Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenal sebagai
salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini
dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang disertai gangguan
pada kadar kalium serum. Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan /
paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak-anak, sedangkan kasus
yang ringanseringkali mulai pada dekade ketiga. Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter
dan diturunkan secara autosomal dominan. Prevalensi 1 per 100.000 populasi. Mekanisme yang
mendasari penyakit ini adalah malfungsi pada ion channel pada membran otot
skelet / channelopathy.
Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang hilang timbul ,dapat
bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita mengalami kelemahan bagian proksimal
ekstremitas yang cepat dan progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari
kelemahan. Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris dengan derajat kelemahan
yang berbeda pada beberapa golongan otot saja sampai pada suatu kelumpuhan umum.
Kelemahan biasanya menghilang dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi
pada penderita yang sering mendapatkan serangan. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan
neurologi maupun kelainan elektromiografis.
Dibedakan menjadi paralisis periodik primer dan sekunder. Paralisis periodik
primermemiliki karakteristik : bersifat herediter, sebagian besar berhubungan dengan perubahan
kadar kalium dalam darah, kadang disertai miotonia, adanya gangguan pada ion channels.
Paralisis periodik primer meliputi paralisis periodik hipokalemia, hiperkalemia dan
paramiotonia. Paralisis periodik tirotoksikosis adalah paralisis periodik sekunder. Atas dasar
kadar kalium darah pada saat serangan , dibedakan 3 jenis paralisis periodik yaitu:1
1. Paralisis periodik hipokalemia
2. Paralisis periodik hiperkalemia
3. Paralisis periodik normokalemi
BAB II
PARALISIS PERIODIK

2.1 Definisi
Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan / paralisis otot
akut.Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak-anak, sedangkan kasus yang ringan
seringkali mulai pada dekade ketiga. Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter dan
diturunkansecara autosomal dominan. Prevalensi 1 per 100.000 populasi. Mekanisme yang
mendasaripenyakit ini adalah malfungsi pada ion channel pada membran otot skelet /
channelopathy.
Kelompok penyakit otot yang dikenal dengan periodik paralisis (PP) cirinya adalah
episode kelemahan flaksid otot yang terjadi pada interval yang tidak teratur. Umumnya
diturunkan dan lebih episode daripada periode. Penyakit ini dapat dibagi dengan baik
dalamkelainan primer dan sekunder. Karakteristik umum PP primer sebagai berikut :
(1)diturunkan; (2) umumnya dihubungkan dengan perubahan kadar kalium serum; (3)
kadangdisertai myotonia; dan (4) myotonia dan PP primer keduanya akibat defek ion channel.1

2.3. Patofisiologi
Klasifikasi PP untuk kepentingan klinis, ditunjukkan pada tabel l, termasuk tipehipokalemik,
hiperkalemik dan paramyotonia.

Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas membranotot (yakni,
sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek utama pada PP primer;perubahan
metabolismse kaliuim adalah akibat PP. Pada primer dan tirotoksikosis PP,paralisis flaksid terjadi
dengan relatif sedikit perubahan dalam kadar kalium serum,sementara pada PP sekunder,
ditandai kadar kalium serum tidak normal.2,4
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada kelompok penyakit ini.
Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot-otot kranial dan pernapasan biasanya
tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau berkurang selama serangan. Serat otot secara elektrik
tidak ada hantaran selama serangan. Kekuatan otot normal diantara serangan, tetapi setelah
beberapa tahun, tingkat kelemahan yang menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP
(khususnya PP primer). Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga
terkait autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari paint mutation).
Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian potensialaksi
(perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana terdapat permeabelitasion
channel yang selektif dan bervariasi. Energi tergantung voltase ion channel terutama gradien
konsentrasi. Selama berlangsungnya potensial aksi ion natrium bergerak melintasi membran
melalui voltage-gated ion channel.
Masa istirahat membran serat otot dipolarisasi terutama oleh pergerakan klorida melalui
channel klorida dan dipolarisasi kembali oleh gerakan kalium, natrium, klorida dan kalsium
channelopati sebagai sebuah grup , dihubungkan dengan myotonia dan PP. Subunit fungsional
channel natrium, kalsium dan kalium adalah homolog. Natrium channelopati lebih dipahami
daripada kalsium atau klorida channelopati.
Diskusi ini terutama ditujukan pada natrium dan kalsium channelopatisebagaimana
bentuk sekunder PP sekunder. Klorida channelopati tidak dihubungkan dengankelemahan
episode dan didiskusikan lebih rinci pada artikel kelainan myotonik.3

2.4. Frekuensi
Di Amerika: Frekuensi hiperkalemik PP, PC, dan PAM tidak diketahui. Hipokalemik PP
mempunyai prevalensi 1 per 100.000. Becker MC mempunyai prevalensi sekitar 1 per50.000,
sementara Thomson MC lebih jarang. Tirotoksikosis PP paling sering pada laki -1aki (85 %) dari
keturunan asia dengan frekuensi kira-kira 2 %.5

2.5. Riwayat
Semua PP dicirikan oleh kelemahan periodik. Kekuatan normal diantara serangan.
Kelemahan yang menetap bisa berkembang dalam beberapa bentuk. Paling banyak pasien dengan PP
primer berkembang gejala sebelum dekade ketiga.2,3
• Hiperkalemik periodik paralisis
 Onset pada umur kurang dari 10 tahun. Pasien biasanyamenjekaskan suatu rasa berat dan
kekakuan pada otot. Kelemahandimulai pada paha dan betis, yang kemudian menyebar ke tangan danleher.
Predominan kelemahan proksimal; otot-otot distal mungkin bisaterlibat setelah latihan-latihan
yang melelahkan.
 Pada anak, suatu lid lag myotonik (kelambatan kelopak mata atas saat menurunkan
pandangan) bisa menjadi gejala awa. Paralisis komplet jarang dan masih ada sedikit sisa gerakan.
Keterlibatanotot napas jam serangan terakhir kurang dari 2 jam dan pada sebagianbesar kasus,
kurang dari 1 jam. Spinkter tidak terlibat. Disfungsipencernaan dan buli disebabkan oleh
kelemahan otot abdomen.
 Kelemahan terjadi selama istirahat setelah suatu latihan berat atau selama puasa. Hal ini juga
bisa dicetuskan oleh kalium, dingin, etanol, karboidrat, atau stres. Penyakit ini bisa
dsembuhkandengan latihan ringan atau intake karbohidrat. Pasien juga mungkinmelaporkan
nyeri otot dan parestesia. Beberapa keluarga tidak mempunyai myotonia. Kelemahan interiktal,
jika ada, tidak seberathipokalemik PP.

• Hipokalemik periodik paralisis


 Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus yang ringan mungkin muncul
selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian besar kasus muncul sebelum umur 16 tahun. Kelemahan
bisa bertingkat mulai dari kelemahan sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi sampai
kelemahan umumyang berat. Serangan berat di mulai pada pagi hari, sering dengan latihan yang
berat atau makan tinggi karbohidrat pada hari sebelumnya. Pasien bangun dengan kelemahan
simetris berat,sering dengan keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya
melibatkan suatu kelompok otot pentig, dan bisa unilateral, parsial, atau monomelic. Hal ini bisa
mempengaruhi kaki secara predominan kadang-kadang, otot ektensor dipengaruhi lebih dari fleksor.
Durasi bervariasi dari beberapa jam sampaihampir 8 hari tetapi jarang lebih dari 72 jam.
Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bisa meningkat frekuensinya sampai
serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi mulai berkurang oleh usia 30 tahung hal ini jarang
terjadi setelahumur 50 tahun.
 Pengeluaran urin menurun selama serangan karenaakumulasi air intrasel meningkat.
 Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. Lidlag myotonia diobservasi diantara
serangan. Kelemahan ototpermanen mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan penyakitdan
bisa menjadi tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Ototproksimal wasting daripada
hipertropi, bisa terlihat pada pasiendengan kelemahan permanen.

• Potassium aggravated myotonia


Kelainan terkait autosom dominan ini dibagi dalam 3 kategori,myotonia flunctuan,
myotnia permanen, azetazolamideresponsive MC. Kelemahan jarang pada kelainan ini. Tetapi
nyeri otot. Episodik kekakuan disebabkan myotonia muncul pada myotonia flunctuan dan
acctazolamide-responsive MC, ketika kelainan itu berlanjut pada myotonia permanen.
Serangan dimulai pada istirahat segera setelah latihan pada myotoniatetapi lebih sering
dcngan latihan pada asetazolamid- responsive MC. Kalium dan dingin merperburuk myotonia
dalam 3 kelainan.

• Paramyotonia kongenital
Pada kelainan terkait autosomal dominan ini, myoton ia diperburuk dengan aktivitas
(paradoxical myotonia) atau temperatur dingin. Gejala-gejalapaling diperberat pada wajah.
Kelemahan episodik juga bisa berkembangsetelah latihan atau temperatur dingin dan biasanya
berkangsung hanyabeberapa menit, tetapi bisa berlangsung sepanjang hari.
Pemasukan kalium biasanya memperburuk gejala, tetapi pada beberapakasus,
menurunkan kadar kalium serum mencetuskan serangan.

• Tirotoksikosis periodik paralisis


Ini adalah hipokalemik PP yang paling banyak. lni paling banyak terjadi pada dewasa umur 20-
40 tahun. Hiperinsulinemia, pemasukankarbohidrat, dan latihan penting dalam mencetuskan
serangan paralitik.Kelemahannya proksimal dan jika berat terjadi pada otot pernapasan dan
mata.Serangan dalam jam sampai hari . Prevalensi tirotoksikosis periodik paralisis(TPP) pada
pasien dengan tirotoksikosis diperkirakan 0,1-0,2 % padakaukasian dan 13-14 % pada chinese.
95 % kasus TPP adalah sporadik. Karena TPP lebih sering pada orang asia, diduga kuat
predisposisinya adalah genetik. Kelompok keluarga TPP menunjukkan membuka tabir dari
suatupenyakit keturunan (yang sporadik) oleh tirotoksikosis.1,2,4

2.6. Pemeriksaan fisik


Banyak pasien dengan mempunyai kesamaan gambaran klinik, sebagaimana berikut:
 Eyelid myotonia
 Sensasi normal
 Pada beberapa kasus, kelemahan menetap bagian proksimal, khususnya dengan hipokalemik
PP
 Berkurangnya reflek regang selama serangan
2.7. Diferensial diagnosa
Masalah lainnya untuk dipertimbangkan:4,5
 Neuropati motor dan sensori herediter
 Anderson sindroma: sindroma ini, dicirikan dengan kalium sensitif PP dan
aritmia jantung, adalah kelainan terkait autosomal dominan. Kadar kalium bisa meningkat atau
berkurang selama serangan.

2.8. Pemeriksaan penunjang


• Hipokalemik periodik paralisis
Penurunan kadar serum , tetapi tidak selalu dibawah normal, selama serangan. Pasien
punya pengalaman retensi urin dengan penigkatan kadar sodium, kalium danklorida urin.
Penurunan kadar fosfor serum secara bertahap juga terjadi. Kadar fosfokinase (CPK) meningkat
selama serangan. ECG bisa menunnjukkan sinus bradikardi dan bukti hipokalemi (gelombang
Tdatar, gelombang U di lead Il, V2,V3 dan V4 dan depresi segment ST).

• Hiperkalemik periodik paralisis


Kadar kalium serum bisa meningkat setinggi 5-6 mEq /L. Kadang bisa diatas batas
normal, dan jarang mencapai kadar yang kardio toksik. Kadar natrium serum bisa turun karena
kenaikan kadar kalium. Hal ini bisa terjadi karena masuknya ion natrium kedalam otot. Air juga
bergerak pada arah ini, menyebabkan hemokonsentrasi dan selanjutnya hiperkalemi,
Hiperregulasi bisa terjadi pada akhir serangan,disebabkan hipokalemi. Diuresis air kretinuria,
dan peningkatan kadar CPK juga bisaterjadi pada akhir serangan. EKG bisa menunjukkan
gelombang T tinggi.

• Elektrodiagnosis
o Pemeriksaan konduksi saraf
o Pendinginan otot
o Tes latihan pada periodik paralisis
o Pemeriksaan jarum elektrode
o Tes provokatif
2.9 Tatalaksana
Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut hipokalemik PP tetapi jarang untuk
hiperkalemik PP. Pengobatan profilaksis dibutuhkan ketika serangan semakin sering.2,5,6

• Hipokalemik periodik paralisis


Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen IV. Yang terakhir
diberikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam kalium oral pada dosis 0,25
mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan improves.Kalium Klorida IV
0,05-0,1 mEq/kgBB dalam manitol 5% bolus adalah lebihbaik sebagai lanjutan infus. Monitoring
ECG dan pengukuran kalium serum berturutdianjurkan. Untuk proifilaksis, asetazolamid
diberikan pada dosis 125-1500 mg/haridalam dosis terbagi. Dichlorphenamide 50-150 mg/hari
telah menunjukkan keefektifan yang sama. Potasium-sparing diuretik seperti triamterene (25-100
mg/hari) danspironolakton (25- 100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan pasien
yangmempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau mereka yang tidak respon dengan
penghambat karbonik anhidrase. Karena diuretik ini potassium sparing,suplemen kalium bisa
tidak dibutuhkan.

• Tirotoksikosis PP
Pengobatan terdiri dari kontrol tirotoksikosis dan agen beta-blocking.

• Hiperkalemik periodik paralisis


Beruntungnya, serangan biasanya ringan dan jarang meminta pengobatan.
Kelemahan terjadi terutama karena makanan tinggi karbohidrat. Stimulasi betaadrenergik seperti
salbutamol inhaler juga memperbaiki kelemahan (tetapi kontraindikasi pada pasien aritmia
jantung). Pada serangan berat, terapetik measure yang mengurangi hiperkalemia berguna.
Monitoring EKG yang berkelanjutan selalu dibutuhkan selama pengobatan.Diuretik tiazid dan
karbonik anhidrase inhibitor digunakan sebagi protilaksis. Diuretik tiazid mempunyai beberapa
efek samping jangka pendek; obat-obat ini dicoba sebagaiterapi lini pertama. Kadang-kadang
diuretik tiazid bisa menghasilkan kelemahanhipokalemik paradoksal, yang respon dengan
suplementasi kalium.
• Paramyotonia kongenital
Karena kelemahannya tidak biasa ( uncommon), pengobatan ditujukan untuk mengurangi
myotonia. Ketika diuretik yang disebut diatas bisa dicoba, obat tersebutsering tidak efektif
Mexiletine telah ditunjukkan membantu tetapi kontraindikasi padapasien dengan blok jantung.
• Potasium-associated myotonia
Pengobatan dengan mexiletine atau diuretik tiazid bisa mengurangi keparahanmyotonia.

2.10. Diet
• Hipokalemik PP : Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan frekuensi
serangan.
• Hiperkalemik PP : Diet permen yang berisi glukosa atau karbohidrat dengan rendah kalium bisa
memperbaiki kelemahan.

2.11. Prognosis
• Hiperkalemik periodik paralisis dan paramyotonia kongenita
 Ketika tidak dihubungkan dengan kelemahan, kelainan ini biasanya tidak mengganggu
pekerjaan.
 Myotonia bisa memerlukan pengobatan
 Harapan hidup tidak diketahui.

• Hipokalemik periodik paralisis


Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan poksimal menetap, yang bisa mengganggu
aktivitas.Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengan aspirasi
pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.
2.12 PARALISIS PERIODIK NORMOKALEMIA
Jenis ini paling jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui. Serangan lebih
beratdan lebih lama daripada paralisis periodik hiperkalemia. Serangan dapat ditimbulkan
olehpemberian KCl dan dapat dihentikan dengan pemberian NaCl. Serangan tidak dipicu
olehpemberian insulin, glukosa ataupun kalium.1,10

5.1. Laboratorium
Pada saat serangan kadar K dalam batas normal atau sedikit menurun.

5.2. Pengobatan
– Acetazolamid 3 x 250 mg per oral
– Kortikosteroid

5.3 Prognosis
Prognosis paralisis periodik pada umumnya baik dengan terapi, biasanya rekuren.
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama/ No.MR : Hidayati Rahmah/ 78 06 50
Umur : 15 tahun 5 bulan
Ayah/Ibu : Ahmad Sahrudin/ Ernawati
Alamat : Bagan Siapi-api
Tanggal masuk : 14 September 2012

Alloanamnesis
Diberikan oleh : Ibu Kandung Pasien
Keluhan Utama : Lemah pada kedua kaki dan tangan sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien mengeluhkan lemah pada kaki dan tangan sejak 1 minggu SMRS. Kelemahan dimulai
dari kaki kemudian 1 hari kemudian pasien mengeluhkan lemah pada tangan, kemudian mulut
dan sekarang mulut terasa sulit untuk dibuka. Pasien merasa lemah sampai tidak bisa bangkit
dari duduk ke berdiri, 1 hari SMRS pasien tidak sanggup mengangkat tangan atau
menggenggam. Tidak ada kesulitan bernafas yang dirasakan oleh pasien.
- Kelemahan yang dirasakan pasien tidak didahului oleh demam, batuk maupun pilek. Kebas
(-), sakit punggung/leher (-), riwayat trauma (-), BAK dan BAB normal, mudah lelah (+)
- Keluhan seperti ini sudah dirasakan pasien sejak 8 tahun SMRS. Sakit ini sudah sering terjadi
dan sembuh dalam 1 minggu, biasanya timbul saat pasien kelelahan. Pasien sudah berobat ke
spesialis anak dan hanya diberi vitamin.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Tidak ada yang berhubungan

Riwayat Penyakit Keluarga :


Ibu dan kakak kandung pasien menderita penyakit yang sama

Riwayat orang tua : Ayah : Swasta


Ibu : IRT
Riwayat kehamilan :
Anak ke 7 dari 7 bersaudara, hamil cukup bulan, ANC teratur ke bidan, lahir normal dibantu
bidan.

Riwayat makan dan minum :


- ASI : 0-2 tahun
- Susu formula : 1-2.5 tahun
- Bubur : 6 bulan
- Nasi : 1 tahun

Riwayat imunisasi : Imunisasi lengkap


Riwayat pertumbuhan :
- BBL : 3100 gram
- BBM : 37 kg

Riwayat Perkembangan :
- Mengangkat badan : 3 bulan
- Duduk : 7 bulan
- Merangkak : 7 bulan
- Berdiri : 10 bulan
- Berjalan : 13 bulan

Keadaan perumahan dan tempat tinggal :


Sumber air minum : Air hujan dan air galon
MCK : Air sumur

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
TTV : Tekanan darah : 110/70 mmHg T: 36.7 C
HR : 50x / menit RR : 16x/menit
Gizi :
TB : 142 cm BBI : 36 kg

BB : 37 kg Status gizi : 37 x 100% = 102 %


LILA : 27.5 cm 36
= Normal
Lingkar Kepala : 51.5 cm

Kepala : Normochepal
Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
Mata :
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor, diameter 3mm/3mm
Refleks cahaya : (+/+)

Telinga: Sekret (-), dbn


Hidung : sekret (-), dbn
Mulut :
Bibir : Basah
Selaput lendir : Basah
Palatum : Utuh
Lidah : Tidak kotor
Gigi : Caries (-)
Leher :
KGB : Pembesaran KGB (-)
Kaku kuduk : (-)
Dada :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen:
Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), organomegali (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal

Alat kelamin : Perempuan, dalam batas normal


Ekstremitas :
Kekuatan otot
5 5 5 5 5 5
5 4 3 3 4 5

Status Neurologis :
- Refleks fisiologis : Biseps , trisep , patela 
- Refleks patologis : (-)
- Jalan seperti bebek (waddling gait)

Pemeriksaan laboratorium :
Darah :
Elektrolit :
Hb : 13,2 gr/dl
Na+ : 136 mmol/L
Ht : 39,2 L%
WBC : 9,5 x 103/ µL K+ : 4,6 mmol/L
Plt : 219 x 103/ µL Ca2+ : 0,39 mmol/L
LED : 11/jam

BUN : 15 mg/dL
CR-S : 0,51 mg/dL
AST : 31 IU/L
ALT : 18 IU/L
Ureum : 32.1 mg/dL
Diagnosis kerja : Paraparese tipe LMN e.c ??
Diagnosis gizi : Normal
Diagnosis banding : Susp Miastenia Gravis
Follow up :

15/9/2012

S : - Kedua kaki dan tangan masih lemah, namun sudah lebih kuat dari kemarin
- Sudah bisa berdiri dan berjalan
- Kesulitan bernafas

O : TD : 100/80 mmHg RR : 18x/menit


HR : 60x/menit T : 37.4 C
Refleks fisiologis : biseps (+), triseps (+), patela (+) lemah
Refleks patologis : (-)
Kerut dahi (+)
Gerakan mata : Lateral/ medial/ atas/ bawah
Lidah : Miring (-)
Jalan seperti waddling gait

A : Paraparese tipe LMN e.c ??


Pemeriksaan anjuran :
- Prostigmin test
- MRI lumbosakral
- EMG
- KHS
- Biopsi otot
- Rontgen lumbosakral

17-9-2012
S : Kaki masih lemah, tapi mulai membaik, dapat berjalan, berdiri kuat
O : HR : 60x/menit, RR: 18x/menit, TD : 100/70 mmHg, T: 36.8 C
Refleks fisiologis (+/+) lemah. Refleks patologis (-/-)
5 5 5 5 5 5
5 4 2 2 4 5
A : Paraplegia tipe LMN e.c ??
P : B complex 1x1
Inj.Prostigmin

Jam 11.50 : Injeksi prostigmin 1mg/ IM


Tiap 5 menit dinilai kekuatan otot dan frekuensi nadi hingga jam 12.15

Follow up :
Jam 12.00 : - HR : 48x/menit, irreguler
- Kekuatan otot tungkai atas 4/4
- Pusing (-), kesemutan (-), kram (-), berdebar-debar (-), hipersalivasi (-)

Jam 12.05 : - HR : 40x/menit, irreguler


- Kekuatan otot tungkai atas 4/4
- Pusing (-), kesemutan (-), kram (-), berdebar-debar (-), hipersalivasi (-)

Jam 12.10 : - HR : 34x/menit, irreguler


- Kekuatan otot tungkai atas 4/4
- Pusing (-), kesemutan (-), kram (-), berdebar-debar (-), hipersalivasi (-)

Jam 12.15 : - HR : 45x/menit, irreguler, TD : 90/70


- Kekuatan otot tungkai atas 4/4
- Pusing (-), kesemutan (-), kram (-), berdebar-debar (-), hipersalivasi (-)

Kesan : Uji prostigmin negatif

18/09/2012
S : kaki masih lemah, tapi mulai membaik, dapat berjalan seperti biasa
O : TD : 100/70 mmHg, HR: 86x/menit, RR: 22x/menit, T: 36.3 C
Refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)
Kekuatan otot :
5 5 5 5 5 5
5 4 3 3 4 5

A : Paraplegi tipe LMN


P : B complex 1x1

Ro. Lumbosakral

Hasil rontgen lumbosakral terlihat normal

19-09-2012
S : Kaki sudah kuat, bisa bangkit dari duduk ke berdiri. Sudah bisa berjalan seperti biasa
O: TD : 110/70 mmHg, HR : 84x/menit, RR: 22x/menit, T: 36.4 C
Refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)

Kekuatan otot :
5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
A : Paraplegia tipe LMN
P : B compleks 3x1

20-9-2012
S : Kaki sudah kuat, bisa bangkit dari duduk ke berdiri dan berjalan
O : TD : 100/70, HR : 88x/menit, RR: 22x/menit, T : 36.3 C
Refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)

Kekuatan otot
5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
A : Periodik paralisis normokalemi
P : B complex 3x1
PEMBAHASAN

Diagnosis klinis awal pada pasien ini adalah Paraplegia tipe LMN. Diagnosis ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis pasien mengeluhkan lemah pada kaki dan tangan. Kelemahan dimulai dari kaki
kemudian 1 hari kemudian pasien mengeluhkan lemah pada tangan, kemudian mulut dan
sekarang mulut terasa sulit untuk dibuka. Tidak ada kesulitan bernafas yang dirasakan oleh
pasien. Kelemahan tidak didahului oleh adanya demam, batuk maupun pilek. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya kelemahan pada otot, tonus otot menurun, refleks patologis negatif,
refleks fisiologis melemah.

Menurut literatur, parese merupakan suatu kelemahan/


kelumpuhan parsial yang ringan / tidak lengkap atau suatu kondisi
yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Kelemahan
adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat
menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena. dapat disebabkan karena kerusakan
Upper Motor Neuron (UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron
(LMN). Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi pada kerusakan Upper Motor
Neuron ( U M N ) d i s e b a b k a n k a r e n a adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya
bisa dalam bentuk jaringan scar,atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau
diskus intervetebralis. Hal ini b e r b e d a d e n g a n l e s i p a d a L M N y a n g
b e r p e n g a r u h p a d a s e r a b u t s a r a f y a n g berjalan dari horn anterior medula spinalis
sampai ke otot. Adapun perbedaan lesi tipe UMN dan UMN adalah sebagai berikut :
UMN LMN

Kekuatan Perese – Paralisis Perese - Paralisis

Tonus Meningkat/Spastik Menurun -

Clonus (+) Flaccid

Refleks Patologi (+) (-)

Refleks Fisiologi Meningkat Menurun -

Hilang

Atropi Disuse Atropi (+)

Pada pasien terdapat kelainan gait berupa waddling gait. Waddling gait terdapat pada
berbagai keadaan miopati dimana terdapat kelemahan pada otot-otot gelang panggul. Paling khas
terdapat pada distropi otot, tetapi dapat juga pada miosists atau penyakit spinomuskuler. Berdiri
dan berjalan dengan lordosis yang berlebih, saat jalan terdapat goyangan yang nyata akibat
kesulitan memfiksasi pelvis. Pasien berjalan dengan langkah yang lebar dan terlihat rotasi pelvis
yang berlebihan, memutar atau melempar pelvisnya dari satu sisi ke sisi lainnya pada setiap
langkah untuk memindahkan berat badannya. Gerakan kompensasi kelateral ini terutama
disebabkan karena kelemahan otot-otot gluteal. Pasien sulit naik tangga, bila tidak dibantu
dengan tangan yang menarik keatas. Terdapat kesulitan berdiri dari posisi berbaring atau duduk
tanpa bantuan tangannya (mendaki pada dirinya sendiri). Waddling gait ini juga terdapat pada
dislokasi panggul.
Pada pasien kecurigaan dislokasi panggul dapat disingkirkan dengan hasil rontgen
lumbosakral yang normal. Kelemahan pada otot panggul dan ekstremitas bawah bagian
proksimal dapat pula terjadi atrofi muskular spinal (AMS) tetapi sering disertai dengan fasikulasi
pada lidah dan pada bentuk fokal dapat melibatkan otot didaerah muka, okular serta bulbar. Pada
pasien ini, pada saat terjadi kelemahan otot, pasien masih dapat mengerutkan dahi,
menggerakkan mata kearah lateral,medial serta atas dan bawah, dan pasien pun tidak ada
mengalami kelumpuhan pada otot lidah. Kelemahan otot yang disebabkan oleh Miastenia Gravis
disingkirkan dengan adanya hasil prostigmin tes yang negatif.
Penegakan diagnosis periodik paralisis ditegakkan berdasarkan anamnesis, serta
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan adanya serangan kelumpuhan yang berulang
pada saat istirahat setelah latihan atau kelelahan. Kelemahan ini lebih sering terbatas pada otot
proksimal dan jarang menyerang otot ekstraokular dan otot pernafasan. Danya riwayat keluarga
yang positif, berupa ibu serta kakak kandung pasien yang juga mengalami keluhan yang sama
juga mendukung karna penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan. Pada hasil
pemeriksaan elektrolit, didapatkan kadar kalium yang normal yaitu sebesar 4,6 mmol/L yang
mengarahkan diagnosis menjadi periodik paralisis normokalemi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Graves TD. Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad. Med. J 2005;81;20-32.


2. Sripathi N MD. Periodic Paralyses. www.emedicine.com.Updated November 2003.
3. Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated IonChannels in
Neurological Theurapeutics Principles and Practice, vol.2 part 2. MayoFoundation. United
Kingdom.2003; 225;2365-2377.
4.Tawil R. Periodic Paralysis in Current Therapy Neurologic Disease, 6 th ed. 422-424.Mosby,
USA. 2002.
5. Ropper AH, Brown RH, Phil D. Adams and Victor’s Principles of Neurology, 8 th ed.McGraw-
Hill Comp. USA. 2005.
6. Riggs JE. Neurological Manifestations of Electrolyte Disturbances in Neurology andGeneral
Medicine, 2nd ed. Churchill Livingstone, New York. 1995; 17; 326.
7. Ahlawat SK, Sachdev A. Hypokalaemic paralysis. Postgraduate Medical Journal; Apr 1999;
75, 882; ProQuest Medical Library. p. 193
8.Graber M. Terapi Cairan, Elektroli dan Metabolik, ed.1. Farmedia. Jakarta.2002.
9. Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K, et.al. A Family of Hypokalemic Periodic Paralysis with
CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance in Women. InternalMedicine Vol.43,
No.3 March 2004. p 21-8-222.
10.Folsy PA, Ringel SP. Neuromuscular Disorders in Emergent and Urgent Neurology2nd ed.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 1999

Anda mungkin juga menyukai