Anda di halaman 1dari 12

Mekanisme Kerja

1. Sistem Enzym Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian reaksiadenosin fosfat
(ATP) dan sejumlah besar enzym dalam rangkaian metabolisme fosfat. Juga berperan penting dalam
metabolisme intraseluler,misalnya proses pengikatan messanger-RNA dalam ribosom.
2. Sistem susunan syaraf dan cerebro vaskuler.Mekanisme dan aksi magnesium sulfat mesih belum diketahui
dan menjadi pokok pembahasan. Beberapa penulis berpendapat bahwa aksi magnesium sulfat di perifer
pada neuromuskular junction dengan minimal atau tidak ada sama sekali pengaruh pada sentral. Tapi
sebagian besar penulis berpendapat bahwa aksi utamanya adalah sentral dengan efek minimal
blok neuromuskuler.
Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan mengakibatkan penurunan
reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap SSP mirip dengan ion kalium. Hipomagnesemia mengakibatkan
peningkatan iritabilitas SSP, disorientasi, kebingungan, kegelisahan, kejang dan perilaku psikotik.Suntikan
magnesium sulfat secara intravena cepat dan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan dan
hilangnya kesadaran. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya hambatan pada neuro muscular perifer.
Penghentian dan pencegahan kejang pada eklampsia tanpa menimbulkan depresi umum susunan
syaraf pusat pada ibu maupun janin.
Donaldson (1978,1986) serta beberapa neurolog lainnya dengan alas an yang sulit dimengerti, secara
keliru menekankan bahwa magensium sulfat merupakan anti konvulsan yang bekerja perifer dan
karenanya merupakanobat yang jelek. Obat ini hanya bekerja pada konsentrasi yang
menyebabkankelumpuhan dan akibatnya pasien eklampsia yang diobati akan menjaditenang diluar tetapi
masih kejang-kejang didalam.
Thurnau dkk. (1987) memperlihatkan bahwa konsentrasi magnesium dalam cairan serebrospinal
setelah terapi magnesium pada preeclampsia mengalami sedikit peningkatan tetapi sangat bermakna.
Borges dan Gucer(1978) mengajukan bukti yang meyakinkan bahwa ion magnesium menimbulkan efek
pada susunan saraf pusat yang jauh lebih spesifik dari pada depresi umum. Borges dkk. mengukur kerja
magnesium sulfat yangdiberikan secara parenteral terhadap aktifitas syaraf epileptik pada primate dibawah
tingkat manusia yang tidak diberi obat dan dalam keadaan sadar.Magnesium akan menekan timbulnya
letupan neuron dan lonjakan padaEEG interiktal dari kelompok neuron yang dibuat epileptik
denganpemberian penisilin G secara topikal. Derajat penekanan akan bertambahseiring dengan
meningkatnya kadar magnesium plasma dan akan berkurangdengan menurunnya kadar magnesium.
3. Sistem neuromuscular Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka.Kelebihan
magnesium dapat menyebabkan :
- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf simpatis.
- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan
pelepasan asetilkolin.Akibat kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasidengan
pemberian kalsium, asetilkolin dan fisostigmin.
Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek tendondalam mulai berkurang dan
mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter.Oleh karena itu selama pengobatan magnesium sulfat harus
dikontrol refleksfatela
4. Sistem syaraf otonomMagnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapatdigunakan untuk
mengontrol penderita tetanus yang berat dengan cara mencegah pelepasan katekolamin sehingga dapat
menurunkan kepekaanreseptor adrenergik alfa.5.
Sistem KardiovaskularPengaruh magnesium terhahap otot jantung menyerupai ion kalium. Kadar
magnesium dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 meq/liter menyebabkan perpanjangan waktu hantaran PR
dan QRS interval pada EKG. Menurunkanfrekuensi pengiriman infuls SA node dan pada kadar lebih dari
15 meq/literakan menyebabkan bradikardi bahkan sampai terjadi henti jantung yaitupada kadar 30
meq/liter. Pengaruh ini dapat terjadi karena efek langsungterhadap otot jantung atau terjadi hipoksemia
akibat depresi pernapasan.Kadar magnesium 2-5 meq/liter dapat menurunkan tekanan darah. Hal initerjadi
karena pengaruh vasodilatasi pembuluh darah, depresi otot jantungdan hambatan gangguan simpatis.
Magnesium sulfat dapat menurunkantekanan darah pada wanita hamil dengan preeklampsia dan
eklampsia,wanita tidak hamil dengan tekanan darah tinggi serta pada anak-anak dengantekanan darah
tinggi akibat penyakit glomerulonefritis akut.
Hutchinson dalam penelitiannya mendapatkan sedikit penurunan darah arteri setelah diberikan
magnesium sulfat 4 gram secara intravena dan dalamwaktu 15-20 menit normal kembali. Sedangkan
Thiagarajah dkk dalampenelitiannya tidak mendapatkan perubahan yang bermakna baik penurunantekanan
darah, perubahan denyut jantung ataupun tahanan perifer. Cottondkk (1842), mengumpulkan data-data
menggunakanan kateterisasi ateripulmonal dan radial. Setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat
intravenadalam waktu 15 menit, tekanan darah arteri rata-rata sedikit menurun.Pemberian magnesium
menurunkan tahanan vaskuler sistemik serta tekananarteri rata-rata, dan secara bersamaan juga
meningkatkan curah jantungtanpa disertai depresi miokardium.
Respon yang berbeda pula. Tapi keadaan yang berlawanan justru terjadi yakniadanya efek relaksasi
uterus pada keadaan tidak adanya magnesium maupun pada keadaan kadar magnesium yang tinggi. Bila
kadar magnesium sulfat berada dalam kadar menengah, nampaknya terjadinya kontraksimiometrium.
Pada tahun 1959, Hall melakukan penelitian invitro efek magnesium sulfat pada miometrium. Pada
penelitian ini megnesium sulfat menyebabkan relaksasi bila konsentrasi mencapai 8-19 mEq/1,
penghambatan sempurna dicapai bila konsentrasi magnesium 14-30 mEq/1. pada penelitian
invivo,digunakan magnesium sulfat dengan kadar dalam darah 5-8 mEq/1.Toksisitas tampak bila kadar
dalam darah mencapai kurang lebih 10 mEq/1.Hall juga mendemontrasikan perpanjangan proses persalinan
pada penderita preeklampsia yang diberikan pengobatan dengan magnesium sulfat. Lama proses persalinan
secara berlangsung sebanding dengan kadar magnesium sulfat dalam darah. Tahun 1966, pertama kali
pemakaian magnesium sulfat sebagai obat tokolitik dilaporkan oleh Rusu dan tahun 1975, Kiss dan
Szokemelaporkan pengunaan magnesium secara intravena untuk tokolitik.
Pemberian magnesium sulfat oleh beberapa ahli disebutkan dapat menurunkan angka kejadian
celebral palsy. Namun grether dkk, tidak menemukan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian
magnesium sulfat dengan resiko cerebral plsy ini. Pada penelitian lainnya Grether telahmembuktikan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian magnesium sulfat dengan resiko kematian neonatus.
Magnesium adalah kation terbesar kedua didalam sel. Jumlah seluruh magnesium dalam tubuh
adalah 24 g. magnesium intraseluler adalah bagian terpenting sebagai kofaktor pada reaksi berbagai enzim
dan masuk ke dalam sel secara difusi. Magnesium dikeluarkan dari dalam tubuh melalui ginjal.Magnesium
secara bebas difiltrasi dalam glomerulus dan sebagiandireabsorbsi dalam tubulus renalis. ekskresi dalam urin
kurang lebih 3-5% dari magnesium yang difitrasi. Pada wanita hamil kadar magnesium plasmamenurun ;
1,83 mEq/1 untuk wanita tidak hamil menjadi 1,39 mEq/1 untuk wanita yang hamil.
Magnesium sulfat tampaknya mempunyai dua aktivitas sebagai obat tokolitik yakni dengan cara
menekan transmisi syaraf ke miometrium dansecara langsung berefek pada sel-sel miometrium. Pertama,
peningkatan kadar megnesium menurun pelepasan asetikolin oleh motor end plate pada neuromuscular
junction. Sebagai tambahan Magnesium mencagah masuknya kalsium neuron dan efektif memblokir
transmisi syaraf. Kedua,magnesium berefek sebagai antagonis terhadap kalsium pada tingkat sel dan dalam
ruang ekstraseluler. Peningkatan kadar magnesium menyebabkan hipokalsemia melalui penekanan sekresi
hormon paratiroid dan melaluipeningkatan pembuangan kalsium oleh ginjal. Baik Magnesium dan kalsium
direabsorbsi pada tubulus renalis. Pada sisi yang sama Peningkatan kadar magnesium mencegah rabsorbsi
kalsium dan menyebabkan hiperkalsiuria.Disamping menyebabkan hipokalsemia, peningkatan kadar
magnesium juga berkompetisi dengan sisi ikatan kalsium yang sama yang mengakibatkanpenurunan
menurunnya kadar ATP (adenosine triphosphate) sampai pada kadar dimana sel tidak mengikat kalsium.
Hal ini mencegah aktivasi dari kompleks aktin dan myosin. Data klinik mendukung teori bahwa magnesium
berefek sebagai tokolitiknya melalui antogonism kalsium : pada keadaan hipokalsemia pada penderita yang
menerima magnesium sulfat kemudian diobati dengan pemberian kalsium, terjadi peningkatan aktivitas
uterus.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai efektifitas magnesium sulfat sebagai tokolitik.
Namun, batasan saat pemberian tokolitik sulfatsangat bervariasi. Steer dan Petrie mengemukan bahwa
magnesium sulfat efektif sebagai tokolitik dan mampu menghambat persalinan prematur selama24 jam pada
96% penderita bila pembukaan serviks kurang dari 1 sentimeter.Tetapi bila pembukaan serviks 2-5
sentimeter hanya 25% yang berhasil. Para ahli berkesimpulan bahwa makin cepat pemberian obat tokolitik
merupakan kunci keberhasilan penundaan proses persalinan prematur. Tokolitik dengan magnesium sulfat
secara konvensional dibatasi selama 72 jam.
Kadar magnesium dalam serum untuk tokolitik dipertahankan pada kadar4-9 mg/dl. Bila digunakan
sebagai tokolitik, toksisitas magnesium sulfat sangat jarang meskipun kecepatan pemberiannya kurang lebih
4 g/jam atau pasien penderita penyakit ginjal. Refleks patella akan menghilang bila kadar magnesium plasma
9-13 mg/dl, depresi pernapasan terjadi pada kadar 14mg/dl. Sebagai antidotum untuk toksisitas magnesium
adalah 1 g kalsium glukonas yang diberikan secara intravena. Keseimbangan cairan harus dimonitor secara
ketat dan pemberian cairan sacara intravena harus dibatasi untuk mencegah terjadinya edema paru.
Berbagai efek samping yang mungkin muncul dengan pemberian magnesium sulfat adalah edema
paru, flushing, peningkatan suhu tubuh,nyeri kepala, pandangan kabur, mual, muntah, nystagmus,
lethargy,hipotermi, retensi urin, dan konstipasi. Laporan dari penelitian Scudieromenunjukan bahwa ternyata
ada hubungan antara pembaerian tokolitik magnesium sulfat dan terjadinya kematian pada janin. Pada
sebagian besar penderita efek samping itu ringan. Efek samping yang jarang tetapi dampaknya serius adalah
hipokalsemi. Pada kadar kalsium kurang dari 7mg/dl dapat menyebabkan tegang.
Menurut Abarbanel kontraksi uterus yang diakibatkan oleh pemberian oksitosin dapat dihambat
dengan pemberian magnesium sulfat. Sekitar 20-40 pasien nulipara dalam persalinannya membutuhkan
oksitosin augmentasi. Tetapi 7-33% berkembang menjadi hiperstimulasi uterus dan diberhentikan
pemberian oksitosin. Valenzuela dkk. Mencoba mengamati penggunaan magnesium sulfat untuk mengatasi
keadaan tersebut. Dalam 5 menit setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena terjadi peningkatan
interval amplitudo kontraksi uterus.
Magensium sulfat merupakan non spesipik kalsium antagonis. Macones& collegues (1997) dan
Gyetvai & cowokers (1999) mengevaluasi efikasi magnesium sulfat dan tokolisis secara meta-analsis.
Magnesium sulfat sebagai tokolisis dapat memperpanjang kehamilan 24-48 jam dengan efekssamping ibu
yang minimal. Setara dengan golongan beta-mimetik seperti ritidrine.
itu sendiri karena kadar magnsium cairan serebrospinal tidak berubah pada wanita preeklampsia
beratyang tidak diobati apabila dibandingkan dengan kontrol normotensif. (1)Lipton dan
Rosenberg (1994) memperkirakan bahwa efek anti kejang disebabkan oleh blokade
influkskalsium neuron melalui saluran glutamat. Cotton (1992) memicu aktivitas kejang di regio
hipokampustikus karena hipokampus adalah regio ambang kejang yang rendah dan kepadatan
reseptor N-metil-D-aspartat yang tinggi. Reseptor-reseptor ini dikaitkan dengan berbagai model
epilepsi. Karena kejanghipokampus dapat dihambat oleh magnesium, diperkirakan bahwa resptor
N-metil-D-aspartat berperandalam kejang eklampsia. Yang penting, hasil-hasil seperti ini
mengisyaratkan bahwa magnesiummemiliki efek susunan saraf pusat dalam menghambat kejang.
(1)
EFEK PADA UTERUS
Ion-ion magnesium dalam konsentrasi yang relatif tinggi akan menekan kontraktilitas
miometrium, baik in vivo maupun in vitro. Dengan regimen seperti yang telah dijelaskan dan
kadar plasma yangditimbulkannya, belum pernah dijumpai bukti-bukti depresi miometrium
selain penurunan aktivitastransien selama dan segera setelah dosis bolus intravena awal. Leveno
(1998) meneliti hasil akhir persalinan dengan pemberian magnesium sulfat dan pemberian
fenitoin untuk penanganan preeklampsia, mendapat hasil bahwa magnesium sulfat tidak secara
bermakna mengubah stimulasi persalinan oleh oksitosis, interval rawat inap sampai janin keluar,
dan rute pelahiran. Hasil serupa jugadilaporkan oleh peneliti lain (Atkinson, 1995 ; Szal, 1999 ;
Witlin, 1997). (1)Mekanisme bagaimana magnesium dpaat menghambat kontraktilitas uterus
masih belum dikethaui,tetapi secara umum dianggap bahwa hal ini disebabkan oleh efek
megnesium terhdap kalsiumintraselular ular (Watt-Morse, 1995). Jalur regulatorik yang
mengarah pada kontraksi Ca2+ bebasintrasel ular, yang mengaktifkan rantai pendek miosin
kinase (Mizuki, 1993). Konsentrasi magnesium ekstraselular yang tinggi dilaporkan tidak saja
menghambat masuknya kalsium ke dalam sel miometrium tetapi juga menyebabkan kadar
magnesium intrasel ular meningkat.Peningkatan kadar magnesium intraselular ini dilaporkan
dapat menghambat masuknya kalsium kedalam sel – mungkin dengan menyekat saluran kalsium
(Mizuki, 1993). Mekanisme ihibisi kontraktilitas uterus ini tampaknya bergantung pada dosis
karena untuk menghambat kontraksi uterusdiperlukan kadar magnesium serum minimal 8 sampai
10 mEq/ l (Watt-Morse, 1995). Hal ini mungkin menjelaskan mengapa secara klinis tidak
tampak efek pada uterus apabila magnesium sulfat diberikan untuk terapi atau profilaksi
eklampsia. Secara spesifik, megnesium sulfat apabila diberikan secara intravena atau
intramuskular untuk preeklampsia atau eklampsia, menghasilkan kadar yang secarakonsisten di
bawah 8 – 10 mEq/ l sehingga tidak terjadi hambatan kontraktilitas uterus. (1)
EFEK PADA JANIN
Bayi baru lahir ibu yang mendapat pengobatan magnesium sulfat kemungkinan akan mengalami
hipermagnesemia dengan gejala gagal napas, refleks yang menurun dan gejala perut kembung
(akibat hipermagnesemia menekan fungsi otot polos usus sehingga menyebabkan ileus). Oleh
sebab itu pada bayi baru lahir tersebut sejak menit pertama sampai 1 jam setelah lahir harus
diamati :1. Tangis, apakah menangis lemah atau tidak ada tangisan2. Refleks, apakah lemah atau
menurun

3. Pernapasan, apakah perlu dilakukan resusitasi atau perlu bantuan pernapasan dengan alat
resusitasiMagnesium yang diberikan secara parenteral kepada ibu dengan cepat menembus
plasenta untuk mencapai keseimbangan di serum janin dalam derajat yang lebih ringan di cairan
amnion (Hallak,1993). Neonatus dapat mengalami depresi hanya apbila terjadi hipermagnesemia
yang parah saat lahir.Belum pernah dijumpai gangguan neonatus pada terapi dengan
meagnesium sulfat (Cunningham danPritchard, 1984). Apakah magnesium sulfat mempengaruhi
pola frekuensi denyut jantung janin,terutama variabilitas denyut demi denyut masih
diperdebatkan. Dalam sebuah penelitian acak yangmembandingkan infus magnesium sulfat
dengan infus salin, mendapatkan bahwa magnesium sulfat berkaitan dengan penuruanan sedikit
yang secara klinis tidak bermakna dalam variabilitas frekuensidenyut jantung janin.Sebagian
penulis menyatakan adanya kemungkinan efek protektif magnesium sulfat terhadap
cerebral palsy pada janin dengan berat lahir sangat rendah. Murphy (1995) mendapatkan bahwa
preeklampsiayang bersifat protektif terhadap cerebral palsy, dan bukan magnesium sulfat.
Namun Kimberlin (1996)tidak memperoleh manfaat tokolisis dengan magnesium sulfat pada
bayi yang lahir dengan beratkurang dari 1000 gram.
PENGAWASAN PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT DAN TERMINASI KEHAMILAN
Disini ditekankan bahwa pemberian obat-obat disertai pengawasan terus menerus. Jumlah dan
waktu pemberian obat disesuaikan dengan keadaan penderita pada tiap-tiap jam demi
keselamatannya dansedapat-dapatnya juga demi keselamatan janin dalam kandungan.Sebelum
diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita preeklamsia harus dihindarkan darisemua
rangsangan yang dapat menimbulkan kejang, seperti keributan, injeksi atau pemeriksaan
dalam.Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi, pernafasan
dicatat tiap 30menit pada suatu kertas grafik suhu dicatat tiap jam. Bila penderita belum
melahirkan, dilakukan pemeriksaan obstetrik untuk mengetahui saat permulaaan atau kemajuaan
persalinan. Untuk melancarkan pengeluaran sekret dari jalan pernafasan pada penderita koma,
penderita dibaringkandalam posisi terndelenberg dan selanjutnya dibalikkan kesisi kiri dan kanan
tiap jam untuk menghindari dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan
pernafasan, dan oksigendiberikan pada sianosis. Dauer cathether di pasang untuk mengetahui
diuresis dan untuk menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif. Balans cairan harus
diperhatikan dengan cermat.Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air yang
hilang melalui kulit dan paru-paru pada umumnya dalam 24 jam diberikan 2000 ml. Balans
cairan dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam.Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan
katabolismus jaringan dan asidosis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori
dilakukan dengan infuse dekstran, glukosa 10%,atau larutan asam amino, separti amino fusion.
Cairan yang terakhir ini mengandung kalori dan asamamino.Bila terjadi henti napas berikan
antidotum yakni glukonas calcicus 1 g IV pelan pelan disertaioksigenasi dan biasanya langkah
ini sudah cukup untuk mengatasi depresi napas tersebut. Bila terjadihenti napas (tidak pernah
terjadi pada dosis terapi) lakukan pula intubasi dan ventilasi aktif.Setelah kejang dapat diatasi
dan keadaan umum penderita diperbaiki maka direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau
mempercepat persalinan dengan cara aman. Apakah pengakhiran
kehamilan dilakukan dengan seksio sesaria atau dengan induksi persalinan pervaginam, hal
tersebuttergantung dari berbagai faktor, seperti keadan serviks, komplikasi obstetrik, paritas,
adanya ahlianesthesia dan sebagainya.Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik
bila dapat dilaksanakan secara cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklamsia gravidarum perlu
diadakan induksi dengan amniotomi dan infuse pitosin, setelah penderita bebas dari serangan
kejang selama 12 jam dan keadan serviks mengijinkan.Tetapi bila serviks masih lancip dan
tertutup terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi,atau ada persangkaan disproporsi
sefalopelviks, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
EFEKTIVITAS KLINIS TERAPI MAGNESIUM SULFAT
Pada abad ke 17 di Paris, eklampsia dihubungkan dengan 50% dari semua penyebab
kematianmaternal. Pertama kali digunakan regimen Magnesium Sulfat adalah pada tahun 1929 di
rumah sakitChicago Lying-In, dengan pemberian Magnesium Sulfat secara intramuskular
berhasil menurunkanangka kematian dari 36% menjadi 7%. Pasien-pasien dengan eklampsia di
Amerika Serikat sejak tahun1955 hingga 1980, kematian maternal sedikit demi sedikit berhasil
diturunkan dengan menggunakanterapi ini. (10)Lucas (1995) melaporkan hasil penelitiannya
pada 2000 wanita dengan hipertensi di Parkland Hospitaldalam penggunaan magnesium lebih
efektif apabila dibandingkan dengan fenitoin dalam profilaksikejang. Magnesium sulfat juga
dilaporkan efektif sebagai profilaksi kejang eklampsia apabiladibandingkan dengan diazepam
dan fenitoin pada 1700 wanita yang dilakukan acak pada 23 pusatkesehatan di 8 negara.
(10)Penelitian yang dilakukan MAGPIE dengan membandingkan magnesium sulfat dan dengan
pemberian plasebo, berhasil mencegah terjadinya eklampsia lebih dari 50% dari 10.000 wanita
yang ikut serta.Selain itu juga mengurangi angtka kematian maternal lebih dari setengah, tetapi
secara statistik hasiltidak signifikan. (10)Pada tahun 1995, dipublikasikan hasil-hasil dari uji
klinis multinasional terapi eklamsia. Studi theEclampsia Trial Collaborative Group (1995) ini
sebagian didanai oleh WHO dikoordinasikan oleh the National Perinatal Epidemiology Unit di
Oxford, Inggris. Studi ini menyertakan 1687 wanita denganeklampsia yang secara acak dibagi
untuk mendapat regimen anti kejang yang berlainan. Ukuran hasilakhir yang utama adalah
kekambuhan kejang dan kematian ibu. Pada satu penelitian, 453 wanita yangsecara acak
mendapat magnesium sulfat dibandingkan dengan 452 yang diberi diazepam. Pada penelitian
lain, 388 wanita eklamptik secara acak mendapat magnesium sulfat dan dibandingkandengan 387
wanita yang diberi fenitoin.Wanita yang mendapat terapi magnesium sulfat mengalami 50%
penurunan insiden kejang berulangdibandingkan dengan mereka yang mendapat diazepam.
Kematian ibu menurun pada wanita yangmendapat magnesium sulfat, namun walupun secara
klinis mengagumkan, namun perbedaan ini secarastatistik tidak bermakna. Secara spesifik,
terdapat 3,8 % kematian pada 453 wanita yang mendapatmagnesium sulfat diabndingkan dengan
5,1 % pada 452 yang mendapat diazepam. Morbiditas maternaldan perinatal tidak berbeda di
antara kedua kelompok dan tidak terdapat perbedaan dalam jumlahinduksi persalinan atau
SC.Pada perbandingan kedua, wanita yang secara acak mendapat magnesium sulfat
dibandingkan denganyang mendapat fenitoin memperlihatkan penuruanan 67% dalam kejang
berulang. Mortalitas ibu di

kelompok magnesium lebih rendah daripada di kelompok fenitoin (2,6 versus 5,2%). Penurunan
angka kematian ibu sebesar 50% yang mengesankan ini ternyata juga tidak bermakna secara
statistik.Pada perbandingan lain, wanita yang mendapat terapi magnesium sulfat lebih kecil
kemungkinannyamemerlukan ventilasi buatan, terjangkit pneumonia dan dirawat di ruang
perawatan intensif daripadamereka yang mendapat fenitoin. Neonatus dari wanita yang
mendapat magnesium sulfat secara bermakna lebih kecil kemungkinannya membutuhkan
intubasi saat pelahiran dan dirawat di ruang perawatan intensif dibandingkan neonatus yang lahir
dari ibu yang mendapt fenitoin.Infark cerebral dan perdarahan adalah salah satu sebab utama
kematian karena preeklampsia-eklampsia. Sejak ditemukannya magnesium sulfat sebagai
vasodilator cerebral, efek entieklampsi bekerja dengan mengurangi iskemia dengan mengurangi
vasospasme cerebral. Penelitian lain yangmembandingkan magnesium sulfat dengan vasodilator
spesifik cerebral nimodipin, memberikan hasilmagnesium sulfat masih lebih efektif sebagai
terapi profilaksi kejang pada preeklampsia berat. (11)Pada pemberian nimodipine kejang terjadi
pada 2,6% dari total pasien (819) sedang dengan pemberianmagnesium sulfat hanya 0,8% pasien
(831) terjadi kejang. 12 dari 21 pasien pada pemberian nimodipinmendapatkan kejang pada
periode antepartum dan 9 pasien kejang postpartum. Pasien yangmendapatkan profilaksi
magnesium sulfat kejang terjadi pada saat antepartum, tidak ada pasien yangmendapatkan kejang
berulang post partum. (11)Pasien dengan pemberian nimodipin dan mendapatkan terapi
hydralazine lebih banyak terjadieklampsia apabila dibandingkan dengan magnesium sulfat yang
disertai hydralazine juga (4% vs1,1%). Pada pasien tanpa diberikan hydralazine, frekuensi
terjadinya eklampsia pada pemberiannimodipin saja lebih banyak daripada dengan pemberian
magnesium sulfat (1,4 vs 0,5%). (11)Dari penelitian-penelitian di atas dapat dibuktikan bahwa
pemberian magnesium sulfat secara parenteral secara signifikan dapat mencegah eklampsia.
Perbedaan yang signifikan didapatkan pada perbandingan kejang postpartum yang dapat dicegah
dengan penggunaaan magnesium sulfat. Denganmengkaji penelitian dengan penggunaan
magnesium sulfat dan nimodipin, teori yang menyebutkanadanya vasospasme cerebral dan
iskemia adalah sebab predominan eklampsia tidak dapat dibuktikan.Karena dengan penggunaan
nimodipin tidak terbukti lebih efektif dibandingkan dengan magnesiumsulfat. (11)Penelitian
yang dipublikasikan sebelumnya oleh Belfort (2002), menjelaskan adanya perubahan
hemodinamik cerebral pada pasien preeklampsia. Peningkatan tekanan perfusi cerebral
adalah penyebab kerusakan utama dibandingkan penurunan aliran darah cerebral. Peningkatan
tekanan perfusicerebral adalah hasil dari barotrauma cerebral dan edema vasogenik. Nimodipin
memperlihatkan peningkatan tekanan perfusi cerebral pada pasien dengan preeklampsia,
sedangkan magnesium sulfat justru menurunkannya.(12) Nimodipin kurang efektif dibandingkan
dengan magnesium sulfat dalam mencegah kejang,menjelaskan bahwa kejang pada pasien
preeklampsia bukan disebabkan karena perdarahan yang banyak dalam kaitannya dengan
overperfusi (encephalopathy hipertensi) dan iskemi. Kejang yang lebih banyak terjadi dengan
terapi nimodipin akan menjelaskan bahwa dasar dari kerja nimodipin mengurangi perlindungan
vasokonstriksi dan memperburuk overperfusi. Efek ini bisa dibuktikan pada periode postpartum
dimana tingkat konstriktor yang dihasilkan plasenta akan menurun. (12)

KEUNTUNGAN PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT

o Cara pemberian mudah, sederhana, nyaman bagi pasieno Relatif mudah diperoleh dan
harganya pun relatif murah, sedangkan hasilnya cukup baik o Pada kadar terapi, kesadaran
pasien tidak terpengaruh meskipun Mg dapat melewati sawar (barrier) plasenta, namun hampir
tidak pernah mempengaruhi keadaan janin, kecuali terjadi hipermagnesia (>15mEq/L) pada saat
kala II
BAB III
KESIMPULAN
Preeklamsia-eklamsia merupakan penyebab kematian ibu yang penting disamping sepsis
dan pendarahan. Penyakit ini diklasifikasikan sebagai hipertensi yang di induksi oleh kehamilan.
Keadaan ini ditandai oleh hipertensi, udema dan proteinuria pada preeklamsia, diikuti oleh
kejang atau koma pada eklamsia.Penanganan atau pengobatan preeklamsia dan eklamsia hanya
dilakukan secara simtomatis. Tujuan utama penanganan adalah mencegah terjadinya preeklamsia
berat dan eklamsia, melahirkan janin hidup, melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
Pada kasus preeklamsia berat dan eklamsia, obat pilihannya adalah magnesium sulfat. Obat ini
harus digunakan untuk mencegah dan menerapi kejang dan karena itu dapat mencegah skuelnya.
Obat ini bekerja sebagai vasodilator serebral dan stabilisator membran, mengurangi iskemia dan
kerusakan neuron yang mungkin terjadi. Obat ini juga bisa bekerja sebagai anti konvulsan sentral
yang memblok reseptor N-methyl-D-aspartat. Magnesium sulfat mempunyai jangkauan terapi
yang luas dan monitoring klinis cukup dengan mengobservasi frekuensi pernapasan, saturasi
PO2 (pulse oximetry )dan reflek perifer. Magnesium sulfat selain dipakai untuk mencegah
kejang dapat dipakai untuk vasodilatasi uterus, efek lainnya adalah vasodilatasi pembuluh darah
sehingga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sementara dan diikuti oleh kenaikan nadi.
Dalam hal ini magnesium sulfat tidak dipakai sebagai anti hipertensi tetapi sebagai vasodilatasi
dari uterus. Dosis yang besar dapat mengakibatkan gangguan dari kontraksi uterus.Monitoring
ketat kadarnya dalam serum penting khususnya jika ada penurunan ekskresi ginjal, karena
kelebihan magnesium sulfat bisa menyebabkan depresi pernafasan berat dan bahkan kegagalan
fungsikardio respirasi untungnya ada antidotum kalsium glukonate yang bekerja cepat

Anda mungkin juga menyukai