Anda di halaman 1dari 17

Inovasi teknologiInovasi

Pengembangan peternakan dalam1(3),


Pertanian sistem integrasi
2008: tanaman-ternak ...
189-205 189

INOVASI TEKNOLOGI PETERNAKAN DALAM


SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK UNTUK
MENUNJANG SWASEMBADA DAGING SAPI

Uka Kusnadi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Jalan Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor 16143

PENDAHULUAN Dalam aspek pengentasan kemiskinan,


subsektor peternakan berperan sangat
Pengembangan subsektor peternakan penting. Berdasarkan data dari Proyek
selama 10 tahun terakhir menunjukkan Inpres Desa Tertinggal (IDT), komoditas
hasil yang cukup nyata dalam berbagai yang dipilih sebagian besar (60-70%)
aspek, di antaranya produksi daging adalah ternak. Begitu pula dalam Program
meningkat dari 1.508.200 ton menjadi Peningkatan Pendapatan Petani Melalui
2.613.200 ton atau naik 4,01%/tahun, telur Inovasi (P4MI), semua lokasi kegiatan
meningkat dari 736.000 ton menjadi menghendaki adanya sistem usaha
1.149.000 ton atau naik 5,6%/tahun, dan pertanian yang melibatkan ternak sebagai
susu meningkat dari 433.400 ton menjadi basis dalam sistem usaha pertaniannya
550.000 ton atau naik 2,69%/tahun. De- (Kusnadi et al. 2005b).
ngan tingkat pencapaian produksi terse- Subsektor peternakan juga berperan
but maka tingkat konsumsi masyarakat, dalam penyediaan bahan baku industri
khususnya protein hewani asal ternak, seperti kulit, sepatu, dan obat-obatan.
meningkat dari 4,19 g menjadi 5,46 g/ Dalam membantu pelestarian lingkungan
kapita/hari atau naik 3,08%/tahun. hidup, subsektor peternakan dapat men-
Dalam aspek penyerapan tenaga kerja, jadi salah satu mata rantai dalam siklus daur
selama 10 tahun terakhir subsektor peter- ulang karena dapat meningkatkan kesu-
nakan menyerap tenaga kerja 1,5 juta buran tanah dan mereklamasi lahan masam
orang, dengan asumsi setiap satu orang terutama di lahan rawa pasang surut.
tenaga kerja membutuhkan investasi Rp5 Keberhasilan pembangunan subsektor
juta. Namun, tingkat produktivitas tenaga peternakan dalam peningkatan produksi
kerja subsektor peternakan masih lebih tidak terlepas dari peran dan pemanfaatan
rendah dibanding sektor industri. Pangsa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
tenaga kerja peternakan terhadap ang- peternakan yang dihasilkan Badan Litbang
katan kerja hanya 6,5%. Pertanian, baik dalam bentuk komponen
maupun paket teknologi, yang secara ber-
tahap diterapkan dalam sistem usaha per-
tanian. Dengan demikian, upaya meng-
1)
Naskah disarikan dari bahan Orasi Profesor
hasilkan teknologi dan rekomendasi ke-
Riset yang disampaikan pada tanggal 25 Juni
2007 di Bogor. bijakan penelitian dan pengembangan
190 Uka Kusnadi

peternakan yang sesuai dengan kondisi Populasi ternak yang menunjukkan


spesifik lokasi dan kebutuhan pengguna kenaikan selama 5 tahun terakhir (2001-
perlu dilakukan sinkronisasi antara 2005) adalah sapi perah, kerbau, kambing,
program penelitian dan pengembangan domba, babi, ayam buras, ayam ras petelur,
dengan program pengembangan subsektor ayam ras pedaging, dan itik masing-masing
peternakan. meningkat 7,78%; 4,07%; 5,76%; 12%;
Visi pembangunan peternakan di masa 16,73%; 6,96%; 40,19%; 38,98%; dan
mendatang adalah mewujudkan peter- 6,88%. Populasi ternak yang menurun
nakan yang maju, efisien dan tangguh, adalah sapi pedaging dan kuda, masing-
kompetitif, mandiri, dan berkelanjutan yang masing -4,1% dan -3,79%.
sekaligus mampu memberdayakan eko- Dalam periode yang sama, produksi
nomi rakyat khususnya di pedesaan. Oleh daging naik rata-rata 9,2%, telur 9,3%, dan
karena itu, pembangunan peternakan susu 6,19%/tahun. Telah terjadi pergeseran
diarahkan agar mampu bersaing di pasar produksi daging, yaitu sumbangan daging
internasional, memantapkan ketahanan sapi menurun dari 23,52% menjadi 21,95%,
pangan nasional dengan swasembada daging kerbau menurun dari 3,18% menjadi
daging sapi, serta meningkatkan kontribusi 1,93%, sebaliknya proporsi daging kam-
peternakan dalam Pendapatan Domestik bing dan domba meningkat dari 5,42%
Bruto (PDB). menjadi 5,93% dan daging unggas dari
Untuk mewujudkan visi tersebut maka 56,58% menjadi 60,73%. Pergeseran ini
peran Badan Litbang Pertanian menjadi dipengaruhi oleh penurunan atau lambat-
sangat penting dalam mentransformasikan nya kenaikan populasi sapi dan kerbau di
usaha tani ternak dari sistem tradisional satu pihak, serta peningkatan populasi
ke sistem usaha tani yang berciri industri. kambing, domba, dan unggas di lain pihak.
Makalah ini mengemukakan inovasi tek- Produksi telur juga mengalami pergeseran;
nologi peternakan dalam Sistem Integrasi sumbangan telur ayam kampung menurun
Tanaman-Ternak (SITT) di beberapa agro- dari 17,75% menjadi 15,75%, juga telur itik
ekosistem (lokasi spesifik) yang dilak- dari 18,40% menjadi 15,69%, sedangkan
sanakan Badan Litbang Pertanian. proporsi telur ayam ras meningkat dari
64,22% menjadi 68,56%. Produksi susu
selama 5 tahun terakhir juga menurun dari
KINERJA, POTENSI, DAN 479.947 ton menjadi 341.986 ton (-5,75%/
MASALAH PENGEMBANGAN tahun). Dalam periode yang sama, secara
PETERNAKAN nasional konsumsi daging meningkat dari
5,15 kg menjadi 7,11 kg/kapita/tahun
Sumbangan subsektor peternakan ter- (7,6%), konsumsi telur meningkat dari 3,48
hadap PDB nasional meningkat selama kg menjadi 4,71 kg/kapita/tahun (5,22%),
periode tahun 1996-2005, yaitu dari 1,72% dan konsumsi susu dari 6,50 kg menjadi
menjadi 1,94%. Begitu pula terhadap PDB 6,80 kg/kapita/tahun (0,92%).
pertanian, kontribusinya meningkat dari Keragaan perkembangan daging, telur,
11,15% menjadi 12,71% sehingga laju dan susu menunjukkan bahwa sampai
pertumbuhan subsektor peternakan sam- dengan tahun 1997 (sebelum krisis mone-
pai tahun 2005 mencapai 5% (Direktorat ter), permintaan daging sebagian besar
Jenderal Peternakan 2005). masih dapat dipenuhi oleh produksi dalam
Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak ... 191

negeri sehingga volume impor tidak begitu pengendalian penyakit, serta perbaikan
besar, rata-rata hanya 8.000 ton/tahun. efisiensi usaha maka usaha peternakan di
Namun mulai tahun 1998 impor daging Indonesia sudah dapat memanfaatkan
terus meningkat, bahkan pada tahun 2000 pasar lokal yang begitu potensial, yang di-
telah mencapai 72.295 ton, tetapi pada cerminkan oleh permintaan yang makin
tahun-tahun berikutnya mulai menurun meningkat sejalan dengan membaiknya
sehingga pada tahun 2004 impor daging kesejahteraan dan ekonomi masyarakat.
hanya 50.250 ton. Sejalan dengan itu,
volume impor sapi bakalan untuk pengge-
mukan makin meningkat, seiring dengan Potensi Pasar
peningkatan permintaan dan didukung
oleh adanya kebijakan impor sapi bakalan Pada tahun 2004, impor sapi potong
yang dimulai sejak tahun 1991. Pada saat mencapai 235.800 ekor dan daging sapi
itu, impor sapi bakalan mencapai 12.500 50.250.400 ton ekuivalen 125.625 ekor sapi.
ekor dengan kenaikan rata-rata 98,5%/ Bila jumlah ini sepenuhnya akan dipenuhi
tahun. Pada tahun 1996, sebelum krisis dari dalam negeri maka sedikitnya diper-
moneter, volume impor telah mencapai lukan tambahan sapi induk 500.000 ekor
367.000 ekor. Pada tahun 2000-2003, impor sehingga total populasi bertambah 1-2 juta
sapi bakalan menurun dari 267.700 ekor ekor. Sementara itu bila dalam 5 tahun
menjadi 208.000 ekor (7,33%/tahun), mendatang konsumsi daging rata-rata
namun pada tahun 2004 meningkat lagi meningkat dan mencapai 8,9 kg/kapita/
menjadi 235.800 ekor. tahun maka diperlukan tambahan populasi
Dengan prakiraan laju pertumbuhan (induk, sapihan dan bakalan) 2-3 juta ekor.
ekonomi 6,3% dan laju pertumbuhan Gambaran ini menunjukkan bahwa prospek
penduduk 1,45%/tahun dalam 5 tahun ke industri peternakan, khususnya ruminan-
depan, maka konsumsi daging akan me- sia (sapi, kerbau, domba, kambing) di In-
ningkat dengan laju 5,8%, untuk telur 6,2%, donesia cukup menjanjikan. Bila dalam 5
dan susu 7-8%/tahun. Dengan memper- tahun mendatang kebijakan diarahkan
hatikan preferensi konsumen, tampaknya untuk melakukan substitusi impor secara
laju permintaan daging sapi/kerbau dan selektif maka sedikitnya diperlukan keter-
ayam setingkat lebih tinggi dibanding laju sediaan lahan dan atau pakan untuk me-
permintaan daging kambing/domba dan menuhi penyediaan pakan akibat pe-
babi, dan pada telur tampaknya telur ayam nambahan populasi sebanyak 3-5 juta ekor.
ras lebih tinggi lajunya.
Dengan ketersediaan sumber daya
alam dan genetik yang dimiliki Indonesia, Potensi Sumber Daya Alam
sebenarnya melalui inovasi dan rekayasa
teknologi di bidang peternakan dapat Sampai saat ini masih banyak lahan sawah
diciptakan berbagai produk unggulan dan lahan kering (tegalan) di berbagai
dengan muatan iptek yang akan memiliki agroekosistem yang belum dimanfaatkan
keunggulan komparatif dan kompetitif secara optimal untuk pengembangan
karena sifatnya yang lokal spesifik. ternak, di antaranya tidak kurang dari 150
Dilengkapi dengan penyempurnaan sistem juta ha lahan kering dataran tinggi, khusus-
usaha tani ternak, teknik budi daya dan nya di bagian hulu daerah aliran sungai
192 Uka Kusnadi

(DAS) di Jawa, Sumatera, Kalimantan, hanya mampu memelihara 0,5 satuan


Papua, dan Sulawesi. Lahan kering dataran ternak/tahun, untuk Jawa hanya 0,06 sa-
rendah, khususnya di daerah transmigrasi tuan ternak dan untuk luar Jawa 1,2 satuan
Sumatera dan Kalimantan, seluas 125 juta ternak (satu satuan ternak membutuhkan
ha juga belum dimanfaatkan secara op- 14 ton hijauan segar per tahun, Hadi dan
timal, termasuk di Jawa 15 juta ha. Bahkan Ilham 2002).
saat ini masih tersedia lahan kering ka- Selain lahan, modal merupakan faktor
wasan perkebunan yang relatif kurang pembatas kedua. Pada saat ini, tingkat
ternak yang luasnya lebih dari 15 juta ha pemilikan ternak dalam usaha tani relatif
(Fagi et al. 1988; Diwyanto et al. 2004). kecil, yaitu sapi 1-2 ekor, kambing/domba
Lahan rawa pasang surut seluas 24,8 3-5 ekor, dan unggas 5-20 ekor. Penda-
juta ha di Sumatera, Kalimantan, dan Papua patan kotor petani-peternak masih belum
baru sebagian kecil dimanfaatkan untuk cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
pertanian tanaman pangan dan sangat petani dan keluarganya. Oleh karena itu,
potensial untuk pengembangan ternak. Di usaha ternak hanya merupakan sumber
samping itu, lahan sawah dan tegalan yang tambahan pendapatan untuk menopang
belum dimanfaatkan secara optimal lebih kebutuhan keluarga tani khususnya di
dari 10 juta ha. Lahan lainnya yang belum pedesaan. Kondisi ini harus segera diubah
dimanfaatkan secara optimal di Jawa sekitar agar usaha ternak dapat menjadi usaha
1 juta ha dan di Sumatera, Kalimantan dan pokok yang dapat mensejahterakan petani
Sulawesi 5 juta ha (Ananto et al. 1998). dan keluarganya.
Iklim di Indonesia, khususnya di daerah- Setelah lahan dan modal, teknologi pe-
daerah tersebut, seperti curah hujan, suhu, ternakan merupakan faktor pembatas
dan kelembapan udara, masih dapat ketiga. Produktivitas ternak dan hijauan
ditolerir oleh hampir semua jenis ternak makanan ternak masih rendah. Kenaikan
kecuali sapi perah. bobot badan pada sapi potong, misalnya,
hanya 0,2-0,3 kg/hari. Dengan daya
dukung lahan 1 ekor/ha akan dihasilkan
daging 73-109,5 kg/ha/tahun. Di samping
Permasalahan itu, efisiensi reproduksi pada ternak ru-
minansia yang rendah, seperti umur ber-
Petani Indonesia rata-rata hanya mengu- anak pertama, jarak beranak, angka ke-
asai 0,98 ha lahan. Di Jawa, penguasaan matian yang tinggi pada anak dan induk,
lahan lebih rendah lagi yaitu 0,34 ha, dan menyebabkan laju pertambahan populasi
di luar Jawa lebih baik yaitu 1,25 ha. Lahan menjadi lamban.
tersebut terdiri atas lahan sawah dan la- Melihat kenyataan tersebut, sepantas-
han kering. Dari lahan kering petani pe- nya jika lahan kosong (lahan tidur) dan
ternak hanya memiliki fasilitas padang yang belum dimanfaatkan secara optimal
rumput 0,94% untuk rata-rata Indonesia, digunakan untuk pengembangan ternak,
di Jawa hanya 0,42% dan di luar Jawa seperti lahan kering di DAS bagian hulu,
1,17%. Jika fasilitas padang rumput dan lahan sawah, lahan pasang surut, lahan
lahan kering yang sementara tidak digu- marginal, dan lahan perkebunan, sebagai
nakan dianggap fasilitas untuk peternakan salah satu alternatif media sistem usaha
maka rata-rata usaha tani di Indonesia pertanian secara terpadu.
Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak ... 193

Penelitian sistem usaha pertanian tuntas. SITT pada dasarnya tidak terlepas
terpadu yang dijabarkan dalam bentuk dari kaidah-kaidah ilmu usaha tani yang
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) berkembang lebih lanjut. Ilmu usaha tani
dengan berbagai pola dan bentuk dirintis itu sendiri merupakan suatu proses pro-
oleh Badan Litbang Pertanian sejak tahun duksi biologis yang memanfaatkan sumber
1980 melalui berbagai proyek dan program, daya alam, sumber daya manusia, modal,
antara lain: (1) Penelitian Penyelamatan dan manajemen yang jumlahnya terbatas.
Hutan Tanah dan Air, (2) Crop Livestock Karena sumber daya tersebut jumlahnya
System Research, (3) SUT Sapi dan Padi, terbatas maka penerapan SITT dalam
(4) Pertanian Lahan Pasang Surut dan proses produksi pertanian tidak terlepas
Rawa, (5) Proyek Pengembangan Perta- dari prinsip dan teori ekonomi. Berikut ini
nian Rawa Terpadu, (6) Pengembangan hasil-hasil penelitian dan pengembangan
Sistem Usaha Pertanian Lahan Pasang dalam upaya meningkatkan pendapatan
Surut Sumatera Selatan, (7) P4MI, serta (8) petani melalui SITT dalam sistem usaha
Sistem Integrasi Kelapa Sawit dan Sapi di pertanian di beberapa agroekosistem.
Daerah Perkebunan.
Dalam kegiatan tersebut dilakukan
penelitian dan pengembangan yang ber- Daerah Lahan Kering Dataran
basis sumber daya dan komunitas yang Tinggi
merupakan paradigma baru pada saat itu.
Paradigma tersebut dikembangkan sebagai DAS bagian hulu merupakan areal per-
perluasan cakupan penelitian dari basis tanian lahan kering dataran tinggi yang
komoditas yang kental dengan nuansa ego luasnya di Indonesia mencapai lebih dari
subsektor. Dengan mengintegrasikan ta- 150 juta ha (Departemen Pertanian 1987).
naman dan ternak dalam suatu sistem usa- Masalah utama di daerah ini adalah erosi
ha tani terpadu, petani dapat memperluas dan kesuburan tanah rendah sehingga
dan memperkuat sumber pendapatan produktivitas tanaman dan ternak juga
sekaligus menekan risiko kegagalan usa- rendah, yang pada akhirnya pendapatan
ha. Melalui kegiatan penelitian dan pe- petani menjadi rendah pula. Hasil survei
ngembangan tersebut telah banyak diha- pendasaran di DAS Citanduy, DAS Jratun-
silkan inovasi teknologi yang dapat di- seluna, dan DAS Brantas menunjukkan
kembangkan lebih lanjut. bahwa tingkat pendapatan petani masing-
masing hanya Rp43.500, Rp28.000, dan
Rp34.200/bulan (setara dengan 36,2 kg,
INOVASI TEKNOLOGI 23,3 kg, dan 28,5 kg beras) (Fagi et al. 1988).
PETERNAKAN DALAM SISTEM Dari pendapatan tersebut, kontribusi dari
INTEGRASI TANAMAN-TERNAK DI hasil ternak berkisar antara 10-15%
BEBERAPA AGROEKOSISTEM (Knipscheer and Kusnadi 1983, Levine
dan Mulyadi 1986; Levine et al. 1998).
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) Saat ini telah dirancang pola usaha tani
dalam sistem usaha pertanian di suatu konservasi yang dapat meningkatkan pen-
wilayah merupakan ilmu rancang bangun dapatan petani, serta menjamin konservasi
dan rekayasa sumber daya pertanian yang tanah dan air. Komoditas tanaman maupun
194 Uka Kusnadi

ternak yang diusahakan didasarkan pada terutama di daerah perbukitan di Jawa


kemiringan lahan, kedalaman tanah, ero- Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hal
dibilitas, persepsi petani, dan permintaan ini merupakan dampak positip dari SITT di
pasar (Kusnadi dan Prawiradiputra 1989b). DAS bagian hulu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapasitas lahan teras bangku mampu
mendukung 11-12 ekor domba atau 2 ekor Daerah Lahan Kering Dataran
sapi/ha dengan rata-rata kenaikan bobot Rendah
badan 150 g/ekor/hari pada domba atau
0,45 kg/ekor/hari pada sapi (Kusnadi dan Daerah transmigrasi Batumarta, Sumatera
Prawiradiputra 1989a), padahal di tingkat Selatan, mewakili kategori agroekosistem
petani kenaikan bobot badan hanya 50 g/ lahan kering beriklim basah yang luasnya
ekor/hari pada domba (Prasetyo et al. 1988) 48,3 juta ha di Indonesia (Atmadilaga 1992;
dan 0,3 kg/ekor/hari pada sapi. Hidayat et al. 2000; Kurnia et al. 2000;
Tingkat kesuburan ternak domba me- Santoso 2003). Masalah yang dihadapi di
nunjukkan angka kelahiran yang cukup daerah ini adalah tingkat kesuburan tanah
baik, yaitu 1,35-1,84 ekor/tahun, bahkan di rendah, serta jumlah tenaga kerja dan dana
DAS Citanduy dapat mencapai 213%. kurang memadai. Untuk mengatasi masalah
Angka kelahiran ini lebih tinggi daripada tersebut telah dirancang pola usaha tani
angka kelahiran rata-rata untuk domba tanaman/ternak sebagai model usaha tani
yang dipelihara di pedesaan yang hanya introduksi, dengan tujuan untuk meng-
mencapai 1,25 ekor/tahun (Chaniago et al. hasilkan teknologi yang dapat mening-
1984). Pemeliharaan 11-12 ekor domba atau katkan pendapatan petani dengan meman-
2 ekor sapi per hektar dapat menyumbang faatkan fasilitas yang dimiliki petani trans-
36% kebutuhan pupuk kandang dalam migran.
setahun (Prawiradiputra et al. 1986). Dengan pola usaha tani tanaman-
Namun demikian, pemeliharaan sapi dan ternak, petani mampu mengolah lahan 1,5-
domba di daerah aliran sungai dapat 2,0 ha, yang biasanya hanya mampu 0,7
membantu memperbaiki sifat kimia dan fisik ha. Di samping itu, pendapatan petani
tanah (Kusnadi dan Prawiradiputra 1989b). meningkat hampir dua kali lipat. Bahkan
Di samping memberikan kontribusi kontribusi ternak terhadap pendapatan
pupuk kandang dalam sistem usaha tani rumah tangga petani menggeser tanaman
konservasi, ternak domba atau sapi dapat pangan menjadi urutan kedua setelah karet
memberikan sumbangan pendapatan yang (Ismail et al. 1986; Kusnadi et al. 1986).
cukup tinggi, yaitu 47% dari total penda- Model usaha tani introduksi ini telah
patan petani dengan pemilikan lahan 0,7- berkembang ke provinsi lain, yaitu Jambi,
1,2 ha dan 16 ekor ternak domba atau 2 Bengkulu, dan Lampung.
ekor sapi (Kusnadi dan Prawiradiputra
1989b). Introduksi tanaman pakan ke dalam
sistem usaha tani konservasi pada lahan Daerah Lahan Sawah
miring dapat mengurangi laju erosi tanah
sampai 0,8 t/ha/tahun (Sembiring et al. Luas areal lahan sawah di Indonesia men-
1990). Sistem usaha tani konservasi ter- capai 8,5 juta ha dengan luas panen 10,7
sebut kini telah banyak diterapkan petani, juta ha (Adimihardja et al. 2001). Dalam
Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak ... 195

dekade tahun 1995-2005 produksi gabah Ternak yang diintroduksi di lahan


makin melandai akibat terkurasnya ke- pasang surut adalah sapi, kerbau, domba,
suburan lahan (Go 1998) dan penerapan kambing, itik, dan ayam buras. Sapi dan
teknologi usaha tani yang kurang lengkap. kerbau berperan dalam pengolahan tanah
Dalam kaitan ini telah dilakukan upaya dan penyediaan pupuk. Dengan memeli-
untuk meningkatkan produksi ternak sapi hara 2 ekor sapi atau kerbau, petani yang
dengan tetap melestarikan sumber daya biasanya hanya mampu mengolah lahan
sawah melalui program peningkatan 0,5-1,0 ha, kini mampu mengolah lahan
produktivitas padi terpadu dengan Sistem sampai 2 ha. Berarti produktivitas petani
Integrasi Padi-Ternak (SIPT) yang di- meningkat dua kali lipat. Di samping itu,
dukung oleh penguatan kelembagaan tani. biaya pembelian pupuk berkurang 20%
Kegiatan tersebut secara nyata dapat (Kusnadi et al. 2000). Dampak dari pene-
meningkatkan hasil padi dan efisiensi litian ini adalah hampir setiap petani trans-
usaha tani. Hasil padi rata-rata meningkat migran di lahan pasang surut memelihara
13,7-28,8% dengan tambahan keuntungan sapi atau kerbau untuk mengolah tanah.
Rp940.000/ha (Kusnadi et al. 2001a;
Ananto 2002). Model usaha penggemukan
sapi dengan memelihara 32 ekor sapi mem-
berikan keuntungan Rp17.785.100 selama Daerah Lahan Perkebunan
4 bulan atau Rp556.000/ekor, di samping
petani memperoleh pupuk kandang 17.664 Penggunaan sapi sebagai tenaga kerja di
ton (Kusnadi et al. 2001b). SITT dan model perkebunan sawit meningkatkan penda-
usaha penggemukan sapi di daerah ber- patan pemanen hingga 50% melalui
basis padi kini telah berkembang di daerah penerimaan upah panen (Diwyanto et al.
sentra produksi padi Jawa Barat, Sumatera 2004; Manti et al. 2004). Sebaliknya,
Selatan, dan Sulawesi Selatan. perkebunan sawit mempunyai potensi
yang cukup besar untuk menyediakan
sumber pakan dari hasil samping kebun
Daerah Lahan Pasang Surut (pelepah, daun) maupun limbah industri.
Bahan kering yang dihasilkan berpotensi
Masalah utama di lahan rawa pasang su- untuk memberikan pakan sapi 1-3 ekor/ha
rut adalah pengelolaan air serta sifat tanah pertanaman kelapa sawit. Kebutuhan
yang masam dan ketersediaan tenaga kerja tenaga kerja sapi adalah 1 ekor untuk 15
pengolah tanah terbatas, serta sulitnya ha. Dengan demikian, ditinjau dari keter-
transportasi untuk mengangkut hasil bumi sediaan pakan, setiap keluarga pemanen
dan sarana produksi karena prasarana berpotensi untuk memelihara tambahan
jalan yang buruk (Kusnadi 2005b). Proyek sapi sebanyak 14 ekor sepanjang tahun.
Swamps II, ISDP, dan SUP lahan pasang Keberhasilan model usaha sapi di perke-
surut berusaha mengatasi masalah ter- bunan sawit ini menarik minat pengusaha
sebut dengan penataan lahan meng- untuk mencari informasi sekaligus me-
gunakan sistem surjan dan menginteg- nerapkannya dan kini cukup berkembang
rasikan ternak dan tanaman pakan. di Bengkulu dan Jambi.
196 Uka Kusnadi

Daerah Lahan Kering Beriklim PROSPEK DAN ARAH


Kering PENGEMBANGAN PETERNAKAN
SAPI POTONG
Lahan kering beriklim kering merupakan
aset nasional basis ekosistem yang cukup Kondisi
luas, tersebar terutama di Sumatera, Ka-
limantan, Sulawesi, dan Papua. Luas lahan Usaha sapi potong saat ini sebagian besar
marginal mencapai 51 juta ha, yang secara dilakukan oleh peternakan rakyat dengan
ekonomi tidak memberikan keuntungan skala usaha relatif kecil. Usaha ini biasanya
yang berarti sehingga petani tetap dalam terintegrasi dengan kegiatan lain sehingga
kondisi miskin. Saat ini telah dikembangkan usaha ternak bukan merupakan usaha
sistem usaha tani terpadu yang melibatkan pokok petani, tetapi hanya sebagai pe-
ternak, baik sebagai komponen utama nunjang. Hal ini berkonotasi bahwa pen-
maupun penunjang di lahan marginal dapatan dari ternak relatif rendah.
dengan tujuan untuk meningkatkan pen- Di Indonesia, khususnya di Nusa
dapatan petani melalui inovasi teknologi Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan
(Kusnadi 2005a) Sulawesi, pemeliharaan sapi umumnya
Program Peningkatan Pendapatan dilakukan secara ekstensif. Pada musim
Petani Melalui Inovasi (P4MI) telah mam- kemarau, sapi tampak kurus dan tingkat
pu meningkatkan fungsi dan peran ternak kematian tinggi karena kekurangan pakan
secara signifikan dalam penyediaan pupuk, dan terserang berbagai penyakit. Kondisi
pemanfaatan sisa/limbah pertanian, dan pemeliharaan seperti ini tidak akan mampu
sumber pendapatan. Di Lombok Timur, mengejar laju permintaan daging untuk
produktivitas dan reproduktivitas kambing memenuhi konsumsi dalam negeri 5 tahun
cukup tinggi dibandingkan rata-rata yang ke depan apabila tidak jelas arah tujuan
ada di NTB (Kusnadi et al. 2005). dan program untuk mengatasi masalah
Sistem integrasi tanaman-ternak di tersebut.
lahan marginal, khususnya di Nusa Impor daging dan sapi bakalan yang
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, cenderung meningkat bukan semata-mata
kini berkembang hampir di setiap kabu- disebabkan adanya kesenjangan per-
paten lokasi kegiatan P4MI (Kusnadi et al. mintaan dan penawaran, tetapi juga karena
2005). Di Sulawesi Tengah, integrasi ta- kemudahan dalam pengadaan produk
naman kakao dan kopi dengan ternak sapi impor (volume, kredit, transportasi) serta
mulai menggeser sistem pemeliharaan sapi harga produk yang relatif murah. Kondisi
secara ekstensif ke arah usaha yang in- ini mengakibatkan peternak lokal tidak
tensif, karena adanya inovasi teknologi pe- mampu bersaing dan kurang bergairah
manfaatan kulit buah kakao dan kopi se- mengelola usahanya secara baik karena
bagai pakan sapi potong. Dengan demi- harga daging (sapi potong) di pasar do-
kian, lahan dan teknologi usaha sapi mestik menjadi rendah. Keadaan ini
potong sudah tersedia, tinggal bagaimana diperburuk oleh adanya daging impor
sebenarnya kondisi, prospek, dan arah ilegal dalam beberapa tahun terakhir, yang
pengembangan sapi potong di Indonesia. menyebabkan terpuruknya para peternak
Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak ... 197

akibat harga daging dan sapi lokal me- Arah dan Sasaran Pengembangan
nurun. Namun pada tahun 2005, dengan
adanya penanggulangan daging ilegal dan Pengembangan usaha peternakan sapi
naiknya harga sapi impor, para peng- potong dalam 5 tahun ke depan diarahkan
usaha/peternak mulai bergairah kembali untuk memenuhi kebutuhan daging sapi
untuk menggemukkan sapi lokal karena domestik melalui percepatan peningkatan
memberikan keuntungan yang signifikan. produksi dalam rangka mengurangi ke-
tergantungan impor dan pencapaian swa-
sembada daging sapi pada tahun 2010.
Prospek Pencapaian produksi ini dengan asumsi
bahwa selama kurun waktu 5 tahun ke
Permintaan produk peternakan yang me- depan, populasi sapi potong meningkat
ningkat cepat atau bahkan lebih cepat dari 5,9%, jumlah penduduk bertambah 1,45%,
laju pendapatan konsumen menunjukkan dan konsumsi daging sapi per kapita naik
bahwa struktur konsumsi bahan pangan 5,3%/tahun.
telah bergeser dari dominan produk Pada tahun 2005, jumlah rumah tangga
karbohidrat ke bahan pangan sumber petani mencapai 20.171.140, sedangkan
protein terutama daging sapi. Selain rumah tangga peternak 4.980.302. Dari
karena meningkatnya pendapatan, kecen- jumlah rumah tangga peternak tersebut,
derungan perubahan pola konsumsi juga 58% adalah rumah tangga peternak sapi
didorong oleh urbanisasi dan pengetahuan potong atau sebanyak 2.888.575, dengan
masyarakat akan gizi yang makin baik. tingkat pendapatan yang relatif rendah
Perpaduan antara peningkatan konsumsi dan kontribusi usaha ternak hanya 17-30%
per kapita dan penambahan penduduk terhadap total pendapatan. Apabila target
akan menyebabkan permintaan terhadap pendapatan petani US$2.500 untuk sektor
produk peternakan terus meningkat de- pertanian maka subsektor peternakan
ngan laju yang makin pesat. Artinya dapat memberikan kontribusi pendapatan
prospek pasar produk peternakan khu- US$1.500 (60%) dan sebagian besar (48%)
susnya daging sapi cenderung membaik berasal dari usaha sapi potong. Untuk
seiring dengan kemajuan ekonomi yang mencapai target tersebut maka arah pe-
terefleksi dalam indikator kunci, yaitu ngembangan pola usaha sapi potong yang
kapasitas absorbsi pasar makin besar dan bersifat ekstensif harus diubah ke pola
harga cenderung meningkat dibanding usaha intensif dengan memanfaatkan
komoditas pertanian lainnya. sumber daya lokal yang dimiliki petani,
Prospek pasar yang makin membaik khususnya petani berlahan sempit. Pola
merupakan kekuatan penarik yang cukup usaha intensif melalui SITT, selain me-
besar sebagai landasan terjadinya ”revo- ningkatkan produksi daging dapat pula
lusi merah” di negara-negara sedang ber- membangkitkan kembali fungsi dan peran
kembang termasuk Indonesia. Peternakan ternak sapi/kerbau sebagai sumber tenaga
akan menjadi sumber utama pertumbuhan kerja, pupuk, dan gas bio yang merupakan
baru sektor pertanian yang ditopang oleh sumber energi terbarukan.
inovasi teknologi yang dihasilkan Badan Penggunaan traktor untuk pengolahan
Litbang Pertanian. tanah di daerah dengan pola tanam intensif
198 Uka Kusnadi

secara selektif dapat dikurangi karena an. Oleh karena itu, pemanfaatan instalasi
sudah tidak efisien lagi dan memerlukan gas bio selain difokuskan pada penyediaan
biaya investasi dan operasional yang bahan bakar untuk keperluan penerangan
tinggi, serta berdampak meningkatkan dan memasak dapat pula diarahkan pada
penggunaan BBM. Jika harga traktor Rp15 penanggulangan polusi dan pemanfaatan
juta, masa pakai 7-8 tahun, dan biaya untuk produksi protein bagi ikan dalam
operasional Rp5 juta maka dana yang integrated farming system. Di sinilah SITT
dibutuhkan mencapai Rp20 juta. Setelah makin berperan dalam pengumpulan ko-
masa pakai habis, traktor tidak memiliki nilai toran ternak dan pengembangan usaha.
lagi karena hanya merupakan besi tua.
Apabila dana tersebut digunakan untuk
membeli sapi/kerbau maka dapat diperoleh STRATEGI KEBIJAKAN DAN
4 ekor sapi/kerbau, dan selama 7-8 tahun PROGRAM PENGEMBANGAN SAPI
akan bertambah menjadi sedikitnya 20 ekor POTONG KE DEPAN
dengan nilai yang lebih tinggi. Di samping
itu, tanah yang kurang subur dapat diper- Strategi
baiki dengan menggunakan pupuk kan-
dang dari kotoran ternak yang jumlahnya Strategi pengembangan sapi potong untuk
sekitar 70-80 ton. menuju swasembada daging sapi dilaku-
Indonesia dalam beberapa tahun men- kan secara bertahap melalui perbaikan
datang akan mengalami krisis bahan bakar aspek usaha tani, pascaproduksi dan
sebagaimana dialami oleh negara lain, penciptaan nilai tambah, kebijakan pe-
khususnya minyak tanah untuk penerang- merintah serta perbaikan/pengembangan
an dan memasak. Kotoran sapi jika difer- pemasaran dan perdagangan dengan sis-
mentasi secara anaerob akan menghasilkan tem kelembagaan yang sinergis. Langkah
gas bio (metan) dalam jumlah banyak strategis ini dijabarkan dalam bentuk peta
bersama CO2. Metan inilah yang dapat jalan (road map) menuju ”revolusi merah”
dibakar untuk keperluan penerangan dan pengembangan sapi potong seperti pada
memasak. Gambar 1.
Kontribusi gas bio bagi kehidupan 1. Pada aspek usaha tani, untuk memacu
manusia adalah dalam hal suplai bahan produksi perlu dilakukan (a) perluasan
bakar, pupuk organik, masalah sanitasi, kawasan usaha pada lokasi spesifik, (b)
kesehatan lingkungan, dan kontrol polusi perbaikan mutu bibit dan reproduksi,
lingkungan. Oleh karena itu, sangatlah (c) perbaikan budi daya, dan (d) per-
tepat bahwa kita sebagai insan peternakan baikan pascapanen, yang bertujuan
perlu mengembangkan gas bio sebagai untuk meningkatkan efisiensi usaha
sumber energi terbarukan. Hal ini karena tani dan pengolahan hasil.
kotoran ternak merupakan sumber utama 2. Pada aspek teknologi, perlu dilakukan
dalam produksi gas bio, serta menjadi sa- penelitian secara terus-menerus untuk
lah satu penyebab utama polusi lingkung- memperoleh inovasi teknologi dalam
an, dan gangguan kesehatan, khususnya perbibitan, pakan, reproduksi, kese-
di daerah peternakan. Digest anaerobics hatan, dan manajemen budi daya yang
merupakan salah satu cara atau proses dapat meningkatkan kinerja sapi po-
untuk menghilangkan gangguan lingkung- tong menjadi komoditas unggulan,
Kondisi saat ini Langkah strategi pengembangan Kondisi yang dicapai (tujuan antara) Kondisi yang ingin dicapai tahun 2010

Perluasan kawasan usaha Efisiensi

s
s
Populasi meningkat
lokasi spesifik meningkat
Usaha tani

s
sapi potong
(on farm) Perbaikan mutu bibit

s
Jarak beranak pendek Swasembada daging
dan reproduksi
tahun 2010
s

s
s
Perbaikan budi daya SITT (Integrasi)
Dalam usaha tani

s
dan pengolahan

s
Perbaikan pascapanen Industri pengolah daging

Kinerja sapi Kinerja sapi


Teknologi: Bibit, pakan, reproduksi, kesehatan dan manajemen
saat ini unggul

Sistem permodalan
s
Pengembangan infrastruktur

s t
s
Sistem kelembagaan Stabiltas harga
Kebijakan sapi potong
s

Sarana dan Prasarana t


Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak ...

• Pendapatan
Kerja sama • Produktivitas daging
Pemasaran • Daging berdaya saing
perdagangan
Pengembangan unit usaha bersama Pengembangan Efisiensi

s
s

dan sistem informasi pasar pemasaran

Gambar 1. Peta jalan menuju “Revolusi Merah” (road map pengembangan sapi potong)
199
200 Uka Kusnadi

selanjutnya dapat didiseminasikan b. Percepatan dan perluasan disemi-


kepada pengguna. nasi serta adopsi inovasi teknologi.
3. Pada aspek penciptaan nilai tambah, Peningkatan produktivitas sapi
kegiatan yang perlu dilakukan meliputi potong sangat dimungkinkan bila
perluasan jaringan jalan usaha tani dan ditinjau dari potensi pengembang-
sarana transportasi, serta renovasi ru- an jenis ternak unggulan pengha-
mah potong hewan di daerah sumber sil daging dan kesiapan teknologi
produksi sehingga dapat menyediakan sapi potong di Badan Litbang Perta-
daging lebih murah, menambah ke- nian.
sempatan kerja, dan meningkatkan per- c. Peningkatan produktivitas lahan
kembangan ekonomi wilayah. optimal maupun lahan suboptimal
4. Kebijakan pemerintah yang perlu di- khususnya di luar Jawa, seperti la-
kembangkan mencakup sistem permo- han sawah tadah hujan, lahan
dalan, kelembagaan, sarana dan pra- kering dataran tinggi, lahan rawa
sarana, kerja sama baik dalam maupun lebak/pasang surut, lahan perke-
luar negeri, serta pengembangan unit bunan, serta lahan marginal melalui
usaha bersama dan sistem informasi. pola SITT.
Kebijakan ini dapat memberikan pe- 2. Peningkatan teknik budi daya dan pola
ngaruh terhadap stabilisasi harga sapi usaha dengan cara:
hidup dan daging sapi serta pemasaran a. Mengembangkan agribisnis sapi
yang efisien. potong melalui pola SITT dalam
skala yang lebih besar, baik pada
Melalui keempat aspek tersebut, kinerja daerah potensial maupun subpo-
sapi potong pada tahun 2010 akan berubah tensial, terutama yang sumber pa-
menjadi sapi potong unggul dengan ciri- kan hijauannya cukup sehingga
ciri dapat meningkatkan pendapatan pe- dapat menekan input dari luar.
tani, meningkatkan produktivitas daging, b. Mengembangkan dan memanfaat-
dan menghasilkan daging yang berkuali- kan sapi lokal unggul (PO, Bali,
tas sehingga memiliki daya saing yang Madura, dan lain-lain) sebagai bibit
tinggi. melalui pelestarian dan seleksi serta
persilangan dengan sapi luar.
c. Mengembangkan dan memanfaat-
Kebijakan dan Program kan produksi gas bio dan kompos
secara massal.
Dengan memperhatikan peta jalan untuk d. Memperbaiki teknologi reproduksi
menuju swasembada daging sapi pada dan bibit sapi untuk meningkatkan
tahun 2010 maka diperlukan kebijakan dan mutu genetik melalui seleksi pem-
program aksi sebagai berikut: bentukan ternak komposit atau
1. Peningkatan produktivitas usaha tani grading up melalui kawin alami atau
ternak penghasil daging melalui: IB.
a. Peningkatan hasil potensial dan 3. Peningkatan peraturan serta penyedia-
aktual beberapa jenis ternak peng- an sarana dan prasarana, meliputi:
hasil daging (sapi potong, sapi a. Mencegah dan melarang pemo-
perah jantan, dan kerbau). tongan hewan betina produktif dan
Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak ... 201

ternak muda dengan cara melaku- tingkat bunga rendah. Tingkat suku
kan evaluasi dan kontrol yang ketat bunga 7%/tahun dinilai cukup memadai
terhadap peraturan yang berlaku. terutama untuk pembesaran sapi peng-
b. Melarang ekspor sapi betina pro- hasil bakalan. Kredit investasi ini perlu
duktif, terutama sapi Bali yang difasilitasi dengan pendampingan tek-
memiliki keunggulan produksi dan nologi, manajemen usaha, dan pember-
reproduksi serta adaptasi yang dayaan kelompok dalam menuju usaha
tinggi. sapi potong yang tangguh.
c. Mencegah dan melarang masuknya
daging dari negara yang belum
bebas penyakit berbahaya, serta KESIMPULAN
mengevaluasi kembali aturan impor
daging dan jeroan serta sapi potong 1. Dalam 10 tahun terakhir, pengembang-
dengan bobot badan tinggi. an subsektor peternakan telah menun-
d. Meningkatkan penyediaan sarana jukkan hasil yang nyata, terutama kon-
dan prasarana untuk usaha sapi tribusinya terhadap PDB. Konsumsi
potong pada tingkat praproduksi, daging, telur, dan susu masing-masing
produksi, dan pascaproduksi untuk meningkat 7,6%, 5,22%, dan 0,92%.
melancarkan distribusi bahan baku Namun peningkatan konsumsi belum
dan pemasaran hasil. diimbangi dengan peningkatan pro-
4. Dukungan kebijakan investasi. duksi, terutama daging sapi yang popu-
Upaya swasembada daging sapi lasinya bahkan menurun sampai 4,1%/
tahun 2010 perlu didukung oleh ke- tahun.
bijakan pengembangan program in- 2. Berdasarkan potensi pasar domestik,
vestasi dengan melibatkan pemerin- ditinjau dari kesenjangan antara kon-
tah, swasta, dan masyarakat peternak. sumsi dan produksi dalam negeri serta
Kebijakan dalam pemasaran dan per- volume impor daging yang makin me-
dagangan akan memegang peran kunci. ningkat, maka usaha ternak penghasil
Keberhasilan implementasi kebijakan daging khususnya sapi mempunyai
pasar daging maupun sapi hidup akan peluang yang besar untuk dikembang-
memberi dampak langsung terhadap kan.
bagian harga dan pendapatan yang 3. Sumber daya alam berupa lahan kering
diterima pelaku agribisnis yang pada beriklim basah dan kering, lahan sawah,
gilirannya akan memantapkan proses lahan pasang surut, lahan perkebunan
adopsi teknologi, meningkatkan pro- dan lahan lainnya yang belum diman-
duktivitas dan keuntungan usaha yang faatkan secara optimal merupakan
pada akhirnya akan menjamin keber- sumber daya pakan potensial untuk pe-
lanjutan investasi di masa depan. ngembangan sapi potong di Indonesia.
Hal lain yang diperlukan dalam 4. Inovasi teknologi Sistem Integrasi
upaya meningkatkan skala usaha, Tanaman-Ternak dalam sistem usaha
terutama peternak mikro, kecil, dan pertanian untuk berbagai agroeko-
menengah, adalah peningkatan pe- sistem telah dihasilkan Badan Litbang
nyediaan dan aksesibilitas kredit Pertanian dan terbukti dapat mening-
investasi perbankan dan kredit dengan katkan efisiensi usaha tani, karena
202 Uka Kusnadi

fungsi dan peran ternak dalam penye- Ananto, E.E., H. Subagyo, I.G. Ismail, U.
diaan daging, tenaga kerja, pupuk, gas Kusnadi, T. Alihamsyah, R. Thahir,
bio, pemanfaatan limbah, dan pening- Hermanto, dan Dewa K.S. 1998. Prospek
katan keuntungan merupakan tekno- pengembangan sistem usaha pertanian
logi yang ideal dalam usaha pengem- modern di lahan pasang surut Sumatera
bangan sapi potong. Selatan. Proyek Pengembangan Usaha
5. Usaha peternakan sapi potong diarah- Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera
kan untuk memenuhi kebutuhan Selatan, Badan Penelitian dan Pengem-
daging dalam negeri melalui perce- bangan Pertanian, Jakarta.
patan peningkatan produksi untuk Ananto, E.E. 2002. Penanganan panen dan
mengurangi ketergantungan impor dan pascapanen padi pada sistem usahatani
pencapaian swasembada pada tahun padi ternak terpadu. Dalam R. Thahir
2010, dengan target memberikan et al. (Ed.). Laporan Akhir Litkaji Pe-
kontribusi terhadap total pendapatan ngembangan Model Pengolahan Padi.
US$1.500 (60%) dan target antara Balai Besar Penelitian dan Pengem-
penghasil pupuk dan gas bio. bangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
6. Untuk mewujudkan swasembada da- Atmadilaga, D. 1992. Sekilas gagasan
ging sapi tahun 2010 diperlukan lang- sumbangan ternak sebagai unsur nilai
kah strategi kebijakan dan program aksi tambah usaha tani dan konservasi
penelitian dan pengembangan sapi tanah pada lahan marginal. hlm. 1-3.
potong, terutama dalam peningkatan Prosiding Pengolahan dan Komunikasi
produktivitas usaha tani, teknik budi Hasil-hasil Penelitian, Adopsi Tekno-
daya, pola usaha, kebijakan pengatur- logi Peternakan, Bogor, 19-23 Sep-
an, penyediaan sarana dan prasarana, tember 1991. Pusat Penelitian dan
serta dukungan kebijakan investasi. Pengembangan Peternakan, Bogor.
7. Upaya pencapaian swasembada da- Chaniago, T.D., J.M. Obst, A. Parakasi, dan
ging sapi 2010 berimplikasi terhadap M. Winugroho. 1984. Growth of Indo-
penyediaan anggaran, terutama untuk nesian sheep under village and im-
penelitian dan pengembangan, pening- proved management systems. Dalam
katan kualitas sumber daya manusia, M. Rangkuti et al. (Ed.). Prosiding
penyediaan sarana dan prasarana, Pertemuan Ilmiah Penelitian Rumi-
pengaturan teknis dan administrasi, nansia Kecil. Pusat Penelitian dan
serta promosi dan informasi. Pengembangan Peternakan, Bogor.
Departemen Pertanian. 1987. Pedoman Pola
Pembangunan di Daerah Aliran Su-
DAFTAR PUSTAKA ngai. SK Menteri Pertanian No. 175/
KPTS/Rc.220/4/1987. 2 April 1987.
Adimihardja, A., D.A. Suriadikarta, dan A. Direktorat Jenderal Peternakan. 2005.
Sofyan. 2001. Masalah tanah “sakit” Statistik Peternakan 2005. Direktorat
dan peningkatan produktivitasnya. Jenderal Peternakan, Jakarta.
Makalah Pelatihan Pengkajian Crop Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Manti. I.W.
Livestock System. Pusat Penelitian dan Mathius, dan Soentoro. 2004. Pengkaji-
Pengembangan Peternakan, Bogor, 22- an pengembangan usaha sistem integ-
29 April 2001. rasi kelapa sawit-sapi. hlm. 11-22.
Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak ... 203

Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Kurnia, U., Y. Sulaeman, dan A. Mukti K.


Integrasi Kelapa Sawit-Sapi, Bengkulu 2000. Potensi dan pengelolaan lahan
9-10 September 2003. Departemen kering dataran tinggi. hlm. 227-245.
Pertanian bekerja sama dengan Peme- Dalam Sumber Daya Lahan Indonesia
rintah Provinsi Bengkulu dan PT Agri- dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian
cinal. Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Fagi, A.M., I.G. Ismail, U. Kusnadi, Kusnadi, U., D. Sugandi, A. Gozali N.,
Suwardjo, dan Al Sri Bagyo. 1988. B.R.Prawiradiputra, dan D. Muslich.
Penelitian sistem usaha tani di daerah 1986. Produktivitas ternak dalam usa-
aliran sungai. hlm. 1-24. Risalah Loka- hatani tanaman ternak di daerah trans-
karya Hasil Penelitian Pertanian Lahan migrasi Batumarta. hlm. 41-54. Risalah
Kering dan Konservasi di Daerah Aliran Lokakarya Pola Usahatani, Bogor 2-3
Sungai, Salatiga 14 Maret 1988. Proyek September 1986. Buku I Tanaman/
Penelitian Penyelamatan Hutan Tanah Ternak. Badan Penelitian dan Pengem-
dan Air, Badan Penelitian dan Pengem- bangan Pertanian dan IDRC.
bangan Pertanian, Jakarta. Kusnadi, U. dan B.R. Prawiradiputra.
Go, B.H. 1998. Tanah lapar. Berita HITI 1989a. Produktivitas ternak domba di
6(17): 11-12. DAS Citanduy. hlm. 287-294. Risalah
Hadi, P.U. dan N. Ilham. 2002. Problem dan Lokakarya Penelitian dan Pengem-
prospek pengembangan usaha pem- bangan Sistem Usahatani Konservasi
bibitan sapi potong di Indonesia. di DAS Citanduy, Linggarjati 9-11
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agustus 1988. P3HTA dan Badan
Pertanian 21(4): 148-157. Penelitian dan Pengembangan Perta-
Hidayat, A., Hikmatullah, dan D. Santoso. nian, Jakarta.
2000. Potensi dan pengelolaan lahan Kusnadi, U. dan B.R. Prawiradiputra.
kering dataran rendah. hlm. 197-215. 1989b. Peranan ternak domba dalam
Dalam Sumberdaya Lahan Indonesia sistem usahatani konservasi lahan
dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian kering di DAS Citanduy. hlm. 205-214.
Tanah dan Agroklimat, Bogor. Risalah Lokakarya Penelitian dan
Ismail, I.G., U. Kusnadi, H. Supriadi, dan S. Pengembangan Sistem Usahatani
Yana. 1986. Penelitian pola usahatani Konservasi di DAS Citanduy, Linggar-
tanaman/ternak di daerah transmigrasi jati 9-11 Agustus 1988. P3HTA dan
Batumarta. hlm. 3-16. Risalah Lokakarya Badan Penelitian dan Pengembangan
Pola Usahatani. Buku I. Badan Peneli- Pertanian, Jakarta.
tian dan Pengembangan Pertanian dan Kusnadi, U., A. Gozali, dan E. Masbulan.
IDRC. 2000. Produktivitas ternak di lahan
Knipscheer, H.C. and U. Kusnadi. 1983. rawa. hlm. 353-364. Prosiding Seminar
The present and potential productivity Nasional Penelitian dan Pengembang-
of Indonesian goats. Working paper an Pertanian di Lahan Rawa, Cipayung
No. 29, December 1983, Winrock 25-27 Juli 2000, Buku I. Pusat Penelitian
International Morritton, AR. 72110, dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
USA. Research Institute for Animal Kusnadi, U., A. Thalib, dan D. Kusdiaman.
Production, Bogor. 2001a. Model usaha penggemukan sapi
204 Uka Kusnadi

pada daerah berbasis usahatani padi. Jratunseluna dan Brantas. hlm. 311-344.
Laporan Hasil Penelitian, Balai Risalah Lokakarya Pola Usahatani.
Penelitian Ternak, Bogor. Bogor 2-3 September 1986, Buku 2.
Kusnadi, U., A. Thalib, dan M. Zulbardi, Badan Penelitian dan Pengembangan
2001b. Profitabilitas penggemukan sapi Pertanian dan IDRC.
PO pada daerah berbasis usahatani Levine, J., U. Kusnadi, Subiharta, Wiloeto,
padi di Kabupaten Subang. hlm. 435- dan D. Pramono. 1998. Sistem produksi
440. Prosiding Seminar Nasional Tekno- ruminansia di DAS bagian hulu Jawa
logi Peternakan dan Veteriner, Bogor 17- Tengah. Prosiding Workshop Pengem-
18 September 2001. Pusat Penelitian dan bangan Peternakan di Jawa Tengah.
Pengembangan Peternakan, Bogor. Balai Informasi Pertanian Ungaran.
Kusnadi, U. 2005a. Produktivitas dan re- Manti, I., Azmi, E. Priyotomo, dan D.
produktivitas serta sumbangan usaha Sitompul. 2004. Kajian sosial ekonomi
ternak kambing terhadap pendapatan sistem integrasi sapi dan kelapa sawit.
petani di lahan kering dataran rendah hlm. 245-260. Prosiding Lokakarya
Kabupaten Tangerang. hlm. 267-275. Nasional Sistem Integrasi Kelapa
Prosiding Seminar Nasional Pengem- Sawit-Sapi, Bengkulu 9-10 September
bangan Usaha Peternakan Berdaya 2003. Departemen Pertanian bekerja
Saing di Lahan Kering. Fakultas Peter- sama dengan Pemerintah Provinsi
nakan Universitas Gadjah Mada dan Bengkulu dan PT Agricinal.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasetyo, T., U. Kusnadi, dan Subiharta.
Peternakan, Bogor. 1988. Analisis keragaan produksi dan
Kusnadi, U. 2005b. Strategi dan kebijakan reproduksi domba di DAS Jratunselu-
pengembangan ayam lokal di lahan na. Risalah Lokakarya Hasil Penelitian
rawa untuk memacu ekonomi pedesaan. Pertanian Lahan Kering dan Konserva-
hlm. 252-259. Prosiding Lokakarya si di Daerah Aliran Sungai, Salatiga 14
Nasional Inovasi Teknologi Pengem- Maret 1988. P3HTA dan Badan Pene-
bangan Ayam Lokal, Semarang 26 litian dan Pengembangan Pertanian,
Agustus 2005. Pusat Penelitian dan Jakarta.
Pengembangan Peternakan, Bogor dan Prawiradiputra, B.R., D. Sugandi, dan U.
Fakultas Peternakan Universitas Dipo- Kusnadi. 1986. Potensi dan penyediaan
negoro, Semarang. pakan dalam pola usahatani tanaman/
Kusnadi, U., K. Diwyanto, dan S. Bahri. ternak di Batumarta. hlm. 55-56. Risalah
2005. Pengembangan sistem usaha tani Lokakarya Pola Usahatani, Bogor 2-3
ternak-tanaman pangan berbasis kam- September, 1986. Buku 1 Tanaman/
bing di Kabupaten Lombok Timur NTB. Ternak. Badan Penelitian dan Pengem-
hlm. 685-692. Prosiding Seminar Na- bangan Pertanian dan IDRC.
sional Teknologi Peternakan dan Ve- Santoso, D. 2003. Teknologi lahan kering.
teriner, Bogor 12-13 September 2005. hlm. 187-198. Prosiding Lokakarya Na-
Pusat Penelitian dan Pengembangan sional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-
Peternakan, Bogor. Sapi, Bengkulu, 9-10 September 2003.
Levine, J. dan A. Mulyadi N. 1986. Potensi Departemen Pertanian bekerja sama
dan kontribusi ternak dalam pola dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu
usahatani di hulu Daerah Aliran Sungai dan PT Agricinal.
Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak ... 205

Sembiring, H., Thamrin, A. Syam, A. Risalah Pembahasan Hasil Penelitian


Adimihardja, dan S. Sukmana. 1990. Pertanian Lahan Kering dan Konser-
Peranan usahatani konservasi dalam vasi Tanah, Bogor 11-13 Januari 1990.
pengendalian erosi di Desa Srimulyo P3HTA dan Badan Penelitian dan
Malang DAS Brantas. hlm. 27-40. Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai