Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

ENZIM

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biokimia

Yang dibina oleh Ibu Siti Imroatul Maslikah, S.Si., M.Si.

Oleh:

Kelompok 2 Offering H 2017

1. Aufa Zatin Nirwana (170342615538)


2. Bella Aulia (170342615567)
3. Fransisca Puspitasari (170342615530)
4. Nur Alfi Maghfirotus Sa’adah (170342615579)
5. Sa’diyatul Rizqie Amaliyah Firdaus (170342615537)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI BIOLOGI

APRIL 2018

ENZIM

TUJUAN

Tujuan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut.

1. Mengenal jenis-jenis enzim yang ada pada manusia dan tumbuhan.


2. Mengenal cara-cara isolasi enzim dari alam secara sederhana.
3. Mengenal substrat yang dikatalisis enzim.
4. Mengenal senyawa hasil katalisasi enzim.
5. Menjelaskan faktor-faktor yang nerpengaruh pada aktifitas enzim
DASAR TEORI
ALAT DAN BAHAN
PROSEDUR KERJA
DATA
Tabel Kompilasi Aktivitas Enzim
Papain Bromealin
Macam Kacang
Perubahan Saliva Susu Albumin Susu Susu Albumin Susu
Uji Hijau
Kedelai Telur Sapi Kedelai Telur Sapi
IKI Tabung 1 Kuning Putih
kecoklat keruh
an menjadi
kuning
Tabung 2 Biru Putih
kehitam keruh
an menjadi
kuning
Tabung 3
Benedict Tabung 1 Biru Biru
pekat- menjadi
coklat kuning
kehitam
an
Tabung 2 Biru
tetap
biru
Tabung 3
Benedict Tabung 1 Biru
menit ke- menjadi
30 kuning
pekat
Tabung 2 Biru
tetap
biru
Tabung 3
Ninhidri menit ke-15 +++ + +++ ++ +++ +++
n menit ke-30 ++++ ++ ++++ +++ ++++ ++++
Keterangan:
- Enzim papain → (+) mengandung asam amino = biru.
- Enzim bromealin → (+) mengandung asam amino = biru.
- Uji Ninhidrin Enzim Papain dan Enzim Bromealin:
+ = Sangat pudar
++ = Pudar
+++ = Pekat
++++ = Sangat pekat
Tabel Kompilasi Pengaruh Kerja Enzim
Uji Perubahan Suhu pH Konsentrasi Enzim Konsentrasi Substrat
Menit ke- Tabung 1
15
Tabung 2
Tabung 3
Tabung 4
Benedict Tabung 1 Biru→biru Biru→biru + (Hijau) ++++ (Hijau
keruh kehijauan kecoklatan)
Tabung 2 Biru→hijau Biru→dengan ++++ (Hijau +++ (Hijau
pekat endapan hijau kecoklatan) kecoklatan)
endapan
kuning
Tabung 3 Biru→hijau Biru→hijau +++ (Hijau ++ (Hijau kecoklatan)
pekat keruh kecoklatan)
endapan endapan
kuning kuning
Tabung 4 Biru→hijau ++ (Hijau kecoklatan) + (Hijau muda)
pekat
endapan
kuning
IKI Tabung 1 Kuning Biru ++++ (Ungu) + (Coklat muda)
pekat kehitaman
Tabung 2 Kuning Biru +++ (Ungu) ++ (Coklat)
Tabung 3 Kuning Kuning + (Coklat pudar) +++ (Merah bata)
kehitaman
Tabung 4 Kuning ++ (Coklat pudar) ++++ (Coklat pekat)
Keterangan:
Uji Benedict Konsentrasi Enzim:
+ = Hijau
++ = Hijau kecoklatan
+++ = Hijau kecoklatan pekat
++++ = Hijau kecoklatan sangat pekat
Uji IKI Konsentrasi Enzim:
+ = Coklat pudar
++ = Coklat pekat
+++ = Ungu pekat
++++ = Ungu sangat pekat
Uji Benedict Konsentrasi Substrat:
+ = Hijau muda
++ = Hijau kecoklatan
+++ = Hijau kecoklatan pekat
++++ = Hijau kecoklatan sangat pekat
Uji IKI Konsentrasi Substrat:
+ = Coklat muda
++ = Coklat
+++ = Merah bata
++++ = Coklat pekat
ANALISIS DATA
Pada percobaan pertama yaitu mengetahui aktivitas enzim amilase dari
saliva digunakan bahan uji yaitu saliva dan HCl dengan reagen larutan IKI dan
Benedict. Pada percobaan ini digunakan 1 tabung reaksi yang diisi 2 ml suspensi
amilum 2%. Untuk perbandingan percobaan ini dilakukan dalam waktu yang
berbeda yaitu menit ke-15.

Pada menit ke-15, tabung reaksi yang ditambahkan saliva setelah


diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi kuning kecoklatan
sedangkan amilum dan saliva yang diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan
warna menjadi coklat kehitaman. Kemudian pada tabung kedua yang ditambahkan
larutan HCl setelah diteteskan larutan IKI warna berubah menjadi biru kehitaman.

Pada percobaan kedua untuk mengetahui aktivitas enzim amilase dari


ekstrak kecambah kacang hijau dilakukan perlakuan yang sama dengan percobaan
pertama.

Pada menit ke-15, pelat tetes pertama yang ditambahkan amilase dari
ekstrak kecambah setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna dari
putih keruh menjadi warna ungu kehitaman sedangkan amilum dan amilase
kecambah yang diteteskan larutan Benedict pada tabung reaksi terjadi perubahan
warna dari biru menjadi kuning. Kemudian pada pelat tetes kedua yang
ditambahkan larutan HCl setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan dari
putih keruh menjadi kuning sedangkan amilum dan HCl yang diteteskan larutan
Benedict pada tabung reaksi tidak terjadi perubahan warna atau tetap berwarna
biru.

Pada menit ke-30, amilum dan amilase dari ekstrak kecambah yang diteteskan
larutan Benedict pada tabung reaksi terjadi perubahan warna dari biru menjadi
kuning pekat. Kemudian pada tabung reaksi kedua, amilum dan HCl yang
diteteskan larutan Benedict tidak terjadi perubahan warna atau tetap berwarna
biru.

Pada percobaan ketiga untuk mengetahui aktifitas enzim papain digunakan


bahan uji yaitu susu kedelai, albumin telur dan susu sapi dengan reagen larutan
Ninhidrin. Pada percobaan ini digunakan 3 tabung reaksi yang diisi 2 ml susu
kedelai, albumin telur dan susu sapi. Untuk perbandingan percobaan ini dilakukan
dalam waktu yang berbeda yaitu menit ke-15 dan menit ke-30.

Pada menit ke-15, tabung reaksi yang berisi susu kedelai ditambahkan perasan
buah nanas setelah diteteskan larutan Ninhidrin terjadi perubahan warna menjadi
biru pekat, sedangkan albumin telur yang ditambahkan perasan buah nanas setelah
diteteskan larutan Ninhidrin terjadi perubahan warna menjadi biru sangat pudar
dan pada susu sapi yang ditambahkan perasan buah nanas setelah diteteskan
larutan Ninhidrin terjadi perubahan menjadi warna biru pekat.

Pada menit ke-30, tabung reaksi yang berisi susu kedelai ditambahkan perasan
buah nanas setelah diteteskan larutan Ninhidrin terjadi perubahan warna menjadi
biru sangat pekat, sedangkan albumin telur yang ditambahkan perasan buah nanas
setelah diteteskan larutan Ninhidrin terjadi perubahan warna menjadi biru pudar
dan pada susu sapi yang ditambahkan perasan buah nanas setelah diteteskan
larutan Ninhidrin terjadi perubahan menjadi warna biru sangat pekat.

Pada percobaan keempat untuk mengetahui aktivitas enzim bromealin


digunakan bahan uji yaitu susu kedelai,albumin telur dan susu sapi dengan reagen
larutan Ninhidrin. Pada percobaan ini digunakan 3 tabung reaksi yang diisi 2 ml
susu kedelai, albumin telur dan susu sapi. Untuk perbandingan percobaan ini
dilakukan dalam waktu yang berbeda yaitu menit ke-15 dan menit ke-30.

Pada menit ke-15,tabung reaksi yang berisi susu kedelai ditambahkan perasan
buah nanas setelah diteteskan larutan Ninhidrin terjadi perubahan warna menjadi
ungu pekat. Sedangkan albumin telur dan perasan buah nanas yang diteteskan
larutan Ninhidrin terjadi perubahan menjadi ungu pekat lalu terakhir susu sapi dan
perasan buah nanas yang diteteskan larutan Ninhidrin terjadi perubahan menjadi
ungu pekat.

Pada menit ke-30,tabung reaksi yang berisi susu kedelai ditambahkan perasan
buah nanas setelah diteteskan larutan Ninhidrin tidak terjadi perubahan warna
yakni tetap ungu pekat. Sedangkan albumin telur dan perasan buah nanas yang
diteteskan larutan Ninhidrin terjadi perubahan menjadi ungu sangat pekat lalu
terakhir susu sapi dan perasan buah nanas yang diteteskan larutan Ninhidrin
terjadi perubahan menjadi ungu sangat pekat.

Pada percobaan selanjutnya yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang


mempengaruhi kerja enzim digunakan bahan yang diuji yaitu saliva dengan
reagen larutan Benedict dan IKI. Pada percobaan ini variabel yang mempengaruhi
yaitu suhu, pH, konsentrasi enzim dan konsentrasi substat.

Pada percobaan pertama yaitu untuk mengetahui pengaruh suhu dalam


aktifitas kerja enzim digunakan 4 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan
2 ml suspensi amilum 2% lalu ditambahkan 1 ml saliva kemudian masing-masing
tabung reaksi diletakkan di tempat yang berbeda dan dibiarkan selama 15 menit.
Pada tabung pertama yang diletakkan didalam air es setelah diteteskan larutan
Benedict terjadi perubahan warna dari warna biru menjadi biru keruh, sedangkan
setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan menjadi kuning pekat.

Pada tabung kedua yang diletakan pada suhu 38°C setelah diteteskan larutan
Benedict terjadi perubahan warna dari warna biru menjadi hijau pekat dengan
endapan berwarna kuning, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi
perubahan menjadi kuning.
Pada tabung ketiga yang diletakkan pada suhu 92°C setelah diteteskan larutan
Benedict terjadi perubahan warna dari warna biru menjadi hijau pekat dengan
endapan kuning, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan
menjadi kuning.

Pada tabung keempat yang diletakkan pada suhu ruang (25°C) setelah diteteskan
larutan Benedict terjadi perubahan warna dari warna biru menjadi hijau pekat
dengan endapan kuning, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi
perubahan menjadi kuning. Dari keempat perlakuan yang paling menunjukkan
enzim bekerja pada suhu optimum yaitu 38°C.

Pada percobaan kedua yaitu untuk mengetahui pengaruh pH dalam


aktifitas kerja enzim digunakan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan
2 ml suspensi amilum 2% lalu ditambahkan 1 ml saliva kemudian masing-masing
tabung reaksi ditambahkan larutan yang berbeda dan dibiarkan selama 15 menit.

Pada tabung pertama ditambahkan 8 tetes larutan HCl 1 N setelah diteteskan


larutan Benedict warna biru tua tetap menjadi biru kehijauan, sedangkan setelah
diteteskan larutan IKI terjadi perubahan dari putih keruh menjadi biru kehitaman.

Pada tabung kedua yang ditambah 8 tetes larutan NaOH 1 N setelah diteteskan
larutan Benedict terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi warna hijau
dengan endapan, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan
warna dari putih menjadi biru.

Pada tabung ketiga tanpa ditambah dengan larutan HCl dan NaOH, setelah
diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna dari hijau keruh dengan
endapan berwarna kuning, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi
perubahan warna dari putih menjadi kuning.

Pada percobaan ketiga yaitu untuk mengetahui pengaruh konsentrasi


enzim dalam aktifitas kerja enzim digunakan 4 tabung reaksi yang masing-masing
diisi dengan 2 ml suspensi amilum 2% lalu ditambahkan saliva dengan jumlah
yang berbeda dan dibiarkan selama 15 menit.
Pada tabung pertama yang ditambahkan 0,5 ml saliva setelah diteteskan larutan
Benedict terjadi perubahan warna menjadi hijau, sedangkan setelah diteteskan
larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi ungu sangat pekat.

Pada tabung kedua yang ditambahkan 1 ml saliva setelah diteteskan larutan


Benedict terjadi perubahan warna menjadi hijau kecoklatan sangat pekat,
sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi ungu
pekat.

Pada tabung ketiga yang ditambahkan 1,5 ml saliva setelah diteteskan larutan
Benedict terjadi perubahan warna menjadi hijau kecoklatan pekat, sedangkan
setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi coklat muda.

Pada tabung keempat yang ditambahkan 2 ml saliva setelah diteteskan larutan


Benedict terjadi perubahan warna menjadi hijau kecoklatan, sedangkan setelah
diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi coklat.

Pada percobaan keempat yaitu untuk mengetahui pengaruh konsentrasi


substrat dalam aktifitas kerja enzim digunakan 4 tabung reaksi yang masing-
masing diisi dengan 1 ml saliva lalu ditambahkan suspensi amilum yang
bervariasi dan dibiarkan selama 15 menit.
Pada tabung pertama yang ditambahkan 1 ml suspensi amilum, setelah
diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna hijau kecoklatan sangat
pekat, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi
coklat muda.
Pada tabung kedua yang ditambahkan 2 ml suspensi amilum, setelah
diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna hijau kecoklatan pekat,
sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi coklat.
Pada tabung ketiga yang ditambahkan 3 ml suspensi amilum, setelah
diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi hijau kecoklatan,
sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi merah
bata.
Pada tabung keempat yang ditambahkan 4 ml suspensi amilum, setelah
diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi hijau muda,
sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi coklat
pekat.

PEMBAHASAN
A. Aktivitas Enzim Amilase dari Saliva dan Kecambah Kacang Hijau,
Enzim Papain dan EnzimBromealin
1. Aktivitas amilase dari saliva

Percobaan pertama adalah percobaan untuk mengetahui aktivitas amilase


dari saliva. Percobaan dilakukan dengan meletakkan suspensi amilum pada tabung
reaksi pertama yang kemudian ditambahkan amilase dari saliva. Setelah itu
dikocok dan didiamkan selama 15 menit, ditetesi dengan menggunakan reagen
IKI. Hasil menunjukkan larutan yang diuji berubah warna menjadi kuning
kecoklatan. Perubahan warna menjadi kuning tersebut menunjukkan bahwa enzim
amilase bekerja yaitu dengan mulai menghidrolisis amilum menjadi maltosa
(disakarida) dan glukosa (monosakarida). Sedangkan, seharusnya pada saat
pengamatan ditemukan lingkaran hitam kecil yang terbentuk menunjukkan ikatan
kimia antara reagen IKI dengan amilum mulai terlepas.

Kesalahan pada percobaan ini dapat terjadi karena kurangnya ketelitian


praktikan dalam menjalankan prosedur percobaan atau juga karena kurangnya
ketelitian dalam mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan uji.

Percobaan selanjutnya adalah uji benedict. Dimana percobaan dilakukan


dengan menambahkan masing-masing 15 tetes fehling A dan B yang telah
dikocok hingga tercampur pada tabung reaksi yang berisikan suspensi amilum dan
saliva sebanyak 5 tetes. Setelah itu dipanaskan diatas lampu spirtus hingga
mendidih atau selama 2 menit. Larutan tersebut didiamkan selama 15 menit. Hasil
yang didapat adalah larutan yang diuji dari berwarna biru menjadi coklat
kehitaman.

Hasil percobaan pada menit ke-15 yang menunjukkan larutan berwarna


coklat kehitaman kurang sesuai dengan teori, karena seharusnya muncul warna
biru muda yang berkaitan dengan terbentuknya lingkaran hitam pada percobaan
menit ke-15 dengan menggunakan reagen IKI. Karena dalam kondisi ini,
seharusnya kadar amilum yang terhidrolisis lebih sedikit dan kadar glukosa (gula
pereduksi) masih relatif sedikit sehingga menunjukkan larutan negatif terhadap uji
benedict. Hal ini ditunjukkan oleh uji benedict seharusnya berwarna biru yang
lebih muda.

Kesalahan pada percobaan ini dapat terjadi karena kurangnya ketelitian


praktikan dalam menjalankan prosedur percobaan atau juga karena kurangnya
ketelitian dalam mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan uji.

Pada percobaan selanjutnya adalah percobaan untuk mengetahui aktivitas


amilase dari saliva. Percobaan dilakukan dengan meletakkan suspensi amilum
ditambah saliva pada tabung reaksi yang kemudian ditambahkan HCl 1 N. Setelah
itu dikocok dan didiamkan selama 15 menit, dan ditetesi dengan menggunakan
reagen IKI. Hasil menunjukkan larutan yang diuji berubah warna menjadi kuning.
Tingkat pH pada HCl 1 N adalah bernilai 0, dimana HCl 1 N setara dengan HCl 1
M sehingga pH HCl dapat dijelaskan sebagai berikut :

pH = -log [H+]
pH = - log 1
pH = 0

Perubahan warna menjadi biru kehitaman tersebut menunjukkan bahwa


enzim amilase bekerja yaitu dengan menghidrolisis amilum menjadi maltosa (
disakarida), namun aktifitasnya berkurang sangat signifikan karena pengaruh HCl.
HCl yang merupakan asam kuat (tergolong asam kuat karena ion H+nya
terionisasi sempurna, HCl  H+ + Cl-) akan menurunkan aktifitas enzim amilase
yang bekerja optimum pada pH yang netral yaitu 7.

Kesalahan pada percobaan ini dapat terjadi karena faktor human error
seperti kurangnya ketelitian praktikan dalam menjalankan prosedur percobaan
atau juga karena kurangnnya ketelitian praktikan dalam mengamati perubahan
warna yang terjadi pada larutan uji.

2. Aktivitas enzim amilase dari ekstrak kecambah kacang hijau


Pada praktikum kali ini, dilakukan pengamatan terhadap aktivitas enzim
amilase. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu kecambah kacang
hijau yang sudah dihaluskan. Dalam praktikum aktivitas enzim amilase digunakan
kecambah kacang hijau karena kacang hijau mudah di dapatkan dan kecambah
mengandung enzim α-amilase yang mudah untuk diisolasi dibandingkan kacang-
kacangan lainnya. Enzim α-amilase terdapat di plasma sel sehingga mudah
diisolasi (Suarni, 2007).
Dalam membuat ekstrak kecambah kacang hijau, bahan yang dibutuhkan
diantaranya adalah kecambah dan aquades. Sedangkan cara membuat ekstrak
kacang hijau yakni pertama, kecambah kacang hijau yang telah dicuci diambil
sebanyak 25 gram kemudian digerus dalam sedikit aquades hingga halus dan
disaring. Aquades ditambahkan kembali dan dilakukan penyaringan hingga
diperoleh sari kecambah kacang hijau sebanyak 50 ml. Proses menghaluskan
kecambah dimaksudkan untuk merusak jaringan dan dinding sel, sehingga isi sel
dapat keluar. Penyaringan mendapatkan filtrat atau isi sel yang merupakan enzim
amilase kasar.
Setelah isolasi enzim selesai dilakukan, kegiatan berikutnya yakni
pengujian aktivitas enzim amilase. Pertama, dilakukan uji amilum, 2 ml suspensi
amilum 2 % dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml
amilase dari ekstrak kecambah. Setelah dibiarkan selama 15 menit diambil 3 tetes,
kemudian diteteskan pada pelat tetes dan diberi 1 tetes larutan IKI. Dari perlakuan
tersebut, diperoleh hasil larutan yang awalnya berwarna putih keruh berubah
menjadi ungu dengan campuran warna hitam. Seharusnya pada uji tersebut terjadi
reaksi positif yang ditunjukkan dengan perubahan warna yakni larutan yang yang
awalnya berwarna putih keruh berubah menjadi kuning dengan lingkaran biru
kehitaman ditengahnya.
Pengujian aktivitas enzim amilase kedua, dilakukan uji amilum, 2 ml
suspensi amilum 2 % dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1
ml amilase dari ekstrak kecambah lalu ditambah HCL 1 N sebanyak 1 ml. Setelah
dibiarkan selama 15 menit diambil 3 tetes, kemudian diteteskan pada pelat tetes
dan diberi 1 tetes larutan IKI. Dari perlakuan tersebut, diperoleh hasil larutan yang
awalnya berwarna putih keruh berubah menjadi kuning, hal ini dikarenakan
adanya HCL 1 N yang menurunkan aktifitas enzim amilase.
Percobaan selanjutnya yakni uji gula reduksi menggunakan reagen fehling
A dan B (benedict). Pertama, diambil fehling A dan fehling B masing-masing 15
tetes ke dalam tabung reaksi. Kemudian dikocok hingga tercampur dan
ditambahkan suspensi amilum yang diuji sebanyak 5 tetes, larutan kemudian
dipanaskan mengunakan penjepit dan pembakar spiritus hingga mendidih atau
selama 2 menit. Saat memanaskan tabung reaksi dijepit dengan posisi penjepit
berada di tengah tabung reaksi. Hal ini dimaksudkan agar tabung reaksi tidak
jatuh saat dipanaskan. Pada saat memanaskan, tabung reaksi digoyang-goyangkan
dan mulut tabung reaksi tidak mengarah pada praktikan untuk menjaga
keselamatan kerja di laboratorium. Setelah pemanasan terjadi perubahan warna.
Pada tabung satu, larutan amilum yang ditambahkan fehling A dan B lalu
didiamkan selama 15 menit yang awalnya berwarna biru berubah menjadi kuning.
Larutan tersebut bereaksi positif terhadap uji fehling A dan B karena amilum
mulai dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi maltose dan glukosa. Biasanya
warna zat yang diuji dengan benedict akan berubah menjadi hijau kekuningan,
cokelat hingga merah bata. Hal ini yang menunjukkan besar kecilnya amilum
yang terhidrolisis menjadi glukosa.
Sementara, ketika diuji dengan didiamkan selama 30 menit terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi kuning pekat, dan hal ini sesuai dengan
teori yang menyebutkan bahwa uji benedict merupakan uji kandungan glukosa.
Biasanya warna zat yang diuji dengan benedict akan berubah menjadi hijau
kekuningan, cokelat hingga merah bata. Hal ini yang menunjukkan besar kecilnya
amilum yang terhidrolisis menjadi glukosa.
Sedangkan ketika diuji dengan benedict pada tabung dua, diperoleh hasil yang
sama antara didiamkan 15 menit dengan didiamkan 30 menit yakni dari biru tetap
menjadi biru atau tidak terjadi perubahan warna. Seharusnya, terdapat perbedaan
diantara keduanya. Suspensi amilum yang telah diberi HCl 1 N dan didiamkan
selama 30 menit seharusnya menghasilkan warna yang lebih muda ketika diuji
dengan benedict dibandingkan dengan yang didiamkan selama 15 menit. Hal ini
dikarenakan, semakin lama waktunya semakin banyak amilum yang bereaksi
dengan HCl sehingga struktur amilum atau ikatan-ikatan pada amilum lebih
banyak yang mengalami kerusakan. Kesalahan yang terjadi pada percobaan ini
dapat dikarenakan oleh kurangnya ketelitian dalam mengamati perubahan warna
dan kurang tepat dalam pemberian volum ekstrak enzim yang diperlukan.
3. Aktivitas enzim papain
Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai aktivitas enzim papain
dengan melakukan uji nihidrin untuk mengetahui adanya asam amino bebas yang
terkandung dalam susu kedelai,albumin telur dan susu sapi segar. Dalam
praktikum ini dibutuhkan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan susu
kedelai, dan albumin telur, serta susu sapi segar.
Tabung pertama yang berisi 2 ml susu kedelai dan 15 tetes getah pepaya
kemudian didiamkan 15 menit lalu diambil 15 tetes larutan dan ditambahkan 3
tetes pereaksi nihidrin yang kemudian dipanaskan diatas lampu spirtus kemudian
terbentuk warna biru pekat disertai endapan berwarna ungu. Perubahan warna
menjadi biru pekat atau ungu kehitaman menandakan bahwa susu kedelai
mempunyai gugus asam amino. Hal ini juga mendasari bahwa uji Nihidrin dapat
digunakan untuk menentukan asam amino bebas. Semua asam amino, atau peptida
yang mengandung 2 amino bebas akan bereaksi dengan nihidrin membentuk
senyawa kompleks berwarna biru-ungu (Abbas, 2000).
Sedangkan pada menit ke 30 setelah larutan tersebut ditetesi oleh 3 tetes
pereaksi nihidrin dan dipanaskan diatas lampu spirtus menghasilkan warna biru
sangat pekat dengan endapan berwarna ungu kebiruan. Terbentuknya warna
tersebut karena pada larutan tersebut dapat bereaksi dengan peraksi nihidrin.
Perubahan warna menjadi lebih pekat atau kehitaman menunjukkan bahwa
kandungan asam amino didalamnya lebih besar.
Tabung kedua yang berisi 2 ml albumin telur dan 15 tetes getah pepaya
kemudian didiamkan 15 menit lalu diambil 15 tetes larutan dan ditambahkan 3
tetes pereaksi nihidrin yang kemudian dipanaskan diatas lampu spirtus kemudian
terbentuk warna biru sangat pudar dengan disertai endapan berwarna ungu pudar.
Perubahan warna menjadi ungu atau biru pudar menandakan bahwa albumin
mempunyai gugus asam amino. Pada bahan albumin telur terbentuk warna yang
lebih pudar dibandingkan dengan bahan lainnya, karena kandungan asam amino
didalam albumin telur lebih sedikit daripada susu kedelai dan susu segar (Novita,
2009).
Sedangkan pada menit ke-30 setelah larutan tersebut ditetesi oleh 3 tetes
pereaksi nihidrin dan dipanaskan diatas lampu spirtus menghasilkan warna biru
pudar dengan disertai endapan berwarna ungu pudar. Terbentuknya warna biru
pudar menunjukkan bahwa reaksi tersebut tidak dapat bereaksi dengan peraksi
nihidrin dan tidak terdapat gugus amin. Hal ini sesuai bahwa semua asam amino,
atau peptida yang mengandung 2 amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin
membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu. (Abbas, 2000).
Tabung ketiga berisi 2 ml susu sapi dan 15 tetes getah pepaya kemudian
didiamkan 15 menit lalu diambil 15 tetes larutan dan ditambahkan 3 tetes pereaksi
nihidrin yang kemudian dipanaskan diatas lampu spirtus kemudian terbentuk
warna biru pekat dekat dengan endapan berwarna ungu. Perubahan warna menjadi
ungu menandakan bahwa susu kedelai mempunyai gugus asam amino. Hal ini
juga mendasari bahwa uji Nihidrin dapat digunakan untuk menentukan asam
amino bebas. Ninhidrin dapat mengubah asam amino menjadi suatu aldehida
terdapat endapan berwarna ungu pudar.
Sedangkan pada menit ke 30 setelah larutan tersebut ditetesi oleh 3 tetes
pereaksi nihidrin dan dipanaskan diatas lampu spirtus menghasilkan warna biru
sangat pekat dengan endapan berwarna ungu kebiruan. Terbentuknya warna biru
pekat atau ungu kehitaman karena pada larutan tersebut dapat bereaksi dengan
peraksi nihidrin. Perubahan warna menjadi lebih pekat atau kehitaman
menunjukkan bahwa kandungan asam amino didalamnya lebih besar. Endapan
yang terbentuk merupakan akibat dari aktivitas enzim protease yang memutus
ikatan peptida pada protein. Protein dapat dihidrolisis dengan bantuan enzim yaitu
enzim protease. Fungsi dari enzim protease tersebut yaitu untuk memutus ikatan
peptida yang menyebabkan terjadinya perubahan tekstur.
Kesalahan yang terjadi pada percobaan ini dapat dikarenakan oleh
kurangnya ketelitian dalam mengamati perubahan warna dan kurang tepat dalam
pemberian volum ekstrak enzim yang diperlukan
4. Aktivitas enzim bromealin
Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai aktivitas enzim
bromealin dengan melakukan uji ninhidrin untuk mengetahui adanya asam amino
bebas yang terkandung dalam albumin telur, susu kedelai dan susu sapi segar.
Dalam praktikum ini dibutuhkan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi
dengan albumin telur, susu kedelai dan susu sapi segar.

Untuk tabung pertama yang berisi susu kedelai setelah didiamkan 15 menit
kemudian diambil 15 tetes larutan dan ditambahkan 3 tetes pereaksi ninhidrin
yang kemudian dipanaskan dalam penangas air warna yang terbentuk adalah biru
pudar.

Sedangkan pada menit ke 30 perubahan warna yang terjadi setelah


ditambahkan 3 tetes peraksi ninhidrin dan dipanaskan adalah tetap namun lebih
pekat dibanding menit ke 15.

Pada tabung kedua yang berisi albumin telur ditambahkan 15 tetes enzim
bromelialin kemudian didiamkan selama 15 menit. Setelah 15 menit berlalu, pada
tabung yang kedua yang berisi albumin telur yang sudah bercampur dengan 15
tetes enzim bromelialin selama 15 menit diambil 15 tetes bahan dan ditambahkan
3 tetes pereaksi ninhidrin. Setelah dikocok dan dipanaskan dalam penangas air
larutan tersebut menghasilkan warna biru pekat.

Sedangkan pada menit ke 30 setelah larutan tersebut ditetesi oleh 3 tetes


pereaksi ninhirin dan dipanaskan menghasilkan warna biru yang lebih pekat
dibanding pada menit ke 15 dan disertai adanya gumpalan.

Pada perlakuan yang terakhir yaitu tabung yang berisi susu sapi segar yang
sudah dicampur enzim bromealin dan sudah didiamkan selam 15 menit setelah
ditetesi oleh 3 tetes pereaksi ninhidrin dan dipanaskan dalam penangas air warna
yang terbetuk adalah biru pekat. Hal ini juga terjadi pada menit ke 30, setelah
larutan ditetesi 3 tetes pereaksi ninhidrin dan dipanaskan warna yang terbentuk
juga tetap biru sangat pekat namun pada menit ini juga terbentuk adanya
gumpalan. Pada hasil percobaan ini warna yang terbentuk pada menit ke 30 lebih
pekat jika dibandingkan dengan menit ke 15.
Hal ini dikarenakan pada menit ke 30, enzim bromealin dari nanas tersebut
sudah banyak menghidrolisis protein menjadi asam amino sehingga kadar
proteinnya berkurang dan kadar asam amino meningkat sehingga menghasilkan
warna yang lebih pekat jika dibandingkan dengan menit ke 15 saat di uji dengan
ninhidrin.

Uji ninhidrin ini dimaksudkan untuk mendeteksi adanya asam amino. Dan
apabila larutan yang kita ujikan menghasilkan warna ungu atau biru pekat maka
larutan tersebut bereaksi dengan asam amino. Dari ketiga percobaan ini didapat
bahwa larutan susu sapi segar membentuk warna biru pekat dan biru sangat pekat
karena pada larutan tersebut dapat bereaksi dengan peraksi ninhidrin. Hal ini
menandakan bahwa susu sapi segar mempunyai gugus asam amino.

Semakin banyak ninhidrin pada zat uji yang dapat bereaksi, semakin pekat
warnanya. Hal ini juga mendasari bahwa uji Ninhidrin dapat digunakan untuk
menentukan asam amino secara kuantitatif. Sedangakan endapan yang terbentuk
merupakan akibat dari aktivitas enzim protease yang memutus ikatan peptida pada
protein. Protein dapat dihidrolisis dengan bantuan enzim yaitu enzim protease.
Fungsi dari enzim protease tersebut yaitu untuk memutus ikatan peptida yang
menyebabkan terjadinya perubahan tekstur. Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh enzim yang terkandung dalam ekstrak nanas dalam proses
hidrolisis protein.

B. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim

1. Pengaruh suhu terhadap kinerja enzim

Pada percobaan selanjutnya adalah untuk mengetahui pengaruh suhu


terhadap kinerja enzim. Dimana percobaan dilakukan dengan meletakkan suspensi
amilum sebanyak 2 ml dan ditambah larutan saliva sebanyak 1 ml pada 4 buah
tabung reaksi yang berbeda. Tabung 1 dimasukkan pada air es, tabung 2
dimasukkan pada penangas air bersuhu 380 C, tabung 3 dimasukkan pada
penangas air mendidih (920C), tabung 4 diletakkan pada suhu ruang (250C).
Selanjutnya, dbiarkan selama 15 menit. Kemudian masing-masing tabung tetesi
dengan larutan IKI. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabung 1 ( air es)  berwarna kuning pekat
Tabung 2 ( suhu 380C )  berwarna kuning
Tabung 3 ( suhu 1000C )  berwarna kuning kehitaman
Tabung 4 ( suhu ruang (250C))  berwarna kuning

Enzim jika dipanaskan ± diatas suhu 400C akan mengalami denaturasi


(kerusakan) karena gaya-gaya ikatan lemah penting yang terdapat didalam enzim
akan rusak akibat meningkatnya getaran termal pada suhu yang tinggi. Enzim juga
sangat sensitif terhadap suhu yang rendah. Enzim tidak akan bekerja pada suhu
yang rendah karena gaya-gaya lemah pada sub unit tunggal enzim terganggu pada
bentuk polimeriknya. (Biokimia ; Rex Montgomery). Suhu optimum enzim untuk
bekerja secara optimal adalah berbeda-beda sesuai dengan jaringan penghasilnya.
Namun kebanyakan enzim akan bekerja optimal pada suhu 370C-400C.

Hasil percobaan yang telah didapatkan mengalami kesalahan karena


berdasar teori seharusnya pada suhu 1000C enzim akan mengalami denaturasi
(kerusakan) akibat suhu termal yang terlalu tinggi, dan ketika diletakkan pada
suhu ruang seharusnya ia bekerja namun tidak secara optimal karena masih
terdapat suhu yang menggerakkan gaya gaya lemah penyusun enzim untuk
bekerja. Ketika dimasukkan pada air es seharusnya ia tidak akan bekerja dengan
penanda warna kuning jernih atau tidak terdapatnya lingkaran hitam karena suhu
rendah mengakibatkan gaya-gaya lemah penyusun enzim untuk bekerja tidak akan
aktif. Sedangkan pada suhu 380C seharusnya suhu yang paling optimal bagi enzim
amilase untuk bekeja.

Kesalahan percobaan yang terjadi dikrenakan kurang lamanya proses


pendinginan maupun proses pemanasan sehingga hasil uji tidak menunjukkan data
yang akurat. Atau mungkin juga dikerenakan kurangnya ketelitian dari praktikan
ketika mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan uji.

Percobaan selanjutnya adalah uji benedict. Dimana percobaan dilakukan


dengan menambahkan masing-masing 15 tetes fehling A dan B yang telah
dikocok hingga tercampur pada tabung reaksi yang berisikan suspensi amilum +
saliva sebanyak 5 tetes. Setelah itu dipanaskan diatas lampu spirtus hingga
mendidih atau selama 2 menit. Hasil percobaan diperoleh sebagai berikut :
Tabung 1 ( air es)  berwarna biru keruh
Tabung 2 ( suhu 380C )  berwarna hijau pekat endapan kuning
Tabung 3 ( suhu 920C )  berwarna hijau pekat endapan kuning
Tabung 4 ( suhu ruang )  berwarna hijau pekat endapan kuning

Hasil percobaan yang kami lakukan mengalami kesalahan karena berdasar


teori hasil pada uji dengan reagen benedict adalah kebalikan dari uji dengan
reagen IKI. Dimana seharusnya pada suhu optimal (pada suhu 380C) ketika diuji
dengan benedict menghasilkan warna yang lebih gelap yakni kecokelatan dan
pada suhu ruang ketika larutan uji ditetesi reagen benedict akan berwarna lebih
muda dari hasil uji pada suhu 380C berwarna hijau kekuningan.

Untuk yang berada pada air es seharusnya tidak mengalami perubahan


warna (tetap biru) , hal ini dikarenakan enzim tidak aktif pada suhu tersebut.
Begitu juga dengan suhu 920C juga tidak akan mengalami perubahan warna, hal
ini disebabkan pada suhu tersebut enzim mengalami denaturasi sehingga tidak
bisa menghidrolisis amilum menjadi maltose dan glukosa. Hal ini berkaitan
dengan uji dengan reagen IKI dimana pada kondisi ini ikatan pada amilum masih
kuat atau belum terlepas sehingga kandungan maltosa (disakarida) yang terbentuk
dari hidrolisis amilum masih banyak dan terbentuknya glukosa (monosakarida) 
gula pereduksi masih relatif sedikit yang ditunjukkan oleh uji benedict dengan
berwarna biru.

Dan ketika ikatan pada amilum mulai melemah atau mulai banyak yang
terlepas, kandungan maltosa (disakarida) yang terbentuk dari hidrolisis amilum
sudah semakin sedikit karena telah terpecah menjadi glukosa (monosakarida) 
gula pereduksi, yang ditunjukkan dengan uji benedict dengan warna biru yang
lebih tua daripada percobaan sebelumnya.

Kesalahan yang terjadi ini dapat disebabkan karena kurang lamanya proses
pendinginan maupun pemanasan sehingga hasil uji menunjukkan data yang
kurang akurat dan dapat juga dikarenakan kurangnya ketelitian pada saat
mengamati perubahan warna.
2. Pengaruh pH
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian pengaruh pH terhadap kerja
enzim amilase. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu larutan saliva.
Pertama, 2 ml suspensi amilum 2 % dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 1 ml larutan saliva dan dikocok hingga tercampur. Selanjutnya,
ditambah 8 tetes HCl 1 N dan dibiarkan selama 15 menit.
Setelah menit ke 15, larutan tersebut diuji dengan reagen IKI. Dari
pengujian tersebut terjadi perubahan warna pada larutan. Awalnya, larutan
berwarna putih keruh berubah menjadi biru kehijauan. Dalam pengujian ini
digunakan HCl 1 N atau setara dengan HCl 1 M, sehingga larutan HCl tersebut
memiliki pH 0
pH = - log [H+]
pH = - log 1
pH = 0
Seharusnya warna kuning dengan lingkaran warna hitam yang terbentuk
pada larutan menujukkan bahwa pada pH tersebut enzim amilase tidak aktif dan
karbohidrat (amilum) tidak dapat terhidrolisis. Selanjutnya, dilakukan pengujian
dengan benedict dihasilkan perubahan warna menjadi biru kehitaman. Seharusnya
jika suatu zat positif saat diuji dengan benedict akan berubah warna menjadi hijau
kekuningan, cokelat hingga merah bata. Hal ini yang menunjukkan besar kecilnya
amilum yang terhidrolisis menjadi glukosa. Hal tersebut juga dikarenakan pada
kondisi yang sangat asam enzim tidak aktif sehingga amilum tidak dapat
dihirolisis menjadi glukosa (gula pereduksi) oleh enzim amilase.

Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini


diperoleh aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi).
Menurut Amerongen (1991) amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase
liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi
maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1→ 4).
Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja
pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang
asam menembus partikel makanan.
Pada percobaan berikutnya, 2 ml suspensi amilum 2 % dimasukkan dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml larutan saliva dan dikocok hingga
tercampur. Selanjutnya, ditambah 8 tetes NaOH 1 N dan dibiarkan selama 15
menit. Setelah menit ke 15, larutan tersebut diuji dengan reagen IKI. Dari
pengujian tersebut terjadi perubahan warna menjadi biru. Dalam pengujian ini
digunakan NaOH 1 N atau setara dengan NaOH 1 M, sehingga larutan NaOH
tersebut memiliki pOH 14
pOH = - log [OH-]
pOH = - log 1
pOH = 0
pH = 14 - pOH
= 14 – 0
= 14 (basa kuat)
Pada pH 14 diperoleh hasil negatif pada uji IKI karena tidak terdapatnya
campuran warna hitam pada larutan. Warna hitam yang terbentuk pada larutan
menujukkan bahwa pada pH tersebut enzim amilase mengalami denaturasi
sehingga enzim amilase tidak dapat menghidrolisis amilum. Menurut pemaparan
di atas enzim amylase yang terdapat dalam air liur (saliva) adalah enzim α-
amilase. Berdasarkan penelitian AOAC (Association of Analytic Chemist) tahun
1995 kisaran pH optimum untuk enzim α-amilase adalah 4.8 - 8.5. (Suarni, 2007).
Oleh sebab itu, pada pH 14 enzim tersebut tidak dapat bekerja karena
terdenaturasi. Sedangkan pada saat diuji dengan larutan Benedict hasil yang
didapat adalah hijau keruh dengan endapan berwarna kuning. Apabila diuji
dengan larutan benedict, maka suatu larutan akan memunculkan warna
kecoklatan, hijau kekuningan hingga merah bata. Semakin banyak amilum yang
terhidrolisis oleh enzim menjadi glukosa maka warna yang terbentuk hasil uji
benedict akan semakin gelap dan menunjukkan uji positif terhadap benedict.
Pada tabung ketiga tanpa ditambah dengan larutan HCl dan NaOH, setelah
diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna dari putih menjadi kuning. Hal ini
menandakan bahwa amilum tidak terhidrolisis secara sempurna oleh enzim
amilase, karena jika terhidrolisis secara sempurna maka larutan akan berubah
warna menjadi hijau kehitaman, sedangkan pada uji benedict setelah diteteskan
larutan Benedict terjadi perubahan warna dari hijau keruh dengan endapan
berwarna kuning. Apabila diuji dengan larutan benedict, maka suatu larutan akan
memunculkan warna kecoklatan, hijau kekuningan hingga merah bata. Semakin
banyak amilum yang terhidrolisis oleh enzim menjadi glukosa maka warna yang
terbentuk hasil uji benedict akan semakin gelap dan menunjukkan uji positif
terhadap benedict.
3. Pengaruh Konsentrasi Enzim
Pada perlakuan yang pertama, tabung satu dengan 0,5 ml saliva yang sudah
ditambahkan amilum dan didiamkan selama 15 menit ketika ditetesi larutan IKI
dihasilkan larutan berwarna ungu sangat pekat. Hal ini menandakan bahwa ion
iodin yang berada pada IKI masuk kedalam spiral amilum membentuk kompleks
sehingga, menyebabkan warna biru kehitaman. Warna biru kehitaman tersebut
juga menandakan amilum masih terdapat didalam campuran tersebut, sehingga
dapat diketahui bahwa enzim amilase belum menghidrolisis amilum secara
keseluruhan.
Pada tabung yang kedua dengan 1 ml saliva setelah dilakukan prosedur yang
sama dengan penambahan IKI, dihasilkan larutan berwarna ungu pekat.
Sedangkan tabung tiga dengan 1,5 ml saliva setelah dilakukan prosedur yang
sama dengan penambahan IKI, dihasilkan larutan berwarna coklat muda,
sedangkan pada tabung empat dengan 2 ml saliva setelah dilakukan prosedur yang
sama dengan penambahan IKI dihasilkan larutan berwarna coklat.
Dari warna tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
enzim maka semakin tinggi pula kerja enzim tersebut terhadap substratnya.
Selanjutnya dilakukan uji benedict pada tabung satu, diperoleh larutan berwarna
hijau, pada tabung kedua diperoleh larutan berwarna hijau kecoklatan sangat
pekat, pada tabung tiga diperoleh larutan berwarna hijau kecoklatan pekat, dan
pada tabung empat diperoleh larutan berwarna hijau kecoklatan. Pada pengujian
dengan benedict yang dilakukan sudah tepat karena terjadi perubahan warna yang
semakin pekat dan disertai endapan yang lebih banyak.
4. Pengaruh Konsentrasi Substrat
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian pengaruh pH terhadap kerja
enzim amilase. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu larutan saliva.
Pertama, 1 ml suspensi amilum dimasukkan ke dalam tabung reaksi I, 2 ml
amilum ke dalam tabung II, 3 ml amilum ke dalam tabung III, dan 4 ml ke dalam
tabung IV, kemudian masing-masing ditambahkan 1 ml saliva dan dikocok hingga
tercampur.
Larutan tersebut dibiarkan selama 15 menit. Setelah 15 menit, di uji
dengan IKI. Larutan pada tabung I menghasilkan perubahan warna menjadi coklat
muda , larutan pada tabung II menjadi coklat, larutan pada tabung III menjadi
merah bata, dan larutan pada tabung IV menjadi coklat pekat.
Dan saat diuji dengan benedict semuanya terjadi perubahan warna, yakni
Larutan pada tabung I menghasilkan perubahan warna menjadi hijau kecoklatan
sangat pekat, larutan pada tabung II menjadi hijau kecoklatan pekat, larutan pada
tabung III menjadi hijau kecoklatan, dan larutan pada tabung IV menjadi hijau
muda.
Menurut literatur, dari data uji IKI semakin tinggi konsentrasi substrat,
warnanya menjadi semakin memudar atau lebih muda (uji negatif) dan muncul
endapan berwarna hitam yang semakin sedikit. Begitu pula dengan uji benedict,
seharusnya terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi kehijauan atau hijau
kekuningan dan semakin banyak konsentrasi substratnya, warna larutan
seharusnya semakin gelap. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi
substrat, kerja enzim juga semakin meningkat dan amilum yang terhidrolisis juga
semakin banyak. Hal tersebut membuat konsentrasi glukosa menjadi lebih banyak,
oleh karena itu warna hasil uji benedict akan semakin gelap seiring bertambahnya
konsentrasi substrat.
Sehingga, disimpulkan bahwa semakin rendah konsentrasi substrat enzim
amilase maka waktu yang diperlukan untuk menghidrolisis amilum semakin lama
pula, sehingga pada saat diuji dengan reagen IKI tetap menunjukkan reaksi positif.
Seperti dijelaskan oleh Dahlia (2001) bahwa kecepatan reaksi dipengaruhi
konsentrasi substrat yang berperan sebagai katalisator dalam reaksi tersebut.
Banyaknya substrat ditransformasikan sesuai dengan tingginya konsentrasi enzim
yang digunakan.
Hal tersebut diperkuat oleh Michaelis dan kawan-kawannya dalam Dahlia
(2001) yang menyatakan bahwa reaksi yang dikatalis oleh enzim pada berbagai
konsentrasi substrat mengalami 2 fase, yaitu: (1) jika konsentrasi substrat masih
rendah, daerah yang aktif pada enzim tidak semuanya terikat dengan substrat dan
(2) jika jumlah molekul substrat meningkat maka daerah yang aktif terikat
seluruhnya oleh substrat, dan pada saat ini enzim telah bekerja dengan kapasitas
penuh. Sehinggga dapat disimpulkan bahwa kadar atau konsentrasi substrat
berpengaruh terhadap kecepatan reaksi atau aktivitas enzim tersebut. Kecepatan
reaksi atau aktivitas enzim tersebut berbanding lurus dengan konsentrasi
substratnya.

Anda mungkin juga menyukai