Anda di halaman 1dari 8

CONTOH MAKALAH VOLHARD DAN FAJANS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia analitik dapat dibagi menjadi dua bidang yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia; mengenali unsur atau senyawa apa
yang ada dalam suatu sampel. Dari awal cuman satu senyawa sampai lebih dari satu. Pada saat
itu tidak menggunakan instrument, hanya menambahkan zat kimia tertentu hingga terjadi warna
yang khas dari unsur tertentu, terjadi pengendapan, menghasilkan warna yang khas bila dibakar
diatas api dan lain-lain. Pada dasarnya, konsep analisis kimia dapat dibagi atas 2 bagian:
1. Analisis kualitatif, analisis yang berhubungan dengan identifikasi suatu zat atau campuran yan
tidak diketahui.
2. Analisis kuntitatif, analisis kimia yang menyangkut penentuan jumlah zat tertentu yang ada
dalam suatu sample (contoh).
Ada dua langkah utama dalam analisis adalah identifikasi dan estimasi komponen-
komponen suatu senyawa.Langkah identifikasi ini dikenal sebagai analisis kualitatif sedangkan
estimasinya adalah analisi kuantitatif. Walaupuan analisis kualitatif sudah banyak ditingagalkan,
namun analisis kualitatif ini merupakan aplikasi prinsip-prnsip umum dan konsep-konsep dasar
yang telah dipelajari dalam kimia dasar.Analisis kualitatif digunakan sebelum analisis kuantitatif.
Setelah mengetahui komponen/ pengotor apa melelui analisis kualitatif, barulah dilakukan
analisis kuantitatif.
B. Tujuan
1. Tujuan utama mengetahui analisis kuantitatif dan Kualitatif.
2. Mengetahui titrasi argentometri .
3. Mempelajari metode volhard dan metode fajans

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kualitatif dan Kuantitatif


Analisis kualitatif membahas tentang identifikasi suatu zat, fokus kajiannya adalah unsur apa
yang terdapat dalam suatu sampel (contoh). Analisis kualitatif sampel terdiri atas golongan
kation.Analisis kuantitatif adalah pengukuran banyaknya komponen yang diinginkan dalam
cuplikan yang dianalisis.Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat
tertentu yang terkandung dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tesebut, sering kali dinyatakan
sebagai konstituen atau analit, menyusun entah sebagian kecil atau sebagian besar sampel yang
dianalisis jika zat yang dianalisa menyusun lebih 1% dari sampel, maka analit ini dianggap
sebagai konstituen utama.
Pada dasarnya, konsep analisis kimia dapat dibagi atas 2 bagian:
1. Analisis kualitatif, analisis yang berhubungan dengan identifikasi suatu zat atau campuran yang
tidak diketahui.
2. Analisis kuantitatif, analisis kimia yang menyangkut penentuan jumlah zat tertentu yang ada
dalam suatu sample (contoh).
Ada dua langkah utama dalam analisis adalah identifikasi dan estimasi komponen-komponen
suatu senyawa.Langkah identifikasi ini dikenal sebagai analisis kualitatif sedangkan estimasinya
adalah analisis kuantitatif.Analisis kuantitatif dapat diklasifikasikan dengan dasar perbedaan
metode analisis atau diklasifikasikan dengan dasar skala analisisnya.
Analisis kuantitatif dapat diklasifikasikan dengan dasar metode analisis atau diklasifikasikan
berdasarkan skala analisisnya.Klasifikasi itu dapat dibagi atas metode-metode yang mencakup
metode analisis klasik seperti gravimetri atau volumetri dan yang mencakup instrumentasi
canggih, yang kemudian dikenal sebagai tekhnik analisis moderen.Pada mulanya metode y ang
baru ini tidak dapat menjamin hasil yang reprodusibel.Untuk mendapatkan hasil yang
reprodusibel maka harus diperoleh contoh yang benar-benar representatif dan bebas dari unsur-
unsur pengganggu.Karena unsur-unsur pengganggu dapat membuat hasil pengukuran yang tidak
akurat.
B. Titrasi Argentometri
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi
argentometri, zatpemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yangdigunakan sehingga
seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat
ditentukan.
Titrasi argentometri merupakan tekhnik khusus yang digunakan untuk menetapkan perak
dan senyawa halida. Penetapan kadar zat analit didasari oleh pembentukan endapan. Empat
teknik argentometri telah dikembangkan yaitu metode Mohr, Volhard, Fajans dan Liebig.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran
dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion
Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah
larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengan indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42-dimana dengan
indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir
titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indikator adsorbsi.
Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat
dibedakan atas argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans.Selain menggunakan
jenis indikator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk
menentukan titik ekuivalen.

1. Metode Volhard
Teknik Volhard, dikembangkan untuk menetapkan kadar perak, sedangkan Fajans dan Liebig
kedua-duanya mengembangkan teknik penetapan titik ekuivalensi titrasi.Metode Volhard
menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+sebagai indikator.Sampai
dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang
sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard,
titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-
anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali. pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang
diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant
selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:

Ag+(aq) (berlebih) + X-(aq) ↔ AgX(s) ↓


Ag+(aq) (kelebihan) + SCN-(aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓
SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓

Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya
melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion
halogenida perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh,
dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang
harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara
lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu
sebab garamnya larut dalam keadaan asam.

a. Prinsip
Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO 3 ditambahkan secara berlebih ke dalam larutan
yang mengandung ion halida (X-).Sisa larutan standar AgNO3 yang tidak bereaksi dengan Cl- dititrasi
dengan larutan standar tiosianat (KSCN atau NH 4SCN) menggunakan indikator besi (III) (Fe3+).
Reaksinya sebagai berikut ;
Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan metode volhard adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + SCN-(aq)  AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq) + SCN(aq)  Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
Sample yang mengandung ion halida (X-) ditambahkan larutan baku AgNO3 berlebih. Kelebihan
AgNO3 dititrasi kembali dengan larutan thiosianat (KSCN atau NH4SCN). Titik akhir titrasi bila
warna merah telah terbentuk..
b. Indikator
Indikator yang digunakan dalam metode volhard adalah garam feri amonium sulfat
FeNH4(SO4)2, indikator besi (III) (Fe3+) atau dapat juga digunakan larutan besi (III) nitrat.
c. Reaksi
Reaksi yang terjadi pada saat titrasi :
1. Ag+ (berlebih) + X- AgX↓+ sisa Ag
2. Ag+ (sisa) + SCN- (titrant)  AgSCN↓ (endapan putih)
3. SCN- (kelebihan titran) + Fe3+ (indikator)  FeSCN2 (endapan merah)
Titrasi Ag+ dengan SCN- dalam suasana asam dengan menggunakan indikator Fe3+, dapat terjadi
perubahan warna sebelum titik ekuivalen karena :
a. AgSCN mengadsorpsi ion Ag+
b. Ag+ dalam larutan menjadi berkurang
c. Penambahan larutan SCN- juga berkurang sehingga perubahan warna nampak terjadi lebih awal
hal ini dapat diatasi dengan pengocokan (homogenesasi) yang lebih baik selama titrasi sehingga
ion Ag+ yang teradsorpsi dapat terlepas.

d. Kelebihan Metode Volhard


1. Penetapan kadar : Cl-, Br- dan SCN- dalam suasana asam.
2. Penetapan kadar senyawa halida yang tidak dapat dititrasi dengan metode mohr ataupun
menggunakan indikator adsorbsi (metode fajans).
3. Penetapan kadar Br- dan I- tidak perlu dilakukan penyaringan terhadap endapan AgBr atau AgI
sebelum dilakukan titrasi terhadap kelebihan Ag+.
4. Dapat digunakan untuk penetapan kadar halida secara volumetri dalam suasana asam kuat.
5. Dapat dipakai untuk penetapan kadar anion yang garam Ag-nya sukar larut dalam air tetapi larut
dalam asam seperti : oksalat, fosfat, arsenat, kromat dan sulfide.
Caranya :
a) Anion diendapkan dengan larutan Ag+ berlebih.
b) Kelebihan Ag+ dititrasi kembali dgn SCN- dan indikator Fe3+ setelah dilakukan penyaringan
atau endapannya dilarutkan kembali dalam HNO3 dan Ag+ yg dibebaskan di titrasi dengan CNS-
dan indikator Fe3+.

e. Syarat titrasi
volhard adalah harus asam dan merupakan kelebihan dibandingkan dengan penggunaan cara-
cara lain untuk penentuan ion halogenida karena ion karbonat, oksalat dan arsenat tidak
mengganggu reaksi sebab garamnya larut dalam keadaan asam.

f. Contoh senyawa yang digunakan dalam metode Volhard


1) Standarisasi larutan ammonium tiosianat (NH4SCN) dengan larutan standar AgNO3
2) Penentuan kadar NaCl dalam garam dapur
3) Penentuan konsentrasi klorida dalam air laut

2. Metode Fajans
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara mohr, hanya terdapat
perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah
indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh
Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah.pH tergantung pada macam
anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar
terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai
ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3.
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan menggunakan indikator adsobsi.
Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan
dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga.Jika didiamkan, tampak endapan
berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan
AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan
Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi asam-basa.
Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakanuntuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi
pengendapan. Dalam hal initerjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak yang
manadigunakan ion kromat sebagai indikator.Pemunculan yang permanen dandini dari endapan
perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titikakhir (TE).
a. Prinsip
Pada titrasi argentometri dengan metode fajans ada dua tahap untuk menerangkan titik akhir titrasi
dengan indikator absorpsi (fluorescein). Selama titrasi berlangsung (sebelum TE) ion halida (X -) dalam
keadaan berlebih dan diabsorbsi pada permukaan endapan AgX sebagai permukaan primer.
Setelah titik ekivalen tercapai dan pada saat pertama ada kelebihan AgNO 3 yang ditambahkan, Ag+ akan
berada pada permukaan primer yang bermuatan positif menggantikan kedudukan ion halida (X -). Bila hal
ini terjadi maka ion indikator (Ind-) yang bermuatan negatif akan diabsorpsi oleh Ag+ (atau oleh
permukaan absorpsi).
Jadi titik akhir titrasi tercapai bila warna merah telah terbentuk.
Selama titrasi berlangsung (sebelum Titik Ekuivalen) ion halida (X-) dalam keadaan berlebih dan
diadsorbsi pada permukaan endapan AgX sebagai permukaan primer. Setelah titik ekivalen
tercapai dan pada saat pertama kelebihan AgNO3 yang ditambahkan Ag+akan berada pada
permukaan primer yang bermuatan positif menggantikan kedudukan ion halida (X-). Bila hal ini
terjadi maka ion indikator yang bermuatan negatif akan diadsorpsi oleh Ag+ (atau oleh
permukaan absorpsi). Jadi titik akhir titrasi tercapai bila warna merah telah terbentuk. Jadi pada
titrasi argentometri dengan metode fajans ada dua tahap untuk menerangkan titik akhir titrasi
dengan indikator absorpsi (fluorescein)

b. Indikator
Indikator yang digunakan pada metode ini adalah indikator adsorbsi. Indikator adsorbsi adalah
zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya
warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH. Metode ini menggunakan indikator absorbsi yang
berguna untuk reaksi pengendapan. Selama proses absorbsi terjadi suatu perubahan dalam
indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna yang berbeda.
Ada beberapa macam indikator yang dapat digunakan dalam titrasi menggunakan metode fajans :
1. Fluorescein
a) Merupakan indikator yang banyak digunakan. Flourescein merupakan asam lemah dengan
konstanta ionisasi = 10-8
b) Perubahan warna disebabkan teradsorbsinya fluorescein dalam bentuk ion
c) Ion H+ mempengaruhi jumlah ion fluorescein dalam larutan maka titrasi harus dilakukan pada
pH : 7– 10.

2. Dichlorofluorescein
a) Merupakan asam yang lebih kuat dari fluorescein, sehingga dapat digunakan pada titrasi suasana
sedikit asam, pH > 4.
b) Dapat digunakan pada penetapan kadar Cl- dalam senyawa dengan Cu, Ni, Mn, Zn dan Al secara
titrasi langsung, dimana senyawa-senyawa tadi tidak dapat dititrasi dgn metoda mohr.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan indikator flourescein dan dichlorofluorescein
:
(1) Lakukan pengocokkan yang merata sehingga akhirnya endapan berwarna kemerahan.
(2) Titrasi harus dilakukan bebas dari cahaya langsung matahari.
(3) Jumlah yang besar dari garam netral mengganggu Titik Akhir Titrasi (TAT).
(4) Pada kadar halida yang sangat encer, perubahan warna yang terjadi tidak berlangsung lama, hal
ini disebabkan oleh endapan Ag-halida yang terbentuk sangat sedikit.
(5) Larutan Cl- dengan konsentrasi lebih dari 0,005 N tidak dapat dititrasi dengan menggunakan
indikator Fluorescein ataupun Dichlorofluorescein

3.Eosin Atau Tetrabrom Fluorescein


a) Digunakan pada penetapan kadar Br-, I- dan CNS-
b) Tidak untuk penetapan kadar Cl- sebab TAT akan jatuh lebih awal dari titik ekivalen.
c) Merupakan asam yang jauh lebih kuat dari fluorescein, hingga dapat digunakan pada pH ≥ 2,
biasanya pada pH : 3 – 10
d) Perubahan warna yang terjadi sangat tajam hingga dapat dipakai pada penetapan kadar dalam
suatu larutan yang sangat encer, yaitu sampai pada konsentrasi 0,001 N.

4. Diiodofluorescein
a) Digunakan untuk penetapan kadar I- yang terdapat bersama-sama dengan ion Cl-.
b) Ion I- jauh lebih kuat teradsorbsi pada permukaan endapan AgI dari pada ion Cl-.
c) Indikator diiodofluorescein teradsorbsi sedikit lebih lemah dari pada ion I- tetapi masih jauh
lebih kuat dari pada ion Cl-.
d) Perubahan warna terjadi sebelum ion Cl- mengendap.
e) Konsentrasi ion I- yang ditentukan kadarnya tidak lebih dari 0,02 N
f) Selain diiodofluorescein, pada penetapan kadar I- yang terdapat bersama-sama dengan ion Cl-,
dapat digunakan indikator Dimethyl Diodofluorescein atau juga Bengal Red.
c. Reaksi
Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Ag+ + X-AgX
+
Ag + (indikator) Ag + Indikator (merah muda)

d. Syarat titrasi menggunakan indikator absorbsi


Beberapa syarat titrasi dgn menggunakan indikator adsorbsi :
1) Endapan yg terbentuk harus merupakan sistem koloid
2) Jika endapan terflokulasi terlalu kuat maka perlu diberi koloid pelindung
3) Ion indikator yg digunakan harus mempunyai muatan yang sama dengan ion yang dititrasi dan
tidak boleh teradsorbsi sebagai lapisan pertama sebelum titik ekivalen, tetapi harus teradsorbsi
sebagai lapisan kedua setelah titik ekivalen.

e. Contoh senyawa yang digunakan dalam metode fajans


1) Standarisasi Larutan AgNO3 Dengan Larutan Standar NaCl.
2) Penentuan Kadar NaCl Dalam Garam Dapur
3) Penentuan Konsentrasi ion klorida (Cl-) dalam air laut
4) Penentuan Kadar Sulfat
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Analisis kualitatif adalah analisis yang berhubungan dengan identifikasi suatu zat atau campuran
yang tidak diketahui. Sedangkan analisis kuntitatif adalah analisis kimia yang menyangkut
penentuan jumlah zat tertentu yang ada dalam suatu sample (contoh).
2. Titrasi argentometri merupakan tekhnik khusus yang digunakan untuk menetapkan perak dan
senyawa halida. Penetapan kadar zat analit didasari oleh pembentukan endapan.
3. Adapun metode- metode dari titrasi argentometri ini, yaitu:
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai
indikator.Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk
endapan putih.
4. Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara mohr, hanya terdapat
perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah
indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh
Ag+.

Anda mungkin juga menyukai