Anda di halaman 1dari 2

KAMI tidur di atas emas, berenang di atas minyak, tapi bukan kami punya.

Kami hanya menjual buah-


buah pinang.

Sepenggal lirik lagu penyanyi Edo Kondolangit, bisa menggambarkan rintihan hati rakyat Papua. Walau
mereka hidup di bagian bumi yang kaya tiada tara, tapi terpuruk dalam nestapa kemiskinan dan
keterbelakangan.

Sudah selayaknya kita memandang kasus Freeport ini selain dengan pemahaman yang mendalam juga
dengan kacamata perspektif yang berbeda. Sehingga kita dapat melihat masalah ini secara
komprehensif. Harus kita ingat bahwa masalah ini bukan sekedar penandatangan kontrak kerja baru,
hitam di atas putih. Melainkan masalah yang lebih krusial lagi, yaitu penegakkan kedaulatan Republik
Indonesia.

Tindakan Pemerintahan Jokowi


"Sebagai contoh Asahan, setelah pemerintah membeli sahamnya dari Jepang lalu dibentuk BUMN
PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) untuk mengelola dan itu terbukti bisa. Apalagi Freeport
yang setelah kontraknya habis pada 2021 pasti harus mengembalikan asetnya ke negara.
Tergantung kemauan politik dari pemerintah," katanya.

Opsi Cicil Saham

Kalaupun pemerintah ingin menambah porsi sahamnya di Freeport mulai Oktober 2015, Redi
berpendapat hal itu bisa juga dilakukan. Tentunya dengan mendesak Freeport agar mengubah
rezim kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

"Kalau Freeport masih mau memperpanjang kontraknya di Indonesia, tentu harus ikut ketentuan
IUPK seperti wajib membangun smelter, harus mendivestasikan sahamnya ke pemerintah sesuai
jadwal yang ditentukan Undang-Undang, mengutamakan pasokan dalam negeri atau DMO," kata
Redi.

Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara Praktikno memastikan pemerintah akan secara bertahap
memperbesar porsi sahamnya di Freeport yang saat ini memiliki kontrak karya (KK) pertambangan
emas dan tembaga di kawasan Papua.

Upaya pengambilalihan saham Freeport sejalan dengan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor
(PP) 77 tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan pembelian saham FPI bisa
dimulai pada Oktober 2015.

"Ini karena kontraknya (Freeport) baru habis tahun 2021. Maka Kementerian ESDM akan menjaga
agar secara bertahap kepemilikan Indonesia semakin besar. Di samping itu, manfaat fiskal dan
ekonomi Indonesia dari Freeport juga akan semakin besar," tuturnya.

Praktikno menambahkan, pemerintah juga berencana mengubah format kontrak dari KK menjadi
Izin Usaha Pertambangan (IUP). Ini dilakukan agar negara memiliki posisi yang kuat tatkala
melakukan negosiasi.
"Terobosan yang tengah dilakukan adalah melalui UU Minerba. Di mana pola hubungan antara
negara dengan Freeport, yang semula setara dalam format kontrak karya, akan diubah menjadi Ijin
Usaha Pertambangan yang menempatkan posisi negara kita lebih kuat,"

Anda mungkin juga menyukai