Anda di halaman 1dari 7

Pengkajian Bioherbisida Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia

catappa) terhadap Pertumbuhan Gulma Rumput Teki (Cyperus


rotundus)

Dwi Rulitasari (15030244004), Nailiz Zakiyah Apriliani (15030233005), Atim Febry


Masula (15030244021), Atika Dahlila Fauzi (15030244030)
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK
Abstrak Font Book Antiqua 9 Point Spasi 1. Abstrak memuat intisari artikel, berisi
pengantar (tujuan), metode, hasil dan ringkasan diskusi (simpulan). Dalam abstrak tidak
diperkenankan terdapat rujukan pustaka. Abstrak ditulis dalam bentuk satu paragraf dan tidak
boleh melebihi 250 kata. Di bagian akhir abstrak dicantumkan 3–5 kata kunci. Abstrak memuat
intisari artikel, berisi pengantar (tujuan), metode, hasil dan ringkasan diskusi (simpulan). Dalam
abstrak tidak diperkenankan terdapat rujukan pustaka. Abstrak ditulis dalam bentuk satu paragraf
dan tidak boleh melebihi 250 kata. Di bagian akhir abstrak dicantumkan 3–5 kata kunci. Abstrak
memuat intisari artikel, berisi pengantar (tujuan), metode, hasil dan ringkasan diskusi (simpulan).
Dalam abstrak tidak diperkenankan terdapat rujukan pustaka. Abstrak ditulis dalam bentuk satu
paragraf dan tidak boleh melebihi 250 kata. Di bagian akhir abstrak dicantumkan 3–5 kata kunci.
Abstrak memuat intisari artikel, berisi pengantar (tujuan), metode, hasil dan ringkasan diskusi
(simpulan). Dalam abstrak tidak diperkenankan terdapat rujukan pustaka. Abstrak ditulis dalam
bentuk satu paragraf dan tidak boleh melebihi 250 kata. Di bagian akhir abstrak dicantumkan 3–5
kata kunci.

Kata kunci: kata/frasa; kata/frasa; kata/frasa

PENDAHULUAN
Jagung merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomi serta
mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudu- kannya sebagai sumber
utama karbohidrat dan protein setelah beras juga sebagai sumber pakan (Purwanto,
2008). Upaya peningkatan produksi jagung masih menghadapi berbagai masalah
sehingga produksi jagung dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan nasional
(Soerjandono, 2008).
Salah satu penyebab rendahnya hasil tanaman jagung adalah kehadiran gulma pada
tanaman jagung tersebut. Pengaruh gulma pada tanaman dapat terjadi secara langsung,
bersaing untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh. Gulma yang
dibiarkan tanpa pengendalian pada jagung dapat menurunkan hasil 20-80% (Bilman,
2011). Purba (2011) mengemukakan bahwa kehilangan hasil akibat gulma rata-rata 10%
(15% di daerah tropis) dan gulma umum menurunkan hasil sampai 31% pada tanaman
jagung.
Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida sangat diminati oleh petani,
terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Peng- gunaan herbisida diupayakan agar
tidak memberi pengaruh negatif pada tanaman budidaya, karena itulah diupayakan mencari
senyawa-senyawa yang bersifat selektif dan cara serta pengaplikasian yang tepat (Sukman
dan Yakub, 1995).
Ketapang (Terminalia catappa) termasuk salah satu tanaman yang dapat tumbuh di
tanah yang kurang nutrisi dan tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia sehingga
mudah untuk dibudidayakan. Selama ini masyarakat hanya mengenal tanaman ketapang
sebagai tanaman peneduh kota dan belum banyak dimanfaatkan sehingga nilai
ekonomisnya masih rendah. Ketapang diketahui mengandung senyawa obat seperti
flavonoid, alkaloid, tannin, triterpenoid/steroid, resin, saponin. Selain itu, kehadiran
flavonoid, terpenoid, steroid, kuinon, tannin dan saponin pada ekstrak daun ketapang
(Terminalia catappa) dapat diindikasikan untuk menjadi herbisida nabati (bioherbisida)
karena senyawa seperti fenol, asam fenolik, koumarin dan flavonoid dari ekstrak tajuk
sembung rambat dan ekstrak daun tembelekan dapat memberikan efek fitotoksisitas dan
berat basah pada rumput teki (Cyperus rotundus).
Dalam penelitian ini akan digunakan ketapang (Terminalia catappa) terutama organ
daunnya sebagai ekstrak terhadap pertumbuhan rumput teki (Cyperus rotundus).
Penggunaan daun ketapang (Terminalia catappa) sebagai ekstrak dalam skala besar tidak
akan menimbulkan persaingan dengan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Oleh
karena itu, perlu dikaji lebih lanjut mengenai pengaruh dari ekstrak daun ketapang
(Terminalia catappa) terhadap pertumbuhan gulma teki (Cyperus rotundus). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa) dapat
menghambat gulma rumput teki (Cyperus rotundus) dan untuk mengetahui berapakah
konsentrasi ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa) dapat menghambat gulma
rumput teki (Cyperus rotundus).

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 sampai November 2017 di
Greenhouse, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Surabaya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, oven, blender, beaker glass,
toples kaca, pipet, gelas ukur, timbangan analitik, kertas saring, pot tanam, plastik,
evaporator, corong dan kertas label.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput teki (Cyperus rotundus)
yang digunakan sebagai tanaman yang akan diuji dan daun ketapang (Terminalia catappa)
yang digunakan sebagai ekstrak berpotensi bioherbisida. Selain itu juga aquades yang
digunakan sebagai kontrol, etanol 96% sebagai pelarut serta tanah sebagai media.
A. Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan pada uji ini adalah tanah. Tanah diletakkan pada pot
tanam berukuran 3 kg.
B. Persiapan Penyemaian
Tanah yang sudah disiapkan, dimasukkan ke dalam pot tanam dan setelah itu
digunakan sebagai media semai rumput teki. Rumput teki yang akan disemai sebanyak
100 buah. Pada pot semai tersebut dilakukan penyiraman dengan aquades secukupnya,
hingga umur 15 hari.
C. Pembuatan Ekstrak Herbisida Nabati
Pertama-tama menyiapkan daun ketapang (Terminalia catappa) yang akan digunakan
sebagai ekstrak herbisida nabati, dimana daun ketapang (Terminalia catappa) diperoleh di
wilayah kampus UNESA. Daun diambil pada bagian tengah pohon sebanyak 1000 gram,
kemudian dicuci menggunakan air kran dan dipotong kecil-kecil, setelah itu
dikeringanginkan dengan suhu ruang sampai air yang ada dipermukaan daun kering.
Daun yang sudah kering kemudian dihancurkan hingga halus dengan menggunakan
blender. Selanjutnya serbuk daun ditimbang lalu diekstrak menggunakan metode
maserasi dengan pelarut polar, yaitu etanol 96% dengan perbandingan ekstrak dan
etanol sebesar 1:3 menggunakan toples kaca hingga serbuk benar-benar terendam
seluruhnya. Perendaman dilakukan pada suhu kamar hingga 24 jam. Setelah 24 jam,
hasil maserasi disaring dengan corong yang dialasi kertas saring. Langkah maserasi
diulang kembali sebanyak 3 kali akan tetapi dengan menggunakan perbandingan ekstrak
dan etanol yang berbeda yaitu sebesar 1:2. Selanjutnya hasil ekstraksi diuapkan dengan
menggunakan evaporator sampai dihasilkan ekstrak murni ketapang (Terminalia catappa).
Ekstrak (Terminalia catappa) tersebut disimpan di lemari es sampai saat digunakan untuk
pengujian.
Pembuatan konsentrasi herbisida nabati terdiri atas 60%, 45%, 30%, dab 15% serta
adanya kontrol yang menggunakan aquades.
D. Parameter yang Diukur
Perubahan yang diamati dari penelitian ini jumlah kematian rumput teki per-harinya
setelah pemberian perlakuan bioherbisida ekstrak daun ketapang pada rumput teki.
Pengukuran dilakukan selama 5 kali dengan skala populasi rumput teki tiap pot tanam.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsentrasi ekstrak daun ketapang
(Terminalia catappa) yakni 0% (kontrol), 20%, 40%, 60% dan diulang sebanyak 10 kali.
Analisa data dilakukan secara eksperimental.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan pengamatan pengaruh bioherbisida ketapang (Terminalia catappa)
terhadap tingkat mortalitas rumput teki (Cyperus rotundus) dengan konsentrasi berbeda yaitu
20%, 40%, dan 60% diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil pengamatan rata-rata kematian gulma rumput teki (Cyperus rotundus) dari
pengamatan ke-1 hingga pengamatan ke-14 pada masing- masing perlakuan.
Pengulangan
Pengamatan hari ke-
Kontrol (%) 20(%) 40(%) 60(%)
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
3 0 0 0 0
4 0 0 0 12
5 0 8 12 28
6 0 28 36 72
7 0 40 52 96
8 0 48 64 100
9 0 52 76 100
10 0 69 92 100

Perubahan rata-rata kematian tanaman untuk setiap perlakuan dengan


konsentrasi yang berbeda mulai telihat pada pengamatan keempat setelah tanaman
diberi perlakuan yang berbeda-beda. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa rata-rata
kematian tanaman paling besar dari pengamatan keenam sampai pengamatan ketujuh
adalah perlakuan tiga (P3) dengan rata-rata pada pengamatan ke-4 (awal) yakni 12%
tanaman mati dan rata-rata pengamatan ke-7 ialah 5 yakni 100% tanaman mati, lalu
diikuti dengan perlakuan dua (P2) dan perlakuan satu (P1) dengan rata- rata kematian
tanaman masing-masing P2 pada pengamatan ke-5 yakni 12% tanaman mati,
pengamatan ke-10 ialah 92% tanaman mati dan P1 untuk pengamatan ke-5 yakni 8%
tanman mati, dan pengamatan ke-10 ialah 69% tanaman mati. Hal ini menunjukkan
bahwa ektrak daun ketapang dengan konsentrasi berbeda-beda mampu menghambat
pertumbuhan gulma teki dari meningkatnya grafik rata-rata kematian gulma teki.
Proses kematian gulma rumput teki (Cyperus rontundus) ditandai atau diawali
dengan terjadinya perubahan warna pada daun yang semula berwarna hijau berubah
menjadi cokelat, kering dan membusuk. Perubahan warna pada daun tersebut
disebabkan karena terganggunya salah satu proses metabolisme yang terjadi pada gulma
rumput teki sebagai akibat dari pengaplikasian herbisida nabati ekstrak daun ketapang,
misalnya terganggunya proses fotosintesis.

PEMBAHASAN
Salah satu alternatif usaha pemberantasan gulma pertanian dan perkebunan
adalah menggunakan bioherbisida. Bioherbisida adalah suatu jenis herbisida yang bahan
aktifnya dapat berupa hasil metabolisme jasad renik atau jasad renik itu sendiri.
Bioherbisida belum banyak digunakan dalam usaha pertanian maupun perkebunan,
tetapi sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai prospek penggunaan
bioherbisida.
Adanya senyawa-senyawa alelopati dapat digunakan sebagai bioherbisida.
Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan
kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan. Beberapa alelopati menghambat
pembelahan sel-sel akar tumbuhan dan respirasi akar. Selain itu, senyawa alelopati juga
dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan, menghambat
aktivitas enzim, dan sintesis protein.
Dalam penelitian ini, menggunakan senyawa alelopati yang terkandung dalam
daun ketapang (Terminalia catappa) hijau. Ketapang diketahui mengandung senyawa
alelopati seperti flavonoid, alkaloid, tannin, triterpenoid atau steroid, resin, dan saponin
yang diindikasikan untuk menjadi herbisida nabati (bioherbisida).
Hasil penyemprotan antara kontrol dengan konsentrasi ekstrak 20%, 40%, dan
60% sampai pada pengamatan ke-10 menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Perbedaan
mulai terlihat signifikan pada pengamatan ke-4 setelah penyemprotan hari pertama.
Berdasarkan tingkat kematian gulma teki dapat diketahui efektifitas konsentrasi ekstrak
daun ketapang terhadap populasi gulma teki. Pemberian ektrak daun ketapang
(Terminalia catappa) dengan konsentrasi 60% dapat dikatakan sudah efektif untuk
menghambat pertumbuhan gulma rumput teki (Cyperus rotundus), karena berdasarkan
hasil analisis dan grafik rata-rata kematian gulma teki menunjukkan bahwa pada
pengamatan ke-7 gulma teki 100% mati, dengan kata lain pada perlakuan 60% gulma teki
mati lebih awal dibandingkan dengan perlakuan 20% dan perlakuan 40 %. Dengan
demikian, penelitian ini mampu menjawab hipotesis awal yakni konsentrasi ekstrak
daun ketapang (Terminalia catappa) yang paling efektif menghambat pertumbuhan gulma
rumput teki (Cyperus rotundus) ialah konsentrasi 60%. Hal ini diduga bahwa senyawa
metabolit pada alkoloid, saponin, dan tannin dapat bekerja lebih optimal pada
pemberian konsentrasi ekstrak 60%.
Pengaruh adanya reaksi herbisida nabati tersebut terlihat pada rata-rata
kematian yang terjadi pada gulma teki (Cyperus rotundus). Sel-sel pada gulma teki
(Cyperus rotundus) sudah mati dan kering, sehingga tidak dapat melakukan pembelahan
sel, seluruh fungsi fisiologi pada tumbuhan telah rusak, dan lisis maka menyebabkan
gulma teki (Cyperus rotundus) menjadi layu, kering, dan mati. Berdasarkan analisis data
menunjukkan hasil signifikan (memiliki beda nyata antarperlakuan). Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa pemberian herbisida alami berpengaruh terhadap
penghambatan pertumbuhan gulma gulma teki. Hal ini juga menjawab hipotesis awal
yang mengatakan bahwa ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa) dapat menghambat
pertumbuhan gulma rumput teki (Cyperus rotundus).
Mekanisme penghambatan ini meliputi serangkaian proses kompleks yang
melalui beberapa aktivitas metabolisme yang meliputi pengaturan pertumbuhan melalui
gangguan pada zat pengatur tumbuh, pengambilan hara, fotosintesis, respirasi,
pembukaan stomata, sintesis protein, penimbunan karbon, dan sintesis pigmen.
Pada konsentrasi tertentu senyawa metabolit sekunder yang digunakan sebagai
bioherbisida dapat menghambat dan mengurangi hasil pada proses- proses utama
tumbuhan. Hambatan tersebut misalnya terjadi pada pembentukan asam nukleat,
protein, dan ATP. Jumlah ATP yang berkurang dapat menekan hampir seluruh proses
metabolisme sel, sehingga sintesis zat-zat lain yang dibutuhkan oleh tumbuhan pun akan
berkurang.
Masuknya senyawa metabolit sekunder yang digunakan sebagai bioherbisida
bersama air ke dalam biji akan menghambat induksi hormon pertumbuhan seperti asam
giberelin (GA) dan asam indolasetat (IAA). Dengan dihambatnya sintesis giberelin maka
tidak akan terjadi pemacuan enzim α-amilase, akibatnya proses hidrolisis pati menjadi
glukosa di dalam endosperma atau kotiledon berkurang. Pada gilirannya jumlah glukosa
yang dapat dikirim ke titik-titik tumbuh lebih sedikit. Berkurangnya komponen
makromolekul mengakibatkan terhambatnya sintesis protein yang juga akan berakibat
pada terhambatnya sintesis protoplas. Oleh karena itu proses pembelahan dan
pemanjangan sel terhambat, yang berakibat pada terhambatnya proses perkecambahan
dan pertumbuhan. Bahkan, walaupun terjadi proses pertumbuhan banyak pertumbuhan
yang tidak normal atau cacat.
Penelitian ini diduga bahwa senyawa alkoloid, tannin, dan saponin dapat
menghambat pertumbuhan gulma rumput teki (Cyperus rotundus), karena senyawa
tersebut dapat bercampur dalam alkohol (senyawa polar) sebagai pelarut ekstrak daun
ketapang (Terminalia catappa).
Salah satu senyawa metabolit sekunder yang diduga sebagai bioherbisida adalah
tanin yang termasuk kelompok senyawa fenolik. Penelitian sebelumnya membuktikan
bahwa tanin dapat menghambat pertumbuhan, menghilangkan kontrol respirasi pada
mitokondria, dan mengganggu transport ion Ca +2 dan PO43-. Selain itu senyawa tanin
juga dapat menonaktifkan enzim amilase, proteinase, lipase, urease, dan dapat
menghambat aktivitas hormon giberelin (Gandjar dan Abdul, 2008). Selain tanin,
senyawa metabolit sekunder yang diduga sebagai bioherbisida juga adalah flavonoid.
Flavonoid juga memiliki peranan terhadap proses penghambatan pertumbuhan, yakni
berperan sebagai penghambat kuat terhadap IAA-oksidase. Mekanisme penghambatan
ini meliputi serangkaian proses kompleks yang melalui beberapa aktivitas metabolisme
yang meliputi pengaturan pertumbuhan melalui gangguan pada zat pengatur tumbuh,
pengambilan hara, fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata, sintesis protein,
penimbunan karbon, dan sintesis pigmen (Astutik, dkk., 2012).
Pada konsentrasi tertentu senyawa metabolit sekunder yang digunakan sebagai
bioherbisida dapat menghambat dan mengurangi hasil pada proses- proses utama
tumbuhan. Hambatan tersebut misalnya terjadi pada pembentukan asam nukleat,
protein, dan ATP. Jumlah ATP yang berkurang dapat menekan hampir seluruh proses
metabolisme sel, sehingga sintesis zat- zat lain yang dibutuhkan oleh tumbuhan pun
akan berkurang (Astutik, dkk., 2012).
Dengan melihat pada pengamatan yang terjadi pada hasil tinggi tanaman,
fitotoksisitas, berat basah dan berat kering tanaman gulma teki (Cyperus rotundus), dapat
dikatakan bahwa gulma teki (Cyperus rotundus) mengalami gangguan proses fisiologis.
Terganggunya proses fisiologis ini tanaman memberikan respons dalam beberapa bentuk
gejala, diantaranya adalah pada gejala Utama (Main Symptoms) dilihatkan pertumbuhan
yang tidak normal, dapat melebihi ukuran normal atau lebih kecil dari ukuran normal,
kemudian perubahan warna, baik pada daun, batang, akar, buah, bunga, selain itu juga
terdapat matinya jaringan, bagian- bagian tanaman menjadi mengering serta ditandai
dengan layunya bagian dari tubuh tanaman. Peristiwa kelayuan disebabkan karena
penyerapan air tidak dapat mengimbangi kecepatan penguapan air dari tanaman. Jika
proses tranpirasi ini cukup besar dan penyerapan air tidak dapat mengimbanginya,
maka tanaman tersebut akan mengalmi kelayuan sementara (transcient wilting), sedang
tanaman akan mengalami kelayuan tetap, apabila keadaan air dalam tanah telah
mencapai permanent wilting percentage. Tanaman dalam keadaan ini sudah sulit untuk
disembuhkan karena sebagaian besar sel-selnya telah mengalami plasmolisis.
Kelayuan pada tanaman terutama pada bagian daun, tunas atau tanaman secara
keseluruhan, dapat juga disebabkan karena hilangnya turgor pada bagian-bagian
tersebut. Hilangnya turgor tersebut dapat disebabkan karena adanya gangguan di dalam
berkas pembuluh/pengangkutan atau adanya kerusakan pada susunan akar, yang
menyebabkan tidak seimbangnya penguapan dengan pengangkutan air. Penyakit layu
(wilt disease) pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor abiotik seperti pemberian
herbisida nabati.

Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Aplikasi Herbisida atau Bioherbisida


Pada umumnya, hanya sejumlah kecil herbisida yang diperlukan untuk
mengendalikan gulma secara efisien. Namun ini yang sangat perlu agar jumlah yang
kecil itu dapat disebarkan secara merata ke seluruh bagian gulma yang ada. Herbisida
yang disemprotkan tidak merata atau terlalu sedikit tidak dapat mematikan gulma,
sedangkan herbisida yang terlalu banyak dapat menjadi racun bagi tanaman budidaya.
Oleh kerena itu herbisida harus diformulasikan sedemikian rupa agar mudah
mengaturnya, aman, dan efektif.
Waktu aplikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal ialah faktor yang terdapat dalam gulma itu sendiri, seperti fase pertumbuhan
gulma. Berdasarkan faktor internalnya, waktu aplikasi herbisida yang paling tepat
adalah pada saat gulma masih muda (saat pertumbuhan optimal) dan belum memasuki
perumbuhan generatif (berbunga). Pada fase ini, penyerapan bahan aktif herbisida yang
diaplikasikan dapat berlangsung lebih efektif. Bila terlalu tebal atau tua, sebaiknya gulma
dibabat (slashing) terlebih dahulu. Setelah daun-daun muda tumbuh dan terbentuk
sempurna, aplikasi herbisida dapat dilakukan (Barus, 2003).
Faktor eksternal adalah faktor luar yang dapat mempengaruhi efektivitas dan
efisiensi aplikasi herbisida, misalnya curah hujan, angin, sinar matahari dan lain-lain.
Curah hujan dapat menyebabkan bahan aktif herbisida tercuci, angin yang kencang
dapat menerbangkan butiran-butiran larutan herbisida dan sinar matahari yang terik
dapat menyebabkan terjadinya penguapan larutan herbisida yang diaplikasikan (Barus,
2003). Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi aplikasi bioherbisida dalam
penelitian ini ialah curah hujan yang tinggi. Pada minggu awal penelitian sering terjadi
hujan lebat sehingga mempengaruhi efektifitas biohebisida terhadap gulma teki.

Kendala dan Penanganan Selama Penelitian


a. Perubahan cuaca yang tidak mendukung, terutama saat hujan menyebabkan
aplikasi bioherbisida ekstrak daun ketapang tidak menimbulkan efek kematian pada
tanaman. Solusi yang digunakan ialah dengan memasang plastik UV.

b. Umbi teki yang sudah disemaikan hilang atau dibuang oleh orang tidak dikenal,
sehingga penulis harus mencangkul dan mencarinya lagi.

c. Pada sisi kiri lahan yang digunakan sebagai tempat penelitian bioherbisida terdapat
tanaman budibaya kacang panjang, sehingga peneliti perlu berhati-hati saat
melakukan penyemprotan agar tidak menimbulkan kematian tanaman budidaya
tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagaimana hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa ekstrak daun
ketapang (Terminalia catappa) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk
menghambat gulma rumput teki (Cyperus rotundus), dan konsentrasi ekstrak daun
ketapang (Terminalia catappa) yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk
menghambat gulma rumput teki (Cyperus rotundus) adalah konsentrasi 60% ektrak daun
ketapang. Saran untuk penelitian lanjutan adalah perlu adanya penelitian tentang ekstrak
daun ketapang (Terminalia catappa) dengan pelarut non-polar supaya dapat diketahui
lebih spesifik lagi tentang kinerja ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa), sehingga
manfaatnya dapat dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Astutik, A. F., dkk, 2012, Pengaruh Ekstrak Beluntas (Pluchea indica L.) Terhadap
Pertumbuhan Gulma Meniran (Phyllanthus Niruri L.) dan Tanaman Kacang
Hijau (Phaseolus radiatus), Jurnal Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, vol. 1,
no. 1, hal. 9-16.

Barus, E, 2003, Pengendalian Gulma di Perkebunan, Kanisius, Yogyakarta


Bilman, 2011. Analisis Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.), Pergeseran
Komposisi Gulma pada Beberapa Jarak Tanam.
Gandjar, I. G. & Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 323-346, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Purba, Edison, 2011. Intergrated Weed Manage- ment Pada Tanaman Biotek Resisten-
Herbisida. Makalah pada seminar Lustrum XI Fakultas Pertanian bekerja sama
dengan Monsanto Indonesia “Tanaman Transgenik Hasil Teknologi Canggih
Rekayasa Genetik untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangan Dunia” pada tanggal 15
September 2017. Faperta. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Purwanto, S., 2008. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan
Produksi Jagung. Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan. Bogor.
Soerjandono, N. B. 2008. Teknik Produksi Jagung Anjuran di Lokasi Peima Tani Kabupaten
Sumenep. Buletin Teknik Pertanian.
Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai