Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH TUTORIAL

BLOK KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA 1

Disusun oleh :
Kelompok 5

Ketua Kelompok: Ameinabilla Pasa T.P (04021381621032)


Moderator : Elsy Julianti (04021381621034)
Sekretaris 1 : Rosalia Kusuma Sari (04021381621031)
Sekretaris 2 : Kiki Elviani (04021381621030)
Sekretaris 3 : Tia Anggraini (04021381621035)
Anggota : Mariza (04021381621033)
Sri Wulandari (04021381621033)

Fasilitator : Herliawati, S.Kp., M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga makalah tutorial ini dapat terselesaikan dan kami mahasiswa-mahasiswi Fakultas
Kedokteran Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sriwijaya tahun 2018/2019 dapat
mengikuti tutorial ke-1 pada Blok keperawatan kesehatan jiwa I ini dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memberikan laporan hasil diskusi kelompok lima mengenai skenario yang
diberikan.
Dengan selesainya laporan tutorial ini, kami berharap dapat berbagi pengetahuan
tentang pelajaran yang berkaitan dengan skenario. Terselesaikannya tutorial dan makalah
tutorial ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, terutama tutor pembimbing kami Ibu
Herliawati, S.Kp., M.Kes serta kerja sama kelompok lima.
Kami sadar bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Inderalaya,5 februari 2017

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….........ii
BAB I: SISTEMATIKA
I.1 Skenario…………………………………………………………………………...1
I.2 Klarifikasi Istilah………………………………………………………………....1
I.3 Identifikasi Masalah……………………………………………………………...3
I.4 Prioritas Masalah………………………………………………………………...4
I.5 Analisis Masalah……………………………………………………………….…5
I.6 Keterbatasan Ilmu Pengetahuan……………………………………………….34
BAB II:
2.1 Kerangka Konsep …………………………………………………………….. 36
BAB III:
3.1 Hipotesis …………..……………………………………………………………37
BAB IV:
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...38
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………39

3
BAB I
SISTEMATIKA

1. 1 Skenario
Ny I dibawa oleh suaminya berobat ke RS Erba dikarenakan Ny I mengamuk,
sering keluyuran diluar rumah, berbicara sendiri sambil tersenyum sendiri. Selama
dirawat di RS Erba 2 hari, Ny I mengatakan ingin pulang menemui anaknya yang
berumur 3 tahun karena menurutnya ia sering melihat burung-burung terbang setiap
harinya dan mengatakan anaknya ingin menyusui. Ny I mengeluhkan tidak bisa tidur
dan mengatakan berulang-ulang bahwa payudaranya bengkak dan nyeri karena tidak
menyusui anaknya padahal berdasarkan pemeriksaan perawat tidak ditemukan adanya
bengkak. Ny I selalu mengucapkan isi pikiran wahamnya ketika berkomunikasi dengan
perawat. Selain itu Ny I masih menyangkal penyakit halusinasi yang dia alami dan
mengatakan bahwa dirinya tidak berbicara sendiri dan tidak keluyuran,namun dia
keluyuran justru mencari suami yang jarang dirumah. Ny I sering berbicara berbelit
belit, kontak mata minim, penampilan tidak rapi. Menurut keterangan keluarga, Ny I
sering cekcok dengan suami. Ny I punya dua orang anak dan baru pertama kali dirawat
dengan gangguan jiwa.

1. 2 Klarifikasi Istilah
1. Waham (suspicious)
 Keyakinan atau pikiran yang salah karena bertetangan dengan dunia nyata serta
dibangun atas unsur yang tidak berdasarkan logika, sangka, curiga (KBBI)
 Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau
terus menerus, atau tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, 1992). (Buku
ajar keperawatan kesehatan jiwa 112)

2. Halusinasi
 Pengalaman indra tanpa adanya perangsang pada alat indra yang bersangkutan,
misalnya mendengar suara tanpa ada sumber suara tersebut (KBBI)
 Adalah salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien denga gangguan jiwa.
Halusinasi identik dengan skizopenia (buku ajar keperawatan jiwa 125)
 Adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari
luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indera. Halusinasi

4
merupaan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan
sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, penciuman. (buku ajar keperawatan kesehatan jiwa 120)
 Adalah pasien merasakan sesuatu tanpa adanya rangsangan sensoris, misalnya
penglihatan, suara, rasa, atau sensorium yang sepenuhnya merupakan imajinasi
(kamus keperawatan 266)
Skizopenia
 Gangguan jiwa atau sekelompok gangguan yang ditandai dengan gangguan pada
bentuk dan isi pikiran (misalnya waham, halusinasi, mood) ( contohnya afek yang
tidak sesuai), kesadaran akan diri sendiri dan hubungan dengan dunia luar
(contohnya hilangnya batas-batas ego, penarikan diri), dan perilaku (contohnya
perilaku yang aneh atau tampaknya tanpa tujuan); dikatakan skizopenia kalau
gangguan gangguan tersebut menyebabkan penurunan fungsi secara bermakna dan
menetap sekurang-kurangnya 6 bulan (Kamus Dorland)
Sensorium
 pusat saraf sensori
 keadaan pada individu berkenaaan dengan kesadaran nya atau kesiagaan mental
nya
Nyeri
 Berasa sakit ( seperti ditusuk tusuk jarum atau seperti dijepit pada bagian tubuh
(rasa yang menimbulkan penderitaan) (KBBI)
4. Bengkak
 Bengkak adalah menjadi besar karena pengaruh sesuatu tentang bagian tubuh
(KBBI)
5. Cekcok
 Bertengkar, berbantah, berselisih (KBBI)
8. Gangguan jiwa
 Ketidakseimbangan jiwa yang mengakibatkan terjadinya ketidaknormalan sikap
atau tingkah laku.
 Menurut ppdgj 3 adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan didalam suatu atau lebih fungsi yang
penting dari manusia, yaiut fungsi psikologi, biologi, dan gangguan itu tidak hanya

5
terletak didalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat. (buku
ajar keperawatan kesehatan jiwa 8)

1.3 Identifikasi Masalah


No Identifikasi Masalah Kesesuaian Konsen

1 Ny I dibawa oleh suaminya berobat ke RS Erba


dikarenakan Ny I mengamuk, sering keluyuran
Sesuai Harapan -
diluar rumah, berbicara sendiri sambil tersenyum
sendiri

2 Selama dirawat di RS Erba 2 hari, Ny I


mengatakan ingin pulang menemui anaknya yang
Tidak Sesuai
berumur 3 tahun karena menurutnya ia sering
Harapan
melihat burung-burung terbang setiap harinya dan VV
mengatakan anaknya ingin menyusui.

3. Ny I mengeluhkan tidak bisa tidur dan


mengatakan berulang-ulang bahwa payudaranya
Tidak Sesuai
bengkak dan nyeri karena tidak menyusui
Harapan
anaknya padahal berdasarkan pemeriksaan VVV
perawat tidak ditemukan adanya bengkak.

4 Ny I selalu mengucapkan isi pikiran wahamnya


ketika berkomunikasi dengan perawat
Sesuai Harapan -

5 Selain itu Ny I masih menyangkal penyakit


halusinasi yang dia alami dan mengatakan bahwa
Tidak Sesuai VV
dirinya tidak berbicara sendiri dan tidak
Harapan
keluyuran, namun dia keluyuran justru mencari
suami yang jarang dirumah.

6 Ny I sering berbicara berbelit belit, kontak mata Tidak Sesuai


minim, penampilan tidak rapi. Harapan
V

6
7 Menurut keterangan keluarga, Ny I sering cekcok Tidak Sesuai
dengan suami. Ny I punya dua orang anak dan Harapan
V
baru pertama kali dirawat dengan gangguan jiwa

1.4 Prioritas Masalah


1. Selama dirawat di RS Erba 2 hari, Ny I mengatakan ingin pulang menemui anaknya
yang berumur 3 tahun karena menurutnya ia sering melihat burung-burung terbang
setiap harinya dan mengatakan ananknya ingin menyusui
2. Ny I mengeluhkan tidak bisa tidur dan mengatakan berulang-ulang bahwa
payudaranya bengkak dan nyeri karena tidak menyusui anaknya padahal berdasarkan
pemeriksaan perawat tidak ditemukan adanya bengkak.
3. Selain itu Ny I masih menyangkal penyakit halusinasi yang dia alami dan mengatakan
bahwa dirinya tidak berbicara sendiri dan tidak keluyuran, namun dia keluyuran justru
mencari suami yang jarang dirumah.
4. Ny I sering berbicara berbelit belit, kontak mata minim, penampilan tidak rapi
5. Menurut keterangan keluarga, Ny I sering cekcok dengan suami. Ny I punya dua orang
anak dan baru pertama kali dirawat dengan gangguan jiwa

1.5 Analisis Masalah


1. Selama dirawat di RS Erba 2 hari, Ny I mengatakan ingin pulang menemui
anaknya yang berumur 3 tahun karena menurutnya ia sering melihat burung-
burung terbang setiap harinya dan mengatakan anaknya ingin menyusui.
a. Sebutkan macam-macam jenis halusinasi?
1. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Adalah perasaan mendengar suara-suara, berupa suara manusia, hewan atau mesin,
barang, kejadian ilmiah, dan musik.

 Bicara atau tertawa sendiri tanpa ada orang lain


 Memiringkan telinga seperti sedang mendengarkan orang lain
 Mendengar suara yang mengajak berbicara
 Mendengar suara yang menyuruh untuk melakukan sesuatu yang berbahaya
 Marah-marah tanpa sebab
 Menutup telinga

7
2. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Adalah perasaan melihat suatu objek tetapi pada kenyataan nya tidak ada.

 Menunjuk ke arah tertentu yang tidak jelas


 Ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas
 Mengatakan bahwa melihat sesuatu yang tidak jelas
3. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Adalah perasaan mencium suatu bau atau aroma tetapi tidak ada

 Mengisap seperti mencium bau tertentu


 Menutup hidung
 Mencium bau, seperti bau darah, urine, feces, yang tidak nyata
4. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Adalah kondisi merasakan sesuatu rasa tetapi tidak ada dalam mulutnya, seperti rasa
logam

 Sering meludah sampai muntah


 Merasa seperti mengecap darah, urine, feces
5. Halusinasi perabaan (taktil)
Adalah kondisi merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau seperti ada ulat
bergerak dibawah kulitnya

 Menggaruk permukaan kulit padahal tidak apa-apa


 Mengatakan bahwa serangga di permukaan kulit
 Merasa seperti tersengat listrik
6. Halusinasi kinestetik
Adalah kondisi merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang. Atau anggota
badannya bergerak

b. Jenis halusinasi apakah yang dialami oleh pasien tersebut?


 Jenis halusinasi yang dialami oleh pasien tersebut adalah jenis halusinasi penglihatan
(visual, optik) dimana halusinasi penglihatan merupakan perasaan melihat suatu
objek tetapi pada kenyataan nya tidak ada seperti dalam kasus tersebut pasien
mengatakan ia ingin pulang menemui anaknya yang berumur 3 tahun karena
menurutnya ia sering melihat burung-burung terbang setiap harinya dan mengatakan
anaknya ingin menyusui.

8
 Jenis halusinasi pendengaran, dimana halusinasi ini pdibuktikan dengan pasien
mengatakan bahwa anaknya ingin menyusui.

c. Apa saja ciri-ciri dari halusinasi?


1. Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,
secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan
seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).

d. Faktor apa yang menyebabkan pasien mengalami halusinasi?


1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:

 Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih


luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
 Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
 Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi

9
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007),
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

e. Bagaimana mekanisme muncul nya halusinasi?


Telah diketahui dari hasil penelitian bahwa terjadinya halusinasi tidaklah tiba–tiba
tetapi terjadi melalui tahapan mulai dari adanya situasi atau kondisi yang mencetuskan
hingga munculnya halusinasi. Dari wawancara terhadap semua informan. Ada informan
yang menyatakan bahwa halusinasi yang dialaminya tidak pernah menyuruh-nyuruh dia
melakukan sesuatu, hanya suara orang lagi berbicara. Ada juga yang hanya mendengar
suara angin. Sebaliknya, ada juga yang secara langsung mendengar suara–suara yang
menyuruh melakukan sesuatu tanpa melalui tahap conforting, condemning dan
controlling. Implikasinya terhadap keperawatan jiwa adalah bahwa dalam merawat

10
penderita yang mengalami halusinasi, tidaklah begitu penting untuk melakukan
pemutusan halusinasi dengan mengatakan “stop saya tidak mau dengar” seperti yang
selama ini diajarkan oleh perawat di hampir semua rumah sakit jiwa di Indonesia. Yang
terpenting adalah bagaimana mencegah agar penderita tidak mengalami halusinasi yaitu
dengan cara melatih penderita untuk mengenali situasi dan kondisi yang mencetuskan
halusinasinya dan mengajarkan penderita cara untuk mengatasi situasi atau kondisi
yang mencetuskan halusinasinya tersebut. Tentu saja situasi dan kondisi yang
mencetuskan halusinasi tiap–tiap penderita berbeda–beda. Karena itu perlu pengkajian
yang tepat dan akurat. Proses dari adanya pencetus sampai munculnya halusinasi terjadi
dalam waktu yang relatif singkat.

f. Bagaimana cara mencegah muncul nya halusinasi?


Halusinasi dapat dicegah dengan pendekatan spiritual, penggunaan koping yang
konstruktif dan menghingari kesendirian. Menghindari kesendirian ini sangat penting
karena banyak diantara penderita skizofrenia yang mengalami halusinasi ketika dia
sendirian dan tidak ada kegiatan (Hayashi et al., 2007; Tsai and Chen, 2005).
Kesendirian membuat penderita melamun dan melamun bisa meransang munculnya
halusinasi. Karena itu dalam merawat penderita yang mengalami halusinasi sangatlah
penting untuk melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan sehingga tidak ada waktu
bagi penderita untuk sendiri dan melamun. Mengendalikan pikiran dapat dijelaskan
dengan teori cognitive behavioristic yang di pelopori oleh Aaron T Beck. Seseorang
berperilaku tertentu sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Karena itu penting untuk
melatih penderita untuk berpikiran positif dan melupakan kejadian–kejadian yang
menyakitkan dalam hidupnya.

g. Fase-fase munculnya halusinasi?


1. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.

2. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan

11
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

3. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang.

4. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari satu orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

h. Bagaimana tindakan keperawatan yang dapat dilakukan kepada kasus pasien


ini?
 Bina hubungan saling percaya
 Disusikan tentang isi halusinasi, waktu terjadinya, frekuensi, respon klien jika
halusinasi muncul
 Latih klien mengendalikan halusinasi
 Fasilitasi klien menggunakan obat
Tindakan keparawatan yang sesuai :

1. Membantu pasien mengenali halusinasi


Untuk membantu pasien mengenali halusinasinya perawat dapat melakukannya
dengan cara: berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Ada 4 cara melatih halusinasi :
 Menghardik halusinasi
 Bercakap-cakap dengan orang lain
 Melakukan aktivitas yang terjadwal
 Menggunakan obat secara teratur

12
i. Patofisiologi dari halusinasi?

Mengalami hubungan Ketidakmampuan Tidakefektifnya koping


yang bermusuhan, mengidentifikasi dan keluarga;
tekanan, isolasi, perasaan menginterprestasikan ketidakmampuan
tidak berguna, putus asa stimulus berdasarkan keluarga merawat
dari tidak berdaya informasi yang diterima anggota keluarga yang
melalui panca indera sakit

Ganguan konsep diri tidak efektifnya koping Tidak efektifnya


individu penatalaksanaan regimen
teraupetik

Isolasi sosial; Gangguan proses pikir Perilaku tidak terorganisir


atau delusi dann tidak mampu
Menarik diri menangani emosi

Menurun nya motivasi Deficit perawatan diri Resiko perilaku


perawatan diri kekerasan terhadap diri
sendiri dan orang lain

j. Asuhan Keperawatan pada pasien Halusinasi?


Asuhan keperawatan Halusinasi

1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan halusinasi difokuskan pada :

13
Faktor Faktor 1. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan,
Predisposisi perkembangan minuman, dan rasa aman.
terlambat 2. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
3. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak
terselesaikan.
Faktor Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi,
psikologis menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif, dan koping destrukktif.

Faktor sosial Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit
budaya kronis, tuntutan lingkungan yang tinggi

Faktor Adanya kejadian terhadap fisik, berupa atrofi otak,


Biologis pembesaran ventrikel, perubahan besar dan bentuk
sel korteks dan limbic

Faktor Genetik Adanya pengaruh hereditas (keturunan berupa


anggota keluarga terdahulu yang mengalami
schizofrenia dan kembar monozigot.

Perilaku Perilaku yang Bibir komat-kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri,


sering kepala mengangguk-angguk, seperti mendengar
tamapkak pada sesuatu, tiba-tiba menutup telinga, gelisah, bergerak
klien dengan seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba-tiba
halusinasi marah dan menyerang, duduk terpaku, memadang
antara lain. satu arah, menarik diri.

ADL Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan


untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan,
kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak
mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik
yang berlebihan agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.

14
Kebiasaan Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat-
obatan, zat halusinogen, tingkah laku merusak diri.

Riwayat Schizofrenuia, delirium berhubungan dengan riwayat


Kesehatan demam dan penyalahgunaan obat.

Fungsi 1. Perubahan berat badan, hipertermis (demam)


Sistem Tubuh 2. Neurologikal perubahan mood, disorientasi.
3. Ketidakefektifan endokrin oleh peningkat
temperatur

Status emosi Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap
negatif dan bermusuhan berat atau panik, suka
berkelahi

Status Gangguan persepsi, pengelihatan, gangguan


intelektual pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak
realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku,
kurang motivasi, koping regresi dan denial serta
sedikit bicara.

Status sosial Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan,


ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan.

Jenis halusinasi
Jenis Data objektif Data subjektif
halusinasi

Halusinasi 1. Berbicara atau tertawa sendiri 1. Mendengar suara-suara atau


dengar/suara 2. Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
3. Mengarahkan telinga ke arah 2. Mendengar suara yang
tertentu. mengajak bercakap-cakap
4. Menutup telinga 3. Mendengar suara menyuruh

15
melakukan sesuatu yang
berbahaya

Halusinasi 1. Menunjuk-nunjuk kearah 1. Melihat bayangan, sinar,


penglihatan tertentu bentuk geometris, bentuk
2. Ketakutan kepada sesuatu kartun, melihat hantu atau
yang tidk jelas. monster.
a. Isi halusinasi
Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi.
b. Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi
yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang sore atau
malam?jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya apakah terus menerus atau
hanya sekali-kali?
c. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul, perawat
dapat menayakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi
timbul. Perawat juga dapat menantakan pada pasien hal yang dirasakan atau
dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat juga dapat menanyakan kepada keluarga
atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi
perilaku pasien saat halusinasi timbul.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan
masalah keperawatan adalah
a. halusinasi
b. harga diri rendah
c. gangguan hubungan sosial
d. resiko perilaku kekerasan

Tujuan asuhan keperawatan yaitu

a. klien dapat membina hubungan saling percaya


b. klien mengenal halusinasi yang dialaminya
c. klien dapat mengontrol halusinasi
d. klien dapat mendukung keluarga untuk mengontrol halusinasi

16
e. klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasi (stuart, laraia, 2005)
3. tindakankeperawatanuntukpasien
a. tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1. pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2. pasien dapat mengontrol halusinasinya
3. pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
b. tindakan keperawatan
1. membantu pasien mengenali halusinasi
2. melatih pasien mengontrol halusinasi
a. menghardik halusinasi
b. berinteraksi dengan orang lain
c. beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Tahap intervensi:
1. menjelaskan penting nya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
2. mendiskusikan aktivitas yang biasa di lakukan oleh pasien
3. melatih pasien melakukan aktivitas
4. menyusun jadwal aktivitas sehari- hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih
5. memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan pendengaran
perilaku pasien yang positif
d. menggunakan obat secara teratur
Tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat
1. menjelaskan penggunaan obat
2. menjelaskan akibat bila putus obat
3. jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat
4. jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis)

Tindakan keperawatan untuk keluarga

Tujuan tindakan keperawatan

1. keluaraa dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di
rumah
2. keluarga dapat menjadi system pendukung yang efektif untuk pasien

Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah :

17
1. mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi
3. memberikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat
pasien dengan halusinasi langsung dihadapkan pasien.
4. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang perawatan lanjutan
pasien.

2. Ny I mengeluhkan tidak bisa tidur dan mengatakan berulang-ulang bahwa


payudaranya bengkak dan nyeri karena tidak menyusui anaknya padahal
berdasarkan pemeriksaan perawat tidak ditemukan adanya bengkak.
a. Apa saja macam-macam waham?
1. Waham Kebesaran
Percaya menilai kehebatan atau kekuatan luar biasa.
2. Waham Kejaran
Keyakinan klien bahwa “orang lain” berencana untuk membahayakan atau memata-
matai, mengikuti, mengejek atau merendahkan klien dengan cara tertentu.
3. Waham Nhilistik
Hal yang di ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
4. Waham Agama
Percaya bahwa seseorang menjadi kesayangan supranatural atau alat supranatural
5. Waham Somatik
Percaya dengan gangguan pada bagian tubuh
6. Siar Kikir
Percaya bahwa pikirannya disiarkan kedunia luar
7. Sisip Kikir
Percaya ada pikiran orang lain yang masuk dalam pikirannya
8. Control Pikir
Merasa perilakunya di kendalikan oleh pikiran orang lain

b. Dapat digolongkan ke dalam jenis waham apakah yang dialami pasien?


Waham nhilistik : karena di waham ini pasien selalu menulang-ulang perkataan yang
tidak sesuai dengan kenyataannya

18
c. Fase-fase terjadinya waham?
1. Fase lack of human need
Waham yang diawali dengan terbatsnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara
fisik amaupun psikissecara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-
orang dengan status dan ekonomi sangat terbatas.biasanya klien sangat miskin
dan menderita.keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya
untuk melakukan kompenasasi yang salah.ada juga klien yang secara sosial dan
ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan selft ideal sangat
tinggi.misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan di pandang sebgai seorang
di amggap sangat cerdas,sangat berpengalaman sangat pentingnya pengakuan
bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat di pengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan
saat tumbuh kembang(life span history).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya.misalnya,saat lingkungan sudah banyak yang kaya,menggunakan
teknologi komunikasi yang canggih,berpendidika tinggi serta memiliki kekuasaan
yang luas,seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan
tersebut.padahal self reality-nya sangat jauh.dari aspek pendidikan klien, materi,
pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan.tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk di akui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya,karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien ini tidak benar, tetapi
hal ini dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga
perasaan. Lingkungn hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support

19
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa di dukung, lama-kelamaan klien mengganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya di
ulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan
dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya.
Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari
lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar
interaksi sosial.
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan–kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting
sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan
dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

d. Apa saja penyebab waham?


Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab dari delusi atau waham,
yaitu:

1. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat muncul dikaitkan dengan waham.dimana
individu dari anggota keluarga yang dimenfestasikan dengan gangguan ini berisiko
lebih tingggi untu mengalamainya dibandingkan dengan populasi umum. Studi
pada manusia kembar juga nenunjukkan bahwa ada keterlibatan faktor genetic.
2. Teori psikososial
 Sistem keluarga
Dikemukakan oleh bowen (1978) dimana perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga.konflik diantara suami istri mempengaruhi anak
20
tidak akan mampu memnuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya. Beberapa
ahli teori meyakini bahwa individu paranoid memiliki orang tua yang dingin,
perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan, perasaan mementingkan diri sendiri
yang berlebihan dan tidak percaya pada individu.klien menjadi orang dewasa yang
rentan karena pengalaman awal ini.
 Teori interpersonal
Dikemukakan oleh sulliva (1953) dimana orang yang mengalami psikosis kan
menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan ansietas tinggi.
Hal ini jika di pertahankan maka konsep diri anak akan mengalami ambivalen.
 Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurnagnya rangsangan atau perhatian
ibu,dengan iniseorang bayi mengalamai penyimpangan rasa aman dan gagal untu
membangun rasa percayanya. Sehingga menyebabkan munculnya ego yang rapuh
karena kerusakan harga diri yang parah, perasaan kehilangan kendali, takut dan
ansietas berat. Sikap curiga terhadap seseorang dimanifestasikan dan dapat
berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping paling
umum yang digunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.

e. Proses terjadinya waham?


1. Perasaan diancam oleh lingkungan, cemas dan merasa sesuatu yang tidak
menyenangkan terjadi.
2. Individu mencoba mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas dengan
menyalahkan kesan terhadap kejadian.
3. Individu memproyeksikan pikiran dan perasaan dan internal pada lingkungan
sehingga perasaan, pikiran dan keinginan negatif atau tidak dapat di teriama menjadi
bagian eksternal.
4. Individu mencoba memberi pembenaran, rasional atau alasan interprestasi personal
tentang realita pada diri sendiri atau orang lain.

f. Bagaiamana cara mengatasi pasien waham yang tidak bisa tidur?


1. Ajarkan pasien cara menghardik halusinasinya seperti kata”: saat suara-suara itu
muncul, langsung bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar.
Kamu suara palsu.’’
2. Ketika pasien sadar ajarkan untuk rileks napas agar lebih tenang

21
g. Apa saja dampak dari pemberian obat pada kasus ini jika di hentikan secara
mendadak?
Efek samping dari obat antipsikotik yaitu sangat tidak nyaman dan menakutkan.
Termasuk efek samping neurologis yang berat adalah efek samping ekstrapiramidal
seperti reaksi distonik akut, akatisia, pseudoparkinsonisme, diskinesiatardif, dan
sindrom neuroleptik maligna. Efek samping yang non neurologik seperti peningkatan
berat badan, mengantuk, fotosrnsitivitas, mulut kering, pengelihatan kabur, konstipasi,
retensi urine, dan hipotensi ortostastik

h. Strategi dalam pelaksanaan komunikasi pada pasien waham?


 Sp1 : membina hubungan saling percaya mengidentifikasi kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; memperaktekkan pemenuhan kebutuhan
yang tidak terpenuhi
 Sp2 : mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktekannya
 Sp3 : mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.

i. Bagaimana penanganan pada pasien dengan gangguan jiwa waham?


1. Psikofarmalogi
a. Litium karbonat: adalah jenis litium yang paling sering digunakan untuk
mengatasi gangguan bipolar, menyusui kemudian litium sitial. Litium masih
efektif dalam menstabilkan mood pasien dengan gangguan bipolar. Gejala
hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat litium juga
digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas serangan ulang pasien
bipolar dengan riwayat mania.
b. Haloperidol: merupakan obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari
turunan butirofenon. Mekanisme kerjanya yang pasti tidak diketahui.
Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat pada anak-
anak yang sering membangkang dan eksplosif. Haloperidol juga efektif untuk
pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas
motorik berlebih disertai kelainan tingkah laku seperti: impulsive, sulit
memusatkan perhatian, agresif, suasuna hati yang labil dan tidak tahan frustasi.
c. Karbamazepin: Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang
psikomotor, serta neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak

22
berhubungan dengan obat antikonvulsan lain maupun obat-obat lain yang
digunakan untuk mengobati nyeri pada neuralgia trigeminal
2. Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik low potensial
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk
pengamanan pasien. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat antipsikotik untuk
pasien waham

a. Anti psikosis atipikal (olanzapin, risperidone). Pilihan awal rispiridone tablet


1mg, 2mg, 3mg/ clozapine tablet 25mg, 100 mg
b. Tipikal (chlorpromazine, haloperidol), chlorpromazine 25-100mg. Efektif untuk
menghilangkan gejala positif
3. Penarikan diri high potensial
Selama seseorang mengalami waham. Dia cenderung menarik diri dari pergaulan
dengan dunianya sendiri. Oleh karena itu salah satu penatalaksanaan pasien waham
adalah penarikan diri high potensial. Hal ini berarti penatalaksanaan ditekankan
pada gejala dari waham itu sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan
dengan kecanduan morfin biasanya dialami sesaat sebelum waktu yang
dijadwalkan berikutnya. Penarikan diri dari lingkungan sosial

4. ECT tipe katatonik


ECT adalah sebuah prosedur dimana arus listrik melewati otak untuk memicu
kejang singkat. Hal ini tampaknya menyebaban perubahan dalam kimiawi otak
yang dapat mengurangi gejala penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia
katatonik. ECT bisa menjadi pilihan jika gejala yang parah atau jika obat-obatan
tidak membantu meredakan katatonik episode.

5. Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham, namun psikoterapi
juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk semua orang, terutama jika
gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses terapi yang memerlukan komunikasi
dua arah. Yang termasuk dalam psikoterapi adalah terapi perilaku, terapi
kelompok, terapi keluarga, terapi suportif.

23
j. Patofisiologi dari waham?

Gangguan emosi, psiko, Tidak mampu berfikir Penyangkalan, melindungi


faktor sosial, kegaduhan secara logis dan pikiran diri dari mengenal impuls
dan keadaan sosial yang individu mulai yang tidak dapat diterima
lain menyimpang didalam dirinya sendiri

Fantasi pikiran rahasia Ketidakefektifan koping


sebagai cara untuk
meningkatkan harga diri
mereka yang terluka

Resiko ketidakberdayaan Kemandirian yang


ansietas dan resiko kokoh
membahayakan diri atau
orang lain
Tidak percaya
terhadap orang lain
atau pikiran delusi

Hambatan interaksi
sosial, ketidak
efektifan koping
keluarga

k. Asuhan Keperawatan pada pasien waham?


1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan respon neurobiologis yang maladaptive perlu
ditekanan kan pada fungsi kongnitif (proses piker), fungsi persepsi, fungsi emosi,
fungsi motoric dan fungsi social.

a. Fungsi kongnitif
Pada fungsi kongnitif terjadi perubahan pada daya ingat klien mengalami
kesukaran untuk menilai dan menggunakan memorinya atau klien mengalami
gangguan daya ingat jangka pendek atau panjang. Klien menjadi pelupa dan tidak
berminat.

24
Cara berpikir magis dan primitive

 Klien menganggap bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu yang mustahil bagi
orang lain, mislanya bisa berubah jadi superman. Cara berpikir klien seperti
anak pada tingkat perkembangan anak pra sekolah
 Perhatian: Klien gangguan respon neurologis tidak mampu mempertahankan
perhatiannya atau mudah teralihkan serta konsentrasinya buruk. Akibatnya klien
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan berkonsentrasi terhadap
tugas.
 Isi pikir: Klien tidak mampu memproses stimulus internal dan external dengan
baik sehingga terjadi apa yang disebut waham (agama, kebesaran, somatic,
curiga, nihilstik, sisip pikir, siar pikir).
 Bentuk dan pengorganisasian bicara: Klien tidak mampu mengorganisasi
pemikiran dan menyusun pembicaraan yang logis serta koheren. Gejala yang
sering ditemukan adalah kehilangan asosiasi, tangensial, inkoheren, atau
neologisme, sirkumtansial dan tidak masuk akal. Hal ini dapat diidentifikasi dari
pembicaraan klien yang tidak relevan, tidak logis, bizar dan bicara yang
berbelit- belit.
b. Fungsi persepsi
Perubahan atau gangguan yang sering ditemukan pada klien adalah:

 Depersonalisasi
Klien merasa tubuhnya bukan lah miliknya atau klien merasa dirinya terpisah
dengan jatih dirinya sendiri.

 Halusinasi
Klien merasakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan lingkungan taua
tidak ada stimulus dari lingkungan. Halusinasi yang sering terjadi adalah
halusinasi pendengaran dan penglihatan

c. Fungsi emosi
Emosi digambarkan dalam istilah mood dan afek. Mood adalah suasana emosi
sedangkan afek mengaju kepada expresi emosi yang dapat diamati dari expresi
wajah, gerakan tangan, tubuh dan nada suara ketika individu menceritakan
perasaannya.

25
Pada respon neurobiologis yang maladatif terjadi gangguan emosi yang dapat
dikaji melalui perubahan afek :

 Afek tumpul: kurangnya respon emosional terhadap pikiran, orang lain atau
pengalaman. Klien tampak apatis
 Afek datar : tidak tampak expresi aktif suara monoton dan wajah datar, tidak
ada keterlibatan perasaan
 Reaksi berlebihan: reaksiemosi berlebihan terhadap suatu kejadian.
 Ambivalen: timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada saat bersamaan.
d. Fungsi motoric
Respon neurobiologis maladaptive menimbulkan perilaku yang aneh
membingungkan dan kadang- kadang tampak tidak kenal dengan orang lain.
Perubahan tersebut adalah:

 Impulsif: cenderung melakukan gerakan yang tiba- tiba dan spontan.


 Manerisme: dikenal melalui gerakan dan ucapan seperti grimasentik.
 Stereotipik: gerakan yang diulangp ulang tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi
oleh stimulus yang jelas.
 Katatonia: -
e. Fungsi social
Perilaku terkait dengan hubungan social sebagai akibat dari respon neurobiologis
yang maladatif adalah sebagai berikut:

 Kesepian
Perasaan terisolasi dan terasingkan, perasaan kosong dan merasa putuss asa
sehingga klien merasa terpisah dengan orang lain.

 Isolasi social
Terjadi ketika klien menarik diri secara pisik dan emosional dari lingkungan.
Isolasi diri klien tergantung pada tingkat kesedihan dan kecemasan yang
berkaitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rasa tidak percaya pada orang
lain merupakan inti masalah pada klien. pengalaman hubungan tidak
menyenangkan menyebabkan klien mengangap hubungan saat ini
membahayakan. Klien merasa terancam saat ditemani orang lain karena ia
menganggap orang tersebut kan mengontrolnya, mengancam, dan menuntut

26
nya. Oleh karena itu klien tetap mengisolasi diri dari pada pengalaman yang
menyedihkan terulang kembali.

2. Diagnose keperawatan.
Diagnose keperawatan yang muncul adalah.

 Perubahan isi pikir: waham


 Kerusakan komunikasi verbal
 Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan asuhan keperawatan
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
 Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
 Klien dapat berhubungan dengan realitas
 Klien dapat menggunakan obat dengan benar
4. Tindakan keperawatan
 Tindakan keperawatan untuk pasien.
a. Tujuan
 Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
 Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
 Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
 Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
b. Tindakan
 Bina hubungan saling percaya
Sebelum memulai megkaji pasien dengan waham saudara harus membina
hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa lebih aman dan
nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara
lakukan membina hubungan saling percaya adalah : mengucapkan salam
terapeutik, berjabat tangan, enjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak
topic, waktu dan tempat setiap bertemu dengan pasien.

 Bantu orientasi realita :


Tidak mendukuhng atau membantah waham pasien. Yakinkan pasien berada
dalam ekadaan aman. Observasi waham terhadap aktifitas sehari- hari jika

27
pasien terus- menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal tanpa memberikan dukungan atau
menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya. Berikan Fujian bila
penampilan dan orientasi pasien sesuai realita.

 Diskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak terpenuhi


sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah
 Tingkat aktifitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien
 Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
 Bantu melakukan kemapua yang dimiliki

3. Selain itu Ny I masih menyangkal penyakit halusinasi yang dia alami dan
mengatakan bahwa dirinya tidak berbicara sendiri dan tidak keluyuran, namun
dia keluyuran justru mencari suami yang jarang dirumah.
a. Tindakan perawat apa yang dapat meyakinkan pasien bahwa dia sedang
mengalami halusinasi?
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas pada tiap
pertemuan (topik yang akan dibicarakan, tempat berbicara, waktu berbicara)
2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Dengarkan ungkapkan klien dengan empati
4. Lakukan kontak sering dan singkat (untuk mengurangi kontak klien dengan
halusinasinya)
5. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : berbicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri/ kanan/ke depan seolah olah ada teman bicara.
Bantu klien untuk mengenal halusinasinya:

 Jika menemukan klien sedang halusinasi, tanyakan : apakah ada suara yang di
dengar ?
 Jika klien menjawab : ada , lanjutkan :apa yang dikatakan ?
 Perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh /
menghakimi)
 Katakan bahwa klien juga ada seperti kalian
 Katakan bahwa perawat akan membantu klien

28
Diskusikan dengan klien :

 Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.


 Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam, atau jika
sendiri atau jika jengkel/sedih)
Diskusi dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah/takut/sedih/senang). Beri kesempatan megungkapkan perasaan.

 Identifikasi bersama klien cara/tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi


(tidur, marah, menyibukkan diri, dll)
Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.

Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi:

 Katakan :’’saya tidak mau dengar kamu ( pada halusinasi).


 Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap cakap
atau mengatakan halusinasi terdengar.
 Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul
 Meminta keluarga/teman. Perawat menyapa jika tampak berbicara sendiri.
 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap
 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya
dan beri pujian jika berhasil
 Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas,
stimulasi persepsi.
 Anjurkan klien memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/ pada saat kunjungan
rumah)

 Gejala halusinasi yang dialami klien


 Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
 Cara merawat anggota keluarga halusinasi di rumah; beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama
 Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat

29
 Anjurkan klien meminta berbicara dengan dokter tentang efek dan efek
samping obat yang dirasakan
Diskusikan akibat henti obat tanpa konsultasi

 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar cara, benar waktu )

b. Sebutkan komunikasi terapeutik yang harus dilakukan perawat pada pasien


halusinasi?
Perawat bisa menggunakan komunikasi verbal, karna jenis komunikasi yang paling
lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan dirumah sakit adalah pertukaran
informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal
biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata dalah alat atau simbol yang dipakai
untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional atau
menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Komunikasi Terapeutik Keperawatan merupakan komunikasi yang dilberikan oleh
perawat ketika melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat
terapi bagi proses pengobatan/ penyembuhan Pasien. Gangguan jiwa menurut
Yosep(2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang tidak normal, baik yang
berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan terbagi dalam dua
golongan yaitu : Gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan
terlihat dalam berbagai gejala adalah ketegangan(tension), rasa putus asa dan murung,
gelisah, cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak mampu
mencapai tujuan.
Komunikasi terapeutik keperawatan pada pasien gangguan jiwa dari berbagai masalah
sangatlah penting karena pasien tersebut berbeda dari pasien biasanya. Pasien yang
mengalami gangguan jiwa membutuhkan asuhan keperawatan yang sangat spesifik
dari segi mental atau kejiwaannya.

Jenis Komunikasi Terapeutik


Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen
(1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-
verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

30
1. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di
rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.
Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi
dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji
minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu
memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi Verbal
yang efektif harus:

 Jelas dan ringkas


Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit
kata-kata yang digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan.
Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya
dengan jelas

 Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)


Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam
keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat
menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari
informasi penting.

 Arti denotatif dan konotatif


Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat
dalam suatu kata.

 Selaan dan kesempatan berbicara


Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan
komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok
pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang
menyembunyikan sesuatu terhadap klien.

31
 Waktu dan Relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang
menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi.
Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat
dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat.

 Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu
pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional
terhadap klien.

 Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering
digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan
memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.

2. Komunikasi Non Verbal


Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata.
Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien
mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non
verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi
dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Morris (1977) dalam Liliweni
(2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:

 Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa
isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi
mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara
verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk
mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai
kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.

 Proksemik

32
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak”
antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu
dengan objek.

 Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara
dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non
verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba,
memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda
dengan seseorang.

 Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau
kita hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang
Muang Thai merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang
tidak mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang
lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini
berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu
dengan suara keras.

 Artifak
Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan
pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu
digunakan untuk menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor,
mobil, kulkas, pakaian, televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun
dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang
lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang
mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi
status sosial orang itu.

 Logo dan Warna


Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka
karya komunikasi bisnis, namun komunikasi kesehatan. Biasanya logo
dirancang untuk dijadikan simbol dan suatu karaya organisasi atau produk da
suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya

33
berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi
dan misi organisasi.

 Tampilan Fisik Tubuh


Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari
lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe
tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe
tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah
satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasif, artinya
bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu
mempengaruhi orang lain agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati
informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis yang
disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).

c. Bagaimana cara perawat mengontrol halusinasi yang dialami Ny. I?


1. Yakinkan apa yang akan dikomunikasikan dan bagaimana
mengkomunikasikannya. Hal yang berkaitan dengan kejelasan pesan yang ingin
disampaikan.
2. Gunakan bahasa yang jelas dan dapat dimengerti komunikan. Seringkali perawat
menemui pesan yang tidak dapat berbahasa Indonesia, sedangkan perawat itu
sendiri tidak dapat berbahasa seperti pasien. Dalam kondisi seperti ini, orang
ketiga diperlukan untuk menjembatani proses komunikasi tersebut.
3. Gunakan media komunikasi yang tepat dan adekuat. Media tertentu tepat
digunakan untuk komunikasi tertentu. Perawat yang sedang memberi penyuluhan
pada satu orang pasien tidak perlu menggunakan flip chart, tetapi cukup dengan
brosur atau leaflet. Sebaliknya dalam satu kegiatan penyuluhan pada 25 orang
tidak cukup hanya dengan brosur saja, tetapi diperlukan media yang tepat seperti
flip chart atau film.
4. Ciptakan iklim komunikasi yang baik dan tepat. Untuk berlangsungnya proses
komunikasi yang efektif diperlukan suasana tenang dan tidak bising. Akan lebih
baik lagi apabila disertai dengan udara yang nyaman dan tidak terlalu panas.
5. Dengarkan dengan penuh perhatian terhadap apa yang sedang diutarakan
komunikan karena apa yang diutarakan komunikan adalah umpan balik terhadap
pesan yang diberikan komunikator
34
6. Hindarkan komunikasi yang tidak disengaja. Setiap proses komunikasi yang
dijalankan hendaknya mempunyai tujuan yang jelas dan dilakukan dengan
berencana.
7. Ingat bahwa komunikasi adalah proses dua arah, yaitu harus terjadi umpan balik
antara komunikator dan komunikan.
8. Yakinkan bahwa tindakan yang dilakukan tidak kontradiksi dengan apa yang
diucapkan. Dengan kata lain ekspresi verbal harus sesuai dengan ekspresi non
verbal. Hindari mengatakan saya turut berbahagia tetapi dengan ekspresi wajah
yang datar dan tidak menunjukkan rasa bahagia

4. Ny I sering berbicara berbelit belit, kontak mata minim, penampilan tidak rapi
a. Bagaimana tindakan perawat untuk melakukan perawatan diri pasien tersebut?
Tindakan keperawatan
1. Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi saudara dapat melakukannya dengan
cara berdiskusikan dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang dilihat), waktu
terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusiansi muncul dan respon pasien saat muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi.
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi saudara dapat melatih
pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat
cara tersebut meliputi :
 Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi
yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang
muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan,
pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang
muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien
tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
 Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
halusinasi orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka
terjadi distraksi; focus perhatian pasien akan beralih dari halusiansi adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain.

35
 Melakukan aktifitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan
diri dengan aktifitas yang teratur. Dengan beraktifitas secara terjadwal, pasien
tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu pasien mengalami halusinasi biasa dibantu untuk
mengatasi halusinasinya dengan cara beraktifitas secara teratur dari bangun pagi
sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu
 Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa
yang dirawat dirumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya
pasien mengalami kekambuhan. Bila terjadi kekambuhan maka untuk mencapai
kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
1. Jelaskan guna obat
2. Jelaskan akibat bila putus obat
3. Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
4. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)
Tahapan tindakan meliputi :
1. Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2. Memperagakan cara menghardik
3. Meminta pasien memperagakan ulang
4. Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
Tahapan intervensinya sebagai berikut :
1. Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
2. Mendiskusikan aktifitas yang dilakukan pasien
3. Melatih pasien melakukan aktiftas
4. Menyusun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai dengan aktifitas yang telah dilatih.
Upayakan pasien mempunyai aktifitas dari bangun pagi sampai tidur malam, 7
hari dalam seminggu.

36
5. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang positif.

5. Menurut keterangan keluarga, Ny I sering cekcok dengan suami. Ny I punya


dua orang anak dan baru pertama kali dirawat dengan gangguan jiwa
a. Bagaimana komunikasi teraupetik yang baik kepada pasien waham?
Komunikasi terapeutik yang baik pada pasien waham agar dapat terjalin dengan baik
maka yang pertama kita harus melakukan hubungan saling percaya terlebih dahulu
pada pasien kemudian mengidentifikasi kebutuhan yang pasien tidak terpenuhi dan
cara memenuhi kebutuhan. kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik
pada penderita waham memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan,
karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu
dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui
dampak terapeutiknya bagi klien dan juga bagi kepuasan perawat

b. Apakah dapat berpengaruh masalah gangguan jiwa yang dialami ibu kepada
anak pertama nya?
Menurut teori konvergensi bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak salah satunya
adalah lingkungan nya. Apabila interaksinya bagus, maka harapan akan memperoleh
hasil yang bagus dan sebaliknya jika interaksinya tidak baik maka hasilnya tidak baik
pula. Interaksi anak biasanya terlebih dahulu dengan keluarga terutama ibunya.

1. 6 Keterbatasan Ilmu Pengetahuan


No Topic What I know What I don’t know What I have to know

1 Waham  Definisi waham  Teori-teori tentang  Klasifikasi waham


waham  Tindakan
 Proses terjadinya keperawatan
waham terhadap pasien
 Tanda dan gejala waham
waham  Mekanisme

37
 Penyebab dari terjadinya waham
terjadi nya waham  Patofisiologi waham

2 Halusinasi  Definisi  Teori-teori tentang  Klasifikasi
Halusinasi halusinasi halusinasi
 Proses terjadinya  Tindakan
halusinasi keperawatan
 Tanda dan gejala terhadap pasien
halusinasi halusinasi
 Penyebab dari  Mekanisme
terjadinya halusinasi terjadinya halusinasi
 Patofisiologi
halusinasi

38
BAB II

2. 1 Kerangka Konsep

Stressor

Koping tidak
efektif

Halusinasi Dan waham

Gangguan pola Perilaku Defisit


tidur kekerasan perawatan diri

39
BAB III

3. 1 Hipotesis
Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan
persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan,
perabaan, pengecapan dan penciuman . Halusinasi yang di rasakan untuk setiap pasien
berbeda-beda satu sama lain, ada yang mengalami halusinasi pendengaran ditambah
dengan halusinasi penglihatan, ada yang mengalami halusinasi pendengaran ditambah
dengan halusinasi penghidu, serta pasien dengan halusinasi juga dapat menambah masalah
keperawatan seperti waham, perilaku kekerasan, gangguan pola tidur dan defisit
perawatan diri. Individu yang mempunyai halusinasi merasakan suatu stimulus yang tidak
ada atau tidak nyata. Pada pasien yang mengalami halusinasi dapat disebabkan karena
ketidakmampuan pasien menghadapi stressor dan koping tidak efektif.

BAB IV

40
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Fenomena dari masalah gangguan jiwa tersebut khususnya gangguan jiwa dengan
masalah halusinasi jika dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi pasien sehingga
menimbulkan kekambuhan ulang serta akan mengakibatkan berbagai keluhan lain seperti
konsentrasi menurun, kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi dan kenyataan,
isolasi diri dari lingkungan, menarik diri, perilaku kekerasan dan sangat potensial melakukan
bunuh diri dan membunuh orang lain. Maka dari itu solusi terbaik dalam pencegahan
kekambuhan ulang dan dampak lain dari halusinasi yaitu dengan cara manajemen halusinasi
yang diterapkan bukan hanya dirumah sakit melainkan dirumah pasien atau rumah anggota
keluarga. Dengan intervensi tersebut, maka akan memudahkan pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas untuk melaksanakan pencegahan tersier yaitu mengurangi
kecacatan atau ketidakmampuan pada gangguan jiwa khususnya pasien halusinasi

41
DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhammad. 2006. Kamus lengkap bahasa Indonesia modern. Jakarta : pustaka amani.

Baradero, Mary, dkk. 2016. Seri Asuhan Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC .

Carpenito, L. Juall. 2000. Diagnosa kepoerawatan Aplikasi pada praktis klinis (terjemahan).
Edisi 6. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, L.J. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC .

Dit. Jen Yan. 2000. Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Dep. Kes R.I.
Keperawatan Jiwa.

Dorland, kamus saku kedokteran. Edisi 29 Elsevier

Keliat, B.A. 1997. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran EGC .

Maramis, W.F. 1990. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Erlangga Universitas Press.

Maryatun Sri. 2017. Buku Ajar Keperawatan Jiwa 1. Palembang: Unsri Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga.


Jakarta : CV. Sagung Seto.

Stuart , Sunden. 1998. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Stuart.G.W, Sundeen, dkk. 1998 . Buku Saku Keperawatan Jiwa, Alih Bahasa: Achir Yani
S.Hamid. Edisi tiga. Jakarta: Buku Kedokteran EGC .

Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori & Praktek. Jakarta : Buku Kedokteran EGC .

(https://www.researchgate.net/profile/Suryani_Suryani/publication/263446705_Proses_Terja
dinya_Halusinasi_Sebagaimana_Diungkap_oleh_Penderita_Skizofrenia/links/550edd030cf2a
c2905ad7a1f/Proses-Terjadinya-Halusinasi-Sebagaimana-Diungkap-oleh-Penderita-
Skizofrenia.pdf diakses pada 31 januari 2017 pukul 06:32 )

42

Anda mungkin juga menyukai