Anda di halaman 1dari 18

B.

Kajian Pustaka
a. Deskripsi Morfologi dan Klasifikasi Mencit (Mus musculus)

Gambar 1. Mencit (Mus musculus)


(Sumber : Medero, 2008).

Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan)


yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan
dikenal sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigiti
mebel dan barang-barang kecil lainnya, serta bersarang di sudut-sudut
lemari. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbanyak kedua di dunia,
setelah manusia. Mencit sangat mudah menyesuaikan diri dengan
perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di
hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal di perkotaan dan
merupakan binatang asli Asia, India, dan Eropa barat. Mencit
laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah
mengalami pembiakan secara selektif (Yuwono dkk, 2002). Mencit liar
lebih suka hidup pada suhu lingkungan yang tinggi, tetapi mencit juga
dapat hidup terus pada suhu lingkungan yang rendah (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988).
Mencit merupakan hewan coba yang paling sering digunakan
dalam penelitian medis, karena harganya murah, mudah dalam
pemeliharaan dan perlakuan, cepat berkembang biak, mudah dipelihara
dalam jumlah banyak, memiliki struktur organ dalam yang hampir
sama dengan manusia, aktivitas reproduksi yang panjang (2-14 bulan),
variasi genetiknya cukup besar, memiliki siklus reproduksi yang

1
pendek dan susunan organ reproduksi mencit jantan sama dengan
manusia (Rugh, 1990; Kusumawati, 2004).
Berat badan mencit jantan dewasa 20-40 gram dan mencit betina
dewasa 18-35 gram. Waktu dewasa seksual mencit kurang lebih 60
hari, dan usia maksimum mencit adalah 1-2 tahun. Masa kebuntingan
mencit 19-21 hari dan jumlah anak yang dilahirkan berkisar antara 6-
15 ekor.Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya
faktor internal seperti seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan
penyakit: faktor eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan
disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).

Menurut Mencit dapat hidup mencapai umur 1-3 tahun tetapi


terdapat perbedaan usia dari berbagai galur terutama berdasarkan
kepekaan terhadap lingkungan dan penyakit (Malole dan Pramono,
1989).

Tabel 1. Data Biologis Mencit (Mus musculus)

Lama hidup 1 – 2 tahun, bisa sampai 3 tahun

Umur dewasa 35 hari

Siklus kelamin Polyestrus

Berat dewasa Jantan : 20 - 40 gr

Betina : 18 – 35 gr

Suhu (Rektal) 35 – 39 ºC ( rata-rata 37,4ºC)

Tekanan darah 130 – 160 sistol; 102-110 diastol,


turun menjadi 110 sistol, 80 diastol
dengan anastesi.

Konsumsi O² 2,38-4,48 mL/gr/jam

Volume darah 75-80 ml/Kg

2
Sel darah merah 7,7-12,5. /mm³

Sel darah putih 6,0-12,6.10³ / mm³

Netrofil 12-30 %

Limfosil 55-85 %

Monosit 1-12 %

Eosinofil 0,2-40 %

PCV (package cell 41-48 %


volume)

Trombosit 150-400.10³/mm³

Hb 13-16 gr/100 mL

Protein plasma 4,0-6,8/100 mL

Sumber: (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988)

Mencit jantan dan betina dapat dibedakan dengan mudah, yaitu


dengan mengamati alat kelaminnya. Betina memiliki jarak yang
pendek antara anus dan lubang genital eksternalnya (Armitage, 2004).
Hewan ini memiliki karakter yang lebih aktif pada malam hari
daripada siang hari (Rugh, 1990). Sekarang mencit juga dikembangkan
sebagai hewan peliharaan (Jacob, 2008).
Ciri-ciri morfologi mencit secara umum adala berkstur rambut
lembut, dan halus, bentuk hidung kerucut terpotong, bentuk badan
silindris agak membesar kebelakang, warna rambut putih, mata merah,
ekor merah muda, mencit liar berwarna keabu-abuan dan warna perut
lebih pucat, serta mata berwarna hitam dan kulit berpigmen.

Berikut ini klasifikasi takson dari mencit (Arrington, 1972) :

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata

3
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus

b. Komponen Darah
Darah terbentuk pada jaringan ikat lalu terbawa oleh plasma.
Lebih berat dan lebih kental dibandingkan air. Rasa cenderung asin
karena membawa garam-garam mineral bau khas (anyir). Darah
memiliki pH 7,35–7, 45. Warna darah adalah merah terang sampai
kebiruan tergantung kadar oksigen yang dibawa. Ada 3 tipe unsur-
unsur darah ialah sel-sel darah merah atau eritrosit, sel-sel darah putih
atau leukosit dan keping-keping darah atau trombosit (Kimball, 1999).
Darah adalah matrik cairan dan merupakan jaringan pengikat
terspesialisasi yang dibentuk dari sel-sel bebas (Bryon and Doroth,
1973). Darah manusia terdiri atas plasma darah atau cairan darah (55
%) yang terdiri atas 95% air, protein plasma 7% dan zat-zat terlarut
lainnya sekitar 1%. Sel darah terdiri ataseEritrosit ( 44% ), sedang
sisanya 1% terdiri dari Leukosit atau sel darah putih dan Trombosit.
Protein plasma antara lain terdiri atas albumen 60%, globulin 35%,
fibrinogen 4%, dan protein pengatur seperti enzim, proenzim, hormon
yang jumlahnya kurang dari 1%. Zat-zat terlarut lainnya adalah
elektrolit-elektrolit yang penting untuk aktivitas sel itu sendiri dan
menjaga tekanan osmosis cairan tubuh (Na+, K+, Mg2+, Cal-, HCO3-,
HPO42-, SO42-), nutrien organik yang penting yang berfungsi untuk
menghasilkan energi ATP, pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel,
antara lain asam lemak, kolesterol, karbohidrat, dan protein serta bahan
organik sisa metabolisme seperti urea, asam urat, kreatinin, bilirubin,
dan ammonia (Frandson, 1992).
Darah memiliki dua fungsi utama dari darah ialah mengangkut
bahan-bahan (dan panas) ke dalam dari semua jaringan-jaringan badan
dan mempertahankan badan terhadap penyakit. Fungsi darah secara

4
umum adalah mengantar oksigen dan antioxidant ke seluruh tubuh,
mengantar oksigen keseluruh tubuh, mengantar nutrisi ke organ-organ
tubuh (karbohidrat, protein, vitamin, mineral, lemak dan lain
sebagainya), membuang zat-zat racun serta bahan-bahan buangan
lainnya (karbondioksida), mengantar antibody yang dihasilkan oleh
sistem limpa kita keseluruh tubuh, mengantarkan antioxidant yang
bersumber dari vitamin, mineral dan enzym tertentu untuk melindungi
tubuh dari radikal bebas yang merusak, membawa energi yang didapat
dari sinar matahari, yang telah diproses oleh limpa, jantung dan organ
tubuh lainnya (Kimball, 1999). Darah sangat penting bagi organisme,
jika kekurangan atau kelebihan sel darah mengakibatkan tidak
normalnya proses fisiologis suatu organisme sehingga menimbulkan
suatu penyakit (Pearce, 2002).

c. Karakteristik Darah
Darah memiliki karakteristik, yaitu :
1) Warna : Darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigen
yang berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Darah
Vena berwarna merah tua / gelap karena kurang oksigen
dibandingkan dengan darah Arteri.
2) Viskositas : Viskositas darah atau kekentalan darah ¾ lebih tinggi
dari pada viskositas air yaitu sekitar 1.048 sampai 1.066.
3) pH: pH darah bersifat alkaline dengan pHδ 7.35 sampai 7.45.
4) Volume : pada orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75
ml/kg BB atau sekitar 4 sampai 5 liter darah.

d. Proses Pembentukan Sed Darah


1) Eritrosit (Sel Darah Merah)
Eritropoeiesis diawali oleh adanya sel hemositoblast.
Hemositiblast akan segera membentuk preoritroblast yang
mempunyai sitoplasma berwarna biru tua, nucleus di tengahdan
nucleoli sedikit mengelompok tetapi sel ini belum mengandung Hb.

5
Sel preoritroblast kemudian berubah menjadi eritroblast yang
mengandung kromatin dalam nucleus dan Hb. Selanjutnya sel
berukuran lebih kecil dengan sitoplasma kebiruan karena terdapat
RNA dan kromatin mengalami kondensasi, pada saat ini sel disebut
besofilik eritroblast. Sel berubah menjadi pelikromatik eitroblast
yang ditandai dengan sitoplasma mengandung Hb, nucleus
mengecil dan RE direabsobrsi dan selanjutnya berubah lagi menjadi
eritroblast. Pada tahap ini, nucleus mengalami fragmentasi dan
autolysis, sitoplasma banyak mengandung Hb dan berwarna merah.
Pada tahap akhir akan terbentuk sel retikulosit sebab eritrosit sudah
tanpa inti, menghasilkan Hb terus menerus dalam jumlah kecil
selama 3 hari dan akhirnya membentuk eritrosit matang setelah
berada diluar sunsum tulang, berbentuk bulat pipih dan bikonkaf
Eritropoeiesis sangat dipengaruhi oleh hormone eritropoitin.
Ginjal mensekresikan REF (renal eritropoetin factor) yang segera
akan dibawa menuju ke hati untuk mengubah eritropoitinogen
menjadi eritropoeitin. Eritropoeitin menyebabkan terjadinya
peningkatan kecepatan pembelahan sel hemositoblast. Eritrosit
matang tidak mempunyai inti, mitokondria, ataupun RE, tetapi
mempunyai enzim sitoplasma yang mampu memetabolisme
glukosa melalui proses glikolitik untuk membentuk ATP. ATP
diperlukan untuk menjaga kehidupan eritrosit dan kelenturan
membrane sel. Seiring pertambahan waktu, sistem metabolism
menjadi kurang aktif sehingga mengakibatkan kerapuhan
membrane sel.
Eritrosit merupakan tipe sel darah yang jumlahnya paling
banyak dalam darah. Sebagian besar vertebrata mempunyai
eritrosit berbentuk lonjong dan berinti kecuali mamalia (Guyton
and Hall, 1997). Sel darah merah atau eritrosit berbentuk cakram
kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari
samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak
belakang. Eritrosit mempunyai peran sebagai media transport.

6
Dalam setiap mm3 darah terdapat 5.000.000 sel darah. Apabila
dilihat satu per satu warnanya kuning pucat, tetapi dalam jumlah
besar kelihatan merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya
terdiri atas pembungkus luar atau stroma dan berisi masa
hemoglobin. Sel darah merah terbentuk di dalam sumsum tulang
(Pearce, 2002).
Jangka hidup sel darah merah kira- kira 120 hari. Sel- sel darah
merah yang telah tua akan ditelan oleh sel- sel fagostik yang
terdapat dalam hati dan limpa. Jumlah eritrosit sangat bervariasi
antara individu yang satu dengan yang lainnya. Jumlah eritrosit
dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh, variasi
harian, dan keadaan stress. Banyaknya jumlah eritrosit juga
disebabkan oleh ukuran sel darah itu sendiri (Schmidt dan Nelson,
1990). Jumlah sel darah merah pada wanita normal kira- kira 4,5
juta sel/mm3 darah. Sedangkan untuk laki- laki normal 5 juta /
mm3 darah. Meskipun demikian nilai-nilai ini dapat turun-naik
dalam suatu kisaran yang luas sekali, tergantung pada faktor-faktor
seperti ketinggian tempat seorang hidup dan kesehatan (Kimball,
1999).
Dallman dan Brown (1987) menyatakan bahwa, hewan yang
memiliki sel darah kecil, jumlahnya banyak. Sebaliknya yang
ukurannya lebih besar akan mempunyai jumlah yang lebih sedikit.
Jumlah sel darah merah yang banyak, juga menunjukkan besarnya
aktivitas hewan tersebut. Hewan yang aktif bergerak/beraktivitas
akan memiliki eritrosit dalam jumlah yang banyak pula, karena
hewan yang aktif akan mengkonsumsi banyak oksigen, dimana
eritrosit sendiri mempunyai fungsi sebagai transport oksigen dalam
darah (Guyton and Hall, 1997).
Jumlah eritrosit pada ikan adalah 50.000-3.000.000 sel/mm3.
Jumlah eritrosit ayam betina adalah 2.720.000 sel/mm3, jumlah
eritrosit ayam jantan adalah 3.230.000 sel/mm3, jumlah eritrosit
mencit normal adalah berkisar 4.000.000 - 6.000.000 sel/mm3.

7
Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi
tubuh, variasi harian dan keadaan stres. Banyaknya jumlah eritrosit
yang banyak juga menunjukan besarnya aktivitas hewan tersebut.
Hewan yang aktif bergerak akan memiliki eritrosit yang banyak
karena akan mengkonsumsi banyak oksigen, sebab eritrosit
berfungsi sebagai transport oksigen dalam darah (Guyton and Hall,
1997).
Apabila jumlah eritrosit kurang / lebih dari keadaan normal,
dapat terjadi keadaan antara lain :
 Eritrositosis
Suatu kondisi dimana terdapat sejumlah sel darah merah atau
eritrosit yang abnormal dalam sirkulasi.
 Eritropenia
2) Leukosit (Sel Darah Putih)
Bening, tidak berwarna dengan bentuk yang lebih besar dari
sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih sedikit. Dala kondisi normal
tiap mm³ mamalia terdapat 4000 – 11.000 sel darah putih. Leukosit
memiliki peranan penting dalam perlindungan tubuh terhadap
mikroorganisme. Yang paling berperan dalam fungsi ini adalah sel
granulisit dan monosit. Dengan kemampuannya sebagai fagosit,
mereka memakan bakteri hidup yang masuk ke peredaran darah.
Dan dengan demikian gerakan kekuatan amoeboidnya, dia dapat
bergerak bebas di dalam dan dapat keluar dari pembeluh darah dan
berjalan mengitari seluruh bagian tubuh.
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem
pertahanan tubuh. Luekosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang
(granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di
jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Kurang dari 1 % darah
manusia adalah leukosit. Ukuran leukosit lebih besar daripada
eritrosit. Leukosit tidak mengandung haemoglobin, memiliki
nucleus dan pada dasarnya dijumpai dalam keadaan tidak berwarna
(Kimball, 1999). Elemen seluler leukosit terdiri atas neutrofil 50-

8
70%, eosinofil 2-4%, basofil < 1%, limfosit 20-30% dan monosit 2-
8% (Suripto, 2002).
Ada 2 macam tipe leukosit yaitu granular dan agranular.
Granulosit adalah leukosit sirkular dan memiliki granule pada
sitoplasmanya. Sedangkan agranulosit tidak memiliki granule pada
sitoplasmanya. Granulosit terdiri atas 3 tipe yaitu sel metrofil,
dimana paling banyak dijumpai, mewarnai dirinya dengan pewarna
netral atau campuran pewarna asam basa dan tampak berwarna
ungu; sel eusinofil, dimana sel ini sedikit dijumpai, penyerap warna
yang bersifat asam atau eosin dan kelihatan merah; sel basofil yang
menyerap pewarna basa dan menjadi biru. Sedangkan agranulosit
terdiri atas monosit, yang berfungsi untuk menutup daerah luka,
membungkus dan memfagosit setelah netrofil dan basofil (Pearce,
2002).
Granulosit dan monosit hanya ditemukan pada sumsum tulang.
Limfosit dan sel plasma teritama diproduksi dalam organ limfogen,
termasuk kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil dan berbagai kantung
jaringan limfoid dimana saja dalam tubuh, terutama dalam sumsum
tulang dan plak player dibawah epitel dinding usus (Guyton and
Hall, 1997).
Sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, terutama
granulosit, disimpan dalam sumsum sampai mereka diperlukan di
sistem sirkulasi. Kemudian bila kebutuhannya meningkat,
bermacam-macam factor menyebabkan granulosit dikeluarkan.
Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh
darah kira-kira 3X jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah
ini sesuai dengan persediaan granulosit dalam 6 hari (Guyton and
Hall, 1997).
Limfosit sebagian besar disimpan dalam berbagai area jaringan
limfoid kecuali pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut
dalam darah. Megakariosit juga dibentuk dalam sumsum tulang dan
merupakan bagian dari kelompok mielogenosa dalam sumsum

9
tulang. Megakariosit ini lalu pecah dalam sumsum tulang, menjadi
fragmen kecil yang dikenal dengan platelets atau trombosit yang
selanjutnya masuk ke dalam darah (Guyton and Hall, 1997).
Leukosit dalam darah jumlahnya lebih sedikit daripada eritrosit
dengan rasio 1:700 (Frandson, 1992). Leukosit adalah bagian dari
sel darah yang berinti, disebut juga sel darah putih. Di dalam darah
normal didapati jumlah leukosit rata-rata 4000- 11.000 sel/cc. Jika
jumlahnya lebih dari 11000 sel/mm3 maka keadaan ini disebut
leukositosis dan bila jumlah kurang dari 4000 sel/mm3 maka disebut
leucopenia. Fluktuasi jumlah leukosit pada tiap individu cukup
besar pada kondisi tertentu seperti stres, umur, aktifitas fisiologis
dan lainnya. Leukosit berperan penting dalam pertahanan seluler
dan humoral organisme terhadap benda-benda asing. Jumlah
leukosit lebih banyak diproduksi jika kondisi tubuh sedang sakit.
Apabila dalam sirkulasi darah, jumlah leukosit lebih sedikit
dibanding dengan eritrosit (Pearce, 2002). Sel darah putih berperan
dalam melawan infeksi (Kimball, 1999).
Leukosit dalam keadaan hidup tampak sangat berbeda dengan
leukosit yang terlihat pada sajian apus kering. Pada sajian irisan,
leukosit tampak bulat seperti di dalam sirkulasi darah, tetapi
diameternya lebih kecil dari pada dalam keadaan hidup akibat
pengerutan. Pada sajian apus sel-sel menjadi pipih dan tampak
lebih besar daripada dalam keadaan hidup dan banyak struktur halus
berubah atau rusak (Guyton and Hall, 1997).
Jumlah normal leukosit pada mamalia adalah rata-rata
4.000.000- 11.000.000 sel/mm3, jumlah leukosit pada ayam berkisar
antara 16.000-40.000 sel/mm3 dan jumlah leukosit ikan adalah
20.000-150.000 sel/mm3. Sedangkan untuk jumlah leukosit tikus
putih normal adalah 16.000–40.000 sel/mm3 (Guyton and Hall,
1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit adalah
tergantung pada spesies, kondisi pakan, kandungan bahan organik
seperti glukosa, lemak, urea, dan asam urat, kondisi lingkungan,

10
musim, serta umur hewan. Hewan yang terinfeksi akan mempunyai
jumlah leukosit yang banyak, karena leukosit berfungsi melindungi
tubuh dari infeksi. Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi
dikarenakan infeksi usus, keracunan bakteri, septicoemia,
kehamilan, dan partus (Pearce, 2002).
Apabila kurang/lebih dari keadaan normal, dapat terjadi
keadaan antara lain :
 Leukositosis : Penambahan jumlah keseluruhan sel darah
putih dalam darah, yaitu jika penambahan
melampaui 11.000 sel/mm³
 Leucopenia : Berkurangnya jumlah sel darah putih
sampai 4000 atau kurang
 Limfositosis : Penambahan jumlah limfosit
 Agranulositosis : Penurunan jumlah granulosit atau sel
polimorfnuklear

3) Trombosit
Trombosit dalam darah berfungsi sebagai faktor pembeku
darah dan hemostasis (menghentikan perdarahan ). Jumlahnya
dalam darah dalam keadaan normal sekitar 150.000 sampai dengan
300.000 /ml darah dan mempunyai masa hidup sekitar 1 sampai 2
minggu atau kira-kira 8 hari.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dan leukosit


Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dan leukosit
adalah tergantung pada spesies, kondisi pakan, kandungan bahan
organik seperti glukosa, lemak, urea, dan asam urat, kondisi
lingkungan, musim, serta umur hewan (Oktavia, 2011).
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah eritrosit
dan leukosit, yaitu umur, jenis kelamin, aktivitas tubuh, dan ketinggian
tempat/daerah yang ditempati. Umur mempengaruhi jumlah eritrosit
karena terdapat perbedaan jumlah eritrosit pada usia muda dan tua.

11
Jenis kelamin berpengaruh karena pada wanita jumlahnya lebih sedikit
yaitu sekitar 4,5 juta/mm3, sedangkan pada laki-laki sekitar 5 juta/
mm3, hal ini disebabkan karena lelaki melakukan sistem metabolisme
tubuhnya lebih besar daripada wanita. Aktivitas tubuh berpengaruh
karena semakin aktif tubuh bergerak maka energi yang dibutuhkan
semakin banyak sehingga oksigen yang diperlukan juga semakin
banyak untuk proses metabolisme yang mengakibatkan meningkatnya
jumlah eritrosit dan leukosit dan kadar hemoglobin. Ketinggian
tempat/daerah yang ditempatinya dapat berpengaruh karena pada
umumnya hewan atau manusia yang beradaptasi dengan lingkungan
oksigen rendah (misalnya hidup di daerah dataran tinggi) maka jumlah
eritrosit dan leukositnya lebih banyak daripada yang beradaptasi
dengan lingkungan oksigen tinggi, karena setiap eritrosit mengandung
pigmen darah yang berfungsi untuk mengikat oksigen. Sebaliknya jika
berada pada lingkungan dataran rendah maka jumlah eritrosit dan
leukositnya lebih tinggi (Wardani, 2016).

f. Hematologi
Hematologi merupakan cabang ilmu kesehatan yang
mempelajari darah, organ pembentuk darah dan penyakitnya.
Hematologi digunakan sebagai petunjuk keparahan suatu penyakit.
Perubahan hematologi dan kimia darah baik secara kualitatif maupun
kuantitatif dapat menentukan kondisi kesehatan hewan. Sel dan plasma
darah mempunyai peran fisiologis yang sangat penting dalam
diagnosis, prognosis, dan terapi suatu penyakit (Soetrisno, 1987).
Hematologi dapat dilakukan dengan menggunakan hemositometer.

g. Hemositometer

12
Hemositometer adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk
melakukan perhitungan sel secara cepat dan dapat digunakan untuk
konsentrasi sel yang rendah. Hemasitometer pada mulanya
diperuntukkan untuk menghitung sel darah, yang ditemukan oleh
Louis-Charles Malassez. Bentuknya terdiri dari 2 counting chamber
dan tiap chamber-nya memiliki garis-garis mikroskopis pada
permukaan kaca. Luas total dari chamber adalah 9 mm2. Chamber
tersebut nantinya akan ditutup dengan coverslip dengan ketinggian 0.1
mm di atas chamber floor.

Gambar 2. Hemositometer
Penghitungan konsentrasi sel pada hemasitometer ini
bergantung pada volume dibawah coverslip. Pada chamber terdapat 9
kotak besar berukuran 1 mm2 dan kotak-kotak kecil, di mana satu
kotak besar sama dengan 25 kotak kecil sehingga satu kotak besar
tersebut memiliki volume sebesar 0.0001 ml. Adapaun kotak yang
paling kecil berfungsi untuk mempermudah perhitungan sel
(Darmadi,2009). Kotak yang digunakan untuk menghitung eritrosit

13
adalah kotak R (kotak kecil yang terletak di tengah terbagi menjadi 25
bujur sangkar dengan sisi 1/5 mm). Kotak ini lebih kecil dari pada
kotak perhitungan leukosit, yaitu kotak W (kotak kecil yang terletak di
bagian pojok dan masing-masing terbagi lagi menjadi 16 kotak dengan
sisi ¼ mm) karena ukuran leukosit lebih besar dibandingkan eritrosit
dan jumlahnya juga jarang maka kotak pengamatannya juga harus
lebih besar sehingga mudah untuk diamati. Kotak R digunakan untuk
eritrosit karena eritrosit ukurannya lebih kecil daripada leukosit. Jika
eritrosit diamati pada kotak W akan terlalu banyak sel yang terlihat
dan luas daerah hitung terlalu besar sehingga akan menyulitkan
perhitungan.
Untuk mendukung keberhasilan praktikum, maka digunakan
beberapa bahan-bahan kimia yaitu Larutan Hayem, Larutan Truck,
Larutan Ether, dan Zat Koagulan. Bermacam-macam bahan yang
digunakan ini, memiliki peran masing-masing. Larutan hayem yang
memiliki fungsi antara lain mengencerkan darah, merintangi
pembekuan, bentuk bentuk eritrosit terlihat jelas, sedangkan bayangan
leukosit dan trombosit lenyap. Komposisi larutan hayem adalah
Natrium sulfat kristal (5,0 gram), natrium klorida (1,0 gram), merkuri
klorida (0,5 gram) dan air suling (200 ml). Larutan Truck berfungsi
untuk pengenceran, melisiskan eritrosit, dan mencegah koagulasi
darah, selain itu larutan Turk berfungsi sebagai pewarna leukosit
karena adanya gentian violet yang terkandung dalam larutan Turk
tersebut. Larutan Ether berfungsi untuk membuat hewan percobaan
lemas dan pingsan sehingga tidak merasakan sakit ketika dibunuh,
kerja larutan Ether ini mirip dengan obat Bius. Selanjutnya adalah zat
Koagulan, zat koagulan ini merupakan zat EDTA (natrium ethylen
diamin tetra acetic acid) yang berfungsi mencegah penggumpalan
darah.

14
A. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Variabel Manipulasi : Jenis kelamin mencit, jenis larutan

2. Variabel Kontrol : Umur mencit, lama pengocokan,

3. Variabel Respon : Jumlah eritrosit dan leukosit mencit (jantan dan


betina)
B. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel manipulasi : Pada percobaan kali ini untuk membandingkan


jumlah eritrosit dan leukosit pada hewan coba mencit dengan Jenis kelamin
mencit yang berbeda yaitu jantan dan betina.

2. Variable kontrol : Umur mencit yang digunakan pada percobaan


kali ini yaitu 12 minggu

C. Cara Kerja
Mengeluarkan darah melalui intra cardiac ± 1,0 ml dari hewan coba tikus putih atau
mencit. Kemudian meletakkan darah dalam botol penampung yang sudah diberi
sedikit EDTA.

1. Penentuan Jumlah Leukosit


 Menghisap darah sampai menunjukkan 1,0 pada mikropipet dan ujungnya
dibersihkan dengan kertas hisap
 Menghisap larutan Turk (yang dituangkan terlebih dahulu ke dalam
tabung) sampai menunjukkan angka 11
 Melepaskan pipet karet dari mikropipet, menutup kedua ujung mikropipet
dengan jari dan mengocok selama 2 menit.
 Membuang 2-3 tetes cairan pada ujung mikropipet, selanjutnya
meletakkan ujung mikropipet ke Improved Neubauer dan menuangkan
cairan darah yang ada, meletakkan dibawah mikroskop (dengan perbesaran
lemah, mencari bilik hitung Improved Neubauer, kemudian dengan
perbesaran kuat) dan hitunglah semua jumlah leukosit yang terdapat di
dalam bujur sangkar pojok
 Jadi jumlah bujur sangkar yang dihitung sebanyak 4 x 16 = 64 kotak
dengan volume 1/160 mm³
 cara penghitungan (diamati pada perbesaran mikroskop 10 x 10) :
Jumlah bujur sangkar yang dihitung = 64 kali
Volume setiap bujur sangkar = 1/160 mm³
Darah yang diencerkan = 10 kali
Jumlah leukosit yang terhitung =L

15
Maka jumlah leukkosit per mm³ = L/64 x 160 x 10

2. Penentuan Jumlah Eritrosit


 Menghisap darah sampai menunjukkan 1,0 pada mikropipet dan ujungnya
dibersihkan dengan kertas hisap
 Menghisap larutan Hayem (yang dituangkan terlebih dahulu ke dalam
tabung) sampai menunjukkan angka 101
 Melepaskan pipet karet dari mikropipet, menutup kedua ujung mikropipet
dengan jari dan mengocok selama 2 menit.
 Membuang 2-3 tetes cairan pada ujung mikropipet, selanjutnya
meletakkan ujung mikropipet ke Improved Neubauer dan menuangkan
cairan darah yang ada, meletakkan dibawah mikroskop (dengan perbesaran
lemah, mencari bilik hitung Improved Neubauer, kemudian dengan
perbesaran kuat) dan hitunglah semua jumlah eritrosit yang terdapat di
dalam bujur sangkar pojok
 Jadi jumlah bujur sangkar yang dihitung sebanyak 5 x 16 = 80 kotak
dengan sisi 1/20 mm atau volume setiap bujur sangkar 1/4000 mm³
 Cara penghitungan (diamati pada perbesaran mikroskop 10 x 10) :
Jumlah bujur sangkar yang dihitung = 80 kali
Volume setiap bujur sangkar = 1/4000 mm³
Darah yang diencerkan = 100 kali
Jumlah leukosit yang terhitung =E
Maka jumlah leukkosit per mm³ = E/80 x 4000 x 100

16
DAFTAR PUSTAKA

Bryon, A. S and S. Doroth. 1973. Text Book of Physiology. Japan: St Burst The Moshy
Co Toppon Co Ltd.
Dallman, H. D dan E. M Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner I. Jakarta : UI
Press.
Darmadi. 2009. Menghitung Sel Darah Merah dan Sel Darah Putih Pada Ikan Lele
(Clarias gariepinus). Bandung: Marine Science Padjadjaran University.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
Guyton and Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit EGC.
Hidayati, Dewi. 2007. Modul Ajar Fisiologi Hewan. Program Studi Biologi ITS:
Surabaya
Jacob, S. 2008. Animal Anatomy: A Clinically-Orientated Approach. New
York: Churchill Livingstone, Inc.
Junqueira, Luiz Carloz,. Jose Carneiro. 2007. Histologi Buku Kedokteran. EGC :
Jakarta.

Kimball, J. W. 1999. Biologi. Jakarta: Erlangga.


Linda, Ramadhan. A, Tureni D. 2014. Pengaruh Ekstrak Biji Pala (Myristica fragrans)
Terhadap Jumlah Eritrosit dan Leukosit pada Tikus Putih (Rattus norvegicus).
Jurnal Universitas Tadulako. [Online]. Vol 3 1-8,halaman.. Tersedia http://ww.e-
Jipbiol.org/fultex&aId=875. Diakses pada tanggal 24 Maret 2018.

Pearce, E. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Schmidt, W. and Nelson, B. 1990. Animal Physiology. New York: Harper Collins
Publisher.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Editor, Beatricia I. Santoso – Ed. 2
EGC. Jakarta.
Soetrisno. 1987. Diktat Fisiologi Ternak. Purwokerto: Fakultas Peternakan Unsoed.
Suripto. 2002. Fisiologi Hewan. Bandung: ITB.
Triana, E. 2006. “Pengaruh Pemberian Beras Yang Difermentasi Oleh Monascus
Purpureus Jmba Terhadap Darah Tikus Putih (Ratus sp)Hiperkolesterolemia.”
Jurnal Biodiversitas. [Online]. Vol 7 No. 4,5 halaman. Tersedia :

17
http://www.doaj.org/doaj?func=fulltext&aId=944701. Diakses pada tanggal 24
Maret 2018.

Wardhana, A.H. 2000. “Pengaruh Pemberian Sediaan Patikan Kebo (Euphorbia Hirta
L) Terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit pada
Ayam yang Diinfeksi dengan Elimeria Tenella”. Jurnal Universitas Airlangga.
[Online] Tersedia: http://peternakan.Litbang.Deptan.Go.Id/Fullteks/Jitv/Jitv62-
10.Pdf. Diakses pada tanggal 24 Maret 2018.

18

Anda mungkin juga menyukai