Anda di halaman 1dari 37

Tugas Individu

LAPORAN MINI RISET


RAGAM BAHASA DAN TINDAK TUTUR
PEDAGANG DI PASAR SAMBU MEDAN

Mata Kuliah Umum Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : M. Oky Fardian Gafari

Disusun Oleh :
MHD RIFKI MUSLIM
5153331010
KELAS C (EKSTENSI)

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat – NYA, yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga
penulis dapat menyusun dan menyajikan tugas atau laporan mini riset dengan
judul yaitu “Ragam Bahasa dan Tindak Tutur Pedagang di Pasar Sambu
Medan”.
Penyusanan laporan mini riset merupakan salah satu syarat guna memenuhi
tugas pada mata kuliah umum Bahasa Indonesia, Program Studi Pendidikan
Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Medan semester ganjil tahun
2017. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak atau
bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pada pembuatan
laporan ini
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas laporan mini riset ini
masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menyempurnakan
tugas ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun tugas – tugas selanjutnya.
Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan laporan ini terdapat
kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam
memahami maksud penulis.

Medan, Oktober 2017

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3. Tujuan Mini Riset ..................................................................................... 2

1.4. Manfaat Mini Riset ................................................................................... 2

1.5. Sistematika Penyajian ............................................................................... 3

BAB II : KAJIAN TEORI....................................................................................... 4

2.1. Ragam Bahasa .......................................................................................... 4

2.2. Tindak Tutur ............................................................................................. 8

BAB III : METODE PENELITIAN ..................................................................... 10

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................................. 10

3.2. Waktu dan Lokasi Pelaksanaan .............................................................. 10

3.3. Subjek dan Objek Penelitian .................................................................. 11

3.4. Teknik Penentuan Informan ................................................................... 11

3.5. Instrumen Penelitian ............................................................................... 11

3.6. Prosedur Penelitian ................................................................................. 12

3.7. Defenisi Operasional .............................................................................. 12

3.8. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 13

3.9. Teknik Analisis Data .............................................................................. 14

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN .......................................... 15

4.1. Ciri Ragam Pedagang Berdasarkan Ciri Fonologi ................................. 15

iii
4.1.1. Perubahan Fonem ............................................................................ 15

4.1.2. Penghilangan Fonem ....................................................................... 18

4.1.3. Penambahan Fonem ........................................................................ 20

4.2. Ciri Ragam Pedagang Berdasarkan Ciri Morfologi ............................... 20

4.2.1. Penambahan Morfem ...................................................................... 20

4.2.2. Pengulangan Morfem ...................................................................... 21

4.3. Tindak Tutur Pedagang saat Menawarkan Dagangannya ...................... 22

4.3.1. Tindak Tutur Menyapa .................................................................... 22

4.3.2. Tindak Tutur Sindiran ..................................................................... 23

4.3.3. Tindak Tutur Mengomel/Marah ...................................................... 23

4.3.4. Tindak Tutur Rayuan ...................................................................... 24

4.4. Faktor yang Menyebabkan Adanya Ragam Bahasa dan Tindak Tutur .. 24

4.5. Wawancara Ke Pedagang ....................................................................... 26

BAB V : PENUTUP ............................................................................................. 28

5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 28

5.2. Saran ....................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

Lampiran 1 Transkip Data .................................................................................... 30

Lampiran 2 Foto – Foto Observasi ....................................................................... 32

iv
BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), bahasa merupakan sistem
bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk berkomunikasi,
berinteraksi, bekerjasama, dan mengidentifikasi diri. Dengan bahasa pula manusia
dimungkinkan dapat berkembang dan mengabstraksikan berbagai gejala yang
muncul di sekitarnya. Jelas bahwa bahasa sangat penting peranannya dalam
kehidupan sosial dan manusia berbahasa setiap hari (Susanto, 2015).
Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi dalam segala
aktivitas kehidupan dan tidak terlepas dari kebudayaan masing-masing individu.
Kebudayaan berperan penting dalam menentukan keberadaan suatu bahasa.
Keberadaan suatu bahasa dilihat juga dari lingkungan pemakai bahasa. Bahasa
lingkungan pada pedagang menimbulkan ragam bahasa yang dapat dilihat ketika
pedagang menawarkan barang dagangannya. Kekhasan pengucapan kata yang
mereka lakukan bertujuan untuk menarik perhatian pembeli dan pembeli
mempunyai rasa penasaran untuk membeli barang yang mereka tawarkan.
Penggunaan pengucapan kata yang mereka gunakan tersebut mempunyai variasi
bunyi dan variasi kata.
Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa,
berbeda-beda menurut topik yang sedang diperbincangkan, hubungan pembicara,
lawan bicara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Pemilihan kata juga
disesuaikan dengan sarana komunikasinya. (Ensiklopedia, 2016)
Pada waktu menjajakan barang dagangannya, para pedagang menunjukkan
ciri khusus yang membedakan dengan pedagang lainnya. Hal ini disebut dengan
perbedaan tindak tutur antara pedagang satu dengan yang lainnya. Peristiwa
tindak tutur dalam wacana jual-beli di pasar mempunyai peranan yang sangat
penting, yaitu menyampaikan maksud dan tujuan berbagai pihak. Penjual dan
pembeli sama-sama menggunakan bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan
maksud agar tercapai kesepakatan.

1
Berdasarkan uraian diatas peneliti akan mengkaji ragam bahasa dan tindak
tutur yang digunakan pedagang di Pasar Sambu Medan. Subjek yang diteliti yakni
pedagang di Pasar Sambu Meda, sedangkan objek yang diteliti ragam bahasa dan
tindak tutur pedagang tersebut. Sehingga judul mini riset ini adalah “Ragam
Bahasa dan Tindak Tutur Pedagang di Pasar Sambu Medan”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana ragam bahasa pedagang di Pasar Sambu Medan saat menawarkan
barang dagangannya?
2. Bagaimana tindak tutur pedagang di Pasar Sambu Medan saat menawarkan
barang dagangannya?

1.3. Tujuan Mini Riset


Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Melihat, mengamati dan memperoleh deskripsi dari ragam bahasa pedagang di
Pasar Sambu Medan saat menawarkan dagangannya.
2. Melihat, mengamati dan memperoleh deskripsi dari tindak tutur pedagang di
Pasar Sambu Medan saat menawarkan dagangannya.

1.4. Manfaat Mini Riset


Adapun manfaat dari hasil penelitian ini ditinjau dari dua aspek :
1. Manfaat penelitian secara teoritis
Menambah wawasan pengetahuan (keilmuan) bagi penulis dalam melihat
ragam bahasa dan tindak tutur pedagang.

2. Manfaat penelitian secara praktis


Sumbangan pemikiran bagi para peneliti lainnya yang akan mengkaji
tentang ragam bahasa dan tindak tutur pedagang dan dapat dijadikan pemicu
bagi peneliti lainnya untuk bersikap kritis dan kreatif dalam menyikapi
perkembangan tindak bahasa.

2
1.5. Sistematika Penyajian
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi laporan ini maka sistematika
yang digunakan adalah menurut sistematika penulisan laporan mini riset yang
dikeluarkan oleh Fakultas Teknik, Universitas Negeri Medan, yakni :

Bab I Pendahuluan
Isi pendahuluan menerangkan latar belakang masalah, rumusan masalah
yang diajukan, tujuan dan manfaat dari penulisan dan mini riset yang
dilakukan, defenisi operasional serta bentuk sistematika penyajian.

Bab II Konsep dan Hipotesis


Memaparkan kajian teori (penjelasan mencakup yang diteliti), kerangka
konsep (justifikasi ilmiah terhadap topik yang dipilih sesuai dengan
identifikasi masalah), serta hipotesis penelitian (jawaban sementara
penelitian).

Bab III Metode Penelitian


Sifatnya sangat teknis mengenai segala sesuatu yang terlibat dalam
persiapan agar pelaksanaan operasional penelitian berlangsung lancar.
Bagian ini memaparkan waktu dan lokasi penelitian, objek penelitian,
instrumen penelitian, pengumpulan data dan sebagainya.

Bab IV Analisis Data dan Pembahasan


Isi dari bagian ini adalah pemaparan dan pembahasan mengenai apa yang
tertera dijudul yakni ragam bahasa dan tindak tutur pedagang dari berbagai
sudut pandang didalamnya dengan mengaitkan data – data yang diperoleh di
lapangan.

Bab V Penutup
Merupakan bagian yang berisikan simpulan dan saran atas tulisan – tulisan
pada bagain bab sebelumnya yaitu Bab IV Analisis Data dan Pembahasan.

3
BAB II : KAJIAN TEORI

2.1. Ragam Bahasa


2.1.1. Pengertian Ragam Bahasa
Manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam
masyarakat menggunakan bahasa, dan dalam masyarakat tersebu terdapat
bermacam – macam bahasa yang disebut ragam bahasa. Menurut
Bachman, ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya,
yang berbeda – beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan
pembicara, lawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium
pembicara. (Udan, 2017)
Masyarakat yang beraneka ragam serta lingkungan budaya yang
berbeda menimbulkan ragam bahasa dalam penggunaan bahasa. Ragam
bahasa dalam penggunaan bahasa merupakan suatu keberadaan tidak
seragamnya bahasa yang ada dalam masyarakat. Munculnya ragam bahasa
disebabkan adanya kebutuhan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi
dan bekerjasama sesuai dengan situasi dan fungsi dalam kontak sosialnya.
Setiap penutur bahasa, hidup dalam latar belakang dan tata cara pergaulan
yang berbeda-beda. Orang yang ingin turut serta dalam membicarakan
sebuah topik masalah tertentu, memiliki ragam bahasa tersendiri antara
satu orang dengan orang lain untuk berkomunikasi dan berinteraksi.
(Ainurrahma, 2013)
Terjadinya ragam bahasa disebabkan oleh lingkungan pengguna
bahasa yang berbeda seperti pedagang yang berbeda dengan pedagang lain
walaupun tempat mereka bekerja sama tetapi cara mereka saat menjajakan
barang dagangannya antara pedagang satu dengan yang lain berbeda
dilihat dari segi sikap dan khususnya dari pemakaian kata-katanya. Dapat
disimpulkan bahwa ragam bahasa adalah suatu ciri khas gaya seseorang
dalam berkomunikasi dan berinteraksi kususnya gaya yang digunakan oleh
pedagang di Pasar Sambu Medan saat menjajakan barang dagangannya.

4
2.1.2. Pengelompokkan Ragam Bahasa
Ragam bahasa terbagi atas dua kelompok, yaitu ragam bahasa berdasarkan
media pengantarnya dan ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya
(Modul 1 : Laras Ilmiah dan Ragam Bahasa).
1. Ragam bahasa berdasarkan media pengantarnya
Penggunaan bahasa berdasarkan media pengantarnya atau
sarananya terbagi atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan adalah
bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan
ragam lisan yang formal dan ragam lisan yang nonformal. Sedangkan
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis
pun dapat berupa ragam tulis yang formal maupun nonformal. Ada pula
ragam tulis dan lisan yang semiformal. Artinya, tidak terlalu formal,
namun tidak pula terlalu nonformal.

2. Ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya


Dalam uraian di atas, disebutkan ragam lain, yakni ragam formal,
ragam nonformal, dan ragam semiformal. Ragam tersebut merupakan
pengelompokan bahasa dari sudut situasi pemakaian. Bahasa ragam
formal memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan
tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam formal tetap luwes
sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan,
serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan
dalam kehidupan modern. Pembedaan antara ragam formal, nonformal,
dan semiformal dilakukan berdasarkan hal berikut ini.
a. Topik yang sedang dibahas
b. Hubungan antarpembicara
c. Medium yang digunakan
d. Lingkungan
e. Situasi saat pembicaraan terjadi.

Ada lima ciri yang dapat dengan mudah digunakan untuk membedakan
ragam formal dari ragam nonformal. Setiap ciri adalah sebagai berikut.
 Penggunaan kata sapaan dan kata ganti

5
 Penggunaan kata tertentu
 Penggunaan imbuhan
 Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi)
 Penggunaan fungsi yang lengkap.

2.1.3. Variasi Ragam Usaha


Ragam Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial
yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam atau
para penuturnya yang heterogen, baik itu dilihat dari segi waktu, tempat,
situasi, dan cara penggunaanya. Hal tersebut menyebabkan jenis ragam
bahasa apakah yang cocok dipakai di masyarakat.
Ragam usaha adalah ragam bahasa yang sesuai dengan
pembicaraanpembicaraan di sekolah dan rapat – rapat atau pembicaraan
yang berorientasi kepada produksi dan hasil seperti halnya pedagang yang
menginginkan hasil saat menjajakan barang dagangannya. Jadi ragam
bahasa pedagang masuk kedalamnya, sebab seorang pedagang dalam
menjajakan barang dagangannya jelas tidak menggunakan bahasa formal,
tetapi menggunakan bahasa yang dimengerti oleh penjual dan pembeli.

2.1.4. Ciri Ragam Bahasa


Setiap ragam bahasa mempunyai ciri yang berbeda-beda, sehingga
dalam pemakaiannya ragam yang satu tidak dapat menduduki ragam yang
lain. Dalam penelitian ini ciri ragam yang akan dibahas terbatas pada
struktur yakni unsur fonologi dan unsur morfologi.
1. Ciri Fonologi
Ciri fonologi menyangkut bunyi bahasa, baik ciri-cirinya maupun
fungsinya dalam suatu bahasa. Ciri fonologi kata yang dihasilkan
pedagang asongan ditandai dengan adanya gejala – gejala bahasa :
 Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh
lingkungan. Contoh adab menjadi adap.
 Aferesis adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau
lebih fonem pada awal kata. Contoh tetapi menjadi tapi.

6
 Apokop adalah proses penghilangan penanggalan satu atau lebih
fonem pada akhir kata. Contoh president menjadi presiden.
 Sinkop adalah proses penghilangan penanggalan satu atau lebih
fonem pada tengah kata. Contoh dahulu menjadi dulu.
 Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong)
menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong). Contoh :
teladan menjadi tauladan vokal [e] menjadi [au].
 Monoftongisasi adalah perubahan dua bunyi vokal (diftong) menjadi
vokal tunggal (monoftong). Contoh kalau menjadi kalo
 Anaptiksis adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan
bunyi vokal tertentu diantara dua konsonan untuk memperlancar
ucapan. Contoh : putra menjadi putera; putri menjadi puteri
 Protesis adalah proses pembubuhan atau penambahan bunyi pada
awal kata. Contoh : mpu menjadi empu; mas menjadi emas.
 Enpentesis adalah proses pembubuhan atau penambahan bunyi pada
tengah kata. Contoh: - sajak menjadi sanjak.
 Paragog adalah proses pembubuhan atau penambahan bunyi pada
akhir kata. Contoh : hulubala menjadi hulubalang.

2. Ciri Morfologi
Morfologi berasal dari kata morphe yang berarti bentuk dan ema
berarti yang mengandung arti. Jadi morfologi adalah ilmu bahasa
tentang seluk-beluk kata atau struktur kata.
Dalam morfologi, dibicarakan seluk beluk morfem dan
bagaimana cara menentukan suatu bentuk morfem. Morfem adalah
satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Morfem dibagi
menjadi dua, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Lebih lanjut
pembagian morfem secara singkat dijelaskan sebagai berikut.
a. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti kata
jual, kata beli, kata duduk, dan kata tidur.
b. Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri.
Morfem terikat, dibagi lima jenis berikut penjelasannya.

7
 Prefiks atau awalan
Awalan (prefiks) adalah imbuhan yang dilekatkan didepan kata
dasar atau kata jadian. Di dalam bahasa Indonesia terdapat tujuh
awalan, yaitu per-, ber-, me-, di-, ter-, ke-, se-, dan lain-lain.
Contohnya tawa menjadi tertawa.

 Infiks atau sisipan


Sisipan adalah imbuhan yang diletakkan ditengah kata dasar.
Bahasa Indonesia memiliki empat buah sisipan, yaitu -el-, -em, -
er-, dan -in-,Contohnya getar menjadi gemetar.

 Sufiks atau akhiran


Akhiran adalah imbuhan yang dilekatkan pada akhir kata dasar.
Bahasa indomesia memiliki delapan akhiran, yaitu –i, kan, -an, -
man, -wan, -wati, -wi (-wiah), dan –nya, contohnya seni menjadi
seniman.

 Konfiks atau imbuhan terbelah


Konfiks adalah imbuhan yang dilekatkan sekaligus pada awal dan
akhir kata dasar. Contoh sebuah konfiks, yaitu ke-an pada kata
keuangan.

 Simulfiks atau imbuhan gabung


Simulfiks adalah dua imbuhan atau lebih yang ditambahkan pada
kata dasar tidak sekaligus, tetapi secara bertahap. Contoh
simulfiks adalah imbuhan ber-an yang melekat pada kata
berpakaian.

2.2. Tindak Tutur


2.2.1. Pengertian Tindak Tutur
Tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan entitas yang
bersifat sentral dalam pragmatik sehingga bersifat pokok di dalam

8
pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik
pragmatik lain seperti praanggapan, prinsip kerja sama, dan prinsip
kesantunan. Tindak tutur memiliki bentuk yang bervariasi untuk
menyatakan suatu tujuan.

2.2.2. Jenis – Jenis Tindak Tutur


1. Tindak Tutur Lokusi
Tindak tutur lokusi adalah tindakan proposisi yang berada pada
kategori mengatakan sesuatu (an act saying somethings). Oleh karena
itu, yang diutamakan dalam tindak lokusi adalah isi tuturan yang
diungkapkan oleh penutur. Wujud tindak lokusi adalah tuturan-tuturan
yang berisi pernyataan atau tentang sesuatu.

2. Tindak Tutur Ilokusi


Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung daya
untuk melakukan tindakan tertentu dalam hubungannya dengan
mengatakan sesuatu (an act of doing somethings in saying somethings).
Tindakan tersebut seperti janji, tawaran, atau pertanyaan yang
terungkap dalam tuturan.

3. Tindak Tutur Perlokusi


Tindak tutur perlokusi adalah efek atau dampak yang ditimbulkan
oleh tuturan terhadap mitra tutur, sehingga mitra tutur melakukan
tindakan berdasarkan isi tuturan.

9
BAB III : METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif yakni mengutamakan latar alamiah sebagai sumber data.
Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan
kehidupan sosial manusia. Latar alamiah penelitian ini adalah fenomena
kebahasaan yang terjadi secara alamiah yang tidak dimanipulasi, direncanakan,
bahkan dibuat – buat oleh peneliti. Fenomena kebahasaan yang dimaksud yakni
berupa ragam bahasa dan tindak tutur pedagang di Pasar Sambu Medan.
Jenis penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif di
maksudkan untuk menyelidiki, memahami, dan menjelaskan suatu gejala yang di
teliti dalam lingkungan pedagang di Pasar Sambu Medan.

3.2. Waktu dan Lokasi Pelaksanaan


Penelitian (mini riset) ini berlokasi di wilayah Pasar Sambu Medan yang
beralamat di jalan Sutomo. Waktu penelitian (mini riset) ini dilaksanakan pada
hari Sabtu dan Senin, tanggal 4 dan 6 November 2017.

Gambar 1. Pasar Sambu Medan

10
3.3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pedagang di Pasar Sambu Medan. Objek
penelitian ini adalah ragam bahasa dan tindak tutur pedagang.

3.4. Teknik Penentuan Informan


Pemilihan informan dilakukan secara accidental yaitu teknik pemilihan
informan yang ditetapkan secara kebetulan dipilih oleh peneliti dan dianggap
mampu memberikan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Informan yang terpilih berjumlah satu orang yang merupakan salah satu pedagang
di pasar tersebut.

Gambar 2. Salah Satu Pedagang Yang Diwawancarai di Pasar Sambu Medan

3.5. Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat bantu untuk memperoleh data – data yang
diperlukan. Untuk mempermudah, penelitian ini menggunakan panduan
wawancara berupa daftar pertanyaan yang memerlukan alat bantu sebagai
instrumen. Instrumen yang digunakan adalah telepon genggam (Handphone)
untuk dokumentasi, ballpoint/pensil, dan buku. Dokumentasi, digunakan untuk

11
merekam dan mem-foto objek penelitian ketika melakukan pengumpulan data.
Sedangkan ballpoint/pensil dan buku, digunakan untuk menuliskan dan
menggambarkan informasi data yang didapat dari narasumber.

3.6. Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian merupakan langkah – langkah yang dilakukan dalam upaya
mencapai tujuan penelitian. Langkah – langkah tersebut antara lain :
1. Tahap Persiapan
Peneliti menetapkan tempat dan jadwal penelitian, lalu menyusun rencana yang
ingin dilakukan serta menyiapkan instrumen penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan
Peneliti mendatangi (observasi) ke pasar Sambu Medan, lalu berkeliling pasar
sekaligus merekam percakapan dan melihat tindak tutur pedagang terhadap
pembeli. Selanjutnya, peneliti mencari informan untuk melakukan wawancara.

3. Tahap Akhir
Pada tahap ini, peneliti memutar dan mendengarkan rekaman untuk
mengumpulkan data dari proses pelaksanaan (observasi) baik itu rekaman
pedagang menawarkan dagangannya serta wawancara yang dilakukan.
Selanjutnya, peneliti mengumpulkan teori – teori yang berhubungan dengan
yang diteliti untuk dianalisis antara teori dan data tinjauan langsung
kelapangan. Setelah itu, peneliti menyimpulkan dan tertuang dalam laporan ini.

3.7. Defenisi Operasional


Definisi operasional bertujuan untuk memberikan batasan pengertian terhadap
istilah yang akan digunakan dalam penelitian agar tidak menimbulkan persepsi
yang berlainan. Beberapa istilah dalam mini riset ini adalah sebagai berikut.
1. Pedagang merupakan seseorang yang menjual atau menawarkan barang
dagangannya dengan cara menyodorkan barang dagangan.
2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian
bahasa, yang timbul menurut fungsi dan situasi yang memungkinkan adanya
variasi tersebut.

12
3. Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatik (ilmu yang mengkaji
bahasa dari aspek pemakaiannya) yang melibatkan pembicara, pendengar serta
yang dibicarakan.

3.8. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,
teknik rekam, wawancara, dan teknik catat.
1. Observasi
Observasi yang dimaksud yaitu berupa pengamatan secara langsung di
lapangan untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan ragam bahasa dan
tindak tutur pedagang. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui objektivitas dari
kenyataan yang ada tentang keadaan dan kondisi objek yang akan di teliti.

2. Teknik Rekam
Teknik rekam digunakan untuk merekam komunikasi pedagang. Tujuan dari
teknik rekam adalah untuk mencari data berupa kata – kata yang dipakai atau
dihasilkan oleh pedagang. Saat pedagang asongan menawarkan barangnya,
peneliti mendekati pedagang untuk mendapatkan suara yang dikeluarkan
pedagang, dengan kata lain menggunakan teknik sadap (tersembunyi) untuk
mendapat data tentang ragam bahasa dan tindak tutur pedagang.

3. Wawancara
Wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi data dengan
mengadakan tanya jawab. Sesuai dengan cara kerja metode wawancara dalam
penelitian ini, peneliti terlibat langsung untuk mengadakan tanya jawab dengan
pedagang di Pasar Sambu Medan. Hasil wawancara yang diperoleh berupa cara
mereka menggunakan ragam bahasa dan tindak tutur saat menawarkan barang.

4. Teknik Catat
Untuk memperoleh data tentang faktor penyebab adanya ragam bahasa dan
tindak tutur saat menawarkan barang yaitu dengan mencatat hasil wawancara
dengan pedagang. Pencatatan dilakukan langsung setelah penyimakan
dilakukan, dengan melakukan pencatatan dengan instrumen pengumpul data.

13
3.9. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif. Langkah – langkah yang dilakukan
peneliti dalam menganalisis data sebagai berikut.
1. Data yang terekam akan ditranskrip kedalam bentuk teks atau tulisan.
Selanjutnya akan dilakukan pemilihan data guna menyesuaikan dengan teori
yang ada.
2. Selanjutnya data akan dikelompokkan dan diklasifikasikan menurut ragam
bahasa dan tindak tutur pedagang. Lalu dipaparkan atau menjelaskan data
tersebut pada sebuah laporan.

14
BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pasar Sambu Medan terletak di Jalan Sutomo dan Sekitarnya. Pedagang di


Pasar Sambu Medan ini menjual berbagai macam barang maupun lainnya yang
terdiri dari pedagang pakaian bekas maupun baru, pedagang sepatu bekas maupun
baru, pedagang tas bekas, pedagang asongan, pedagang kain perca, pedagang
sayuran, dan sebagainya. Transaksi jual beli di Pasar Sambu Medan ini dilakukan
Setiap hari mulai siang hingga petang. Setiap transaksi jual beli dalam hal
menawarkan dagangannya, pedagang tidak terlepas dari penggunaan bahasa
dalam menawarkan barangnya. Maka dari itu, dibawah ini akan dijelaskan analisis
data dan pembahasan mengenai ragam bahasa dan tindak tutur pedagang di Pasar
Sambu Medan.

4.1. Ciri Ragam Pedagang Berdasarkan Ciri Fonologi


Pedagang saat menjajakan atau menawarkan barang dagangannya menunjukkan
adanya perubahan fonem, penghilangan fonem dan penambahan fonem. Ketiga
hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

4.1.1. Perubahan Fonem


Perubahan fonem berdasarkan ciri fonologi merupakan berubahnya bunyi
atau fonem pada sebuah kata agar kata menjadi terdengar dengan jelas.
Perubahan fonem terlihat dalam segmen tutur berikut.
a. Fonem [u]
(1) Dua polo andoknya dipili pili dua polo dua polo.
(2) Dek dua polo dek celana malam minggu dek.
(3) Berapaan ini? Lima belas kak, tiga empat polo.
(4) Mari dua polo dipili dipegang mari.
(5) Dua polu perak jangan payah beli bu, dari pada beli baru.
(6) Barapa tu? Tiga lima pasnya dua polo.
(7) Ayo dipilih masuk aja dua polo celananya.

15
Kata puluh yang diucapkan polo pada segmen tutur (1), (2), (3),
(4), (5), (6) dan (7) terjadi perubahan vokal tinggi belakang [u] menjadi
fonem vokal sedang belakang [o] pada kata tersebut sehingga dilafalkan
polo.

(8) Sepolo, sepolo, sepolo sini kak sini.


(9) Dua sepolo minyak wangi.
(10) Obral sepolo dibawah sepolo.
(11) Sepolo sepolo mare mare.
(12) Kemari ya kemari, jangan kesana bu. Ayo sarung bantalnya sepulo.
Kata sepuluh yang diucapkan sepolo pada segmen tutur (8), (9),
(10), (11), dan (12) terjadi perubahan fonem vokal tinggi belakang [u]
menjadi fonem vocal sedang belakang [o] sehingga dilafalkan sepolo.

(13) Ha... mare masok mare pele.


Kata masuk yang diucapkan masok pada segmen tutur (13) terjadi
perubahan vokal tinggi belakang [u] menjadi fonem vokal sedang
belakang [o] pada kata tersebut sehingga dilafalkan masok.

Perubahan fonem vokal [u] menjadi fonem [o] pada kata sepolo,
polo dan masok disebut proses netralisasi karena perubahan fonem
akibat pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan yang dimaksud
adalah pedagang di Pasar Sambu saat pedagang menjajakan
dagangannya, kata – kata yang diucapkan tanpa suatu perencanaan.

b. Fonem [i]
(14) Peleh – peleh lima belas.
(15) Ha.... mare masok mare pele.
(16) Dipileh – dipileh.
Kata pilih yang diucapkan pele atau peleh pada segmen tutur (14),
(15) dan (16) terjadi perubahan vokal yang tinggi belakang [i] menjadi
fonem vokal sedang belakang [e] pada kata tersebu sehingga dilafalkan
menjadi pileh atau pele.

16
(17) Ambel bu ambel.
(18) Kalo ambel lima pasang Cuma tujuplima ribu.
Kata ambil yang diucapkan ambel pada segmen tutur (17) dan (18)
terjadi perubahan vokal yang tinggi belakang [i] menjadi fonem vokal
sedang belakang [e] pada kata tersebut sehingga dilafalkan menjadi
ambel.

(19) Itu mau kubagusi ka ‘ek, kalo mau bisa kubikin kancingnya, masih
kesat dia ditarek.
Kata tarik yang diucapkan tarek pada segmen tutur (19) terjadi
perubahan vokal yang tinggi belakang [i] menjadi fonem vokal sedang
belakang [e] sehingga dilafalkan menjadi tarek.

(20) Ha... mare masok mare pele.


(21) Mare eiii mare masuk pilih celana pendek mare lima belas.
(22) Mare – mare tiga goceng lima ribu.
Kata mari yang diucapkan mare pada segmen tutur (20), (21) dan
(22) terjadi perubahan vokal yang tinggi belakang [i] menjadi fonem
vokal sedang belakang [e] sehingga dilafalkan menjadi mare.

Perubahan fonem vokal [u] menjadi fonem [o] pada kata pele,
ambel, tarek dan mare disebut proses netralisasi karena perubahan
fonem akibat pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan yang
dimaksud adalah pedagang di Pasar Sambu saat pedagang menjajakan
dagangannya, kata – kata yang diucapkan tanpa suatu perencanaan.

c. Fonem [au]
(23) Kalo ambel lima pasang Cuma tujuplima ribu.
(24) itu mau kubagusi ka ‘ek, kalo mau bisa kubikin kancingnya, masih
kesat dia ditarek.
(25) Kalo anak – anak kuliah kek gini diambel.
Kata kalau yang diucapkan kalo pada segmen tutur (23), (24) dan (25)
terjadi perubahan vokal dua bunyi vokal [au] menjadi fonem vokal

17
tunggal [o] sehingga dilafalkan menjadi kalo. Proses perubahan dua
bunyi vokal (diftong) menjadi vokal tunggal (monoftong) disebut
proses monoftongisasi. Pengucapan kata kalo merupakan ciri khas
orang medan yang terbiasamengucapkan fonem [au] menjadi fonem [o].

4.1.2. Penghilangan Fonem


Penghilangan fonem berdasarkan ciri fonologi merupakan hilangnya
bunyi atau fonem pada awal, tengah dan akhir sebuah kata tanpa
mengubah makna. Penghilangan ini biasanya berupa pemendekan kata.
Penghilangan fonem terlihat dalam segmen tutur berikut.
a. Fonem [h]
(26) Dua pulo andoknya dipilih pili dua pulo dua pulo.
Kata handuk pada segmen tutur (26) terjadi penghilangan fonem
huruf [h] sehingga kata handuk dilafalkan andok disebut proses
afereses, karena proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih
fonem pada awal kata. Kata haduk yang diucapkan andok terjadi
perubahan vokal yang tinggi belakang [u] menjadi fonem vokal sedang
belakang [o] pada kata tersebu sehingga dilafalkan menjadi andok.

(27) Ha.... mare masok pile.


Kata pilih pada segmen tutur (27) terjadi penghilangan fonem
konsonan bersuara frikatif glotal [h] sehingga kata pilih dilafalkan pile.
Proses penghilangan fonem konsonan bersuara [h] disebut proses
apokop, karena pada kata pile terjadi penghilangan atau penanggalan
satu atau lebih fonem pada akhir kata. Kata pilih yang diucapkan pile
terjadi perubahan vokal yang tinggi belakang [i] menjadi fonem vokal
sedang belakang [e] pada kata tersebu sehingga dilafalkan menjadi pile.

(28) Sepolo, sepolo, sepolo sini kak sini.


(29) Dua sepolo minyak wangi.
(30) Obral sepolo dibawah sepolo.
(31) Sepolo sepolo mare mare.
(32) Kemari ya kemari, jangan kesana bu. Ayo sarung bantalnya sepulo.

18
Kata sepuluh pada segmen tutur (28), (29), (30), (31), dan (32)
yang diucapkan terjadi penghilangan fonem konsonan bersuara frikatif
glotal [h] sehingga kata sepuluh dilafalkan sepolo. Proses penghilangan
fonem konsonan bersuara [h] disebut proses apokop, karena pada kata
sepolo terjadi penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem
pada akhir kata. Kata sepuluh yang diucapkan sepolo terjadi perubahan
vokal yang tinggi belakang [u] menjadi fonem vokal sedang belakang
[o] pada kata tersebu sehingga dilafalkan menjadi sepolo.

(33) Dua polo andoknya dipili pili dua polo dua polo.
(34) Dek dua polo dek celana malam minggu dek.
Kata puluh pada segmen tutur (33) dan (34) yang diucapkan terjadi
penghilangan fonem konsonan bersuara frikatif glotal [h] sehingga kata
puluh dilafalkan polo. Proses penghilangan fonem konsonan bersuara
[h] disebut proses apokop, karena pada kata polo terjadi penghilangan
atau penanggalan satu atau lebih fonem pada akhir kata. Kata puluh
yang diucapkan polo terjadi perubahan vokal yang tinggi belakang [u]
menjadi fonem vokal sedang belakang [o] pada kata tersebu sehingga
dilafalkan menjadi polo.

a. Fonem [ai]
(35) Ambil kawe gopek disini gak sampe gopek, seratus pun gak sampe.
Kata sampai pada segmen tutur (35) terjadi penghilangan fonem
huruf [ai] sehingga kata sampai dilafalkan sampe disebut proses
aposkop, karena pada kata sampe terjadi penghilangan atau
penanggalan satu atau lebih fonem pada akhir kata.

b. Fonem [e]
(36) Pele pele lima blas.
Kata belas pada segmen tutur (36) terjadi penghilangan fonem
huruf [e] sehingga kata belas dilafalkan blas disebut proses sinkop,
karena kata blas terjadi penghilangan atau penanggalan satu atau lebih
fonem pada tengah kata.

19
c. Fonem [uluh]
(37) Kalo ambel lima pasang Cuma tuju plima.
(38) Hai kakak? Berapa ini kakak? Dua plima kak.
Kata plima pada segmen tutur (36) terjadi penghilangan fonem
huruf [uluh] sehingga kata puluh lima dilafalkan plima disebut proses
aposkop, karena kata plima terjadi penghilangan atau penanggalan satu
atau lebih fonem pada akhir kata.

4.1.3. Penambahan Fonem


Penambahan fonem pada ciri fonologi pada suatu kata berupa
penambahan bunyi vokal maupun konsonan. Penambahan ini dilakukan
untuk kelancaran ucapan. Penambahan fonem terlihat dalam segmen tutur
berikut.
a. Fonem [w]
(39) Minom – mino dek teh manis aquwa.
(40) Aquwa manis dingin dek.
Kata aqua pada segmen tutur (39) dan (40) terjadi penambahan
fonem konsonan semivokal bilabial [w] sehingga kata aqua seolah-olah
terdengar aquwa. Proses penambahan fonem konsonan [w] pada kata
aqua menjadi aquwa disebut proses epentesis karena terjadi
penambahan atau pembubuhan fonem padatengah kata, yaitu kata aqua
menjadi aquwa. Penambahan fonem [w] pada kata aquwa disebabkan
oleh pengucapan kata dengan tempo lambat sehingga menyebabkan
seolah-olah terdengar penambahan fonem [w] pada kata tersebut.

4.2. Ciri Ragam Pedagang Berdasarkan Ciri Morfologi


Pedagang saat menjajakan barang dagangannya menunjukkan adanya
penambahan morfem dan pengulangan morfem. Kedua hal tersebut dipaparkan
sebagai berikut.
4.2.1. Penambahan Morfem
Penambahan morfem berdasarkan ciri morfologi merupakan proses
pembubuhan suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata
merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki

20
kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau
pokok kata baru. Penambahan morfem yang digunakan pedagang di Pasar
Sambu Medan ditampilkan pada data berikut.
(41) Itu mau kubagusi kak e’, kalo mau bisa kubiki kancingnya, masih
kesat ditarek.
(42) Keper kepernya mari ya...
Berdasarkan hasil transkripsi ragam bahasa pedagang pada data diatas,
menunjukkan adanya kecenderungan penambahan akhiran -e, dan -nya.
Akhiran –e, dan –nya merupakan morfem terikat sehingga tidak bisa
berdiri sendiri tanpa melekat pada morfem bebas, berdasarkan data diatas
pada kata kak e’ dan kepernya. Dari segi makna, akhiran –e, dan –nya
menunjukkan milik. Seperti pada kata kepernya yang berarti keper milik
dia. Hal ini menjadi jelas jika dibandingkan dengan bentuk bentuk seperti
bukunya, rumahnya, sepedanya dan sebagainya, kata –nya disini melekat
pada kata benda.
Penambahan morfem tersebut, cenderung dipengaruhi oleh tuturan
yang dihasilkan pedagang dalam mengucapkan kata-kata tersebut sehingga
pengucapan tersebut dirasakan sudah menjadi kebiasaan. Seperti telah
disinggung bahwa dilihat dari segi bunyi bahasa yang digunakan pedagang
menunjukkan adanya perubahan fonem, penghilangan fonem dan
penambahan fonem sedangkan dari segi kata menunjukkan adanya
penambahan morfem dan pengulangan morfem.

4.2.2. Pengulangan Morfem


Proses pengulangan morfem atau reduplikasi merupakan
pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian, baik
dengan variasi fonem maupun tidak. Data yang menunjukkan pengulangan
morfem ditampilkan sebagai berikut.
(43) Kalo anak – anak kuliah kek gini diambil.
(44) Kaos – kaosnya bang murah – murah aja nya dua limpol.
(45) Ayo – ayo kak beha korsetnya, jangan sayangka uangmu belanja,
bulan muda ini... semangat belanja ya.
(46) Pilih bu gak kawe – kawe gak kawe – kawe mari.

21
Berdasarkan hasil transkripsi ragam bahasa pedagang pada data diatas,
kata anak, kaos, ayo, kawe dan seterusnya terjadi pengulangan morfem,
baik pada morfem bebas maupun terikat yang melekat pada morfem bebas
(morfem terikat -nya). Proses pengulangan morfem pada kata kaos-
kaosnya, kawe-kawe, murah-murah, dan seterusnya disebut dengan proses
reduplikasi. Proses pengulangan kata (reduplikasi) bertujuan untuk
memberitahukan kepada pembeli secara jelas (mudah didengar pembeli)
bahwa pedagang menjual barang dagangannya.
Pengulangan morfem, baik pada morfem bebas maupun pada morfem
terikat yang melekat pada morfem bebas (morfem terikat -nya sudah
menjadi hal yang biasa dilakukan oleh para pedagang di Pasar Sambu
Medan.

4.3. Tindak Tutur Pedagang saat Menawarkan Dagangannya


Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian, strategi tindak tutur
pedagang saat menawarkan barang dagangannya di Pasar Sambu Medan
mencakup beberapa hal dipaparkan pada bagian berikut ini.
4.3.1. Tindak Tutur Menyapa
(47) Cari apa kak.
(48) Minom minom dek teh manis aquwa.
(49) Hai kakak, berapa ini kak? Dua plima kak.

Ketiga segmen tutur diatas merupakan salah satu bentuk tindak tutur
menawarkan dengan penghormatan dalam menyapa. Pada ketiga segmen
tutur tersebut dituturkan oleh pedagang dengan nada halus dan sedikit
tegas, selain itu pedagang saat menawarkan barang dagangannya
menggunakan kata sapaan “dek”, “kakak” dan “nak”. Menurut pembeli,
apa yang dilakukan oleh pedagang santun karena pedagang saat
menawarkan barang dagangannya pembeli dalam keadaan memperhatikan
barang dagangan yang dibawa oleh pedagang, sehingga wajar pedagang
bertutur demikian. Selain itu pedagang menggunakan salah satu sapaan
penghormatan berupa kata “dek” dan “nak” ketika memanggil pembeli.

22
4.3.2. Tindak Tutur Sindiran
Tuturan yang dimaksud dapat dijelaskan dalam sebuah dialog pedagang
dan pembeli di Pasar Sabu Medan berikut.

Pembeli : berapa ini dek?

Penjual : ampat pulu bu, ampat pulu bu.

Pembeli : gak kurang?

Penjual : dah obral bu turun gantungan bu. Ha... nanti digantung –


.gantung mahal bu’ e..... sengaja kita main obral

Dari kata “ha... nanti digantung – gantung mahal bu’ e....” dimaksudkan
untuk menyidir para pembeli yang memang pada dasar nya pemikiran
pembeli saat melihat dagangan yang digantung – gantung dijual mahal.

4.3.3. Tindak Tutur Mengomel/Marah


Tuturan yang dimaksud dapat dijelaskan dalam sebuah dialog pedagang
dan pembeli di Pasar Sambu Medan berikut.

Pembeli : berapa ini kak?

Penjual : tiga, dua lima.

Pembeli : tiga dua puluh ya kak?

Penjual : bu da la bu, gak jadi pun gak papa. Udah kukasih


murah ini karna gak ada orang.

Dari kata tersebut yang di tebalkan dapat diartikan bahwa penjual sudah
memperingatkan dengan mengomel atau marah atau juga menegur “gak
jadi pun gapapa”. Hal ini juga dapat diperjelas saat peneliti melakukan
observasi kepasar tersebut bahwa pembeli sudah lama mengobrak abrik
pakaian yang akan dipilihnya untuk dibeli, karena sudah diobrak abrik
pembeli maka penjual merasa apabila barang yang ia jual sudah diobrak
abrik dan ia juga telah menjelaskan diawal pembeli datang bahwa barang
nya dijual dengan “tiga dua lima” seharusnya pembeli menawar dari awal.

23
4.3.4. Tindak Tutur Rayuan
Merayu merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap
orang lain dengan cara yang diupayakan semanis mungkin serta
sedemikian rupa yang bertujuan agar terpengaruh dan terhanyut olehnya
sehingga merasa senang dan atau terpaksa melakukan sesuatu sesuai
dengan kehendak orang tersebut.
(50) Dah dua limpol lah, berapa kak? Kak sombong kaka ya.... nantilah dua
lima mau kak?
(51) Dua lima ayok sayang.
(52) Ini bu tas kulit asli, semir aja kalo mau.

Pada segmen tutur (50) yang dituturkan dengan nada lugas serta
dengan menggunakan salah satu sapaan penghormatan berupa kata “kak”
kepada pembeli. Pedagang merayu pembeli untuk membeli barang
dagangannya, hal tersebut tampak pada tuturan yang mengatakan bahwa
dua lima mau kak?. Tindak tutur merayu yang diucapkan oleh pedagang
bertujuan agar harapan yang dikehendaki akan dikabulkan oleh pembeli.
Pada segmen tutur (51) yang dituturkan dengan nada lugas serta
dengan menggunakan salah satu sapaan penghormatan berupa kata
”sayang”. Pedagang merayu pembeli untuk membeli barang dagangannya,
hal tersebut tampak pada tuturan yang mengatakan bahwa ayok sayang.
Pedagang pada saat menuturkan dengan penuh pengharapan kepada
pembeli.
Pada segmen tutur (52) yang dituturkan dengan menggunakan nada
lugas serta dengan menggunakan salah satu sapaan penghormatan berupa
kata ”bu”. Pedagang merayu pembeli untuk membeli barang dagangannya,
hal tersebut tampak pada tuturan yang mengatakan bahwa semir aja kalo
mau. Tuturan seperti itu tampak sekali bahwa pembeli memohon kepada
penjual agar apa yang diinginkan dapat tercapai.

4.4. Faktor yang Menyebabkan Adanya Ragam Bahasa dan Tindak Tutur
Faktor yang mempengaruhi pedagang meliputi : faktor waktu, faktor
kebiasaan, faktor perhatian menarik pembeli, dan faktor agar cepat laku.

24
4.4.1. Faktor waktu
Seorang pedagang dalam menawarkan barang dagangannya rata –
rata menggunakan kata – kata yang biasa diulang – ulang, serta berintonasi
cepat. Maka dari itu faktor waktu bagi pedagang sangat penting saat
menawarkan barang dagangannya. Dapat diperjelas bahwa pedangan di
Pasar Sambu juga berjualan tidak pagi hari tetapi pada siang hari baru
membuka gerai dan tutup pada sore hari. Lalu setiap waktu pasti pembeli
lalu lalang melihat lihat dagangan, maka pedagang memanfaatkan waktu
untuk menawarkan dagangannya dengan menggunakan kata berintonasi
cepat.

4.4.2. Faktor Kebiasaan


Penggunaan bahasa oleh pedagang terbiasa dengan intonasi yang cepat.
Hal ini disebabkan adanya kebiasaan yang telah turun temurun digunakan
untuk menawarkan barang. Dari hal-hal yang dianggap biasa inilah,
penyebab bahasa pedagang terdapat kesalahan dan dari kesalahan-
kesalahan tersebut mereka jadikan kebiasaan. Bagi pedagang di Pasar
Sambu Medan, apapun tuturan yang digunakan saat menawarkan barang,
yang penting para pembeli mengerti apa yang mereka jual tanpa berbicara
panjang lebar. Kebiasaan dalam menggunakan kata yang telah lama
mereka pakai dalam menawarkan barang menjadi sulit dihilangkan, sebab
inilah ciri dari pedagang.

4.4.3. Faktor Menarik Perhatian Pembeli


Pedagang yang biasa menawarkan barang dagangannya dengan cara
disodor – sodorkan kepada pembeli, menggunakan kata – kata yang bisa
menarik perhatian pembeli dan membuat rasa penasaran pada pembeli. Hal
ini dilakukan agar barang yang mereka tawarkan menjadi pusat perhatian
pembeli. Dari perhatian yang diberikan oleh pembeli, secara tidak
langsung pembeli akan merasa penasaran dan tertarik untuk membeli
barang yang ditawarkan oleh pedagang. Dalam menawarkan barang
mereka melihat siapa yang ditawari, jika perempuan mereka menggunakan
kata yang lebih halus.

25
4.4.4. Faktor agar Cepat Terjual
Pedagang yang menawarkan barang biasa menunjukkan bahasa yang
khas. Antara pedagang satu dengan yang lain berbeda pengucapan, hal ini
dilakukan agar barang yang ditawarkan cepat terjual. Banyaknya pedagang
yang mempunyai barang dagangan sejenis membuat mereka berlomba
lomba membuat kata – kata yang berbeda dengan pedagang yang lain.
Penggunaan kata – kata yang khas dalam menawarkan barang oleh
pedagang dilakukan agar pembeli tertarik akan barang dagangannya
sehingga cepat terjual.

4.5. Wawancara Ke Pedagang


Wawancara ini dimaksudkan untuk memperjelas dan menghubungkan
kebenaran akan ragam bahasa dan tindak tutur pedagang di Pasar Sambu Medan
antara informasi data yang di yang didapat dari teknik rekam dan teori yang ada
dengan hasil dari percakapan wawancara antara peneliti dengan pedagang
tersebut.
N : Narasumber (pedagang kaus kaki)
P : Penanya

26
P : ibu sudah berapa lama berjualan disini ?
N : sudah tujuh bulan
P : disini pasar nya sudah berapa lama?
N : sudah lama kali la... sejak kita belum lahir pun sudah ada
P : misalkan bu, ada seorang pembeli , ia membeli dengan menawar terlalu
rendah dan sebenarnya yang ditawar dibawah harga asli. Jadi bagaimana
menurut ibu?
N : udah ya sama kayak tadi apa bisa tiga sepulu, ya gak bisa. Gak mungkin
kita marah ya kan itu hak pembeli.
P : misalkan bu, ada pembeli Cuma liat – liat aja, padahal penampilannya ya
seperti mau membeli, tapi tiba – tiba ia lari. Jadi bagaimana menurut ibu
atas pembeli tersebut?
N : ya itu sering banyak ya... ya ibu palingan bilang kalo gak ada niat beli
jangan pegang – pegang.
P : kalau ada pembeli yang terus minta di diskon – diskon itu bagaimana bu?
N : ya ada. Kadang – kadang (bercerita) berapa bu..? tiga sepulo, marilabu...
yang mana? yang ini bu? Gak bisa empat sepulo? Gak dapat dek itu
harga ecerannya tiga sepulo.
Habis tu dia pigi. Tapi ya kita kan masih baru – barulah. Tengok situasi
dulu lah ya kan. Ada juga yang marah – marah.

Dari percakapan tersebut dilakukan dengan narasumber seorang wanita penjual


atau pedagang kaus kaki. Dari percakapan tersebut dapat kita simpulkan bahwa :
1. Saat pedagang tersebut menceritakan kejadian seorang pembeli yang
berinteraksi dengannya sendiri yakni : “berapa bu..? tiga sepulo, marilabu...
yang mana? yang ini bu? Gak bisa empat sepulo? Gak dapat dek itu harga
ecerannya tiga sepulo” dapat kita lihat bahwa terdapat ragam bahasa berupa
perubahan fonem [u] dan penghilangan fonem [h] yakni pada kata “sepulo”.
2. Saat pedagang tersebut memberikan jawabannya, dapat kita simpulkan dari sisi
tindak tutur pedagang tersebut, pada saat ia menawarkan dagangannya ia
beinteraksi dengan tindak tutur rayuan, menawarkan dan ia mengaku sebagai
pembeli tidak dapat melakukan tindak tutur marah ke pembeli dikarenakan
pembeli juga mempunyai hak untuk membeli ataupun tidak.

27
BAB V : PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, disimpulkan bahwa sebagai berikut.

1. Ciri fonologi kata-kata yang digunakan pedagang saat menjajakan barang


dagangannya menandakan adanya perubahan fonem, penghilangan fonem, dan
penambahan fonem. Perubahan fonem terjadi akibat pergeseran suatu fonem
pada kata misalnya kata puluh yang diucapkan polo terjadi pergeseran fonem
vokal [u] menjadi fonem [o]. Kata aqua sering diucapkan [aquwa] terjadi
penambahan fonem [w] sehingga kata aqua menjadi [aquwa].
2. Ciri morfologi terdapat penambahan morfem dan pengulangan morfem.
Penambahan morfem itu berupa penambahan akhiran -e, dan -nya. yang
melekat pada morfem bebas misalnya, kata kak e’ dan kepernya dan
seterusnya. Selain Penambahan morfem terdapat pula pengulangan morfem
misalnya pada kata anak, kaos, ayo, kawe dan seterusnya.
3. Tindak tutur yang terjadi pada pedagang di Pasar Sambu Medan ditemukan
beberapa hal : penghormatan dalam menyapa dan perayuan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi ragam bahasa pedagang adalah sebagai
berikut faktor waktu, faktor kebiasaan, faktor menarik perhatian pembeli, dan
faktor cepat terjual.

5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah ada, maka disarankan.
1. Bagi yang menjalani matakulaih atau program bahasa Indonesia, agar hasil
penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan bahasa
khususnya bidang sosiolinguistik.
2. Bagi peneliti selanjutnya, perlu diadakannya penelitian lebih lanjut berkaitan
dengan ragam bahasa yang dituturkan pedagang asongan yang bersifat dinamis.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ainurrahma, I. (2013). Ragam Bahasa dan Tindak Tutur Pedagang Asongan di


Terminal Minak Koncar Kabupaten Lumajang. Jember: Universitas
Jember.

Ensiklopedia, W. (2016, September 21). Ragam Bahasa. Dipetik November 8,


2017, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa.

II Landasan Teori. Dipetik November 8, 2017, dari


http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:JbYOvkiu8nEJ:di
gilib.unila.ac.id/8448/13/BAB%2520II.pdf+&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=i
d&client=firefox-b-ab.

Mizu, A. Tindak Tutur (Austin & Searle). Dipetik November 8, 2017, dari
https://ambarmizu2013.wordpress.com/sosiolingusitik-tindak-tutur-austin-
dan-searle/.

(t.thn.). Modul 1 : Laras Ilmiah dan Ragam Bahasa. Dalam Bahasa Indonesia
Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah. Program Dasar Pendidikan Tinggi
Universitas Indonesia.

Susanto, B. (2015, Maret 8). 16 Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli


Terlengkap. Dipetik November 8, 2017, dari
http://www.spengetahuan.com/2015/03/16-pengertian-bahasa-menurut-
para-ahli-terlengkap.html.

Udan, A. (2017, September 23). Pengertian Ragam Bahsa Indonesia. Dipetik


November 8, 2017, dari https://amangudan.com/catatan/pengertian-ragam-
bahasa-indonesia/.

29
Lampiran 1

TRANSKIP DATA

1. Dua polo andoknya dipili pili dua polo dua polo.


2. Dek dua polo dek celana malam minggu dek.
3. Berapaan ini? Lima belas kak, tiga empat polo.
4. Mari dua polo dipili dipegang mari.
5. Dua polu perak jangan payah beli bu, dari pada beli baru.
6. Barapa tu? Tiga lima pasnya dua polo.
7. Ayo dipilih masuk aja dua polo celananya.
8. Sepolo, sepolo, sepolo sini kak sini.
9. Dua sepolo minyak wangi.
10. Obral sepolo dibawah sepolo.
11. Sepolo sepolo mare mare.
12. Kemari ya kemari, jangan kesana bu. Ayo sarung bantalnya sepulo.
13. Peleh – peleh lima belas.
14. Ha.... mare masok mare pele.
15. Dipileh – dipileh.
16. Ambel bu ambel.
17. Mare eiii mare masuk pilih celana pendek mare lima belas.
18. Mare – mare tiga goceng lima ribu.
19. Kalo ambel lima pasang Cuma tujuplima ribu.
20. itu mau kubagusi ka ‘ek, kalo mau bisa kubikin kancingnya, masih kesat dia
ditarek.
21. Kalo anak – anak kuliah kek gini diambel.
22. Dua pulo andoknya dipilih pili dua pulo dua pulo.
23. Ambil kawe gopek disini gak sampe gopek, seratus pun gak sampe.
24. Minom – mino dek teh manis aquwa.
25. Aquwa manis dingin dek.
26. Hai kakak? Berapa ini kakak? Dua plima kak.

30
27. Keper kepernya mari ya...
28. Kalo anak – anak kuliah kek gini diambil.
29. Kaos – kaosnya bang murah – murah aja nya dua limpol.
30. Ayo – ayo kak beha korsetnya, jangan sayangka uangmu belanja, bulan muda
ini... semangat belanja ya....
31. Pilih bu gak kawe – kawe gak kawe – kawe mari.
32. dah obral bu turun gantungan bu. Ha... nanti digantung –.gantung mahal bu’
e..... sengaja kita main obral
33. bu da la bu, gak jadi pun gak papa. Udah kukasih murah ini karna gak ada
orang.
34. Dah dua limpol lah, berapa kak? Kak sombong kaka ya.... nantilah dua lima
mau kak?
35. Dua lima ayok sayang.
36. Ini bu tas kulit asli, semir aja kalo mau.
37. Murah meriah kak murah cantik mare mare pilihlah pilih pilih
38. Ada ukuran ya.. siapa makek? Abang itu?
39. Kaos – kaos bang murah – murah aja nya dua limpol empat cepek.
40. Bugus tu bu gak ada rusak, kita gak jual rusak. Bukan merek yang kita liat bu
tapi bahan. Indonesia mereknya hebat – hebat tapi tekelupas kulit.
41. Anak – anak dewasa cantek murah, ini jeket ku kakak cantik mare – mare dari
depan kebelakang banyak pilihan, jeket parasut tebal tipis jaktet switer. Ini
kaka turun gantungan kepala – kepalanya kita obral ampat pulo pulo, cuci
gudang....

31
Lampiran 2

FOTO – FOTO OBSERVASI

32
33

Anda mungkin juga menyukai