Paralisis Periodik
Paralisis Periodik
PENDAHULUAN
Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenal sebagai
salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini
dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang disertai gangguan
pada kadar kalium serum. Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan /
paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak-anak, sedangkan kasus
yang ringanseringkali mulai pada dekade ketiga. Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter
dan diturunkan secara autosomal dominan. Prevalensi 1 per 100.000 populasi. Mekanisme yang
mendasari penyakit ini adalah malfungsi pada ion channel pada membran otot
skelet / channelopathy.
Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang hilang timbul ,dapat
bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita mengalami kelemahan bagian proksimal
ekstremitas yang cepat dan progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari
kelemahan. Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris dengan derajat kelemahan
yang berbeda pada beberapa golongan otot saja sampai pada suatu kelumpuhan umum.
Kelemahan biasanya menghilang dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi
pada penderita yang sering mendapatkan serangan. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan
neurologi maupun kelainan elektromiografis.
Dibedakan menjadi paralisis periodik primer dan sekunder. Paralisis periodik
primermemiliki karakteristik : bersifat herediter, sebagian besar berhubungan dengan perubahan
kadar kalium dalam darah, kadang disertai miotonia, adanya gangguan pada ion channels.
Paralisis periodik primer meliputi paralisis periodik hipokalemia, hiperkalemia dan
paramiotonia. Paralisis periodik tirotoksikosis adalah paralisis periodik sekunder. Atas dasar
kadar kalium darah pada saat serangan , dibedakan 3 jenis paralisis periodik yaitu:1
1. Paralisis periodik hipokalemia
2. Paralisis periodik hiperkalemia
3. Paralisis periodik normokalemi
BAB II
PARALISIS PERIODIK
2.1 Definisi
Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan / paralisis otot
akut.Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak-anak, sedangkan kasus yang ringan
seringkali mulai pada dekade ketiga. Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter dan
diturunkansecara autosomal dominan. Prevalensi 1 per 100.000 populasi. Mekanisme yang
mendasaripenyakit ini adalah malfungsi pada ion channel pada membran otot skelet /
channelopathy.
Kelompok penyakit otot yang dikenal dengan periodik paralisis (PP) cirinya adalah
episode kelemahan flaksid otot yang terjadi pada interval yang tidak teratur. Umumnya
diturunkan dan lebih episode daripada periode. Penyakit ini dapat dibagi dengan baik
dalamkelainan primer dan sekunder. Karakteristik umum PP primer sebagai berikut :
(1)diturunkan; (2) umumnya dihubungkan dengan perubahan kadar kalium serum; (3)
kadangdisertai myotonia; dan (4) myotonia dan PP primer keduanya akibat defek ion channel.1
2.3. Patofisiologi
Klasifikasi PP untuk kepentingan klinis, ditunjukkan pada tabel l, termasuk tipehipokalemik,
hiperkalemik dan paramyotonia.
Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas membranotot (yakni,
sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek utama pada PP primer;perubahan
metabolismse kaliuim adalah akibat PP. Pada primer dan tirotoksikosis PP,paralisis flaksid terjadi
dengan relatif sedikit perubahan dalam kadar kalium serum,sementara pada PP sekunder,
ditandai kadar kalium serum tidak normal.2,4
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada kelompok penyakit ini.
Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot-otot kranial dan pernapasan biasanya
tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau berkurang selama serangan. Serat otot secara elektrik
tidak ada hantaran selama serangan. Kekuatan otot normal diantara serangan, tetapi setelah
beberapa tahun, tingkat kelemahan yang menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP
(khususnya PP primer). Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga
terkait autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari paint mutation).
Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian potensialaksi
(perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana terdapat permeabelitasion
channel yang selektif dan bervariasi. Energi tergantung voltase ion channel terutama gradien
konsentrasi. Selama berlangsungnya potensial aksi ion natrium bergerak melintasi membran
melalui voltage-gated ion channel.
Masa istirahat membran serat otot dipolarisasi terutama oleh pergerakan klorida melalui
channel klorida dan dipolarisasi kembali oleh gerakan kalium, natrium, klorida dan kalsium
channelopati sebagai sebuah grup , dihubungkan dengan myotonia dan PP. Subunit fungsional
channel natrium, kalsium dan kalium adalah homolog. Natrium channelopati lebih dipahami
daripada kalsium atau klorida channelopati.
Diskusi ini terutama ditujukan pada natrium dan kalsium channelopatisebagaimana
bentuk sekunder PP sekunder. Klorida channelopati tidak dihubungkan dengankelemahan
episode dan didiskusikan lebih rinci pada artikel kelainan myotonik.3
2.4. Frekuensi
Di Amerika: Frekuensi hiperkalemik PP, PC, dan PAM tidak diketahui. Hipokalemik PP
mempunyai prevalensi 1 per 100.000. Becker MC mempunyai prevalensi sekitar 1 per50.000,
sementara Thomson MC lebih jarang. Tirotoksikosis PP paling sering pada laki -1aki (85 %) dari
keturunan asia dengan frekuensi kira-kira 2 %.5
2.5. Riwayat
Semua PP dicirikan oleh kelemahan periodik. Kekuatan normal diantara serangan.
Kelemahan yang menetap bisa berkembang dalam beberapa bentuk. Paling banyak pasien dengan PP
primer berkembang gejala sebelum dekade ketiga.2,3
• Hiperkalemik periodik paralisis
Onset pada umur kurang dari 10 tahun. Pasien biasanyamenjekaskan suatu rasa berat dan
kekakuan pada otot. Kelemahandimulai pada paha dan betis, yang kemudian menyebar ke tangan danleher.
Predominan kelemahan proksimal; otot-otot distal mungkin bisaterlibat setelah latihan-latihan
yang melelahkan.
Pada anak, suatu lid lag myotonik (kelambatan kelopak mata atas saat menurunkan
pandangan) bisa menjadi gejala awa. Paralisis komplet jarang dan masih ada sedikit sisa gerakan.
Keterlibatanotot napas jam serangan terakhir kurang dari 2 jam dan pada sebagianbesar kasus,
kurang dari 1 jam. Spinkter tidak terlibat. Disfungsipencernaan dan buli disebabkan oleh
kelemahan otot abdomen.
Kelemahan terjadi selama istirahat setelah suatu latihan berat atau selama puasa. Hal ini juga
bisa dicetuskan oleh kalium, dingin, etanol, karboidrat, atau stres. Penyakit ini bisa
dsembuhkandengan latihan ringan atau intake karbohidrat. Pasien juga mungkinmelaporkan
nyeri otot dan parestesia. Beberapa keluarga tidak mempunyai myotonia. Kelemahan interiktal,
jika ada, tidak seberathipokalemik PP.
• Paramyotonia kongenital
Pada kelainan terkait autosomal dominan ini, myoton ia diperburuk dengan aktivitas
(paradoxical myotonia) atau temperatur dingin. Gejala-gejalapaling diperberat pada wajah.
Kelemahan episodik juga bisa berkembangsetelah latihan atau temperatur dingin dan biasanya
berkangsung hanyabeberapa menit, tetapi bisa berlangsung sepanjang hari.
Pemasukan kalium biasanya memperburuk gejala, tetapi pada beberapakasus,
menurunkan kadar kalium serum mencetuskan serangan.
• Elektrodiagnosis
o Pemeriksaan konduksi saraf
o Pendinginan otot
o Tes latihan pada periodik paralisis
o Pemeriksaan jarum elektrode
o Tes provokatif
2.9 Tatalaksana
Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut hipokalemik PP tetapi jarang untuk
hiperkalemik PP. Pengobatan profilaksis dibutuhkan ketika serangan semakin sering.2,5,6
• Tirotoksikosis PP
Pengobatan terdiri dari kontrol tirotoksikosis dan agen beta-blocking.
2.10. Diet
• Hipokalemik PP : Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan frekuensi
serangan.
• Hiperkalemik PP : Diet permen yang berisi glukosa atau karbohidrat dengan rendah kalium bisa
memperbaiki kelemahan.
2.11. Prognosis
• Hiperkalemik periodik paralisis dan paramyotonia kongenita
Ketika tidak dihubungkan dengan kelemahan, kelainan ini biasanya tidak mengganggu
pekerjaan.
Myotonia bisa memerlukan pengobatan
Harapan hidup tidak diketahui.
5.1. Laboratorium
Pada saat serangan kadar K dalam batas normal atau sedikit menurun.
5.2. Pengobatan
– Acetazolamid 3 x 250 mg per oral
– Kortikosteroid
5.3 Prognosis
Prognosis paralisis periodik pada umumnya baik dengan terapi, biasanya rekuren.
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama/ No.MR : Hidayati Rahmah/ 78 06 50
Umur : 15 tahun 5 bulan
Ayah/Ibu : Ahmad Sahrudin/ Ernawati
Alamat : Bagan Siapi-api
Tanggal masuk : 14 September 2012
Alloanamnesis
Diberikan oleh : Ibu Kandung Pasien
Keluhan Utama : Lemah pada kedua kaki dan tangan sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien mengeluhkan lemah pada kaki dan tangan sejak 1 minggu SMRS. Kelemahan dimulai
dari kaki kemudian 1 hari kemudian pasien mengeluhkan lemah pada tangan, kemudian mulut
dan sekarang mulut terasa sulit untuk dibuka. Pasien merasa lemah sampai tidak bisa bangkit
dari duduk ke berdiri, 1 hari SMRS pasien tidak sanggup mengangkat tangan atau
menggenggam. Tidak ada kesulitan bernafas yang dirasakan oleh pasien.
- Kelemahan yang dirasakan pasien tidak didahului oleh demam, batuk maupun pilek. Kebas
(-), sakit punggung/leher (-), riwayat trauma (-), BAK dan BAB normal, mudah lelah (+)
- Keluhan seperti ini sudah dirasakan pasien sejak 8 tahun SMRS. Sakit ini sudah sering terjadi
dan sembuh dalam 1 minggu, biasanya timbul saat pasien kelelahan. Pasien sudah berobat ke
spesialis anak dan hanya diberi vitamin.
Riwayat Perkembangan :
- Mengangkat badan : 3 bulan
- Duduk : 7 bulan
- Merangkak : 7 bulan
- Berdiri : 10 bulan
- Berjalan : 13 bulan
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
TTV : Tekanan darah : 110/70 mmHg T: 36.7 C
HR : 50x / menit RR : 16x/menit
Gizi :
TB : 142 cm BBI : 36 kg
Kepala : Normochepal
Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
Mata :
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor, diameter 3mm/3mm
Refleks cahaya : (+/+)
Abdomen:
Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), organomegali (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Status Neurologis :
- Refleks fisiologis : Biseps , trisep , patela
- Refleks patologis : (-)
- Jalan seperti bebek (waddling gait)
Pemeriksaan laboratorium :
Darah :
Elektrolit :
Hb : 13,2 gr/dl
Na+ : 136 mmol/L
Ht : 39,2 L%
WBC : 9,5 x 103/ µL K+ : 4,6 mmol/L
Plt : 219 x 103/ µL Ca2+ : 0,39 mmol/L
LED : 11/jam
BUN : 15 mg/dL
CR-S : 0,51 mg/dL
AST : 31 IU/L
ALT : 18 IU/L
Ureum : 32.1 mg/dL
Diagnosis kerja : Paraparese tipe LMN e.c ??
Diagnosis gizi : Normal
Diagnosis banding : Susp Miastenia Gravis
Follow up :
15/9/2012
S : - Kedua kaki dan tangan masih lemah, namun sudah lebih kuat dari kemarin
- Sudah bisa berdiri dan berjalan
- Kesulitan bernafas
17-9-2012
S : Kaki masih lemah, tapi mulai membaik, dapat berjalan, berdiri kuat
O : HR : 60x/menit, RR: 18x/menit, TD : 100/70 mmHg, T: 36.8 C
Refleks fisiologis (+/+) lemah. Refleks patologis (-/-)
5 5 5 5 5 5
5 4 2 2 4 5
A : Paraplegia tipe LMN e.c ??
P : B complex 1x1
Inj.Prostigmin
Follow up :
Jam 12.00 : - HR : 48x/menit, irreguler
- Kekuatan otot tungkai atas 4/4
- Pusing (-), kesemutan (-), kram (-), berdebar-debar (-), hipersalivasi (-)
18/09/2012
S : kaki masih lemah, tapi mulai membaik, dapat berjalan seperti biasa
O : TD : 100/70 mmHg, HR: 86x/menit, RR: 22x/menit, T: 36.3 C
Refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)
Kekuatan otot :
5 5 5 5 5 5
5 4 3 3 4 5
Ro. Lumbosakral
19-09-2012
S : Kaki sudah kuat, bisa bangkit dari duduk ke berdiri. Sudah bisa berjalan seperti biasa
O: TD : 110/70 mmHg, HR : 84x/menit, RR: 22x/menit, T: 36.4 C
Refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)
Kekuatan otot :
5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
A : Paraplegia tipe LMN
P : B compleks 3x1
20-9-2012
S : Kaki sudah kuat, bisa bangkit dari duduk ke berdiri dan berjalan
O : TD : 100/70, HR : 88x/menit, RR: 22x/menit, T : 36.3 C
Refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)
Kekuatan otot
5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
A : Periodik paralisis normokalemi
P : B complex 3x1
PEMBAHASAN
Diagnosis klinis awal pada pasien ini adalah Paraplegia tipe LMN. Diagnosis ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis pasien mengeluhkan lemah pada kaki dan tangan. Kelemahan dimulai dari kaki
kemudian 1 hari kemudian pasien mengeluhkan lemah pada tangan, kemudian mulut dan
sekarang mulut terasa sulit untuk dibuka. Tidak ada kesulitan bernafas yang dirasakan oleh
pasien. Kelemahan tidak didahului oleh adanya demam, batuk maupun pilek. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya kelemahan pada otot, tonus otot menurun, refleks patologis negatif,
refleks fisiologis melemah.
Hilang
Pada pasien terdapat kelainan gait berupa waddling gait. Waddling gait terdapat pada
berbagai keadaan miopati dimana terdapat kelemahan pada otot-otot gelang panggul. Paling khas
terdapat pada distropi otot, tetapi dapat juga pada miosists atau penyakit spinomuskuler. Berdiri
dan berjalan dengan lordosis yang berlebih, saat jalan terdapat goyangan yang nyata akibat
kesulitan memfiksasi pelvis. Pasien berjalan dengan langkah yang lebar dan terlihat rotasi pelvis
yang berlebihan, memutar atau melempar pelvisnya dari satu sisi ke sisi lainnya pada setiap
langkah untuk memindahkan berat badannya. Gerakan kompensasi kelateral ini terutama
disebabkan karena kelemahan otot-otot gluteal. Pasien sulit naik tangga, bila tidak dibantu
dengan tangan yang menarik keatas. Terdapat kesulitan berdiri dari posisi berbaring atau duduk
tanpa bantuan tangannya (mendaki pada dirinya sendiri). Waddling gait ini juga terdapat pada
dislokasi panggul.
Pada pasien kecurigaan dislokasi panggul dapat disingkirkan dengan hasil rontgen
lumbosakral yang normal. Kelemahan pada otot panggul dan ekstremitas bawah bagian
proksimal dapat pula terjadi atrofi muskular spinal (AMS) tetapi sering disertai dengan fasikulasi
pada lidah dan pada bentuk fokal dapat melibatkan otot didaerah muka, okular serta bulbar. Pada
pasien ini, pada saat terjadi kelemahan otot, pasien masih dapat mengerutkan dahi,
menggerakkan mata kearah lateral,medial serta atas dan bawah, dan pasien pun tidak ada
mengalami kelumpuhan pada otot lidah. Kelemahan otot yang disebabkan oleh Miastenia Gravis
disingkirkan dengan adanya hasil prostigmin tes yang negatif.
Penegakan diagnosis periodik paralisis ditegakkan berdasarkan anamnesis, serta
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan adanya serangan kelumpuhan yang berulang
pada saat istirahat setelah latihan atau kelelahan. Kelemahan ini lebih sering terbatas pada otot
proksimal dan jarang menyerang otot ekstraokular dan otot pernafasan. Danya riwayat keluarga
yang positif, berupa ibu serta kakak kandung pasien yang juga mengalami keluhan yang sama
juga mendukung karna penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan. Pada hasil
pemeriksaan elektrolit, didapatkan kadar kalium yang normal yaitu sebesar 4,6 mmol/L yang
mengarahkan diagnosis menjadi periodik paralisis normokalemi.
DAFTAR PUSTAKA