Anda di halaman 1dari 33

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Jl. TerusanArjuna No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

STATUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


SMF PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT HUSADA - JAKARTA
Periode 15 Desember 2014 – 17 Januari 2015

Nama Mahasiswa : Prilly Pricilya Theodorus Tanda Tangan :


NIM : 11-2013-058
Dokter Pembimbing : dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp.KK
A. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. SH Jenis kelamin : Perempuan
Tempat / tanggal lahir : 6 Oktober 1984 (30 tahun) Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Janda Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Pangeran Jayakarta Dalam RT 005 RW 08, Jakarta

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Husada pada tanggal
24 Desember 2014 pukul 11.30 WIB secara autonamnesis.

Keluhan Utama :
Bercak merah di kulit pada kedua tangan dan kaki sejak 5 hari yang lalu.

Keluhan Tambahan :
Bercak seperti bentolan disertai rasa perih.

1
Riwayat Perjalanan Sekarang:
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS Husada dengan bercak kemerahan
disertai gatal di kedua lengan dan tungkai sejak 5 hari yang lalu. Bercak kemerahan ini
sedikit berbentol-bentol dan terasa perih. Bercak kemerahan dan gatal sudah dirasakan
oleh pasien sejak 2 bulan yang lalu, hilang timbul dan semakin gatal 5 hari terakhir.
Awalnya bercak kemerahan dan gatal timbul di lengan bawah kiri dan kanan. Setelah itu
timbul juga ditungkai bawah kiri dan kanan. Bercak kemerahan dan gatal timbul jika
udara yang terlalu dingin dan terlalu panas. Bercak kemerahan dan gatal ini juga timbul
di daerah pinggang apabila pasien memakai celana yang terlalu ketat. Pasien pernah
berobat kedokter umum beberapa kali sewaktu muncul gejala, dan diberi obat, namun
tidak membaik. Bercak kemerahan dan gatal hilang setelah minum obat dan muncul
kembali jika obat habis. Gatal tidak dirasakan jika pasien berkeringat. Pasien mengatakan
bahwa tidak memiiki riwayat alergi obat, riwayat kontak dengan binatang, riwayat sakit
gigi sebelumnya. Pasien juga mengatakan tidak ada kontak dengan alergen seperti nikel,
lateks, dan sebagainya beberapa menit atau beberapa jam sebelum timbul keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Cacar air (+) Demam berdarah dengue (+)

C. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Compos Mentis – E4V5M6 (15)
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respiration rate : 24x/menit
Suhu : 36,5o C
Status Gizi : Baik
Kepala : Normocepali, warna hitam, distribusi merata
Mata : CA -/-, SI -/-, sekret -/-, konjungtivitis -/-, keratitis -/-
Telinga : Normotia, serumen (-), secret (-)

2
Hidung : Deviasi septum (-), secret (-)
Tenggorokkan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Gigi : Malampati I, karies dentis (-), ginggivitis (-)
Thoraks
Jantung : Tidak dilakukan
Paru : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat (+), udem -/-, CRT<2s

D. STATUS DERMATOLOGIKKUS
Distribusi : Regional
Lokasi : Ekstremitas inferior et superior bilateral
Efloresensi : Urtika, papul eritem
Bentuk/Susunan : Polisiklik
Batas : Tegas
Ukuran : Lentikular – Numular

3
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anjuran pemeriksaan
1. Complete blood count : Tidak dilakukan
2. Kadar IgE : Tidak dilakukan
3. Tes kulit (Scratch & Prick test) : Tidak dilakukan

4
F. RESUME
Pasien perempuan Ny.SH usia 30 tahun datang dengan keluhan bercak kemerahan pada
kedua tangan dan tungkai dan disertai gatal timbul sejak 5 hari yang lalu. Bercak
kemerahan ini sedikit berbentol-bentol dan terasa perih. Keluhan timbul jika terpapar
udara terlalu dingin dan udara yang terlalu panas, serta timbul dipinggang apabila
memakai pakaian yang terlalu ketat. Sebelumnya pasien mengalami hal yang sama 2
bulan yang lalu, sudah berobat ke dokter namun jika obat habis, bercak kemerahan timbul
kembali. Pasien mengatakan tidak ada kontak dengan alergen seperti nikel, lateks, dan
sebagainya beberapa menit atau beberapa jam sebelum timbul keluhan.

Status dermatologikus
Distribusi : Regional
Lokasi : Ekstremitas inferior et superior bilateral
Efloresensi : Urtika, papul eritem
Bentuk/Susunan : Polisiklik
Batas : Tegas
Ukuran : Lentikular – Numular

G. DIAGNOSIS
 Diagnosis Kerja
Urtikaria kronik e.c Trauma fisik
 Data yang mendukung: wanita, keluhan timbul di saat cuaca terlalu dingin atau
panas, dapat juga timbul di daerah ban pinggang, bercak kemerahan seperti
bentolan, juga disertai dengan rasa perih, dan keluhan yang sama timbul 2 bulan
yang lalu.

 Diagnosis Banding
- Dermatitis atopik
 Data yang mendukung : pruritus, eritema akibat digaruk
 Data yang tidak mendukung : pruritus tidak pada malam hari, keluhan tidak
timbul di area fleksura, tidak ada riwayat atopi

5
- Pitiriasis rosea
 Data yang mendukung : gatal, eritema dengan peninggian, berbatas tegas,
dewasa muda
 Data yang tidak mendukung : tidak ada skuama halus pada lesi.

- Dermatitis kontak alergi


 Data yang mendukung : pruritus, eritema dengan pembengkakan.
 Data yang tidak mendukung : pada anamnesis tidak adanya kontak dengan
alergen seperti nikel, lateks, dan sebagainya beberapa menit atau beberapa jam
sebelum timbul gejala eritema tersebut

H. PENATALAKSANAAN
a. Medika Mentosa
- Loratadine tablet 10mg  1x1 P.O sebelum atau sesudah makan

b. Non Medika Mentosa


- Hindari pencetus timbulnya keluhan; tidak memakai ban pinggang terlalu kencang
atau tidak menggunakannya sama sekali. Beraktivitas di lingkungan dengan suhu yang
hangat.

I. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubiah ad bonam
Ad fungsionam : bonam

6
TINJAUAN PUSTAKA

URTIKARIA

Pendahuluan
Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives” adalah kondisi kelainan kulit berupa reaksi
vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi,
yang mempunyai karakteristik gambaran kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit oedem
atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul secara cepat setelah dicetuskan
oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan. Dalam istilah awam lebih dikenal
dengan istilah “kaligata” atau “biduran”. Meskipun pada umumnya penyebab urtikaria
diketahui karena rekasi alergi terhadap alergen tertentu, tetapi pada kondisi lain dimana
tidak diketahui penyebabnya secara signifikan, maka dikenal istilah urtikaria idiopatik.
Sejumlah faktor, baik imunologik dan nonimunologik, dapat terlibat dalam patogenesis
terjadinya urtikaria. Urtikaria dihasilkan dari pelepasan histamin dari jaringan sel-sel
mast dan dari sirkulasi basofil. Faktor-faktor nonimunologik yang dapat melepaskan
histamin dari sel-sel tersebut meliputi bahan-bahan kimia, beberapa obat-obatan
(termasuk morfin dan kodein), makan makanan laut seperti lobster, kerang, dan makanan-
makanan lain, toksin bakteri, serta agen fisik. Mekanisme imunologik kemungkinan
terlibat lebih sering pada urtikaria akut daripada urtikaria kronik. Mekanisme yang paling
sering adalah reaksi hipersensitivitas tipe I yang distimulasi oleh antigen polivalen yang
mempertemukan dua molekul Ig E spesifik yang mengikat sel mast atau permukaan
basofil.1

Definisi
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai
dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna
pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk.2 Sedangkan angioedema
atau angioneuretik edema adalah urtika yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam
daripada dermis, dapat di submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran
napas, saluran cerna, dan organ kardiovaskular.2

7
Epidemiologi
Dapat terjadi pada semua umur, orang dewasa lebih banyak dari pada usia muda.
Umumnya terjadi pada dekadi ke-3 atau ke-4 kehidupan (usia 30-40 tahun). Prevalensi
tertinggi di negara Turki, Jepang, Timur-Tengah, Eropa Selatan, dan Asia Selatan-Timur
(Southeast Asia). Jarang ditemukan di Eropa Utara dan Amerika Serikat. Lebih banyak
pada laki-laki, tetapi bergantung dari latar belakang ras.3

Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab
urtikaria bermacam-macam, antara lain :2

1. Obat
Bermacam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun non-
imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria, secara imunologik
terdapat 2 tipe, yaitu tipe I atau II. Contohnya ialah aspirin, obat anti inflamasi non
steroid, penisilin, sepalosporin, diuretik, dan alkohol. Sedangkan obat yang secara non-
imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium
dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis
prostaglandin di asam arakidonat.

2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi
imunologik, pada beberapa kasus urtikaria terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Makanan berupa protein atau bahan yang
dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering
menimbulkan urtikaria alergika. Makanan yang paling sering menimbulkan urtikaria pada
orang dewasa yaitu, ikan, kerang, udang, telur, kacang, buah beri, coklat, arbei, keju.
Sedangkan pada bayi yang paling sering yaitu, susu dan produk susu, telur, tepung, dan
buah-buah sitrus (jeruk).

8
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, agaknya hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom dan toksin
bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan
serangga lainnya menimbulkan urtika bentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya
sembuh sendiri setelah beberapa hari, minggu, atau bulan.

4. Bahan fotosenzitiser
Bahan seacam ini, misalnya griseovulfin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan
sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.

5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang, dan
aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik.

6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur
binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect repellent
(penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut
menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.

7. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh:
- Faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin.
- Faktor panas, misalnya sinar matahari, radiasi, dan panas pembakaran.
- Faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau
semprotan air. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena darier.

9
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus,
jamur, maupun infeksi parasit.
- Infeksi oleh bakteri contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi dan sinusitis.
- Infeksi virus hepatitis, mononukleosis dan infeksi virus coxsackie pernah dilaporkan
sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan
kemungkinan infeksi virus subklinis.
- Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria.
-Infeksi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga Schistosoma atau
Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria. Infeksi parasit biasanya paling sering pada
daerah beriklim tropis.

9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis
menghambat eritema dan urtika, pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan
ambang rangsang eritema meningkat.

10. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang menunjukkan
penurunan autosomal dominan.

11. Penyakt sistemik


Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih
sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Contoh penyakit sistemik yang
sering menyebabkan urtikaria yaitu, sistemik lupus eritematosa (SLE), penyakit serum,
hipetiroid, penyakit tiroid autoimun, karsinoma, limfoma, penyakit rheumatoid arthritis,
leukositoklast vaskulitis, polisitemia vera (urtikaria akne-urtikaria papul melebihi
vesikel), demam reumatik, dan reaksi transfusi darah.

10
Patogenesis4
Sel mast merupakan sel efektor primer pada patogenesis timbulnya gejala-gejala
urtikaria. Di kulit, sel mast terdapat di dermis. Selain itu sel mast juga terdapat di
pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf-saraf, dan organ tubuh.Granul-granul dalam sel
mast mengandung histamin, heparin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan
Eosinophile Chemotactic Factor (ECF). Ada 2 macam sel mast yaitu terbanyak sel mast
jaringan dan sel mast mukosa. Yang pertama ditemukan sekitar pembuluh darah dan
mengandung sejumlah histamin dan heparin. Pelepasan mediator tersebut dihambat
kromoglikat yang mencegah influks kalsium ke dalam sel. Sel mast yang kedua
ditemukan di saluran cerna dan nafas. Proliferasi sel mast oleh dipicu IL-3 dan IL-4 dan
bertambah pada infeksi parasit.

Sel mast akan melepaskan mediator-mediator radang seperti histamin, leukotrin (SRSA),
kinin, serotonin, PEG, PAF, dan lain-lain. Pelepasan mediator-mediator radang ini karena
rangsangan dari beberapa faktor, antara lain faktor imunologik (reaksi alergi tipe I, II, III,
IV, dan genetik yaitu defisiensi C1 esterase inhibitor) dan faktor nonimunologik (bahan
kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek kolinergik, alkohol, emosi, demam).Mediator-
mediator yang dilepaskan akan memberikan pengaruh-pengaruh yang berbeda.

Salah satu mediator yang dilepaskan oleh sel mast yang sangat penting dalam proses
timbulnya gejala-gejala pada urtikaria adalah histamin. Ada beberapa mekanisme
pelepasan histamin. Faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya menyebabkan
degranulasi sel mast dan melepaskan histamin ke jaringan dan sirkulasi. Histamin
menyebabkan kontraksi sel endotel sehingga terjadi kebocoran, dimana cairan berpindah
dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga timbullah edema.

Bila telah masuk ke dalam kulit, histamin menyebabkan triple response of Lewis, yaitu
eritema lokal (vasodilatasi), suatu flare dengan karakteristik eritema di luar batas dari
eritema lokal, hingga terbentuk suatu wheal akibat kebocoran cairan vena-vena
postkapiler. Pembuluh darah terdiri dari 2 reseptor histamin. Reseptor yang selama ini
diteliti adalah H1 dan H2.

11
Reseptor H1 ketika dirangsang oleh histamin, akan menyebabkan refleks dari akson,
vasodilatasi dan pruritus. Perangsangan reseptor H1, melalui saraf sensorik,
menyebabkan kontrakasi otot polos pada traktus respiratorius dan gastrointestinal,
pruritus, dan bersin. Ketika reseptor H2 dirangsang, terjadi vasodilatasi. Disamping itu
reseptor H2 juga terdapat di permukaan membrane dari sel mast dan ketika dirangsang,
akan menyebabkan produksi dari histamine. Aktivasi reseptor H2 sendiri akan
menyebabkan peningkatan produksi asam lambung. Aktivasi H1 dan H2 bersamaan akan
mengakibatkan hipotensi, takikardi, kemerahan, dan sakit kepala.

Klasifikasi Urtikaria
Terdapat beberapa penggolongan urtikaria
a. Berdasarkan lamanya serangan berlangsung
 Urtikaria akut, bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau
berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.
 Urtikaria kronik, bila serangan lebih dari 6 minggu.2,3
b. Berdasarkan morfologi klinis
 Urtikaria papular bila berbentuk papul.
 Urtikaria gutata bila besarnya sebesar tetesan air.
 Urtikaria girata bila ukuran besar.
c. Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan terkena
 Urtikaria lokal
 Urtikaria generalisata
 Angioedema
d. Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadi urtikaria
 Urtikaria imunologik
1. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I)
2. Ikut sertanya komplemen
3. Reaksi alergi tipe IV

12
 Urtikaria nonimunologik
1. Langsung memacu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator. (misalnya
obat golongan opiat dan bahan kontras)
2. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (misalnya
aspirin, obat anti inflamasi non-steroid)
3. Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar,
dan bahan kolinergik.
 Urtikaria Idiopatik : Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa
biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatas tegas dengan
batas tepi yang pucat disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai berat, pedih, dan
atau sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria dapat tampak pada bagian tubuh
manapun, termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan, dan telinga. Diameter lesi dapat
bervariasi dari sekitar 5 mm (0,2 inchi) sampai dapat sebesar satu piring makan. Ketika
proses oedematous meluas sampai ke dalam dermis dan atau subkutaneus dan lapisan
submukosa, maka ia disebut angioedema. Dermografisme, berupa edema dan eritema
yang linear di kulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu kurang lebih
30 menit. Pada urtikari akibat tekanan, urtika timbul pada tempat yang tertekan, misalnya
di sekitar pinggang. Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh,
emosi, makanan yang merangsang dan pekerjaan berat. Biasanya terasa sangat gatal,
ukuran lesi bervariasi dari beberapa mm sampai numular dan konfluen membentuk
plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare,
muntah-muntah, dan nyeri kepala.1
Urtikaria dan angioedema dapat terjadi pada lokasi manapun secara bersamaan
atau sendirian. Angioedema umumnya mengenai wajah atau bagian dari ekstremitas,
dapat disertai nyeri tetapi jarang pruritus, dan dapat berlangsung sampai beberapa hari.
Keterlibatan bibir, pipi, dan daerah periorbita sering dijumpai, tetapi angioedema juga
dapat mengenai lidah dan faring. Lesi individual urtikaria timbul mendadak, jarang
persisten melebihi 24-48 jam, dan dapat berulang untuk periode yang tidak tentu.

13
Urtikaria dapat bermanifestasi sebagai keadaan-keadaan dibawah ini :1,3
I. Immunologic IgE- dan IgE Receptor–Dependent Urticaria/Angioedema
a. Urtikaria yang Disebabkan oleh Antigen Spesifik
Contoh-contoh umum dari antigen spesifik yang dapat memprovokasi timbulnya
urtikaria/ angioedema misalnya makanan, seperti kerang, kacang-kacangan, dan cokelat;
obat-obatan dan agen terapeutik, misalnya penisilin; aeroallergen; dan Hymenoptera
venom.

b. Diatesis Atopik
Episode akut urtikaria/angioedema yang terjadi pada pasien-pasien dengan riwayat
pribadi atau keluarga dengan asma, rhinitis, atau eczema diduga merupakan IgE-
dependent. Dalam praktik klinik, urtikaria/angioedema jarang disertai eksaserbasi asma,
rhinitis, atau eczema. Prevalensi urticaria/angioedema kronik tidak meningkat pada
pasien-pasien atopik.

c. Urtikaria Fisik
- Dermographism (Dermografisme)
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari physical urticaria. Ia
tampak sebagai garis biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang
sementara muncul secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi, kulit
biasanya mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat muncul.
Ia tidak berhubungan dengan atopi. Respon dermographic secara pasif ditransfer ke kulit
normal dengan serum atau Ig E.

Gambar 2. Dermographisme. Tampak urtikaria dengan linear wheal

14
- Delayed dermographism (Dermografisme yang tertunda)
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan atau tanpa
rekasi immediate, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi terdiri dari nodul eritema
linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan delayed pressure urticaria. Cold-
dependent dermographism adalah kondisi yang terjadi hanya setelah terjadi paparan
dingin. Cholinergic dermographism adalah bentuk yang jarang yang terjadi sebagi
biduran punctata (punctate wheals) pada pasien dengan cholinergic urticaria.

- Pressure urticaria
Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, oedem local, sering
disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap kulit.
Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di bawah sabuk pengaman,
pada kaki setelah berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan dengan tangan.
Delayed pressure urticaria dapat berhubungan dengan demam, menggigil, arthralgia, dan
myalgia, juga dengan peningkatan LED dan leukositosis. Immediate pressure urticaria
adalah kelainan idiopatik yang jarang. Ia telah diketahui berhubungan dengan pasien
sindroma hipereosinofilik.

- Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat, dapat
berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa tahun karena paparan
vibrasi okupasional. Ia dapat sebagai kelaianan autosomal dominan yang diturunkan
dalam keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada wajah.
Peningkatan kadar plasma histamin ditemukan dalam serangan pada pasien dnegan
bentuk keturunan / herediter dan pada pasien dengan penyakit yang didapat.

- Cold urticaria
Terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan (herediter) dari cold
urticaria/angioedema. Bentuk yang didapat lebih sering dijumpai. Idiopathic atau primary
acquired cold urticaria mungkin berhubungan dengan sakit kepala, hipotensi, sinkop,
wheezing, shortness of breath, palpitasi, nausea, vomiting, dan diare.

15
Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang meliputi perubahan
dalam temperatur lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin. Biduran dapat
timbul setelah dilakukan kontak kulit dengan es yang disebut dengan diagnostic cold
contact test. Jika seluruh tubuh dingin, seperti dalam keadaan berenang, hipotensi dan
sinkop, yang berpotensi mematikan dapat terjadi. Bentuk yang jarang dari acquired cold
urticaria yang telah dilaporkan pada beberapa kasus di antaranya systemic cold urticaria,
localized cold urticaria, cold-induced cholinergic urticaria, cold-dependent
dermographism, dan localized cold reflex urticaria.
Dua bentuk dominan dari inherited cold urticaria telah dideskripsikan. Familial
cold urticaria, yang juga disebut dengan familial cold autoinflammatory syndrome
merupakan kelainan autosomal dominan dengan genetic linkage terhadap kromosom
1q44. Erupsi muncul sebagai macula eritematous disertai rasa panas seperti terbakar dan
pruritus dan jarang dengan biduran. Demam, nyeri kepala, conjunctivitis, arthralgia, dan
neutrophilic leukocytosis merupakan gambaran dari serangan. Jarak antara paparan
dingin dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi
episode adalah 12 jam. Biopsi kulit specimen menunjukkan degranulasi sel mast dan
infiltrasi neutrofil. Delayed cold urticaria terjadi sebagai lesi eritematous, oedematous,
dan pembengkakan lebih dalam yang muncul 9-18 jam setelah paparan dingin. Biopsi
kulit specimen menunjukkan adanya oedem dengan sedikit jumlah sel mononuclear; sel-
sel mast tidak mengalami degranulasi; dan protein komplemen, immunoglobulin, dan
fibrin tidak ditemukan.

Gambar 3. Cold urticaria

16
- Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh, seperti selama
mandi dengan air hangat, olahraga, atau episode demam. Prevalensi tertinggi adalah pada
usia 23-28 tahun. Erupsi tampak dengan biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kira-
kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau luas merupakan gambaran
yang khas dari urtikaria jenis ini; kadang-kadang, lesi dapat menjadi konfluen, atau
angioedema dapat terjadi. Gambaran sistemik termasuk pusing, nyeri kepala, sinkop,
flushing, wheezing, shortness of breath / sesak nafas, nausea, vomiting, dan diare.
Peningkatan prevalensi pada pasien atopi telah dilaporkan. Injeksi intrakutaneus agen
kolinergik, seperti methacholine chloride, menghasilkan biduran secara local pada kira-
kira 1/3 pasien. Perubahan dalam fungsi pulmonal telah didokumentasikan selama
percobaan exercise challenge atau setelah inhalasi acetylcholine. Kasus-kasus familial
telah dilaporkan hanya pada laki-laki dalam empat keluarga. Pengamatan ini
menunjukkan kecenderungan adanya kelainan autosomal dominan inheritance. Setelah
exercise challenge, histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil
dilepaskan ke dalam sirkulasi.

Gambar 4. Cholinergic urticaria.

- Local heat urticaria


Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi dalam
beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal. Peningkatan insidensi pada
pasien atopi telah dilaporkan. Histamin, neutrophil aktivitas chemotactic, dan PGD 2
ditemukan dalam sirkulasi pada penelitian experimental. Bentuk familial delayed dari
local heat urticaria dimana urtikaria terjadi 1-2 jam setelah uji tantangan/challenge dan
berlangsung sampai dengan 10 jam.

17
- Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadang-
kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan sinar
matahari atau sumber cahaya buatan. Nyeri kepala, sinkop, pusing, wheezing, dan nausea
merupakan gambaran sistemik. Empat puluh delapan persen pasien mempunyai riwayat
atopi. Meskipun solar urtikaria dapat berhubungan dengan systemic lupus erythematosus
(SLE) dan polymorphous light eruption, tetapi biasanya idiopatik. Perkembangan lesi
kulit di bawah lingkungan experiment dalam respon terhadap panjang gelombang spesifik
diklasifikasikan ke dalam enam subtipe; akan tetapi, seseorang dapat merespon lebih dari
satu bagian dari spectrum cahaya. Pada tipe I, didapatkan dengan panjang gelombang
285-320 nm, dan pada tipe II, panjang gelombang 400-500 nm. Tipe VI, terjadi pada
erythropoietic protoporphyria dan yang dikarenakan defisiensi ferrochelatase telah
dilaporkan pada satu pasien. Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil
dapat ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA), UVB,
dan sinar/cahaya yang terlihat.

- Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri dari pruritus,
urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal), dan sinkop yang berbeda dari
cholinergic urticaria. Pada kebanyakan pasien, biduran tidak mempunyai punctate tetapi
dengan ukuran yang normal.
Variasi tipe dari sindroma ini telah dideskripsikan, termasuk diantaranya exercise-
induced anaphylaxis memerlukan olahraga/exercise sendirian sebagai stimulusnya, food-
dependent exercise-induced anaphylaxis memerlukan baik exercise dan makanan sebagai
stimulus, dan bentuk varian dimana biduran punctata timbul setelah exercise. Pemberian
aspirin sebelum makan makanan allergen menginduksi urtikaria pada beberapa pasien
dengan food-dependent exercise-induced anaphylaxis. Pada exercise-induced
anaphylaxis, tes fungsi paru normal, biopsy specimen menunjukkan degranulasi sel mast,
dan pelepasan histamin dan tryptase ke dalam sirkulasi.

18
- Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran dikelilinngi oleh white halo yang terjadi
selama stress emosional. Lesi dapat ditemukan dengan injeksi norepinefrin intrakutaneus.

- Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus


Kontak kulit dengan air pada temperature berapapun dapat menghasilkan pruritus
sendirian atau, lebih. Erupsi terdiri dari biduran-biduran kecil yang mirip dengan
cholinergic urticaria. Aquagenic pruritus tanpa urtikaria biasanya idiopatik tetapi juga
terjadi pada orang-orang tua dengan kulit yang kering dan pada pasien dengan
polycythemia vera, Hodgkin's disease, sindroma myelodysplastic, dan sindroma
hipereosinophilic. Pasien-pasien dengan aquagenic pruritus sebaiknya dievaluasi untuk
menyingkirkan kelainan hematologik. Setelah tes experimental challenge, kadar histamin
darah akan meningkat pada pasien dengan aquagenic pruritus dan dengan aquagenic
urticaria. Degranulasi sel mast tampak pada lesi jaringan.

d. Urtikaria Kontak
Urtikaria dapat terjadi setelah kontak langsung dengan beberapa substansi. Ia dapat
disebabkan faktor immunologik yang dimediasi IgE atau nonimmunologik. Transient
eruption muncul dalam beberapa menit ketika dimediasi oleh IgE. Protein dari produk-
produk latex adalah penyebab sering dari urtikaria kontak yang dimediasi IgE. Protein-
protein latex juga dapat menjadi allergen airborne. Pasien-pasien ini dapat bermanifestasi
secara cross-reactivity terhadap buah-buahan, seperti pisang, alpukat, dan kiwi.
Manifestasi lainnya yang juga berhubungan termasuk rhinitis, conjunctivitis, dyspnea,
dan syok. Kelompok risiko didominasi oleh pekerja biomedis dan orang-orang dengan
frekuensi kontak dengan latex yang sering. Agen-agen seperti bulu-bulu arthropoda, dan
bahan-bahan kimia dapat melepaskan histamin secara langsung dari sel-sel mast. Papular
urtikaria terjadi sebagai lesi papular urtikaria dengan diameter 3-10 mm, distribusi
simetris, serangan episodik yang berasal dari reaksi hipersensitif terhadap gigitan
serangga, seperti nyamuk, kutu, dan bedbugs. Kondisi ini muncul terutama pada anak-
anak. Lesi cenderung muncul pada kelompok area yang terekspose, seperti aspek
ekstensor dari ekstremitas.

19
Pada wanita hamil dapat muncul erupsi papular urtikaria dan plak disertai gatal yang
sikenal dengan “Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy” (PUPP), dengan
insidensi kira-kira 1 dari 160 kehamilan. Sering muncul pada primigravida pada trimester
III akhir atau segera dalam periode post partum. Erupsi muncul secara tiba-tiba dengan
90% di abdomen, dan dalam beberapa hari dapat menyebar secara simetris dengan tidak
melibatkan wajah. Tidak seperti urtikaria pada umumnya, erupsi menetap dan
intensitasnya dapat meningkat, hilang pada kebanyakan kasus sebelum atau dalam 1
minggu post partum. Diduga disebabkan reaksi terhadap distensi abdomen. Rasa gatal
dapat diredakan dengan pemberian topikal steroid sedang dan antihistamin. Prednisone
(40 mg/hari) mungkin diperlukan jika pruritus sukar hilang.

Gambar 5. PUPP

e. Urtikaria Autoimun
Sirkulasi autoantibodi telah diketahui berada di dalam serum pada beberapa pasien
dengan urtikaria idiopatik kronik, menyebabkan autoimmune urticaria.
Antibodi-antibodi ini diperkirakan ada pada sedikitnya 35-40 persen dari pasien dengan
urtikaria idiopatik kronik. Positif autologous serum skin test didefinisikan sebagai bulir
kemerahan dengan diameter 1.5 mm lebih besar daripada saline-induced respons dalam
30 menit. Pasien-pasien dengan autoantibodi mempunyai jumlah biduran yang lebih
banyak dengan distribusi yang lebih luas, pruritus lebih berat, dan gambaran sistemik dari
nausea, nyeri abdomen, diare, dan flushing.

20
II. Urticaria/Angioedema Yang Dimediasi oleh Sistem Komplemen dan Sistem
Efektor Plasma Lainnya
a. Angioedema Herediter dan Didapat
Angioedema herediter merupakan kelainan yang diturunkan secara dominan yang
ditandai dengan serangan berulang/rekuren angioedema yang melibatkan kulit dan
membran mucus saluran respirasi dan gastrointestinal. Terdapat defisiensi fungsional dari
inhibitor komponen first activated dari sistem komplemen (C1INH). Angioedema didapat
dengan deplesi C1INH mempunyai dua bentuk. Satu berhubungan dengan keganasan,
yaitu limfoma sel B dan autoantibodi terhadap protein. Bentuk yang lain berhubungan
dengan autoantibodi secara langsung melawan molekul C1INH. Kompleks gejala klinis
yang mirip dengan angioedema herediter dan mempunyai gambaran X-linked inheritance
telah dilaporkan pada banyak wanita dengan angioedema tanpa urtikaria dan dengan
oedem laring dan nyeri abdomen. Kadar dan fungsi C4 dan C1INH adalah normal.
Bentuk estrogen-dependent dari angioedema yang mirip dengan angioedema herediter
telah dilaporkan pada satu keluarga dengan tujuh anggota keluarga yang terkena dalam
tiga generasi, menunjukkan gambaran autosomal dominant inheritance. Gambaran klinis
diantaranya angioedema tanpa urtikaria, oedem laring, dan nyeri abdomen dengan
muntah-muntah. Serangan dapat terjadi selama kehamilan dan dengan pemberian
estrogen eksogen.

Gambar 6. Angioedema herediter3


Tampak wajah penderita yang sangat kontras saat dalam serangan dan di luer serangan.

b. Venulitis Urtikaria
Urtikaria kronik dan angioedema dapat sebagai manifestasi dari cutaneous
necrotizing venulitis, yang dikenal sebagai urticarial venulitis.

21
Gambaran klinis lainnya diantaranya demam, malaise, arthralgia, nyeri abdomen, dan
lebih jarang, konjungtivitis, uveitis, diffuse glomerulonephritis, penyakit paru obstruktif
dan restriktif, hipertensi intracranial benigna. Abnormalitas komplemen serum telah
dilaporkan pada beberapa pasien dengan kelainan ini. Istilah hypocomplementemic
urticarial vasculitis syndrome digunakan pada pasien-pasien dengan gejala klinis yang
lebih berat dari urticarial venulitis dengan hypocomplementemia dan low-molecular-
weight 7S C1q-precipitin yang telah diidentifikasi sebagai autoantibody IgG secara
langsung melawan collagen-like region dari C1q. Urticarial venulitis juga dapat terjadi
pada pasien-pasien dengan serum sickness, kelainan jaringan penyambung, keganasan
darah, dan infeksi serta sebagai kelainan idiopatik.

Gambar 7. Vasculitis urticaria. Purpura muncul setelah urtikaria hilang

c. Urtikaria Akibat Serum Sickness


Serum sickness, adalah rekasi buruk atau efek samping yang disebabkan oleh pemberian
serum heterologus kepada manusia, dapat terjadi setelah pemberian obat-obatan. Serum
sickness terjadi 7-21 hari setelah pemberian serum heterolog tersebut (transfusi darah,
plasma) dan ditandai dengan demam, urtikaria, limfadenopati, myalgia, arthralgia, dan
arthritis. Gejala biasanya self-limited dan berlangsung sampai 4-5 hari. Lebih dari 70%
pasien dengan serum sickness mengalami urtikaria, yang dapat mengalami pruritus atau
nyeri.

22
d. Urtikaria Akibat Reaksi Transfusi Produk Darah
Urtikaria/angioedema dapat terjadi setelah pemberian produk darah (transfusi). Ini
biasanya diakibatkan oleh pembentukan kompleks imun yang dibentuk dari antigen
dalam produk darah dari donor berupa IgA yang bereaksi dengan antibodi-antibodi dalam
tubuhn resipien dan aktivasi komplemen yang menyebabkan perubahan vaskfular dan
otot polos secara langsung atau tidak langsung, via anafilatoksin, atau dengan pelepasan
mediator-mediator sel mast.

e. Urtikaria Akibat Infeksi


Episode dari urtikaria akut dapat berhubungan dnegan infeksi virus saluran nafas atas,
paling sering terjadi pada anak-anak. Urtikaria akut hilang dalam 3 minggu.

f. Urtikaria yang Berhubungan Dengan Terapi ACE Inhibitor


Angioedema diketahui juga dapat berhubungan dengan pemberian obat angiotensin-
converting enzyme (ACE) inhibitor. Frekuensi angioedema terjadi setelah terapi ACE
inhibitor adalah sekitar 0.1 to 0.7 %. Angioedema terjadi selama minggu pertama terapi
pada 72 % pasien dan biasanya mengenai kepala dan leher, termasuk mulut, lidah, faring,
dan laring. Urtikaria jarang terjadi sendirian. Batuk dan angioedema pada saluran cerna
merupakan gambaran klinis yang sering.
Ini menunjukkan bahwa terapi ACE inhibitor dikontraindikasikan pada pasien-
pasien dengan riwayat sebelumnya angioedema idiopatik, herediter, dan didapat
defisiensi C1INH. Hipotesis mekanismenya bahwa bradikinin, yang secara normal
didegradasi sebagian oleh ACE, terakumulasi dalam jaringan ketika ACE inhibitor
diberikan.

III. Urtikaria/Angioedema Idiopatik


Sedikitnya 70% dari pasien-pasien dengan urtikaria/angioedema idiopatik kronik ,
penyebabnya tidak diketahui. Meskipun infeksi, kelainan metabolic, dan hormonal,
keganasan, dan faktor emosi telah diklaim sebagai penyebab, tetapi bukti dari etiologinya
seringkali tidak memuaskan.

23
Dalam meta-analysis pada hubungan urtikaria idiopatik kronik dan infeksi H.pylori,
perbaikan dari urtikaria empat kali lebih tinggi jika infeksi H.pylori berhasil dieradikasi
dengan terapi antibiotik. Akan tetapi, hanya 1/3 pasien dengan urtikaria idiopatik akan
mengalami remisi dengan eradikasi infeksi yang berhasil. Meskipun urtikaria/angioedem
idiopatik adalah bentuk yang paling sering, tetapi penegakkan diagnosis tetap dengan
eksklusi. Cyclic episodic angioedema dengan urticaria/angioedema berhubungan dengan
demam, pertambahan berat badan, tidak adanya kerusakan organ dalam, perjalanan klinis
yang benigna, dan eosinofilia. Biopsi specimen jaringan menunjukkan peningkatan kadar
eosinophils, eosinophil granule proteins, dan CD4 lymphocytes exhibiting HLA-DR, IL-
1, soluble IL-2 receptor, dan IL-5.

Anamnesis
Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya dan durasi rash / ruam serta
gatal dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau
kronik. Untuk urtikaria kronik atau rekuren, penting untuk mempertimbangkan faktor-
faktor penyebab sebelumnya dan keefektifan berbagai pilihan terapi.
- Tanyakan tentang faktor presipitan, seperti panas, dingin, tekanan, aktivitas berat,
cahaya matahari, stres emosional, atau penyakit kronik
(misalnya, hipertiroidisme, rheumatoid arthritis, SLE,
polimiositis, amiloidosis, polisitemia vera, karsinoma, limfoma).
- Tanyakan tentang penyakit lain yang dapat menyebabkan pruritus, seperti
diabetes mellitus (DM), insufisiensi ginjal kronik, sirosis bilier primer, atau
kelainan kulit nonurtikaria lainnya (misalnya, eczema, dermatitis kontak).
- Tanyakan tentang riwayat angioedema pada keluarga dan pribadi, dimana
urtikaria pada jaringan yang lebih dalam dan dapat mengancam nyawa jika
mengenai laring dan pita suara. Penyebab spesifik angioedema diantaranya
hereditari angioedema (defisiensi C1-inhibitors) dan acquired angioedema
(berhubungan dengan angiotensin-converting enzyme [ACE] inhibitor dan
angiotensin receptor blockers (ARBs). Karakteristik dari angioedema meliputi di
bawah ini:

24
- Vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan yang lebih dalam
daripada yang tampak pada urtikaria.
- Pembengkakan yang nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi
pada permukaan mukosa dari saluran nafas (bibir, lidah, uvula,
palatum molle, dan laring ) dan saluran cerna (pembengkakan usus
menyebabkan nyeri abdomen berat).
- Suara serak, merupakan tanda paling awal dari oedem laring (tanyakan
pasoen bila ia mengalami perubahan suara serak)

Untuk urtikaria akut, tanyakan tentang kemungkinan pencetus/presipitan, seperti di


bawah ini:
- Penyakit sekarang (misalnya, demam, nyeri tenggorokan, batuk, pilek, muntah,
diare, nyeri kepala)
- Pemakaian obat-obatan meliputi penisilin, sefalosporin, sulfa, diuretik,
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), iodida, bromida, quinidin,
chloroquin, vancomycin, isoniazid, antiepileptic agents, dll.
- Intravenous media radiokontras
- Riwayat bepergian (amebiasis, ascariasis, strongyloidiasis, trichinosis, malaria)
- Makanan (eg, kerang, ikan, telur, keju, cokelat, kacang, tomat)
- Pemakaian parfum, pengering rambut, detergen, lotion, krim, atau pakaian
- Kontak dengan hewan peliharaan, debu, bahan kimia, atau tanaman
- Kehamilan (biasanya terjadi pda trimester ketiga dan biasanya sembuh spontan
segera setelah melahirkan)
- Kontak dengan bahan nikel (ex, perhiasan, kancing celana jeans), karet (ex,
sarung tangan karet, elastic band), latex, dan bahan-bahan industri
- Paparan panas atau sinar matahari
- Aktivitas berat

25
Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
Urtikaria mempunyai karakteristik ruam kulit pucat kemerahan dengan elevasi
kulit, dapat linier, annular (circular), atau arcuate (serpiginous). Lesi ini dapat terjadi
pada daerah kulit manapun dan biasanya sementara dan dapat berpindah.
- Dermographism dapat terjadi (lesi urtikaria yang berasal dari goresan ringan).
- Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan menjadi
presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa. Di antaranya :
o Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak
o Angioedema pada bibir, lidah, atau laring
o Skleral ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan adanya
hepatitis atau penyakit kolestatik hati
o Pembesaran kelenjar tiroid
o Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma
o Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit jaringan
penyambung, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematosus
(SLE)
o Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau bronchospasm
(asthma)
o Extremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur

b. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah, urin, feses rutin
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang
tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat
untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta, misalnya urtikaria
vaskulitis atau adanya infeksi penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti
komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati dan
urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis.

26
Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema
berulang tanpa urtikaria.(12) Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada
urtikaria dingin.

- Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan tes
kulit invivo (skin prick test), pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent test-
RASTs) atau invitro yang mempunyai makna yang sama. Pada prinsipnya tes kulit
dan RAST, hanya bisa memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I.
Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila
urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi anafilaksis.
Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies,
tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin
test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana.

- Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes alergi
memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes provokasi ini
dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya. Adanya alergen
kontak terhadap karet sarung tangan atau buah-buahan, dapat dilakukan tes pada
lengan bawah, pada kasus urtikaria kontak. Tes provokasi oral mungkin diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan urtikaria akibat obat atau makanan tertentu.

Tes eleminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk
beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. Pada urtikaria fisik akibat
sinar dapat dilakukan tes foto tempel. Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan
pada diagnosa urtikaria kolinergik. Tes fisik lainnya bisa dengan es atau air hangat
apabila dicurigai adanya alergi pada suhu tertentu.

27
2. Pemeriksaan Histopatologik
Perubahan histopatologik tidak terlalu nampak dan tidak selalu diperlukan tetapi
dapat membantu diagnosis. Epidermis pada umumnya normal. Ikatan-ikatan kolagen di
retikular dermis terpisah oleh edema dan ada infiltrat inflamasi limfositik perivaskular.
Biasanya juga terdapat peningkatan jumlah sel mast.
Infiltrat limfositik ini biasanya ditemukan pada lesi urtikaria akut dan kronik.
Beberapa lesi urtikaria mengandung infiltrat seluler campuran, antara lain limfosit, PMN,
dan sel inflamasi lainnya. Tipe infiltrat campuran biasanya merupakan karakteristik dari
bentuk refraktur dari urtikaria kronik seperti urtikaria mediasi-autoimun. Biasanya
terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papila dermis, geligi epidermis mendatar,
dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular
dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah.
Punch biopsy dengan ukuran 4 mm dapat digunakan membantu diagnosis. Urtikaria
dapat juga mencakup kelainan histopatologis yang luas, mulai infiltrasi berbagai macam
sel radang yang agak jarang dengan edema dermis yang menonjol disertai infiltrasi sel-sel
radang yang relatif banyak. Sel-sel infiltrat tersebut terdiri dari neutrofil, limfosit dan
eosinofil. Adanya infiltrat eosinofil, lebih mengarah pada urtikaria alergi.

Diagnosis
Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat serta pembantu
diagnosis di atas, agaknya dapat ditegakan diagnosis urtikaria dan penyebabnya.
Walaupun demikian, hendaknya dipikirkan pula beberapa penyakit sistemik yang sering
disertai urtikaria. Urtikaria kronik harus dibedakan dengan purpura anafilaktoid, pitiriasis
rosea bentuk papular, dan urtikaria pigmentosa.

Diagnosis banding
1. Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea merupakan suatu penyakit ringan yang menyebabkan peradangan
kulit disertai pembentukan sisik berwarna kemerahan.

28
Seperti pada urtikaria, pitiriasis rosea juga sering terjadi pada golongan dewasa
muda dan adanya eritema dengan peninggian dan berbatas tegas serta gatal. Bentuknya
bisa bulat atau lonjong. Untuk membedakan pitiriasis rosea dari urtikaria, pada urtikaria
tidak mempunyai sisik.1,3

2. Dermatitis Kontak Alergi


Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang
dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau mempunyai
struktur kimia serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitasi.
Persamaan dermatitis kontak alergi dengan urtikaria adalah pada gambaran kliniknya
yaitu terjadi eritema dengan peninggian atau pembengkakan. Untuk membedakan
dermatitis kontak alergi dari urtikaria, pada anamnesis diketahui adanya kontak dengan
alergen seperti nikel, lateks, dan sebagainya beberapa menit atau beberapa jam sebelum
timbul gejala eritema tersebut.1,5

Penatalaksanaan
Terapi terbaik untuk urtikaria adalah mengobati penyebabnya dan jika
memungkinkan menghindari penyebab yang dicurigai. Obat lini pertama untuk urtikaria
adalah antihistamin antagonis reseptor H1. Obat ini berfungsi untuk mengurangi rasa
gatal, serta memendekkan durasi terjadinya eritema dan pembengkakan.1
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja
antihistamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada reseptor-
reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi 2
kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 dan H2. Secara klinis dasar pengobatan
pada urtikaria difokuskan pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor H1 namun
efektivitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping farmakologik, yaitu sedasi.
Dalam perkembangannya terdapat antihistamin baru yang berkhasiat terhadap reseptor
H1 tetapi nonsedatif, golongan ini disebut antihistamin nonklasik. Antihistamin Klasik
sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi tetapi sebaiknya dikombinasikan dengan
antihistamin nonklasik.

29
Biasanya antihistamin nonklasik diberikan pada siang hari dan klasik antihistamin
diberikan pada malam hari. Antihistamin antagonis reseptor H1 klasik dengan kerja
singkat seperti hidroksizina dihidroklorida, terdapat dalam bentuk tablet dan sirup
diberikan dengan dosis 50-100 mg per hari pada dewasa, sedangkan untuk anak berumur
di bawah 6 tahun dengan dosis 50 mg perhari, anak diatas umur 6 tahun dengan dosis 50-
100 mg per hari dengan dosis terbagi. Penggunaan obat ini sebaiknya dihindari pada
kehamilan trimester pertama. Disamping itu dapat diberikan antihistamin antagonis
reseptor H1 kerja panjang (long acting) seperti difenhidramina diberikan dengan dosis
25-50 mg perhari dan dosis pada anak 5 mg/kgBB perhari dengan dosis maksimal 300
mg perhari.1

Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya dapat dengan cepat diatasi,
sedangkan urtikaria kronik lebih sulit karena penyebabnya sulit didapat.2

Kesimpulan
Urtikaria merupakan reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab.
Penyebabnya yaitu faktor imunologik (reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, IV, dan
genetik) dan faktor non-imunologik (bahan kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek
kolinergik, alkohol, emosi, demam). Urtikaria biasanya ditandai dengan edema setempat
yang cepat timbul dan menghilang perlahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di
permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Gejala yang timbul biasanya berupa
edema setempat yang eritem, kemudian biasanya disertai gatal. Urtikaria terjadi karena
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan trsnsudasi cairan
dan protein. Transudasi cairan menyebabkan pengumpulan cairan setempat sehingga
secara klinis tampak udem dan kemerahan.
Urtikaria dapat terjadi pada semua umur. Pengobatan yang paling penting adalah
menghindari penyebab, untuk meringankan urtikaria dapat diberikan obat. Pengobatan
yang selama ini diberikan sesuai dengan kausa dan diberikan juga anti histamine.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Soter, Allen. Urticaria and Angioedema. Dalam : Freedberg, Eisen, Wolff,


Austen. Fitzpatrick’s Dermatology In Genereal Medicine. Edisi 6. New York :
McGraw-Hill Inc. 2009: 122-45.
2. Aisah S. Urtikaria. Dalam : Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5.
Jakarta : FKUI. 2008: 169-76.
3. Wolff K, Johnson RA. Urticaria and Angioedema. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi 6. New York : McGraw-Hill Inc. 2009:
h.358-65.
4. Lindscott S. Urticaria. 27 Mei 2014. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/762917-overview. 28 Desember 2014.
5. Anonymous. Allergic Contact Dermatitis. 2008. Diunduh dari :
http://www.dermnetNZ.com. 28 Desember 2014.

31
LAPORAN KASUS
URTIKARIA

Disusun Oleh:
Prilly Pricilya Theodorus
10.2013.058

Pembimbing:
dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN
RS. HUSADA
15 Desember 2014 – 17 Januari 2015
JAKARTA

32
33

Anda mungkin juga menyukai