Anda di halaman 1dari 30

PEMERIKSAAN SENDI BAHU

SUPERVISOR:
dr. Nino Nasution, Sp.OT(K)

PENYUSUN:
Cennikon Pakpahan 110100299
Agnes Thasia Parhusip 110100284
Anika Restu Pradini 110100143

KEPANITERAAN KLINIK RSUP. H ADAM MALIK


DEPARTEMEN ILMU BEDAH ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper
yang berjudul “Pemriksaan Sendi Bahu”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada supervisor
kami dr. Nino Nasution, Sp.OT(K) yang telah meluangkan waktu dan memberi
masukan dalam penyusunan paper ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan paper selanjutnya. Semoga paper ini
bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2016

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan ...........................................................................................2
1.3. Manfaat Penulisan..........................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3


2.1. Anatomi Sendi Bahu.......................................................................................3
2.2. Gerakan Sendi Bahu.......................................................................................3
2.3. Pemeriksaan Fisik Orthopedi ........................................................................4
2.3.1. Pemeriksaan Fisik Umum....................................................................
2.3.2. Pemeriksaan Fisik Sendi Bahu............................................................
2.4. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................

BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................33


4

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahu disusun atas tulang yang menghubungkan antara ekstremitas atas dengan
tulang skeletal aksial. Persendian terjadi antara kepala humerus yang bulat dengan
kavitas glenoidalis skapula yang dangkal dan berbentuk seperti buah pir. Persendian
pada bagian ini disusun oleh skapula,klavicula dan humerus yang memungkinkan
gerakan yang sangat luas seperti fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, endorotasi,
eksorotasi dan sirkumduksi. Terdapat tiga persendian pada bahu diantaranya
sternoklavikula, akromiklavicula dan glenohumeral.1
Selain struktur persendian yang tergolong kompleks daerah bahu tepatnya di
aksila terdapat ruangan atau terowongan yang dilalui oleh pembuluh darah, nervus
dan juga limfe. Kompleksitas dan susunan yang padat memungkinkan banyaknya
kelianan yang mungkin bisa ditemukan pada bahu mulai dari trauma baik berupa
fraktur atau dislokasi, peradangan atau inflamasi seperti thoracic outlet syndrome,
bursitis dan lain-lain.2
Modalitas utama didalam menegakkan penyakit pada persendian di bahu tetap
dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hampir semua keluhan orthopedi pada
persendian hampir ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat.
Pemeriksaan fisik orthopedi pada persendian bahu dimulai dari pergerakan aktif, pasif
bahkan spesial test lain yang gunanya untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan fisik
khusus dapat mengarahkan kita pada diagnosis yang tepat. Selain itu pemeriksaan
penunjang lainnya masih tetap diperlukan untuk penegakkan diagnosa seperti x-
ray,CT-Scan,dan MRI.2
Pemeriksaan fisik dianggap penting dalam diagnosisi orthopedi oleh sebab itu
diperlukan pemaparan dan pustaka untuk menjelaskan bagaimana pemeriksaan fisik
pada persendian bahu.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan pemeriksaan sendi
bahu sebagai salah satu bentuk pemeriksaan yang rutin dan penting dalam Ilmu Bedah
Orthopaedi dan Traumatologi.

1.3. Manfaat Penulisan


5

Manfaat penulisan makalah ini adalah:


1. Memberikan informasi tentang pemeriksaan sendi bahu dalam Ilmu Bedah
Orthopaedi dan Traumatologi
2. Memperkaya ilmu pengetahuan dan memperkokoh landasan teoritis ilmu
kedokteran, khususnya mengenai Pemeriksaan Sendi Bahu.
3. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan tugas P3D di
Departemen Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Sendi Bahu


Bahu disusun atas tulang yang menghubungkan antara ekstremitas atas dengan
tulang skeletal aksial. Tulang tersebut adalah:1
1. Skapula
Skapula adalah tulang berbentuk segitiga yang berfungsi sebagai tempat
perlekatan otot. Empat otot manset rotator yang berperan dalam bahu mempunyai
asal dari skapula. Empat otot tersebut yaitu supraspinatus, infrasponatus, teres
minor, dan subskapularis. Sebagai tambahan, trapezius, serratus anterior, dan
levator skapula masuk ke dalam skapula dan bertanggung jawab untuk
6

pergerakan dan stabilitas skapula. Skapula bergerak dengan bebas, karena dibantu
oleh empat otot ini. Skapula mempunyai 4 prosesus: spine, akromion, korakoid,
dan glenoid. Kavitas glenoid (atau fossa glenoid) diatur untuk memperluas sudut
lateral skapula. Kavitas glenoid berbentuk oval tidak beraturan dan sering
dikatakan berbentuk seperti koma. Kavitas ini berartrikulasi dengan kepala
humerus, membentuk sendi glenohumeral, yang membentuk sendi utama dari
bahu.
2. Klavikula
Klavikula adalah tulang berbentuk S yang membentuk bagian anterior dan bahu
yang menjaga jarak tangan dari tubuh sehingga dapat bergerak bebas. Sendi
sternoklavikular dibentuk pada bagian medial klavikula yang bersendi dengan
manubrium sternum. Bagian ini merupakan satu-satunya hubungan tulang antara
tulang skeletal dan ekstremitas atas. Selain itu, klavikula menyediakan
perlindungan pada arteri subklavikula, vena subklavikula, dan pleksus brakial
posterior dan inferior.
3. Kepala Humerus
Permukaan proksimal sendi dari humerus disebut sebagai kepala humerus.
Kepala humerus berartrikulasi terhadap bagian dangkal dari kavitas glenoid.
Hanya 25% dari permukaan kepala humerus membuat hubungan dengan kavitas
glenoid. Labrum glenoid, cincin fibrikartilago yang menempel pada bagial luar
dari kavitas glenoid, menyediakan stabilitas dan kedalaman tambahan.

Persendian terjadi antara kepala humerus yang bulat dengan kavitas glenoidalis
skapula yang dangkal dan berbentuk seperti buah pir. Fasies artikularis diliputi oleh
rawan sendi hialin, dan kavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya bibir
fibrokartilago yang dinamakan labrum glenoidale. Tipe sendi ialah sendi sinovial
“ball and socket”. Kapsula artikularis meliputi sendi dan di medial melekat pada
pinggir kavitas glenoidalis di luar labrum; di lateral kapsula melekat pada kolum
anatomikum humerus. Kapsula artikularis ini tipis dan lemas, memungkinkan gerakan
yang luas. Kapsula artikularis diperkuat oleh lembaran fibrosa yang berasal dari
tendon otot subskapularis, supraspinatus, infraspinatus, dan teres minor (otot-otot
manset rotator).2
1. Sendi Sternoklavikula
Sendi sternoklavikula adalah satu-astunya hubungan antara tulang skeletal dan
ekstremitas atas. Sendi sternoklavikular melakukan gerakan elevasi ke atas 30-
350, 300 pergerakan anteroposterior, dan 44-500 rotasi aksis panjang klavikula.
7

2. Sendi Akromioklavikula
Sendi akromioklavikula adalah satu-satunya artikulasi antara klavikula dan
skapula. Sendi ini dibentuk oleh distal klavikula berartikulasi dengan akromion
dari skapula. Sedikit pergerakan dalam sendi ini. Sendi akromioklavikular adalah
sendi diartrodial berkapsul yang berjalan bersama dengan ligamen
korakoakromial: ligamen trapezoid dan konoid.
3. Sendi glenohumeral
Sendi glenohumeral adalah sendi utama dari sendi bahu. Sendi ini adalah sendi
sinovial ball and socket yang dibentuk oleh permukaan artikular kavitas glenoid
dan kepala humerus. Kedalaman kavitas glenoid ditingkatkan oleh lingkaran
fibrokartilago yang mengelilinginya. Lingkaran fibrokartilago ini merupakan
labrum glenoid.1

Ligamentum glenohumerale adalah tiga buah pita jaringan fibrosa yang


memperkuat bagian depan kapsula artikularis. Ligamentum humerale transversum
memperkuat kapsula artikularis dan menjembatani celah antara kedua tuberkulum.
Ligamentum korakohumeral memperkuat kapsula artikularis dari sebelah atas dan dan
terbentang dari pangkal prosesus korakoideus sampai ke tuberkulum mayus humeru.
Ligamentum tambahan ialah ligamentum korakoakromial terbentang antara prosesus
korakoideus dan akromion. Fungsinya adalah untuk melindungi bagian atas sendi.2
Membrana sinovial melapisi kapsula artikularis dan melekat pada pinggir
kartilago yang meliputi fasies artikularis. Membrana ini membentuk sarung di sekitar
tendon otot biseps brakhii caput longum. Membrana ini menonjol keluar dari dinding
anterior kapsula untuk membentuk bursa subscaularis yang terletak di bawah otot
subskapularis. Persarafan oleh saraf aksilaris dan saraf supraskapularis.2
8

Gambar 2.1. Sendi Bahu Tampak Anterior1

Gambar 2.2. Sendi Bahu Tampak Lateral1

Gambar 2.3. Sendi Bahu Tampak Posterior1


9

Gambar 2.4. Anatomi Otot Bahu Tampak Anterior1

2.2. Gerakan Sendi Bahu


Sendi bahu mempunyai kemungkinan gerak yang luas dan stabilitas sendi yang
kurang. Kekuatan sendi tergantung pada tonus otot-otot manset rotator yang terdapat
di depan, atas, dan belakang sendi, yaitu otot subskapularis, otot supraspinatus, otot
infraspinatus, dan otot teres minor. Bila sendi dalam keadaan abduksi, permukaan
bawah kepala humerus disokong oleh caput longum otot trisep yang menekuk ke
bawah oleh karena panjangnya dan memberikan sedikit sokongan pada humerus.
Selain itu, bagian bawah kapsula artikularis merupakan tempat yang paling lemah.
Gerakan-gerakan yang dapat dilakukan:2
 Fleksi
Normal fleksi sekitar 900 dan dilakukan oleh serabut anterior otot deltoideus,
otot pektoralis mayor, otot biseps brakhii, dan otot korakobrakhialis
 Ekstensi
Normal ekstensi sekitar 450 dan dilakukan oleh serabut posterior otot
deltoideus, otot latissimus dorsi, dan otot teres mayor
 Abduksi
Abduksi ekstremitas superir terjadi pada dua sendi, yaitu sendi bahu serta di
antara skapula dan dinding toraks. Gerakan ini dilakukan oleh serabut tengah
10

otot deltoideus, dibantu oleh otot supraspinatus. Otot supraspinatus memulai


gerakan abduksi dan mempertahankan kepala humerus pada kavitas
glenoidalis skapula; posisi ini memungkinkan otot deltoideus berkontraksi
dan melakukan abduksi humerus pada sendi bahu
 Adduksi
Normal ekstremitas superior dapat melakukan gerakan mengayun sebesar 450
di depan toraks. Gerakan ini dilakukan oleh otot pektoralis mayor, otot
latissimus dorsi, otot teres mayor, dan otot teres minor.
 Eksorotasi
Normal eksorotasi adalah sekitar 40-450. Gerakan ini dilakukan oleh otot
infraspinatus, otot teres minor, dan serabut posterior otot deltoideus.
 Endorotasi
Normal endorotasi sekitar 550. Gerakan ini dilakukan oleh otot subskapularis,
otot latissimus dorsi dan otot teres mayor dan serabut anterior otot deltoideus
 Sirkumduksi
Adalah kombinasi dari gerakan-gerakan di atas.

2.3. Pemeriksaan Fisik Orthopedi


Pemeriksaan fisik mempunyai arti yang penting dalam menguatkan data-data
yang kita temukan dalam anamnesis dan sekaligus memberikan kepada kita pilihan
terhadap pemeriksaan-pemeriksaan khusus atau tambahan yang perlu kita lakukan.
Pada bidang ilmu bedah ortopedi, pemeriksaan fisik pada dasarnya dibagi atas
dua jenis, yaitu:
1. Pemeriksaan fisik umum
2. Pemeriksaan fisik ortopedi
a. Pemeriksaan fisisk ortopedi umum
b. Pemeriksaan fisik ortopedi regional3

2.3.1. Pemeriksaan Fisik Umum4


Pemeriksaan fisik ini dilakukan sebagaimana pemeriksaan fisik bidang
kedokteran lainnya dan bertujuan untuk mengevaluasi keadaan fisik penderita secara
umum serta melihat apakah ada indikasi penyakit lainnya selain kelainan
muskuloskeletal. Pemeriksaan dilakukan secara sistematik karena sebagian penderita
yang datang adalah penderita yang sudah berumur dan biasanya mempunyai kelainan
lain selain kelainan muskuloskeletal yang dikeluhkan.
11

Pada beberapa penderita kadang-kadang dilakukan tindakan operasi dengan


pembiusan sehingga perlu dipertimbangkan pemeriksaan secara teliti mengenai sistem
kardiovaskuler, pernafasan, saluran kemih dan saluran pencernaan untuk keamanan
dan kelancaran operasi.
Pemeriksaaan fisik pada penderita memerlukan beberapa prinsip pemeriksaan.
Teknik pemeriksaan secara alami bervariasi pada setiap individu, tetapi pada dasarnya
dibutuhkan suatu pemeriksaan yang rutin atau baku, tahap demi tahap agar
pemeriksaan tidak berulang. Pemeriksaan fisik juga disesuaikan dengan keadaan dan
kondisi penderita, misalnya penderita yang memerlukan penanganan darurat maka
pemeriksaan fisik yang dilakukan seperlunya sesuai dengan kebutuhan yang ada.
a) Status generalis
dalam pemeriksaan ortopedi secara umum, saat penderita datang pada kita
sudah merupakan suatu pemeriksaan awal menyeluruh secara sambil lalu
dengan melihat postur dan cara berjalan penderita.
Pemeriksaan fisik ortopedi yang dilakukan meliputi :
 Pemeriksaan bagian dengan keluhan utama
Pemeriksaan bagian dengan keluhan utama yang dikeluhkan dilakukan
secar teliti. Tetapi harus diingat bahwa keluhan pada satu tempat
mungkin akibat dari kelainan pada tempat lain, sehingga tidak cukup
hanya dengan memeriksa pada tempat dengan keluhan utama.
 Pemeriksaan kemungkinan nyeri kiriman dari sumber ditempat lain
( reffered pain )
Untuk pemeriksaan muskuloskeletal diperlukan peralatan-peralatan :
1. Stetoskop 5. Kapas
2. Refleks Hammer 6. Jarum kecil
3. Pensil untuk kulit (marker) 7. Senter saku
4. Meteran 8. Geniometer
Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah dimulai ketika penderita datang ke dokter
dengan mengamati penampakan umum penderita, raut muka, cara berjalan, cara
duduk dan cara tidur, proporsi tinggi badan terhadap anggota tubuh lainnya, keadaan
simetris bagian tubuh kiri dan kanan, cara berjalan dan tingkah laku, ekspresi wajah,
kecemasan serta reaksi emosional lainnya untuk melihat aspek-aspek emosional dan
somatis dari penderita.
12

Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang paling penting dalam memperkuat


penemuan-penemuan yang berhasil kita dapatkan dari riwayat dan anamnesis yang
telah kita buat dan menambah atau mengurangi pilihan diagnosis yang dapat kita
lakukan .

Pemeriksaan Fisik Ortopedi

Inspeksi (look) Palpasi (feel) Gerak (move)

Bagian distal Bagian utama Bagian lain

Kulit Jaringan lunak Tulang dan sendi


Pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen

b) Pemeriksaan Lokalis
Pemeriksaan dilakukan secara sitematis dengan urutan-urutan sebagai berikut:
 Inspeksi (Look)
13

 Palpasi (Feel)
 Kekuatan otot (Power)
 Penilaian gerakan sendi baik pergerakan aktif maupun pasif (Move)
 Auskultasi
 Uji-uji fisik khusus

2.3.2. Pemeriksaan klinik rutin gangguan pada sendi bahu5


1. Pemeriksaan lokal sendi bahu
Inspeksi Palpasi
 Kontur tulang  Suhu kulit
 Kontur jaringan lunak  Kontur tulang
 Warna dan tekstur kulit  Kontur jaringan lunak
 Adanya jaringan parut atau sinus  Nyeri lokal
Pergerakan
 Membedakan pergerakan antara sendi glenohumeral dan sendi skapula pada
gerakan abduksi, fleksi, ekstensi, rotasi lateral dan rotasi medial.
 Nyeri pada saat pergerakan
 Spasme otot
 Krepitasi pada saat pergerakan
Kekuatan
 Kekuatan otot servikoskapula dan otot torakoskapula
 Uji elevasi skapula, retraksi skapula, abduksi-rotasi skapula
 Otot skapulo-humeral (mengontrol pergerakan sendi glenohumeral) yaitu
pergerakan abduksi 180°, adduksi 75°, fleksi 180°, ekstensi 60°, rotasi lateral 80°,
rotasi medial 80°.
Sendi akromioklavikular
Pemeriksaaan pembengkakan, rasa panas, nyeri, nyeri bila digerakkan dan stabilitas.
Sendi sternoklavikula
Pemerikasaan pembengkakan, rasa panas, nyeri, nyeri bila digerakkan dan stabilitas.
Anamnesis
Pada nyeri bahu harus ditentukan dengan jelas lokasi dan distribusi nyeri. Nyeri
biasanya berasal dari ujung akromion menjalar ke bawah pada lengan atas sampai
pada insersi otot deltoid. Jarang sekali nyeri pada bahu yang menjalar melewati sendi
siku.
Nyeri kiriman pada daerah bahu
Nyeri kiriman biasanya berupa iritasi dari pleksus brakialis, menjalar dari leher pada
bagian atas dari bahu kemudian ke lengan.
Gerakan sendi bahu
Pada pemerikasaan sendi bahu sangat penting diketahui berapa besar gerakan yang
terjadi pada sendi glenohumeral dan berapa besar gerakan rotasi skapula. Untuk
membedakannya maka pemeriksa perlu memegang atau memfiksasi bagian bawah
skapula. Dalam keadaan normal gerakan sendi bahu berupa abduksi yang terjadi dari
sebagian sendi glenohumeral dan sebagian dari rotasi sendi skapula sendiri. Kelainan
pada sendi bahu akan memberikan hambatan pada gerakan sendi glenohumeral tetapi
tidak pada gerakan skapula.

1. Inspeksi (Look)
Inspeksi sebenarnya telah dimulai ketika penderita memasuki ruangan periksa.
Pada inspeksi secara umum diperhatikan raut muka penderita, apakah terlihat
kesakitan. Cara berjalan sekurang-kurangnya 20 langkah, cara duduk dan cara tidur.
Inspeksi dilakukan secara sistematik dan perhatian terutama ditujukan pada :
a. Kulit, meliputi warna kulit dan tekstur kulit.
b. Jaringan lunak yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringan
lemak, fasia, kelenjar limfe.
c. Tulang dan Sendi
d. Sinus dan jaringan parut
 Apakah sinus berasal dari permukaan saja, dari dalam tulang atau
dalam sendi.
 Apakah jaringan parut berasal dari luka operasi, trauma atau supurasi.
Gambar 2.5. Inspeksi pada sendi bahu (A) Anterior, (B) Posterior, dan (C)
Lateral.6

Gambar 2.6. Dislokasi Sendi Bahu tampak pada Inspeksi. 6


Gambar 2.7. Inspeksi Deformitas pada Sendi Bahu biasa pada pemain tennis dengan
(A) Hyperthrophy Otot Tungkai Atas, (B) Pelebaran jarak antara skapula dan
prosesus vertebra pada saat istirahat (C) Depresi sendi bahu. 6

Gambar 2.8. Inspeksi Sendi Bahu Tampak Posterior (A) Bahu pada saat Istirahat (B)
Tampak seperti sayap pada skapula saat tangan didorong ke depan, (C) Tampak sayap
pada saat ekstremitas diadduksi. 6

2. Palpasi (Feel)
Yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah:
a. Suhu kulit, apakah lebih panas/dingin dari biasanya, apakah denyutan arteri
dapat diraba atau tidak.
b. Jaringan lunak; palpasi jaringan lunak dilakukan untuk mengetahui adanya
spasme otot, atrofi otot, keadaan membran sinovia, penebalan membran
jaringan sinovia, adanya tumor dan sifatnya, adanya cairan di dalam/ di luar
sendi atau adanya pembengkakan.
c. Nyeri tekan; perlu diketahui lokalisasi yang tepat dari nyeri, apakah nyeri
setempat atau nyeri yang bersifat kiriman dari tempat lain (referred pain).
d. Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang
atau adanya gangguan di dalam hubungan yang normal antara tulang yang
satu dengan lainnya.
e. Pengukuran panjang anggota gerak Pengukuran juga berguna untuk
mengetahui adanya atrofi/pembengkakan otot dengan membandingkan
dengan anggota gerak yang sehat.
f. Penilaian deformitas yang menetap;pemeriksaan ini dilakukan apabila sendi
tidak dapat diletakkan pada posisi anatomis yang normal.

Kekuatan Otot (Power)


Pemeriksaan kekuatan otot penting artinya untuk diagnosis, tindakan, prognosis serta
hasil terapi. Penilaian dilakukan menurut Medical Research Council dimana
kekuatan otot dibagi dalam grade 0-5, yaitu:
Grade 0
Tidak ditemukan adanya kontraksi otot.
Grade 1
Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat
diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi.
Grade 2
Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat
melawan pengaruh gravitasi.
Grade 3
Disamping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi
tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.
Grade 4
Kekuatan otot seperti pada grade 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan
yang ringan.
Grade 5
Kekuatan otot normal.
Estimasi kekuatan otot
Untuk memperkirakan besarnya kekuatan ada dua kelompok otot pada daerah bahu
yang harus dibedakan yaitu:
1. Otot servikoskapula dan otot torakoskapula
Otot servikoskapula dan otot torakoskapula mengontrol gerakan skapula. Fungsi
otot ini untuk gerakan elevasi skapula yaitu levator skapula dan bagian atas dari
otot trapezius.
Retraktor dari skapula yaitu otot rhomboid dan bagian tengah dari otot trapezius.
Abduktor rotator dari skapula yaitu otot seratus anterior, bagian tengah dan
bagian bawah dari otot trapezius. Untuk menguji perlu dilakukan pemeriksaan
fungsi dan kekuatan otot dengan pemeriksaan khusus.
2. Otot skapulohumeral
Kelompok otot ini mengontrol sendi glenohumeral yaitu gerakan yang berfungsi
untuk abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, rotasi lateral, rotasi medial.

Sendi akromioklavikular dan sternoklavikular


Klavikula merupakan suatu jembatan yang menghubungkan skapula dan sternum.
Gerakan sendi akromioklavikular dan sternoklavikular terjadi pada umumnya setelah
elevasi dari lengan atas sebesar 90° dan gerakan sendi bahu ke belakang atau ke
depan.

3. Pergerakan (Move)
Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah pergerakan yang aktif merupakan
pergerakan sendi yang dilakukan oleh penderita sendiri dan pergerakan pasif yaitu
pergerakan sendi dengan bantuan pemeriksa.
Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai:
a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif
 Apakah gerakan ini menimbulkan rasa sakit
 Apakah gerakan ini disertai dengan adanya krepitasi
b. Stabilitas sendi
Terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligamen
yang mempertahankan sendi. Pemeriksaan stabilitas sendi dapat dilakukan
dengan memberikan tekanan pada ligamen dan gerakan sendi diamati.
c. Pemeriksaan ROM (Range of Join Movement)
Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap pemeriksaan ortopedi
yang meliputi batas gerakan aktif dan batas gerakan pasif.
Setiap sendi mempunyai nilai batas gerakan normal yang merupakan patokan
untuk gerakan abnormal dari sendi. Dikenal beberapa macam gerakan pada sendi,
yaitu : abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi, rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi,
supinasi, fleksi lateral, dorso fleksi, plantar fleksi, inversi dan eversi.
Pemeriksaan Sendi Bahu6
Sendi bahu merupakan suatu sendi yang secara mekanik sangat kompleks dan
terdiri atas tiga komponen persendian yaitu sendi glenohumeral, sendi
akromioklavikular, sendi sternoklavikular. Sendi glenohumeral memungkinkan
untuk gerakan abduksi, fleksi dan rotasi di bawah kontrol otot skapulohumeral.
Kedua sendi lainnya bersama-sama memberikan pergerakan 90° berupa rotasi
skapula terhadap toraks dan sedikit perputaran anteroposterior skapula. Nyeri
pada bahu dan lengan harus dibedakan dengan seksama apakah kelainan ini
berasal dari bahu sendiri atau nyeri yang berasal dari vertebra servikalis atau
toraks.
Pemriksaan dapat terdiri dari :
1. Pergerakan Aktif
Pemriksaan pergerakan aktif pertama kali dilakukan untuk menilai
persendian dan gerakan bahu. Pemeriksaan aktif untuk membedakan
pergerakan yang berasal dari scapula atau glenohumeral. Pemeriksaan
pergerakan skapula terkadang menajdi kompensasi untuk kelemahan
pergerakan pada sendi glenohumeral. Berikut adalah daftar pergerakan
aktif yang dapat dilakukan.
-
Elevasi melalui abduksi terlebih dahulu (1700-1800)
-
Elevasi melalui fleksi ke depan (1600-1800)
-
Elevasi melalui skapula (1700-1800)
-
Lateral (Eksternal Rotasi) (800-900)
-
Medial (Internal Rotasi) (600-1000)
-
Adduksi (50-750)
-
Adduksi Horizontal
-
Sirkumduksi
-
Protraksi Skapula
-
Retraksi Skapula
-
Kombinasi Gerakan dan Gerakan Berulan
-
Pemriksaan Aktif pada sendi Bahu. 6
Gambar 2.9. Pemeriksaan Fisik Pada Bahu

Gambar 2.10. Pergerakan humerus, skapula, klavikula ketika pergerakan aktif. 6

Gambar 2.11 (A) Scapular Retraction (B)


Scapular Praotraction. 6
Gambar 2.12 Apley’s Strech Test. 6

Gambar 2.13 (A) Neck Reach (B) Back Reach. 6

2. Pemeriksaan Pasif
Pemeriksaan ini dilakukan ketika ada ROM menurun, dan pemeriksan
merasakan apakah ada restriksi gerakan. Berikut adalah gerakan pasif yang
dapat dikerjakan :
- Elevasi melalui fleksi ke depan oleh lengan atas (tissue sretch)
- Elevasi dengan abduksi lengan atas ( bone-to-bone atau tissue sretch)
- Elevasi dengan abduksi glenohumeral joint (bone-to-bone atau tissue
sretch)
- Rotasi lateral lengan atas
- Rotasi Medial lengan atas
- Ekstensi lengan atas
- Adduksi lengan atas
- Adduksi Horizontal (tissue stretch atau aproksimasi)
- Quadrant test

Gambar 2.14 Posterior capsular tighness test. 6

Pada bursitis subcoracoid terdapat keterbatasan pada gerak rotasi lateral. Pada
bursitis subacromion terdapat keterbatasan pada gerak abduksi. Jika dijumpai
keterbatasn gerak rotasi lateral, pemeriksa harus melakukan supinasi pada lengan
bawah dengan memflexikan lengan 90 derajat . pasien yang mengalami dislokasi
sendi glenohumeral posterior akan mengalami keterbtasan gerak rotasi lateral dan
supinasi saat fleksi.
Gambar 2.15 Pemeriksaan abduksi pasif sendi glenohumeral6

Gambar 2.16. Quadrant Test A. Adduction test B. Abduction test.


3. Spesial Test
b) Load and Shift Test
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien atraumatik yang mengalami
instabilisasi glenohumeal joint.

Gambar 2.17. Load and Shift Test. 6


c) Crank Test
Pemeriksaan ini dilakukkan pada pasien traumatik yang mengalami
instabilitas yang diakibatkan intstabilitas anatomic glenohumeral joint.
Gambar 2.18. Crank Test. 6
c) Rockwood Test for Anterior Instability.
Pemeriksan berada di belakang pasien, kemudian pasien melakukan rotasi
lateral, abduksi 45’ dan ulangi rotasi lateralis dan ulangi prosedure
saat melakukan abduksi 90’ dan 120’

Gambar 2.19. Rockwood Test. 6

d) Andrews Anterior Instability Test


Pasien berada dalam keadaan supine dan lengan di abduksikan 130’ dan
lateral rotasi 90’

Gambar 2.20. Andrews Test. 6


e) Prone Anterior Instability Test
Pasien berbaring dalam keadaan pronasi, dan pemeriksa melakukan rotasi
lateral dan abduksi 90’.

Gambar 2.21. Prone Anterior Test. 6

f) Norwood Stress Test for Posterior Instability.


Pasien dalam posisi supine dan lengan diabduksikan 60-100’ dan rotasi
lateral 90’ dan elbow diflesikan 90’.
Gambar 2.22. Norwood Stress Test. 6

4. Pemeriksaan Khusus Lainnya


-
Impingement Test : Neer Test, Hawkins-Kennedy Test, Posterior internal
impingement test
-
Lebral Lessions ; Clunk Test (Bankart), Anterior Slide Test, Active ,
Compression test of o’brien (SLAP)
-
Scapular Stability Tests : Lateral Scapular slide tests, Wall-Floor pushup,
Scapular retraction test
-
Muscle Test : Speed’s test, yergason’s test, lift-off sign.
-
Thoracic Outlet Syndrome : Roos Test.

2.4. Pemeriksaan Penunjang7


 X-Rays
Setidaknya ada dua proyeksi yang harus dilakukan pada pemeriksaan
Xray: X-ray anteroposterior dan xray proyeksi aksila dengan tangan
dalam posisi abduksi untuk menunjukkan hubungan antara kepala
humerus ke glenoidal. Lihat apakah adakah kemungkinan subluksasi atau
dislokasi, penyempitan celah sendi, erosi dan kalsifikasi tulang di jaringan
lunak. Sendi akromiklavikular paling baik dilihat pada proyeksi
anteroposterior dengan tabung dimiringkan ketas 200. Celah subakromial
dilihat dengan memiringkan tabung kebawah sebanyak 300.
 Artrografi
Pemeriksaan ini berfungsi untuk mendeteksi robekan pada manset rotator
dan lesi Bankart yang lebih besar. Pemeriksaan ini sekarang sudah
dikombinasikan dengan CT atau MRI
 Ultrasound
Ultrasound menunjukkan hasil yang sederhana dan reliabel untuk
mengidentifikasi robekan manset rotator, tendinitis kalsifikasi dan
masalah biseps. Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengidentifikasi area
hipervaskularisasi dan membantu untuk menyuntik dengan bantuan
ultrasound dan barbotage (tindakan memasukkan jarum suntik pada
deposit kalsifikasi dan mengaspirasi atau memecah material).
 Magneting Resonance Imaging (MRI)
Informasi yang disediakan MRI tergantung pada kualitas alat dan urutan
pencitraan yang dipilih. Pada pasien dengan curiga kelainan manset
rotator, MRI memberikan informasi lokasi dan ukuran robekan, seperti
pada anatomi arkus korakoakromial dan sendi akromioklavikular. Pada
pasien dengan tanda dan gejala mengarah ketidakstabilan, pemeriksaan ini
dapat menunjukkan anomali yang berhubungan dengan kapsul, labrum,
glenoid dan kepala humerus. MRI juga berguna untuk mendeteksi
ostenekrosis kepala humerus dan untuk mendiagnosis dan menstaging
tumor.
 Magnetic Resonance Arthrography
Pemeriksaan MR arthrography dilaporkan mempunyai sensitivitas 91%
dan spesifisitas 93% untuk mendeteksi kelainan kondisi labral. Untuk
mendeteksi robekan di bawah permukaan manset rotator, MRA lebih
sensitif dan spesifik daripada MRI sendiri.
 Artroskopi
Artroskofi berguna untuk mendiagnosis (dan mengobati) lesi intra-
artikular, pelepasan labrum atau kapsul dan robekan pada manset rotator.
Artroskopi dikatakan pemeriksaan yang paling baik dalam mendiagnosis
robekan superior labrum, anterior dan posterior (SLAP).

Gambar 2.23. Pemeriksaan Penunjang Send


BAB 3
KESIMPULAN
Pemeriksaan pada sendi bahu adalah salah satu kompetensi penting di
dalam menegakkan dan mencari kelainan pada persendiaan bahu. Pemeriksaan
mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, hingga penunjang diperlukan untuk
menegakkan kelainan pada sendi bahu.
Pemeriksaan fisik sendi bahu dianggap masih pemeriksaan yang rutin dan
penting dikerjakan dalam menegakkan kelainan pada bahu. Pemeriksaan terdiri
dari anamneis, inspeksi, palpasi dan pergerakan. Setiap keluhan pada persendian
bahu memiliki penampilan klinis dan juga pemeriksaan yang berbeda dan setiap
pemeriksaan membantu menegakkan diagnosa.
Selain pemeriksan fisik pemeriksaan penunjang lainnya masih diperlukan
mulai dari x-ray yang masih dianggap penting untuk memastikan adanya fraktur
atau dislokasi hingga MRI yang sangat baik dalam mendeteksi adanya kelainan
pada jaringan ikat seperti otot, ligamen dan permukaan sendi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kishener, S, 2015. Shoulder Joint Anatomy. Available at:
www.medscape.com/article/1899211-overview#a1 [ accessed at: 18
September 2016]
2. Snell, R, 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
3. Solomon, L, Warwick, D, Nayagam, S, 2010. Apley’s System of Orthopaedics
and Fractures Ninth Editioni. UK: Hodder Arnold.
4. Sjamsyuhidayat, Jong D. Buku Ajar Ilmu Bedah. In: ChairudDIN Rasjad,
Soelarto Soprodjo (alm), Syaiful Anwar Hadi et al, Hamami AH, Pieter John,
Tjambolang Tadjuddin Ahmadsyah Ibrahim. Sistem Muskuloskletal . Jakarta:
EGC, 2013. 951-962.
5. Bickley,S. Lynn. Bate’s Physical Examination and history taking 11th edition.
Lipincott & Williams : Philadelphia
6. Rasjad, Chairuddin, Prof.MD.PhD. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Cetakan
Kelima. 2007. Yarsif Watampone : Jakarta.
7. Magee, David J. Orthopedic Physical Assesment Enhanced Edition 4th
edition.2006. Elsevier : Canada .

Anda mungkin juga menyukai