Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

SISTEM PENGENDALIAN OTOMATIK – P2

SIMULASI PENGENDALIAN LEVEL DENGAN LABVIEW 2015

Disusun oleh:
Kelompok 2

Tiara Oktavia H NRP. 2416 105 001


Putu Ayustin Suriasni NRP. 2416 105 007
Fidia Sethin Anisa NRP. 2416 105 013
Dhirga Kurniawan NRP. 2416 105 016
Rizky Kurniasari Kusuma Pratiwi NRP. 2416 105 034
Muhammad Fikri Fakhresy NRP. 2416 105 042
Adilah Daffadany Rabbani NRP. 2416 105 043

Asisten:
Januar Ananta Dinar Pratama NRP.2413 100 044

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK FISIKA


DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2017
1
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
SISTEM PENGENDALIAN OTOMATIK – P2

SIMULASI PENGENDALIAN LEVEL DENGAN LABVIEW


2015

Disusun oleh:
Kelompok 2

Tiara Oktavia H NRP. 2416 105 001


Putu Ayustin Suriasni NRP. 2416 105 007
Fidia Sethin Anisa NRP. 2416 105 013
Dhirga Kurniawan NRP. 2416 105 016
Rizky Kurniasari Kusuma Pratiwi NRP. 2416 105 034
Muhammad Fikri Fakhresy NRP. 2416 105 042
Adilah Daffadany Rabbani NRP. 2416 105 043

Asisten:
Januar Ananta Dinar Pratama NRP.2413 100 044

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK FISIKA


DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2017
i
ABSTRAK

LabVIEW adalah sebuah software pemograman yang


diproduksi oleh National Instruments dengan konsep yang
berbeda dengan pemrograman lainnya seperti C++, Matlab, atau
Visual Basic, namun Labview memiliki fungsi yang sama
dengan pemrograman tersebut. DAQ-6009 merupakan hardware
dari National Instrument yang digunakan sebagai interface
antara LABVIEW 2015 dengan plant yang akan dikendalikan.
Set point yang digunakan sebesar 50 yang kemudian diubah
menjadi 40 untuk melihat perubahan respon dari sistem . Dari
hasil percobaan penambahan nilai pengontrol P,I, dan D yang
ditandai dengan perubahan nilai Kc, Ti, dan Td akan merubah
nilai rise time (tr) menurun dari 97 s menjadi 93 s, 96 s, dan 94 s.
Nilai settling time (ts) pada penambahan Kc dan Td menurun dari
184 s menjadi 112 s dan 139 s.
Kata Kunci: labview, respon, rise time, settling time

ii
ABSTRACT

LabVIEW is a programming software produced by National


instrument which has difference concept with other
programming software like C++, Matlab, or Visual Basic, but it
has same function with them. DAQ-6009 is National
Instrument’s hardware used as an interface between Matlab and
controlled plant. Set point used is 50 and than it change into 40
to see the changes from system respond. From experimental
result, the added value of controller P, I, dan D that change Kc,
Ti, and Td will make rise time decreases from 97 s becomes 93 s,
96 s, and 94 s. The changes value of Kc and Td will make
settling time decreases from 184 s becomes 112 s and 139 s.
Keywords: labview, respond, rise time, settling time

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas


rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Resmi
Praktikum Sistem Pengendalian Otomatik“Simulasi
Pengendalian Level dengan Labview 2015”ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dosen pengajar mata kuliah Sistem Pengendalian
Otomatik.
2. Asisten Laboratorium Rekayasa Instrumentasi dan
Kontrol yang telah membimbing dalam pelaksanaan
praktikum “Simulasi Pengendalian Level dengan
Labview 2014”.
3. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya
kegiatan praktikum ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam


penyusunan laporan ini baik dari segi materi maupun
penyajian. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan pembaca
pada umumnya.

Surabaya, 24 April 2017

Penulis

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK............................................................................ ii
ABSTRACT.......................................................................... iii
KATA PENGANTAR.......................................................... iv
DAFTAR ISI......................................................................... v
DAFTAR GAMBAR.......................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN..................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................... 2
1.3 Tujuan................................................................. 2
BAB II DASAR TEORI....................................................... 3
2.1 Sistem Kontrol.................................................... 3
2.1.1 Sistem Kontrol Loop Terbuka.........................3
2.1.2 Sistem Kontrol Loop Tertutup.........................4
2.2 Mode Controller.................................................. 6
2.2.1 Pengontrolan On/Off....................................... 7
2.2.2 Proportional Integral Derivative (PID)...........7
2.3 LABVIEW 2015............................................... 14
2.4 DAQ 6009......................................................... 15
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN.........................16
3.1 Peralatan............................................................ 16
3.2 Prosedur percobaan...........................................16

v
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN............17
4.1 Analisa Data...................................................... 17
4.1.1 Tanpa Perubahan........................................... 17
4.1.3 Perubahan Ti................................................. 18
4.1.4 Perubahan Td................................................ 19
4.2 Pembahasan....................................................... 20
4.2.1 Tiara Oktavia H. (2416 105 001)...................20
4.2.2 Putu Ayustin Suriasni (2416 105 007)...........21
4.2.3 Fidia Shethin Anisa (2416 105 013).....................22
4.2.4 Dhirga Kurniawan (2416 105 016)................22
4.2.5 Rizky Kurniasari Kusuma Pratiwi (2416 105
34) 23
4.2.6 Muhammad Fikri Fakhresy (2416 105 042)......24
4.2.7 Adilah Daffadany Rabbani (2416 105 043) .. 25
BAB V PENUTUP.............................................................. 26
5.1 Kesimpulan............................................................ 26
5.2 Saran...................................................................... 26
LAMPIRAN........................................................................ 27

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Kontrol Loop Terbuka 3


Gambar 2.2 Sistem Kontrol Loop Tertutup 5
Gambar 2.3 Diagram Blok Kontroler Proportional 8
Gambar 2.4 Proportional Band 9
Gambar 2.5 Blok Diagram Pengontrol Integral 10
Gambar 2.6 Perubahan Keluaran 11
Gambar 2.7 Blok Diagram Pengontrol Derivative 12
Gambar 2.8 Kurva Waktu Hubungan Input-Output Pengontrol
Derivative 13
Gambar 2.9 FrontPanel dan Blok Diagram 15
Gambar 2.10 DAQ 6009 15
Gambar 4.1 Grafik Respon Sistem tanpa Pengubahan Nilai
PID 17
Gambar 4.2 Grafik Respon Sistem dengan Pengubahan Nilai
Kc 18
Gambar 4.3 Grafik Respon Sistem dengan Pengubahan Nilai
Ti 19
Gambar 4.4 Grafik Respon Sistem dengan Pengubahan Nilai
Td 20

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Mode Kontrol 14

viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kegiatan industri saat ini sangat membutuhkan


kecepatan dan keakuratan yang tinggi dalam mencapai target
produksi. Dalam mencapai hal tersebut, pada kegiatan
produksi sistem yang digunakan harus diatur sedemikian rupa
agar sesuai dengan keinginan. Sistem kontrol adalah hal yang
mendukung dalam kegiatan industri ini. Teknologi sistem
kontrol terus berkembang dari hal sederhana hingga hal yang
rumit. Dalam kegiatan industri saat ini hampir selalu
menggunakan sistem kontrol, untuk mencapai target dan
rencana yang diinginkan[1].
Terdapat banyak jenis sistem kontrol yang digunakan,
salah satu teknik yang sering digunakan adalah PID. Metode
kontrol Proporsional-Integral-Derivatif (PID) banyak
diterapkan dibidang industri. Kontroler ini memiliki
parameter-parameter pengontrol, yaitu Kp, Ti, dan Td. Ketiga
parameter tersebut diturunkan dari perhitungan matematis
pada metode PID konvensional. Kesulitan timbul bila plant
yang dikendalikan adalah sistem dengan orde tinggi. Maka
dari itu diperlukan metode tuning PID yang dapat diterapkan
dalam sistem orde tinggi. Metode osilasi Ziegler-Nichols
merupakan sebuah metode penalaan PID yang dapat
dilakukan secara otomatis tanpa memodelkan sistem. Pada
metode ini berlangsung dua tahap pada awal aplikasinya, yaitu
tahap penalaan untuk menentukan parameter-parameter
kontrol dan tahap pengontrolan dengan menerapkan
parameter-parameter tersebut. Salah satu penggunaan metode
ini adalah pada sistem kontrol temperature/suhu. Kontrol
temperatur di industri sangat krusial dan dibutuhkan agar
didapatkan temperatur yang sesuai dengan set point. Hal ini
dilakukan untuk mencegah plant meledak dan rusak agar tidak

1
mengganggu proses produksi. Oleh karena itu, pada
percobaan kali ini akan membahas tentang salah satu control
PID sederhana pada sistem pengendalian level. [1]

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada percobaan ini adalah
sebagai berikut :
a. Bagaimana konfigurasi hardware National Instrument
Field Point yang digunakan untuk mengendalikan
Level sebuah plant?
b. Bagaimana cara pemrograman Labview 2015?
c. Bagaimana peran mode Kontrol PID secara Real
Time?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang dilakukan pada percobaan ini adalah
sebagai berikut :
a. Mengetahui konfigurasi hardware National
Instrument Field Point yang digunakan untuk
mengendalikan Level sebuah plant.
b. Mengetahui cara pemrograman Labview 2015.
c. Mengetahui peran mode Kontrol PID secara Real
Time.

2
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Sistem Kontrol


Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun
pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variabel,
parameter) sehingga berada pada suatu range tertentu. Di
dalam dunia industri, dituntut suatu proses kerja yang aman
dan berefisiensi tinggi untuk menghasilkan produk dengan
kualitas dan kuantitas yang baik serta dengan waktu yang
telah ditentukan. Otomatisasi sangat membantu dalam hal
kelancaran operasional, keamanan (investasi, lingkungan),
ekonomi (biaya produksi), mutu produk, dan lain-lain.
Terdapat beberapa proses yang harus dilakukan untuk
menghasilkan suatu produk sesuai dengan standar, sehingga
terdapat parameter yang harus dikontrol atau dikendalikan
antara lain tekanan (pressure), aliran (flow), suhu
(temperature), ketinggian (level), kerapatan (intensity), dan
lain-lain. Gabungan kerja dari berbagai alat-alat kontrol dalam
proses produksi dinamakan proses sistem pengontrolan
(process control instrumentation).

2.1.1 Sistem Kontrol Loop Terbuka


Sistem kontrol loop terbuka adalah suatu sistem
yang keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap
aksi kontrol. Artinya, sistem kontrol terbuka keluarannya
tidak dapat digunakan sebagai umpan balik dalam
masukkan

Gambar 2.1 Sistem Kontrol Loop Terbuka

3
Dalam suatu sistem kontrol terbuka, keluaran tidak
dapat dibandingkan dengan masukan acuan. Jadi, untuk
setiap masukan acuan berhubungan dengan operasi
tertentu, sebagai akibat ketetapan dari sistem tergantung
kalibrasi. Dengan adanya gangguan, sistem control
terbuka tidak dapat melaksanakan tugas yang sesuai
diharapkan. Sistem kontrol terbuka dapat digunakan
hanya jika hubungan antara masukan dan keluaran
diketahui dan tidak terdapat gangguan internal maupun
eksternal. Ciri - ciri sistem kontrol loop terbuka adalah
sebagai berikut :
a. Sederhana
b. Harganya murah
c. Dapat dipercaya
d. Kurang akurat karena tidak terdapat koreksi
terhadap kesalahan
e. Berbasis waktu

a. Pengontrol lalu lintas berbasis waktu


b. Mesin cuci
c. Oven listrik
d. Tangga berjalan

2.1.2 Sistem Kontrol Loop Tertutup


Sistem kontrol loop tertutup adalah sistem kontrol
yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung
pada aksi pengontrolan. Sistem kontrol loop tertutup juga
merupakan sistem control berumpan balik. Sinyal
kesalahan penggerak, yang merupakan selisih antara
sinyal masukan dan sinyal umpan balik (yang dapat
berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi sinyal keluaran
atau turunannya). Diumpankan ke kontroler untuk
memperkecil kesalahan dan membuat agar keluaran
sistem mendekati harga yang diinginkan. Dengan kata

4
lain, istilah “Loop tertutup” berarti menggunakan aksi
umpan balik untuk memperkecil kesalahan sistem

Gambar 2.2 Sistem Kontrol Loop Tertutup

Gambar diatas menunjukan hubungan masukan dan


keluaran dari sistem kontrol loop tertutup. Jika dalam hal
ini manusia bekerja sebagai operator, maka manusia ini
akan menjaga sistem agar tetap pada keadaan yang
diinginkan, ketika terjadi perubahan pada sistem maka
manusia akan melakukan langkah-langkah awal
pengaturan sehingga sistem kembali bekerja pada keadaan
yang diinginkan. Terdapat komponen sistem kontrol loop
tertutup, yaitu :
a. Input (masukan), merupakan rangsangan yang
diberikan pada sistem kontrol, merupakan harga yang
diinginkan bagi variabel yang dikontrol selama
pengontrolan. Harga ini tidak tergantung pada
keluaran system.
b. Output (keluaran,respons), merupakan tanggapan pada
sistem kontrol, merupakan harga yang akan
dipertahankan bagi variabel yang dikontrol, dan
merupakan harga yang ditunjukan oleh alat pencatat.
c. Plant, merupakan sistem fisis yang akan dikontrol
(misalnya mekanis, elektris, hidraulik ataupun
pneumatic).
d. Controller, merupakan peralatan/ rangkaian untuk
mengontrol beban (sistem). Alat ini bisa digabung
dengan penguat.

5
e. Elemen Umpan Balik, menunjukan/mengembalikan
hasil pencatan ke detector sehingga bisa dibandingkan
terhadap harga yang diinginkan (di stel).
f. Error Detector (alat deteksi kesalahan), merupakan
alat pendeteksi kesalahan yang menunjukan selisih
antara input (masukan) dan respons melalui umpan
balik (feedback path).
g. Gangguan merupakan sinyal-sinyal tambahan yang
tidak diinginkan. Gangguan ini cenderung
mengakibatkan harga keluaran berbeda dengan harga
masukannya, gangguan ini biasanya disebabkan oleh
perubahan beban sistem, misalnya adanya perubahan
kondisi lingkungan, getaran ataupun yang lain

Contoh aplikasi sistem kontrol loop tertutup :


a. Servomekanisme
b. Sistem pengontrol proses
c. Lemari es
d. Pemanas air otomatik
e. Kendali termostatik

2.2 Mode Controller


Controller merupakan peralatan utama dalam
pengendalian suatu variabel proses. Pada controller ini terjadi
proses pengolahan sinyal input pengendalian dari transmitter.
Controller akan membandingkan sinyal input dengan setting
value yang kita kehendaki. Apabila sinyal input terlalu besar
dari setting value yang diberikan maka controller akan
berusaha memperkecilnya begitu pula sebaliknya. Besarnya
koreksi dari kesalahan input tergantung dari mode controller-
nya. Mode controller tersebut terdiri dari mode proportional,
mode integral, mode derivatif dan kombinasinya.

6
2.2.1 Pengontrolan On/Off
Aksi pengendalian dari controller ini hanya
mempunyai dua kedudukan, maksimum atau minimum,
tergantung dari variable terkontrolnya, apakah lebih besar
atau lebih kecil dari set poin.

2.2.2 Proportional Integral Derivative (PID)


Didalam suatu sistem kontrol kita mengenal adanya
beberapa macam aksi kontrol, diantaranya yaitu aksi
kontrol proporsional, aksi kontrol integral dan aksi
kontrol derivative. Masing-masing aksi kontrol ini
mempunyai keunggulan keunggulan tertentu, dimana aksi
kontrol proporsional mempunyai keunggulan rise time
yang cepat, aksi kontrol integral mempunyai keunggulan
untuk memperkecil error dan aksi kontrol derivative
mempunyai keunggulan untuk memperkecil error atau
meredam overshoot. Untuk itu agar kita dapat
menghasilkan output dengan risetime yang cepat dan
error yang kecil kita dapat menggabungkan ketiga aksi
kontrol ini menjadi aksi kontrol PID. Parameter
pengontrol proporsional integral derivative (PID) selalu
didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang di atur
(plant). Dengan demikian bagaimanapun rumitnya suatu
plant, prilaku plant tersebut harus di ketahui terlabih
dahulu sebelum pencarian parameter PID itu dilakukan.
a. Pengontrol Proportional
Pengontrol proposional memiliki keluaran yang
sebanding atau proposional dengan besarnya sinyal
kesalahan (selisih antara besaran yang divinginkan
dengan harga aktualnya). Secara lebih sederhana
dapat dikatakan bahwa keluaran pengontrol
proporsional merupakan perkalian antara konstanta
proposional dengan masukannya. Perubahan pada
sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem
secara langsung mengeluarkan output sinyal sebesar

7
konstanta pengalinya. Gambar 2.1 menunjukkan
blok diagram yang menggambarkan hubungan antara
besaran setting, besaran aktual dengan besaran
keluaran pengontrol proporsional. Sinyal kesalahan
(error) merupakan selisih antara besaran setting
dengan besaran aktualnya. Selisih ini akan
mempengaruhi pengontrol, untuk mengeluarkan
sinyal positif (mempercepat pencapaian harga
setting) atau negative (memperlambat tercapainya
harga yang diinginkan).

Gambar 2.3 Diagram Blok Kontroler Proportional

Pengontrol proposional memiliki 2 parameter, pita


proposional (propotional band) dan konstanta
proporsional. Daerah kerja kontroler efektif
dicerminkan oleh pita proporsional sedangkan
konstanta proporsional menunjukan nilai faktor
penguatan sinyal tehadap sinyal kesalahan Kp.
Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan
konstanta proporsional (Kp) ditunjukkan secara
persentasi oleh persamaan berikut :

8
Gambar 2.4 Proportional Band

Gambar 2.2 menunjukkan grafik hubungan antara


PB, keluaran pengontrol dan kesalahan yang
merupakan masukan pengontrol. Ketika konstanta
proporsional bertambah semakin tinggi, pita
proporsional menunjukkan penurunan yang semakin
kecil, sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan
semakin sempit. Ciri-ciri pengontrol proposional
harus diperhatikan ketika pengontrol tersebut
diterapkan pada suatu sistem. Secara eksperimen,
pengguna pengontrol propoisional harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini :
i. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proposional
hanya mampu melakukan koreksi kesalahan
yang kecil, sehingga akan menghasilkan
respon sisitem yang lambat.
ii. Jika nilai Kp dinaikan, respon sistem
menunjukan semakin cepat mencapai set point
dan keadaan stabil.

9
iii. Jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai
harga yang berlebiahan, akan mengakibatkan
sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem
akan berosolasi

b. Pengontrol Integral
Pengontrol integral berfungsi menghasilkan respon
sistem yang memiliki kesalahan keadaan stabil nol.
Jika sebuah plant tidak memiliki unsur integrator
(1/s), pengontrol proposional tidak akan mampu
menjamin keluaran system dengan kesalahan
keadaan stabilnya nol. Dengan pengontrol integral,
respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai
kesalahan keadaan stabilnya nol. Pengontrol integral
memiliki karaktiristik seperti halnya sebuah integral.
Keluaran sangat dipengaruhi oleh perubahan yang
sebanding dengan nilai sinyal kesalahan. Keluaran
pengontrol ini merupakan penjumlahan yang terus
menerus dari perubahan masukannya. Kalau sinyal
kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran
akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya
perubahan masukan. Sinyal keluaran pengontrol
integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh
kurva kesalahan penggerak. Sinyal keluaran akan
berharga sama dengan harga sebelumnya ketika
sinyal kesalahan berharga nol.

Gambar 2.5 Blok Diagram Pengontrol Integral

10
Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap
keluaran integral ditunjukkan oleh Gambar 2.5.
Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai
laju perubahan keluaran pengontrol berubah menjadi
dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator
berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang
relative kecil dapat mengakibatkan laju keluaran
menjadi besar .

Gambar 2.6 Perubahan Keluaran

Ketika digunakan, pengontrol integral mempunyai


beberapa karakteristik berikutini:
i. Keluaran pengontrol membutuhkan selang
waktu tertentu, sehingga pengontrol integral
cenderung memperlambat respon.
ii. Ketika sinyal kesalahan berharga nol,
keluaran pengontrol akan bertahan pada nilai
sebelumnya.
iii. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol,
keluaran akan menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya
sinyal kesalahan dan nilai Ki.
iv. Konstanta integral Ki yang berharga besar
akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi
semakin besar nilai konstanta Ki akan

11
mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal
keluaran pengontrol.

c. Pengontrol Derivative
Keluaran pengontrol derivative memiliki sifat
seperti halnya suatu operasi differensial. Perubahan
yang mendadak pada masukan pengontrol, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan
cepat.

Gambar 2.7 Blok Diagram Pengontrol Derivative

Gambar 2.7 menyatakan hubungan antara sinyal


masukan dengan sinyal keluaran pengontrol
derivative. Ketika masukannya tidak mengalami
perubahan, keluaran pengontrol juga tidak
mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal
masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk
fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal
berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik
secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru
merupakan fungsi step yang besar magnitudnya
sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi
ramp dan faktor konstanta diferensialnya.

12
Gambar 2.8 Kurva Waktu Hubungan Input-
Output Pengontrol Derivative

d. Pengontrol Derivative
Karakteristik pengontrol derivative adalah sebagai
berikut:
a. Pengontrol ini tidak dapat menghasilkan
keluaran bila tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa sinyal kesalahan).
b. jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu,
maka keluaran yang dihasilkan pengontrol
tergantung pada nilai Td dan laju perubahan
sinyal kesalahan. (Powel, 1994, 184).
c. pengontrol derivative mempunyai suatu
karakter untuk mendahului, sehingga
pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi
yang signifikan sebelum pembangkit
kesalahan menjadi sangat besar. Jadi
pengontrol derivative dapat mengantisipasi
pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang
bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan
stabilitas sistem .

13
Berdasarkan karakteristik pengontrol tersebut,
pengontrol derivative umumnya dipakai untuk
mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak
memperkecil kesalahan pada keadaan stabilnya.
Kerja pengontrol derivative hanyalah efektif pada
lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan.
Oleh sebab itu pengontrol derivative tidak pernah
digunakan tanpa ada pengontrol lain sebuah system.

e. Pengontrol PID
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-
masing pengontrol P, I dan D dapat saling menutupi
dengan menggabungkan ketiganya secara paralel
menjadi pengontrol proposional plus integral plus
derivative (pengontrol PID). Elemen-elemen
pengontrol P, I dan D masing-masing
secarakeseluruhan bertujuan untuk mempercepat
reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset dan
menghasilkan perubahan awal yang besar

Tabel 2.1 Mode Kontrol

2.3 LABVIEW 2015


Labview adalah sebuah softwarepemrograman buatan
national instrument dengan konsep yang berbeda seperti
bahasa pemrograman lainnya yaitu: C++, Matlab, atau visual
basic, tetapi mempunyai fungi yang sama. Bahasa
pemrograman labview berbasis pada grafis atau blok diagram

14
sementara yang lain menggunakan basis text. Labview bekerja
mempunyai dua bagian yaitu: front paneldigunakan sebagai
user interface yang akan mensimulasikan panel untuk
instrument dan block diagramdigunakan sebagai source code
dibuat dan berfungsi sebagai instruksi untuk front panel.

Gambar 2.9 Front Panel dan Blok Diagram

2.4 DAQ 6009


DAQ-6009 merupakan hardware dari National Instrument
yang digunakan sebagai interface antara LABVIEW 2014
dengan plant yang akan dikendalikan yaitu PCT 13. DAQ-
6009 memiliki 8 analog input (14-bit, 48 kS/s) dan 2 analog
outputs (12-bit, 150 S/s).

Gambar 2.10 DAQ 6009

15
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan dalam percobaan kali
ini adalah sebagai berikut :
1. LabView 2015 dan hardware National Instrument
Field Point.
2. Plant Level.

3.2 Prosedur percobaan


Prosedur yang digunakan pada percoban sistem
pengendalian otomatik adalah sebagai berikut :
1. LabView dibuka, kemudian open project plant level.
2. Aplikasi Labview yang sudah terhubung dengan plant
level dibuka.
3. Program di-run kemudian set point level diatur sesuai
yang diinginkan.
4. Nilai Kc dirubah.
5. Respon sistem direkam.
6. Respon sistem diamati dan disimpan dalam bentuk
file.
7. Nilai Ti dan Td dirubah.
8. Dilakukan pengambilan data dan tuning sebanyak 1
kali.

16
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data


Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil
yang tertera seperti pada Gambar 4.1, Gambar 4.2, Gambar
4.3, dan Gambar 4.4. Penjelasan masing-masing gambar akan
dijelaskan pada subbab berikut

4.1.1 Nilai Kc, Ti, dan Td Tidak Berubah


Nilai pengontrol PID awal yang digunakan pada
percobaan ini tidak diubah yaitu variabel Kc bernilai 0, Ti
bernilai 0,0100, dan Td bernilai 0,0010. Dapat dilihat pada
Gambar 4.1, untuk mencapai set point sebesar 40 maka rise
time dari respon bernilai 97 s. Untuk mencapai steady state
nilai settling time dari respon adalah 184 s. Nilai maximum
overshoot adalah 1,75, nilai peak time adalah 159 s, dan error
steady state 0,02.

Test Uji
60
50
Ketin
ggian 40 tr
30
tp
20
10 ts
0
4:24:42
24:494:
25:394:
25:464:
25:544:
26:014:
26:094:
26:164:
26:244:
26:314:
26:394:
4:26:46
26:544:
27:014:
27:094:
27:164:
4:27:24
27:314:
27:394:

waktu

Gambar 4.1 Grafik Respon Sistem tanpa Pengubahan Nilai PID

17
4.1.2 Perubahan Kc
Nilai pengontrol P pada percobaan ini diubah untuk
melihat perubahan respon dari sistem. Nilai Kc yang
digunakan bernilai 20, sedangkan nilai Ti dan Td dibuat tetap,
sehingga respon yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar
4.2. Dapat dilihat pada grafik tersebut, untuk mencapai set
point sebesar 40 maka rise time dari sistem bernilai 93 s,
settling time bernilai 112 s, dan error steady state sebesar 0,1.

Kc = 20
60
Ketinggi 50
an 40
30 tr
20
10 ts
0
4:28:16

4:31:02
28:104:

30:104:
30:174:
30:234:
30:304:
30:364:
30:434:
30:494:
30:564:

31:094:
31:154:
31:224:
31:284:
31:354:
waktu

Gambar 4.2 Grafik Respon Sistem dengan Pengubahan Nilai Kc

4.1.3 Perubahan Ti
Nilai pengontrol I pada percobaan ini diubah untuk melihat
perubahan respon dari sistem. Nilai Ti yang digunakan
bernilai 30, sedangkan nilai Kc dan Td dibuat tetap, sehingga
respon yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.3. Dapat
dilihat pada grafik tersebut, untuk mencapai set point sebesar
40 maka rise time dari sistem bernilai 96 s, settling time
bernilai 604 s, dan terdapat error steady state sebesar 4,58.

18
Ti=30
60
50
Keting
gian
40
30 tr
20

10
0
40:554:

37:054:

36:254:
4:40:45
4:40:35
4:40:25
4:40:15
4:40:05
4:39:55
4:39:45
4:39:35
4:39:25
4:39:15
4:39:05
4:38:55
4:38:45
4:38:35
4:38:25
4:38:15
4:38:05
4:37:55
4:37:45
4:37:35
4:37:25
4:37:15

4:36:55
4:36:45
4:36:35

4:36:15
4:34:45
4:36:05
4:35:55
4:35:45
4:35:35
4:35:25
4:35:15
4:35:05
4:34:55

waktu

Gambar 4.3 Grafik Respon Sistem dengan Pengubahan Nilai Ti

4.1.4 Perubahan Td
Nilai pengontrol D pada percobaan ini diubah untuk
melihat perubahan respon dari sistem. Nilai Td yang
digunakan bernilai 0,02, sedangkan nilai Kc dan Ti dibuat
tetap, sehingga respon yang dihasilkan dapat dilihat pada
Gambar 4.4. Dapat dilihat pada grafik tersebut, untuk
mencapai set point sebesar 40 maka rise time dari sistem
bernilai 94 s, settling time dari respon bernilai 139 s, dan
error steady state bernilai 0,02.

19
Td=0,02
60
Kretin 50
ggian 40 t
30 s
20
tr
10
0
46:094:
46:164:
46:224:
46:294:
46:354:
46:424:

46:554:
47:014:
47:084:
47:144:
47:214:
47:274:

47:404:
47:474:
47:534:
4:46:03

4:46:48

4:47:34
waktu

Gambar 4.4 Grafik Respon Sistem dengan Pengubahan Nilai Td

4.2 Pembahasan
4.2.1 Tiara Oktavia H. (2416 105 001)
Pada praktikum kali ini mengenai simulasi
pengendalian level menggunakan Labview 2015. Nilai set
point awal yang digunakan Kc sebesar 0, serta nilai Ti sebesar
0,0100 dan Td sebesar 0,0010. Setiap perubahan set point
yang dilakukan pada sistem, maka respon yang dihasilkan
oleh sistem juga berubah seperti yang telah dijelaskan pada
subbab 4.1. Berdasarkan analisa data tersebut diperoleh
karakteristik respon sistem pada setiap set point. Semakin
tinggi set point yang diberikan maka karakteristik respon
sistem yaitu waktu puncak (tp), waktu naik(tr), waktu tunda
(td) dan waktu turun (ts) semakin tinggi. Selain itu untuk nilai
maximum overshoot dan error steady state yang dihasilkan
juga berbanding lurus dengan kenaikan nilai set point. Namun
pada saat perubahan nilai Ti, settling time yang terlihat
sangatlah lambat untuk menuju set point, dikarekan nilai Ti

20
yang di-set terlalu tinggi yaitu sebesar 30,00. Hal ini
menunjukkan bahwa sistem telah berjalan dengan baik dan
pengendali PID dapat berperan untuk megoptimalkan respon
sistem yang dihasilkan dan sistem lebih stabil. Dan
pengendalian yang cocok pada variabel level adalah
pengontrol PI (proportional integral). Karena jika diberi
pengontrol derivative respon untuk mencapai set point sangat
lama.
4.2.2 Putu Ayustin Suriasni (2416 105 007)
Pada percobaan yang dilakukan sistem awal tanpa
perubahan pengontrol dibandingkan dengan sistem yang
diubah nilai Kc, Ti, dan Td. Pada perubahan pengontrol Kc
sebesar 20, rise time dari sistem menurun (respon semakin
cepat) dari 97 s menjadi 93 s. Selain itu nilai settling time dari
sistem juga menurun dari 184 s menjadi 112 s, dan overshoot
menjadi berkurang, secara teori apabila nilai Kc semakin
besar maka respon akan semakin cepat, namun apabila nilai
Kc terlalu besar maka akan timbul error steady state (ess).
Hal ini sesuai dengan data percobaan, nilai ess yang semula
bernilai 0,02 meningkat menjadi 0,1. Pada penambahan nilai
Ti, secara teori nilai rise time menurun, tidak ada error steady
state, dan terdapat osilasi, namun pada percobaan ini terdapat
error steady sebesar 4,58. Hal ini disebabkan oleh nilai Ti
yang digunakan pada sistem terlalu besar yaitu 30 sehingga
sistem tidak dapat mencapai set point sebesar 40. Nilai rise
time pada sistem setelah penambahan Ti menurun dari 97 s
menjadi 96 s. Pada penambahan nilai Td sebesar 0,02, nilai
rise time menurun dari 97 s menjadi 94 s. Selain itu nilai
settling time juga menurun dari 184 s menjadi 139 s, nilai ess
sebesar 0,02, dan tidak ada maximum overshoot yang pada
sistem, sehingga semakin besar nilai Td maka respon akan
semakin cepat dan maximum overshoot semakin berkurang.

21
4.2.3 Fidia Shethin Anisa (2416 105 013)
Berdasarkan percobaan mengenai simulasi
pengendalian yang telah dilakukan dengan menggunakan
Labview 2015, dapat dilihat perbandingan karakteristik
performansi dari sistem saat sebelum dan sesudah diberikan
suatu pengontrol P/I/D. Saat variabel Kc diubah menjadi 20
dengan nilai Ti dan Td tetap, respon transien dari sistem
berubah, yaitu lebih cepatnya rise time (tr) dan settling time
(ts) untuk mencapai set point sebesar 40. Hal tersebut sesuai
dengan fungsi pengontrol P yaitu mempercepat respon.
Selanjutnya saat Ti diberikan suatu nilai 30, respon sistem
untuk rise time menurun dari 97s menjadi 96s dan
menunjukkan adanya error steady state (Ess) sebesar 4,58.
Hal ini disebabkan saat pemilihan Ki yang sangat tinggi justru
dapat menyebabkan output berosilasi dapat menyebabkan
respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan
ketidakstabilan sistem. Selain itu penambahan pengontrol I ini
cenderung akan memperlambat respon. Yang terakhir adalah
perubahan nilai Td yaitu sebesar 0.02 sehingga rise time dari
sistem yang semula 97 s menjadi 94 s dan settling time dari
respon yang semula bernilai 184 s menjadi 139 s. Pengontrol
diferensial ini umumnya dipakai untuk mempercepat respon
awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada
keadaan steady. Kerja pengontrol diferensial hanyalah efektif
pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh
sebab itu pengontrol diferensial tidak pernah digunakan tanpa
ada kontroler lainnya.

4.2.4 Dhirga Kurniawan (2416 105 016)


Pada simulasi pengendalian level, set point ditentukan sebesar
50, lalu diubah menjadi 40. Pada pengontrol PID ini terdapat

22
3 parameter yaitu Kc, Ti dan Td. Pada percobaan ini dilakukan
4 kali pengambilan data. Pada pengmabilan data pertama
digunakan nilai Kc bernilai 0, Ti bernilai 0,0100, dan Td
bernilai 0,0010. Data kedua nilai Kc bernilai 20, Ti bernilai
0,0100, dan Td bernilai 0,0010. Pengambilan ketiga nilai Kc
bernilai 0, Ti bernilai 30, dan Td bernilai 0,0010. Sedangkan
pengambilan data keempat Kc bernilai 0, Ti bernilai 0,0100,
dan Td bernilai 0,02.
Dari gambar 4.1 tersebut dapat diketahui pula nilai tr (rise
time) sebesar 97 s, tp (peak time) sebesar 159 s, maximum
overshoot sebesar 1,75 dan nilai ts 184 s. Dengan adanya
perubahan nilai Kc maka nilai tr dan ts menurun menjadi 93 s
dan 112 s atau respon sistem semakin cepat. Perubahan nilai
Ti menyebabkan adanya offset namun nilai tr tetap menurun
menjadi 96 s. Sedangkan perubahan nilai Td menyebabkan
nilai tr dan ts menjadi menurun menjadi 94 s dan 139 s atau
membuat respon semakin cepat.

4.2.5 Rizky Kurniasari Kusuma Pratiwi (2416 105 034)


Pada praktikum P2 ini membahas tentang simulasi
pengendalian level dengan menggunakan software LABVIEW
2015. Pada percobaan ini menggunakan sistem pengendalian
level dengan mode control berupa P, I, dan D, actuator berupa
control valve, dan sensor/ transmitter berupa level transmitter.
Untuk memonitoring atau mengetahui hasil respon dari sistem
pengendalian level ini menggunakan simulasi LABVIEW
2015. Dari hasil simulasi dari LABVIEW 2015 sistem
pengendalian level, dapat dilihat perbandingan karakteristik
respon sebelum jika dari variabel Kc sebesar 0, Ti sebesar
0,0100, dan Td sebesar 0,0010 maka, karakteristik respon
pada saat sebelum perubahan nilai P, I, dan D untuk mencapai
set point sebesar 40 maka rise time dari respon bernilai 97 s.
Untuk mencapai steady state nilai settling time dari respon

23
adalah 184 s. Nilai maximum overshoot adalah 1,75, nilai
peak time adalah 159 s, dan error steady state 0,02. Nilai
maximum overshoot adalah 1,75 dan nilai peak time sebesar
159 s yang dijelaskan pada gambar 4.1. Untuk perubahan
karakteristik respon apabila nilai Kc diubah 20 maka untuk
mencapai set point sebesar 40 maka rise time dari sistem
bernilai 93 s, settling time bernilai 112 s, dan error steady
state sebesar 0,1. Untuk perubahan karakteristik respon
apabila nilai Ti diubah sebesar 30 maka untuk mencapai set
point sebesar 40 maka rise time dari sistem bernilai 96 s,
settling time bernilai 604 s, dan terdapat error steady state
sebesar 4,58. Untuk perubahan karakteristik respon apabila
nilai Td sebesar 0,02 maka untuk mencapai set point sebesar
40 maka rise time dari sistem bernilai 94 s, settling time dari
respon bernilai 139 s, dan error steady state bernilai 0,02.

4.2.6 Muhammad Fikri Fakhresy (2416 105 042)


Pada praktikum mengenai simulasi pengendalian level
menggunakan software LabVIEW kali ini dilakukan di
Laboratorium Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol. Parameter
yang digunakan yaitu nilai Kc, Ti, dan Td. Nilai set point yang
digunakan senilai 50 lalu diubah menjadi 40. Nilai Kc yang
digunakan adalah 20, nilai Ti dengan 30, dan Td 0,02. Setiap
perubaahan yang dilakukan dengan perubahan nilai Kc, Ti,
dan Td didapatkan respon yang berbeda pula yang
ditunjukkan dengan adanya grafik respon. Setelah didapatkan
grafik, dianalisa bahwa semakin tinggi set point yang
diberikan maka karakteristik respon sistem yaitu waktu
puncak (tp), waktu naik(tr), waktu tunda (td) dan waktu turun
(ts) juga akan semakin tinggi. Selain itu untuk nilai maximum
overshoot dan error steady state yang dihasilkan juga
berbanding lurus dengan kenaikan nilai set point. Dapat
disimpulkan yyaitu sistem pada pengendalian level tersebut

24
telah berjalan dengan baik. Selain itu pengendali PID yang
ada pada sistem dapat dikatakan membuat sistem lebih stabil
dan menjadikan sistem memiliki nilai error steady state yang
bernilai kecil sehingga sistem dikatakan baik.

4.2.7 Adilah Daffadany Rabbani (2416 105 043)


Dari analisis data yang dilakukan, terdapat beberapa
poin yang dapat diamati perubahannya pada variabel Kc.
Perubahan yang pertama adalah error steady state. Dapat
dilihat bahwa semakin besar Kc, osilasi pada respon sistem
semakin berkurang. Hal tersebut telah sesuai dengan teori
bahwa penambahan pengendali proporsional mampu
mengurangi error steady state. Pada rise time, perubahan bisa
diamati namun sangat kecil sekali bahwa semakin besar Kc,
semakin cepat respon menuju set point sehingga sesuai
dengan teori pada modul. Overshoot pada respon, sulit
diamati. Di setiap Kc, hampir tidak ada overshoot. Hal ini
disebabkan karena fluida yang mengalir pada sistem alirannya
sangat kecil sehingga overshoot jarang terjadi pada sistem.
Sedangkan pada settling time, hampir tidak ada perubahan.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa settling time terjadi
perubahan kecil saja.
Variabel Ti, dapat juga diamati perubahannya seperti Kc.
Error steady state akan semakin kecil ketika Ti semakin besar.
Pada rise time, semakin besar nilai Ti semakin kecil nilai rise
time nya. Untuk overshoot sulit diamati seperti pada Kc. Hal
ini terjadi karena aliran yang diberikan sangat kecil sehingga
kemungkinan kecil terjadi overshoot. Sedangkan pada settling
time, perubahannya sulit diamati dikarenakan sistem masih
belum dalam keadaan steady.

25
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum mengenai simulasi
pengendalian level dengan Labview 2015 sebagai berikut :

a. National Instrmen Field Point pada sistem ini digunakan


sebagai controller level pada plant
b. Labview digunakan sebagai pengendali sistem serta
perantara antara pengguna dengan plant. Bagian utama
dari Labview yakni front panel dan blok diagram
c. Dari hasil praktikum yang sudah dilakukan, perubahan
nilai Kc mengakibatkan respon sistem menjadi lebih
cepat. Perubahan nilai Ti menyebabkan rise time menjadi
lebih cepat namun settling time menjadi lebih lambat
karena nilai Ti yang digunakan terlalu besar. Sedangkan
perubahan nilai Td menyebabkan respon menjadi lebih
cepat dan mengurangi osilasi dari sistem.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan yaitu sebaiknya
praktikan lebih memahami teori mengenai sistem
pengendalian sehingga memudahkan dalam melakukan
praktikum, selain itu praktikan harus mengetahui
perbandingan nilai Kc, Ti, Td agar respon sistem yang
dihasilkan sesuai dengan teori pengontrol PID.

26
LAMPIRAN

Tugas Khusus 1
- Tiara Oktavia
- Dhirga Kurniawan
- M. Fikri F.

1. Contoh plant sederhana yang dibuat pada software


Labview adalah pengendalian level water tank. Pada
plant ini terdapat silinder yang berfungsi untuk sensor
level dan mengatur tinggi rendahnya level. Nilai
minimum dari silinder yaitu 0 m 3 dan nilai maksimum
1000m3. Nilai maksimum pada tanki berkisar 8500 dan
nilai medium pada tanki berkisar 8499-4000 serta nilai
minimum 3900. Disebelah kanan tangki terdapat display
yang berfungsi untuk menampilan grafik pada saat plant
running. Apabila level diatur melebihi nilai maksimum,
medium, dan minimum maka lampu alarm akan menyala.
Dan grafik akan tergambar pada per detik.

Gambar 1 Pengendalian level water tank pada saat stop

27
Gambar 2 Pengendalian level water tank pada saat run

Gambar 3 menunjukkan diagram blok yang digunakan pada


pengendalian level water tank . Pada diagram blok, terdapat
sensor level yang berfungsi untuk mengatur tinggi rendahnya
level. Kemudian snsor level terhubung dengan water tank
yaitu untuk menampilan display pada tank. Dan wavefrom
chart yaitu untuk menampilkan tinggi rendahnya level pada
grafik. Sensor level juga terhubung dengan display
maksimum, medium dan minimum untuk mengetahui set nilai
yang diatur. Numeric adalah display yang ditujukan untuk
mengetahui waktu yang berjalan. Waktu yang di set yaitu
per detik. Dan terdapat tombol stop untuk mempermudah
menghentikan plant ketika berjalan. Dan semua diagram blok
tersebut berada di dalam while loop. While loop berguna untuk
memutar kembali atau looping.

28
Gambar 3 Diagram blok pengendalian level water tank

Tugas Khusus 2
- Putu Ayustin Suriasni
- Fidia Shethin Anisa
- Rizky Kurniasari K P
- Adillah Daffadany R.
Contoh plant sederhana yang dibuat pada software
Labview adalah plant level. Pada plant ini terdapat slider
yang berfungsi sebagai input untuk mengatur level dari
tangki. Nilai minimum dari slider yaitu 1 (dalam satuan
volt) merepresentasikan nilai minimum level pada tangki
yaitu 0 mm seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.
Nilai maksimum slider yaitu 5 (dalam satuan volt)
merepresentasikan nilai maksimum level pada tangki
yaitu 400 mm seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Meter level berfungsi untuk menunjukan perubahan
ketinggian yang telah diubah menjadi sinyal standar

29
yaitu 4-20 mA. 4 mA merepresentasikan 0 mm dan 20
mA merepresentasikan 400 mm.

Gambar 4 Tampilan Front Panel saat Masukan dari Slider


Bernilai Minimum

30
Gambar 5 Tampilan Front Panel saat Masukan dari Slider
Bernilai Maksimum

Gambar 6 menunjukan diagram blok yang digunakan


pada plant level. Pada diagram blok, uin merupakan
slider, nilai uin dibagi dengan nilai tahanan sebesar 250
Ω dan dikalikan dengan 1000V untuk mendapatkan nilai
arus sebesar 4 mA yang menunjukan nilai minimum
level tangki yaitu 0 mm. Nilai u0 merupakan nilai
pengurang agar nilai level awal pada tangki menjadi 0
mm, pada Gambar 6 u0 diberikan sebesar 4. Gain (K)
merupakan pengali agar level pada tangki sesuai dengan
pengaturan slider, pada plant ini gain yang diberikan
sebesar 25.

31
Gambar 6 Tampilan Diagram Blok dari Plant Level

32

Anda mungkin juga menyukai