
Hidup dengan Tim Bapedalda Provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota sehingga
Sumatera Barat dan Pemerintah Kabupaten pengaduan yang belum dilakukan verifikasi
Padang Pariaman yang merupakan lapangan karena instansi lingkungan hidup
pengaduan yang berulang dan sampai saat ini tidak memiliki PPLHD dapat terselesaikan.
masih menunggu tindaklanjut dari 5. Peningkatan kapasitas PPLHD se-Sumatera
Kementerian Lingkungan Hidup dan Barat melalui kegiatan Bimbingan Teknis yang
Kehutanan. diselenggarakan oleh Bapedalda Provinsi
3. 1 (satu) sengketa telah dilakukan verifikasi Sumatera Barat.
lapangan secara terkoordinasi antara Tim
Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, Tim 4.4. PERANSERTA MASYARAKAT
Kementerian Lingkungan Hidup dan Dengan memperhatikan permasalahan
Pemerintah Kota Padang dan telah ada sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa
kesepakatan antara para pihak, sampai saat ini, usaha pelestarian akan selalu merupakan suatu
ini masih dalam proses inventarisasi terhadap usaha yang dinamis, baik dari segi tantangan yang
perumahan yang terkena dampak. dihadapi maupun jalan keluarnya.
Terdapat beberapa faktor penunjang yang Kondisi lingkungan yang semakin hari
menyebabkan tingkat penyelesaian pengaduan semakin parah dengan semakin banyaknya
lingkungan hidup cukup tinggi antara lain : pelanggaran masalah lingkungan misalnya
pencemaran, perusakan hutan dan lahan, illegal
logging, illegal fishing, semakin membutuhkan secara konsisten dengan menegakkan prinsip-
perhatian berbagai pihak . prinsip Rule of Law. Tranparansi, akuntabilitas dan
partisipasi masyarakat. Dalam hubungan ini , perlu
4.4.1. Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat diusahakan agar masyarakat umum sadar dan
(LSM) Lingkungan Hidup mempunyai informasi yang cukup tentang masalah
Keikutsertaan masyarakat dalam yang dihadapi dan mempunyai keberdayaan dalam
mengawal kelestarian lingkungan setidaknya berperan serta pada proses pengambilan
memberikan gambaran positif untuk kepeduliannya keputusan demi kepentingan orang banyak. Hal ini
terhadap lingkungan. Sehubungan dengan dapat dilihat dari berkembangnya jumlah LSM
permasalahan tersebut TAP MPR No. IV/MPR/2002 Lingkungan yang ada pada Kabupaten/kota di
antara lain merekomendasikan untuk menerapkan Provinsi Sumatera Barat sebagai berikut.
prinsip-prinsip Good Governmental Governance
Sumber : Olahan Tabel UP-6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Permasalahan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
kaitannya dengan kepedulian masyarakat masing- lingkungan mengandung maksud untuk
masing kabupaten/kota berbeda, hampir signifikan meningkatkan peran masyarakat lokal dalam
dengan tingkat pendidikan dan sebaran pengelolaan lingkungan hidup. Pada beberapa
penduduknya. Kabupaten Solok Selatan, kabupaten/kota seperti Kota Padang Panjang, Kota
Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Bukittinggi, Kota Pariaman dan Kota Sawahlunto
Dharmasraya yang merupakan kabupaten tidak tercatat LSM lingkungan yang resmi terdaftar,
pemekaran, masyarakat yang peduli lingkungan hal ini disebabkan kepedulian yang muncul masih
yang terhimpun dalam LSM juga baru muncul. bersifat temporer, dalam bentuk aksi spontan
Sejalan dengan otonomi daerah, pelimpahan pembelaan masyarakat terhadap kondisi lingkungan
wewenang kepada pemerintahan daerah di bidang yang sedang mengalami krisis.
Sumber : Olahan Tabel UP-6A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-6A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
4.4.2. Penerima Penghargaan Lingkungan daya manusia, maka arah kebijakan pembangunan
Hidup kedepan mengacu pada pola pembangunan
4.4.2.1. Penerima Penghargaan Program berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Salah
Adiwiyata satu kebijakan yang sekarang sedang digalakkan
Sejalan dengan pertumbuhan untuk dikembangkan dalam rangka mengantisipasi
pembangunan yang semakin pesat baik hal tersebut adalah pengembangan program
pembangunan fisik maupun pembangunan sumber Adiwiyata.
Program Adiwiyata adalah program pemerintah dari Kementerian Lingkungan Hidup yang
bertujuan untuk menciptakan sekolah yang berwawasan lingkungan dengan melakukan
kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pelestarian lingkungan yang berorientasi pada upaya
peningkatan pengetahuan lingkungan terhadap anak-anak terutama anak-anak yang
berada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk membentuk watak dan
karakter anak sejak dini agar cinta dan peduli terhadap upaya pelestarian lingkungan
hidup. Hal prinsip dalam program Adiwiyata adalah edukasi, partisipasi dan berkelanjutan,
sehingga diharapkan dari program ini akan lahir generasi penerus yang cinta dan peduli
lingkungan dimasa datang.
Sebagai bentuk apresiasi dari pemerintah Peserta Program Adiwiyata tahun 2014 di
kepada sekolah-sekolah yang berpartisipasi Provinsi Sumatera Barat diikuti oleh 14
terhadap program Adiwiyata, maka pemerintah kabupaten/kota sedangkan 5 (lima) kabupaten/kota
memberikan penghargaan dalam 4 kategori yakni lainnya tidak mengikuti. Kota Padang terbanyak
penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat memperoleh penghargaan sekolah Adiwiyata tahun
Kabupaten/Kota, Penghargaan Sekolah Adiwiyata 2014 yaitu dengan 14 penghargaan yang terdiri dari
Tingkat Provinsi, Penghargaan Sekolah Adiwiyata 7 (tujuh) penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional
Tingkat Nasional dan Penghargaan Sekolah dan 7 (tujuh) penghargaan Sekolah Adiwiyata
Adiwiyata Mandiri. Tingkat Provinsi, disusul kemudian oleh Kota Solok
Penghargaan Adiwiyata Tingkat dengan 8 penghargaan yang terdiri dari 3 (tiga)
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota, penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional dan 5
Penghargaan Adiwiyata Tingkat Provinsi ditetapkan (lima) penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat
oleh Gubernur sedangkan Penghargaan Sekolah Provinsi. Kota yang paling sedikit menerima
Adiwiyata Nasional dan Mandiri ditetapkan oleh penghargaan Sekolah Adiwiyata tahun 2014 adalah
Menteri Lingkungan Hidup. Penghargaan Sekolah Kota Padang Panjang yakni 1 (satu) penghargaan
Adiwiyata Tingkat Provinsi Sumatera Barat tahun Adiwiyata Nasional. Kabupaten yang terbanyak
2014 ditetapkan melalui Keputusan Gubernur memperoleh penghargaan Sekolah Adiwiyata tahun
Sumatera Barat Nomor 668-865-2014 tanggal 9 2014 adalah Kabupaten Pasaman dan Kabupaten
Desember 2014. Padang Pariaman dengan masing-masing 6 (enam)
penghargaan. Kabupaten Pasaman dengan 3 (tiga)
penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional dan 3 Kota, sedangkan 5 (lima) kabupaten lainnya yakni
(tiga) penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Tanah Datar,
Provinsi, sedangkan Kabupaten Padang Pariaman Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupeten Pasaman
dengan 1(satu) penghargaan Sekolah Adiwiyata Barat dan Kabupaten Kepulauan Mentawai belum
Nasional dan 5 (lima) penghargaan Sekolah satupun mendapatkan penghargaan Sekolah
Adiwiyata Tingkat Provinsi. Disusul kemudian oleh Adiwiyata tahun ini. Berdasarkan analisa masih
Kabupaten Agam dengan 4 (empat) penghargaan banyaknya daerah kabupaten pada tahun 2014 ini
yang terdiri dari 1 (satu) penghargaan Sekolah yang belum mendapatkan penghargaan Sekolah
Adiwiyata Nasional dan 3 (tiga) penghargaan Adiwiyata lebih disebabkan belum sepenuhnya
Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi. Kabupaten dukungan dari pemerintah kabupaten yang
yang paling sedikit memperoleh penghargaan bersangkutan dan perhatian instansi terkait dalam
Sekolah Adiwiyata tahun 2014 adalah Kabupaten pengembangan program Adiwiyata sehingga 5
Solok, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten (lima) Kabupaten tersebut tahun 2014 ini tidak
Lima Puluh Kota masing-masing dengan 1 (satu) mengirimkan usulan calon untuk seleksi Sekolah
penghargaan. Kabupaten/Kota yang sampai tahun Adiwiyata ke provinsi. Khusus untuk Kabupaten
2014 ini belum memperoleh penghargaan Sekolah Kepulauan Mentawai walaupun tahun ini belum
Adiwiyata adalah Kabupaten Solok Selatan, megirimkan usulan calon sekolah Adiwiyata ke
Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pesisir provinsi, tetapi komitmen pemerintah daerah sudah
Selatan, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten terlihat cukup tinggi untuk melaksanakan program
Kepulauan Mentawai. Keberhasilan Kota Padang Adiwiyata, hal ini dibuktikan dengan telah
mendapatkan penghargaan Sekolah Adiwiyata dilakukannya pembinaan-pembinaan terhadap
tahun 2014 diprediksi karena komitmen Pemerintah sekolah-sekolah dibeberapa kecamatan di
Kota Padang terutama instansi terkait yang sangat beberapa pulau di Kabupaten Mentawai dengan
konsen terhadap pengembangan program juga melibatkan Tim Adiwiyata Provinsi, namun
Adiwiyata, hal ini juga tidak terlepas dari komitmen karena keterbatasan SDM untuk melakukan
kesadaran sekolah untuk berpartisipasi dalam penilaian, maka tahun ini belum dapat mengirimkan
pengembangan program Adiwiyata di Kota Padang. usulan calon ke provinsi, disamping itu kendala
Pada tahun 2014 dari 7 (tujuh) pemerintahan kota di geografis dan transportasi juga merupakan
Provinsi Sumatera Barat semuannya berhasil tantangan cukup berat bagi Kabupaten Kepulauan
mendapatkan penghargaan Sekolah Adiwiyata, Mentawai dalam pelaksanaan pengembangan
sedangkan 12 (dua belas) pemerintahan kabupaten program Adiwiyata.
di Provinsi Sumatera Barat, hanya 7 (tujuh) Jumlah keseluruhan penghargaan
kabupaten yang berhasil mendapatkan Adiwiyata tahun 2014 yang diproleh Provinsi
penghargaan Sekolah Adiwiyata yakni Kabupaten Sumatera Barat dari semua kategori adalah 1 (satu)
Pasaman, Kabupaten Padang Pariaman, penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri, 25
Kabupaten Agam, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional dan 35
Solok, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten 50 penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi.
Gambar 4.19 Perbandingan Jumlah Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tahun 2014
per Kabupaten/Kota Untuk Semua Kategori
Sumber : Olahan Tabel UP-7C Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014
Gambar 4.21 Perbandingan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014
Perolehan penghargaan Sekolah Adiwiyata Sekolah Adiwiyata. Tahun 2012 merupakan awal
Mandiri tahun 2014 hanya mendapatkan 1 (satu) kebangkitan program Adiwiyata di Sumatera Barat.
penghargaan. Pada tahun 2014 Provinsi Sumatera Sebagai perbandingan tentang perkembangan
Barat mengirimkan calon Sekolah Adiwiyata Mandiri perolehan penghargaan Adiwiyata di Sumatera
sebanyak 12 sekolah, 2 (dua) sekolah berhasil Barat maka pada tahun 2012 Provinsi Sumatera
masuk nominasi Sekolah Adiwiyata Mandiri, akan Barat berhasil mendapatkan Penghargaan Sekolah
tetapi hanya 1 (satu) yang berhasil mendapatkan Adiwiyata sebanyak 46 penghargaan, kemudian
predikat sebagai Sekolah Adiwiyata Mandiri yakni tahun 2013 meningkat sebanyak 77 penghargaan
SMAN 2 Payakumbuh. 11 sekolah lainnya belum dan pada tahun 2014 sebanyak 61 penghargaan.
berhasil karena belum terpenuhinya syarat harus Sampai tahun 2014 untuk semua kategori, Provinsi
melakukan pembinaan terhadap sekolah imbas Sumatera Barat telah berhasil mendapatkan
minimal satu tahun. Hal ini disebabkan oleh penghargaan Sekolah Adiwiyata sebanyak 199
keterlambatan KLH dalam penyerahan penghargaan yang terdiri dari Penghargaan
Penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional Tahun Sekolah Adiwiyata Mandiri sebanyak 14
2013, sehingga pelaksanaan pembinanaan penghargaan, Penghargaan Sekolah Adiwiyata
terhadap sekolah imbas juga telat dilakukan. Nasional sebanyak 80 penghargaan dan
Sejak tahun 2007 pertama kali Provinsi Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi
mengikuti Program Adiwiyata sampai tahun 2011 sebanyak 105 penghargaan. Keberhasilan ini tidak
perkembangan program Adiwiyata di Sumatera terlepas peran Pemerintah Provinsi yang sangat
Barat masih menunjukan hasil yang tidak konsen terhadap perkembangan program
memuaskan, pada tahun 2011 Provinsi Sumatera Adiwiyata, dukungan penuh dari Tim Pembina dan
Barat baru mendapatkan 6 (enam) penghargaan Penilai Sekolah Adiwiyata Provinsi Sumatera Barat
dan instansi teknis terkait dan swasta yang telah penghargaan dan bantuan stimulan. Pada tahun
berperan dalam pengembangan program Adiwiyata 2013 bantuan stimulan yang diberikan Pemerintah
di Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan dengan Provinsi Sumatera Barat adalah berupa pin emas
dikeluarkannya surat Edaran Gubernur Sumatera baik untuk peraih penghargaan Sekolah Adiwiyata
Barat Nomor 667/197/PKIL/BPDL-2012 tanggal 14 Mandiri, Sekolah Adiwiyata Nasional maupun
Maret 2012, agar kepala daerah masing-masing Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi. Tahun 2014
kabupaten/kota melalui SKPD terkait mengusulkan pemerintah juga memberikan piagam penghargaan
sekolah Adiwiyata dari jenjang pendidikan SD dan bantuan stimulan berupa uang tunai untuk
sampai SLTA. Edaran ini mendapat respon positif semua sekolah Adiwiyata yang berhasil meraih
dari beberapa pemerintah kabupaten/kota sehingga penghargaan sekolah Adiwiyata. Perbandingan
semakin banyaknya sekolah yang ikut program jumlah perolehan penghagaan Sekolah Adiwiyata
Adiwiyata di Sumatera Barat. Bentuk lain dukungan dari tahun 2007 sampai dengan 2014 sebagaimana
pemerintah Provinsi Sumatera Barat adalah dapat dilihat pada Gambar 4.22.
apresiasi yang tinggi terhadap peraih penghargaan
sekolah Adiwiyata berupa pemberian piagam
Sumber : Olahan Tabel UP.3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014
Gambar 4.23 Perbandingan Perolehan Penghargaan Adiwiyata dari Tahun 2007 s/d 2014
per Tingkat Pendidikan per Tahun
Sumber : Olahan Tabel UP-3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel UP.3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel UP.3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014
4.4.2.2. Penerima Penghargaan Program yaitu: Emas, Hijau, Biru, Merah dan Hitam yang
PROPER menggambarkan tingkat ketaatannya terhadap
Program Penilaian Peringkat Kinerja aspek pengendalian pencemaran air, aspek
Perusahaan (PROPER) adalah salah satu kegiatan pengendalian pencemaran udara, aspek
Kementerian Negara Lingkungan Hidup yang pengelolaan limbah B3 dan aspek ketaatan
bertujuan untuk mendorong penaatan perusahaan terhadap dokumen kelola lingkungan. Sedangkan
dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui untuk peringkat Hijau dan Emas, di samping
instrumen informasi. evaluasi penilaian terhadap tingkat ketaatan
Penghargaan PROPER yang diraih perusahaan, juga dilakukan penilaian terhadap
Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 terdiri dari Sistem Manajemen Lingkungan (SML), upaya
peringkat hijau yang diperoleh oleh PT. Pertamina meminimalisasi limbah, konservasi energi dan
S&D Reg I Terminal Transit Teluk Kabung. pemanfaatan sumber daya air (termasuk kegiatan
Peringkat Biru diterima oleh 26 perusahaan lainnya Community Development) dan Coorporate Social
yang tersebar di kabupaten/kota se-Sumatera Responsibility (CSR).
Barat. Melalui Keputusan Gubernur Sumatera
Program Penilaian Peringkat Kinerja Barat No.660–20–2015 telah ditetapkan peringkat
Lingkungan Kegiatan (PROPELIKE) merupakan akhir dari 12 objek usaha/kegiatan yang mengikuti
program strategis Provinsi Sumatera Barat untuk PROPELIKE tahun 2014 dengan hasil 6 (enam)
menilai tingkat ketaatan perusahaan/kegiatan dalam objek mendapat peringkat BIRU yang diperoleh
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup akibat oleh RSUD Pariaman di Kota Pariaman, RSUD
kegiatan dibidang perkebunan, makanan dan Solok di Kota Solok, RSAM di Kota Bukittinggi, PT.
minuman, sektor kesehatan (rumah sakit), industri Japfa Comfeed Indonesia di Kabupaten Padang
pakan ternak, serta perhotelan. Pariaman, PT. Tirta Investama (AQUA) di
Penentuan peringkat PROPELIKE Kabupaten Solok, PT. Batang Hari Barisan di Kota
dikelompokkan dalam 5 warna dengan kategori Padang.
Gambar 4.26 Perkembangan peringkat PROPER Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2012 s/d 2014
30
25
20
HIJAU
15
BIRU
10
5
0
2012 2013 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
6
5
4
HIJAU
3
2 BIRU
1
0
2011 2012 2013 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
4.4.2.3. Penerima Penghargaan Program Payakumbuh, Solok dan Padang Panjang dan Kota
Adipura Lubuk Basung meraih sertifikat Adipura. Kondisi ini
Program Adipura merupakan program meningkat dari tahun lalu yang hanya 1 (satu) kota
kerja Kementerian Lingkungan Hidup yang yang meraih penghargaan Adipura yaitu Kota
bertujuan untuk mendorong Pemerintah Solok. Hasil dari pemantauan tahap 1 program
Kabupaten/Kota dan membangun pertisipasi aktif Adipura tahun 2013/2014, sebanyak 8 (Delapan)
masyarakat melalui penghargaan Adipura untuk Kota berhasil meraih nilai >71,00 yaitu Kota
mewujudkan kota yang berkelanjutan, baik secara Payakumbuh (kategori Kota sedang) , sedangkan
ekologis, sosial, dan ekonomi melalui penerapan untuk kategori Kota kecil yaitu Lubuk Sikaping,
prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik di Padang Panjang, Solok, Sawahlunto, Batusangkar,
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan Pariaman dan Kota Painan. Sedangkan 4 (empat)
hidup demi terciptanya lingkungan yang baik. Kota- Kota lainnya yaitu Bukittinggi, Sijunjung, Simpang
Kota peserta program Adipura 2012/2013 yang lalu IV dan Lubuk Basung dengan nilai < 71,00 tidak
adalah Kota Payakumbuh, Bukittinggi, Solok, berhasil lolos ke tahap PII.
Sawahlunto, Batusangkar, Pariaman, Padang Untuk tahun 2014 yang berhasil meraih
Panjang, Lubuk Sikaping, Simpang IV Painan, penghargaan piala Adipura hanya 1 kota yaitu Kota
Muaro Sijunjung dan Lubuk Basung. Sedangkan Lubuk Sikaping. Kondisi ini sama dengan periode
yang lolos ke penilaian tahap II hanya 4 Kota yaitu 2012/2013 dimana hanya Kota Solok yang berhasil
Kota Payakumbuh, Solok, Pariaman dan Padang meraih piala Adipura dan Kota Pariaman
Panjang dengan capaian nilai >74,00, sedangkan 8 mendapatkan sertifikat Adipura. Diharapkan hal ini
kota lainnya tidak berhasil lolos untuk pemantauan dapat menjadi pemicu semangat kota lain agar
tahap II karena nilai <74,00. dapat meningkatkan kebersihan dan keteduhan
Dari penilaian tahap II yang dilakukan ke 4 kota. Fluktuasi kota-kota penerima penghargaan
(empat) kota tersebut 3 (tiga) Kota diantaranya Adipura di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat
berhasil meraih penghargaan Adipura yaitu Kota pada Gambar 4.28 berikut.
Gambar 4.28 Perbandingan Kota-Kota Penerima Penghargaan Adipura di Provinsi Sumatera Barat
Sumber : Olahan Tabel UP-7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Permasalahan utama yang dihadapi dalam Pada tahun 2014 diusulkan 4 calon
meraih Adipura adalah kurangnya partisipasi Penerima Penghargaan Kalpataru Tingkat Nasional
masyarakat dalam menjaga kebersihan dan dan berhasil menempatkan 4 calon tersebut
keteduhan kota, sarana dan prasarana kebersihan sebagai Nominasi Calon Penerima Penghargaan
yang telah disediakan seringkali tidak dijaga atau Kalpataru Tingkat Nasional yaitu:
bahkan jadi sasaran pencurian sehingga tidak 1. PT. Tidar Kerinci Agung di Kabupaten
berfungsi sebagaimana mestinya. Masalah kedua Dharmasraya dan Kabupaten Solok Selatan
dan paling banyak ditemukan pada waktu penilaian kategori Pembina Lingkungan.
adalah masyarakat belum familiar dengan proses 2. Zulkifli, SH di Kanagarian Koto Kaciak,
pemilahan sampah, sehingga kalaupun ada tempat Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman untuk
sampah yang sudah bertuliskan “sampah organik/ kategori Perintis Lingkungan.
sampah non organik” sampah yang dibuang 3. Kelompok Masyarakat Pengawas
kedalam tempat sampah masih bercampur (Pokmaswas) SOSA di Kenagarian Koto
sehingga belum berfungsi secara optimal. Bangun Kecamatan Kapur IX Kabupaten Lima
Puluh Kota) untuk kategori Penyelamat
4.4.2.4. Penerima Penghargaan Program Lingkungan.
Kalpataru 4. Aiptu Al Aswandi di Kenagarian Batu Payuang
Dalam rangka memotivasi masyarakat Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten
dalam mendorong upaya meningkatkan peran serta Lima Puluh Kota untuk kategori Pengabdi
masyarakat untuk mewujudkan kelestarian fungsi Lingkungan.
lingkungan hidup, pemerintah memberikan Dari 4 calon yang diusulkan, 3 calon
penghargaan baik kepada individu maupun berhasil memperoleh Penghargaan Kalpataru
kelompok masyarakat yang dinilai telah berjasa Tingkat Nasional Tahun 2014 yaitu:
dalam menyelamatkan lingkungan hidup dengan 1. PT. Tidar Kerinci Agung
Penghargaan Kalpataru. 2. Zulkifli, SH
3. Aiptu. Al Aswandi
Sumber : Olahan Tabel UP-7B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-7B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-8A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
4.5.1. Produk Hukum Bidang Pengelolaan Sumatera Barat. Keputusan Gubernur yang
lingkungan hidup agar dapat sinergis dengan usaha dan/atau kegiatan 1 (satu) Keputusan
kebijakan-kebijakan antara pusat dan daerah perlu Gubernur mengenai Penetapan Hasil Penilaian
didukung dengan produk hukum yang bersifat Program Penilaian Peringkat Kinerja Pengelolaan
menguatkan kebijakan atau peraturan yang telah Lingkungan Agro Industri Bidang Pelayanan
dikeluarkan oleh Pemerintah sesuai dengan kondisi Kesehatan dan Bidang Pelayanan Jasa Hotel, 1
dan tingkat urgensi pada masing-masing daerah. (satu) Keputusan Gubernur mengenai Penetapan
Produk hukum ini menjadi acuan bagi aparat Sekolah Adiwiyata, dan 8 (delapan) Keputusan
lingkungan serta untuk kepentingan penegakan tim dalam mendukung upaya pengelolaan
Sumber : Olahan tabel UP-9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan tabel UP-10 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-11 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Jika dibandingkan dengan jumlah personil penurunan terjadi pada personil laki-laki dengan
tahun 2013 tidak terjadi perubahan yang signifikan, tingkat pendidikan Master (S2) sebanyak 1 (satu)
dimana jumlah personil dari 67 orang menjadi 66 orang disebabkan oleh mutasi ke daerah atau
orang. Peningkatan terjadi pada personil instansi lain. Lebih jelas dapat terlihat pada Gambar
perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA 4.34.
menjadi Sarjana (S1)sebanyak 3 (tiga) orang dan
Gambar 4.34 Perbandingan Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota
Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2013 dan 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-11A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Secara umum dapat dilihat jumlah sumber Sarjana (S1). Sementara pada Kota Sawahlunto
daya pengelola lingkungan terbanyak berada pada tingkat pendidikan terbanyak adalah SLTA/SLTP
Kota Sawahlunto dan Kota Pariaman yaitu masing- dan Sarjana (S1) hanya berjumlah 15 orang.
masing berjumlah 44 orang. Kota Pariaman Jumlah personil pengelola lingkungan paling sedikit
mempunyai personil dengan tingkat pendidikan dimiliki oleh Kota Payakumbuh yang hanya
yang lebih baik dibandingkan dengan Kota berjumlah 13 orang.
Sawahlunto yaitu sebanyak 25 orang merupakan
Gambar 4.35 Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota Menurut
Tingkat Pendidikan tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-11B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Secara keseluruhan sumber daya manusia Hal ini disebabkan oleh karena pada tahun 2013
pengelola lingkungan di lingkungan Kabupaten dan personil yang terdata pada Kota Payakumbuh dan
Kota di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014 Kota Sawahlunto masing-masing sebanyak 184
sudah baik. Hal ini terlihat bahwa lebih banyak orang dan 120 orang adalah semua personil yang
personil dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu bidang pekerjaan berhubungan dengan
Sarjana (S1). Diploma (D3/D4) dan Doktor (S3) pengelolaan lingkungan, dan pada tahun 2014
yaitu mencapai 62 % dibandingkan dengan personil personil yang terdata hanyalah personil yang
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah yaitu bekerja pada Badan Lingkungan Hidup saja yang
SLTA/SLTP maupun SD sederajat yang hanya masing-masing berjumlah 13 orang dan 44 orang.
berjumlah 38 % dari semua personil. Hal ini dapat Untuk lebih jelasnya terlihat pada Gambar 4.36.
dengan jelas terlihat pada Gambar 4.37 berikut
Tingkat pendidikan personil pengelola
lingkungan tahun 2014 mengalami perubahan yang
cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2013.
Gambar 4.36 Perbandingan Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota
Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2013-2014
Sumber : Olahan Tabel UP-11C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-11D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa berbentuk kantor menjadi Badan sehingga jumlah
pada tahun 2014 terjadi perubahan bentuk Kantor berkurang menjadi 10 (sepuluh) instansi dari
kelembagaan bidang lingkungan hidup di sebelumnya berjumlah 12 (dua belas) instansi.
kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat. Dimana Instansi dimaksud adalah Kantor Lingkungan Hidup
Jumlah Badan Lingkungan Hidup bertambah Kabupaten Pesisir Selatan dan Kantor Lingkungan
menjadi 9 (sembilan) instansi dari sebelumnya Hidup Kabupaten Pasaman masing-masing telah
berjumlah 7 (tujuh) instansi pada tahun 2013. Hal ini berubah menjadi Badan Lingkungan Hidup.
terjadi karena 2 (dua) yang sebelumnya masih
Sumber : Olahan Tabel UP-11E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
4.5.4. Jumlah Staf Fungsional Bidang adalah dengan memberikan bekal pelatihan kepada
Lingkungan dan Staf yang telah personil baik pelatihan yang dilakukan di dalam
mengikuti Diklat daerah maupun di luar daerah. Pada gambar 4.50.
Upaya peningkatan kualitas sumber daya berikut dapat dilihat jumlah staf fungsional yang
pengelola lingkungan pada pemerintah Provinsi telah melakukan pelatihan berjumlah7 (tujuh) orang
Sumatera Barat selalu dilakukan. Salah satunya dan 5 (lima) orang diantaranya sudah dilantik.
Sumber : Olahan Tabel UP-12 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
Upaya peningkatan kualitas sumber daya Provinsi Sumatera Barat sampai tahun 2014. Diklat
manusia pengelola lingkungan juga terus dilakukan teknis yang paling banyak diikuti adalah Diklat
oleh semua kabupaten/kota yang berada di teknis Amdal A (dasar-dasar Amdal) yaitu sebanyak
Sumatera Barat. Selama tahun 2014 jumlah staf 15 peserta dan Diklat teknis Amdal C (Penilai)
fungsional yang telah mengikuti diklat berjumlah 44 diikuti oleh 6 orang peserta. Sementara Diklat
orang dan 8 orang diantaranya telah dilantik. umum yang telah diikuti sampai tahun 2014 paling
Selain pelatihan PPNS, PPLH, dan banyak adalah PIM IV yang diikuti oleh 9 orang
Arsiparis juga terdapat beberapa diklat teknis dan peserta dan Diklat Bendahara diikuti oleh 7 orang
diklat umum yang telah diikuti personil Bapedalda peserta.
Gambar 4.40 Jumlah Peserta Diklat Teknis yang diikuti Pegawai Bapedalda
Provinsi Sumatera Barat sampai Tahun 2014
Sumber : Olahan Tabel UP-12B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014
lingkungan hidup dapat dijadikan salah satu merupakan sungai yang prioritas untuk
indikator untuk mengevaluasi ketepatan arah ditangani terutama pada segmen perkotaan.
telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. kualitas air sungai mempunyai pola yang
program/kebijakan dapat disebabkan oleh sungai lain sehingga yang paling dibutuhkan
tidak tersedianya data yang akurat terkait saat ini adalah pengembangan program
kondisi kerusakan dan pencemaran kerjasama antar daerah dan antar sektor
Buku SLHD yang berisikan status, pencemaran sungai perkotaan. Dalam hal ini
tekanan dan upaya pengelolaan lingkungan, Batang Agam dipilih sebagai model dari
Sumatera Barat sepanjang tahun 2014 yang Batang Hari juga merupakan sungai lintas
selanjutnya dianalis melalui tekanan yang provinsi yang prioritas untuk ditangani. Multi
Pada sub bab ini akan digambarkan hendaknya program yang direncanakan benar-
agenda pengelolaan lingkungan hidup 2015 benar tepat dan effektif dalam mengatasi
_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Padang Pariaman
_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Limapuluh Kota
_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Solok Selatan
_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Padang Pariaman
_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Pasaman Barat
_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai
_________.2014. Buku Analisis dan Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Pariaman
_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Padang Panjang
_________. 2010 Draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat
(2010-2015)
Penambangan Rakyat Illegal Di Kab. Limapuluh Kota Dan Penebangan Hutan Illegal Di Kab.
Pasaman Barat
Kabut Asap Akibat Kebakaran Hutan Di Sumatera Barat Dan “Impor” Asap Dari Provinsi
Tetangga
Upaya Pengawasan Pengendalian Pencemaran
Dan Kerusakan Lingkungan
Pengujian Kualitas Emisi Gas Buang Kendaraan Dan Limbah Cair Sumber Pencemar
Gerakan Lingkungan
Penggiatan “Gerakan Sumbar Bersih” Dan Pelestarian Penyu Oleh Gubernur Sumatera Barat
Tour De Singkarak Dan Gerakan Car Free Day Di Kabupaten/Kota Sumatera Barat
Peran Serta Masyarakat Dan Stackholder
Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peran Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Melalui Goro Dan Bank Sampah
BAPEDALDA PROVINSI SUMATERA BARAT
Jl. Khatib Sulaiman No. 22 Padang
Telp. 0751 - 7055231 Fax. 0751 70445232
http://bapedalda.sumbarprov.go.id