TELAAH STAFF
Oleh :
FITRIA WULANSARI
i
LEMBAR PENGESAHAN
TELAAH STAFF
Oleh :
FITRIA WULANSARI
Mengetahui
Batam, 2016
MENTOR
SUPRAPTO
7493097W
GMGTRAN PH HoDORG
HoDADM
ii
PERNYATAAN ORIGINALITAS
Dengan ini menyatakan bahwa Telaah Staff yang berjudul Penentuan Dosis
Optimum Bahan Kimia pada Proses Pengolahan Air Laut menjadi Air Demineral
adalah merupakan karya original.
Apabila dikemudian hari ada tuntutan / klaim mengenai Telaah Staff yang dibuat
maka saya siap mempertanggungjawabkan segala konsekuensinya.
Mengetahui,
Batam, 2016
MENTOR GMGTRAN
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TELAAH STAFF
“Penentuan Dosis Optimum Bahan Kimia pada Proses Pengolahan Air Laut
menjadi Air Demineral”.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
ekslusif ini, bright PLN Batam berhak menyimpan, mengalih media / formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat, dan
mempublikasikan Telaah Staff saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Batam, 2016
Yang Menyatakan,
Fitria Wulansari
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan Telaah Staff yang berjudul “Penentuan Dosis
Optimum Bahan Kimia pada Proses Pengolahan Air Laut Menjadi Air
Demineral”.
Pembuatan Telaah Staff ini dilaksanakan di PLTGU Tanjung Uncang pada
bulan Mei- Juni. Telaah Staff ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
On Job Training untuk menjadi pegawai Bright PLN Batam.
Penyusunan Telaah Staff ini dapat diselesaikan tidak lepas dari dukungan,
bimbingan, dan bantuan dari banyak pihak yang sangat berarti. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
Telaah Staff ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan Telaah
v
Staff ini agar lebih baik di masa yang akan datang. Penulis berharap Telaah Staff
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Fitria Wulansari
vi
DAFTAR ISI
Halaman
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Konsentrasi dan Kondumsi Bahan Kimia dari Vendor ................. 16
6.2 Menentukan Dosis Koagulan FeCl3 .............................................. 17
6.2.1 Standard Operational Procedure Jartest ............................ 19
6.3 Menentukan Dosis NaOCl sebagai Anti- Biofouling ................... 21
vii
6.3.1 Standard Operational Procedure Dosis NaOCl .................. 21
6.4 Menentukan Dosis Sodium Bisulfit .............................................. 23
6.4.1 Standard Operational Procedure Dosis SBS ...................... 24
6.5 Menentukan Dosis Antiscalant ..................................................... 25
6.5.1 Standard Operational Procedure Dosis Antiscalant ........... 26
viii
ABSTRAK
Untuk mengolah air laut menjadi air demin diperlukan injeksi bahan –
bahan kimia, hal ini dilakukan untuk mengurangi kandungan bahan atau mineral
yang tidak diinginkan seperti menggunakan koagulan untuk mengurangi
kekeruhan / total suspended solid, natrium hipoklorit (NaOCl) untuk membunuh
mikroorganisme, sodium bisulfit (SBS) untuk mereduksi sisa klor dan antiscalant
untuk menghambat mineral CaCO3 yang dapat menyebabkan kerak pada High
Recovery Steam Generator (HRSG). Untuk menggunakan bahan – bahan kimia
ini memerlukan dosis yang sesuai dengan karakteristik air baku yang bisa berubah
komposisinya setiap saat yang dipengaruhi oleh cuaca dan keadaan alam. Dosis
yang berlebihan tidak menjamin bagusnya pengolahan dan dosis yang kurang juga
tidak menghasilkan pengolahan yang baik. Dosis yang tepat adalah dosis yang
optimum. Penentuan dosis optimum pada koagulan FeCl3 dan koagulan aid
menggunakan jartest, penentuan dosis optimum pada NaOCl untuk proses
klorinasi menggunakan percobaan dengan alat komparator untuk menentukan
daya pengikat klor dan klor sisa. Kemudian, untuk penentuan dosis natrium
bisulfit digunakan metode titrasi dengan indikator ortholidhin atau murexida dan
penentuan dosis antiscalant ditentukan dengan menentukan nilai kesadahan
(CaCO3) menggunakan metode titrasi dengan indikator EDTA (Etylen Diamine
Tetra Acetyl ) dan EBT (Erichrome Black T ), selain itu juga dapat menggunakan
metode atomic absorption spectrofotometer. Dengan menggunakan suatu SOP
dan percobaan dalam skala laboratorium maka dosis optimumnya akan didapatkan
dengan satuan mg/L setiap mg bahan kimia dapat diaplikasikan untuk 1 Liter air.
Komposisi ini dapat di aplikasikan sesuai dengan kebutuhan air laut yang akan
diolah menjadi air demin.
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4. Ukuran Diameter Pori dan Batas Berat Molekul yang dapat
Dipisahkan oleh Beberapa Jenis Membran ................................... 15
Tabel 5. Parameter Pemantauan Kualitas Air Umpan Boiler ..................... 15
Tabel 6. Konsumsi Bahan Kimia ................................................................ 16
xi
BAB I
LATAR BELAKANG
1
Tabel 1. Karakteristik Umpan Air ke dalam Reverse Osmosis
Sr. No. Parameter Unit Value
1 Source of water mg/L Sea Water
2 Total Dissolved Solids mg/L 40000
3 Calcium as Ca mg/L 305
4 Magnesium as Mg mg/L 998
5 Sodium as Na mg/L 13425
6 Pottasium as K mg/L 300
7 Bicarbonate as HCO3 mg/L 50.5
8 Chloride as Cl mg/L 23127
9 Sulphate as So4 mg/L 1763
10 Nitrate as NO3 mg/L 1.1
11 Ammonia as NH3 mg/L 0.4
12 Fluoride mg/L 1.82
13 Silica mg/L 3–4
14 Total Suspended Solid mg/L 10
15 BOD mg/L <2
16 COD mg/L < 10
17 Ph 7–8
18 Water Temperature 0
C 28 – 33
Sumber : PT. Metito Indonesia
Untuk itu, sebelum masuk ke dalam membran reverse osmosis air umpan
harus di pre treatment terlebih dahulu untuk mengurangi kekeruhan,
mikroorganisme, klorin, pH yang asam dan mineral pembentuk kerak dengan
menggunakan dosing chemical agent seperti koagulan untuk menggumpalkan
kekeruhan, Natrium Hipoklorit untuk membunuh mikroorganisme, Sodium
Bisulfit untuk mereduksi sisa klor dan antiscalant untuk menghambat mineral
kerak. Pre treatment ini membutuhkan dosis bahan kimia yang optimum, karena
dosis yang maksimum dan minimum belum tentu menghasilkan pengolahan yang
baik. Vendor hanya memberikan list chemical consumption per daily dan per
monthly tanpa mempertimbangkan adanya perubahan kandungan air baku akibat
cuaca dan aktivitas manusia. Maka diperlukan suatu Standart Operational
Procedure untuk menentukan dosis optimum penggunaan bahan kimia ini. Oleh
karena itu, dalam telaah staff ini akan dibahas mengenai cara menentukan dosis
optimum bahan – bahan kimia yang digunakan dalam proses pengolahan air
demin menggunakan sistem reverse osmosis.
2
BAB II
PERMASALAHAN
Permasalahan yang dibahas dalam telaah staff ini adalah kebutuhan akan
steam sebagai penggerak steam turbin membutuhkan air demin sebagai bahan
baku pembuatan steam di unit High Recovery Steam Generator (HRSG). Air
demin ini diperoleh dari air laut yang diolah dengan menggunakan sistem reverse
osmosis.
Kondisi dari air baku (air laut) yang digunakan sebagai air umpan untuk
proses reverse osmosis memiliki kandungan yang berubah – ubah setiap harinya
karena pengaruh aktivitas manusia dan perubahan cuaca sehingga diperlukan
prosedur dan perhitungan penentuan dosis optimum bahan kimia yang sesuai
untuk proses pengolahan air laut menjadi air demin.
3
BAB III
PERSOALAN
4
BAB IV
PRA ANGGAPAN
5
BAB V
FAKTA YANG MEMPENGARUHI
Air adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna, dan bau yang
terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H2O. Air merupakan suatu
larutan yang bersifat universal (Linsley, 1991).
Air laut adalah air dari laut atau samudera. Air laut memiliki kadar garam
rata – rata 3,5% artinya dalam 1 liter (1000 mL) air laut terdapat 35 gram garam
(terutama, namun tidak seluruhnya garam NaCl). Air laut banyak mengandung
zat- zat yang terlarut di dalamnya yang merupakan zat kimia yang penting.
Air demineralisasi adalah jenis air tanpa kandungan logam berat seperti
nitrat, kalsium, magnesium dan silika setelah melalui proses dimana elektron di
dalam air dinetralisir. Menurut Metito Indonesia, karekteristik air demin adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. Karakteristik Air Demin
No Parameter Unit Value
1 TDS mg/L <0.35
2 pH
3 Conductivity μS/cm <0.5
4 Silica Ppm <0.015
Karakteristik fisika air ialah karakteristik pada air yang dapat terlihat
langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh
pada air tersebut. Karakteristik fisika pada air meliputi:
a. Kekeruhan, kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan- bahan
anorganik dan organik yang terkandung dalam air sepeti lumpur dan bahan
yang dihasilkan oleh buangan industri.
6
b. Temperatur, kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen
terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan ba
byang tidak sedap akibat degradasi amaerobik yang mungkin saja terjadi.
c. Warna, warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan - bahan
tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senayawa – senyawa organik serta
tumbuh- tumbuhan.
d. Solid (zat padat), kandungan zat padat menimbulkan bau, juga dapat
menyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi
penetrasi sinar matahari ke dalam air.
e. Bau dan Rasa, bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air
seperti alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi
anaerobik dan oleh adanya senyawa- senaywa organik tertentu.
7
pemakaian untuk industri (air ketel , air pendingin, atau pemanasan) adanya
kesadahan dalam air tidaklah dikehendaki. Kesadahan yang tinggi bisa
disebabkan oleh adanya kadar residu terlarut yang tinggi dalam air.
8
Tabel 3. Karakteristik Umpan Air ke dalam Reverse Osmosis
Sr. No. Parameter Unit Value
1 Source of water mg/L Sea Water
2 Total Dissolved Solids mg/L 40000
3 Calcium as Ca mg/L 305
4 Magnesium as Mg mg/L 998
5 Sodium as Na mg/L 13425
6 Pottasium as K mg/L 300
7 Bicarbonate as HCO3 mg/L 50.5
8 Chloride as Cl mg/L 23127
9 Sulphate as So4 mg/L 1763
10 Nitrate as NO3 mg/L 1.1
11 Ammonia as NH3 mg/L 0.4
12 Fluoride mg/L 1.82
13 Silica mg/L 3–4
14 Total Suspended Solid mg/L 10
15 BOD mg/L <2
16 COD mg/L < 10
17 Ph 7–8
18 Water Temperature 0
C 28 – 33
Sumber : PT. Metito Indonesia
Pendosingan
Bahan Kimia
9
A. Pengolahan Awal
Air baku (air laut) pada umumnya masih mengandung partikel padatan
tersuspensi, mineral, plankton dan lainnya, sehingga diperlukan pengolahan awal
sebelum diproses di dalam unit reverse osmosis. Fungsi pengolahan awal adalah
untuk memenuhi standar kualitas air baku yang akan diolah pada unit reverse
osmosis (Tabel 1). Berdasarkan hasil analisa air baku, diperlukan pengolahan awal
atau yang disebut dengan pre treatment terdiri dari beberapa unit proses, yaitu
koagulasi, flokulasi, dan filtrasi. Proses koagulasi menggunakan koagulan berupa
besi III klorida (FeCl3) dan koagulan aid sedangkan filtrasinya menggunakan
lamella clarifier dan roughing dan polishing filter. Dalam pengolahan
pendahuluan ini karekteristik air yang dihilangkan adalah kekeruhan (koagulasi),
mikroorganisme (klorinasi), sisa klor dan antiscalant.
1. Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena
penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan
membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi. Secara fisika koagulasi dapat
terjadi karena pemanasan, pengadukan dan pendinginan. Sedangkan secara kimia
seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan
penambahan zat kimia koagulan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
koloid bersifat netral, yaitu:
a) Menggunakan Prinsip Elektroforesis
b) Penambahan koloid
c) Penambahan Elektrolit
10
2. Klorinasi
Klorinasi merupakan desinfeksi yang paling umum digunakan. Klorin
yang digunakan dapat berupa bubuk, cairan dan tablet. Bubuk klorin biasanya
berisi kalsium hipoklorit, sedangkan cairan klorin berisi natrium hipoklorit.
Desinfeksi yang menggunakan gas klorin disebut sebagai klorinasi. Sasaran
klorinasi terhadap air minum adalah penghancuran bakteri melalui gemisidal dari
klorin terhadap bakteri.
Bermacam- macam zat kimia seperti ozon (O3) , klor (Cl2), klordioksida
(ClO2), dan proses fisik seperti penyinaran sinar ultraviolet, pemanasan dan lain –
lain, digunakan sebagai disinfeksi air. Dari bermacam – macam kimia diatas, klor
adalah zat kimia yang sering dipakai karena harganya murah dan masih
mempunyai daya desinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhannya yaitu
Klorin sering digunakan sebagai disinfektan untuk menghilangkan
mikroorganisme yang tidak dibutuhkan, terutama bagi air yang diperuntukan bagi
kepentingan domestik. Pada penambahan klor dikenal dengan istilah klorinasi.
Klorin yang digunakan sebagai desinfektan adalah gas klor yang berupa molekul
klor (Cl2) atau kalsium hipoklorit (Ca(OCl))2. Namun, penambahan klor secara
kurang tepat akan menimbulkan bau dan rasa pahit.
Pada proses klorinasi, sebelum berperan sebagai desinfektan, klorin yang
ditambahkan akan berperan sebagai oksidator, seperti persamaan reaksi:
H2S + 4Cl2 + 4 H2O H2SO4 + 8 HCl
Jika kebutuhan klorin untuk mengoksidasi senyawa kimia perairan terlah
terpenuhi, klorin yang ditambahkan akan berperan sebagai desinfektan. Gas klor
bereaksi dengan air menurut persamaan:
Jika perairan tidak terdapat amoniak:
Cl2 + H2O HCl + HOCl
H + +Cl - H+ +ClO-
Residu bebas
Jika diperairan terdapat amoniak:
NH4+ + HClO NH2Cl +H2O +H+
Monokloramin
11
NH2Cl + HClO NHCl2 + H2O
Dikloroamin
NHCl2 + HClO NCl3 + H2O
Nitrogen triklorida
Reaksi kesetimbangan sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH 2 klor berada
dalam bentuk klorin (Cl) pada pH 2- 7, klor kebanyakan terdapat dalam bentuk
HOCl, sedangkan pada pH 7,4 klor tidak hanya terdapat dalam bentuk HOCl
tetapi juga dalam bentuk ion OCl -. Pada kadar klor kurang dari 1000 mg/L, semua
klor berada dalam bentuk ion klorida (Cl-) dan hipoklorit (HOCl), atau terdisosiasi
menjadi H+ dan OCl- (Effendi, 2003).
3. Reduksi Sisa Klor
Klorinasi untuk proses reverse osmosis diterapkan untuk pencegahan
fouling biologis. Klorin akan berikatan terlebih dahulu dengan mineral reaktif
yang akan mengikat klor, setelah mineral tersebut sudah habis bereaksi barulah
klorin membunuh mikroorganisme. Klorin yang digunakan tersebut seringkali
dalam keadaan bersisa bebas di dalam air umpan. Deklorinasi di hulu membran
ini diperlukan untuk melindungi membran dari oksidasi. Tingkat serangan klorin
tergantung pada berbagai karakteristik umpan air. Dalam kondisi pH basa,
serangan klorin lebih cepat daripada pH netral atau asam. Serangan klorin juga
lebih cepat ketika besi atau logam transisi lainnya yang hadir baik dalam air atau
pada permukaan membran, logam ini mengkatalisis degradasi membran. Oleh
karena itu, semua klorin bebas yang terkandung dalam air perlu dipantau terus
menerus melalui oxidation reduction potential (ORP).
Tanda pertama dari serangan klorin pada membran reverse osmosis adalah
hilangnya fluks membran diikuti dengan peningkatan fluks membran dan bagian
garam. Reduksi klorin bebas dapat dikurangi dengan klorida tidak berbahaya
dengan karbon aktif atau kimia pereduksi. Natrium metabisulfit (SMBS)
umumnya digunakan untuk menghilangkan klorin bebas dan sebagai biosatic.
Ketika dilarutkan dalam air, natrium bisulfit (SBS) dibentuk dari SMBS:
Na2S2O5 + H2O 2NaHSO3
SBS kemudian mengurangi asam hipoklorit (klorin) menurut:
2NaHSO3 +2HOCl H2SO4 + 2HCl + Na2SO4
12
4. Pencegahan Kerak dengan Antiscalant
5. Filtrasi
Filtrasi adalah suatu operasi atau proses dimana campuran heterogen antara
fluida dan partikel-partikel padatan dipisahkan oleh media filter yang meloloskan
fluida tetapi menahan partikel padatan. filter yag digunakan untuk menghilangkan
parasit yang terbawa air, dan kontaminan lain seperti klorin, timah, dan organik
dari air. filtrasi cartridge termasuk filter cairan plastik berpori, yang memiliki
diameter pori cukup besar untuk membiarkan air melewati laju aliran berdasarkan
gaya gravitasi, sedangkan matriks menciptakan jalan berliku-liku yang perangkap
parasit dan mikroorganisme lainnya yang biasanya ukurannya berkisar 3-9
mikron. Dengan menggunakan filtasi secara reverse osmosis ion- ion pun dapat
tertahan. Berikut ini adalah ukuran porositas dan parameter apa yang dapat
tertahan dalam filter atau membran yang dapat dilihat pada gambar 3.
13
B. Pengolahan dengan Reverse osmosis
Apabila dua buah larutan dengan konsentrasi encer dan konsentrasi pekat
dipisahkan oleh membran semi permeabel, maka larutan dengan konsentrasi yang
encer akan terdifusi melalui membran semi permeabel tersebut masuk ke dalam
larutan yang pekat sampai terkesetimbangan konsentrasi. Phenomena tersebut
dikenal sebagai proses osmosis.
Daya penggerak (driving force) yang menyebabkan terjadinya aliran /
difusi air tawar ke dalam air asin melalui membran semi permeabel tersebut
dinamakan tekanan osmosis. Besarnya tekanan osmosis tersebut tergantung dari
karakteristik membran, temperatur air, dan konsentrasi garam yang terlarut dalam
air. Tekanan osmotik normal air laut yang mengandung TDS 35.000 ppm dan
suhu 250 C adalah kira- kira 26,7 kg/cm2, dan untuk air laut di daerah timur
tengah atau laut merah yang mengandung TDS 42000 ppm, dan suhu 300 C,
tekanan osmotik adalah 32, 7 kg/cm2.
Apabila pada suatu sistem osmosis tersebut, diberikan tekanan yang lebih
besar dari tekanan osmosisnya, maka aliran air tawar akan berbalik yakni dari air
asin ke air tawar melalui membran semi permeabel, sedangkan garamnya tetap
tertinggal di dalam larutan garamnya sehingga menjadi lebih pekat. Proses
tersebut dinamakan osmosa balik (reverse osmosis). Prinsip dasar proses osmosis
dan proses reverse osmosis tersebut ditunjukan seperti gambar 4.
14
semipermeabel, maka larutan dengan konsentrasi encer akan terdifusi melalui
membran semipermeabel dan masuk ke dalam larutan yang pekat sampai terjadi
kesetimbangan konsentrasi. Peristiwa ini dikenal dengan proses osmosis. Sebagai
contoh, jika air tawar dan air laut (asin) dipisahkan dengan membran
semipermeabel, maka air tawar akan terdifusi ke dalam air asin sampai terjadi
kesetimbangan.
Apabila pada suatu sistem osmosis diberikan tekanan yang lebih besar dari
tekanan osmosisnya, maka aliran air tawar akan berbalik yaitu dari air asin ke air
tawar melalui membran semipermeabel, sedangkan garamnya tetap tertinggal di
dalam larutan garamnya sehingga menjadi lebih pekat. Proses ini dinamakan
reverse osmosis. Proses yang terjadi di dalam membran reverse osmosis adalah
proses penyaringan dengan ukuran molekul, yakni molekul yang lebih besar
daripada molekul air, misalnya molekul garam, akan terpisah dan ikut ke dalam
air buangan. Pada tabel 4 akan terlihat ukuran diameter pori dan batas berat
moleul yang dapat dipisahkan oleh beberapa jenis membran serta parameter
pemantauan kualitas air umpan boiler yang disajikan pada tabel 5.
Tabel 4. Ukuran Diameter Pori dan Batas Berat Molekul
yang dapat Dipisahkan oleh Beberapa Jenis Membran
15
BAB VI
PEMBAHASAN
16
NaOH consumption per day 12.72
Total daily consumption of 13
NaOH for SWRO Permeate
NaOH
(Sodium Hydroxide)
Monthly consumption of 390
NaOH
Bahan Kimia Description Consumption 33% (kg)
HCl consumption per
75.75
regeneration
HCl
Total daily consumption of
(Hydrocloric Acid) 76
HCl
Monthly consumption of HCl 2280
Bahan Kimia Description Consumption 45% (kg)
NaOH consumption per
62.2
regeneration
NaOH for MB Regeneration Total daily consumption of
63
(Sodium Hydroxide) NaOH
Monthly consumption of
1890
NaOH
Catatan :
Konsumsi di atas berdasarkan dari pengalaman kami dan tanpa
mempertimbangkan beberapa tumpahan/ drain dari dosing yang dilakukan atau
penyimpanan.
6.2 Menentukan Dosis Koagulan ( FeCl3/ Ferric Chloride dan Coagulant aid/
Polymer )
Penentuan dosis yang optimum untuk mengolah air menjadi hal yang
sangat penting dalam proses pengolahan ini, hal ini dikarenakan penentuan jumlah
dosis yang diperlukan dalam pengolahan air didasarkan pada kualitas air baku
yang digunakan yang juga dapat berubah parameternya setiap waktu yang
disebabkan adanya perubahan cuaca seperti penghujan dan kemarau. Parameter
utama yang mempengaruhi kualitas air baku/ air laut adalah total dissolved solid
(TDS), tingkat kekeruhan, warna, kandungan bahan organik, mineral dan tingkat
keasaman (pH) yang tinggi. Sehingga studi mengenai karakteristik kualitas air
baku / air laut merupakan suatu langkah awal yang sangat penting.
Sebelum melewati sistem pengolahan inti yaitu reverse osmosis
pengolahan utama yang dilakukan adalah menghilangkan kekeruhan/ nilai TDS.
Pada dasarnya padatan akan mengendap ke bawah dengan menggunakan gaya
gravitasi namun karena padatan yang terkandung dalam air laut berbentuk partikel
yang terlarut dengan ukuran yang sangat kecil menyulitkan partikel- partikel
tersebut untuk mengendap dengan menggunakan gaya gravitasi. Oleh karena itu
17
dibutuhkan suatu zat kimia yang dapat menggumpalkan partikel padatan dalam
ukuran kecil menjadi gumpalan besar yang mudah untuk dipisahkan. Untuk
mempercepat proses pengendapan partikel dalam air laut ini dibutuhkan koagulan.
Bahan bantu koagulan (coagulant aid) akan dipakai apabila tingkat efisiensi
koagulasi terlalu rendah (<50%). Proses koagulasi dapat terhambat jika tingkat
kekeruhan terlalu rendah atau terlalu tinggi. Untuk itu perlu ditemukan batas
optimal pemakaian koagulan pada kondisi kekeruhan air baku yang berbeda.
Penentuan dosis yang optimum ini dilakukan dengan menggunakan metode jar
test.
Jar test ini adalah suatu percobaan skala laboratorium untuk menentukan
kondisi operasi optimum pada proses pengolahan air. Metode jar test
mensimulasikan proses koagulasi dan flokulasi untuk menghilangkan padatan
tersuspensi ( suspended solid ) dan zat- zat organik yang dapat menyebabkan
masalah kekeruhan, bau dan rasa. Jar test mensimulasikan beberapa tipe
pengadukan dan pengendapan yang terjadi di clarification plant pada skala
labolatorium. Jar test memiliki variable kecepatan putaran pengaduk yang dapat
mengontol energi yang diperlukan untuk proses. Ada dua tahap proses dalam
pengujian jar test yaitu koagulasi dan flokulasi, koagulasi adalah proses
penggumpalan partikel pengotor menjadi flok sementara flokulasi adalah
penggabungan flok – flok kecil menjadi flok besar yang mudah mengendap.
penggumpalan flok . Jar test dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
flokulator. Flokulator adalah alat yang digunakan untuk flokulasi. Berdasarkan
cara kerjanya flokulator dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu pneumatic, mechanic
dan baffle. Floculator pada dasarnya bertugas untk melakukan pengadukan lambat
supaya jangan sampai mikro flok yang ada menggumpal.
Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-
parameter proses seperti dosis koagulan, pH, metode pembubuhan bahan kimia,
kepekatan larutan kimia, intensitas pengadukan cepat dan lambat serta waktu
penjernihan. Sebagai contoh, jika jar test dilakukan untuk menentukan dosis
optimum koagulan untuk air laut di Batam, kondisi proses berikut ini harus dibuat
sama pada semua tabung, yaitu contoh air baku, temperatur, pH, intensitas,
pencampuran, periode pencampuran dan periode sedimentasi.
18
6.2.1 Standart Operational Procedure (SOP) Jartest Menentukan Dosis
Koagulan
Tujuan:
Tujuan uji jar test adalah untuk mengetahui dosis koagulan yang tepat
(optimum) untuk mengatasi kekeruhan pada air laut Batam.
Pereaksi :
Pereaksi yang digunakan larutan FeCl3 dan coagulan aid ( 1 ml = 1 mg) , 10
gram FeCl3 dan coagulan aid dialrutkan dengan aquadest dan diencerkan
sampai volumenya 1 liter.
Prosedur :
1. Disiapkan 6 buah gelas kimia ukuran 1 liter. Masing – masing diisi 1000
ml contoh air, kemudian disimpan dalam alat jar test. Tambahkan larutan
FeCl3 (1 ml = 1 mg) secara bertingkat dari mulai 0,5 ml, 1 ml, 1,5 ml, 2 ml
, 2,5 ml, 3,0 ml dan 3,5 ml.
2. Kocok dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit dan 60 rpm selama 10
menit, kemudian dibiarkan flok mengendap. Amati bentuk flok, kecepatan
mengendap flok, volume flok yang terbentuk dan waktu yang dibutuhkan
untuk mengendapkan flok.
3. Kemudian masing- masing disaring dengan kertas saring. Air hasil
saringan tersebut dan contoh air (tanpa penambahan FeCl3 dan coagulan
aid ) diperiksa terhadap parameter kekeruhan, pH, warna dan parameter
kualitas air lainnya yang belum memenuhi kualitas air demineral.
4. Buat grafik antara dosis koagulan (sumbu x ) dengan parameter kekeruhan
atau parameter lainnya (sumbu y) dan tentukan dosis optimum FeCl3 dan
coagulan aid berdasarkan grafik tersebut.
19
- Skema proses penentuan dosis koagulan dengan menggunakan jar
test
\ FeCl3 5 mg/L, 10 mg/L, 15 mg/L, 20 mg/L, 25 mg/L, 30 mg/L, 35 mg/L
JAR TEST
RPM
20
6.3 Menentukan Dosis NaOCl sebagai Anti-Biofouling
Tujuan :
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dosis optimum
penggunaan NaOCl untuk mengdesinfeksi mikroorganisme.
21
Pereaksi :
a. Larutan Kaporit
1 gram Ca(OCl)2 yang telah ditimbang dengan teliti dilarutkan dengan
aquadest. Pindahkan ke dalam labu ukur 1 liter secara kuantitatif dan encerkan
dengan aquadest sampai tanda batas.
b. Standarisasi Larutan Kaporit
2 ml asam asetat pekat dimasukkan ke dalam 25 ml aquadest dalam labu
erlenmeyer. Kemudian tambahkan 1 gr kristal KI dan 25 ml larutan kaporit.
Titrasi dengan larutan thiosulfate Na2S2O3 0,025N menggunakan indikator
amilum. Catat ml larutan thiosulfat yang digunakan.
Kadar Cl2 dalam kaporit=
1000 35,45
𝑚𝑙𝑥 𝑚𝑙 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑥 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂2 𝑥 𝑥 100% = %𝐶𝑙
25 1000
c. Asam asetat pekat (CH3COOH)
d. Kristal kalium iodida
e. Larutan indikator amilum
5 gram amilum dilarutkan dengan sedikit aquadest dan encerkan dengan
aquadest yang mendidih sampai volumenya 1 liter. Tambahkan 1,25 gram
asam salisilat sebagai pengawet.
f. Larutan Na2S2O3 0,025 N
6,025 gram Na2S2O3 dilarutkan dengan aquadest (yang telah dididihkan dan
didinginkan) dan diencerkan sampai volumenya 1 liter. Tambahkan 1 gram
NaOH sebagai pengawet. Standarisasi terhadap larutan standar K2Cr2O7
0,025N atau K(IO3)2 0,025N secara iodometri.
g. Larutan Ortholidin
1,35 gram ortholidin dihidroklorida dilarutkan dalam 500 ml aquadest, sambil
dikocok ditambah 150 ml HCl pekat. Larutan ini harap disimpan dalam botol
berwarna kuning dan disimpan ditempat gelap.
Prosedure:
Siapkan 3 buah labu erlenmeyer. Masing – masing diisi dengan 50 ml contoh air
yang telah memenuhi persyaratan secara fisik dan kimia. Terhadap erlenmeyer
tersebut ditambahkan 0,1 ml, 0,15 ml, 0,2 ml larutan kaporit ( 1ml= 1 mg). Kocok
dan simpan di ruangan gelap selama 30 menit, tentukan sisa klor dari setiap labu
22
erlenmeyer seperti cara pemeriksaan sisa klor. Catat sisa klor tiap labu
erlenmeyer.
Perhitungan :
𝟏𝟎𝟎𝟎
𝑫𝑷𝑪 = ( 𝒙 𝒎𝒍 𝒌𝒂𝒑𝒐𝒓𝒊𝒕 𝒚𝒈 𝒅𝒊𝒎𝒂𝒔𝒖𝒌𝒌𝒂𝒏 𝒙 𝟏 𝒙 %𝑪𝒍𝟐 ) − 𝒔𝒊𝒔𝒂 𝒌𝒍𝒐𝒓 =
𝟓𝟎
𝒎𝒈/𝑳
Setelah menentukan DPC dan sisa klor maka dapat dihitung kebutuhan NaOCl
untuk mereduksi mikroorganisme dengan rumus:
Kebutuhan Klor = DPC + Sisa Klor
23
6.4.1 Standard Operational Procedure (SOP) untuk Menentukan Dosis
Sodium Bisulfit
Tujuan:
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan dosis yang optimum sodium
bisulfit untuk mereduksi sisa klor.
Pereaksi :
a. Metode Ortholidin
Metode ini digunakan untuk menentukan total klor (klor bebas dan klor
terikat), metode ini cukup sederhana dan sering dipakai untuk pengukuran
sisa klor di lapangan. Caranya contoh air diberi 5 – 10 tetes pereaksi
ortholidin, maka sisa klor dalam air akan bereaksi dengan ortholidin
membentuk warna kuning. Semakin tinggi warna kuningnya semakin
banyak sisa klor. Dengan membandingkan warna yang terjadi dengan warna
standar (disk standar), maka konsentrasi sisa klor dapat diketahui. Metode
ini sudah jarang digunakan, karena pereaksi ortholidin bersifat toksik.
b. Metode DPD (N, N-diethyl-p- phenylenediamine)
Metodenya hampir sama dengan metode ortholidin, hanya pereaksinya yang
berbeda. Sisa klor dengan penambahan pereaksi N, N-diethyl-p-
phenylenediamine (DPD) akan memberikan warna merah, selanjutnya
warna merah tersebut dibandingkan dengan warna standar (disk standar).
Dengan metode ini dapat dilakukan pengukuran sisa klor bebas atau sisa
klor terikat.
Prosedure :
- 10 ml contoh air dimasukan ke dalam komparator. Tambahkan 20 tetes (1
ml) larutan ortholidin, kocok dan masukan ke dalam alat komparator.
- Putar piringan komparator sampai mendapatkan warna kuning yang sesuai
dengan warna dalam contoh air.
- Pembacaan konsentrasi klor dapat dibaca langsung pada alat komparator
tersebut.
Catatan : Pengukuran sisa klor harus dilakukan di lapangan, karena tidak stabil
mudah menguap.
24
Perhitungan :
Menentukan kebutuhan NaHSO3 per mg Klor:
Reaksi : NaHSO3 + HOCl Na2SO4 + HCl
Secara teori untuk mereduksi 1 mg klor dibutuhkan 1,45 mg NaHSO3
1 mg
mmol Cl2 = mg = 0,014 mmol Cl2
71
mmol
𝑚𝑔
𝑚𝑔 𝑁𝑎𝐻𝑆𝑂3 = 0,014 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑥 104 = 1,45 𝑚𝑔
𝑚𝑚𝑜𝑙
Penentuan Dosis NaHSO3 untuk mereduksi klor dalam air
Dosis NaHSO3 = ( KSBPK x Klor Sisa) + 2 mg/L
Dimana:
KSBPK = Kebutuhan sodium bisulfit per mg klorin
Klor sisa = Klor bebas atau terikat
2 mg/L = Tambahan dosis NaHSO3 for safety
25
6.5.1 Standard Operational Procedure (SOP) untuk Menentukan Dosis
Antiscalant
Tujuan:
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan dosis yang optimum penggunaan
antiscalant untuk menghambat mineral karbonat pembentuk kerak.
Pereaksi :
a. Larutan Etilen Diamine Tetra Asetat (EDTA) 1/28 N
6,64 gr komplekson III (Na2 EDTA) dilarutkan dalam aquadest yang telah
dipanaskan dan didinginkan. Tambahkan 10 mg MgSO4 atau MgCl2, lalu
encerkan dengan aquadest hingga tepat 1 liter. Biarkan selama 2 hari, jika
larutan keruh disaring.
b. Larutan Buffer pH 10
67,5 gr NH4Cl dilarutkan dalam aquadest. Tambahkan 670 ml NH4OH
pekat, lalu encerkan dengan aquadest hingga tepat 1 liter.
c. Larutan Buffer pH 12
120 gr NaOH dilarutkan dalam aquadest dan encerkan hingga volumenya
tepat 1 liter.
d. Larutan KCN 10%
10 gr KCN dilarutkan dalam aquadest dan encerkan hingga volumenya tepat
1 liter.
e. Indikator EBT (Erichrom Black T)
0,5 gram EBT dicampurkan dengan 100 gram NaCl, lalu digerus halus
f. Indikator Murexida
0,5 gram murexida dicampurkan dalam 100 gram NaCl, lalu digerus halus
g. Larutan Standar Kalsium
0,765 gram CaCO3 ditimbang dengan teliti, lalu encerkan dengan sedikit air
dan HCl pekat. Encerkan dengan aquadest dalam labu ukur 1 liter secara
kuantitatif hingga tanda batas.
h. Standarisasi Larutan EDTA 1/28 N
1. Menggunakan Indikator EBT
10 ml larutan standar kalsium dipipet dan dimasukan ke dalam labu
erlenmeyer. Tambahkan 5 ml larutan buffer pH 10 dan 50 mg indikator
26
EBT. Titrasi dengan larutan EDTA 1/28 N sampai cairan berubah dari ungu
menjadi biru laut.
Faktor EDTA-EBT = 10/ml EDTA
2. Menggunakan indikator Murexida
10 ml larutan standar kalsium dipipet dan dimasukan ke dalam labu
erlenmeyer. Tambahkan 1 l larutan Buffer pH 12 dan 50 mg indikator
Murexida. Titrasi dengan larutan EDTA 1/28 N sampai cairan berubah
warna dari merah menjadi ungu.
Faktor EDTA- Murexida = 10/ ml EDTA
Prosedur :
a. Kesadahan Total (Kalsium dan Magnesium)
100 ml contoh air dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Tambahkan 5 ml
larutan buffer pH 10. Jika cairan menjadi keruh, tambahkan 1 ml larutan
KCN 10%. Tambahkan 50 mg indikator EBT. Titrasi dengan larutan EDTA
1/28N sampai cairan berubah menjadi biru laut. Catat ml EDTA yang
diperlukan.
b. Kesadahan Kalsium
100 ml contoh air dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Tambahkan 1ml
larutan buffer pH 12. Jika cairan menjadi keruh, tambahkan 1 ml larutan
KCN 10%. Tambahkan 50 mg indikator Murexdia. Titrasi dengan larutan
EDTA 1/28N sampai cairan berubah warna menjadi ungu. Catat ml EDTA
yang diperlukan.
Perhitungan :
1. Kesadahan Total
1000 1 28
𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑥(𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐸𝐷𝑇𝐴 − 𝐸𝐵𝑇)𝑥 = °𝐺
100 28 10
1000 1 100 𝑚𝑔
𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑥(𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐸𝐷𝑇𝐴 − 𝐸𝐵𝑇)𝑥 = 𝐶𝑎𝐶𝑂3
100 28 2 𝐿
2. Kesadahan Kalsium
1000 1 28
𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑥(𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐸𝐷𝑇𝐴 − 𝑀𝑢𝑟𝑒𝑥𝑖𝑑𝑎)𝑥 = °𝐺
100 28 10
1000 1 100 𝑚𝑔
𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑥(𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐸𝐷𝑇𝐴 − 𝑀𝑢𝑟𝑒𝑥𝑖𝑑𝑎)𝑥 = 𝐶𝑎𝐶𝑂3
100 28 2 𝐿
27
3. Kesadahan Magnesium
Kesadahan Magnesium = Kesadahan Total – Kesadahan Kalsium
28
BAB VII
KESIMPULAN
29
BAB VIII
TINDAKAN YANG DISARANKAN
30
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. Dan Santika, S.S., 1984, Metode Penelitian Air. Usaha Nasional,
Surabaya.
Ananti, Ilham. 2013. Manajemen Lingkungan Industri Membran Filtrasi Reverse
Osmosis. Prodi Teknologi Industri Fakultas Pertanian. Universitas
Lambung Mangkurat, Banjar Baru.
Anonym, 2016. Air Laut., www. wikipedia. com. 17 Mei 2016, pukul 21:00 wib.
AWWA, Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 20 th
Edition, 1998.
Dow, The Dow Chemical Company. 2009. FILMTEC Membranes Produsct
Information Catalog. Form 609- 00204 – 1108.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan . Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Eksa Puji Rahayu,. 2013 http : // filtrasi 013 . blogspot . co . id / 2013 /02 / teknik-
penyaringan - filtrasi - dengan . html. 7;43 22/6/2016
Irsyad, Mohammad dan Tri Padmi Damanhuri. 2010. Modul Praktikum
Laboratorium Lingkungan TL -3103. Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Linsley, R.K. dan J. Franzini, 1991. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah: Djoko
Sasongko. Erlangga, Jakarta.
Metito Indonesia. 2015. Operation dan Maintenance Manual. No Doc.
320PRJ1401002-09-406
Said, Nusa Idaman. 2008. Teknologi Pengolahan Air Minum: Teknologi
Pengolahan Air Gambut Sederhana. BPPT Press.
Said, N.I. 2009. Uji Kinerja Pengolahan Air Siap Minum dengan Proses
Biofiltrasi, Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis (RO) dengan Air Baku Air
Sungai. Volume 5. www. googlescholar. reverseosmosis.com/ 21 Juni
2016.
Sawyer Clair N, Mc Carty Perry L. And Parkin Gene F, Chemistry for
Environment Engineering and Science, Fifth Edition, MC Graw Hill,
Boston, 2003.
31
UNEP, Water Quality Monitoring, E & FN Spon an Imprint of Champman &
Hall, UK, 1996.
32