Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah
satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas
dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh
etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik
dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua
lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus
benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah.

Isi

Faktor risiko
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut.
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops
fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim.
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas

Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah
dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori
tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetik
5. Teori defisiensi gizi
6. Teori inflamasi

Pencegahan Preeklampsia
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan
hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Preeklampsia adalah suatu sindroma dari
proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat dicegah.

Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal.


Pencegahan dengan nonmedikal
Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat. Cara yang paling
sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka
yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring tidak terbukti
mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah persalinan preterm. Retriksi garam tidak
terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia.
Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung:
a. minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA
b. antioksidan: vitamin C, vitamin E, β-karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik
c. Elemen logam berat: zinc, magnesium, kalsium

Preeklampsia Berat.
Definisi
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini.
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut.
 Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah
menjalani tirah baring.
 Proteinuria lebih dari 5g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
 Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
 Kenaikan kadar kreatinin plasma.
 Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan
kabur.
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson).
 Edema paru-paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopatik
 Trombositopenia berat : < 100.000/mm3 atau penurunan trombsit dengan cepat.
 Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase
 Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
 Sindrom HELLP

Pembagian preeklampsia berat


Preeklampsia berat dibagi menjadi :
a) preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
b) preeklampsia berat dengan impending eclampsia.
Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri
kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progrefis tekanan
darah.

Perawatan dan pengobatan preeklampsia berat


Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi,
pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat
untuk persalinan.

Monitoring selama di rumah sakit.


Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik berupa: nyeri
kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu, perlu
dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.
Manajemen umum perawatan preeklampsia berat
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan, dibagi
menjadi dua unsur:
- Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis.
- Sikap terhadap kehamilannya ialah:
Aktif: manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika
sudah stabil.

Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa.


Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan
tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.
Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan
terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endootel,
penurunan gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui
urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah
cairan yang dimasukkan dan dikelurakan melalui urin.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang dapat
diberikan dapat berupa:
a. 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125 cc/jam atau
b. Infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60-125
cc/jam) 500 cc.
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin <30
cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung
sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari asam lambung yang sangat asam. Diet yang
cukup protein, rendah karbohidrat , lemak , dan garam.
Pemberian obat antikejang
-Obat antikejang adalah
 MgSO4
 Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang:
 Diasepam
 Fenitoin
Difenihidantoin obat anti kejang untuk epilepsi telah banyak dicoba pada penderita eklampsia.
Beberapa peneliti telah memakai bermacam-macam regimen. Fenitoin sodium mempunyai khasiat
stabilisasi membran neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah
injeksi intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15m/kg berat badan dengan pemberian
intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman pemakaian
Fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin, berdasar Cochrane
Review terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 896 penderita eklampsia.
Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO47H2O).
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf
dengen menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium
pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga
alirang rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion
magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.
Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklampsia. Banyak cara pemberian Magnesium sulfat.
Cara pemberian:
Magnesium sulfat regimen
 Loading dose: initial dose
4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit.
 Maintenance dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m.
Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam.
 Syarat-syarat pemberian MgSO4:
o Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas
10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.
o Refleks patella (+) kuat.
o Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres napas.
 Magnesium sulfat dihentikan bila:
 Ada tanda-tanda intoksikasi
 Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
 Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
o Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl
o Hilangnya refleks tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl
o Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18mg/dl
o Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dl.
Pemberian Magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari
pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas).
- Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan salah satu obat berikut:
tiopental sodium, sodium amobarbital, diasepam, atau fenitoin.
 Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung kongestif
atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah Furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan,
yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin , dan menurunkan berat janin.
 Pemberian antihipertensi.
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah,
untuk pemberian antihipertensi.
Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakaii adalah ≥160/110 dan MAP ≥126 mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan
sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik dan
tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125.
Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi.
Berdasarkan Cochrane Review atas 40 studi evaluasi yang melibatkan 3.797 perempuan hamil
dengan preeklampsia, Duley menyimpulkan, bahwa pemberian antihipertensi pada preeklampsia
ringan maupun preeklampsia berat tidak jelas kegunaannya.
Di sisi lain Hendorson, dalam Cochrane Review, juga meneliti 24 uji klinik yang melibatkan 2.949
ibu dengan hipertensi dalam kehamilan, menyimpulkan bahwa sampai didapatkan bukti yang lebih
teruji, maka pemberian jenis antihipertensi, diserahkan kepada para klinikus masing-masing, yang
tergantung pengalaman dan pengenalan dengan obat tersebut. Ini berarti hingga sekarang belum
ada antihipertensi yang terbaik untuk pengobatan hipertensi dalam kehamilan.
Namun yang harus dihindari secara mutlak, sebagai antihipertensi, ialah pemberian diazokside,
ketanserin, nimodipin, dan magnesium sulfat.
-Antihipertensi lini pertama
Nifedipin
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam.
-Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 µg i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 µg i.v./kg/5 menit,
Diazokside: 30-60 mgi.v./5 menit; atau i.v. infus 10 mg/menit/dititrasi.
-Antihipertensi sedang dalam ppenelitian
Calcium channel blockers: isradipin, nimodipin.
Serotonin reseptor antagonis: ketan,serin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:
Nifedipin
Dosis awal: 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam.
Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya
boleh diberikan per oral.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin (apresoline) injeksi ( di
Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan refleks
takikardia, peningkatan cardiac output ,sehingga memperbaiki perfusi utero-plasenta. Obat
antihipertensi lain adalah labetalol injeksi, suatu α1 bloker, non selektif βblokker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah klonidin (Catapres). Satu
ampull mengandung 0,15mg/cc.
Klonidine 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faali atau larutan air untuk suntikan.
 Edema paru
Pada preeklampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung ventrikel kiri
akibat peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah
kapiler paru).
Prognosis preeklampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oliguria.
 Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada
kehamilan 32-34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.

Sikap terhadap kehamilannya


Penelitian Duley. Berdasar Cochrane Review, terhadap dua uji klinik, terdiri atas 133 ibu dengan
preeklampsia berat hamil preterm, menyimpulkan bahwa belum ada cukup data untuk memberi
rekomendasi tentang sikap terhadap kehamilannya pada kehamilan preterm.
Berdasar Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif (aggresive management): berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Konservatif (ekspetatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.

Perawatan Aktif(agresif): sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.


- Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini:
 Ibu
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil batasan umur
kehamilan > 37 minggu untuk preeklampsia ringan dan batasan umur
kehamilan ≥ 37 minggu untuk preeklampsia berat.
- Adanya tanda-tanda/gejala-gejala Impending Eclampsia
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu : keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
- Diduga terjadi solusio plasenta
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau pendarahan.
 Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
- NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal.
- Terjadinya olighidramnion.
 Laboratorik
Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya trombosit dengan cepat.
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar keadaan
obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.

Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai tanda-
tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikammentosa pada pengelolaan secara aktif.
Di Bagian Kebidanan RSU Dr. Soetomo Surabaya, pada perawatan konservatif preeklampsia,
loading dose MgSO4 tidak diberikan secara iv, cukup im saja. Selama perawatan konservatif; sikap
terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan , keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan
bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeklampsia ringan.

Penyulit ibu
- Sistem saraf pusat:Pendarahan intrakranial, trombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati,
edema serebri, edema retina, makular atau retina detachment dan kebutaan korteks.
- Gastrointestinal-hepatik: subskapular hematoma hepar, ruptur kapsul hepar.
- Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.
- Hematologik: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi.
- Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi atau arrest,
pernapasan, kardiak arrest¸ iskemia miokardium.
- Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.

Penyulit janin
Penyulit yang dapat terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction, solusio
plasenta, prematuritas, sindroma distres napas, kematian janin intrauterin, kematian neonatal
pendarahan intraventrikular, nercrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy.

Sindroma HELLP

Definisi klinik
Sindroma HELLP ialah preeclampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim
hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
H: Hemolysis
EL: Elevated Liver Enzyme
LP: Low Platelets Count

Diagnosis
 Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah
(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)
 Adanya tanda dan gejala preeclampsia
 Tanda-tanda hemolisis intravascular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan kenaikan bilirubin
indirect.
 Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar: kenaikan ALT, AST, LDH
 Trombositopenia
 Trombosit ≤150.000/ml
 Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa
memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeclampsia, harus dipertimbangkan sindroma
HELLP.

Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississippi.


Berdasar kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi dengan nama “Klasifikasi
Missisippi”.
o Klas 1: Kadar trombosit : ≤ 50.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l

o Klas 2: Kadar trombosit : ≥ 50.000/ml


LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l

o Klas 3: Kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml


LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l

Diagnosa banding preeklampsia-sindroma HELLP


 Trombotik angiopati
 Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya:
 Acute fatty liver of pregnancy
 Hipovolemia berat/ pendarahan berat
 Sepsis
 Kelainan jaringan ikat:SLE
 Penyakit ginjal primer

Terapi medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan melakukan
monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda
koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsialm
dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double
strength dexamethasone (double dose).
Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml
dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan
deksametason 10 mg iv tiap 12 jam. Pada postpartum deksametason diberikan 10 mg iv, tiap 12
jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg iv tiap 12 jam 2 kali. Terapi deksametason dihentikan, bila
telah terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit > 100.000/ml dan penurunan LDH serta
perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan.

Sikap pengelolaan obstetrik


Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri
(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau
perabdominam.

Kematian ibu dan janin


Kematian ibu bersalin pada Sindroma HELLP cukup tinggi yaitu 24%. Penyebab
kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan pembeukan darah, pendarahan
otak, ruptur hepar, dan kegagalan otak multipel.
Demikian juga kematian perinatal pada sindroma HELLP cukup tinggi, terutama
disebabkan oleh persalinan preterm.

Pengelolaan
Diagnosis dini sangat penting mengingat banyaknya penyakit yang mirip dengan
Sindroma HELLP. Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara-cara perawatan
dan pengobatan pada preeklampsia dan eklampsia. Pemberian cairan intravena harus sangat
hati-hati karena sudah terjadi vasospasme dan kerusakan sel endotel. Cairan yang diberikan
adalah RD 5 % bergantian RL 5 % dengan kecepatan 100 ml/jam dengan produksi urin
dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila hendak dilakukan seksio sesarea dan bila
trombosit < 50.000/ml, maka perlu diberi transfusi trombosit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Angsar MD. Hipertensi dalam kehamilan, dalam buku ilmu kebidanan. Bina Pustaka
Sarwono Prawiwohardjo,Jakarta. Cetakan ketiga. Edisi keempat, hal 530-561, 2010

Anda mungkin juga menyukai