Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Melimpahnya sumber daya alam yang ada di indonesia menjadi salah
satu faktor berkembangnya berbagai industri yang secara khusus berhubungan
dengan sumber daya alam tersebut.
Industri pertambangan merupakan industri yang mengelola sumber daya
alam khususnya mineral dan batubara. Pertumbuhan industri ini dipacu dengan
banyaknya sumber daya yang ada di Indonesia serta kebutuhan pasar akan
barang tambang seperti alumunium, tembaga, emas dan sebagainya. Khusus
alumunium, indonesia mempunyai tambang bijih dari alumunium yaitu bauksit.
Bijih bauksit di wilayah Pulau Bintan memiliki sumber daya yang cukup
besar jika dilihat berdasarkan kondisi geologinya. Maka untuk dapat mengetahui
lebih jelasnya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang bauksit di Pulai Bintan.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Maksud dibuatanya laporan ini adalah untuk dapat mengetahui pola dan
metode sampling bijih bauksit.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya laporan ini adalah :
 Mengetahui penyebaran bauksit secara lateral maupun vertikal
 Dapat menganalisis pola dan metode sampling
 Mengetahui analisis laboratorium bijih bauksit

1
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di unit penambangan Bauksit PT. Aneka Tambang
pada saat ini masih berlangsung di Pulau Bintan dan Pulau-pulau disekitarnya.
Pulau Bintan dan Pulau-pulau disekitarnya terletak pada BT 104°10’ dan LU
0°40’ dan LU 0°40’ - 1°15’

Gambar 2.1
Peta Pulau Bintan dan Sekitarnya

2
3

2.2 Keadaan Geologi


Berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukan sejak tahun 1938 oleh
Van Bemmelen khusus daerah Bintan Timur dan oleh Johnson & Maryono pada
tahun 1963 di daerah Bintan Tengah. Kedua penyelidik tersebut memberikan
penjelasan bahwa pada daerah tersebut tidak dijumpainya singkapan yang baik,
batuan yang paling tua berumum trias, yang terdiri dari lempung yang
mengandung pasir dan batu pasir, secara bergantian terdapat pada batuan
vulkanik yang bersifat asam disertai tufa. Kemudian terdapat struktur berupa
lIpatan dan intrusi magma yang bersifat granitis.
Selama proses intrusi terjadi proses pneumatolitis yang menghasilkan
kaseterite (SnO2), magnetit (Fe3O4) dan hematite (Fe2O3).
Setelah mengalami suatu periode erosi dan pneplainisasi terjadilah
pengendapan sedimen yang berumur tersier.

Gambar 2.2
Peta Geologi Bintan Timur
4

2.3 Pengertian Bauksit


Merupakan suatu campuran bahan-bahan yang kaya akan hidrat oksida
aluminium, dari bahan-bahan tersebut dapat diambil logam aluminium secara
ekonomis. Dalam mineral bauksit sering dikaitkan dengan laterit.
Laterit adalah suatu bahan yang berupa konkresi berwarna kemerahan,
menutupi hampir sebagian besar daerah tropis dan subtropis, merupakan lapisan
yang kaya akan aluminium dan besi
Bauksit terbentuk dari batuan yang mepunyai kadar aluminium tinggi,
kadar Fe rendah dan sedikit kadar kuarsa. Mineral silikat yang terubah akibat
pelapukan, mengakibatkan unsur silika terlepas, dan sebagian unsur besi juga
terlepas. Pada proses ini terjadi penambahan ar (H2O), sedangkan alumina
dengan titanium dan MnO2 menjadi terkonsentrasi sebagai endapan residu
aluminium. Batuan yang memenuhi persyaratan itu antara lain nepelin, syenit
dan sejenisnya yang berasal dari batuan beku, batu lempung/serpih. Batuan ini
akan mengalami proses lateralisasi (proses pertukaran suhu secara terus
menerus sehingga batuan mengalami pelapukan).

2.4 Syarat Terbentuknya Bijih Bauksit


Bijih bauksit terbentuk jika kondisi lingkungannya menunjang untuk
terebentuk. Berikut ini beberapa syarat terbentuknya bijih bauksit :
1. Iklim tropis atau subtropis
2. Batuan sumber mengandung alumina tinggi
3. Reagent yang sesuai pH dan Eh, sehingga mampu merubah silikat
4. Infiltrasi air meteorik permukaan secara lambat
5. Kodisi bawah permukaan (larutan bawah permukaan) yang mampu
melarutkan unsur batuan yang dilaluinya
6. Stabilitas tektonik yang berlangsung lama

2.5 Proses Pembentukan dan Genesa Bauksit


Alumina dapat berasal dari batuan primer (magnetik dan hidrotermal)
maupun dari batuan sekunder ( pelapukan dan metamorfosa). Namun secara
luas yang berada di permukaan bumi ini berasal dari batuan sekunder hasil
proses pelpukan dan pelindian.
5

 Pelapukan
Alumina yang bersumber dari proses pelapukan, dijumpai sebagai
cebakan residual dan disebut sebagai bauksit. Terbentuk oleh pelapukan
feldspatil atau batuan yang mengandung nefelin.

2.6 Letak Deposit Bauksit Residual


Bauksit yang terdapat di daerah kijang termasuk jenis residual deposit
atau dikenal dengan laterit bauksit. Laterit bauksit banyak terdapat di daerah
tropis yang merupakan hasil pelpukan dai batuan yang berkomposisi alumina
tinggi.
Berdasarkan dari letak depositnya endapan bauksit di daerah penelitian
masuk kedalam tipe deposit bauksit residual diasosiasikan dengan kemiringan
lereng yang menengah samapai hampir datar pada batuan nefelin syenit.
Permukaan bauksit kemiringannya lebih dari 5° samapai batasan yang umum
adalah 25 ° .

Gambar 2.3
Penampang Residual Bauksit
6

BAB III
ANALISA

3.1 Sampling
Berdasarkan dari hasil keterbentukannya yang secara residual dan juga
tingkat homogenitas dan kontinuitas yang cukup tinggi, maka salah satu
penentuan pola sampling ketika kegiatan ekplorasi digunakan pola sampling
reguler. Pada studi kasus ini jarak antara titik sampling yaitu 200 meter. Jarak ini
juga dapat di perdekat lagi jika hasil sampling pada titik penelitian memuaskan.

Gambar 3.1
Pola Sampling Reguler pada Bijih Bauksit di Pulau Bintan

6
7

sedangkan dengan metode sampling yang digunakan untuk mendapatkan


kadar dari bijih bauksit pada tiap-tiap titik uji menggunakan dua metode yaitu chip
sampling dan channel sampling. Dimana dilakukan terlebih dahulu chip sampling
pada bagian permukaan kemudian sampel tersebut dimasukkan ke laboratorium
untuk dilihat bagaimana kulaitas dari bijih bauksitnya dan tahap kedua
merupakan sampling yang dilakukan dengan channel sampling dengan cara
membuat sumur uji yang bertujuan untuk mengetahui penyebaran lateral secara
lebih pastinya.
Pembuatan sumur uji dilakukan sampai mencapai batas lapisan lempung.
Pengambilan sampel dari atas ke bawah dan setiap kedalaman lapisan konkresi
2 m. untuk mengetahui penyebaran vertikal conto diambil setiap kedalaman 0,2
m. dengan demikian jumlah conto akan lebih banyak. Pada gambar terlihat
bagian yang diarsir merupakan pengambilan sampel dengan channel sampling

Gambar 3.2
Sketsa Channel Sampling

7
8

3.2 Preparasi Conto


Contoh diambil dengan menggunakan skop, kemudian di tampung dalam
keranjang dan diangkat ke atas. Preparasi conto di lapangan dengan metoda
cone and quatering. Conto lateral di bawa ke laboratorium sebanyak 1/64 m3
sedangkan conto vertikal kurang lebih sebanyak 5 kg yang dimasukan ke dalam
kantong plastik

Gambar 3.3.
Diagram Alir Preparasi Conto

8
9

3.3 Analisa Kadar


Analisis kadar dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu secara
analisis kimia basah dan secara x-ray flourescene.
 Analisis Kimia Basah
Analisis kimia basah bertujuan untuk menentukan kadar SiO 2, Fe2O3,
TiO2, dan H2O. Dalam analisis ini kadar Al2O3 tidak ditentukan dengan
nomogram tetapi analisis seperti penentuan kadar lainnya. Conto yang
dianalisi berukuran lolos 150 mesh, dikeringkan lebih dahulu pada
temperatur 105 derajat celcius  5 derajat celcius selama 2 jam.
 X-Ray Flourescence
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen bauksit
secara lengkap

3.4 Analisa Mineralogi


Analisa ini ditujukan untuk dapat mengetahui komponen-komponen
bauksit, dilakuakan dengan x-ray diffraction. Hal ini dikarenakan mineral yang
terdapat pada laterit bauksit tidak jelas jika hanya melalui pengamatan
mikroskopis

Gambar 3.4
Difraksi X-Ray Oleh Kristal

9
10

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan bahasan sebelumnya maka dapat ditarik beberapa


kesimpulan :

4.1 Kesimpulan
 Penyebaran bauksit residual secara lateral memiliki tingkat homogenitas
yang cukup tinggi sedangkan secara vertikal penyebaran bauksit juga
masih masuk ke dalam zona yang cukup tinggi. Dikarenakan juga pada
bagian vertikal terjadi adanya zona pelindian yang memperkaya kadar
bauksit.
 Pola sampling yang digunakan untuk mengetahui kadar bauksit dilakukan
dengan pola reguler yaitu dengan jarak yang sama. Hal ini cocok untuk
nijih bauksit residual yang mempunyai homogenitas dan kontinuitas yang
cukup tinggi. Sedangkan teknik sampling bijih bauksit ini menggunakan
channel sampling.
 Dalam analisis laboratorium yang dilakukan untuk bijih bauksit dilakukan
dengan analisis kadar dan analisis mineralogi. Analisisi kadar meliputi
analisisi kimia basah dan X-Ray Flourescence. Sedangkan analisisi
mineralogi yaitu dengan menggunakan metode X-Ray diffraction

4.2 Saran
Dengan memperhatikan kontinuitas yang memungkinkan pengaruh antar
kadar yang relatif jauh. Kadar Al2O3 sampai radius 200 m dan ketebalan sampai
radius 75 m maka disarankan jarak 25 m sumur uji untuk ditinjau lagi
kemungkinanya untuk diperlebar.

10

Anda mungkin juga menyukai