c. Penularan
b. Faktor Host
1) Umur
Menurut golongan umursekitar 75% pasien TB adalah
kelompok umur yang paling produktif secara ekonomis (15-50
tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal
tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Hal
itu dikarenakan pada usia 15-55 ( usia produktif ) mempunyai
aktivitas yang sangat padat sehingga resiko terkena bakteri
mycobacterium tuberculosis sangat besar , selain itu sifat dari
bakteri inilah yang reaktifan endogen yaitu bakteri akan aktif
kembali saat host sudah berusia tua.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin laki laki 6x lebih beresiko terkena penyakit
TB paru dimana kebanyakan laki laki merokok dan
mengkonsumsi alkohol dibandingkan wanita. Merokok dan
konsumsi alkohol dapat menyebabkan imunitas tubuh
berkurang dan mudah terserang berbagai agent penyakit
selain itu pria berhubungan dengan kegiatan yang sering
bermigrasi ketika mencari pekerjaan dan waktu kontak lebih
banyak dengan orang lain sehingga meninkatkan kemunkinan
tepapar basil.
3) Pendidikan
Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang makin tinggi pula tingkat pengetahuan
tetang kesehatan terutama dalam upaya pencegahan
penyakit seperti penyakit tuberkulosis. Pendidikan yang
rendah sangat mempengaruhi dalam mendeteksi penyakit hal
ini merupakan salah satu hambatan yang menyebabkan
kegagalan dalam pengobatan dan pemberantasan
tuberkulosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pendidikan rendah mempunyai kemungkinan 1,49 kali untuk
terjadinya penyakit tuberkulosis dibandingkan dengan
pendidikan tinggi. (Yanti, 2005).
4) Pekerjaan
Dalam hubungannya dengan kemungkinan terjadinya
suatu penyakit, pekerjaan dapat berpengaruh langsung
maupun tidak langsung. Penyakit karena debu misalnya
silicosis paru, merupakan akibat langsung terhadap para
pekerja. Sedangkan pengaruh tidak langsung dapat terjadi
apabila lingkungan sosial ekonomi kurang baik biasanya
tingkat penghasilannya pun rendah, hal ini merupakan salah
satu penyebab kurang dimanfaatkannya pelayanan kesehatan
yang ada, mungkin karena tidak cukup uang untuk membeli
obat, transportasi dan sebagainya (Astuti, 1998).
5) Status gizi
Nutrisi adalah faktor penentu fungsi sistem tubuh dan
sitsem imun. Sistem kekebalan dibuthkn manusia sebagai
proteksi terhadap penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Biladaya tahan tubuh sedang menurun
bakteri tb paru akan mudah masuk kedalam tubuh manusia
yang terhirup dan mngumpul di paruparu. Sebaliknya apabila
daya tahan tubuh baik maka kuman akan tertidur. Jadi makin
rendah sistem imun tubuh maka semakin besar kemungkinan
terserang penyait.
c. Faktor Lingkungan
1) Lingkungan Umum
2) Lingkungan khusus
a) Kondisi rumah
3. Pengendalian TB
b. Etiologi
c. Gejala Klinis
d. Dampak
2. Determinan
a. Agen
1) Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak
(70-80%). Beberapa jenis virus penyebab diare akut
antara lain Rotavirus serotype 1,2,8 dan 9 pada
manusia, Norwalk virus, Astrovirus (tipe 40,41), Small
bowel structured virus, Cytomegalovirus.
2) Bakteri
Enterotoxigenic E. Coli, Enteropathogenic E. Coli,
Enteroaggregative E. Coli, Enteroinvasive E. Coli,
Enterohemorrhagic E. Coli, Shigella sap.,
Campylobacter jejuni, Vibrio cholerae.
3) Protozoa
Giardia lamblia, Entamoeba histolitika,
Cryptosporadium, Microsporidium sap., Isospora beli,
Cyclospora cayatanensis.
4) Helminths
Strongyloides stercoralis, Schistosoma sap., Capilaria
philippinensis, Trchuris trichuria (Zulkifli, 2015).
b. Host
1) Prilaku
a) Perilaku Memcuci Tangan
Perilaku memcuci tangan yang tidak benar dapat
menjadi salah satu faktor risiko kejadian diare.
Berdasarkan hasil penelitian kasus kontrol terhadap
diare pada balita, perilaku mencuci tangan pada yang
tidak sesuai dengan ketentuan WHO merupakan faktor
risiko yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada
balita dengan nilai odds ratio 2,77 (CI 95% 1,3-5,890)
(Abdullah, et al., 2012).
C. Kusta
1. Gambaran Umum
a. Defnisi
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu
“kushtha”berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum.
Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, sesuai
dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard
Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini
disebut Morbus Hansen.
Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang
syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang dalam jangka
panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Meskipun
infeksius, tetapi derajat infektivitasnya rendah. Waktu
inkubasinya panjang, mungkin beberapa tahun, dan
tampaknya kebanyakan pasien mendapatkan infeksi sewaktu
masa kanak-kanak.
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang
masih merupakan masalah yang sangat kompleks. Masalah
yang ada bukan saja dari segi medisnya, tetapi juga masalah
sosial, ekonomi, budaya serta keamanan dan ketahanan
nasional.Penyakit kusta merupakan salah satu manifestasi
kemiskinan karena kenyataannya sebagian besar penderita
kusta berasal dari golongan ekonomi lemah. Penyakit kusta
bila tidak ditangani dengan cermat dapat menyebabkan cacat,
dan keadaan ini menjadi penghalang bagi pasien kusta dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sosial ekonominya.
Pendapat yang keliru dari masyarakat tentang penyakit
kusta serta rasa takut yang berlebihan akan memperbesar
persoalan sosial ekonomi penderita kusta. Pada zaman dahulu
penderita kusta harus diasingkan dari pergaulan ke tempat
terpencil. Penyakit ini sering disebut juga penyakit kutukan
Tuhan.
Nama lain kusta adalah “the great imitator’ (pemalsu yang
ulung) karena manifestasi penyakitnya menyerupai penyakit
kulit atau penyakit saraf lain, misalnya penyakit jamur.
b. Karakteristik
Secara umum jenis klasifkasi kusta sebagai berikut
1) Klasifkasi Internasional : Klasifkasi Madrid (1953)
a) Indeterminate (I)
b) Tuberkuloid (T)
c) Boderline-Dimorphous (B)
d) Lepromatosa (L)
2) Kalsifkasi untuk kepentinagn riset : Klasifkasi Ridley
dan Jopling (1962)
Menurut Ridley−Jolping ada beberapa klasifkasi
tipe kusta sebagai berikut :
a) Tipe Tuberkoloid ( TT )
Mengenai kulit dan saraf.
Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa
makula atau plakat, batas jelas, regresi,
atau, kontrol healing ( + ).
Permukaan lesi bersisik dengan tepi
meninggi, bahkan hampir sama dengan
psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat
penebalan saraf perifer yang teraba,
kelemahan otot, sedikit rasa gatal.
Infltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya
kuman merupakan tanda adanya respon
imun pejamu yang adekuat terhadap
basil kusta.
b) Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )
Hampir sama dengan tipe tuberkoloid
Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit
atau skauma tidak sejelas TT.
Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT.
Biasanya asimetris.
Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf
perifer menebal.
c) Tipe Mid Borderline ( BB )
Tipe paling tidak stabil dapat berbentuk
macula infltrate, jarang dijumpai.
Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi
kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT,
cenderung simetris.
Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk
maupun distribusinya.
Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu
hipopigmentasi berbentuk oralpada
bagian tengah dengan batas jelas yang
merupaan ciri khas tipe ini.
d) Tipe Borderline Lepromatosus ( BL )
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu
menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas
dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa
nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag
tampak seperti punched out. Tanda khas saraf
berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi,
berkurangnya keringat dan gugurnya rambut
lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan
penebalan saraf yang dapat teraba pada
tempat predileksi.
e) Tipe Lepromatosa ( LL )
Lesi sangat banyak, simetris, permukaan
halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak
tegas atau tidak ditemuka anestesi dan
anhidrosis pada stadium dini.
Stadium lanjutan, penebalan kulit regresif
dan cuping telinga, garis muka kasar dan
cekung membentuk fasies leonine, dapat
disertai madarosis, intis dan keratitis.
Lebih lanjut, deformitas hidung dan
pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrof,
serta testis.Kerusakan saraf luas gejala
stocking dan glousesanestesi.
Stadium lanjut, serabut saraf perifer
mengalami degenerasi hialin/fbrosis
menyebabkan anestasi dan pengecilan
tangan dan kaki.
Berikut gambar penderita kusta menurut Ridley & Jopling :
Mukhlis. 2010
Gambar 3. Penderita Kusta Tipe Tuberkuloid & Bordeline
Mukhlis. 2010
Gambar 4. Penderita Kusta Tipe Lepramatosa
Mukhlis. 2010
Gambar 5. Penderita Kusta Tipe L.L & B.L
Di Indonesia klasifkasi tersebut tidak digunakan dalam penanganan
penyakit kusta di lapangan. Terdapat tiga tipe utama penyakit kusta
yaitu sebagai berikut :
1) Tipe lepromatous terdapat pada orang yang tidak
mempunyai daya tahan tubuh dan Mycobacterium
Leprae berkembangbiak di tubuhnya dalam jumlah tidak
terhitung.
2) Tipe borderline berkembang pada penderita dengan
daya tahan tubuh sedang. Daya tahan yang sedang ini
dapat mengurangi jumlah Mycobacterium Leprae tidak
begitu banyak, namun masih cukup banyak yang tinggal
dan berkembangbiak dalam tubuh, juga berarti bahwa
suatu pertempuran sedang terjadi antara
mycobacterium leprae dan daya tahan tubuh. Tipe
borderline dapat dibagi menjadi tiga yaitu borderline
tuberkuloid, boderline borderline dan borderline
lepromatous.
3) Tipe tuberkuloid terjadi pada penderita dengan daya
tahan tubuh yang tinggi dan sedikit Mycobacterium
Leprae untuk berkembangbiak menjadi banyak. Tipe
indeterminate yang berarti bahwa tipenya tidak dapat
diketahui pada saat sekarang. Kusta indeterminate
terjadi pada seseorang dengan daya tahan tubuh yang
tinggi sehingga tubuh bisa segera menyembuhkan
penyakitnya tanpa suatu pengobatan.
c. Etiologi
Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium
Leprae yang merupakan kuman aerob, berbentuk batang,
dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari
spesies Mycobacterium. Berukuran panjang 1–8 micro, lebar
0,2–0,5 micro, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar
satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau
gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan
tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol.
Kuman Mycobacterium Leprae dapat menular kepada
manusia melalui kontak langsung dengan penderita dan
melalui pernapasan. Bakteri kusta memerlukan waktu 12−21
hari untuk membelah dengan masa inkubasi rata-rata 2−5
tahun. Setelah lima tahun, tanda-tanda seseorang menderita
penyakit kusta mulai muncul antara lain, kulit mengalami
bercak putih, merah, rasa kesemutan bagian anggota tubuh
hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
d. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dengan
konsentrasi terutama di negara-negara berkembang yang
higiene dan sanitasinya kurang baik. Pada tahun 2002
dilaporkan terdapat 620.000 penderita kusta di dunia, di mana
90% terdapat di Brasil, India, Nepal dan beberapa negara di
Afrika, dengan angka prevalensi 5−15 per 10.000 penduduk.
Di Amerika Serikat penyakit ini masih ditemukan di California,
Florida, dan New York yang sebagian besar berasal dari
imigran dan pengungsi yang tertular dari negara asal mereka.
Prevalensi penyakit kusta di Indonesia pada tahun 1990
sebesar 1,9 per 10.000 penduduk dan pada tahun 1998
sebesar 0,62 per 10.000 penduduk di Jawa Tengah. Pada
tahun 1998 prevalensi penyakit kusta terbesar 0,72 per
10.000 penduduk. Dan beberapa daerah di Indonesia,
prevalensi pnyakit kusta tertinggi adalah di Papua (6,5),
Maluku (5,43), dan NAD (2,77). Prevalensi terendah di DIY
(0,19), Bengkulu (0,27), dan Sumut (0,33).
Dalam target global WHO pada pada eradikasi kusta tahun
(EKT) 2000 diharapkan prevalensi penyakit kusta kurang dari 1
per 10.000 penduduk.
e. Prevalensi
Kusta merupakan salah satu masalah kesehatan di
dunia, terutama bagi negara–negara yang sedang
berkembang. Pada tahun 2012, kasus baru kusta terbanyak di
dunia terdapat di India yaitu sejumlah 134.752 kasus, diikuti
Brazil sejumlah 33.303 kasus dan Indonesia di posisi ketiga
sejumlah 18.994 kasus (WHO, 2014).
Pada tahun 1991 World Health Assembly telah
mengeluarkan resolusi eliminasi kusta tahun 2000 dengan
target prevalence rate kurang dari 1 per 10.000 penduduk.
Indonesia secara nasional telah mencapai target sejak bulan
Juni 2000 dengan prevalence rate 0,84/10.000 penduduk,
namun beberapa provinsi belum memenuhi target tersebut,
salah satunya adalah provinsi Jawa Timur (Depkes RI, 2007).
f. Penularan
1) Kontak (Contact)
Kontak di sini dapat terjadi kontak langsung maupun
kontak tidak langsung melalui benda-benda yang
terkontaminasi. Penyakit–penyakit yang ditularkan melalui
kontak langsung ini pada umumnya terjadi pada
masyarakat yang hidup berjubel. Oleh karena itu, lebih
cenderung terjadi di kota daripada desa yang penduduknya
masih jarang.
2) Inhalasi (Inhaltion)
Yaitu penularan melalui udara atau pernapasan. Oleh
karena itu, ventilasi rumah yang kurang, berjejalan (over
crowding) dan tempat–tempat umum adalah faktor yang
sangat penting di dalam epidemiologi penyakit ini. Penyakit
yang ditularkan melalui udara ini sering disebut “air bourne
infection”.
3) Infeksi melalui plasenta
Yakni infeksi yang diperoleh melalui plasenta dari ibu
penderita penyakit pada waktu mengandung, misalnya
siflis dan toxoplasmosis.
4) Infeksi
Yaitu penularan melalui tangan, makanan atau
minuman.
2. Determinan Faktor
Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara
agent atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai pejamu
atau host dan faktor lingkungan yang mendukung (environment).
Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai trias penyebab penyakit.
a. Faktor Agent
Penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium Leprae
yang pertama kali ditemukan oleh Gerhard Amaeur Hansen
pada tahun 1873.
1) Bentuk−Bentuk Kuman Kusta yang Dapat Ditemukan dalam
Lapangan Mikroskop
a) Bentuk Utuh (solid)
b) Dinding sel tidak putus
c) Mengambil zat warna secara merata
d) Panjang kuman 4 kali lebarnya
2) Bentuk Pecah-Pecah (fragmanted)
a) Dinding sel terputus mungkin sebagian atau seluruhnya
b) Pengambilan zat warna tidak merata
3) Bentuk Granular (granulated)
Kelihatan seperti titik-titik tersusun garis lurus atau
berkelompok.
4) Bentuk Globus
Beberapa BTA utuh atau fragmented/ granulated
mengadakan ikatan atau kelompok. Kelompok kecil 40-60
BTA dan kelompok besar 200-300 BTA.
5) Bentuk Clumps
Beberapa bentuk granular membentuk pulau-pulau
tersendiri (>500 BTA).
Bakteri Mycobacterium Leprae dapat dilihat dibawah
ini :
b. Faktor Host
1) Umur
Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk
terjadinya penyakit kusta. Pada kejadian penyakit kusta
sering terkait dengan umur pada saat diketemukan dari
pada timbulnya penyakit, namun yang terbanyak adalah
pada umur muda dan produktif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyakit kusta
jarang ditemukan pada bayi, karena anak-anak lebih peka
daripada orang tua. Angka kejadian (Insidence Rate )
penyakit kusta meningkat sesuai umur dengan puncak
pada umur 10−20 tahun dan kemudian menurun.
Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan
puncak umur 30−50 tahun dan kemudian secara perlahan-
lahan menurun.
2) Jenis Kelamin
Penyakit kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan,
menurut catatan sebagian besar negara didunia kecuali
dibeberapa negara di Afrika menunjukkan bahwa laki-laki
lebih banyak terserang dari pada wanita. Relatif rendahnya
kejadian kusta pada wanita kemungkinan karena faktor
lingkungan atau biologi seperti kebanyakan pada penyakit
menular lainnya laki-laki lebih banyak terpapar dengan
faktor resiko sebagai akibat gaya hidupnya.
3) Status ASI Eksklusif
Menurut Depkes RI bahwa ada pengaruh pada
pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Apabila ibu menderita
penyakit kusta maka bayi yang diberi ASI Eksklusif akan
menderita juga. Karena kuman Mycobacterium Leprae yang
ada dalam tubuh ibu terbawa dalam ASI yang kemudian
akan menyebar ke tubuh bayi yang diberikan ASI, sehingga
bayi tersebut akan menderita penyakit kusta pula.
4) Status Imunisasi
Imunisasi merupakan upaya pemberian ketahanan
tubuh yang terbentuk melalui vaksinasi. Ada 4 jenis
antigen yang tergolong penyakit kusta telah diprogram di
Indonesia yaitu BCG dan polio. (Depkes RI, 2002)
5) Daya tahan tubuh Seseorang
Daya tahan tubuh seseorang, apabila seseorang dengan
daya tahan tubuh yang rendah akan rentan terjangkit
bermacam-macam penyakit termasuk kusta, meskipun
penularannya lama apabila seseoraang terpapar kuman
penyakit sedangkan imunitasnya menurun bisa terinfeksi,
misalnya : kurang gizi/ malnutrisi berat, infeksi, habis sakit
lama dan sebagainya.
6) Etnik/Suku
Etnik/suku, kejadian penyakit kusta menunjukkan
adanya perbedaan distribusi dapat dilihat karena faktor
geograf. Namun jika diamati dalam satu negara atau
wilayah yang sama kondisi lingkungannya ternyata
perbedaan distribusi dapat terjadi karena perbedaan etnik.
Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi
pada etnik Burma dibandingkan etnik India, situasi di
Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, kejadian
lepromatosa lebih banyak pada etnik cina dibandingkan
etnik Melayu atau India, demikian pula kejadian di
Indonesia, etnik Madura dan Bugis lebih banyak menderita
kusta dibandingkan etnik Jawa dan Melayu.
7) Perilaku
Pengertian perilaku menurut skiner ( 1938 ) merupakan
respon atau reaksi seseorang tehadap stimulus
( rangsangan dari luar ), dengan demikian perilaku terjadi
melalui proses : Stimulus – Organisme – Respons, sehingga
teori Skiner disebut juga teori SOR.
Sedangkan pengertian Perilaku Kesehatan ( health
behavior ) menurut Skiner adalah respon seseorang
terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan
sehat-sakit, penyakit dan faktor–faktor yang
mempengaruhi sehat–sakit (kesehatan) seperti lingkungan,
makanan dan minuman yang tidak sehat, dan pelayanan
kesehatan.
c. Faktor Lingkungan
a. Lingkungan Umum
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar diri
host baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak,
seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua
elemen-elemen termasuk host yang lain. Lingkungan terdiri
dari lingkungan fsik dan non fsik, lingkungan fsik terdiri
dari; keadaan geografs (dataran tinggi atau rendah,
persawahan dan lain-lain), kelembaban udara, suhu,
lingkungan tempat tinggal. Adapun lingkungan non fsik
meliputi; sosial (pendidikan, pekerjaan), budaya (adat,
kebiasaan turun temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan
lokal) dan politik (suksesi kepemimpinan yang
mempengaruhi kebijakan pencegahan dan
penanggulangan suatu penyakit).
b. Lingkungan Khusus
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di daerah
Sragi Kabupaten Pekalongan ditemukan ciri ciri lingkungan
yang dapat memacu adanya Mycobacterium Leprae yang
akan menyebabkan penyakit kusta, Seperti :
1) Kondisi rumah
5. Sanitasi Makanan
Keseluruhan responden mencuci tangan sebelum makan, mencuci
bahan makanan yang akan dimasak dan makanan segar.
B. Diskusi Kelas