Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan

karena faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi

virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini

viral faringitis merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah.

National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan ±200 kunjungan ke

dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis.(1)

Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan dinding

faring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-

lain. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring,

tonsil dan adenoid. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang

yang menderita faringitis. Faktor risiko penyebab faringitis yaitu udara yang

dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi,

konsumsi alkohol yang berlebihan.(1)

Tuberkulosis masih merupakan penyakit yang sangat luas didapat

dinegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Tuberkulosis dibagi menjadi

tuberkulosis primer dan tuberkulosis sekunder. Tuberkulosis primer merupakan

infeksi pertama dari tuberkulosis, sedangkan tuberkulosis sekunder adalah infeksi

yang terjadi akibat adanya penyebaran dari kuman penyebab tuberkulosis primer

ke tempat yang lain melalui aliran darah atau kelenjar getah bening. Faringitis

0
tuberkulosis biasanya merupakan proses sekunder tuberkulosis paru, kecuali bila

infeksi disebabkan oleh kuman tahan asam jenis bovinum.(1)

Faringitis tuberkulosis ini merupakan kasus yang jarang terdiagnosis atau

diagnosis sering dilupakan, bahkan sering dikelirukan dengan penyakit lain seperti

dan infeksi jamur. Faringitis Tuberkulosis umumnya mengikuti tuberkulosis paru,

sedangkan kejadian tuberkulosis paru masih tinggi (1).

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronik dan sistemik yang

disebabkan oleh Mikrobakterium dan cara penyebarannya kedalam tubuh melalui

saluran nafas, getah bening, pencernaan atau langsung menyerang organ tubuh (1).

Banyak usaha yang telah dilakukan untuk menangani kaus ini, namun belum

memberikan hasil yang diharapkan, terbukti bahwa dari satu milyar manusia yang

terinfeksi, 8 juta merupakan kasus baru, dan 3 juta terjadi kematian tiap

tahunnya(1)

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 44 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jatiseeng Kidul
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status pernikahan : Menikah

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 05 Februari 2018

Keluhan Utama
Suara Serak

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Waled dengan keluhan suara
seraak sejak 3 bulan yang lalu. Suara serak terus menerus, tidak dipengaruhi
oleh waktu dan posisi pasien. Pasien merasakan suara makin serak setelah
makan pedas, gorengan dan setelah aktifitas berat. Pasien sudah sering
kontrol ke Puskesmas dan diberi obat tetapi hanya obat demam dan batuknya
saja tetapi tidak mengurangi untuk seraknya.
Sejak 1 minggu terakhir ini sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengeluhkan suara serak semakin sering dirasakan pasien. Keluhan disertai
nyeri menelan, batuk tidak berdahak. Pasien masih bisa makan dan minum.
Keluhan tidak disertai demam, tidk disertai drooling, tidak ada sesak nafas,.
Terdapat batuk, batuk tidak berdahak dan tidak ada pilek. Mudah lelah dan
terkadang nyeri kepala. Sesak nafas tidak ada. Nyeri Dada tidak ada. Terjadi
penurunan nafsu makan. Gejala mual dan muntah serta nyeri perut tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

2
a. Pasien mengaku 6 bulan yang lalu memiliki riwayat TB Paru di
diagnosis oleh dokter spesialis penyakit dalam RSUD Waled dan
sudah dinyatakan sembuh.
b. Ada Kontak pasien TB yaitu sepupu pasien
c. Riwayat Hipertensi 1 tahun yang lalu tidak terkontrol.
Tekanan darah tertinggi pasien : 180/100 mmHg
d. Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
e. Riwayat Alergi disangkal
f. Riwayat dirawat di RS disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang
sama dengan pasien.

Riwayat Alergi
Pasien menyangkal ada riwayat alergi pada makanan, obat, atau
debu.

Riwayat Pengobatan
Pasien sering kontrol untuk penyakit TB nya selama 6 bulan yang
lalu, kontrol rutin ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Waled.
Pasien untuk riwayat darah tinggi jarang berobat dan tidak
terkontrol karena menurut beliau tidak ada keluhan sama sekali
mengenai darah tingginya

Riwayat Pribadi & Sosial


1. Pasien mengaku bahwa pola hidupnya kurang baik. Pasien
jarang sekali mengkonsumsi sayuran, dan lebih memilih
makan-makanan gorengan serta pedas, sehingga muncul suara
serak diakibatkan itu.
2. Pasien mengaku jika kelelahan maka akan timbul suara serak

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan tanggal 5 Februari 2018 pukul 10.30 WIB di Poli THT RSUD
Waled.
1. Status Generalis

3
a. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang

b. Kesadaran
Composmentis
GCS :E4M6V5

c. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 145/85 mmHg
Frekuensi Nadi : 84x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
Suhu : 36,6˚C

d. Status Interna
 Kepala
Normocephal, simetris, warna rambut hitam, rambut tidak rontok,
deformitas tidak ada
 Mata
Conjungtiva anemis (tidak ada/tidak ada), Sklera ikterik (tidak
ada/tidak ada)
 Thoraks :
Inspeksi :
Pernapasan simetris kanan dan kiri, tidak ada yang tertinggal,
retraksi IC tidak ada dan iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, fremitus taktil simetris kanan = kiri, iktus
cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Sonor pada kedua lapangan paru
Batas jantung :
batas atas : linea parasternalis sinistra ICS II
batas kanan : linea parasternalis dextra ICS V
batas kiri : linea midclavicula sinistra ICS V
Auskultasi :

4
Pulmo :Vesikuler kedua lapang paru, tidak ada ronkhi dan
weeezing
Jantung :S1 = S2 reguler murni, tidak ada gallop dan murmur
 Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada bekas luka, tidak ada sikatrik
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, soepel, hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Terdapat bising usus
 Ekstremitas :
 Ekstremitas atas :
Tidak terdapat edema, pigmentasi normal, tidak ada sianosis, tidak
ada clubbing finger, tidak ada nyeri tekan
 Ekstremitas bawah :
Tidak terdapat edema, pigmentasi normal, tidak ada sianosis, tidak
ada clubbing finger, tidak ada nyeri tekan

e. Status Lokalis
2.3.3.1. Pemeriksaan telinga
Telinga kanan Telinga kiri

Auriculae
 Bentuk Normal Normal
 Infeksi Tidak ada Tidak ada

 Trauma Tidak ada Tidak ada

 Tumor Tidak ada Tidak ada


Tidak ada Tidak ada
 Nyeri tekan

5
Pre-Auriculae
 Fistel Tidak ada Tidak ada
 Abses Tidak ada Tidak ada

 Sikatrik Tidak ada Tidak ada

 Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Retro auriculae
 Edema Tidak ada Tidak ada
 Abses Tidak ada Tidak ada

 Fistel Tidak ada Tidak ada

 Sikatrik Tidak ada Tidak ada


Tidak ada Tidak ada
 Nyeri tekan

Infra Auriculae
 Parotis Tidak teraba membesar Tidak teraba
membesar
CAE
 CAE Lapang Lapang
 Warna Merah muda Merah muda

 Sekret Tidak ada Tidak ada

 Serumen Tidak ada Tidak ada


Tidak ada Tidak ada
 Kelainan lain
Membran timpani
 Intak/ tidak Intak Intak
 Warna Putih keabuan Putih keabuan

 Cone of light (+) (+)

 Perforasi Tidak ada Tidak ada

 Kelainan lain:
Tidak ada Tidak ada
 Granulasi
Tidak ada Tidak ada
 Polip
Tidak ada Tidak ada
 Kolesteatoma
Tidak ada Tidak ada
 Tumor

6
- Pemeriksaan Hidung

Pemeriksaan Dextra Sinistra


Keadaan luar Bentuk Normal Normal
Massa - -
Rhinoskopi Mukosa Nasi Tidak Hiperemis Tidak Hiperemis
Anterior

Sekret Tidak ada secret Tidak ada secret


Septum Nasi Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Konka inferior Normal Normal
Konka Media Normal Normal
Polip Tidak ada polip Tidak ada polip
Pasase Udara Tidak ada Tidak ada
hambatan udara hambatan udara
Rinoskopi Posterior Mukosa
Konka
Sekret
Fossa Tidak Tidak
Rossenmuller Dilakukan Dilakukan
Muara Tuba
Eustachius
Tonus Tobarius

Maksilofasial
Inspeksi :
-Tidak ada edema pada wajah
-Tidak ada Parese N.I-XII
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan a/r maksilaris dexta et sintra

Tes penciuman
Kanan : Tidak dilakukan
Kiri : Tidak dilakukan
Transiluminasi
o Sinus maksilaris : Tampak bayangan seperti bulan sabit
o Sinus frontalis : Tampak cahaya

Pemeriksaan Orofaring

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

7
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Warna kuning gading, tidak ada karies dan gangre
Ginggiva Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Lidah Tidak ada ulkus, dalam batas normal
Uvula Bentuk normal, ditengah, hiperemi , tidak edema
Palatum mole Hiperemis, tidak ada ulkus
Faring Mukosa hiperemi
Tonsila palatine Kanan Kiri
Ukuran T1 T1
Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Rata Rata
Kripte Tidak Melebar Tidak Melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Peri Tonsil Tidak ada Abses Tidak ada Abses
Fossa Tonsillaris Hiperemis Hiperemis
dan Arkus
Faringeus

- Laringofaring (Laringoskopi indirect)

Epiglotis tidak dilakukan


Plika ariepiglotika tidak dilakukan
Plika ventrikularis tidak dilakukan
Plika vokalis tidak dilakukan
Rima glotis tidak dilakukan

- Pemeriksaan Leher
Kelenjar submandibular Tidak teraba membesar
Kelenjar Cervikalis (superior, Tidak teraba membesar
media, inferior)
Kelenjar cervikalis posterior Tidak teraba membesar
Kelenjar supraclavicular Tidak teraba membesar
Kelenjar Tiroid Tidak teraba membesar
Tumor Tidak ada
Abses submandibular Tidak ada
Abses cervical Tidak ada

IV. DIAGNOSIS BANDING


Hoarsness e.c. laryngitis TB + Faringitis akut
Hoarsness e.c. edema plika vokalis

8
Hoarsness e.c. nodul plika vokalis
Hoarsness e.c Carcinoma Laring

V. DIAGNOSIS KERJA
Hoarsness e.c. laryngitis TB + Faringitis akut

VI. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Darah Rutin
b. Sputum BTA
c. Rontgen Foto Thorax
d. Endoskopi

VII. RENCANA TERAPI

A. Non Medikamentosa
1. Istirahat Cukup
2. Kurangi aktivitas
3. Kurangi makan gorengan dan pedas

B. Medikamentosa
1. Analgetik dan Antipiretik
Paracetamol 500 mg 3x sehari selama 5 hari
2. Antibiotik
Cefixime 200 mg 2x sehari selama 7 hari

VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit faringitis adalah:
a. Abses retrofiring
b. Abses Peritonsiler
c. Demam rematik

A. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam

9
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

10
2.1 Definisi

Faringitis tuberkulosis adalah infeksi kronik yang disebabkan oleh kuman

mikrobakterium tuberkulosa dan merupakan akibat dari tuberkulosis paru.

2.2 Anatomi

Untuk keperluan klinis dibagi menjadi tiga bagian utama : nasofaring,

orofaring dan laringofaring atau hipofaring.(2)

Gambar 1. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing

a. Nasofaring

Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari

nasofaring ini antara lain :


-batas atas : Basis Kranii

11
- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal

Ruang nasofaring yang relatif kecil terdiri dari atau mempunyai hubungan yang

erat dengan beberapa struktur yang secara klinis mempunyai arti penting yaitu :

1. Pada dinding posterior meluas ke arah kubah adalah jaringan adenoid.

2. Terdapat jaringan limfoid pada dinding faringeal lateral dan pada resesus

faringeus, yang dikenal sebagai fasa Rosenmuller.

3. Tonus tubarius ; refleksi mukosa jaringan diatas kartilago saluran tuba

eustacius yang berbentuk bulat dan menunjan, tampak sebagai tonjolan

seperti ibu jari kedinding lateral nasofaring tepat diatas perlekatan palatum

mole.

4. Koana posterior rongga hidung.

5. Foramina kranial, yang terletak berdekatan dan dapat terkena perluasan

dari penyakit nasofaring, termasuk foramen jugularis yang dilalui oleh

saraf kranial glosofaringeus, vagus dan asesorius spinalis.

6. Struktur pembuluh darah yang letaknya berdekatan termasuk sinus

petrosus inferior, vena jugularis interna, cabang-cabang meningeal dari

oksipital dan arteri faringeal asenden dan foramen hipoglosus yang dilalui

saraf hipoglosus.

7. Tulang temporalis bagian petrosa dan foramen laserum yang terletak dekat

bagian lateral atap nasofaring.

8. Ostium dari sinus-sinus sphenoid.(2)

12
b. Orofaring

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan

laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : 3,4

- batas atas : palatum mole


- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis

Orofaring termasuk cincin jaringan limfoid sirkumferensial yang disebut cincin

Waldeyer. Komponennya adalah jaringan adenoid, tonsila palatina, tonsila

lingual dan folikel limfoid pada dinding posterior faring. Adenoid struktur

limfoidnya tersusun dalam lipatan. Tonsila palatina struktur limfoidnya adalah

sistem kripta. Kripta-kripta ini lebih berlekuk pada kutub atas tonsila, sehingga

menjadi mudah tersumbat oleh partikel makanan, mucus sel epitel yang

terlepas, leukosit dan bakteri. Kripta merupakan tempat utama pertumbuhan

bakteri patogen. Selama peradangan akut, kripta dapat terisi dengan koagulan

yang menyebabkan gambaran folikular yang khas pada permukaan tonsil.

Tonsila lingualis mempunyai kripta-kripta kecil yang tidak terlalu berlekuk-

lekuk.(2)

c. Hipofaring

Laringofaring disebut juga hipofaring dan terletak di bawah setelah orofaring.

Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu : 3,4

- batas atas : epiglotis

- batas depan : laring

- batas bawah : esofagus


- batas belakang : vertebra servikalis

13
Epiglotis bertindak sebagai pembagi antara orofaring dan hipofaring.

Hipofaring terdiri dari sinus piriformis, dinding faring posterior dan kartilago

post krikoid berbentuk corong.(2)

2.3 Etiologi dan Penularan

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberkulosis dan mycobacterium bovis. Mycobacterium

tuberkulosis ditemukan oleh Robert Kock dalam tahun 1882. Basil tuberkulosis

dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi

dalam cairan pada suhu 60oC mati dalam 15 – 20 menit. Fraksi protein basil

tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan

sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan

terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Basil tuberkulosis tidak membentuk

toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin).(3)

Penularan mycobacterium tuberkulosis biasanya melalui udara, hingga

sebagian besar fokus primer tuberkulosis terdapat dalam paru. Selain melalui

14
udara penularan dapat peroral misalnya minum susu yang mengandung basil

tuberkulosis , biasanya mycobacterium bovis. Dapat juga terjadi dengan kontak

langsung misalnya melalui luka atau lecet dikulit. Cara infeksi ini disebut cara

eksogen. Sedangkan cara endogen yaitu penyebaran melalui darah (hematogen)

pada tuberkulosis miliaris dan melalui aliran limfe (limfogen).(3)

2.4 Patofisiologi

Penyebab Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu

menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan

banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia. Infeksi primer

biasanya terjadi dalam paru, melalui aliran darah dan limfe, basil tuberkulosis

dapat mencapai faring. Terbentuk ulkus pada satu sisi tonsil dan jaringan tonsil

itu akan mengalami nekrosis. Bila infeksi timbul secara hematogen, maka tonsil

dapat terkena pada kedua sisi. Lesi sering ditemukan pada dinding faring

posterior, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring dan palatum mole serta

palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak.

2.5 Gambaran Klinis

Tuberkulosa pada faring terdapat dalam tiga bentuk, yaitu : tuberkulosis

milier akut, ulkus tuberkulosis kronis dan lupus vulgaris.(4)

15
a. Tuberkulosis milier akut

Pada tuberkulosis milier akut manifestasi penyakit berhubungan dengan

penyebab mikroba/ kuman dalam aliran darah. Ditemukan erupsi tuberkel di

daerah faucis, palatum mole, dasar lidah atau mukosa pipi. Timbul rasa tidak

enak pada stadium ini, tetapi bila erupsi meluas membentuk ulkus barulah

timbul rasa sakit sekali dan disfagia. Terdapat kecenderungan untuk berdarah

dan keluar air liur yang banyak, lendir kental melekat kedaerah yang berulkus.

Keadaan umum pasien segera memburuk dan terdapat beberapa jenis gangguan

dengan suhu badan yang meningkat.(4)

b. Ulkus tuberkulosa kronik

Selalu berhubungan dengan tuberkulosa paru yang lanjut dengan sputum

mengandung kuman tuberkulosa. Terjadi ulserasi pada faring dan lidah dimana

ulkus biasanya terletak pada ujung lidah. Ulkus mempunyai sifat dangkal, tepi

tidak teratur dengan dasar yang bersih, pertumbuhan lambat. Ujung saraf masih

utuh sehingga timbul rasa nyeri dengan gejala yang ada hubungan dengan

disfagia akut.(4)

c. Lupus vulgaris

Lupus vulgaris adalah proses tuberkulosa pada kulit. Dalam bidang THT lokasi

yang sering ialah di bagian depan septum nasi serta konka inferior dan dari sini

dapat menyebar ke muka atau faring. Pada tenggorok biasanya mengenai

palatum mole dan faucius jarang pada tonsil. Bentuk erupsi berupa “apple jelly

16
nodules” yang segera menjadi abu-abu dan lebih padat. Mukosa menjadi keras

dan hilang mobilitasnya, nodul akan pecah sehingga permukaan mukosa rusak

dan tampak daerah granuler. Bila palatum durum terkena maka tulang akan

terbuka tetapi tulang tidak terkena proses penyakit. Proses berlangsung sangat

kronik dengan kecenderungan menyembuh disebagian tempat tetapi proses

penyakit terus berlanjut sehingga terbentuk sikatriks pada palatum. Uvula dapat

mengecil atau lenyap.

Gejala pada tahap awal berupa adanya rasa terbakar dan sakit sedikit pada

tenggorok. Tahap selanjutnya kualitas suara akan berubah karena adanya

fiksasi pada palatum dan timbulnya disfagia. Pada tahap sangat lanjut dapat

terjadi regurgitasi cairan ke dalam hidung.(4)

Secara umu pasien mengeluh nyeri yang hebat ditenggorokan. Keadaan umum

pasien buruk, karena anoreksia dan nyeri untuk menelan makanan. Tidak

jarang terdapat regurgitasi. Selain dari nyeri yang sangat menonjol untuk

menelan, terdapat juga nyeri di telinga (otalgia). Terdapat juga adinopati

servikal.(1)

17
2.6 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis disamping dijumpainya gambaran klinis

juga diperlukan pemeriksaan sputum untuk melihat adanya tuberkulosis paru.

Dilakukan juga biopsi jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan adanya

proses keganasan, serta mencari basil tahan asam di jaringan.(1)

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan

diagnose antara lain yaitu : 4,5

 pemeriksaan darah lengkap


 Endoskopi
 Sputum BTA
 Rontgen Foto Thorax

Namun pada umumnya peran diagnostik pada laboratorium dan radiologi terbatas.

18
Gambar 2. Contoh gambar bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang menyebabkan faringitis tuberkulosis

2.7 Penatalaksanaan

Sebelum ditemukannya rifampisin metode terapi terhadap tuberkulosis

paru adalah dengan sistem jangka panjang (terapi standart) yakni :

Untuk sementara sebelum dilakukan kultur maka diberikan analgetik-

antipiretik yaitu paracetamol yaitu 3 x 500 mg selama 5 hari dan untuk antibiotic

yang diberikan yaitu Cefixime 200 mg 2x sehari selama 7 hari. Selanjutnya jika

sudah diketahui penyebabnya baru obati sesuai penyebabnya.

INH (H) + streptomosin (S) + PAS atau etambutol (E) tiap hari dengan

fase initial selama 1-3 bulan dan dilanjutkan dengan INH + etambutol atau PAS

selama 12-1 bulan.

Setelah ditemukannya rifampisin panduan obat menjadi : INH + rifampisin

+ streptomisin atau etambutol setiap hari (fase initial) dan diteruskan dengan INH

+ rifampisin atau etambutol (fase lanjut).

19
Terapi ini selanjutnya berkembang menjadi terapi jangka pendek dimana

diberikan INH + rifampisin + streptomisin atau etambutol atau pirazinamid (Z)

setiap hari sebagai fase initial selama 1-2 bulan dilanjutkan dengan INH +

rifampisin atau etambutol atau streptomisin 2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan,

sehingga lama pengobatan keseluruhan menjadi 6-9 bulan.

Dengan pemberian terapi jangka pendek akan didapat beberapa keuntungan

seperti :

a. Waktu pengobatan lebih dipersingkat.

b. Biaya keseluruhan untuk pengobatan menjadi lebih rendah.

c. Jumlah penderita yang membangkang menjadi berkurang.

d. Tenaga pengawas pengobatan menjadi lebih hemat/ efisien.

Oleh karena itu Departemen Kesehatan R.I. dalam rangka/ program

pemberantasan penyakit tuberkulosis paru lebih menganjurkan terapi jangka

pendek dengan panduan obat HRE/ 5 H2R2 (isoniazid + rifampisin + etambutol

setiap hari selama satu bulan, dan dilanjutkan dengan isoniazid + rifampisin 2 kali

seminggu selama 5 bulan), dari pada terapi jangka panjang H 2Z/ 11 H2Z2 (INH +

streptomisin + pirazinamid setiap hari selama satu bulan dan dilanjutkan dengan

INH + pirazinamid 2 kali seminggu selama 11 bulan).

Disamping terapi diatas dapat ditambah dengan terapi simptomatis seperti

obat kumur dan obat-obat simptomatik lainnya.(1,6)

20
2.8 Prognosis

Pasien dengan infeksi kuman mycobacterium tuberkulosa harus mengikuti

petunjuk pengobatan yang benar agar tidak timbul resistensi kuman. Prognosis

biasanya baik dengan pengobatan yang terkontrol. Penderita tuberkulosis yang

telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk

mengetahui adanya kekambuhan. Evaluasi yang baik mencakup :

1. Sputum BTA mikroskopik 3, 6, 12 dan 24 bulan setelah dinyatakan

sembuh.

2. Evaluasi foto toraks 6, 12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.(5)

21
2.9 Komplikasi

Faringitis tuberculosis umumnya mengikuti tuberkulosis paru, sedangkan

tuberculosis paru kejadiannya masih tinggi. Tuberkulosis faring sering tidak

terdiagnosis atau dikelirukan dengan penyakit lain. Bila ditemukan gambaran

klinis berupa rasa sakit berlangsung lama dengan ulcerasi di faring, perlu

dipikirkan tuberculosis faring. Tuberculosis faring ditegakkan berdasarkan

gambaran klinis dengan pemeriksaan penunjang. Berikut merupakan komplikasi

yag bisa ditimbulkan Faringitis Tuberkulosis:

1. Faringitis tuberkulosa biasanya merupakan proses sekunder paru, kecuali

bila infeksi disebabkan oleh kuman tahan asam jenis bovinum.

2. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberkulosis dan mycobacterium bovis.

3. Cara infeksi adalah melalui cara eksogen dan endogen.

22
4. Tuberkulosis pada faring terdapat dalam tiga bentuk yaitu : tuberkulosa

milier akut, ulkus tuberkulosa kronik dan lupus vulgaris.

5. gambaran klinis faringitis tuberkulosis disesuaikan dengan terapi

tuberkulosa paru ditambah dengan terapi simptomatik.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit faringitis akut lainnya adalah:

a. Abses retrofiring

b. Abses Peritonsiler

c. Demam rematik

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, 2013, Penyakit dan Kelainan Tonsil dan Faring,
Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Edisi 4, FK-
UI, Jakarta, Hal : 176-179.
2. Adam GL, Boeis LR, Higler TA, 2014, Embriologi, Anatomi dan Fisiologi
Rongga Mulut, Faring, Oesofagus dan Leher, Dalam Buku Ajar Penyakit
THT, Edisi 6, Alih Bahasa Dr. Caroline Wijaya, EGC, Jakarta, Hal : 320-
322.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, 2013, Tuberkulosis Anak,
Dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2, Infomedica, Jakarta, Hal
: 573-578.
4. Soepardi EA dkk, Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan THT, 2013,
Edisi 2 Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, Hal : 22-229.
5. Aditama MY, 2011, Tuberkulosis, Diagnosis, Terapi dan Masalahnya,
Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, Hal : 26-60.

23
6. Soeparman S, Asril Bahar : Tuberkulosis Paru, Dalam Buku Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid 2, Edisi III, Gaya Baru, Jakarta, 2011, Hal : 723-724.
7. Hall & Colmans, Disease The Nose, Throat & Ear, & Head Neck, Elbs
2013, Hal : 110.
8. Arsyad Efiaty, 1997, Penyakit & Kelainan THT, Edisi 3, Balai penerbit UI,
Jakarta, Hal : 219-220.

24

Anda mungkin juga menyukai