Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................... i

BAB I ......................................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Tujuan.......................................................................................................................... 1

BAB II........................................................................................................................................ 2

2.1 Rute ............................................................................................................................. 2

2.1.1 Jenis Jalan Sesuai Dengan Peran dan Fungsinya ................................................. 3

2.1.2 Jenis Jalan Berdasarkan Daya Dukungnya .......................................................... 4

2.1.3 Jenis Jalan Menurut Pungutan ............................................................................. 4

2.1.4 Jenis Jalan Menurut Hambatan ............................................................................ 5

2.1.5 Jenis Jalan Berdasarkan Pengelolaan ................................................................... 6

2.2 Simpul (Nodes) ........................................................................................................... 6

2.3 Moda Transportasi Darat ........................................................................................... 10

2.3.1 Transportasi Jalan .............................................................................................. 10

2.3.2 Transportasi Rel ................................................................................................. 11

2.3.3 Angkutan Umum Perkotaan (Urban Transit) .................................................... 13

2.4 Moda Tranportasi Laut .............................................................................................. 16

2.4.1 Perkembangan Moda Transportasi Laut ............................................................ 16

2.4.2 Karakteristik Moda Transportasi Laut ............................................................... 17

2.4.3 Klasifikasi dan Kapasitas Kapal ........................................................................ 18

2.5 Moda Transportasi Udara .......................................................................................... 24

2.5.1 Perkembangan Moda Transportasi Udara .......................................................... 24

2.5.2 Karakteristik dan Prinsip Moda Transportasi Udara ......................................... 25

2.5.3 Jenis-Jenis Moda Transportasi Udara ................................................................ 28

Page i
BAB III .................................................................................................................................... 30

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 30

Page ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem transportasi dapat diartikan sebagai bentuk keterkaitan dan keterikatan yang
integral antara berbagai variabel dalam suatu kegiatan pemindahan penumpang dan barang
dari satu tempat ke tempat lain (Munawar, A., 2005:1). Maksud adanya sistem transportasi
adalah untuk mengatur dan mengkoordinasikan pergerakan penumpang dan barang yang
bertujuan untuk memberikan optimalisasi proses pergerakan tersebut. Sistem transportasi
dapat dipahami melalui dua pendekatan yaitu: sistem transportasi menyeluruh (makro) serta
sistem transportasi mikro yang merupakan hasil pemecahan dari sistem transportasi makro
menjadi sistem yang lebih kecil yang masing-masing saling terkait dan saling mempengaruhi.
Sistem transportasi mikro terdiri dari sistem jaringn, sistem kegiatan, dan sistem pergerakan
(Tamin, 2000). Komponen jaringan transportasi secara teknis terdiri atas: Ruas (link), yang
berupa jalan raya, jalan rel, rute angkutan udara, alur kepulauan Indonesia (ALKI) dan
Simpul (node), yang dapat berupa terminal, stasiun kereta api, bandara, pelabuhan (Munawar,
A., 2005:15-16).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui komponen apa
saja yang terdapat pada salah satu sistem transportasi mikro yaitu sistem jaringan, yang
berpengaruh penting dalam pergerakan sistem transportasi di Indonesia.

Page 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rute
Ruas (link) mencerminkan ruas jalan antar persimpangan atau ruas jalan antar kota,
jalan rel antar kota maupun antar stasiun, alur penerbangan antara bandara yang satu dengan
bandara lainnya serta pelabuhan laut yang satu dengan pelabuhan laut lainnya. Pada
prinsipnya membangun jaringan jalan tentunya cenderung untuk mengambil rute terpendek
yang menghubungkan suatu tempat dengan tempat lainnya. Kenyataannya tidaklah selalu
mudah untuk menghubungkan suatu tempat dengan tempat lainnya bila terdapat hambatan-
hambatan fisik diatas permukaan bumi ini seperti pegunungan, bangunan-bangunan sejarah,
laut dan lain-lain. Untuk mengatasi masalah tersebut maka ada beberapa bentuk pola jaringan
transportasi yang dibuat, diantaranya :
a. Pola Jalan Radial Konsentris, dapat dilihat pada kawasan kota–kota lama seperti
Boston atau beberapa negara Eropa. Pola jaringan radial difokuskan pada daerah
inti tertentu seperti CBD. Pola jalan seperti menunjukkan pentingnya CBD
dibandingkan dengan berbagai pusat kegiatan lainnya di wilayah kota tersebut.
Jenis populer lainnya dari jaringan jalan, terutama untuk jalan-jalan arteri utama,
adalah kombinasi bentuk-bentuk radial dan cincin Jaringan jalan ini tidak saja
memberikan akses yang baik menuju pusat kota, tetapi juga cocok untuk lalu lintas
dari dan ke pusat-pusat kota lainnya dengan memutar pusat-pusat kemacetan.

Gambar 2.1 Pola Jalan Radial Konsentris


Sumber:
b. Pola Jalan Spinal
Bentuk lain adalah jaringan jalan spinal yang biasa terdapat pada jaringan
transportasi antar kota pada banyak koridor perkotaan yang telah berkembang
pesat, seperti pada bagian timur laut Amerika Serikat. Ada bentuk lainnya bersifat
abstrak yang memang mungkin untuk diterapkan tetapi tampaknya tidak pernah

Page 2
dipakai, yaitu jaringan jalan heksagonal. Keuntungan jaringan jalan ini adalah
adanya persimpangan-persimpangan jalan yang berpencar dan mengumpul tetapi
tanpa melintang satu sama lain.
c. Pola Jalan Grid
Dapat dilihat pada negara–negara Amerika Utara. Pola jaringan grid merupakan
bentuk jaringan jalan pada sebagian besar kota yang mempunyai jaringan jalan
yang telah direncanakan. Jaringan ini terutama cocok untuk situasi di mana pola
perjalanan sangat terpencar dan untuk layanan transportasi yang sama pada semua
area.

Gambar 2.2 Pola Jaringan Jalan Grid


Sumber: Wikipedia, 2005

2.1.1 Jenis Jalan Sesuai Dengan Peran dan Fungsinya


Sesuai dengan peran dan fungsinya dalam sistem jaringan jalan (UU no. 38 th 2004
dan PP no 34 th 2006 tentang jalan), jalan dibedakan atas:
a. Arteri Primer, yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang
berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang
kedua.
b. Arteri Sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan kws primer dengan kws
sekunder kesatu, atau menghubungkan kws sekunder kesatu dengan kws
sekunder kesatu lainnya atau kws sekunder kesatu dengan kws sekunder
kedua.
c. Kolektor Primer, yaitu jalan yang menghubungkan antar kota jenjang kedua
atau kota jenjang kedua dengan ketiga.

Page 3
d. Kolektor Sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan antara pusat jenjang
kedua atau antara pusat jenjang kedua dengan ketiga.
e. Lokal Primer, yaitu jalan yang menghubungkan persil dengan kota pada
semua jenjang.
f. Lokal Sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan permukiman dengan semua
kawasan sekunder.
g. Lingkungan Primer, yaitu jalan yang menghubungkan antar pusat kegiatan
dalam kws perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kws perdesaan.
h. Lingkungan Sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan antarpersil dalam
kws perkotaan.

2.1.2 Jenis Jalan Berdasarkan Daya Dukungnya


Adapun jenis jalan berdasarkan daya dukungnya adalah sebagai berikut:
a. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatannya dengan lebar tidak lebih dari 2.500 mm, panjang 18.000
mm, dan muatan sumbu terberat lebih besar dari 10 ton, atau LHR > 20.000
smp.
b. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan dengan lebar
tidak melebihi 2.500 mm, panjang 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat
yang diijinkan 10 ton, atau LHR < 20.000 smp
c. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bersama muatannya dengan ukuran tidak lebih dari 2.500 mm, panjang 18.000
mm,dan muatan sumbu yang diizinkan 8 ton.
d. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan dengan
muatannya dengan ukuran lebar tidak lebih dari 2.500 mm, panjang 12.000
mm dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
e. Jalan Kelas III C, yaitu jalan local yang dapat dilalui kendaraan dengan
muatannya, dengan lebar tidak lebih dari 2.100 mm, panjang 9.000 mm, dan
sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

2.1.3 Jenis Jalan Menurut Pungutan


Menurut UU no 38 th 2004 tentang jalan, terdapat jenis jalan berdasarkan pungutan
yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Page 4
a. Jalan Tol, yaitu jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan
sebagian jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Jalan tol
sebagai bagian dari sistem jaringan jalan umum yang berfungsi sebagai
alternatif, namun pada kondisi tertentu jalan tol dapat berfungsi sebagai jalan
utama.

Gambar 2.3 Salah Satu Gerbang Tol dan Jalan Tol di Indonesia
Sumber: Kompas.com, 2018
b. Non Tol, yaitu jalan umum yang tidak dikenakan tarif biaya tol yang tidak
dikenakan tariff biaya tol dalam penggunaannya. Jalan non tol berstatus jalan
utama dan dapat terdiri dari jalan arteri, kolektor, maupun jalan lokal.

2.1.4 Jenis Jalan Menurut Hambatan


Adapun jenis jalan menurut hambatannya adalah sebagai berikut:
a. Bebas Hambatan, yaitu jalan yang ditandai dengan simpang yang tidak
sebidang. Jenis persimpangan yang terdapat pada jalan bebas hambatan
memiliki jarak jauh yang pada tiap sisi jalan, sehingga arus lalu lintas dapat
berjalan tanpa harus dipotong dengan arus yang berasal dari samping kiri dan
kanan jalan. Karakteristik jalan bebas hambatan terdapat pada jalan tol yang
tidak memiliki persimpangan yang rapat/berdekatan, jika terdapat jalan yang
saling memotong maka pada jalan tol telah menggunakan teknologi jalan
laying atau underpass.
b. Biasa, yaitu jalan yang umumnya memiliki hambatan dari segi bentuk dan
geometriknya. Jalan dengan bentuk saling memotong (cross) memiliki rambu-
rambu peringatan yang menyebabkan kecepatan arus melambat atau bahkan
terhenti sesaat. Persimpangan sebidang seperti simpang empat pada jalan-jalan
dalam daerah perkotaan umumnya menggunakan teknologi traffic light dan

Page 5
bundaran sebagai pengatur arus lalu lintas agar tidak terjadi konflik arus
hingga menimbulkan kemacetan dan kecelakaan.

2.1.5 Jenis Jalan Berdasarkan Pengelolaan


Adapun jenis jalan menurut pengelolaannya adalah sebagai berikut:
a. Jalan Nasional, yaitu jalan yang dibina oleh pemerintah pusat
b. Jalan Provinsi, yaitu jalan yang dibina oleh pemerintah daerah provinsi
c. Jalan Daerah (Kabupaten, Kota), yaitu jalan yang dibina oleh pemerintah
daerah (kabupaten/kota)
d. Jalan Desa, yaitu jalan yang dibina oleh pemerintah desa

2.2 Simpul (Nodes)


Simpul (node) dapat mencer-minkan persimpangan, kota dan fasilitas-fasilitas tetap
lainnya seperti terminal kereta (stasion), pelabuhan dan bandar udara.
1. Terminal
Menurut UU RI No 14 tahun 1992 pasal 9 dan 10 menjelaskan bahwa terminal
merupakan penunjang untuk kelancaran mobilitas orang maupun arus barang dan
untuk terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara lancer dan tertib, di
tempat-tempat tertentu dapat di bangun dan di selenggarakan terminal.

Gambar 2.4 Terminal


Sumber: Wikipedia, 2005
Terminal adalah simpul dalam sistem jaringan perangkutan, suatu elemen yang
tak dapat diabaikan karena mempunyai fungsi pokok sebagai tempat :
1. Mengendalikan lalu lintas angkutan
2. Pergantian moda

Page 6
3. Naik/Turun penumoang dan Bongkar/muat barang.
selain fungsi pokok di atas, ada fungsi lain sebagai:
4. Tempat operasi jasa: perdagangan, fasilitas umum, fasilitas sosial,
fasilitas transit, promosi, dan lain-lain.
2. Pelabuhan
Menurut UU RI No.17 th.2008 tentang Pelayaran pelabuhan adalah tempat
yang terdiri dari daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat
barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.

Gambar 2.5 Pelabuhan Tanjung Perak


Sumber: Wikipedia, 2005
Menurut UU RI No.17 th.2008 tetang Pelayaran, Kepelabuhanan adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk
menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal,
penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat
perpindahan intra- dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian
nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah.
Jenis-jenis pelabuhan diantaranya terdapat pelabuhan laut, pelabuhan
danau/ sungai dan pelabuhan penyebrangan.
3. Stasiun Kereta Api
Stasiun digunakan sebagai sebuah terminal transportasi kereta api yang
memiliki pengertian sebagai berikut : Stasiun kereta api adalah tempat dimana
para penumpang dapat naik dan turun dalam memakai sarana kereta api.

Page 7
Gambar 2.6 Stasiun Kereta Api
Sumber: Wikipedia, 2005
Stasiun kereta api dapat dibedakan menurut ukurannya, letaknya dan
jenisnya. Berdasarkan ukuran, stasiun terdiri dari :
a. Stasiun besar (utama) yang melayani perjalanan KA jarak jauh
(kereta api antar kota antar propinsi) seperti stasiun Gambir
(Jakarta) ke stasiun Gubeng (Surabaya) dan lainnya.
b. Stasiun sedang (sekunder) yang melayani perjalanan kereta api
untuk jarak sedang (antar kota dalam propinsi) seperti stasiun
Bandung ke stasiun Tasikmalaya.
c. Stasiun kecil lokal (stasiun kota) , stasiun ini hanya melayani
perjalanan kereta api dalam jarak dekat (lokal) seperti kereta api
jabodetabek dari stasiun Manggarai ke stasiun Cikini.

Bagian-bagian stasiun terdiri atas :


a) Halaman depan (front area), berfungsi sebagai perpindahan dari
sistem trasnportasi jalan rel ke sistem transportasi jalan raya.
Adapun halaman depan terdiri dari: Terminal kendaraan umum,
parkir kendaraan, dan bongkar muat barang.
b) Bangunan stasiun, umunya terdiri dari ruang depan (hall) , loket,
fasilitas administratif (kantor kepala stasiun), fasilitas operasional
(ruang sinyal dan ruang teknik), kantin dan toilet umum.
c) Peron, umumnya terdiri dari ruang tunggu, naik turun kereta api,
bongkar muat barang.
d) Emplasemen, umumnya terdiri dari sepur lurus, peron dan sepur
belok

Page 8
4. Bandar Udara
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2001
tentang Kebandarudaraan. Bandar Udara adalah Lapangan terbang yang
dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, dan naik
turunnya penumpang atau bongkar muatan kargo atau pos, yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan penerbangan.

Gambar 2.7 Bandar Udara Halim Perdana Kusuma


Sumber: Wikipedia, 2005
Disamping pengertian dan sejarah Bandar Udara, maka fungsi Bandar
Udara adalah sebagai tempat pemindahan moda transportasi dari darat ke
udara, sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah dan pusat, memberi fasilitas
bagi pesawat terbang mendarat dan landas.

Peranan dan Fungsi Bandar Udara adalah:


a) Sebagai unsur penunjang (servicing sector)
Pelayanan sistem bandar udara ditujukan untuk menunjang
pertumbuhan sistem ekonomi yang merupakan indikator bagi
petumbuhan sistem eknomi yang merupakan indikator bagi
pertumbuhan secara nasional, di samping sistem-sistem lainnya
seperti politik, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
b) Sebagai unsur pendorong (promoting sector)
Pelayanan bandar udara ditujukan untuk membuka isolasi daerah
terpencil dan daerah perbatasan yang belum berkembang atau
daerah lain yang tidak memiliki potensi sumber daya alam untuk
dikembangkan, namun dari segi pertimbangan politik dan
pertahanan keamanan perlu di layani secara teratur.

Page 9
2.3 Moda Transportasi Darat
Moda transportasi darat dibedakan menjadi tiga yaitu moda transportasi jalan,
transportasi rel dan angkutan umum perkotaan. Jika terdapat lebih dari satu moda, umumnya
moda yang digunakan memiliki rute terpendek, tercepat, atau termurah, atau kombinasi dari
ketiganya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kenyamanan dan keselamatan. Hal seperti
ini harus dipertimbangkan dalam pemilihan moda (Tamin, O.Z., 1997:65).

2.3.1 Transportasi Jalan


Transportasi jalan merupakan jenis transportasi yang paling umum digunakan saat ini.
Truk, mobil, bis dan kendaraan lainnya membutuhkan jalan agar kendaraan tersebut dapat
beroperasi. Namun faktanya saat ini pemerintah menyediakan jalan sebagai fasilitas public
sedangkan penggunanya kebanyakan adalah angkutan pribadi (Rodrigue, 2006). Hal ini
cukup disayangkan, mengingat fungsi jalan sebagai fasilitas public sudah seharusnya
dimanfaatkan oleh transportasi public. Pada kenyataannya kendaraan massal seperti busway
cenderung kurang diminati masyarakat, mereka lebih memilih menggunakan transportasi
pribadi yang menurut mereka lebih nyaman dan aman. Padahal penggunaan kendaraan
pribadi rawan akan hambatan seperti kemacetan, polusi dan kecelakaan lalu lintas.
Terdapat beberapa karakteristik angkutan jalan meliputi kecepatan kendaraan,
pelayanan, jenis lalu lintas angkutan, keandalan jadwal (keterikatan pada jadwal), teknologi
yang digunakan, keluwesan rute, ketersediaan, penggunaan energi dan beberapa karakteristik
lainnya yang dapat disimpulkan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Karakteristik Moda Angkutan Jalan
No. Karakteristik Moda Angkutan jalan
1. Kecepatan Bergantung pada volume lalu lintas adan
kondisi jalan
2. Pelayanan Pintu ke pintu, mobilitas tinggi
3. Jenis Lalu Lintas Beragam, mulai dari pejalan sampai truk
Angkutan
4. Keandalan Jadwal Tergantung factor luar, fleksibel
5. Teknologi Sedang dan menyesuaikan keadaan
6. Keluwesan Rute Fleksibel
7. Ketersediaan Lebih mudah diperoleh
8. Penggunaan Tinggi
energy
9. Penggunaan Kurang efisien
ruang

Page
10
No. Karakteristik Moda Angkutan jalan
10. Biaya Lebih menguntungkan untuk operasi jarak
pendek dengan volume penumpang/ barang
yang diangkut relative sedikit
11. Tingkat Produksi Tinggi
12. Pemeliharaan Biaya pemeliharaan rendah
13. Kapasitas Kapasitas lebih kecil
14. Perpindahan ke Lebih mudah dan leluasa
jalur lain
15. Klasifikasi fungsi Melayani aktivitas perkotaan, pedesaan
maupun antarkota
Sumber: Mulyanto, 2008
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa keuntungan menggunakan
transportasi jalan adalah sifatnya yang door-to-door atau pribadi, memiliki rute yang lebih
banyak, mobilitas tinggi karena dapat dengan mudah berpindah dari satu lokasi ke lokasi
lainnya serta dapat menjangkau hingga ke pelosok wilayah.

2.3.2 Transportasi Rel


Kendaraan seperti lokomotif dan kereta api membutuhkan rel agar dapat berpindah.
Sistem perkeretaapian membutuhkan sarana dan prasarana khusus untuk dapat
mengoperasikan kereta api (Mulyanto, 2008). Prasarana kereta api terdiri dari jalur kereta api
(rel, termasuk wessel), stasiun kereta api beserta fasilitas berdasarkan kelasnya dan fasilitas
operasi kereta api seperti system persinyalan dan fasilitas perawatan sarana kereta api.
Sedangkan sarana kereta api terdiri dari lokomotif, kereta, gerbong dan peralatan khusus
lainnya. Berikut merupakan karakteristik angkutan rel:

Tabel 2.2 Karakteristik Angkutan Rel


No. Karakteristik Moda Angkutan
Angkutan berbasis rel
1. Kecepatan Relative lebih tinggi karena bebas
hambatan samping
2. Pelayanan Perlu moda pengumpan, mobilitas
rendah
3. Jenis Lalu Lintas Hanya untuk kereta api
Angkutan
4. Keandalan Jadwal Tinggi, terikat jadwal
5. Teknologi Tinggi
6. Keluwesan Rute Kaku, terkat jalur

Page
11
No. Karakteristik Moda Angkutan
Angkutan berbasis rel
7. Ketersediaan Relative lebih sukar diperoleh
8. Penggunaan Rendah
energy
9. Penggunaan Lebih efisien
ruang
10. Biaya Ekonomis untuk jarak dekat
(commuter), sedang, maupun jauh
dengan volume barang/ penumpang
yang diangkut tinggi
11. Tingkat Produksi Rendah
12. Pemeliharaan Biaya pemeliharaan tinggi
13. Kapasitas Angkutan massal
14. Perpindahan ke Harus melalui konstruksi khusus
jalur lain (wesel) dan prosedur tertentu
15. Klasifikasi fungsi Di beberapa negara, angkutan kereta
api dititikberatkan pada pelayanan
sosial karena rute tidak ekonomis
Sumber: Mulyanto, 2008
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa keuntungan transportasi rel yaitu
penggunaan energi yang rendah sehingga dapat meminimalisir polusi, daya angkut yang lebih
banyak, melayani jarak jauh dan bebas hambatan. Selain itu angkutan rel juga dipengaruhi
oleh kondisi topografi wilayah, khususnya pada kondisi tanjakan yang curam. Terdapat
berbagai macam jenis kereta api menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007,
diantaranya adalah:
a. kereta api kecepatan normal; yaitu kereta api yang mempunyai kecepatan kurang
dari 200 km/jam. Umumnya kereta api di Indonesia berada pada kecepatan 100-
120 km/jam.
b. kereta api kecepatan tinggi; yaitu kereta api kecepatan tinggi adalah kereta api yang
mempunyai kecepatan lebih dari 200 km/jam. Contohnya adalah kereta Shinkansen
yang memiliki kecepatan diatas 200 km/jam.
c. kereta api monorel; yaitu kereta api yang bergerak pada 1 (satu) rel. Kereta api ini
merupakan jenis angkutan umum massal yang digunakan dalam kota, contohnya
adalah monorail di Kuala Lumpur yang melayani rute-rute dalam kota.
d. kereta api motor induksi linear; yaitu kereta api yang menggunakan penggerak
motor induksi linear dengan stator pada jalan rel dan rotor pada sarana

Page
12
perkeretaapian. Digunakan pada kereta api yang dapat mengambang secara
megnetis (Maglev).
e. kereta api gerak udara; yaitu kereta api yang bergerak dengan menggunakan
tekanan udara.
f. kereta api levitasi magnetik; yaitu kereta api yang digerakkan dengan tenaga
magnetik sehingga pada waktu bergerak tidak ada gesekan antara sarana
perkeretaapian dan jalan rel.
g. trem; yaitu kereta api yang bergerak di atas jalan rel yang sebidang dengan jalan.
h. kereta gantung, yaitu kereta yang bergerak dengan cara menggantung pada tali
baja.

2.3.3 Angkutan Umum Perkotaan (Urban Transit)


Angkutan umum skala kota biasanya digunakan oleh kota-kota besar aglomerasi
(Rodrigue, 2006). Dikarenakan Kawasan perkotaan memiliki kepadatan yang tinggi serta
kebutuhan akan mobilitas jarak dekat yang juga sangat tinggi. Semakin rendah kepadatan
penduduk tempat system transit beroperasi, maka permintaan akan menurun. Prinsip
angkutan umum perkotaan yaitu transit atau melakukan pemberhentian di satu atau beberapa
titik, dapat berupa stasiun, terminal dan halte untuk dapat melanjutkan ke lokasi selanjutnya.
Suatu system transit Kawasan perkotaan memiliki beberapa komponen dimana
masing-masing komponennya dirancang untuk menyediakan serangkaian layanan yang
spesifik, meliputi:
a. Sistem Metro (Metro System)
Sistem rel yang padat, sering berada di bawah tanah di daerah pusat (bagian di atas
tanah di lokasi yang lebih perifer), dengan rute, layanan dan stasiun tetap. Transfer
antar jalur atau komponen lain dari sistem transit (terutama bus dan light rail) dibuat
di stasiun yang terhubung satu sama lain. Frekuensi pelayanan cenderung seragam
sepanjang hari, tetapi meningkat pada jam sibuk. Tarif ditetapkan melalui system
tarif transit.
b.Sistem bus (Bus System)
Yaitu memiliki rute tetap terjadwal dan memberhentikan pelayanan dengan
kendaraan bermotor kendaraan penumpang ganda (45-80 penumpang). Layanan ini
sering disinkronkan dengan sistem lainnya, terutama kereta metro dan transit, di
mana mereka bertindak sebagai pengumpan (feeder). Sistem ini juga menyediakan

Page
13
layanan ekspres dengan hanya menggunakan sejumlah pemberhentian terbatas juga
tersedia pada saat-saat tertentu, terutama saat jam sibuk. Karena sistem metro dan
bus sering dikelola dengan cara yang sama, maka otoritas transit dan tarif pengguna
dapat digunakan untuk kedua system tersebut.
c. Sistem rel kereta api (Transit Rail System)
Sistem rel terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu trem dengan system kereta api
yang terdiri dari trem (tramways) dan beroperasi di pusat daerah. Kemudian sistem
kereta api komuter, yang terdiri dari kereta penumpang terutama dikembangkan
untuk layanan periferal /daerah pinggiran kota melalui jarak yang lebih cepat dan
lebih jauh antar stasiun atau jarak yang lebih lambat dan lebih pendek antar stasiun.
Frekuensi pelayanannya sangat terkait dengan jam sibuk dan lalu lintasnya
cenderung tidak seimbang. Tarif umumnya terpisah dari sistem transit dan
sebanding dengan zona jarak atau layanan. Misalnya jarak yang ditempuh cukup
jauh maka akan berdampak pada tingginya bea yang dikeluarkan.
d.Sistem antar jemput (Shuttle System)
Terdiri dari sejumlah layanan yang dimiliki secara pribadi dan umumnya
menggunakan bus kecil atau van. Rute dan frekuensi antar jemput cenderung tetap,
namun dapat disesuaikan dengan rute baru yang diinginkan. Melayani rute antar-
kota atau antar propinsi dengan konsep door to door atau pelayanan pengantaran
sampai ke rumah.
e. Sistem Paratransit.
Terdiri dari minibus, van atau taksi bersama yang biasanya melayani zona
kepadatan rendah. Paratransit merupakan moda transportasi informal seperti halnya
becak, andong, dan lain-lain. Keuntungannya adalah pelayanan secara door to door,
dan sesuai kesepakatan antara penumpang dan pengemudi.
f. Sistem taksi.
Terdiri dari mobil milik pribadi atau van kecil yang melayani rute sesuai permintaan
individu. Tarif biasanya ditetapkan dari meteran yang bergantung pada jarak /
waktu, akan tetapi kadang bisa dinegosiasikan. Sistem taksi tidak memiliki rute
tetap, tapi melayani area di mana perusahaan taksi memiliki hak (izin) untuk
memilih pelanggan. Biasanya, hak dikeluarkan oleh pemerintah kota dan beberapa
perusahaan diizinkan untuk bersaing di wilayah yang sama. Saat kompetisi tidak
diijinkan, tarif ditetapkan oleh peraturan.

Page
14
Gambar 2.8 Komponen Sistem Transit perkotaan
Sumber: Rodrigue, 2006
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa system paratransit melayani moda
transportasi antar-kota atau antar-daerah, yang kemudian memasuki metro station.
Selanjutnya melalui metro station, pendatang memiliki dua opsi penggunaan moda
transportasi yang dapat dijelaskan pada bagan berikut:

Naik Bis Berhenti di


Metro Station

Berhenti di
Bus Stop

Sampai Pada Tidak Melanjutkan


Tujuan Perjalanan
Ya Shuttle Antar Shuttle Antar
stasiun
Berhenti di Menuju Stasiun Metro Stasiun
Paratransit
Metro Selanjutnya Metro

Naik Bis

Sampai Pada Naik Bis Kereta


Tujuan

Gambar 2.9 Proses Analisis Cluster Non Hirarki


Sumber: Rodrigue, 2006

Page
15
2.4 Moda Tranportasi Laut
Indonesia merupakan negara kepulauan di mana setiap pulau dipisahkan oleh
perairan, bahkan beberapa wilayah atau daerah dalam pulau yang sama dapat pula dipisahkan
oleh perairan. Hal tersebut mendorong digunakannya suatu moda transportasi perairan/laut
guna mendukung pemenuhan kebutuhan hidup orang banyak. Adapun moda transportasi laut
merupakan suatu jenis alat pengangkutan yang digunakan di perairan.

2.4.1 Perkembangan Moda Transportasi Laut


Pelayaran komersial atau niaga dimulai sekitar 300 tahun SM, bersamaan dengan
tumbuhnya kegiatan perdagangan di sekitar Laut Tengah. Bangsa Mesir adalah yang pertama
kali melakukan pelayaran komersial tersebut, kemudian diikuti oleh bangsa Yunani sekitar
500 tahun SM. Adapun pelayaran antarbenua terjadi setelah bangsa Spanyol dan Portugis
berhasil membuka hubungan antara Eropa dengan Asia dan Afrika, kemudian diikuti oleh
Belanda, Inggris dan Perancis yang melakukan kegiatan perdagangan antarbangsa. Pelayaran
mengikuti gerak perkembangan di bidang perdagangan, sehingga sering disebut ship for and
by the cargo. Sistem pelayaran terjadwal berkembang sesudah tahun 1915, yaitu pada waktu
angkutan penumpang meningkat dan arus perdagangan telah mantap. Kapal yang digerakkan
dengan mesin uap sudah beroperasi pada abad ke-18 menggantikan kapal Iayar, kemudian
kapal-kapal bermesin motor dioperasikan pada tahun 1950 dan kapal bertenaga nuklir pada
tahun 7960, tetapi tidak dapat dikembangkan karena biaya perawatan dan biaya operasinya
sangat mahal.
Di Indonesia sendiri, perkembangan moda transportasi laut telah dimulai sejak zaman
kerajaan di mana Kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit dapat tumbuh dan jaya jika
memiliki armada laut yang kuat dan tangguh. Pada waktu penjajahan Belanda, perusahaan
pelayaran dikuasai oleh KPM (1890) milik Belanda yang bersifat monopoli dan menganut
prinsip capotage. Prinsip ini adalah kegiatan pelayaran hanya dilakukan oleh perusahaan
pelayaran dalam negeri dan perusahaan pelayaran asing tidak boleh ikut dalam pelayaran
dalam negeri. Akibat Perang Dunia II, banyak kapal-kapal yang rusak dan hancur.
Pada tahun 1957, kapal-kapal KPM dinasionalisasikan menjadi PELNI dan memicu
timbulnya perusahaan-perusahaan perkapalan swasta nasional lainnya di bawah PELNI.
Mulai dari tahun 1988 sampai dengan 1993 terjadi penambahan pesat sejumlah perusahaan
pelayaran. Oleh karena jumlahnya yang terlalu banyak, maka jumlah perusahaan-perusahaan
tersebut mulai dikurangi untuk perkembangan yang lebih produktif. Hasil monitoring

Page
16
perkembangan perusahaan pelayaran tahun 1993 menunjukkan jumlah perusahaan pelayaran
yang telah memiliki SIU sejumlah 1.057 perusahaan, meningkat 94,65% dari tahun 1992.
Perusahaan pelayaran rakyat sejumlah 583 perusahaan dan perusahaan nonpelayaran yang
memiliki SIOPN sebanyak 399 perusahaan. Di samping itu, terdapat perusahaan penunjang
angkutan laut, yaitu:
1. Perusahaan bongkar muat (PBM) meningkat dari 432 perusahaan pada tahun 1988
menjadi 844 pada tahun 1993 atat naik 95%.
2. Perusahaan ekspedisi muatan kapal laut (EMKL) meningkat dari 395 perusahaan pada
tahun 1989 menjadi 826 perusahaan pada tahun 1993 atau nalk 103,8%.
3. Perusahaan jasa pengurusan transportasi (JPT) meningkat dari 386 perusahaan pada
tahun 1989 menjadi 916 perusahaan pada tahun 1993 atau naik 109,5%.
4. Pembentukan koperasi tenaga kerja bongkar muat (TKBM) per Desember 1993
tercatat sebinyak 161 koperasi TKBM dengan jumiah tenaga kerja bongkar muat
(TKBM) sebanyak 49.724 orang.

2.4.2 Karakteristik Moda Transportasi Laut


Perkembangan moda transportasi laut terus berkembang di Indonesia. Menurut
Nasution (2004), moda transportasi laut memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Jumlah muatan barang maupun penumpang yang diangkut dalam jumlah yang besar
dan jarak yang jauh.
Berbeda dengan moda angkutan darat, moda angkutan laut dapat mengangkut lebih
banyak penumpang dan dapat menempuh jarak yang jauh. Kewilayahan Indonesia
yang dipisahkan oleh perairan memang cocok menggunakan moda transportasi laut.
Biasanya dalam mengangkut barang-barang besar seperti permesinan dan sebagainya
dibutuhkan moda transportasi laut.
2. Biaya angkutan reiatif lebih murah atau rendah.
Kelebihan lainnya yang dimiliki oleh moda transportasi laut adalah biaya relatif lebih
murah dibandingkan dengan moda transportasi udara yang biasa memakan biaya yang
lebih besar.
3. Kecepatan berlayar rendah atau lambat, hanya mencapai 15 - 20 mil laut/jam.
Meskipun biaya angkutan relatif murah serta armada yang dapat mengangkut
penumpang lebih banyak, moda transportasi laut memiliki kekurangan di antaranya
adalah lamanya waktu yang dibutuhkan dalam pelayaran. Untuk menghubungkan

Page
17
tempat yang jauh, misalnya pelayaran antar pulau, pada umumnya dapat memakan
waktu jauh lebih lama dari moda angkutan darat maupun udara.
4. Banyaknya handling cargo yang mengalami beberapa kali pengalihan pada waktu
dimuat ke kapal sampai dengan tujuan.
Handling Cargo adalah kegiatan pelayanan terhadap muatan (keluar dan masuk) yang
melalui pelabuhan, meliputi bongkar/muat, pemindahan dari sisi lambung kapal
ketempat penimbunan/penyimpanannya, menyususn dan menyimpan barang tersebut
serta menyerahkan kepada pemiliknya, atau sebaliknya menerima dari si pemilik,
disusun didalam tempat penyimpanan, dipindahkan dari tempat penyimpanan ke sisi
kapal dan memuat dan menyusun didalam ruangan muatan kapal. Selain itu, dalam
proses pengangkutan, biasanya moda transportasi laut mengalami beberapa kali
proses bongkar muat sebelum sampai ke tujuan.
Selain itu, karena penggunaan moda transportasi laut tidak seintens penggunaan moda
transportasi darat, pencemaran atau polusi yang dihasilkan pun menjadi lebih sedikit. Moda
transportasi ini juga bebas hambatan, tidak seperti moda transportasi darat yang berpotensi
mengalami kemacetan. Menurut Widyahartono (1986), transportasi laut memiliki manfaat
penting dalam kehidupan sehari-hari seperti berikut:
1. Transportasi laut merupakan jangkauan terhadap sumber yang dibutuhkan suatu
daerah dan memungkin digunakan sumber yang lebih murah ataupun lebih tinggi
mutunya. Sebagai tambahan barang yang tidak bisa didapatkan di daerah setempat,
didapatkan di daerah lain.
2. Pemakaian sumber daya lebih efisien menyakibatkan timbulnya kekhususan setiap
daerah ataupun pembagian setiap tenaga kerja yang sesuai, yang mengakibatkan
pemahaman jumlah barang yang dikonsumsi, yang berhubungan erat dengan ini
adalah memungkinkan untuk melayani daerah yang luas, sehingga keuntungan
ekonomi dalam skala produksi dapat dimanfaatkan.
3. Karena penyaluran barang tidak lagi terbatas pada daerah setempat saja, maka barang-
barang dapat disalurkan dari sumber-sumber alternatif lainnya, apabila sumber yang
biasa dipakai tidak dapat memenuhi semua kebutuhan.
2.4.3 Klasifikasi dan Kapasitas Kapal
Pada dasarnya, moda transportasi laut terdiri atas kapal penumpang dan kapal barang.
Kapal penumpang merupakan moda transportasi laut yang melaksanakan kegiatan
pengangkutan penumpang, sedangkan kapal barang merupakan moda transportasi laut yang

Page
18
melakukan kegiatan pengangkutan terhadap barang. Dalam Undang-undang No. 17 tahun
2008 tentang Pelayaran, kapal didefinisikan sebagai kendaraan air dengan bentuk dan jenis
tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik dan energi lainnya. Ditarik
atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Berikut
merupakan karakteristik dan jenis-jenis kapal:
1. Kapal penumpang
Perkembangan kapal penumpang terjadi sewaktu meningkatnya arus imigrasi dari
Eropa ke Amerika dan Australia pada awal abad ke-19. Kapal penumpang juga melayani
secara teratur arus penumpang antara Eropa dengan daerah koloni di Asia dan Afrika. Kapal
penumpang besar yang penah beroperasi dimiliki oleh negara Inggris, Perancis, Jerman, dan
Italia. Masa jaya kapal penumpang berakhir setelah PD II, yaitu pada waktu pesawat udara
mulai beroperasi dalam penerbangan internasional. Kapal Queen Mary milik Inggris bahkan
telah dijadikan ruang kuliah universitas terapung di pantai Hongkong. Untuk mengembalikan
peranan kapal dilakukan dengan meningkatkan teknologi perkapalan agar mampu bersaing
dengan pesawat udara, yaitu dengan beroperasinya Hooverschaft dan Hydrofoll dengan
kecepatan antara 60-100 km/jam dan pada tahun 1960 telah beroperasi kapal Savana
bertenaga nuklir milik Amerika Serikat.

Gambar 2.10 Kapal Penumpang: Kapal Pesiar


Sumber: Tribunnews, 2017
2. Kapal barang
Kapal barang terdiri atas ruang palka yang dapat memuat berbagai jenis
barang dan dilengkapi dengan peralatan bongkar mual barang. kemajuan ieknologi
kapal barang terjadi sekitar tahun 1960 dengan kapasitas kapal sampai 200 DWT yang
digerakkan dengan mesin berkekuatan besar, ruang palka yang besar, dan peralatan
bongkar muat yang sempurna (Nasution, 2004). Kapal pengangkut barang memiliki

Page
19
satuan ukuran kapasitas kapal yang dinyatakan dalam tonase kapal. Ukuran tonase
kapal dipakai sebagai penentuan besarnya sewa kapal. Menurut Nasution (2004)
Tonase kapal dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Gross Registered Tonnage (GRT) adalah adalah ukuran kapasitas kapal yang
dinyatakan dalam 100 cubic feet yang terletak di bawah dek kapal yang merupakan
ruang yang selalu tertutup.
b. Net Registered Tonnage (NRT) merupakan yang merupakan ukuran dari the real
learning capacity dari kapal sebagai bagian dari GRT yang tersedia untuk muatan.
c. Displacement Tonnage (DT) adalah berat kapal yang sama dengan banyaknya air
yang dipindahkan oleh kapal jika berada di laut. Jika kapal dalam keadaan kosong
disebut light displacement dan bila kapal dalam keadaan penuh muatan disebut load
displacement.
d. Death Weight Tonnage (DWT) yaitu yaitu jumlah ton yang dapat diangkut kapal
termasuk BBM, air, awak kapal dan peralatan lainnya sampai mencapai batas
maksimum permitted draight. Sering juga ukuran ini disebut total dead weight
capacity yang sama dengan selisih antara loaded displacement tonnage dan
merupakan ukuran dalam pencarteran kapal.

Kapal barang terdiri atas beberapa macam (Nasution, 2004) di antaranya adalah:
a. Kapal general cargo, yang terdiri atas:
1) Kapal container
Kapal ini mempunyai ruang datar yang luas untuk memuat peti kemas yang
diangkut dari dan ke dermaga dengan menggunakan truk dan menggunakan crane
khtsus serta dilengkapi dengan komputer agar penyusunan di ruang kapal dapat
disesuaikan dengan tujuan dari setiap peti kemas. Kapal contqiner berkapasitas sekitar
25.000 DWT panjang rata-rata 180-210 meter dengan kecepatan sekitar 33 knots/jam.
Daya angkut mencapai empat kali daya angkut kapal barang biasa (konvensional) dan
proses bongkar muat barang lebih cepat. Satu kapal container dapat menggantikan 6
kapal barang biasa. Jika kecepatan bongkar muat pada kapal biasa selama 4 hari,
maka dengan kapal container dapat diselesaikan dalam 24 jam.

Page
20
Gambar 2.11 Kapal Container
Sumber: Google Image, 2018
2) Kapal Ro-Ro (Roll on-Roll of)
Kapal ini merupakan penyempurnaan dari kapal container yang dilengkapi
peralatan dengan roda untuk memudahkan pengaturan container di dalam kapal
tersebut. Peti kemas dimasukkan dan dikeluarkan melalui ruang depan atau samping
kapal dengan pintu yang bisa dibuka dan ditutup. Prinsip pada kapal Roll-on Roll-off
(Ro-Ro) adalah bahwa barang-barang yang diangkut ditempatkan di atas trailer atau
rolling stock lainnya dan trailer rolling stock berikut barang di atasnya (biasanya
barang dalam container) ditarik oleh sebuah traktor ke dalam kapal dan sebaliknya
melalui sebuah tramp pada bagian belakang dari kapal. Keuntungan dari angkutan ini
adalah bahwa waktu muat/bongkar dapat dipersingkat. Kapal-kapal Ro-Ro
dioperasikan untuk ferry seroice pada trayek-trayek jarak pendek dengan waktu
berlayar 24 jam.

Gambar 2.12 Kapal Ro-Ro


Sumber: Google Image, 2018

Page
21
3) Kapal lash (kapal tongkang)
Kapal tongkang merupakan kapal container yang dapat beroperasi sendiri setelah
dilepas dari kapal indusknya berupa tongkang-tongkang. Hal ini disebabkan karena
kapal tidak dapat merapat ke dermaga karena keadaan dermaga yang bersangkutan
tidak memungkinkan. Peranan kapal tongkang ini sangat vital dalam transportasi air
hal ini dikarenakan tidak semua kondisi pelabuhan dapat digunakan kapal untuk
berlabuh. Kapal tongkang didesain dengan ukuran terbuka cukup besar yang
digunakan untuk mengangkut barang. Pada umumnya kapal ini tidak dilengkapi
dengan sumber tenaga sendiri sehingga harus ditarik dengan kapal lain ketika proses
transportasi barang. Kapal tongkang umumnya beroperasi di daerah sekitar pelabuhan
atau di sungai-sungai.

Gambar 2.13 Kapal Tongkang


Sumber: Google Image, 2018

4) Kapal dry bulk cargo


Kapal jenis ini merupakan kapal yang mengangkut barang-barang curah/terurai
kering dalam jumlah yang sangat besar. Barang-barang yang dapat diangkut dengan
kapal ini antara lain beras, gula, batu bara, bijih besi, dan hasil tambang lainnya.
Kemajuan teknik pengemasan barang muatan membuat barang-barang curah tidak
lagi diangkut dalam kondisi curah. Barang-barang curah tersebut dikemas dalam
kantong sehingga tidak sepenuhnya lagi menjadi barang curah. Barang muatan curah
yang sudah dikemas dalam kantong ini sering juga dinamakan barang dalam kemasan
kantong (bagged cargo) atau barang curah lepas (break bulk cargo), tetapi jika dimuat
dalam peti kemas maka barang tersebut berubah menjadi muatan peti kemas
(container cargo).

Page
22
Gambar 2.14 Kapal Dry Bulk Cargo
Sumber: Google Image, 2018
b. Kapal tanker
Kapal tanker merupakan kapal yang digunakan untuk mengirimkan minyak. Kapal ini
dapat dikategorikan menjadi dua yaitu crude tanker dan product tanker. Crude tanker
digunakan untuk mengangkut minyak mentah yang belum disuling dari tempat ekstraksi ke
tempat penyulingan, sedangkan product tanker digunakan untuk mengangkut cairan kimia
dari tempat penyulingan ke konsumen.

Gambar 2.15 Kapal Tanker


Sumber: Google Image, 2018
c. Kapal bulk carrier
Kapal Bulk Carrier merupakan kapal khusus yang muatannya berupa muatan curah
(tanpa adanya pembungkusan). Kapal jenis ini dibedakan menurut bahan curah yang dibawa
yang terdiri atas grain carrier (biji tumbuh-tumbuhan), ore carrier (bijih tambang), coal
carrier (muatan batu bara), oil-ore carrier (muatan bijih tambang dan minyak secara
bergantian) serta coal-ore carrier (muatan batu bara dan bijih tambang secara bergantian).

Page
23
Gambar 2.16 Kapal Bulk Carrier
Sumber: Google Image, 2018
d. Multi purpose vessel (kapal serbaguna)
Kapal serbaguna merupakan kapal yang digunakan untuk mengangkut penumpang
dan barang disaat bersamaan, maupun kapal yang dapat digunakan untuk beberapa kegiatan
berbeda, seperti kapal perikanan.

2.5 Moda Transportasi Udara


Apabila moda transportasi laut merupakan jenis moda transportasi dengan media
perairan, maka moda transportasi udara merupakan jenis kendaraan angkut dengan media
udara. Alternatif moda transportasi ini pada umumnya digunakan karena moda transportasi
ini memiliki keuntungan dibanding dengan moda transportasi lainnya. Moda transportasi
udara dapat menjangkau dan melakukan penetrasi sampai ke daerah yang tidak terjangkau
oleh moda transpotasi lainnya. Adapun mode transportasi udara dapat berupa pesawat
komersil, pesawat militer, pesawat kargo, pesawat amfibi, pesawat ringan dan pesawat
eksperimental.

2.5.1 Perkembangan Moda Transportasi Udara


Moda transportasi udara di Indonesia senantiasa mengalami perkembangan setiap
waktu. Adapun perkembangan ini terdiri atas perkembangan rute penerbangan dan
perkembangan jumlah penumpang dan barang.
a. Perkembangan rute penerbangan
Jalur penerbangan di Indonesia terdiri dari jalur penerbangan dalam negeri
(domestik), jalur penerbangan perintis, dan jalur penerbangan luar negeri. Sejalan dengan
meningkatnya keperluan akan jasa angkutan udara, jaringan penerbangan dalam negeri terus

Page
24
ditambah dari 115 rute pada tahun 1974 menladi 240 rute pada akhir tahun 1992.
Perkembangan jumlah rute penerbangan selama Pelita IV dan V kecuali rute perintis relatif
kecil perkembangannya. Hal ini selain karena terbatasnya armada, baik jumlah maupun
tipenya, juga karena "demand" angkutan udara yang belum merata.
Jalur penerbangan dalam negeri PT Merpati Nusantara yang juga mencakup seluruh
wilayah Indonesia mencapai frekuensi dan kemampuan penerbangan yang lebih kecil dari PT
Garuda Indonesia. Jalur ini banyak dikaitkan dengan jalur penerbangan perintis yang dilayani
oleh perusahaan tersebut dan oleh beberapa perusahaan penerbangan swasta tidak berjadwal.
Sesuai dengan kebijakan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, pada prinsipnya memberi
kesempatan kepada swasta untuk lebih banyak berperan dalam penyediaan kapasitas
angkutan udara. Beberapa rute penerbangan yang selama ini hanya dilayani oleh perusahaan
angkutan udara milik BUMN, juga diberikan kepada swasta. Sehingga di samping kapasitas
meningkat tingkat pelayanannya diharapkan juga meningkat, karena adanya persaingan.
b. Perkembangan jumlah penumpang dan barang
Untuk penerbangan dalam negeri, pada tahun 1993 jumlah penumpang yang diangkut
telah mencapai 9,4 juta penumpang dari sasaran sebesar 10,9 juta. Pertumbuhan rata-rata
adalah 6,4% dari sasaran 9% per tahun. Sedangkan angkutan barang mencapai 96 ribu ton
dari sasaran 106 ribu ton dengan pertumbuhan 4,5% dari sasaran 6,8% per tahun. Pada
penerbangan komersiai berjadwal di dalam negeri, ielah berhasil diterbangi sebanyak 240
rute penerbangan yang menghubungkan 27 ribu ibukota propinsi, 228 kota kabupaten dan
246 kecamatan.

2.5.2 Karakteristik dan Prinsip Moda Transportasi Udara


Jasa penerbangan memiliki keunggulan dari jasa moda lainnya, seperti kecepatan
sangat tinggi dan dapat digunakan secara fleksibel karena tidak terikat pada hambatan alam,
kecuali cuaca. Penerbangan lebih mengutamakan angkutan penumpang, sedangkan angkutan
barang adalah barang-barang yang bernilai tinggi dengan berat yang ringan. Angkutan barang
melalui angkutan udara dilakukan dengan menggunakan kriteria perbandingan antara nilai
dan berat barang (value to weight ratio). Menurut Nasution (2004) karakteristik umum moda
angkutan udara antara lain:
1. Produksi yang dihasilkan tidak dapat disimpan dan dipegang, tetapi dapat ditandai
dengan adanya pemanfaatan waktu dan tempat

Page
25
Unit produksi adalah seat-km tersedia dan ton-km tersedia. Seat-km tersedia (available
seat-km) adalah satu seat yang diterbangkan dalam jarak satu km. Ton-km tersedia
adalah satu ton barang dalam satu km. Bila seat-km tersedia dan ton-km tersedia telah
digunakan users, maka produksi tersebut menjadi revenue passanger km, dan revenue
cargo-km.
2. Permintaan bersifat elastis
Permintaan jasa angkutan udara bersifat derived demand, yaitu sebagai akibat adanya
permintaan atau kebutuhan di lokasi lain. Karena tarif angkutan udara relatif mahal,
maka bila terjadi perubahan harga maka permintaan menjadi elastis.
3. Selalu menyesuaikan teknologi terbaru
Perusahaan penerbangan pada dasarnya bersifat dinamis yang dengan cepat
menyesuaikan perkembangan teknologi pesawat udara. Penyesuaian teknologi maju
tidak hanya di bidang teknik permesinan pesawat terbang saja, tetapi juga di bidang-
bidang lainnya, seperti sistem informasi manajemen, metode-metode, peraturan-
peraturan dan prosedur serta kebijakan.
4. Selalu ada campur tangan pemerintah
Seperti pada umumnya kegiatan-kegiatan transportasi menyangkut hajat hidup orang
banyak, campur tangan pemerintah juga tampak dalam penyelenggaraan moda
transportasi udara. Selain itu adanya campur tangan pemerintah juga untuk menjaga
keseimbangan antara penumpang dan operator (dalam hal ini menyangkut pentarifan),
jumlah investasi yang besar dan menjamin keselamatan penerbangan.
Selain karakteristik tersebut di atas, moda transportasi udara juga memiliki beberapa
prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam rangka menyelenggarakan proses transportasi.
Menurut Nasution (2004), prinsip-prinsi moda transportasi udara adalah sebagai berikut:
1. Safety
Penyelenggaraan moda transportasi udara hendaknya berbasis pada tingkat keamanan.
Hal ini terutama terlihat melalui ketersediaan armada pesawat yang memenuhi kriteria
standar pesawat laik terbang. Keamanan moda transportasi udara juga dapat ditunjang
dengan perumusan flight planning mencakup arah penerbangan, bahan bakar yang
dibawa, ketinggian terbang dan sebagainya.
2. Comfortability
Dalam hal ini, moda transportasi udara harus dapat menjamin kenyamanan
penggunanya. Kenyamanan ini tidak hanya dimulai dari di dalam armada

Page
26
penerbangan, namun dimulai dari proses yang membutuhkan layanan service yang
memadai dan tanggap.
3. Regularity
Penyelenggaraan kegiatan penerbangan seharusnya dilakukan sesuai dengan jadwal
yang telah disepakati. Kegiatan oleh moda transportasi udara harus diselenggarakan
secara tepat dan teratur. Hal ini diutamakan guna menjamin kepuasan pengguna moda
transportasi ini.
4. Economy for company
Apabila penyelenggaraan kegiatan tranportasi telah berjalan dengan baik di mana
prinsip lainnya telah terpenuhi, maka perusahaan penyelenggara penerbangan dapat
menikmati keuntungan yang diperoleh.
Moda transportasi udara pada dasarnya menginginkan penggunanya dapat merasakan
kenyamanan dan keamanan dalam penerbangan. Hal tersebut menjadi salah satu alasan para
konsumen menggunakan moda transportasi jenis ini. Keempat fungsi jasa angkutan udara
tersebut di atas dilaksanakan secara tepat agar jasa angkutan udara yang dihasilkan harus
mencapai tiga sasaran yaitu kualitas pelayanan memberikan kepuasan kepada penumpang
atau pemakai jasa angkutan (users) dengan biaya operasi penerbangan yang seminimal
mungkin, serta tepat waktu yaitu sesuai dengan jadwal penerbangan (quality, cost nnd
delivery). Apabila suatu perusahaan penerbangan melaksanakan keempat fungsi jasa
angkutan secara efektif dan efisien, dan mencapai ketiga sasaran dalam menghasilkan jasa
angkutan udara tersebut, maka akan menambah daya saing suatu perusahaan penerbangan
dan dapat meningkatkan pendapatan perusahaan penerbang. Untuk mencapai fungsi-fungsi
tersebut, jasa angkutan yang dihasilkan harus memenuhi kualitas pelayanan, yaitu dalam
bentuk:
a. kecepatan, indikatornya km/jam;
b. keselamatan, indikatornya jumlah kecelakaan dibandingkan dengan jumlah
penerbangan;
c. kenyamanan (comfort);
d. kapasitas angkutan, indikatornya seat-km tersedia dan ton-km tersedia;
e. frekuensi penerbangan;
f. keteraturan penerbangan;
g. terjangkau, indikatornya tarif yang relatif rendah atau terjangkau.

Page
27
2.5.3 Jenis-Jenis Moda Transportasi Udara
Moda transportasi udara digunakan untuk mecapai daerah tujuan jarak jauh dengan
waktu singkat. Tidak jarang moda tranportasi udara melewati daratan bahkan perairan guna
menuju lokasi tujuan. Moda transportasi udara dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan media
yang dilalui, meliputi:
1. Penerbangan Regional
Penerbangan regional merupakan penerbangan yang mengoperasikan pesawat
regional untuk memberikan layanan udara untuk penumpang untuk masyarakat tanpa
permintaan yang cukup untuk menarik layanan utama. Ada tiga cara untuk sebuah
maskapai penerbangan regional untuk melakukan bisnis:
a. Sebagai maskapai penerbangan feeder yang melakukan kontrak dengan sebuah
perusahaan penerbangan besar, beroperasi di bawah nama mereka, mengisi
dua peran:
1) Mengirimkan penumpang ke bandar udara penghubung maskapai
utama dari masyarakat sekitar (ini dikenal sebagai feed regional atau
lintas regional), dan
2) Meningkatkan frekuensi pelayanan di pasar arus utama selama masa
hari/hari dalam seminggu ketika permintaan tidak menjamin
penggunaan pesawat besar.
b. Beroperasi di bawah merek mereka sendiri, memberikan pelayanan kepada
masyarakat di daerah kecil dan terisolasi, di mana maskapai ini adalah
jaringan yang hanya wajar digunakan untuk ke sebuah kota besar. Dalam
perannya ini, maskapai penerbangan komuter adalah istilah yang umumnya
digunakan.
c. Sebagai maskapai penerbangan independen yang lebih besar dari[ada sebuah
taksi udara atau layanan komuter penerbangan, yang beroperasi dijadwalkan
untuk memberikan layanan angkutan dari titik ke titik di bawah merek sendiri,
yang tidak memenuhi uraian di atas atau terbang dengan ukuran yang lebih
besar dan dengan menggunakan pesawat "berukuran arus utama" (lebih dari
100 kursi).
2. Penerbangan Internasional
Penerbangan internasional adalah bentuk penerbangan komersial dalam penerbangan
sipil di mana keberangkatan dan kedatangan berada di negara yang berbeda.

Page
28
3. Penerbangan Intercontinental
Penerbangan interkontinental merupakan bentuk penerbangan yang dilakukan antar
benua. Penerbangan ini juga melibatkan negara-negara asal dan tujuan yang berbeda
dan terletak pada benua yang berbeda.

Page
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab seblumnya maka dapat disimpulkan bahwa sistem
jaringan terdiri atas rute, simpul (nodes), dan moda transportasi. Dimana rute tersebut terdiri
atas jaringan jalan, rel kereta, laut, dan udara. Sedangkan simpul (nodes) terdiri atas bandara,
pelabuhan, stasiun, bus shelter, dll. Sedangkan untuk moda transportasi terdiri atas moda
transportasi darat, laut, dan udara. Sehingga dari komponen-komponen tersebut dapat
mempengaruhi sistem jaringan dalam sistem transportasi.

Page
30
DAFTAR PUSTAKA
Azis, Rudi., Asrul. 2014. Pengantar Sistem dan Perencanaan Transportasi. Yogyakarta: CV
Budi Utama.
Horonjeff, R & McKelvey, F.X.1998. Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara.
Erlangga: Jakarta.
M. Debby Rizani.2010. Analisa Karakteristik Jaringan Transportasi di Kabupaten Kudus.
Mulyanto, Darajat. 2008. Karakteristik Dan Preferensi Pengguna Potensial Kereta Api
Bandara Soekarno-Hatta.
Nasution, M. Nur. 2004. Manajemen Transportasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Peraturan Pemerintah Perhubungan.2005. Sistem Transportasi Nasional
Rodrigue, Jean-Paul. 2006. The Geography of Transport Systems. New York: Routledge
Tamin, O.Z., 1997. “Perencanaan dan Pemodelan Transportasi”, Teknik Sipil. Institut
Teknologi Bandung.
Widyhartono. 1986. Peranan Transportasi. BPFE: Yogyakarta
http://infodanpengertian.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-transportasi-menurut-para.html
diakses pada tanggal 6 Maret 2018 pukul 17.30 WITA
http://eprints.undip.ac.id/34186/5/1670_chapter_II.pdf diakses pada tanggal 6 Maret 2018
pukul 18:00 WITA

Page
31

Anda mungkin juga menyukai