Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR EKSTREMITAS

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung,' gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang
patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan
lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupiur tendo, kerusakan saraf,
dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya
yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner & Suddarth,
2002).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa, setiap retak atau patah
pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat
tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer, 2007).
B. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera traumatic
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah
secara spontan
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan,
misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas)
b. Infeksi seperti osteomielitis
c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

C. Jenis Fraktur Ekstremitas


Fraktur Ekstremitas Atas
1. Clavicula
Beberapa penyebab pada fraktur clavicula yaitu :
a. Fraktur clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh dari ketinggian dan yang lainnya.
b. Fraktur clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama,
misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
c. Fraktur clavicula akibat proses patologik, misalnya pada klien post radioterapi,
keganasan clan lain-lain.
Menurut Neer secara umum fraktur clavicula diklasifikasikan menjadi tiga tipe
yaitu :
a. Tipe I: Fraktur mid clavicula (Fraktur 1/3 tengah clavikula)
- Fraktur pada bagian tengah clavicula
- Lokasi yang paling sering terjadi fraktur, paling banyak ditemui
- Terjadi medial ligament coraco-clavicula (antara medial dan 1/3 lateral)
- Mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung (dari lateral
bahu)
b. Tipe II : Fraktur 1/3 lateral clavicula
- Fraktur clavicula lateral dan ligament coraco-clavicula, yang dapat dibagi:
o tipe 1: undisplaced jika ligament intak
o tipe 2: displaced jika ligament coraco-clavikula ruptur.
o tipe 3: fraktur yang mengenai sendi akromioclavicularis.
c. Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang paling jarang
terjadi dari semua jenis fraktur clavicula, insidensnya hanya sekitar 5%.
Diagnosis dari fraktur clavicula biasanya didasari dari mekanisme kecelakaan
dan lokasi adanya ekimosis, deformitas, ataupun crepitasi. Klien biasanya mengeluh
nyeri setelah terjadinya kecelakaan tersebut dan sulit untuk mengangkat lengan atau
bahu. Fraktur pada bagian tengah clavicula, pada inspeksi bahu biasanya asimetris,
agak jatuh kebawah, lebih kedepan ataupun lebih ke posterior.
2. Scapula
Fraktur scapula dapat biasanya terjadi karena adanya trauma berat. Trauma
langsung adalah yang paling sering terjadi, tetapi mekanisme tidak langsung juga
dapat bertanggung jawab. Sebuah contoh dari kekuatan tidak langsung adalah jatuh
pada lengan terlentang yang mempengaruhi caput humerus yang dapat berdampak
pada cavitas glenoidalis.
Keluhan yang sering dikeluhkan pada klien dengan fraktur scapula adalah
kesulitan dalam menggerakkan lengan terutama abduksi bahu dan mungkin
didapatkan memar pada scapula atau dinding dada. Dikarenakan dibutuhkan trauma
dengan energi tinggi untuk menyebabkan fraktur pada scapula, hal ini sering disertai
adanya cedera hebat pada dinding dada, vertebrae, abdomen dan kepala. Pemeriksaan
neurological dan vascular penting untuk dilakukan.
3. Humerus
Kebanyakan Fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma dapat bersifat:
a. Langsung: Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi Fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
comminutive dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b. Tidak langsung: Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah Fraktur.
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Fraktur Proximal Humerus: Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri,
bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat digerakkan, dan dapat teraba crepitasi.
Ekimosis dapat terlihat dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal
ini harus dibedakan dengan cedera thorax.
b. Fraktur Shaft Humerus: Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri,
bengkak, deformitas, dan dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang
Fraktur. Pemeriksaan neurovascular adalah penting dengan memperhatikan
fungsi nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan
neurovascular serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari
Compartement syndrome.
c. Fraktur Distal Humerus: Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi
karena trauma langsung atau trauma tidak langsung. Trauma langsung
contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku tangan
menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul
benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan
menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Gejala klinis dari
fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat bengkak, kemerahan,
nyeri, kaku sendi dan biasanya klien akan mengeluhkan siku lengannya seperti
akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat nyeri tekan, crepitasi,
dan neurovascular dalam batas normal.
4. Fraktur pada Siku
Fraktur humerus distal akibat kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dengan
siku menumpu (dengan posisi ekstensi atau fleksi), atau hantaman langsung. Fraktur
ini dapat mengakibatkan kerusakan saraf akibat cedera pada saraf medianus, radialis,
atau ulnaris. Klien dievaluasi adanya parestesia dan tanda gangguan peredaran darah
pada lengan bawah dan tangan. Komplikasi paling serius pada fraktur suprakondiler
humerus adalah kontraklur iskemik Volkmann, yang terjadi akibat pembengkakan
antekubital dan kerusakan arteri brakhialis.
Tujuan terapi adalah reduksi dan stabilisasi segera fraktur, diikuti gerakan aktif
terkontrol bila pembengkakan lelah hilang dan penyembuhan telah mulai. Bila
fraktur tidak mengalami pergeseran, lengan diimobilisasi dengan gips atau bidai
posterior dengan siku difleksikan 45 sampai 90 derajat, atau siku dapat disangga
dengan balut tekan dan sling.
Fraktur yang mengalami pergeseran biasanya dapat ditangani dengan fraksi
atau reduksi terbuka dan fiksasi interna. Eksisi fragmen tulang mungkin perlu
dilakukan. Kemudian dipasang penyokong eksterna tambahan dengan bidai gips.
Latihan jari aktif harus diusahakan. Latihan rentang gerak yang lembut sendi
yang cedera dimulai sejak sekitar 1 minggu setelah fiksasi interna dan setelah 2
minggu pada reduksi tertutup. Gerakan dapat mempercepat penyembuhan pada sendi
yang cedera dengan menggerakkan cairan sinovial ke dalam kartilago artikularis.
Latihan aktif sendi siku dilakukan sesuai petunjuk dokter. Karena keterbatasan gerak
residual dapat terjadi bila tidak dilakukan program rehabilitasi intensif.
5. Fraktur Radius dan Ulna
a. Fraktur Kaput Radii
Fraktur kaput radii sering terjadi dan biasanya terjadi akibat jatuh dan tangan
menyangga dengan siku ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi siku
(hemartrosis), harus diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan memungkinkan gerakan
awal. Imobilisasi untuk fraktur tanpa pergeseran ini dilakukan dengan pembebatan.
b. Fraktur Batang Radius dan Ulna
Fraktur pada batang lengan bawah biasa terjadi pada anak-anak. Baik radius
maupun ulna atau keduanya dapat mengalami patah pada setiap ketinggian.
Biasanya, akan terjadi pergeseran bila kedua tulang patah.
Peredaran darah, gerakan, dan perasaan tangan harus dikaji setelah
pemasangan gips. Lengan ditinggikan untuk mengontrol edema. Fleksi dan ekstensi
jari-jari harus sering dilakukan untuk mengurangi edema. Gerakan aktif bahu yang
terkena sangat penting dilakukan. Reduksi dan kesejajaran dikontrol dengan secara
ketat dengan sinar-x agar yakin bahwa imobilisasi telah memadai.

Tulang pada region antebrachii: os radius dan os ulna


6. Fraktur Pergelangan Tangan dan Jari Tangan
Fraktur radius distal (fraktur Colles) merupakan fraktur yang sering terjadi dan
biasanya terjadi akibat jatuh pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering
terjadi pada anak-anak dan wanita tua dengan tulang osteoporosis dan jaringan tulang
lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh. Klien datang dengan deformitas
pergelangan tangan, deviasi radial, nyeri, bengkak, kelemahan, keterbatasan gerak
jari dan kebas.
Penanganan biasanya terdiri dari reduksi tertutup dan imobilisasi dengan, gips.
Pada fraktur yang berat, dapat dipasang kawat Kirchner untuk mempertahankan
reduksi. Pergelangan tangan dan lengan bawah harus ditinggikan selama 48 jam
setelah reduksi untuk mengontrol pembengkakan.
Jari dapat mengalami pembengkakan akibat berkurangnya aliran balik vena
dan pembuluh limfe. Fungsi sensoris saraf medianus dikaji dengan menusuk dengan
jarum aspek distal jari telunjuk, dan fungsi motoris dikaji dengan menguji
kemampuan menyentuhkan ibu jari ke kelingking. Gangguan peredaran darah dan
fungsi saraf harus segera ditangani dengan membebaskan semua balutan dan gips
yang menjerat.

Wrist bone

Fraktur Ekstremitas Bawah


Tujuan penatalaksanaan fraktur ekstremitas bawah adalah:
a. Mencapai penyatuan tulang dengan panjang penuh dan kesejajaran normal
tanpa deformitas rotasi dan angular,
b. Mempertahankan, kekuatan otot dan gerakan sendi, dan
c. Mempertahankan status ambulasi sebelum cedera klien.
1. Fraktur Femur
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat. Bila bagian kaput, fcoium,
atau trokhanterik femur yang terkena, terjadilah fraktur pinggul. Fraktur juga dapat
terjadi pada batang femur dan di daerah lutut (fraktur suprakondiler dan kondiler).
2. Fraktur Pinggul
Ada insidensi tinggi fraktur pinggul pada lansia, yang tulangnya biasanya
sudah rapuh karena osteoporosis (terutama wanita) dan yang cenderung sering jatuh.
Kelemahan otot kwadrisep, kerapuhan umum akibat usia, dan keadaan yang
mengakibatkan penurunan perfusi arteri ke otak (serangan iskemi transien, anemia,
emboli, dan penyakit kardiovaskuler, efek obat) berperan dalam insidensi terjadinya
jatuh. Klien yang mengalami fraktur pinggul sering mempunyai kelainan medis yang
berhubungan (mis. kardiovaskuler, pulmonal, renal, endokrin).
Klasifikasi fraktur pinggul:
a. Fraktur intrakapsuler adalah fraktur kolum femur.
b. Fraktur ekstrakapsuler adalah fraktur daerah trokhanterik (antara basis kolum
femur dan trokhanter minor femur) dan daerah subtrokhanterik.
Penyembuhan fraktur kolum femur lebih sulit dibanding fraktur pada daerah
trokhanterik, karena sistem pembuluh darah yang memasok darah ke kaput dan
kolum femoris dapat mengalami kerusakan akibat fraktur. Pembuluh darah nutrisi
dalam tulang dapat terputus, dan sel tulang dapat mati. Dengan alasan ini, maka
sering terjadi nonunion atau nekrosis aseptik pada klien dengan tipe fraktur ini.
Manifestasi Klinis fraktur pinggul Klien akan mengeluh nyeri ringan pada
selangkangan atau di sisi medial lutut. Pada fraktur ekstrakapsuler, ektremitas jelas
tampak memendek, dengan rotasi eksternal yang lebih besar dibanding fraktur
intrakapsuler, memperlihatkan spasme otot yang tidak memungkinkan eksiremitas
dalam posisi normal, dan terdapat hematoma besar atau daerah ekhimosis yang
diakibatkannya. Diagnosis fraktur pinggul ditegakkan dengan sinar-x.
3. Fraktur Batang Femur
Diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femur pada orang
dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari kstinggian. Biasanya, klien ini
mengalami trauma multipel yang menyertainya.
Klien datang dengan paha yang membesar, mengalami deformitas dan nyeri
sekali dan tidak dapat menggerakkan pinggul maupun lututnya. Fraktur dapat trans-
versal, oblik, spiral atau kominutif. Sering, klien mengalami syok, karena kehilangan
darah 2 sampai 3 unit ke dalam jaringan, sering terjadi pada fraktur ini. Terus
bertambahnya diameter paha dapat menunjukkan tetap berlangsungnya perdarahan.
Pengkajian meliputi mengkaji status neurovaskuler ekstremitas, terutama
perfusi peredaran darah kaki. (Denyut nadi poplitea dan kaki dan pengisian kapiler
jari perlu dikaji). Alat pemantau ultrason Doppler mungkin diperlukan untuk
mengkaji aliran darah.
4. Fraktur Tibia dan Fibula
Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia (dan fibula) yang terjadi
akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, atau gerakan
memuntir yang keras. Fraktur tibia dan fibula sering terjadi dalam kaitan satu sama
lain. Klien datang dengan nyeri, deformitas, hematoma yang jelas, dan edema berat.
Sering kali fraktur. ini melibatkan kerusakan jaringan-lunak berat karena jaringan
subkutis di daerah ini sangat tipis.
Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data dasar. Jika fungsi saraf
terganggu, klien tak akan mampu melakukan gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
mengalami gangguan sensasi pada sela jari pertama dan kedua. Kerusakan arteri
tibialis dikaji dengan menguji respons pengisian kapiler. Klien dipantau mengenai
adanya sindrom kompartemen anterior. Gejalanya meliputi nyeri yang tak berkurang
dengan obat dan bertambah bila melakukan fleksi plantar, tegang dan nyeri tekan
otot di sebelah lateral krista tibia, dan parestesia. Fraktur dekat sendi dapat
mengakibatkan komplikasi berupa hemartrosis dan kerusakan ligament (Brunner &
Sudarth, 2002).

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fraktur


a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.

E. Patofisiologis
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.

F. Pathway

G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2
inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.)
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan
patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala,
tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x klien. Biasanya klien mengeluhkan mengalami
cedera pada daerah tersebut (Brunner & Suddarth, 2002).

H. Komplikasi
Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup
di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan
kerusakan pada otot. Gejala–gejalanya mencakup rasa sakit karena
ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan
yang berlebihan pada kompar-temen, rasa sakit dengan perenggangan pasif
pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering
pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal
ini terjadi ketika gelembung–gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang
dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati
sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh–pembuluh darah
pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke
tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur
(yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang
terjadi dalam periode waktu yang lama, klien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada
klien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh klien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka
fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang
panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma
dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular
memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa Kadang–kadang
dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor–faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan
lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang
bersifat patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.

I. Stadium Penyembuhan Fraktur


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-
sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24–48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang
lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.
Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yg menggabungkan kedua fragmen
tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.

c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus


Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang
) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.

d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem sekarang cukup kaku dan memungkin osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.

e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi
dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang,
rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya.

Fase Penyembuhan Tulang


J. Pemeriksaan Diagnosis
1. X-Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam
darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil
koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple,
atau cederah hati.

K. Pemeriksaan Fisik
1. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
4. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor,
Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:
a. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
 Cape au lait spot (birth mark).
 Fistulae.
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time Normal > 3 detik
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

L. Penatalaksanaan
1. Medis
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah:
a. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena
terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri
tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik
imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat
dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
 Pembidaian: benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

 Pemasangan gips
 Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips
yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah: Immobilisasi dan penyangga
fraktur, Istirahatkan dan stabilisasi, Koreksi deformitas, Mengurangi aktifitas,
Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan, Gips patah tidak bisa
digunakan, Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien, Jangan merusak / menekan gips, Jangan pernah memasukkan benda
asing ke dalam gips / menggaruk, Jangan meletakkan gips lebih rendah dari
tubuh terlalu lama

b. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.


Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama.
Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi
kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya
sendiri.

1) Penarikan
(traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas klien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan
traksi antara lain:
 Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency
 Traksi mekanik, ada 2 macam :
a. Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot.
Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban <5 kg.
b. Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced
traction. Dilakukan untuk menyem-purnakan luka operasi dengan kawat
metal/penjepit melalui tulang/jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
- Mengurangi nyeri akibat spasme otot
- Memperbaiki & mencegah deformitas
- Immobilisasi
- Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
- Mengencangkan pada perlekatannya
- Prinsip pemasangan traksi :
- Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
- Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat
agar reduksi dapat dipertahankan
- Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
- Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
- Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
2) Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada
pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan
reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami
cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah
mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-
fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen,
sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain:
 Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
 Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada
didekatnya
 Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
 Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
 Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-
kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan
fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan
dijalankan
3) Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya
kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya
dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi.
Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa
jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini
hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas
longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat
dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2
minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan
risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang
minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa
pemendekan. Comminuted fraktur paling baik dirawat dengan locking
nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
4) Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada
pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat
dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi
yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.
- Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan
akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang
terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft
tulang.
- Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya
sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.

2. Keperawatan
Diagnosa keperatan yang mungkin muncul
a. Nyeri akut b.d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
b. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
d. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d NOC NIC
spasme otot, - Pain Level, Pain Management
gerakan fragmen - Pain control,  Lakukan pengkajian
tulang, edema, - Comfort level nyeri secara
cedera jaringan Kriteria Hasil : komprehensif termasuk
lunak, pemasangan  Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
traksi, nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
stress/ansietas, luka nyeri, mampu kualitas dan faktor
operasi. menggunakan tehnik presipitasi
nonfarmakologi untuk  Observasi reaksi
mengurangi nyeri, nonverbal dari
mencari bantuan) ketidaknyamanan
 Melaporkan bahwa Gunakan teknik
nyeri berkurang dengan komunikasi terapeutik
menggunakan untuk mengetahui
manajemen nyeri pengalaman nyeri klien
 Mampu mengenali nyeri  Evaluasi pengalaman
(skala, intensitas, nyeri masa lampau
frekuensi dan tanda  Evaluasi bersama klien
nyeri) dan tim kesehatan lain
 Menyatakan rasa tentang ketidakefektifan
nyaman setelah nyeri kontrol nyeri masa
berkurang lampau
 Tanda vital dalam Bantu klien dan
rentang normal keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri
2 Gangguan NOC : NIC :
pertukaran gas b.d - Respiratory Status : Gas Airway Management
perubahan aliran exchange  Buka jalan nafas,
darah, emboli, - Respiratory Status : guanakan teknik chin
perubahan ventilation lift atau jaw thrust bila
membran - Vital Sign Status perlu
alveolar/kapiler Kriteria Hasil :  Posisikan klien untuk
(interstisial, edema
paru, kongesti)  Mendemonstrasikan memaksimalkan
peningkatan ventilasi ventilasi
dan oksigenasi yang  Identifikasi klien
adekuat perlunya pemasangan
 Memelihara kebersihan alat jalan nafas buatan
paru paru dan bebas dari  Pasang mayo bila perlu
tanda tanda distress  Lakukan fisioterapi
pernafasan dada jika perlu
 Mendemonstrasikan  Keluarkan sekret
batuk efektif dan suara dengan batuk atau
nafas yang bersih, tidak suction
ada sianosis dan  Auskultasi suara nafas,
dyspneu (mampu catat adanya suara
mengeluarkan sputum, tambahan
mampu bernafas dengan  Lakukan suction pada
mudah, tidak ada pursed mayo
lips)  Berikan bronkodilator
 Tanda tanda vital dalam bila perlu
rentang normal  Barikan pelembab udara
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2
 Respiratory Monitoring
 Monitor rata–rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
 Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
 Monitor suara nafas,
seperti dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
 auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3 Gangguan NOC : Latihan Kekuatan
mobilitas fisik b.d - Joint Movement :  Ajarkan dan berikan
kerusakan rangka Active dorongan pada klien
neuromas-kuler, - Mobility Level untuk melakukan
nyeri, terapi - Self care : ADLs program latihan secara
restriktif - Transfer performance rutin
(imobilisasi) Kriteria Hasil : Latihan untuk ambulasi
 Klien meningkat dalam  Ajarkan teknik
aktivitas fisik Ambulasi &
 Mengerti tujuan dari perpindahan yang aman
peningkatan mobilitas kepada klien dan
 Memverbalisasikan keluarga.
perasaan dalam  Sediakan alat bantu
meningkatkan kekuatan untuk klien seperti kruk,
dan kemampuan kursi roda, dan walker
berpindah  Beri penguatan positif
 Memperagakan untuk berlatih mandiri
penggunaan alat Bantu dalam batasan yang
untuk mobilisasi aman.
(walker) Latihan mobilisasi dengan
kursi roda
 Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda &
cara berpindah dari
kursi roda ke tempat
tidur atau sebaliknya.
 Dorong klien
melakukan latihan
untuk memperkuat
anggota tubuh
 Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh
yang Benar
 Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh
yg benar untuk
menghindari kelelahan,
keram & cedera.
 Kolaborasi ke ahli
terapi fisik untuk
program latihan.
4 Gangguan NOC NIC : Pressure
integritas kulit b.d - Tissue Integrity : Skin Management
fraktur terbuka, and Mucous  Anjurkan klien untuk
pemasangan traksi Membranes menggunakan pakaian
(pen, kawat, Kriteria Hasil : yang longgar
sekrup)  Integritas kulit yang  Hindari kerutan padaa
baik bisa dipertahankan tempat tidur
 Melaporkan adanya  Jaga kebersihan kulit
gangguan sensasi atau agar tetap bersih dan
nyeri pada daerah kulit kering
yang mengalami  Mobilisasi klien (ubah
gangguan posisi klien) setiap dua
 Menunjukkan jam sekali
pemahaman dalam  Monitor kulit akan
proses perbaikan kulit adanya kemerahan
dan mencegah  Oleskan lotion atau
terjadinya sedera minyak/baby oil pada
berulang derah yang tertekan
 Mampumelindungi kulit  Monitor aktivitas dan
dan mempertahankan mobilisasi klien
kelembaban kulit dan  Monitor status nutrisi
perawatan alami klien
 Memandikan klien
dengan sabun dan air
hangat
5 Kurang NOC : NIC :
pengetahuan - Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
tentang kondisi, process  Berikan penilaian
prognosis dan - Kowledge : health tentang tingkat
kebutuhan Behavior pengetahuan klien
pengobatan b.d Kriteria Hasil : tentang proses penyakit
kurang terpajan  Klien dan keluarga yang spesifik
atau salah menyatakan  Jelaskan patofisiologi
interpretasi pemahaman tentang dari penyakit dan
terhadap informasi, penyakit, kondisi, bagaimana hal ini
keterbatasan prognosis dan program berhubungan dengan
kognitif, kurang pengobatan anatomi dan fisiologi,
akurat/lengkapnya  Klien dan keluarga dengan cara yang tepat.
informasi yang ada mampu melaksanakan  Gambarkan tanda dan
prosedur yang gejala yang biasa
dijelaskan secara benar muncul pada penyakit,
 Klien dan keluarga dengan cara yang tepat
mampu menjelaskan  Gambarkan proses
kembali apa yang penyakit, dengan cara
dijelaskan perawat/tim yang tepat
kesehatan lainnya  Identifikasi
kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat
 Sediakan informasi
pada klien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat
 Hindari harapan yang
kosong
 Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi
tentang kemajuan klien
dengan cara yang tepat
 Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau proses
pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan
 Dukung klien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
 Eksplorasi
kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan
cara yang tepat
 Rujuk klien pada grup
atau agensi di
komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
 Instruksikan klien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Ircham Machfoedz. 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau
di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C.. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai