Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOSISTEMATIKA HEWAN II

TAKSIDERMI PADA TIKUS

DISUSUN OLEH :

NAMA : SILVAYANTI

STAMBUK : G 40116019

KELOMPOK : III (TIGA)

ASISTEN : REZA RIZALDI

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

APRIL, 2018
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh pada praktikum kali ini yaitu taksidermi
yaitu proses pengawetan hewan vertebrata dengan cara pengulitan, pengisian
kapas pada badan, dioven dan dipinning.

B. Saran

Saran yang diberikan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya praktikan
harus lebih teliti dalam melakukan praktikum dan jangan terburu-buru.
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Suyanto dan Semiadi (2004), mamalia merupakan salah satu


hewan dari kelas vertebrata yang memiliki sifat homoetherm atau disebut juga
dengan berdarah panas. Ciri khas mamalia mempunyai kelenjar susu, melahirkan
anak serta memiliki rambut. Berdasarkan ukurannya, mamalia dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu mamalia besar dan mamalia kecil. International Biological
Program mendefinisikan mamalia kecil sebagai jenis-jenis mamalia yang
memiliki ukuran berat badan dewasa kurang dari 5 kg seperti tikus, bajing, dan
tupai.

Taksidermi merupakan istilah pengawetan untuk hewan pada umumnya,


vertebrata pada khususnya, dan biasanya dilakukan terhdap hewan yang
berukuran relatif besar dan hewan yang dapat dikuliti termasuk beberapa jenis
reptil, aves, amphibi dan mamalia. Organ dalam dikeluarkan dan kemudian
dibentuk kembali seperti bentuk asli ketika hewan tersebut hidup (dikuliti, hanya
bagian kulit yang tersisa) (Panggabean, 2000).

Pengetahuan tentang kulit ini, sering dipakai sebagai bahan referensi untuk
identifikasi hewan vertebrata, dan juga untuk menunjukkan bemacam-macam
varietas yang terdapat di dalam species. Dengan kata lain taksidermi merupakan
pengetahuan tentang skinning (pengulitan), preserving (pengawetan kulit),
stuffing (pembentukan), dan mounting/ (penyimpanan sesuai kondisi waktu
hidup) (Payne et al., 2000).

Tikus termasuk ke dalam suku Muridae membentuk kelompok mamalia


yang besar yang mencakup sekitar 30% dari mamalia di Sulawesi dan 52%
diantaranya endemik Sulawesi. Tikus dan penyakitnya mendapatkan perhatian
dari banyak peneliti karena mempunyai arti penting dalarn kesehatan dan
ekonomi. Tikus merupakan hewan reservoir penyakit parasit pada manusia
dan hewan. Salah satu yang menarik adalah nematoda parasit pada tikus
karena telah ditemukannya nernatoda tikus yang bersifa tzoonisis pada manusia
(Musser & Durden 2002).

Anggota famili Muridae (suku tikus-tikusan) di Indonesia ada 171 jenis,


untuk di Pulau Jawa sendiri, famili Muridae terdiri dari 10 genus dan 22
jenis.Terdapat beberapa jenis tikus hutan yang ditemukan di Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango, diantarnya: Bandicota indica, ada Rs anomys sodyi,
Leopoldamy ssabanus, Maxomys bartelsii, Mus vulcani, Niviventer
cremoriventer ,Niviventer fulvescens, Niviventer lepturus, Rattus exulans, Rattus
tiomanicus dan Rattus tanezumi (Suyanto dan Semiadi, 2004).

Spesimen hewan atau taksidermi termasuk ke dalam media pembelajaran


biologi yang dapat digunakan oleh untuk guru memudahkan penyajian materi
sesuai dengan objek yang sesungguh sehingga pembelajaran lebih bersifat
kontekstual. Media ini juga dapat berfungsi mengatasi keterbatasan ruang dengan
kata lain seorang guru tidak perlu membawa siswa ke hutan untuk mempelajari
hewan dengan resiko yang besar. Namun dengan media taksidermi seorang guru
dapat menanamkan konsep dengan menghadirkan hewan tersebut di dalam kelas.
Guru tidak perlu untuk mencari hewan pada saat akan mengajar yang belum
tentu ada di sekitar kita sehingga media juga dapat berfungsi dalam mengatasi
keterbatas waktu dan bahkan tenaga (Yelianti, dkk. 2016).
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Taksidermi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari


tentang bagaimana menyediakan spesimen awetan, khususnya dari kelompok
hewan vertebrata, sehingga bisa menjadi bahan pembelajaran dalam jangka
waktu yang cukup Panjang. Pengetahuan taksidermi sangat diperlukan dalam
mendukung cabang ilmu biologi lainnya, seperti taksonomi, sistematika, ekologi,
konservasi, genetic dan molecular. Karena cabang-cabang ilmu yang disebutkan
di atas adalah cabang ilmu yang menjadi ujung tombak keilmuan di jurusan
biologi, maka pembelajaran di bidang ilmu taksidermi dengan sendiri menjadi
sesuatu yang dibutuhkan oleh mahasiswa di jurusan biologi yang mengambil
mata kuliah yang disebutkan di atas sebagai tugas akhirnya (Janra, 2017).

Mamalia merupakan salah satu kelas dari kingdom animalia yang memiliki
sejarah evolusi hampir sempurna dibandingkan dengan kelas yang yang lain.
Mammalia adalah organisme yang memiliki kelenjar susu (glandula mammae)
yang dapat menghasilkan susu dan memiliki daun telinga untuk membantu
pendengaran. Mammalia juga mempunyai rambut yang menutupi seluruh bagian
tubuhnya (Mukayat, 1990).

Berdasarkan uraian di atas, maka yang melatarbelakangi praktikum ini


dilakukan untuk mengetahui proses taksidermi pada mamalia.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses preparasi kering
pada hewan mamalia (Rattus norvegicus L.).
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :


NO. GAMBAR KETERANGAN
1. Pengukuran (Rattus norvegicus) Panjang spesies Rattus
norvegicus dari moncong
sampai ekor yaitu :
Panjang total : 260 mm
Panjang badan : 190 mm
Panjang testis : 40 mm
Panjang kaki belakang : 45
mm
Panjang telinga : 20 mm

2. Pengulitan Pengulitan spesimen


dilakukan dari bagian anus
hingga leher kemudian
bagian femur, tibia, tarsus,
bisep, ekor dan caput.
4.  Pengisian kawat Kulit tikus putih diberi 3
kawat

5.  Pengisian kapas dan dijahit Kulit tikus diisi dengan kapas


kemudian dijahit
menggunakan jarum dan
benang

6.  Penglabelan Tikus putih diberi label yang


berisi Family, Spesies,
Tanggal pegoleksian, dan
Kolektor

7.  Pinning dan dioven Dilakukan proses pinning dan


dioven
B. Pembahasan

Proses preparasi terbagi atas dua macam yaitu preparasi basah dan preparasi
kering. Preparasi kering atau yang biasa disebut dengan taksidermi merupakan
salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang bagaimana menyediakan
spesimen awetan, khususnya dari kelompok hewan vertebrata, sehingga bisa
menjadi bahan pembelajaran dalam jangka waktu yang cukup Panjang (Janra,
2017).

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pengulitan pada hewan
mamalia (rattus norvegicus l.) dan untuk mengetahui proses preparasi kering pada
hewan mamalia (Rattus norvegicus L.).

Pada proses preparasi kering ini digunakan hewan mamalia yang berupa tikus
putih (Rattus norvegicus L.). Proses preparasi ini dilakukan dengan cara
melakukan pembiusan terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar memudahkan dalam
proses pengulitan. Diletakkan spesimen di atas baki besar kemudian diukur
morfometrinya menggunakan mistar. Ukuran panjang spesies Rattus norvegicus
dari moncong sampai ekor yaitu panjang total 36 cm, panjang badan 26 cm,
panjang ekor 19 cm, panjang kaki belakang 8cm dan panjang telinga 2 cm.
Setelah itu proses pengulitan hewan mamalia ini berbeda dengan pengulitan pada
amphibi. Hal yang membedakan yaitu pada hewan mamalia tiak menggunakan
pisau karna struktur atau bagian kulitnya berbeda dengan amphibi. Bahan yang
digunakan untuk proses pengulitan yaitu campuran serbuk kayu dan kapur barus.
Kapur barus disini berfungsi untuk menjaga spesimen agar tidak terkontaminasi
oleh mikroorganisme.

Setelah dilakukan proses pengulitan, kemudian dimasukan kawat yang dibalut


oleh kapas. Kawat ini berfungsi untuk menggantikan tulang atau sebagai rangka
pada tikus. Hal yang selanjutnya yaitu proses memasukan kapas ke bagian-bagian
dari tikus untuk membentuk kembali bagian-bagian dengan mirip seperti bagian
atau bentuk sebelumnya. Setelah proses tersebut, kemudian dilakukan proses
penjahitan yang mana proses ini bertujuan untuk menutupi semua bagian agar
terlihat rapi dan kapas tidak dapat keluar. Saat semua proses telah selesai
kemudian dilakukan proses pinning yaitu meletakkan sesiemn di atas tempat yang
disediakan serta dibantu dengan menggunakan jarum pentul untuk menjaga posisi
spesimen. Setelah selesai proses pinning, tahap terakhir yaitu spesimen
dimasukkan ke dalam oven. Hal ini dilakukan agar spesimen dapat kering dengan
merata sehingga spesimen dapat bertahan lama.

Anda mungkin juga menyukai