SEMESTER II-2017/2018
MODUL FLU1
FLUIDISASI
Laporan Singkat
Oleh:
Kelompok A.1617.3.32
Rizky Gilang Kurnawan (13015037)
William Einstein (13015040)
Pembimbing:
Meiti Pratiwi, M.T.
Fluidisasi adalah metode pengontakan partikel-partikel padat dengan fluida, baik cair
maupun gas. Aplikasi fluidisasi banyak ditemukan di industri-industri proses seperti pada
reaktor perengkahan katalitik, gasifikasi batubara, dan pemisahan campuran padatan biner.
Tujuan dari percobaan fluidisasi ini adalah untuk menentukan karakterisitik fluidisasi gas
dan cair. Sasaran utama dari percobaan fluidisasi ini adalah menentukan hubungan hilang
tekan dan kecepatan fludisasi serta variabel-variabel yang mempengaruhinya.
Pada percobaan fluidisasi ini, alat fluidisasi yang digunakan adalah alat fluidisasi cair dan
gas SOLTEQ. Pengamatan dilakukan dengan mengalirkan fluida dengan laju alir tertentu
yang dapat diatur melalui valve FT 101/102. Hilang tekan yang terukur didapat dari
pembacaan DPT 101/102. Selain itu nilai laju alir dan beda tekan juga dapat diketahui
melalui software BP-23. Variasi yang dilakukan dalam percobaan adalah tinggi unggun
partikel yang difluidisasi.
Hasil percobaan yang diperoleh adalah untuk tinggi unggi ----------
Fenomena fluidisasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya laju alir dan
jenis fluida, ukuran dan densitas partikel, bentuk dan jenis partikel, faktor interlock
partikel, porositas dan tinggi unggun, distribusi aliran dan bentuk ukuran fluida, dan
diameter kolom. Faktor-faktor tersebut merupakan variabel dalam proses fluidisasi
yang akan menentukan karakteristik proses fluidisasi. Karakteristik unggun
terfluidakan dapat digambarkan dengan kurva karakteristik fluidisasi.
Halaman 1 dari 30
1.3 Sasaran Percobaan
3. Menentukan besarnya hilang tekan unggun serta hubungannya dengan lalju alir
fluida.
Halaman 2 dari 30
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
Tabel 2.1 Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan
Alat Bahan
SOLTEQ Fluidisasi (terdiri dari Butiran padat
tangki penampung air (B1),
pompa sirkulasi (P1), kolom
fluidisasi (K1 dan K2), DPT 101,
DPT 102, FT 201, FT 202, dan
kompresor (P2)
Viskometer Aseton
Termometer Aqua dm
Peggariis dan/atau jangka sorong Tipol
Gelas ukur Air keran
Gelas kimia Udara bertekanan
Piknometer
Ayakan
Timbangan
Stopwatch
Halaman 3 dari 30
Gambar 2.1 Skema alat fluidisasi SOLTEQ
Halaman 4 dari 30
Densitas tipol dapat diketahui berdasarkan perhitungan data-data yang telah terukur
sebelumnya. Densitas partikel padatan kemudian diukur dengan mengisi piknometer
dengan setengah tipol. Massa piknometer dan tipol pada saat itu ditimbang.
Kemudian, piknometer diisi dengan partikel padatan hingga penuh. Massa
piknometer dan campuran tipol dan partikel diukur. Densitas partikel padatan dapat
ditentukan berdasarkan perhitungan data-data yang telah terukur.
Hal pertama yang dilakukan saat melakukan percobaan fluidisasi adalah proses start-
up. Start-up dilakukan dengan mengisi tangki penampung air B1 pada alat SOLTEQ
dengan air bersih. Kemudian, penutup kolom dipindahkan secara hati-hati. Setelah
penutup kolom terbuka, sampel padatan dimasukkan ke kolom hingga ketinggian
tertentu. Lalu, penutup kolom ditutup kembali dan o-rings dipastikan terpasang
dengan baik. Kolom kemudian ditempatkan pada penahan dan baut pengait
dikencangkan agar kolom tetap kokoh. Kemudian alat SOLTEQ disambungkan ke
sumber listrik.
Setelah melakukan proses start-up untuk fluidisasi padat-cair, maka penentuan
karakteristik fluidisasi padat-cair dilakukan. Rangkaian selang disambungkan dan
dipastikan tidak ada gelembung. Kolom K1 dipastikan terisi dengan air. Pompa P1
dinyalakan dan bukaan valve FT201 diatur untuk mengatur laju alir cairan. Untuk
menentukan kecepatan superfisial minimum fluidisasi, maka laju alir diatur
sedemikian rupa sehingga partikel mulai pertama kali melayang dalam aliran air.
Karakteristik fluidisasi kemudian ditentukan dengan memvariasikan bukaan valve, di
mana laju alir dan hilang tekan pada water differential pressure transmitter
(DPT101) dicatat. Fenomena yang terjadi pada fluidisasi diamati dan dicatat. Untuk
menentukan kecepatan terminal fluidisasi, laju alir diatur sedemikian rupa sehingga
waktu tempuh partikel untuk jarak yang sama selalu konstan. Langkah percobaan
Halaman 5 dari 30
penentuan karakteristik fluidisasi padat-cair dilakukan kembali untuk variasi yang
lain.
Setelah semua variasi dilakukan, proses shut-down dilakukan dengan mematikan
pompa P1. Komputer dimatikan dan sambungan listrik alat SOLTEQ diputus dari
sumber listrik. Kolom K1 dan tangki penampung air kemudian dikuras dan
dibersihkan.
Halaman 6 dari 30
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kurva karakteristik fluidisasi unggun beras berukuran 60 mesh dengan tinggi unggun
3,5 cm disajikan pada Gambar 3.1.
2.54
2.52
2.5
log ΔP
2.48
Up 1
2.46
Down
2.44
2.42 Up 2
2.4
-1.8 -1.6 -1.4 -1.2 -1
Log U
Gambar 3.1 Kurva karakteristik fluidisasi partikel beras tinggi unggun 3,5 cm
Berdasarkan kurva tersebut, karakteristik fluidisasi gas untuk partikel beras dengan
tinggi 3,5 cm dapat diamati. Untuk kurva up 1 , saat kondisi unggun beras masih fix
bed, hubungan laju alir dan hilang tekan cenderung linear. Tetapi sesaat setelah
unggun beras mulai mengalami fluidisasi terjadi lonjakan hilang tekan yang cukup
besar. Fenomena tersebut disebut juga dengan fenomena minimum fluidisasi. Laju
alir menimum fluidisasi menunjukkan kecepatan minimum yang dibutuhkan untuk
memecah faktor interlok antar partikel beras saat kondisi fix bed sehingga proses
fluidisasi dapat terjadi. Berdasarkan teori, setelah fenomena fluidisasi minimum,
hilang tekan akan cenderung stabil seiring dengan meningkatnya laju alir. Tetapi
Halaman 7 dari 28
hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada. Hal ini disebabkan karena
setelah terjadi proses fluidisasi minimum, distribusi partikel beras semakin tidak
merata dan banyak ruang kosong yang terisi oleh fluida. Pada kondisi ini, porositas
unggun partikel sangat besar. Porositas yang sangat besar akan memberikan hilang
tekan yang cukup kecil meskipun laju alir meningkat.
Untuk kondisi down dan up2 data yang diperoleh memiliki trend yang sama dengan
kondisi up1. Perbedaan yanga teramati adalah hilang tekan maksimum kondisi up2
dan down lebih rendah dibandaingkan dengan up1.Hal ini terjadi karena faktor
interlok antar partikel sudah tidak ada. Gambar 3.2 menyajikan kurva karakteristik
fluidisasi unggun beras berukuran 60 mesh dengan tinggi unggun 5 cm.
2.58
2.56
2.54
log ΔP
2.52 Up 1
2.5 Down
2.48 Up 2
2.46
2.44
-1.8 -1.6 -1.4 -1.2 -1
log u
Berdasarkan kurva pada Gambar 3.2, karakteristik fluidisasi partikel beras dengan
tinggi unggun 5 cm sama dengan beras dengan tinggi unggun 3,5 cm. Pada kondisi
up1 terdapat hilang tekan yang secara tiba tiba meningkat sedangkan pada kondisi
down dan up2 tidak terjadi. Hal ini juga menandakan adanya faktor interlok yang
masih ada saat kondisi fluidisasi pertama kali dilakukan. Setelah fluidisasi minimum,
data yang didapatkan juga tidak sesuai dengan teori. Teori menyatakan bahwa setelah
kondisi fluidisasi minimum dan seiring meningkatnya laju alir, maka hilang tekan
akan cenderung konstan. Tetapi data yang didapatkan, jika laju alir meningkat, hilang
tekan cenderung untuk turun. Hal tersebut diakibatkan karena porositas partikel yang
terfuidisasi masih sangat besar.
Halaman 8 dari 28
Untuk kurva karakteristik fluidisasi unggun beras berukuran 60 mesh dengan tinggi
unggun 7 cm disajikan pada Gambar 3.3.
2.75
2.7
2.65
log ΔP
Up 1
2.6 Down
Up 2
2.55
2.5
-1.4 -1.35 -1.3 -1.25 -1.2 -1.15 -1.1 -1.05 -1
log u
Berdasarkan kurva karakteristik fluidisasi, data yang didapatkan sesuai teori. Saat
kondisi fix bed, dan laju alir dinaikkan, maka hilang tekan juga akan naik secara
linear hingga kecepatan tertentu. Pada kondisi up1, terjadi lonjakan hilang tekan
pada laju alir 0,057 m/s. Fenomena ini disebut juga dengan fenomena minimum
fluidisasi. Setelah kondisi minimum fluidisasi, hilang tekan akan cendurung konstan
dan naik secara perlahan. Kondisi ini sesuai dengan literatur. Fenomena ini dapat
terjadi karena porositas dari unggun meningkat seiring dengan laju alir yang
meningkat. Selain itu, hilang tekan karena laju alir juga diimbangi dengan gaya
gravitasi yang dialami oleh partikel beras tersebut. Semakin tinggi unggun, maka
gaya berat yang dimiliki unggun juga semakin besar.
Kurva karakteristik fluidisasi unggun kacang hijau berukuran 8 mesh dengan tinggi
unggun 3,5 cm disajikan pada Gambar 3.4. Berdasarkan pada kurva yang disajikan
pada Gambar 3.4, data yang diperoleh sesuai dengan literatur. Untuk kurva up 1 ,
saat kondisi unggun kacang hijau dalam kondisi fix bed, hubungan laju alir dan
hilang tekan cenderung linear. Tetapi sesaat setelah unggun kacang hijau mulai
mengalami fluidisasi terjadi lonjakan hilang tekan yang cukup besar. Fenomena
tersebut terjadi karena adanya faktor interlok antar partikel yang perlu untuk dipecah
Halaman 9 dari 28
sehingga fluidisasi minimum dapat terjadi. Untuk data up2 dan down memiliki
kenaikan hilang tekan yang cukup stabil.
2.3
2.25
2.2
2.15
log ΔP
2.1
up 1
2.05
down
2
up 2
1.95
1.9
1.85
-1.5 -1.4 -1.3 -1.2 -1.1 -1
log u
Gambar 3.4 Kurva karakteristik fluidisasi partikel kacang hijau tinggi unggun 3,5
cm
Untuk fluidisasi kacang hijau dengan tinggi unggun 5 cm dan 7 cm, disajikan pada
Gambar 3.5 dan Gambar 3.6.
2.3
2.25
2.2
2.15
log ΔP
2.1 up 1
2.05 down
up 2
2
1.95
1.9
-1.4 -1.35 -1.3 -1.25 -1.2 -1.15 -1.1 -1.05 -1
log u
Gambar 3.5 Kurva karakteristik fluidisasi partikel kacang hijau tinggi unggun 5 cm
Halaman 10 dari 28
2.3
2.25
2.2
log ΔP
2.15
up 1
2.1 down
2.05 up 2
1.95
-1.5 -1.4 -1.3 -1.2 -1.1 -1
log u
Gambar 3.6 Kurva karakteristik fluidisasi partikel kacang hijau tinggi unggun 7 cm
Data hilang tekan pada percobaan up1 untuk tinggi unggun 5 cm cenderung linear.
Tetapi terdapat lonjakan hilang tekan yang menandakan adanya interlok antar
partikel kacang hijau. Berdasarkan kurva karakteristik, setelah interlok sudah tidak
ada, fluidisasi terjadi. Tetapi seiring laju alir yang meningkat, hilang tekan juga naik
secara perlahan. Kenaikan hilang tekan yang perlahan ini menandakan porositas
unggun yang cenderung cukup kecil meskipun proses fluidisasi telah berlangsung.
Pada kondisi up2 dan down, hilang tekan turun secara konstan seiring dengan
menurunnya laju alir. Hal ini menyatakan gaya interlok antar partikel sudah tidak
ada. Fenomena dan data pada percobaan fluidisasi kacang hijau untuk tinggi unggun
7 cm, cenderung sama dengan percobaan fluidisasi kacang hijau dengan tinggi
unggun 5 cm.
Halaman 11 dari 28
Variasi tinggi unggun beras dan kacang hijau yang diuji coba adalah 3 cm, 5 cm, dan
7 cm.
Kurva karakteristik fluidisasi cair untuk kacang hijau dengan tinggi unggun 3 cm
disajikan pada Gambar 3.7.
0
-3.4 -3.2 -3 -2.8 -2.6 -2.4 -2.2 -2
-0.5
-1
log ΔP
up 1
-1.5
down
-2 up 2
-2.5
-3
log u
Berdasarkan gambar 3.7, data untuk kondisi up1 sesuai dengan literatur. Data
percobaan up1 mencakup laju alir minimum fluidisasi serta hilang tekan yang
konstan setelah terjadi proses fluidisasi. Laju minimum fluidisasi terjadi saat hilang
tekan meningat secara tiba-tiba. Tetapi saat dilakukan percobaan untuk kondisi up2,
juga teramati terjadinya lonjakan hilang. Hal ini terjadi karena setalah proses down,
air yang terdapat pada kolom menekan partikel unggun kacang hijau. Karena tekanan
ini faktor interlok antar pertikel yang telah hilang karena proses up1, terdapat
kembali. Oleh karena itu diperlukan laju minimum fluidisasi lagi untuk memecah
faktor interlok antar partikel. Tetapi hilang tekan yang terukur tidak setinggi pada
kondisi up1. Untuk peristiwa down, karakteristik yang diperoleh meyerupai peristiwa
up2.
Halaman 12 dari 28
Kurva karakterstik fluidisasi cair untuk kacang hijau dengan tinggi unggun 5 cm
disajikan pada Gambar 3.8.
0
-3.4 -3.2 -3 -2.8 -2.6 -2.4 -2.2 -2
-0.5
-1
log ΔP
up 1
-1.5
down
-2 up 2
-2.5
-3
log u
Gambar 3.8 Kurva karakteristik fluidisasi partikel kacang hijau tinggi unggun 5
cm
Karakterstik fluidisasi cair untuk kacang hijau dengan tinggi unggun 5 cm cenderung
sama dengan karaktetistik fluidisasi cair untuk kacang hijau dengan tinggi unggun 3
cm. Untuk proses up1 dan up2 terjadi lonjakan hilang tekan pada laju alir yang sama.
Hal ini menandakan adanya faktor interlok yang harus dipecah agar mencapai proses
fluidisasi minimum. Faktor interlok yang terdapat pada proses up2 terjadi karena
tekanan air di dalam kolom akibat proses down.
Setelah kondisi fluidisasi minimum, hilang tekan tekan cenderung konstan. Hal ini
terjadi karena saat laju alir meningkat, porositas antar partikel juga semakin besar
akibar proses fluidisasi. Selain fenomena tersebut, terdapat penurunan hilang tekan
saat laju kondisi fix bed. Kondisi ini dapat terjadi karena porositas unggun yang
membesar secara tiba-tiba karena laju alir dadakan. Untuk kurva karakteristik
fluidisasi cair kacang hijau dengan tinggi unggun 7 cm memiliki karakteristik yang
hampir sama dengan kurva karakteristik fluidisasi cair kacang hijau dengan tinggi
unggun 5 cm. Kurva karakteristik tersebut disajikan pada Gambar 3.9.
Halaman 13 dari 28
0
-3.5 -3 -2.5 -2
-0.5
-1
-1.5
log ΔP
up 1
-2 down
up 2
-2.5
-3
-3.5
log u
Gambar 3.9 Kurva karakteristik fluidisasi partikel kacang hijau tinggi unggun 7 cm
Tabel 3.1 Data laju alir minimum fluidisasi hasil percobaan dan Ergun
Jenis variasi Laju alir minimum hasil Ergun
percobaan (m/s)
Beras 3cm gas 0,0373 0,01479
Beras 5cm gas 0,0359 0,002947
Beras 7 cm gas 0,0646 0,000594
Kacang 3 cm gas 0,0769 3,23106
Kacang 5 cm gas 0,0802 1,58338
Kacang 7 cm cair 0,0755 2,32713
Kacang 3 cm cair 0,00142 0,39429
Kacang 5 cm cair 0,00189 0,22936
Kacang 7 cm cair 0,00189 0,13960
Halaman 14 dari 28
Tabel 3.2 Data laju alir minimum fluidisasi hasil perhitungan Wen Yu
Jenis variasi Laju alir (m/s)
Berdasarkan data pada Tabel 3.1 nilai laju alir minimum fluidisasi hasil percobaan
dan perhitungan menggunakan persamaan Ergun memiliki beberapai perbedaan yang
cukup signifikan pada beberapa variasi. Perbedaan ini disebabbkan karena pada
persamaan Ergun digunakan asumsi-asumsi agar perhitungan dapat dilakukan.
Asumsi pertama adalah roundness untuk partikel unggun fluidisasi yang
diasumsikan sebesar 0,9. Selain itu perhitungan mengabaikan adanya gaya gesek
antara cairan dengan unggun dan cairan dengan dinding. Perbedaan perhitungan
jugan disebabkan karena porositas unggun saat terfluidisasi didekati dengan
persamaan matematik. Persamaan tersebut adalah rasio beda tinggi unggun terhadap
tinggi unggun terfluidisasi.
Berdasarkan Tabel 3.2, hasil perhitungan Wen Yu mendekati hasil percobaan
dibandingkan hasil perhitungan dengan persamaan Ergun. Perbadaan antara Ergun
dan Wen Yu terdapat pada asumsi porositas. Wen Yu tidak memperhitungkan
pengaruh porositas, sedangkan Ergun memperhitungkan porositas.
Halaman 15 dari 28
Tabel 3.3 Data laju alir minimum fluidisasi hasil percobaan
Jenis variasi Laju alir minimum hasil
percobaan (m/s)
Berdasarkan Tabel 3.3 laju fluidisasi minimum untuk tiap variasi tinggi tidak terlalu
mempengaruhi laju alir minimum fluidisasi. Untuk fluidisasi beras menggunakan
gas, rentang laju alir berkisar antara 0,373- 0,0359 m/s. Untuk fluidisasi kacang
menggunakan gas pada berbagai variasi tinggi, laju alir minimum memiliki rentang
0,7-0,8 m/s. Sedangkan untuk fluidisasi kacang menggunakan cairan pada berbagai
variasi tinggi, laju alir minimum yang diperoleh adalah berkisar pada 0,0014-
0,00189 m/s. Perbedaan laju alir minimum yang relatif kecil ini terjadi karena saat
unggun semakin tinggi, maka porositas unggun akan semakin kecil dan gaya interlok
antar partikel akan bertambah meskipun pengaruhnya tidak terlalu signifikan.
Halaman 16 dari 28
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari praktikum modul Fluidisai adalah sebagai
berikut:
1. Data-data
2. Data-data.
4.2 Saran
Beberapa saran yang diberikan untuk praktikum modul Fluidisasi adalah sebagai
berikut:
3. Etanol dalam sampel yang diambil harus dapat dipastikan agar tidak menguap
sehingga fraksi mol etanol dalam sampel benar-benar akurat.
Halaman 17 dari 28
DAFTAR PUSTAKA
Perry, Robert H. dan Don W. Green. 1984. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 6th
Ed. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Perry, Robert H. dan Don W. Green. 2008. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 8th
Ed. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Smith, J.M., H.C. Van Ness, dan M.M. Abbott. 2005. Introduction to Chemical
Engineering Thermodynamics, 7th Ed. Singapura: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Chapter 10, 11, dan 12.
http://cheguide.com/tag/wilson/, diakses pada tanggal 22 November 2016 pukul 19.30
WIB.
Halaman 18 dari 28
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR
Lampiran tidak perlu menyebut Wajib ada sitasi dengan
Tabel A.1 di kalimat pendahulu format (Nama, Tahun)
A.1 Densitas Air pada Berbagai Temperatur
Tabel A.1 Data densitas air pada berbagai temperatur (Perry dan Green, 2008)
Halaman 19 dari 28
A.2 Densitas Campuran Etanol-Air pada Berbagai Temperatur
Tabel A.2 Data densitas campuran etanol-air pada berbagai temperatur (Perry,
1984)
Halaman 20 dari 28
A.3 Kesetimbangan Uap-Cair Etanol-Air Berdasarkan Pemodelan Wilson pada
Tekanan Operasi (694,4 mmHg)
x y Temperatur (°C)
0.00 0.00 97.49
0.10 0.43 84.54
0.20 0.52 81.37
0.30 0.57 79.75
0.40 0.62 78.63
0.50 0.66 77.74
0.60 0.71 77.03
0.70 0.76 76.47
0.80 0.82 76.09
0.90 0.90 75.93
1.00 1.00 76.08
100
95
Temperatur (°C)
90
Bubble
Temperature
Line
85
80
75
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
Fraksi Mol
Halaman 21 dari 28
Gambar A.1 Kurva kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol-air berdasarkan
pemodelan Wilson pada tekanan operasi (694,4 mmHg) (Perry, 2000)
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
𝑇 − 𝑇𝐴 𝜌 − 𝜌𝐴
= (B.1)
𝑇𝐵 − 𝑇𝐴 𝜌𝐵 − 𝜌𝐴
dengan ketentuan:
TA< T < TB
𝑘𝑔
𝜌 = 996,632
𝑚3
(39,710 − 30,180) 𝑔
𝑉𝑝 = 𝑔 = 9,562 𝑚𝐿
0,996632 𝑚𝐿
Halaman 22 dari 28
(37,758 − 30,180) 𝑔 𝑔 𝑘𝑔
𝜌𝐸𝑡𝑂𝐻 = = 0,7925 = 792,5 3
9,562 𝑚𝐿 𝑚𝐿 𝑚
Fraksi mol etanol dalam campuran dinotasikan dengan XEtOH. Persentase yang
digunakan dalam persamaan di atas adalah fraksi volume etanol. Substitusi data-data
untuk larutan standar kedua ke dalam persamaan di atas menghasilkan:
𝑔
0,999.1 𝑚𝐿.0,7925
𝑚𝐿
𝑔
46,068
𝑚𝑜𝑙
𝑋𝐸𝑡𝑂𝐻 = 𝑔 𝑔 𝑔
0,999.1 𝑚𝐿.0,7925𝑚𝐿 (1−0,999).1 𝑚𝐿.0,9966𝑚𝐿 1 𝑚𝐿.0,9966𝑚𝐿
𝑔 + 𝑔 + 𝑔
46,068 18 18
𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑜𝑙
𝑋𝐸𝑡𝑂𝐻 = 0,2367
B.3 Penentuan Fraksi Mol Etanol Menggunakan Kurva Kalibrasi Indeks Bias
terhadap Fraksi Mol Etanol
Persamaan B.5 kurva kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol etanol yang diperoleh
dari perhitungan adalah:
dengan ketentuan:
Sebagai contoh perhitungan, indeks bias yang diperoleh untuk top sample pertama
adalah 1,361, sehingga fraksi mol fasa cair dapat ditentukan dengan cara:
Halaman 23 dari 28
1,361 = 0,539𝑥 4 − 0,192𝑥 3 − 0,298𝑥 2 + 0,186𝑥 + 1,33
Nilai fraksi mol fasa cair ditentukan menggunakan fitur SOLVER atau goal seek,
sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
𝑥 = 0,5775
𝑇𝜏 = 57,7℃
𝑇𝜏 − 𝑇𝐴
𝜏= . (𝑡𝐵 − 𝑡𝐴 ) + 𝑡𝐴 (B.7)
𝑇𝐵 − 𝑇𝐴
dengan ketentuan:
TA< Tτ< TB
tA< τ < tB
(57,7 − 48,5)℃
𝜏= . (14 − 12) 𝑚𝑖𝑛 + 12 𝑚𝑖𝑛 = 12,84 𝑚𝑖𝑛
(70,3 − 48,5)℃
Sistem mencapai keadaan kesetimbangan setelah lima kali nilai time constant, yaitu
64,2 menit.
Halaman 24 dari 28
LAMPIRAN C
HASIL ANTARA
C.1 Penentuan Densitas Larutan Etanol Lengkapi judul kolom/tabel dengan satuan jika ada
Hanya huruf pertama kata pertama yang kapital untuk judul kolom ataupun baris
C.2 Penentuan Fraksi Mol Etanol pada Kalibrasi Indeks Bias Larutan Etanol
Tabel C.2 Data antara kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol larutan etanol
VEtOH (mL) VH2O (mL) Fraksi volume etanol Fraksi mol etanol Indeks bias
0 2 0,0 0 1,332
0,2 1,8 0,1 0,03333 1,337
0,4 1,6 0,2 0,07199 1,343
0,6 1,4 0,3 0,11736 1,349
0,8 1,2 0,4 0,17135 1,355
1,0 1,0 0,5 0,23668 1,358
1,2 0,8 0,6 0,31735 1,359
1,4 0,6 0,7 0,41946 1,36
1,6 0,4 0,8 0,55289 1,361
1,8 0,2 0,9 0,73465 1,359
2,0 0 1,0 0,99679 1,358
Halaman 25 dari 28
LAMPIRAN D
DATA MENTAH
Halaman 26 dari 28
D.3 Pengukuran Densitas Larutan
Tabel D.3 Data pengukuran densitas larutan
Massa piknometer kosong (gram) 30,180
Massa piknometer + aqua dm (gram) 39,710
Temperatur aqua dm (°C) 26,4
Massa piknometer + larutan (gram) 37,758
Halaman 27 dari 28