Anda di halaman 1dari 3

Kharma Phala sebagai penuntun hidup manusia

Om Swastyastu,
Om Anobadrah kertavo yantu visvatah.

Umat sedharma yang terkasih,


Pertama marilah kita panjatkan puji syukur kehadapan Ida sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas asung kerta ware nugraha-Nya kita semua dalam keadaan sehat.
Perkenalkan saya Made Gede Juniartha mahasiswa IHDN Denpasar pada kesempatan yang
berbahagia ini menyampaikan dharma wacana dengan judul “Karmaphala”.
Karmaphala (keyakinan terhadap hukum karma), karmaphala terdiri dari dua kata yaitu
karma dan phala, berasal dari bahasa Sanskerta. "Karma" artinya perbuatan dan "Phala" artinya
buah, hasil, atau pahala. Jadi Karmaphala artinya hasil dari perbuatan seseorang.
Umat Hindu percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang
baik dan perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Jadi seseorang yang
berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya, demikian pula sebaliknya yang berbuat
buruk, buruk pula yang akan diterimanya. Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk
mengarahkan segala tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna
mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.
Karmaphala adalah konsep dasar dalam ajaran-ajaran agama Dharma. Berakar dari dua
kata yaitu karma dan phala. Karma berarti perbuatan/aksi, dan phala berarti buah/hasil. Karma
phala berarti buah dari perbuatan yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan.
Karmaphala memberi optimisme kepada setiap manusia, bahkan semua makhluk hidup.
Dalam ajaran ini, semua perbuatan akan mendatangkan hasil bagi yang berbuat. Apapun yang
kita perbuat, seperti itulah hasil yang akan kita terima. Yang menerima adalah yang berbuat,
bukan orang lain. Karma Phala adalah sebuah Hukum Universal bahwa setiap perbuatan akan
mendatangkan hasil. Dalam konsep Hindu, berbuat itu terdiri atas: perbuatan melalui pikiran,
perbuatan melalui perkataan, dan perbuatan melalui tingkah laku, ketiga bagian diatas disebut
dengan ajaran tri kaya parisudha dalam ajaran agama Hindu.

Adapun bagia-bagian dari pada ajaran tri kaya parisudha tersebut yaitu:
1. manacika yaitu pikiran yang bersih dan suci
2. wacika yaitu berkata yang benar dan jujur
3. kayika yaitu perbuatan yang benar dan jujur
Dari tri kaya parisudha ini timbul adanya sepuluh pengendalian diri yaitu tiga macam
berdasarkan pikiran, empat macam berdasarkan perkataan ada tiga macam lagi berdasarkan
perbuatan. Tiga macam yang berdasarkan pikiran adalah tidak menginginkan sesuatu yang tidak
halal, tidak berfikiran buruk terhadap mahluk lain dan tidak mengingkari adanya karmaphala.
Sedangkan empat macam yang berdasarkan perkataan adalah; tidak suka mecaci maki, tidak
berkata kasar kepada mahluk lain, tidak memfiknah dan tidak ingkar kepada janji atau ucapan
dan selanjutnya tiga macam pengendalian yang berdasarkan atas perbuatan adalah tidak
menyiksa atau membunuh mahluk lain, tidak melakukan kecurangan terhadap harta benda dan
tidak berzina.
Ketiganyalah dari tri kaya parisudha yang akan mendatangkan hasil bagi yang berbuatan.
Kalau perbuatannya baik, hasilnya pasti baik, demikian pula sebaliknya.
Phala dari karma itu ada tiga macam yaitu:
1. Sancita Karmaphala ; Phala dari perbuatan dalam kehidupan terdahulu yang belum habis
dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang/Phala/Hasil
yang diterima pada kehidupan sekarang atas perbuatannya di kehidupan sebelumnya.
2. Prarabda Karmaphala ; Phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya
lagi/Karma/Perbuatan yang dilakukan pada kehikupan saat ini dan Phalanya akan diterima pada
kehidupan saat ini juga.
3. Kriyamana Karmaphala ; Phala perbuatan yang tidak dapat dinikmati pada saat berbuat
sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang/Karma/Perbuatan yang dilakukan
pada kehidupan saat ini, namun Phalanya akan dinikmati pada kehidupan yang akan datang.
Umat sedharma, dengan pengertian tiga macam Karmaphala itu maka jelaslah, cepat atau
lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu pasti diterima
karena sudah merupakan hukum. Karmaphala mengantarkan roh (atma) masuk Surga atau masuk
neraka. Bila dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah Surga,
sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang diterimanya.
Dalam pustaka-pustaka dan cerita- cerita keagamaan dijelaskan bahwa Surga artinya alam atas,
alam suksma, alam kebahagiaan, alam yang serba indah dan serba mengenakkan. Neraka adalah
alam hukuman, tempat roh atau atma mendapat siksaan sebagai hasil dan perbuatan buruk
selama masa hidupnya. Selesai menikmati Surga atau neraka, roh atau atma akan mendapatkan
kesempatan mengalami penjelmaan kembali sebagai karya penebusan dalam usaha menuju
Moksa.

Surga dan Neraka


Menurut ajaran agama (dharma) yang diwahyukan ke dunia dengan perantaraan para
Maha Resi, maka segala baik buruk kegiatan (subha karma atau asubha karma) akan membawa
akibat tidak saja di dalam hidup sekarang ini tetapi juga di akhirat (Surga dan neraka). Setelah
atma (roh) dengan suksma sarira (badan astral) terpisah dari stula sarira (badan wadag) dan
membawa akibat pula dalam penjelmaan yang akan datang (Punarbhawa), maka atma bersama
dengan suksma sariranya bersenyawa lagi dengan stula sarira. Sang Hyang Widhi Wasa
menghukumnya dengan hukum yang bersendikan Dharma. Dan Dia akan merahmati atma
seseorang yang berjasa dan yang melakukan amal kebajikan yang suci (subha karma) dan
Diapun akan mengampuni atma seseorang yang pernah berbuat dosa, bila ia tobat dan ingat/eling
serta tidak akan melakukan dosa lagi.
Tuhan Yang Maha Tahu bergelar Yamadipati (pelindung Agung Hukum Keadilan) yang
selalu menjatuhi hukuman kepada atma yang tiada henti- hentinya melakukan kejahatan atau
dosa dan memasukkannya ke dalam neraka. Di sini atma itu menerima hasil perbuatannya berupa
neraka. Adapun penjelmaan atma semacam ini adalah sangat nista dan derajatnya pun semakin
merosot, jika ia selalu berbuat jahat.
Dari uraian singkat tentang “Karmaphala” sudah semestinya kita sebagai umat Hindu
melaksanakan sesuatu secara suci dan berlandaskan pada ajaran agama, sebagai jalan untuk
mampu menuju jalan dharma sehingga dapat “moksartham jagathita”. Umat sedharma yang
berbahagia, sebagai akhir kata Saya mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan dihati
umat sedharma. Saya menyadari bahwa diri ini tidaklah sempurna, dan apa yang saya sampaikan
kali ini juga belum sempurna. Mari dengan rasa kebersamaan kita temukan kesempurnaan
sehingga tercipta kedamaian.

Anda mungkin juga menyukai