Pendahuluan
Pada saat ini persaingan dalam dunia industri semakin ketat. Semua perusahaan harus
dapat menghadapi persaingan tersebut, Oleh karena itu setiap perusahaan harus dapat berusaha
mengefisiensikan dan mengefektifkan kinerja perusahaannya sehingga dapat menghadapi
persaingan di dunia industri.
Dapat dikatakan bahwa persaingan adalah suatu hal yang harus dihadapi dan tidak bisa
dihindari. Dan setiap perusahaan harus dapat meningkatkan setiap aspek-aspek kinerja
perusahaannya, denga demikian perusahaan dapat tetap pertahan dalam menghadapi
persaingan. Perusahaan yang dihadapkan pada kompleksitas dalam lingkungan bisnisnya, akan
dituntut untuk membentuk suatu sistem manajemen yang dinamis dan fleksibel. Dengan
adanya suatu sistem manajemen yang fleksibel dan dinamis diharapkan perusahaan dapat tetap
bertahan atau tetap eksis didalam menghadapi persaingan. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan pengembangan dari berbagai aspek baik aspek internal dan eksternal perusahaan.
Untuk mengetahui tingkat performansi perusahaan maka harus perlu dilakukan pengukuran
kinerja. Di mana dalam pengukuran kinerja perusahaan akan mengevaluasi dan kemudian akan
melakukan perencanaan kinerjanya, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan proses
kinerja perusahaan, da juda hasil yang akan didapatkan adalah keuntungan bagi perusahaan itu
sendiri.
Pengukuran kinerja sebuah perusahaan atau organisasi merupakan kunci untuk
menjadi efektif dan efisien. Jika tidak ada pengukuran berarti tidak bisa dikelola. Persoalan
yang sering dihadapi berkaitan dengan implementasi sebuah sistem pengukuran kinerja
adalah adanya kesalahpahaman perancang maupun praktisi dalam menerjemahkan
beberapa komponen dasar yang meliputi ukuran kinerja (performance measure),
pengukuran kinerja (performance measurement) dan sistem pengukuran kinerja
(performance measurement sistem). Ketidaktepatan ini dapat menimbulkan ketidak
optimalan bahkan kesalahan dalam pengambilan keputusan (Peppard dan Rowland, 1995).
Unit Transfusi Darah (UTD) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan donor darah, penyediaan darah, dan pendistribusian darah. Pengukuran
kinerja bertujuan untuk mengevaluasi kinerja pada unit Transfusi darah agar dapat melayani
kebutuhan masyarakat dengan lebih baik.
Pengukuran kinerja yang diterapkan menggunakan metode Integrated Performance
Measurement System (IPMS). Pendekatan Integrated Performance Measurement Systems
(IPMS) merupakan salah satu metode pengukuran kinerja perusahaan yang memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan dari setiap pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), dan tetap
memonitor posisi perusahaan terhadap pesaingnya (external monitor). IPMS sendiri dapat
diterapkan pada perusahaan yang berorientasi untuk mendapatkan profit atau keuntungan
secara optimal (profit oriented), maupun pada organisasi non profit.
Stakeholder adalah seluruh elemen pemangku kepentingan yang terdiri dari pelaku
industri baik inti maupun pendukung dan institusi terkait lainnya, termasuk di dalamnya
adalah pemerintah sebagai pengambil kebijakan.
Berdasarkan pendekatan sistem dan pembagian level organisasi dapat diketahui
stakeholder. Stakeholders’s requirements diidentifikasi melalui kuesioner dengan masing-
masing stakeholders yang mengetahui benar kondisi UTD dan kinerjanya. Dari masing-
masing stakeholder tersebut kemudian diidentifikasi kebutuhannya dan dilakukan
seleksi untuk melihat adanya kesamaan kebutuhan dari masing-masing stakeholder.
dimana untuk stakeholders UTD meliputi :
Internal stakeholders, yaitu pengelola UTD yaitu Kepala UTDC dan Kepala Bagian PMI
Kota/ Kabuaten.
External stakeholders, yaitu pihak pendonor darah, masyarakat pengguna darah dari UTD
dan bank darah rumah sakit.
3. Penetapan Tujuan (Objectives)
Setelah masing-masing stakeholder requirements teridentifikasi, kemudian dicari
tujuannya (objectives). Tujuan seharusnya juga didasarkan pada pemikiran sejumlah masukan,
yaitu: permintaan stakeholder, tingkat performansi dimana organisasi mampu mencapainya
dengan berbagai batasan yang ada disebut target realistis, tingkat performansi dimana
organisasi memiliki kemampuan untuk mencapainya dengan menghilangkan berbagai batasan
yang ada yang dikatakan sebagai target potensial.
4. External Monitoring
External Monitoring dilakukan untuk dapat mengetahui kekurangan dan kelebihannya
dengan melakukan proses perbandingan atau benchmarking. Tujuan dari dilakukannya
benchmarking adalah agar penetapan tujuan yang dilakukan benar-benar dapat meningkatkan
kinerja perusahaan. Benchmarking dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh
orang yang mengerti seluk beluk kondisi kedua perusahaan.
6. Penentuan bobot Aspek dan Indikator Kinerja Kunci (Key Performance Indicators)
Penentuan bobot aspek dan indikator kinerja (key performance indicators) dilakukan
dengan menggunakan set matriks perbandingan berpasangan. Penetuan bobot dilakukan untuk
menentukan tinggi atau rendahnya tingkat kepentingan terhadap aspek pengukuran yang akan
menjadi masukan dalam proses penyusunan kebijakan/ program/ kegiatan yang dianggap
penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan. Pada pencapaian hasil
pembobotan aspek dan indikator kerja yang memiliki bobot terbesar akan menjadi faktor kunci
yang sangat penting dimana hal tersebut mencerminkan kualitas kerja yaitu pemenuhan target
atau pemenuhan tujuan organisasi (Wakhid Ahmad, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
1. Luky Tri Sugianto, Suhartini. 2013. Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode
Integrated Performance Measurement System (IPMS) Pada Pt. Ometraco Araya
Samanta. Jurnal Teknik Industri, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
2. Wakhid Ahmad Jauhari, Eko Liquiddanu Dan Eka Agustina Nugraheni. 2010. Perancangan
Sistem Pengukuran Kinerja Organisasi Non Profit (Studi Kasus Pada Utdc Pmi
Surakarta). Jurnal Performa Vol. 9, No.1: 47-54
3. Adi Prasetyo, Shanti K.Anggraeni, Sirajuddin. 2013. Pengukuran Kinerja Perusahaan
Dengan Metode Integrated Performance Measurement System (IPMS) Pada
Industri Perbankan. Jurnal Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa