Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum ke-7 Hari/Tanggal: Senin/29 Oktober 2012

m.k. Penyakit Organisme Akuatik Kelompok : IX


Asisten : Raja Efrianti

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN

Disusun oleh:
Ina Walia Fathonah
C14100074

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cendawan adalah makhluk hidup heterotrop yang memiliki filamen,
umumnya bersifat saprofit, dan beberapa diantaranya ada yang bersifat parasit dan
parasit obligat. Cendawan bersifat parasit, terlebih parasit obligat terhadap ikan
dapat menyebabkan ikan sakit, pertumbuhan lambat, reproduksi terhambat,
hingga kematian.
Berbagai dampak cendawan parasit terhadap ikan tentunya menjadi
ancaman bagi kegiatan budidaya. Sehingga diperlukan adanya isolasi dan
identifikasi cendawan yang berada dalam lingkungan pemeliharaan ikan bahkan
cendawan yang terdapat dalam tubuh ikan yang dipelihara. Hal tersebut perlu
dilakukan agar jika terdapat cendawan yang bersifat parasit, pelaku budidaya
dapat mengambil langkah tepat, yaitu dilakukan treatment, pengobatan, bahkan
pemusnahan, sehingga kegiatan budidaya yang dilakukan tidak terlalu mengalami
kerugian.

1.2 Tujuan
Mempelajari teknik kultur dan identifikasi cendawan.
II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 16 Oktober 2012
bertempat di salah satu laboratorium Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan adalah kaca obyek, cover clip, pembakar
Bunsen, dan seperangkat alat bedah. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan
adalah telur ikan gurame yang terinfeksi cendawan, cendawan hasil kultur,
pewarna, alkohol 70%, dan media GYA (Glukosa Yeast Agar).

2.3 Prosedur Kerja (Dalam bentuk paragraf, menggunakan kalimat pasif)


Telur ikan gurame yang terinfeksi cendawan diambil, kemudian pada
bagian luar tubuh ikan diusap dengan alkohol 70%. Hifa yang terdapat pada
cendawan dipotong menggunakan gunting, jika perlu gunakan alat bedah lain.
Hifa tersebut kemudian ditanam pada media GYA, dan diinkubasi selama sekitar
24 jam hingga 48 jam. Setelah diinkubasi, cendawan tersebut dipindahkan
kedalam media cair dengan campuran antibiotic, diinkubasi selama 24 – 48 jam.
Cendawan tersebut diangkat dari media cair, kemudian dicuci dengan
menggunakan air kolam steril, lalu diletakkan didalam cawan petri yang berisi air
kolam steril selama 24 jam. Demikianlah prosedur kerja isolasi cendawan, untuk
identifikasi cendawan diperlukan perlakuan pewarnaan cendawan.
Tahap pewarnaan cendawan, gunakan sampel potongan hifa dari hasil
isolasi maupun hasil langsung dari alam, sampel diletakkan diatas kaca obyek dan
disebar merata sehingga terbentuk lapisan tipis. Kemudian kaca obyek yang telah
dibubuhi sampel potongan hifa ditutup dengan cover slip. Kaca obyek beserta
cover slip yang telah bersatu tersebut kemudian ditetesi pada bagian pinggirnya
dengan pewarna lactophenol cotton blue menggunakan pipet Pasteur, sehingga
area dibawah kaca penutup rata terwarnai, kemudian amati sporangia dari
cendawan tersebut dibawah mikroskop.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Berikut adalah data hasil pengamatan sporangia morfologi cendawan yang
terdapat pada telur ikan gurame dan hasil kultur cendawan.
Tabel 1. Data pengamatan morfologi cendawan
Kelompok Jenis cendawan Bentuk Letak Hifa
7 Rhizopus sp. Bulat Ujung Tidak Bersekat
Aphanomyces sp. Bulat Ujung Bersekat

8 Rhizopus sp Bulat Ujung Tidak Bersekat


Aphanomyces sp. Bulat Ujung Bersekat

9 Rhizopus sp. Bulat Ujung Bersekat


Achlya sp. Bulat Ujung Tidak bersekat

10 Rhizopus sp. Bulat Ujung Bersekat


Achlya sp. Bulat di cabang Tidak bersekat

11 Rhizopus sp. Bulat mengkista Ujung Bersekat


Aphanomyces sp. Bulat mengkista Ujung Tidak bersekat

12 Rhizopus sp. Bercabang Ujung Tidak bersekat


Aphanomyces sp. Tidak Bercabang Ujung Bersekat

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sporangia dari Rhizopus sp. adalah bulat terletak diujung,
namun dalam pengamatan terhadap hifa ada 2 jawaban, yaitu bersekat dan tidak bersekat. Sedangkan
Aphanomyches sp. sporangianya berbentuk bulat, terletak diujung, denga hifa bersekat. Kemudian hasil
pengamatan terhadap sporangia cendawan Achlya sp. ialah berbentuk bulat, terletak di ujung dengan hifa
tidak bersekat.
Berikut adalah tabel kedua yang berisikan data hasil pengamatan terhadap
isolasi cendawan.
Tabel 2. Data pengamatan isolasi cendawan
Kelompok Jenis cendawan Tumbuh/tidak Diameter Kontaminan
7 Rhizopus sp. Tumbuh 8.0 cm Tidak kontaminasi
Aphanomyces sp. Tumbuh 9.0 cm Tidak kontaminasi

8 Rhizopus sp Tumbuh 9.5 cm Tidak kontaminasi


Aphanomyces sp. Tumbuh 9.5 cm Tidak kontaminasi

9 Rhizopus sp. Tumbuh 12.0 cm Tidak kontaminasi


Achlya sp. Tumbuh 9.5 cm Tidak kontaminasi

10 Rhizopus sp. Tumbuh 7.0 cm Tidak kontaminasi


Achlya sp. Tumbuh 5.5 cm Tidak kontaminasi

11 Rhizopus sp. Tumbuh 8.0 cm Tidak kontaminasi


Aphanomyces sp. Tumbuh 7.5 cm Tidak kontaminasi

12 Rhizopus sp. Tumbuh 5.0 cm Tidak kontaminasi


Aphanomyces sp. Tumbuh 8.0 cm Tidak kontaminasi

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa seluruh isolasi cendawan (Rhizopus sp., Achlya sp., dan
Aphanomyches sp.) berhasil tumbuh tanpa kontaminasi, dengan diameter terbesar ialah cendawan Rhizopus
sp. sebesar 12,0 cm.
3.2 Pembahasan
Fungi adalah eukariota, sebagian besarnya adalah eukariota multiseluler.
Fungi hidup sebagai pengurai dan simbion. Fungi bersifat heterotrof dimana ia
mendapatkan nutrientnya dengan cara penyerapan (Mitchell, 2003).
Fungi pada umumnya tersebar luas di alam, pada tanah, air, dan vegetasi.
Uniseluler pada fungi jenis khamir, dan multiseluler pada fungi jenis kapang.
Fungi dapat membentuk spora, bersifat aerobic non motil, dan dapat tumbuh
optimal pada pH sekitar 5 dengan suhu 25oC. Fungi memiliki dinding sel dimana
pada tiap jenisnya dinding sel ini berfungsi menentukan bentuk, mencegah lisis
osmotic, melindungi kerusakan mekanik dan masuknya molekul yang
membahayakan (Kusdarwati, 2010).
Klasifikasi fungi dapat dilihat berdasarkan produksi konidia atau spora
seksual, struktur morfogi alat reproduksi, ciri koloni, sifat hifa, dan hal lainnya.
Sporangium adalah struktur penghasil spora vegetative (Aryulina, 2006). Bagian
penting tubuh fungi adalah hifa, dimana hifa berfungsi menyerap nutrient dari
lingkungan seta membentuk struktur untuk reproduksi. Hifa adalah suatu struktur
fugus berbentuk tabung menyerupai suntai benang panjang yang terbentuk dari
pertumbuhan spora maupun konidia (Fried dan Hademenos, 2006).
Fungi akuatik adalah fungi berhabitat di perairan tawar seperti danau,
sungai, kolam, dan genangan air. Diantaranya adalah Rhizophylactis rosea,
Saprolegnia sp, dan Nwakowskiella sp (Gandjar, 2006).
Ciri-ciri cendawan saprofit ialah menyerap makanannya dari organisme
yang telah mati. Sedangkan cendawan parasit menyerap makanannya dari
organisme yang masih hidup, sehingga membebani inangnya (Anonim, 2000).
Achlyosis adalah penyakit yang disebabkan oleh cendawan Achlya sp.
hampir semua jenis ikan hias air tawar termasuk telurnya rawan terhadap penyakit
ini. Faktor yang mendukung adanya penyakit ini adalah penanganan yang kurang
baik, suhu, dan oksigen terlarut yang rendah, serta kualitas telur yang buruk.
Penyebaran penyakit terjadi melalui penyebaran spora di dalam air.
Kulit ikan terlihat kusam dan berwarna kecoklatan. Di bagian yang
terineksi kapas yang menempel di tubuh yang terluka yakni sekitar tutup insang
dan di bagian pangkal sirip. Langkah pencegahan dilakukan untuk penghilangan
faktor penyebab infeksi jamur. Pencegahan dapat dilakukan dengan
memperatahankan kualitas air dan penanganan ikan yang baik. Suhu air 28 – 30oC
atau rutin mengganti air dengan air segar.
Pada tabel hasil pengamatan dilakukan terhadap 3 jenis cendawan yaitu
Rhizopus sp., Achlya sp., dan Aphanomyces sp., menurut pengamatan sporangium
dari Rhizopus sp. berbentuk bulat dan terletak di ujung dengan hifa bersekat.
Sporangium Achlya sp. berbentuk bulat dan terletak di ujung dengan hifa tidak
bersekat. Sedangkan sporangium Aphanomyces sp. berbentuk bulat terletak di
ujung dengan hifa yang bersekat.
Aphanomyces / Epizootic Ulcerative Syndrom (EUS) adalah penyakit
yang disebabkan oleh jamur Aphanomyces invadans, yakni pathogen utama
penyebab luka atau borok pada beberapa jenis ikan Aphanomyces invadans
termasuk dalam golongan oomycetes dan merupakan jenis pathogen obligat
(hanya dapat hidup dari tubuh inang), menyerang ikan hias cat fish, golongan
siklid, koi, dan koki. Penyakit ini ditandai oleh adanya luka pada bagian kulit.
Luka tersebut kemudian berkembang menjadi borok yang melebar. Gejala lain
ditandai oleh kerusakan jaringan berupa bintil-bintil kecil (granuloma) berwarna
putih kemerahan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan
budidaya atau pemeliharaan, seperti peneringan, pengapuran, dan desinfeksi.
Pencegahan juga bisa dilakukan dengan cara pemberian perlakuan pada ikan
seperti merangsang kekebalan tubuh atau mengarantina ikan.
Pengobatan terhadap ikan yang terserang Achlya sp. maupun yang
terserang Aphanomyces invadans, dapat dilakukan dengan cara merendam ikan di
dalam larutan kalium permanganate (PK) dosis 1 gram per 100 liter air selama 90
menit, Malachite Green Oxalat (MGO) dosis 0,15 mg/liter selama 24 jam,
formalin 100-200 ml/m3 air selama 1-3 jam, garam dapur 10.000 mg/liter selama
20 menit, atau Methylene Blue sebanyak 10-20 mg/liter selama 24 jam
(Supriyadi, 2004).
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Mahasiswa telah mempelajari teknik kultur dan identifikasi cendawan.
Selain itu, mahasiswa juga telah dapat melakukan kultur dan identifikasi
cendawan.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum ke depannya (bukan berupa saran teknis)
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. Ciri – Ciri Umum Jamur.


http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-
Pendamping/Praweda/Biologi/0024%20Bio%201-5a.htm. [28 Oktober
2012]

Aryulina, Diah, dkk., 2004. Biologi 1. Erlangga, Jakarta.

Gandjar, Indrawati, dkk., 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.

Hademenos, George J. Fried, George H., 2006. Biology. Erlangga, Jakarta.

Kusdarwati, Rahayu., 2010. Mikrobiologi (Fungi). Universitas Airlangga,


Surabaya.

Mitchell, Lawrence G., 2003. Biologi I. Erlangga, Jakarta.

Supriyadi, hambali, dan Tim Lentera, 2004. Membuat Ikan Hias Tampil Sehat dan
Prima. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai