Laporan Tutor Kep Jiwa 5 Fix
Laporan Tutor Kep Jiwa 5 Fix
Disusun oleh :
Kelompok 5
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga makalah tutorial ini dapat terselesaikan dan kami mahasiswa-mahasiswi Fakultas
Kedokteran Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sriwijaya tahun 2018/2019 dapat
mengikuti tutorial ke-1 pada Blok keperawatan kesehatan jiwa I ini dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memberikan laporan hasil diskusi kelompok lima mengenai skenario yang
diberikan.
Dengan selesainya laporan tutorial ini, kami berharap dapat berbagi pengetahuan
tentang pelajaran yang berkaitan dengan skenario. Terselesaikannya tutorial dan makalah
tutorial ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, terutama tutor pembimbing kami Ibu
Herliawati, S.Kp., M.Kes serta kerja sama kelompok lima.
Kami sadar bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Kelompok 5
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….........ii
BAB I: SISTEMATIKA
I.1 Skenario…………………………………………………………………………...1
I.2 Klarifikasi Istilah………………………………………………………………....1
I.3 Identifikasi Masalah……………………………………………………………...3
I.4 Prioritas Masalah………………………………………………………………...4
I.5 Analisis Masalah……………………………………………………………….…5
I.6 Keterbatasan Ilmu Pengetahuan……………………………………………….34
BAB II:
2.1 Kerangka Konsep …………………………………………………………….. 36
BAB III:
3.1 Hipotesis …………..……………………………………………………………37
BAB IV:
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...38
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………39
3
BAB I
SISTEMATIKA
1. 1 Skenario
Ny I dibawa oleh suaminya berobat ke RS Erba dikarenakan Ny I mengamuk,
sering keluyuran diluar rumah, berbicara sendiri sambil tersenyum sendiri. Selama
dirawat di RS Erba 2 hari, Ny I mengatakan ingin pulang menemui anaknya yang
berumur 3 tahun karena menurutnya ia sering melihat burung-burung terbang setiap
harinya dan mengatakan anaknya ingin menyusui. Ny I mengeluhkan tidak bisa tidur
dan mengatakan berulang-ulang bahwa payudaranya bengkak dan nyeri karena tidak
menyusui anaknya padahal berdasarkan pemeriksaan perawat tidak ditemukan adanya
bengkak. Ny I selalu mengucapkan isi pikiran wahamnya ketika berkomunikasi dengan
perawat. Selain itu Ny I masih menyangkal penyakit halusinasi yang dia alami dan
mengatakan bahwa dirinya tidak berbicara sendiri dan tidak keluyuran,namun dia
keluyuran justru mencari suami yang jarang dirumah. Ny I sering berbicara berbelit
belit, kontak mata minim, penampilan tidak rapi. Menurut keterangan keluarga, Ny I
sering cekcok dengan suami. Ny I punya dua orang anak dan baru pertama kali dirawat
dengan gangguan jiwa.
1. 2 Klarifikasi Istilah
1. Waham (suspicious)
Keyakinan atau pikiran yang salah karena bertetangan dengan dunia nyata serta
dibangun atas unsur yang tidak berdasarkan logika, sangka, curiga (KBBI)
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau
terus menerus, atau tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, 1992). (Buku
ajar keperawatan kesehatan jiwa 112)
2. Halusinasi
Pengalaman indra tanpa adanya perangsang pada alat indra yang bersangkutan,
misalnya mendengar suara tanpa ada sumber suara tersebut (KBBI)
Adalah salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien denga gangguan jiwa.
Halusinasi identik dengan skizopenia (buku ajar keperawatan jiwa 125)
Adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari
luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indera. Halusinasi
4
merupaan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan
sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, penciuman. (buku ajar keperawatan kesehatan jiwa 120)
Adalah pasien merasakan sesuatu tanpa adanya rangsangan sensoris, misalnya
penglihatan, suara, rasa, atau sensorium yang sepenuhnya merupakan imajinasi
(kamus keperawatan 266)
Skizopenia
Gangguan jiwa atau sekelompok gangguan yang ditandai dengan gangguan pada
bentuk dan isi pikiran (misalnya waham, halusinasi, mood) ( contohnya afek yang
tidak sesuai), kesadaran akan diri sendiri dan hubungan dengan dunia luar
(contohnya hilangnya batas-batas ego, penarikan diri), dan perilaku (contohnya
perilaku yang aneh atau tampaknya tanpa tujuan); dikatakan skizopenia kalau
gangguan gangguan tersebut menyebabkan penurunan fungsi secara bermakna dan
menetap sekurang-kurangnya 6 bulan (Kamus Dorland)
Sensorium
pusat saraf sensori
keadaan pada individu berkenaaan dengan kesadaran nya atau kesiagaan mental
nya
Nyeri
Berasa sakit ( seperti ditusuk tusuk jarum atau seperti dijepit pada bagian tubuh
(rasa yang menimbulkan penderitaan) (KBBI)
4. Bengkak
Bengkak adalah menjadi besar karena pengaruh sesuatu tentang bagian tubuh
(KBBI)
5. Cekcok
Bertengkar, berbantah, berselisih (KBBI)
8. Gangguan jiwa
Ketidakseimbangan jiwa yang mengakibatkan terjadinya ketidaknormalan sikap
atau tingkah laku.
Menurut ppdgj 3 adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan didalam suatu atau lebih fungsi yang
penting dari manusia, yaiut fungsi psikologi, biologi, dan gangguan itu tidak hanya
5
terletak didalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat. (buku
ajar keperawatan kesehatan jiwa 8)
6
7 Menurut keterangan keluarga, Ny I sering cekcok Tidak Sesuai
dengan suami. Ny I punya dua orang anak dan Harapan
V
baru pertama kali dirawat dengan gangguan jiwa
7
2. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Adalah perasaan melihat suatu objek tetapi pada kenyataan nya tidak ada.
8
Jenis halusinasi pendengaran, dimana halusinasi ini pdibuktikan dengan pasien
mengatakan bahwa anaknya ingin menyusui.
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
9
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007),
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
10
penderita yang mengalami halusinasi, tidaklah begitu penting untuk melakukan
pemutusan halusinasi dengan mengatakan “stop saya tidak mau dengar” seperti yang
selama ini diajarkan oleh perawat di hampir semua rumah sakit jiwa di Indonesia. Yang
terpenting adalah bagaimana mencegah agar penderita tidak mengalami halusinasi yaitu
dengan cara melatih penderita untuk mengenali situasi dan kondisi yang mencetuskan
halusinasinya dan mengajarkan penderita cara untuk mengatasi situasi atau kondisi
yang mencetuskan halusinasinya tersebut. Tentu saja situasi dan kondisi yang
mencetuskan halusinasi tiap–tiap penderita berbeda–beda. Karena itu perlu pengkajian
yang tepat dan akurat. Proses dari adanya pencetus sampai munculnya halusinasi terjadi
dalam waktu yang relatif singkat.
2. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
11
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang.
4. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari satu orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
12
i. Patofisiologi dari halusinasi?
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan halusinasi difokuskan pada :
13
Faktor Faktor 1. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan,
Predisposisi perkembangan minuman, dan rasa aman.
terlambat 2. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
3. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak
terselesaikan.
Faktor Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi,
psikologis menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif, dan koping destrukktif.
Faktor sosial Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit
budaya kronis, tuntutan lingkungan yang tinggi
14
Kebiasaan Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat-
obatan, zat halusinogen, tingkah laku merusak diri.
Status emosi Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap
negatif dan bermusuhan berat atau panik, suka
berkelahi
Jenis halusinasi
Jenis Data objektif Data subjektif
halusinasi
15
melakukan sesuatu yang
berbahaya
16
e. klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasi (stuart, laraia, 2005)
3. tindakankeperawatanuntukpasien
a. tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1. pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2. pasien dapat mengontrol halusinasinya
3. pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
b. tindakan keperawatan
1. membantu pasien mengenali halusinasi
2. melatih pasien mengontrol halusinasi
a. menghardik halusinasi
b. berinteraksi dengan orang lain
c. beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Tahap intervensi:
1. menjelaskan penting nya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
2. mendiskusikan aktivitas yang biasa di lakukan oleh pasien
3. melatih pasien melakukan aktivitas
4. menyusun jadwal aktivitas sehari- hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih
5. memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan pendengaran
perilaku pasien yang positif
d. menggunakan obat secara teratur
Tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat
1. menjelaskan penggunaan obat
2. menjelaskan akibat bila putus obat
3. jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat
4. jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis)
1. keluaraa dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di
rumah
2. keluarga dapat menjadi system pendukung yang efektif untuk pasien
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah :
17
1. mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi
3. memberikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat
pasien dengan halusinasi langsung dihadapkan pasien.
4. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang perawatan lanjutan
pasien.
18
c. Fase-fase terjadinya waham?
1. Fase lack of human need
Waham yang diawali dengan terbatsnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara
fisik amaupun psikissecara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-
orang dengan status dan ekonomi sangat terbatas.biasanya klien sangat miskin
dan menderita.keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya
untuk melakukan kompenasasi yang salah.ada juga klien yang secara sosial dan
ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan selft ideal sangat
tinggi.misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan di pandang sebgai seorang
di amggap sangat cerdas,sangat berpengalaman sangat pentingnya pengakuan
bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat di pengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan
saat tumbuh kembang(life span history).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya.misalnya,saat lingkungan sudah banyak yang kaya,menggunakan
teknologi komunikasi yang canggih,berpendidika tinggi serta memiliki kekuasaan
yang luas,seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan
tersebut.padahal self reality-nya sangat jauh.dari aspek pendidikan klien, materi,
pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan.tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk di akui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya,karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien ini tidak benar, tetapi
hal ini dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga
perasaan. Lingkungn hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support
19
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa di dukung, lama-kelamaan klien mengganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya di
ulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan
dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya.
Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari
lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar
interaksi sosial.
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan–kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting
sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan
dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
1. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat muncul dikaitkan dengan waham.dimana
individu dari anggota keluarga yang dimenfestasikan dengan gangguan ini berisiko
lebih tingggi untu mengalamainya dibandingkan dengan populasi umum. Studi
pada manusia kembar juga nenunjukkan bahwa ada keterlibatan faktor genetic.
2. Teori psikososial
Sistem keluarga
Dikemukakan oleh bowen (1978) dimana perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga.konflik diantara suami istri mempengaruhi anak
20
tidak akan mampu memnuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya. Beberapa
ahli teori meyakini bahwa individu paranoid memiliki orang tua yang dingin,
perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan, perasaan mementingkan diri sendiri
yang berlebihan dan tidak percaya pada individu.klien menjadi orang dewasa yang
rentan karena pengalaman awal ini.
Teori interpersonal
Dikemukakan oleh sulliva (1953) dimana orang yang mengalami psikosis kan
menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan ansietas tinggi.
Hal ini jika di pertahankan maka konsep diri anak akan mengalami ambivalen.
Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurnagnya rangsangan atau perhatian
ibu,dengan iniseorang bayi mengalamai penyimpangan rasa aman dan gagal untu
membangun rasa percayanya. Sehingga menyebabkan munculnya ego yang rapuh
karena kerusakan harga diri yang parah, perasaan kehilangan kendali, takut dan
ansietas berat. Sikap curiga terhadap seseorang dimanifestasikan dan dapat
berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping paling
umum yang digunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.
21
g. Apa saja dampak dari pemberian obat pada kasus ini jika di hentikan secara
mendadak?
Efek samping dari obat antipsikotik yaitu sangat tidak nyaman dan menakutkan.
Termasuk efek samping neurologis yang berat adalah efek samping ekstrapiramidal
seperti reaksi distonik akut, akatisia, pseudoparkinsonisme, diskinesiatardif, dan
sindrom neuroleptik maligna. Efek samping yang non neurologik seperti peningkatan
berat badan, mengantuk, fotosrnsitivitas, mulut kering, pengelihatan kabur, konstipasi,
retensi urine, dan hipotensi ortostastik
22
berhubungan dengan obat antikonvulsan lain maupun obat-obat lain yang
digunakan untuk mengobati nyeri pada neuralgia trigeminal
2. Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik low potensial
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk
pengamanan pasien. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat antipsikotik untuk
pasien waham
5. Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham, namun psikoterapi
juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk semua orang, terutama jika
gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses terapi yang memerlukan komunikasi
dua arah. Yang termasuk dalam psikoterapi adalah terapi perilaku, terapi
kelompok, terapi keluarga, terapi suportif.
23
j. Patofisiologi dari waham?
Hambatan interaksi
sosial, ketidak
efektifan koping
keluarga
a. Fungsi kongnitif
Pada fungsi kongnitif terjadi perubahan pada daya ingat klien mengalami
kesukaran untuk menilai dan menggunakan memorinya atau klien mengalami
gangguan daya ingat jangka pendek atau panjang. Klien menjadi pelupa dan tidak
berminat.
24
Cara berpikir magis dan primitive
Klien menganggap bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu yang mustahil bagi
orang lain, mislanya bisa berubah jadi superman. Cara berpikir klien seperti
anak pada tingkat perkembangan anak pra sekolah
Perhatian: Klien gangguan respon neurologis tidak mampu mempertahankan
perhatiannya atau mudah teralihkan serta konsentrasinya buruk. Akibatnya klien
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan berkonsentrasi terhadap
tugas.
Isi pikir: Klien tidak mampu memproses stimulus internal dan external dengan
baik sehingga terjadi apa yang disebut waham (agama, kebesaran, somatic,
curiga, nihilstik, sisip pikir, siar pikir).
Bentuk dan pengorganisasian bicara: Klien tidak mampu mengorganisasi
pemikiran dan menyusun pembicaraan yang logis serta koheren. Gejala yang
sering ditemukan adalah kehilangan asosiasi, tangensial, inkoheren, atau
neologisme, sirkumtansial dan tidak masuk akal. Hal ini dapat diidentifikasi dari
pembicaraan klien yang tidak relevan, tidak logis, bizar dan bicara yang
berbelit- belit.
b. Fungsi persepsi
Perubahan atau gangguan yang sering ditemukan pada klien adalah:
Depersonalisasi
Klien merasa tubuhnya bukan lah miliknya atau klien merasa dirinya terpisah
dengan jatih dirinya sendiri.
Halusinasi
Klien merasakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan lingkungan taua
tidak ada stimulus dari lingkungan. Halusinasi yang sering terjadi adalah
halusinasi pendengaran dan penglihatan
c. Fungsi emosi
Emosi digambarkan dalam istilah mood dan afek. Mood adalah suasana emosi
sedangkan afek mengaju kepada expresi emosi yang dapat diamati dari expresi
wajah, gerakan tangan, tubuh dan nada suara ketika individu menceritakan
perasaannya.
25
Pada respon neurobiologis yang maladatif terjadi gangguan emosi yang dapat
dikaji melalui perubahan afek :
Afek tumpul: kurangnya respon emosional terhadap pikiran, orang lain atau
pengalaman. Klien tampak apatis
Afek datar : tidak tampak expresi aktif suara monoton dan wajah datar, tidak
ada keterlibatan perasaan
Reaksi berlebihan: reaksiemosi berlebihan terhadap suatu kejadian.
Ambivalen: timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada saat bersamaan.
d. Fungsi motoric
Respon neurobiologis maladaptive menimbulkan perilaku yang aneh
membingungkan dan kadang- kadang tampak tidak kenal dengan orang lain.
Perubahan tersebut adalah:
Kesepian
Perasaan terisolasi dan terasingkan, perasaan kosong dan merasa putuss asa
sehingga klien merasa terpisah dengan orang lain.
Isolasi social
Terjadi ketika klien menarik diri secara pisik dan emosional dari lingkungan.
Isolasi diri klien tergantung pada tingkat kesedihan dan kecemasan yang
berkaitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rasa tidak percaya pada orang
lain merupakan inti masalah pada klien. pengalaman hubungan tidak
menyenangkan menyebabkan klien mengangap hubungan saat ini
membahayakan. Klien merasa terancam saat ditemani orang lain karena ia
menganggap orang tersebut kan mengontrolnya, mengancam, dan menuntut
26
nya. Oleh karena itu klien tetap mengisolasi diri dari pada pengalaman yang
menyedihkan terulang kembali.
2. Diagnose keperawatan.
Diagnose keperawatan yang muncul adalah.
27
pasien terus- menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal tanpa memberikan dukungan atau
menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya. Berikan Fujian bila
penampilan dan orientasi pasien sesuai realita.
3. Selain itu Ny I masih menyangkal penyakit halusinasi yang dia alami dan
mengatakan bahwa dirinya tidak berbicara sendiri dan tidak keluyuran, namun
dia keluyuran justru mencari suami yang jarang dirumah.
a. Tindakan perawat apa yang dapat meyakinkan pasien bahwa dia sedang
mengalami halusinasi?
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas pada tiap
pertemuan (topik yang akan dibicarakan, tempat berbicara, waktu berbicara)
2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Dengarkan ungkapkan klien dengan empati
4. Lakukan kontak sering dan singkat (untuk mengurangi kontak klien dengan
halusinasinya)
5. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : berbicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri/ kanan/ke depan seolah olah ada teman bicara.
Bantu klien untuk mengenal halusinasinya:
Jika menemukan klien sedang halusinasi, tanyakan : apakah ada suara yang di
dengar ?
Jika klien menjawab : ada , lanjutkan :apa yang dikatakan ?
Perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh /
menghakimi)
Katakan bahwa klien juga ada seperti kalian
Katakan bahwa perawat akan membantu klien
28
Diskusikan dengan klien :
29
Anjurkan klien meminta berbicara dengan dokter tentang efek dan efek
samping obat yang dirasakan
Diskusikan akibat henti obat tanpa konsultasi
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar cara, benar waktu )
30
1. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di
rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.
Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi
dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji
minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu
memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi Verbal
yang efektif harus:
31
Waktu dan Relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang
menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi.
Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat
dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat.
Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu
pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional
terhadap klien.
Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering
digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan
memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.
Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa
isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi
mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara
verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk
mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai
kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
Proksemik
32
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak”
antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu
dengan objek.
Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara
dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non
verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba,
memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda
dengan seseorang.
Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau
kita hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang
Muang Thai merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang
tidak mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang
lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini
berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu
dengan suara keras.
Artifak
Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan
pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu
digunakan untuk menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor,
mobil, kulkas, pakaian, televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun
dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang
lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang
mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi
status sosial orang itu.
33
berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi
dan misi organisasi.
4. Ny I sering berbicara berbelit belit, kontak mata minim, penampilan tidak rapi
a. Bagaimana tindakan perawat untuk melakukan perawatan diri pasien tersebut?
Tindakan keperawatan
1. Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi saudara dapat melakukannya dengan
cara berdiskusikan dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang dilihat), waktu
terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusiansi muncul dan respon pasien saat muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi.
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi saudara dapat melatih
pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat
cara tersebut meliputi :
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi
yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang
muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan,
pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang
muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien
tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
halusinasi orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka
terjadi distraksi; focus perhatian pasien akan beralih dari halusiansi adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
35
Melakukan aktifitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan
diri dengan aktifitas yang teratur. Dengan beraktifitas secara terjadwal, pasien
tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu pasien mengalami halusinasi biasa dibantu untuk
mengatasi halusinasinya dengan cara beraktifitas secara teratur dari bangun pagi
sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu
Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa
yang dirawat dirumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya
pasien mengalami kekambuhan. Bila terjadi kekambuhan maka untuk mencapai
kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
1. Jelaskan guna obat
2. Jelaskan akibat bila putus obat
3. Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
4. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)
Tahapan tindakan meliputi :
1. Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2. Memperagakan cara menghardik
3. Meminta pasien memperagakan ulang
4. Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
Tahapan intervensinya sebagai berikut :
1. Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
2. Mendiskusikan aktifitas yang dilakukan pasien
3. Melatih pasien melakukan aktiftas
4. Menyusun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai dengan aktifitas yang telah dilatih.
Upayakan pasien mempunyai aktifitas dari bangun pagi sampai tidur malam, 7
hari dalam seminggu.
36
5. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang positif.
b. Apakah dapat berpengaruh masalah gangguan jiwa yang dialami ibu kepada
anak pertama nya?
Menurut teori konvergensi bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak salah satunya
adalah lingkungan nya. Apabila interaksinya bagus, maka harapan akan memperoleh
hasil yang bagus dan sebaliknya jika interaksinya tidak baik maka hasilnya tidak baik
pula. Interaksi anak biasanya terlebih dahulu dengan keluarga terutama ibunya.
37
Penyebab dari terjadinya waham
terjadi nya waham Patofisiologi waham
2 Halusinasi Definisi Teori-teori tentang Klasifikasi
Halusinasi halusinasi halusinasi
Proses terjadinya Tindakan
halusinasi keperawatan
Tanda dan gejala terhadap pasien
halusinasi halusinasi
Penyebab dari Mekanisme
terjadinya halusinasi terjadinya halusinasi
Patofisiologi
halusinasi
38
BAB II
2. 1 Kerangka Konsep
Stressor
Koping tidak
efektif
39
BAB III
3. 1 Hipotesis
Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan
persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan,
perabaan, pengecapan dan penciuman . Halusinasi yang di rasakan untuk setiap pasien
berbeda-beda satu sama lain, ada yang mengalami halusinasi pendengaran ditambah
dengan halusinasi penglihatan, ada yang mengalami halusinasi pendengaran ditambah
dengan halusinasi penghidu, serta pasien dengan halusinasi juga dapat menambah masalah
keperawatan seperti waham, perilaku kekerasan, gangguan pola tidur dan defisit
perawatan diri. Individu yang mempunyai halusinasi merasakan suatu stimulus yang tidak
ada atau tidak nyata. Pada pasien yang mengalami halusinasi dapat disebabkan karena
ketidakmampuan pasien menghadapi stressor dan koping tidak efektif.
BAB IV
40
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fenomena dari masalah gangguan jiwa tersebut khususnya gangguan jiwa dengan
masalah halusinasi jika dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi pasien sehingga
menimbulkan kekambuhan ulang serta akan mengakibatkan berbagai keluhan lain seperti
konsentrasi menurun, kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi dan kenyataan,
isolasi diri dari lingkungan, menarik diri, perilaku kekerasan dan sangat potensial melakukan
bunuh diri dan membunuh orang lain. Maka dari itu solusi terbaik dalam pencegahan
kekambuhan ulang dan dampak lain dari halusinasi yaitu dengan cara manajemen halusinasi
yang diterapkan bukan hanya dirumah sakit melainkan dirumah pasien atau rumah anggota
keluarga. Dengan intervensi tersebut, maka akan memudahkan pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas untuk melaksanakan pencegahan tersier yaitu mengurangi
kecacatan atau ketidakmampuan pada gangguan jiwa khususnya pasien halusinasi
41
DAFTAR PUSTAKA
Ali Muhammad. 2006. Kamus lengkap bahasa Indonesia modern. Jakarta : pustaka amani.
Baradero, Mary, dkk. 2016. Seri Asuhan Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC .
Carpenito, L. Juall. 2000. Diagnosa kepoerawatan Aplikasi pada praktis klinis (terjemahan).
Edisi 6. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC .
Dit. Jen Yan. 2000. Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Dep. Kes R.I.
Keperawatan Jiwa.
Keliat, B.A. 1997. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran EGC .
Maramis, W.F. 1990. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Erlangga Universitas Press.
Maryatun Sri. 2017. Buku Ajar Keperawatan Jiwa 1. Palembang: Unsri Press.
Stuart , Sunden. 1998. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Stuart.G.W, Sundeen, dkk. 1998 . Buku Saku Keperawatan Jiwa, Alih Bahasa: Achir Yani
S.Hamid. Edisi tiga. Jakarta: Buku Kedokteran EGC .
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori & Praktek. Jakarta : Buku Kedokteran EGC .
(https://www.researchgate.net/profile/Suryani_Suryani/publication/263446705_Proses_Terja
dinya_Halusinasi_Sebagaimana_Diungkap_oleh_Penderita_Skizofrenia/links/550edd030cf2a
c2905ad7a1f/Proses-Terjadinya-Halusinasi-Sebagaimana-Diungkap-oleh-Penderita-
Skizofrenia.pdf diakses pada 31 januari 2017 pukul 06:32 )
42