Anda di halaman 1dari 33

Ventilasi

Ventilasi tambang merupakan salah satu suatu system yang digunakan


untuk mengendalian dan mengatur pergerakan udara, arah dan jumlahnya.
Ventilasi erat kaitannya dengan udara bersih dan udara kotor. Dalam hal ini
ventilasi sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan produktivitas kerja. Karena
tambang bawah tanah sangat bergantung pada system ventilasi yang digunakan.
Secara umum udara diperlukan tidak hanya untuk bernafas tetapi juga
untuk membubarkan kontaminasi kimia dan fisika (gas, debu, panas, dan
kelembaban). Hampir di seluruh dunia bahkan secara keseluruhan menggunakan
ventilasi dalam bentuk kegiatan apaun baik itu untuk kegiatan tambang maupun
kegiatan yang bersifat fleksibel. Dalam prakteknya ventilasi tambang khusunya
sangat diatur terutama pada tambang yang mengandung gas (non coal) tambang
batubara dan, dan ketetapan lainnya terkait untuk jumlah udara yang dibutuhkan
untuk mencairkan emisi diesel, asap peledakan, radiasi, debu, emisi baterai, dan
banyak kontaminanasi lainnya. Untuk menjaga ventilasi yang sesuai sepanjang
berlangsungnya tambang, perencanaan awal harus diperhitungkan karena sangat
penting untuk kedepannya.
Perencanaan kemajuan ventilasi melibatkan dua faktor utama pertimbangan yaitu
:
 Total tingkat volume aliran udara yang dibutuhkan untuk tambang, dan
distribusi memuaskan dan ekonomis, tekanan yang dibutuhkan pada kipas.
 Sebuah sistem ventilasi harus dirancang dengan baik, efektif, fleksibel, dan
ekonomis.
Perencanaan ventilasi tambang sangat diperlukan, karena harus menyesuaikan
dengan fungsi ventilasi itu sendiri yaitu :
 Menyediakan dan mengalirkan udara segar kedalam tambang untuk
keperluan menyediakan udara segar (oksigen) bagi pernapasan para
pekerja dalam tambang dan juga bagi segala proses yang terjadi dalam
tambang yang memerlukan oksigen.
 Melarutkan dan membawa keluar dari tambang segala pengotoran dari
gas-gas yang ada di dalam tambang hingga tercapai keadaan kandungan
gas dalam udara tambang yang memenuhi syarat bagi pernapasan.
 Menyingkirkan debu yang berada dalam aliran ventilasi tambang bawah
tanah hingga ambang batas yang diperkenankan.

16
 Mengatur panas dan kelembaban udara ventilasi tambang bawah tanah
sehingga dapat diperoleh suasana / lingkungan kerja yang nyaman.

Foto 2.1
Ventilasi Tambang

Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif merupakan perbandingan antara jumlah uap air yang
ada di udara pada temperatur tertentu dengan jumlah uap air maksimum yang ada
di udara pada temperatur yang sama yang dinyatakan dalam persentase (%).
Dinyatakan dengan :

�����
��������𝐩 𝐀�𝐫
Kelembaban Relatif = X 100 %
�����
��������𝐩 ���𝐫 𝐌��𝐱

Pengukuran kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan


hygrometer dan sling psychometer atau whriling hygrometer. Dalam percobaan
sebenarnya yang di ukur adalah temperatur cembung kering (dry bulb) dan
temperatur cembung basah (wet bulb), sehingga dengan menggunakan
psychometry card akan diperoleh nilai kelembaban udara. Pengukuran
kelembaban udara dalam ruangan terbuka menggunakan sling psychometer. Sling
psychometer terdiri dari dua termometer air raksa yang tujuannya untuk mengukur
temperatur cembung kering dan basah, sedangkan untuk saluran udara langsung
menggunakan dua termometer bola basah dan termometer bola kering. Pada
prinsipnya temperatur cembung kering adalah ukuran panas sensible di atmosfer.
Untuk kondisi jenuh, penguapan tidak terjadi dan temperatur cembung basah
dengan laju tertentu yang sebenarnya berbanding terbalik dengan tekanan uap
dari uap air yang ada di udara. Penguapan akan mendinginkan ujung termometer
cembung kering dan temperaturnya akan turun.

Kondisi Aliran Udara


Sistem Aliran Udara
Sistem aliran udara dapat diketahui dengan bilangan Reynold (Re). Jika
Re bernilai lebih kecil dari 2000 maka aliran udaranya laminar dan biasanya tidak
dapat membawa debu. Jika Re bernilai antara 2000 sampai dengan 4000 maka
aliran udaranya transisi. Jika Re bernilai besar dari 4000 maka aliran udaranya
turbulen, dimana aliran udara inilah yang diinginkan. Secara matematis bilangan
Reynold (Reynold Number) :

V x D xW
Re   67.280 x D xV


Keterangan :
V = Kecepatan Rata-rata Udara (m/detik)
D = Diameter Jaringan (cm 2)
 = Bilangan Reynold (67.280)
Kecepatan Rata-Rata Aliran Udara
Kecepatan aliran udara adalah parameter pada ventilasi tambang yang
paling sering diukur pada udara tambang. Pengukuran ini dilakukan pada 5 posisi
yaitu bagian atas, tengah atas, tengah, tengah bawah dan bawah untuk setiap titik
pengukurannya. Perhitungan kecepatan rata-rata aliran udara dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

Ʃ𝑽
V=
𝒏

Keterangan :
ƩV = jumlah kecepatan udara
n = banyaknya pengukuran kecepatan

Tabel 2.1
Instrumen Untuk Mengukur Kecepatan Aliran Udara di Dalam Tambang
Rentang
Sensitivitas
Instrumen kecepan Ketelitian Keterangan
fpm
fpm

Tidak
20 – 120
Smoke tube 5 – 10 70 – 90% langsung,
(low)
pendekatan
150 – 2000
(int.-high) 10 – 25 Perlu
Vane anemometer 2000- 80 – 90% kalibrasi dan
10000 50 – 100 perawatan
(very high)
Pembacaan
30 – 3000 5 – 10 3% of langsung,
Velometer (low-high) upperscale cepat, sulit,
multirange 25 - 50 reading perlu
perawatan
Lamban,
10 – 500 sulit, perlu
(low- batere 6 V,
2 - 10
Thermoanemometer Interm) 80 - 95% aman
Cepat,
Thermometer 10 – 300 pembacaan
1–2
Hot-wire 100 – 3000 90 – 95% langsung,
10 – 20
(low-high sulit, perlu
multirange) batere dan
perawatan
Tidak
100 – 1500
Kata thermometer 10 – 25 70 – 90% langsung,
(Int.-high)
lambat, sulit
Lamban,
750 –
tidak
Pilot tube 10000 10 – 25 90 – 98%
langsung,
(high)
teliti

Pengukuran kecepatan aliran udara secara langsung menggunakan alat


anemometer jenis whrilling. Perputaran sudu-sudu anemometer disebabkan oleh
aliran udara dan perputaran ini langsung direkam oleh alat pencatatnya. Selama
pengukuran diperlukan stopwatch agar kecepatan aliran udara yang melalui
anemometer dapat dicatat. Waktu adalah lamanya pembacaan dari perputaran
yang dilakukan dari permukaan sampai akhir periode yang telah ditentukan,
pembacaan selama satu periode memungkinkan terjadinya kesalahan.
Pengukuran kecepatan aliran udara dilakukan pada tempat udara masuk (intake
end) yaitu pada bagian saluran udara yang posisinya berada pada panjangnya
41/2 diameter dari saluran dari perubahan penampang saluran, dan dilakukan
pada tempat udara keluar (discharge end) yaitu pada bagian saluran udara yang
posisinya 41/2 dari diameter saluran dari perubahan penampang saluran dengan
alat ditempatkan pada pusat saluran udara dan tegak lurus dari sumbu saluran
udara.
Tekanan Static Head, Total Head dan Velocity Head Rata-Rata
Tekanan didefinisikan sebagai gaya tekan yang bekerja pada satu satuan
luas permukaan yang mengalami gaya tekan. Tekanan diperlukan untuk
memompa cairan melewati sistem pada laju tertentu. Tekanan ini harus cukup
tinggi untuk mengatasi tahanan sistem, yang juga disebut head. Kita dapat
menggunakan rumus dibawah ini untuk menghitung rata-rata tiap head. Rumus ini
juga dapat langsung menghitung koreksi-koreksi yang terjadi akibat adanya
kemiringan letak manometer dan jenis fluida yang digunakan. Rumus yang
digunakan yaitu sebagai berikut :

Ʃ𝑯
H=( ) X SG gas oline X sin α
𝒏

Keterangan :
ƩH = jumlah head
n = banyaknya pengukuran head
SG gas oline = spesifik gravity bensin
Α = kemiringan manomater

Flowrate (Debit) dan Pola Aliran Udara


Flowrate (debit) dilakukan untuk mengukur banyaknya udara yang lewat
yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Q=VXA
Keterangan :
Q = Jumlah atau debit udara dalam (m 3/detik)
V = Kecepatan aliran udara (m/detik)
A = Luas penampang (m 2)
Sedangkan pola aliran udara dapat ditentukan dengan Reynold’s Number
(Re). Ketentuan untuk Reynold’s Number (Re) adalah sebagai berikut :
 Re < 2000, aliran udara laminar
 2000 > Re < 4000, aliran udara transisi
 Re > 4000, aliran udara turbulen
Secara matematis, Reynold’s Number dapat dihitung dengan cara sebagai berikut
:

Re = 67280 x D x V

Keterangan :
V = kecepatan rata-rata udara (m/detik)
D = diameter jaringan (m)
Reynold’s Number = 67280

Pengenalan Alat
Dalam praktikum ventilasi ada beberapa alat yang digunakan yaitu duct,
fan, vane anemometer, manometer, pitot tube, sling psychometer, portable
ventilator (booster) dan regulator.
2.2.1 Duct
Duct merupakan suatu jaringan yang dibuat sebagai tempat mengalirnya
udara. Selain untuk mengurangi tekanan akibat gesekan pada dinding tambang
bawah tanah yang tidak rata. Duct juga dapat difungsikan untuk mengatur debit
udara yang masuk ke setiap bagian tambang bawah tanah. Jenis material duct
memiliki koefisien tertentu yang mempengaruhi keadaan aliran udara di dalam
duct itu sendiri. Selain itu juga, duck mempunyai hubungan erat dengan terhadap
fan yaitu semakin panjang mine duct, maka mine fan yang dipakai juga harus
disesuaikan agar mendapatkan kecepatan udara yang optimal dan debit udara
yang besar nantinya.
Duct

Fan
Fan merupakan alat yang digunakan untuk memompa udara yang menimbulkan
adanya perbedaan tekanan antara kedua sisinya, sehingga udara akan bergerak
dari tempat yang memiliki tekanan yang lebih tinggi ke tempat yang memiliki
tekanan lebih rendah. Fan merubah energi mekanis menjadi energi fluida yang
terbagi menjadi 2 jenis yaitu radial flow atau centrifugal fans dan axial flow fans.

Fan

a. Radial Flow atau Centrifugal Fans


Sistem kerja radial flow yaitu impeler yang ada di dalam casing berputar
yang dapat menimbulkan tekanan udara udara luar sehingga udara dari sisi lubang
masuk bergerak ke dalam dan impeler udara dikeluarkan dengan gaya centrifugal.
Radial flow dibagi atas 3 jenis yaitu sebagai berikut :
 Forward cuved blade fans
 Backward blade fans
 Radial blade fans
b. Axial Flow Fans
Sistem kerja axial flow fans yaitu mengalirkan udara melalui impeler yang
arahnya paralel dengan impeler ditanam. Axial flow fans memiliki impeler yang
melekat pada disc yang berada pada casing silinder yang energinya dapat
dikonversikan menjadi energi aliran linier dan static head yang berguna untk
memperoleh efisiensi yang tinggi. Axial flow fans terbagi 3 jenis yaitu sebagai
berikut :
 Propeller fans
 Tube axial fans
 Vanne axial fans
Vane Anemometer
Vane anemometer digunakan untuk mengukur aliran udara yang
berkecepatan sedang. Alat ini berbentuk kipas angin berukuran kecil dengan
prinsip kerjanya yaitu udara yang menggerakkan rotor dengan kecepatan
proporsional dan operasi rotasinya sesuai dengan counting system. Metode
pengukuran kecepatan udara dapat dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut :
 Spot reading
 Transversing
 Division

Vane Anemometer

Manometer
Manometer merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur perbedaan
tekanan yang tidak terlalu besar dengan prinsip kerjanya yaitu mengisi manometer
dengan fluida yang bobot isinya lebih rendah daripada air. Kedua kaki tabung
dihubungkan dengan pitot tube pada titik yang akan diukur perbedaan tekanannya
denga selang plastik, setelah dihubungkan maka fluida akan bergerak ke arah
tertentu, sehingga kita dapat membaca selisihnya yang merupakan nilai besarnya
tekanan.

Manometer

Pitot Tube
Pitot tube merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kehilangan
aliran udara berkecepatan tinggi, biasanya sering dijumpai pada pesawat terbang.
Pitot tube bekerja berdasarka asas Bernauolli. Head aliran udara yang meliputi
head total, head static dan head velocity.
Pada tabung pitot terdapat lubang ukur tekanan total didepan dan lubang ukur
tekanan statis di samping. Perbedaan kedua tekanan tersebut, yakni tekanan
dinamis, diukur dengan manometer tabung U, kemudian kecepatan angin
diperoleh dari persamaan di bawah.

DP = gw2/2g

Keterangan :
DP = tekanan dinamis
W = kecepatan angin
g = berat jenis udara
g = percepatan gravitasi
Untuk mendapatkan ketelitian dalam pengukuran head aliran maka manometer
bisa didesain dalam bentuk miring dan diisi cairan bukan air, yang bobot isinya
lebih rendah dari air. Dalam pengerjaanya itu sendiri, tabung pitot dipasang
dengan arah menghadap aliran udara dan pengaruh tekanan akibat pergerakan
udara menekan fluida di manometer. Perbedaan elevasi dari cairan di manometer
memberikan ukuran head tekanan dari udara.

Pitot Tube

Sling Psycrhometer
Sling Psycrhometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
kelembaban udara dalam ruang terbuka yang terdiri dari dua buah termometer air
raksa yang tujuannya untuk mengukur cembung kering (dry bulb) dan cembung
basah (wet bulb). Pada prinsipnya temperatur cembung kering adalah ukuran
panas sensible di atmosfer.
Untuk kondisi jenuh, penguapan tidak terjadi dan temperatur cembung basah dan
kering akan sama. Bila kondisi tidak jenuh, air akan menguap dari permukaan
thermometer cembung basah dengan laju tertentu yang sebenarnya berbanding
terbalik dengan tekanan uap dari uap air yang berada di udara. Penguapan akan
mendinginkan ujung thermometer dan temperatur akan turun

Sling Psycrhometer
Portable Ventilator (Booster)
Portable Ventilator (Booster) merupakan alat yang digunakan untuk memperbesar
tekanan udara yang ada di dalam duct. Alat ini merupakan alat tambahan yang
dipasang di ujung duct.

Foto 2.8
Portable Ventilator (Booster)

Regulator
Regulator merupaka alat pembatas berbentuk persegi yang di bagian
tengahnya memiliki lubang dengan dimensi yang berbeda. Alat ini berfungsi untuk
mengatur besar kecilnya tekanan yang ada di dalam duct.
Pada dasarnya regulator merupakan pembatas yang berbentuk persegi yang
ditengahnya terdapat lubang dengan ukuran yang berbeda-beda. Regulator
sendiri berfungsi untuk mengatur besar kecilnya tekanan udara yang ada di dalam
duct. Ukuran yang berbeda-beda ini berfungsi untuk jika berukuran kecil
diharapkan udara yang melewati regulator ini tekanannya aka semakin kencang,
begitu juga sebaliknya jika dipasang regulator dengan ukuran lubang besar. Dari
hal ini diharapkan tekanan udara yang melewati regulator tersebut tekanan
udaranya lebih kecil.
Langkah-langkah pengukuran yaitu sebagai berikut :
 Velocity head
o Hubungkan kedua ujung manometer pada ujung-ujung total pressure dan
static pressure pada pitot tube dengan menggunakan selang plastic.
o Tunggu sampai fluida tidak bergerak lagi.
o Baca selisih ketinggian fluida dalam manometer, catat pada tabel yang
telah disediakan.
o Nilai selisih selalu positif.
 Static head
o Hubungkan salah satu ujung manometer dengan ujung static pressure
pada pitot tube dengan menggunakan selang plastic.
o Tunggu sampai fluida tidak bergerak lagi.
o Baca selisih ketinggian fluida dalam manometer, catat pada tabel yang
telah disediakan.
o Nilai selisih selalu positif.
 Total head
o Hubungkan salah satu ujung manometer dengan ujung total pressure pada
pitot tube dengan menggunakan selang plastic.
o Tunggu sampai fluida tidak bergerak lagi.
o Baca selisih ketinggian fluida dalam manometer, catat pada tabel yang
telah disediakan.
o Nilai selisih selalu positif.
3.1.5 Kondisi Percobaan
Pengukuran dilakuakn pada kondisi-kondisi tertentu yaitu :
3.1.5.1 Kondisi A Seri
 Pemasangan fan axial (Fa)
 Atur jalur alir udara secara seri dengan menutup bagian-bagian
percabangan dalam duct
 Titik percabangan yang diukur yaitu titik 1, 2, 3 dan 5
Sumber : Gambar Manual 2013
Gambar 3.1
Kondisi A Seri

3.1.5.2 Kondisi A Paralel


 Pemasangan fan axial (Fa)
 Atur jalur alir udara secara paralel dengan menutup bagian-bagian
percabangan dalam duct
 Titik percabangan yang diukur yaitu titik 3, 4 dan 5

Sumber : Gambar Manual 2013


Gambar 3.2
Kondisi A Paralel

3.1.5.3 Kondisi B Seri


 Pemasangan fan axial (Fa) dengan kode a dan fan auxiliary (Fau).
 Selanjutnya sama dengan kondisi a seri.

Sumber : Gambar Manual 2013


Gambar 3.3
Kondisi B Seri
3.1.5.4 Kondisi B Paralel
 Pemasangan fan axial (Fa) dengan kode a dan fan auxiliary (Fau)
 Selanjutnya sama dengan kondisi a paralel

Sumber : Gambar Manual 2013


Gambar 3.4
Kondisi B Paralel
Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif merupakan perbandingan antara jumlah uap air yang ada di
udara pada temperatur tertentu dengan jumlah uap air maksimum yang ada di
udara pada temperatur yang sama yang dinyatakan dalam persentase (%).
Pengukuran kelembaban relatif udara menggunakan sling psychrometer yang
nilainya diperoleh dalam satuan celcius. Sehingga harus dikonversikan terlebih
dahulu dalam satuan fahrenheit dengan rumus :

𝟗
°F = [( ]
) x °C + 32
𝟓

Contoh perhitungan :
 Titik 1 Kondisi A Seri
9
°F = [( ) x 22,2°] + 32
5
= 71,96 °F
9
°F = [( ) x 26,5°] + 32
5
= 79,7 °F
 Titik 2 Kondisi A Seri
9
°F = [( ) x 24°] + 32
5
= 75,2 °F
9
°F = [( ) x 28°] + 32
5
= 82,4°F
 Titik 3 Kondisi B Paralel
9
°F = [( ) x 25,5°] + 32
5
= 77,9°F

33
17

Tabel 4.1
Pengolahan Data Kelembaban Relatif Pada Duct Hubungan Seri
T (°c) T (°f)
Kondisi Titik Regulator Kelembaban
Tb Tk Tb Tk
R0 22.2 26.5 71.96 79.7 100
R1 25 28 77 82.4 84
1
R2 24 28 75.2 82.4 79
R3 26 28 78.8 82.4 90
R0 24 28 75.2 82.4 79
R1 24.5 27 76.1 80.6 84
2
R2 25 27 77 80.6 88
R3 26.5 27 79.7 80.6 98
A (Seri)
R0 25 25 77 77 100
R1 25 27 77 80.6 88
3
R2 26 27 78.8 80.6 93
R3 26 28 78.8 82.4 90
R0 21 24 69.8 75.2 84
R1 24 24 75.2 75.2 100
5
R2 25.5 28 77.9 82.4 93
R3 25 27 77 80.6 97
R0 25 27 77 80.6 88
R1 25 28 77 82.4 83
B (Seri) 1
R2 26 28 78.8 82.4 99
R3 26 29 78.8 84.2 82
18

T (°c) T (°f)
Kondisi Titik Regulator Kelembaban
Tb Tk Tb Tk
R0 24.5 26 76.1 78.8 90
R1 26 27 78.8 80.6 88
2
R2 26 27 78.8 80.6 88
R3 26 27 78.8 80.6 88
R0 24 25 75.2 77 93
R1 26 24 78.8 75.2 88
3
R2 24.5 26 76.1 78.8 90
R3 25 26 77 78.8 92
R0 26 27 78.8 80.6 93
R1 26 28 78.8 82.4 90
5
R2 28 28 82.4 82.4 98
R3 27 28 80.6 82.4 95
Sumber : Pengukuran dan Pengolahan Data Lab. Tambang UNISBA 2013

Tabel 4.2
Pengolahan Data Kelembaban Relatif Pada Duct Hubungan Paralel
T (°c) T (°f)
Kondisi Titik Regulator Kelembaban
Tb Tk Tb Tk
R0 26.5 26 79.7 78.8 57
R1 19 25 66.2 77 69
3
A (Paralel) R2 18 25 64.4 77 63
R3 19 25 66.2 77 69
4 R0 20 28 68 82.4 99
19

T (°c) T (°f)
Kondisi Titik Regulator Kelembaban
Tb Tk Tb Tk
R1 26.5 27.5 79.7 81.5 94
R2 27 27.5 80.6 81.5 95
R3 25 27.5 77 81.5 82
R0 22 24.2 71.6 75.56 84
R1 25.5 26 77.9 78.8 93
5
R2 24 26.5 75.2 79.7 85
R3 26.2 25 79.16 77 90
R0 25.5 26 77.9 78.8 95
R1 26 27 78.8 80.6 92
3
R2 26 26 78.8 78.8 100
R3 25.5 25.5 77.9 77.9 95
R0 26 27 78.8 80.6 89
R1 26 24 78.8 75.2 89
B (Paralel) 4
R2 27 27.5 80.6 81.5 96
R3 26.5 27.5 79.7 81.5 98
R0 23.5 24.5 74.3 76.1 93
R1 23.5 27 74.3 80.6 79
5
R2 24 27.4 75.2 81.32 82
R3 23 27.3 73.4 81.14 76
Sumber : Pengukuran dan Pengolahan Data Lab. Tambang UNISBA 2013
20

4.2 Kondisi Aliran Udara


4.2.1 Kecepatan Rata-Rata Udara
Kecepatan aliran udara adalah parameter pada ventilasi tambang yang paling
sering diukur pada udara tambang. Pengukuran ini dilakukan pada 5 posisi yaitu
bagian atas, tengah atas, tengah, tengah bawah dan bawah untuk setiap titik
pengukurannya. Perhitungan kecepatan rata-rata aliran udara dapat dihitung
denga rumus sebagai berikut :

Ʃ𝑽
V=
𝒏
Keterangan :
ƩV = jumlah kecepatan udara

n = banyaknya pengukuran kecepatan


Contoh perhitungan :
 Titik 1 Kondisi A Seri
1,1+0,5+0,3+1,2+0,6
V =
5
=0,6 m/s
 Titik 2 Kondisi A Seri
0,9+0,8+0,8+0,6+0,5
V =
5
=0,72 m/s
 Titik 1 Kondisi B Seri
1.9+2,1+1,9+2,1+2
V =
5
=2 m/s
 Titik 2 Kondisi B Seri
1,3+0,5+0,9+0,2+1,3
V =
5
=0,84 m/s
 Titik 3 Kondisi A Paralel
2,2+1,9+1,9+1,8+1,8
V =
5
=1,92 m/s
21

Tabel 4.3
Pengolahan Data Kecepatan Rata-Rata A dan B Seri
V (m/s)
Kondisi Titik SD V Rata-Rata (m/s)
1 2 3 4 5
AR 0 1.1 0.5 0.3 1.2 0.6 0.74
AR 1 0.9 0.8 0.8 0.6 0.5 0.72
1
AR 2 0.9 0.3 0.9 1.3 0.1 0.7
AR 3 0.3 0.4 0.9 1.2 0.2 0.6
AR 0 3.7 3.5 2.8 3.4 3.5 3.38
AR 1 2.7 2.6 2.2 2 2.5 2.4
2
AR 2 1.8 1.6 1.5 1.4 1.6 1.58
AR 3 1.3 0.8 0.8 0.7 0.8 0.88
A
AR 0 2.5 2.6 2.6 2.7 2.6 2.6
AR 1 1.5 1.5 1.5 1.6 1.7 1.56
3
AR 2 1.3 0.9 0.7 0.7 0.8 0.88
AR 3 0.6 0.5 0.3 0.2 0.2 0.36
AR 0 3.5 2.8 1.7 1.6 0.4 2
AR 1 0.9 1.6 1.3 0.7 0.2 0.94
5
AR 2 0.4 1.6 1.7 1.2 0.6 1.1
AR 3 0.2 0.3 0.4 0.3 0.2 0.28
AR 0 1.9 2.1 1.9 2.1 2 2
AR 1 1.3 0.5 0.9 0.2 1.3 0.84
1
AR 2 1.5 1.4 1.9 1.8 1.2 1.56
B
AR 3 0.9 0.6 0.9 0.7 0.5 0.72
AR 0 3 3.1 3.2 3 3.1 3.08
2
AR 1 2.4 2.2 2 2.1 2.2 2.18
22

V (m/s)
Kondisi Titik SD V Rata-Rata (m/s)
1 2 3 4 5
AR 2 1.8 1.5 1.4 1.5 1.3 1.5
AR 3 1.2 0.8 0.7 0.8 0.9 0.88
AR 0 2.6 2.5 2.4 2.6 2.4 2.5
AR 1 2.1 1.8 1.7 1.6 1.6 1.76
3
AR 2 0.6 1.9 0.8 0.8 0.8 0.98
AR 3 1.6 0.4 0.4 0.3 0.2 0.58
AR 0 3.3 3.3 3.2 2.4 0.4 2.52
AR 1 2.5 2.7 3 2.3 1.2 2.34
5
AR 2 1.2 2.4 2.6 2.1 0.6 1.78
AR 3 0.2 0.3 0.4 0.1 0 0.2
Sumber : Pengukuran dan Pengolahan Data Lab. Tambang UNISBA 2013

Tabel 4.4
Pengolahan Data Kecepatan Rata-Rata A dan B Paralel
V (m/s)
Kondisi Titik SD V Rata-Rata (m/s)
1 2 3 4 5
AR 0 2.2 1.9 1.9 1.8 1.8 1.92
AR 1 1.6 1.6 1.5 1.2 0.9 1.36
3
AR 2 1.2 0.9 0.9 0.6 0.3 0.78
AR 3 1.2 1 0.8 0.8 0.8 0.92
A
AR 0 1.3 1.1 0.7 0.3 0.5 0.78
AR 1 2.1 1.5 0.3 0.1 0.5 0.9
4
AR 2 2.6 2 1.7 0.7 0.5 1.5
AR 3 2.6 2 1.2 0.7 0.8 1.46
23

V (m/s)
Kondisi Titik SD V Rata-Rata (m/s)
1 2 3 4 5
AR 0 1.6 2.1 2.5 2.2 2 2.08
AR 1 0.9 1.1 2 2.2 2.2 1.68
5
AR 2 0.4 0.8 1.3 2.1 2.4 1.4
AR 3 0.1 0.2 0.8 1.7 2.2 1
AR 0 0.7 0.5 0.4 0.3 0.3 0.44
AR 1 1.3 1 0.8 0.6 0.5 0.84
3
AR 2 2.2 1.3 0.1 0.6 0.4 0.92
AR 3 2.1 1.4 1.1 0.7 0.6 1.18
AR 0 1.2 1.3 1.3 1.3 1.3 1.28
AR 1 1.7 1.3 1 0.8 0.7 1.1
B 4
AR 2 1.1 0.9 0.7 0.4 0.3 0.68
AR 3 1.1 0.8 0.5 0.3 0.2 0.58
AR 0 1.2 1.8 1.5 1.2 1.1 1.36
AR 1 0.8 1.2 1.5 1.4 1.6 1.3
5
AR 2 0.5 0.6 0.8 1.3 1.7 0.98
AR 3 0.1 0.1 0.3 1.6 2.1 0.84
Sumber : Pengukuran dan Pengolahan Data Lab. Tambang UNISBA 2013
24

4.2.2 Tekanan Rata-Rata Udara


Untuk menghitung tiap head rata-rata dapat menggunakan rumus yang sekaligus
dapat menghirung koreksi-koreksi akibat fluida yang digunakan dan juga
kemiringan letak manometer serta rumus ini berlaku untuk semua jenis head yaitu
head total, head static dan head velocity.

Ʃ𝑯
H=( ) X SG X sin α
𝒏

Keterangan :
ƩH = jumlah head
n = banyaknya pengukuran head
SG gas oline = spesifik gravity bensin
Α = kemiringan manomater
Contoh perhitungan :
Head total
 Titik 1 Kondisi A Seri
1,2+1+1,8
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,49 mm air
 Titik 2 Kondisi A Seri
0,8+0,4+0,7
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,23 mm air
 Titik 1 Kondisi B Seri
0,7+0,5+1,2
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,30 mm air
 Titik 2 Kondisi B Seri
1,1+0,5+0,9
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,31 mm air
25

Head static
 Titik 1 Kondisi A Seri
0,5+0,1+1,8
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,20 mm air
 Titik 2 Kondisi A Seri
0,2+0,1+0,2
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,03 mm air
 Titik 1 Kondisi B Seri
1+0,7+1,1
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,34 mm air
 Titik 2 Kondisi B Seri
0,3+0,3+0,1
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,09 mm air
 Titik 3 Kondisi A Paralel
0,1+0+0
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3
= 0,012 mm air
Head velocity

 Titik 1 Kondisi A Seri


0,5+0,5+0,5
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,18 mm air
 Titik 2 Kondisi A Seri
0,4+0,2+0,6
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,15 mm air
 Titik 1 Kondisi B Seri
0,1+0,2+0,2
H =( ) X 0,739 X sin 30°
3

= 0,06 mm air
26

Tabel 4.5
Pengolahan Data Head Total, Head Static, dan Head Velocity Hubungan A dan B Seri
HT (mm) HT Rata-Rata HS (mm) HS Rata-Rata HV (mm) HV Rata-Rata
Kondisi Titik SD
A T B (mm) A T B (mm) A T B (mm)
AR0
0.49 0.20 0.18
1.2 1 1.8 0.5 0.1 1 0.5 0.5 0.5
AR1
0.57 0.20 0.16
1.5 1.2 1.9 0.6 0.2 0.8 0.3 0.5 0.5
1
AR2
0.30 0.27 0.05
0.5 0.7 1.2 1 0.7 0.5 0.1 0.2 0.1
AR3
0.38 0.18 0.12
1.2 0.7 1.2 0.3 0.4 0.8 0.5 0.3 0.2
AR0 0.23 0.06 0.15
0.8 0.4 0.7 0.2 0.1 0.2 0.4 0.2 0.6
AR1
0.39 0.05 0.28
1.1 1 1.1 0.1 0.1 0.2 0.7 0.6 1
2
A AR2
0.44 0.06 0.34
1.3 1.3 1 0.2 0.1 0.2 1 1 0.8
AR3
0.46 0.09 0.38
1.2 1.3 1.2 0.1 0.3 0.3 1 1.2 0.9
AR0 0.34 0.01 0.36
1.1 0.8 0.9 0 0.1 0 1 1 0.9
AR1 0.44 0.02 0.39
1.5 1.1 1 0 0 0.2 1.2 1 1
3
AR2
0.34 0.00 0.49
1.3 1.5 0 0 0 0 1.2 1.4 1.4
AR3
0.58 0.02 0.50
1.5 1.3 1.9 0 0 0.2 1.6 1.2 1.3
5 AR0 0.04 0.07 0.05
0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.2 0.2 0.1 0.1
27

HT (mm) HT Rata-Rata HS (mm) HS Rata-Rata HV (mm) HV Rata-Rata


Kondisi Titik SD
A T B (mm) A T B (mm) A T B (mm)
AR1 0.05 0.06 0.07
0.1 0.1 0.2 0.1 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
AR2
0.04 0.02 0.05
0.1 0.2 0 0.1 0 0.1 0.2 0.1 0.1
AR3
0.02 0.02 0.02
0 0.1 0.05 0.1 0.1 0 0.1 0.1 0
AR0
0.30 0.34 0.06
0.7 0.5 1.2 1 0.7 1.1 0.1 0.2 0.2
AR1 0.30 0.36 0.10
1.2 0.5 0.7 0.8 0.9 1.2 0.2 0.3 0.3
1
AR2
0.43 0.23 0.06
1.2 1 1.3 0.6 0.5 0.8 0.1 0.2 0.2
AR3
0.39 0.32 0.07
1.2 1 1 0.8 0.8 1 0.3 0.1 0.2
AR0
0.31 0.09 0.26
1.1 0.5 0.9 0.3 0.3 0.1 0.8 0.3 1
B AR1 0.28 0.05 0.30
1.1 0.2 1 0 0.3 0.1 0.8 0.7 0.9
2
AR2 0.43 0.05 0.41
1.2 1 1.3 0.2 0.1 0.1 1.2 1.1 1
AR3
0.46 0.02 0.37
1.4 1.2 1.1 0 0 0.2 1 1.2 0.8
AR0
0.28 0.01 0.31
0.7 0.9 0.7 0 0 0.1 0.8 0.9 0.8
3 AR1 0.44 0.04 0.43
1.1 1.2 1.3 0 0.1 0.2 1.1 1.1 1.3
AR2 0.31 0.04 0.33
0.9 0.8 0.8 0.1 0.1 0.1 0.9 0.8 1
28

HT (mm) HT Rata-Rata HS (mm) HS Rata-Rata HV (mm) HV Rata-Rata


Kondisi Titik SD
A T B (mm) A T B (mm) A T B (mm)
AR3 0.37 0.04 0.36
1 1 1 0.1 0.2 0 0.9 0.9 1.1
AR0
0.16 0.04 0.07
0.5 0.4 0.4 0.1 0.1 0.1 0.2 0.3 0.1
AR1
0.16 0.04 0.14
0.4 0.6 0.3 0.1 0.1 0.1 0.4 0.5 0.2
5
AR2
0.06 0.01 0.02
0.1 0.3 0.1 0 0 0.1 0.1 0.1 0
AR3 0.02 0.02 0.02
0.1 0.1 0 0.1 0.1 0 0.1 0.1 0
Sumber : Pengukuran dan Pengolahan Data Lab. Tambang UNISBA 2013

Tabel 4.6
Pengolahan Data Head Total, Head Static, dan Head Velocity Hubungan A dan B Paralel
HT (mm) HT Rata- HS (mm) HS Rata- HV (mm) HV Rata-Rata
Kondisi Titik SD
A T B Rata (mm) A T B Rata (mm) A T B (mm)
AR0 0.7 1 0.7
0.296 0.1 0 0
0.012 0.9 0.8 0.7
0.296

AR1 0.9 0.8 0.9


0.320 0 0 0.1
0.012 0.8 0.7 0.8
0.283
3
AR2 1.1 1 0.9
0.370 0.1 0.1 0
0.025 0.9 0.9 0.9
0.333
A
AR3 0.8 0.9 0.8 0.308 0.1 0.1 0.1 0.037 0.9 0.8 0.9 0.320

AR0 0.6 0.4 0.4 0.172 0.4 0.3 0.3 0.123 0.2 0.1 0.8 0.135
4
AR1 0.5 0.2 0.4
0.135 0.2 0.5 0.3
0.123 0.2 0.1 0.1
0.049
29

HT (mm) HT Rata- HS (mm) HS Rata- HV (mm) HV Rata-Rata


Kondisi Titik SD Rata (mm) Rata (mm)
A T B A T B A T B (mm)
AR2 0.5 0.5 0.4 0.172 0.3 0.3 0.1 0.086 0.2 0.3 0.1 0.074

AR3 0.4 0.4 0.3


0.135 0 0.2 0
0.025 0.1 0.2 0.1
0.049

AR0 0.3 0.5 0.5


0.160 0 0.1 0.2
0.037 0.1 0.3 0.4
0.099

AR1 0.4 0.5 0.4


0.160 0 0.1 0.1
0.025 0.3 0.4 0.3
0.123
5
AR2 0.3 0.5 0.5 0.160 0.1 0.2 0.1 0.049 0.3 0.3 0.4 0.123

AR3 0.5 0.4 0.6


0.185 0.2 0.2 0.3
0.086 0.4 0.4 0.5
0.160

AR0 0.7 0.8 0.8


0.283 0.2 0 0.1
0.037 0.7 0.7 0.8
0.271

AR1 1.1 0.9 0.9


0.357 0.2 0.2 0.1
0.062 1 0.9 1
0.357
3
AR2 1 0 0.8 0.222 0.1 0.1 0.5 0.086 1.1 1 0.7 0.345

AR3 1.2 1.3 1.2 0.456 0.2 0.1 0.4 0.086 1.2 1.3 1.2 0.456
B
AR0 0.6 0.7 0.6
0.234 0.5 0.5 0.4
0.172 0.1 0.1 0.1
0.037

AR1 0.6 0.6 0.5


0.209 0.5 0.5 0.4
0.172 0 0.1 0.2
0.037
4
AR2 0.6 0.6 0 0.148 0.6 0.5 0.5 0.197 0.1 0.1 0 0.025

AR3 0.7 0.7 0.6 0.246 0.5 0.3 0.4 0.148 0.3 0.2 0.2 0.086
30

HT (mm) HT Rata- HS (mm) HS Rata- HV (mm) HV Rata-Rata


Kondisi Titik SD Rata (mm) Rata (mm)
A T B A T B A T B (mm)
AR0 0.2 0.2 0.4 0.099 0.6 0.3 0.3 0.148 0.1 0.1 0.1 0.037

AR1 0.2 0.3 0.3


0.099 0.2 0.3 0.3
0.099 0.1 0.1 0.1
0.037
5
AR2 0.2 0.2 0.1
0.062 0.4 0.4 0.4
0.148 0.2 0.1 0
0.037

AR3 0.2 0.2 0.1


0.062 0.4 0.4 0.1
0.111 0.2 0.2 0.1
0.062

Sumber : Pengukuran dan Pengolahan Data Lab. Tambang UNISBA 2013


4.2.3 Penentuan Debit dan Pola Aliran Udara
Flowrate (debit) dilakukan untuk mengukur banyaknya udara yang lewat yang
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Q=VXA
Keterangan :

Q = Jumlah atau debit udara dalam (m 3/detik)


V = Kecepatan aliran udara (m/detik)
A = Luas penampang (m 2)
Contoh perhitungan :
 Titik 1 Kondisi A Seri
Q = 0,74 X 0,125
= 0,09 m 3/s
 Titik 2 Kondisi A Seri
Q = 3,38 X 0,07
= 0,24 m 3/s
 Titik 1 Kondisi B Seri
Q = 2 X 0,125
= 0,25 m 3/s
 Titik 2 Kondisi B Seri
Q = 3,08 X 0,128
= 0,07 m 3/s
 Titik 3 Kondisi A Paralel
Q = 1,92 X 0,07
= 0,13 m 3/s
Sedangkan pola aliran udara dapat ditentukan dengan Reynold’s Number
(Re). Ketentuan untuk Reynold’s Number (Re) adalah sebagai berikut :
 Re < 2000, aliran udara laminar
 2000 > Re < 4000, aliran udara transisi
 Re > 4000, aliran udara turbulen
Secara matematis, Reynold’s Number dapat dihitung dengan cara sebagai berikut
:

Praktikum Ventilasi
48
49

Re = 67280 x D x V

Keterangan :
V = Kecepatan Rata-rata Udara (m/detik)
D = Diameter Jaringan (cm 2)
Reynold’s Number = 67280
Contoh perhitungan :
 Titik 1 Kondisi A Seri
Re = 67280 X 0,250 X 0,74
= 32294,40 m 2/s
Pola aliran udara  turbulen
 Titik 2 Kondisi A Seri
Re = 67280 X 0,250 X 3,38
= 565851,60 m 2/s
Pola aliran udara  turbulen
 Titik 1 Kondisi B Seri
Re = 67280 X 0,250 X 0,2
= 33640,00 m 2/s
Pola aliran udara  turbulen
 Titik 2 Kondisi B Seri
Re = 67280 X 0,250 X 3,08
= 51805,60 m 2/s
Pola aliran udara  turbulen
 Titik 3 Kondisi A Paralel
Re = 67280 X 0,250 X 1,92
= 32294,40 m 2/s
Pola aliran udara  turbulen

Praktikum Ventilasi
Praktikum Ventilasi

Anda mungkin juga menyukai