Anda di halaman 1dari 10

I.

KONSEP DASAR ELIMINASI URINE


A. DEFINISI
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung
kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah
utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu
timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih.
Faktor yang mempengaruhi eliminasi urin :
a. Pertumbuhan dan perkembangan : pada orang tua volume bladder berkurang,
demikian juga wanita hamil sehingga frekuansi berkemih juga lebih sering.
b. Intake cairan dan makanan : alcohol menghambat anti diuretic hormone untuk
meningkatkan pembuangan urin. Kopi, the, coklat, cola (mengandung kafein)
dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urin.
c. Kebiasaan seseorang : misalnya seseorang hanya bisa berkemih ditoilet, sehingga
ia tidak dapat berkemih dengan menggunakan pot urine.
d. Psikologis : pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi
berkemih.
e. Tonus otot : eliminasi urin membutuhkan tonus otot bladder, otot abdomen dan
pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan untuk
berkontraksi juga akan berkurang.
f. Kondisi penyakit : pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urin
karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ
kemih menimbulkan retensi urin.
g. Pembedahan : penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga
produksi urin akan menurun.
h. Pengobatan : Penggunaan diuretic meningkatkan output urin dan antihipertensi
menimbulkan retensi urin.

1
Klien yang memiliki masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam
aktivitas berkemihnya.
Perubahan dalam eliminasi urin diantaranya :
a. Retensi urin : akumulasi urine yang nyata di dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih.
b. Inkontinensia urin : kehilangan control berkemih.
c. Enurisis : ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna.
Gall bladder

B. ETIOLOGI
1. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi uotput
urine. Seperti protein dan sodium yang mempengaruhi urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output
urine lebih banyak.
2. Aktivitas
Aktivitas sangat di butuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi
urine membutuhkan tonos otot kandung kemih yang baik untuk tonus otot stingter
Internal dan eksternal. Aktivitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah
urine yang diproduksi, hal ini di sebabkan kerena lebih besar metabolisme tubuh.
3. Obstruksi:Batu ginjal,pertumbuhan jaringan abnormal,striktur urethra
4. Infeksi
5. Kehamilan
6. Penyakit:pembesaran kelenjar prostat, diabetes
Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, dapat memengaruhi
produksi urine.
7. Trauma sumsum tulang belakang
8. Operasi ada daerah abdomen bawah,pelviks,kandung kemih,urethra
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat
menyebabkan penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari pemberian
obat anestesi.
9. Umur
10. Penggunaan obat-obatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine.
Misalnya, pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan
pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi
urine.

C. PHATOFISIOLOGI
Pada kondisi normal urine mengisi kandung kemih dengan perlahan dan
mencegah aktivasi respon rangsangan sampai distensi kandung kemih menjadi

2
kosong. Dalam kondisi retensi urine, kandung kemih tidak mampu berespans
terhadap reflek berkemih sehingga tidak mampu mengosongkan sendiri. Seiring
dengan berlanjutnya retensi urin dapat menyebabkan overflow retensi tekanan
dalam kandung kemih meningkat sampai suatu titik dimana singter uretra eksterna
tidak mampu lagi menahan urine. Spingter untuk sementara terbuka memungkinkan
sejumlah kecil urine 25-60 ml keluar. Setelah urine keluar,tekanan kandung kemih
cukup menurun sehingga spingter memperoleh kembali kontrolnya dan menutup.
Seiring dengan overflow klien mengeluarkan sejumlah kecil urin dua atau tiga kali /
jam tanpa adanya penurunan distensi / rasa nyaman yang jelas. Spasme kandung
kemih elapa timbul ketika klien berkemih.

D. MANIFESTASI KLINIS
 Ketidaknyamanan daerah pubis.
 Distensi kandung kemih.
 Ketidak sanggupan unutk berkemih.
 Sering berkemih dalam kandung kemih yang sedikit (25 – 50 ml).
 Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
 Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.

E. PATHWAY

Etiologi
Intake cairan, aktivitas, obstruksi,
infeksi, kehamilan, post operasi,
Umur, penggunaan obat-obatan

Keadaan normal Keadaan tidak normal

Urin mengisi kandung kemih kandung kemih tidak mampu berespans

distensi kandung kemih kosong overflow


Gangguan
Spingter terbuka eliminasi urine

sejumlah kecil urine keluar 25-60 ml


gangguan rasa
tekanan kandung kemih cukup menurun nyaman
Spingter menutup
Nyeri

Mual dan muntah cemas

lemas Gangguan
pola tidur
Gangguan nutrisi
3
F. DATA PENUNJANG
Data penunjang (pemeriksaan diagnostic) pada eliminasi urine.
a. Pemeriksaan urine (urinalisis):
• Warna (N: Jernih kekuningan)
• Penampilan (N: Jernih)
• Bau (N: Beraroma)
• pH (N: 4,5-8,0)
• Berat jenis (N: 1,005-1,030)
• Glukosa (N: Negatif)
• Keton (N: Kuman patogen negatif)
b. Kultur urin (N: Kuman patogen negatif).

II. PENGKAJIAN
Pengkajian pada kebutuhan eliminasi urine meliputi :
1. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta hambatannya.
Frekuensi berkemih tergatung pada kebiasaan dan kesempatan. Banyak
orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan
waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
2. Pola berkemih
 Frekuensi berkemih
frekuesi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu
24 jam.
 Urgensi
Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena takut
mengalami inkotinensia jika tidak berkemih.
 Disuria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan
pada struktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria.
 Poliuria
Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar tanpa
adanya peningkatan asupan cairan. Keadaan ini dapat terjadi pada penyakit
diabetes, defisiensi ADH, dan penyakit kronis ginjal.
 Urinaria supresi

Keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak. Bila produksi


urine kurang dari 100 ml/hari dapat dikatakan anuria, tetapi bila
produksinya antara 100 – 500 ml/hari dapat dikatakan sebagai oliguria.
3. Volume urine
Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarkan dalam
waktu 24 jam.
4. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
 Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium) dapat mempengaruhi
jumlah urine yang dibentuk, sedangkan kopi dapat meningkatkan jumlah
urine.

4
 gaya hidup
 Stress psikologi dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih
 Tingkat aktivitas
5. Keadaan urine
Keadaan urine meliputi : warna, bau, berat jenis, kejernihan, pH, protein,
darah, glukosa.
6. Tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti retensi urine, inkontinensia
urine.

III. DIAGNOSA
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensi urine.
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri yang berhubungan dengan obstruksi pada uretra.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
muntah.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada perut.

IV. RENCANA KEPERAWATAN


A. Rencana tujuan pada eliminasi urine.
Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam
Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinesia urine
Klien berkemih dalam keadaan rileks
B. Rencana tindakan dan rasional.
Intervensi :
1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam.
2. Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi dokter/ fisioterapi.
3. Kolaborasi dalam bladder training.
4. Hindari faktor pencetus inkontinensia urine seperti cemas.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan kateterisasi.
6. Jelaskan tentang:
a. Pengobatan.
b. Kateter.
c. Penyebab.
d. Tindakan lainnya.
Rasional :
1. Membantu mencegah distensi atau komplikasi.
2. Meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder.
3. Menguatkan otot dasar pelvis.
4. Mengurangi atau menghindari inkontinensia.
5. Mengatasi faktor penyebab.
6. Miningkatkan pengetahuan dan diharapkan pasien lebih kooperatif.

V. TINDAKAN KEPERAWATAN
Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan

5
Mengingat tujuan pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga
dibeda-bedakan sesuai dengan tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut antara
lain : pengambilan urine biasa, pengambilan urine steril dan pengumpulan selama 24
jam.
1. Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan cara
mengeluarkan urine seperti biasa, yaitu buang air kecil. Biasanya untuk
memeriksa gula atau kehamilan.
2. Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan cara
dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan menggunakan alat
steril, dilakukan dengan keteterisasi atau pungsi supra pubis. Pengambilan
urine steril bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal atau
saluran kemih lainnya.
3. Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang
dikumpulkan dalam 24 jam, bertujuan untuk mengeetahui jumlah urine
selama 24 jam dan mengukur berat jenis urine, asupan dan pengeluaran
serta mengetahui fungsi ginjal.
Alat :
 botol penampung beserta penutup
 etiket khusus
Prosedur Kerja :
a. Mencuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Bagi pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri, bantu untuk BAK,
keluarkan urine setelah itu tampung dengan meggunakan botol
d. Bagi pasien yang mampu BAK sendiri, anjurkan pasien untuk BAK dan
anjurkan untuk menampung urine ke dalam botol
e. Catat nama dan tanggal pengambilan pemeriksaan
f. Cuci tangan
Menolong pasien untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal
Menolong BAK dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan
dengan membantu pasien yang tidak mampu BAK sendiri di kamar kecil dengan
menggunakan alat penampung dengan tujuan menampung urine dan mengetahui
kelainan urine (warna dan jumlah).
Alat dan bahan :
 Urinal
 Pengalas
 Tisu
Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur pada pasien
c. Pasang alas urinal di bawah glutea
d. Lepas pakaian bawah pasien
e. Pasang urinal di bawah glutea/pinggul atau diantara kedua paha
f. Anjurkan pasien untuk berkemih
g. Setelah selesai, rapikan alat
h. Cuci tangan dan catat warna serta jumlah produksi urine

6
Melakukan kateterisasi
Indikasi :
1. Tipe Intermitten
 Tidak mampu berkemih 8 – 12 jam setelah operasi
 Retensi akut setelah trauma uretra
 Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgesic
 Cedera pada tulang belakang
 Degenerasi neuromuskular secara progresif
 Pengeluaran urine residual
2. Tipe Indwelling
 Obstruksi aliran urine
 Pasca operasi saluran uretra dan struktur disekitarnya
 Obstruksi uretra
 Inkontinensia dan disorientasi berat
Alat dan bahan :

a. Sarung tangan steril


b. Kateter steril (sesuai dengan ukurannya dan jenis)
c. Duk steril
d. Minyak pelumas/ gel
e. Larutan pembersih antiseptic
f. Spuit yang berisi cairan
g. Perlak dan alasnya
h. Pinset anatomi
i. Bengkok
j. Urinal bag
k. Sampiran
Prosedur Kerja
Untuk pasien pria :
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur
c. Atur ruangan/pasang sampiran
d. Pasang perlak/alas
e. Gunakan sarung steril
f. Pasang duk steril
g. Pegang penis dengan tangan sebelah kiri, lalu preputium ditarik sedikt ke
pangkalnya dan bersihkan dengan kapas savlon
h. Beri gel pada ujung kateter, lalu masukkan pelan-pelan sambil anjurkan
untuk tarik napas
i. Jika tertahan, jangan dipaksa
j. Setelah kateter masuk, isi balon dengan cairan aquades
k. Sambung kateter dengan urobag dan fiksasi ke arah paha
l. Rapikan alat
m. Cuci tangan
Untuk pasien wanita :
a. Cuci tangan

7
b. Jelaskan prosedur
c. Atur ruangan
d. Pasang perlak/alas
e. Gunakan sarung tangan steril
f. Pasang duk steril
g. Bersihkan vulva kapas savlon dari atas ke bawah
h. Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri lalu bersihkan
bagian dalam
i. Beri gel pada ujung kateter lalu masukkan pelan-pelan sambil anjurkan
tarik napas, hingga urine keluar
j. Setelah selesai, isi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya
menggunakan spoit
k. Sambung kateter dengan urine bag dan fiksasi ke arah samping
l. Rapikan alat
m. Cuci tangan

Menggunakan kondom kateter


Menggunakan kondom kateter merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memberikan kondom kateter pada pasien yang tidak mampu mengontrol
berkemih.Cara ini bertujuan agar pasien dapat berkemih dan mempertahankannya.
Alat dan bahan :
 sarung tangan
 air sabun
 pengalas
 kondom kateter
 Urinal bag
 sampiran
Prosedur kerja
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur pada klien
c. Atur ruangan/pasang sampiran
d. Pasang perlak/alas
e. Gunakan sarung tangan
f. Atur posisi klien dengan terlentang
g. Bersihkan area genitalia dengan sabun dan bilas dengan air hangat bersih
kemudian keringkan
h. Lakukan pemasangan kondom dengan menyisakan 2,5 – 5 cm ruang
antara glans penis dengan ujung kondom
i. Letakkan batang penis dengan perekat elastis, tapi jangan terlalu ketat
j. Hubungkan ujung kondom kateter dengan saluran urobag
k. Rapikan alat
l. Cuci tangan

VI. EVALUASI KEPERAWATAN


Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum
dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam :

8
1. Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai
dengan asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan
obat, kompresi pada kandung kemih atau kateter.
2. Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya
distensi, volume urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase.
3. Mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya
infeksi, tidak ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa
terbakar.
4. Mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal
kering tanpa inflamasi dan kulit di sekitar uterostomi kering.
5. Memberikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria,
tidak ditemukan adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi
senang.
6. Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi
inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih

VII. REFERENSI

Perry dan Potter.2005. Fundamental Keperawatan.Jakarta: EGC


Iqbal, Wahib Mubarak dan Nurul Chayatin.2007. Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktek. Jakarta : EGC.
NIC dan NOC. 2007-2008. Diagnosa Nanda.

9
10

Anda mungkin juga menyukai