Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKA

“PENGARUH NAUNGAN TERHADAP TANAMAN TENGKAWANG TELUR”

DISUSUN OLEH :
PUTRI NINGSIH AGUSTIN (D1D016118)
KELAS C

DOSEN PENGAMPU :
Richard Robintang Parulian Napitulu, S.hut,.M.Sc

PROGRAM STUDY KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pengelolaan hutan alam produksi, suatu nilai ekologis dan nilai ekonomis
harus diusahakan demi terciptanya Sustainable yield principle dimana sustainable yield
principle didukung oleh produktifitas yang tinggi. Pada produktifitas yang tinggi haruslah
dapat memperhatikan faktor genetik dan lingkungan yang baik. Salah satu tolak ukur
produktifitas ialah pertumbuhan tanaman.

Sistem TPTII adalah silvikultur hutan alam produksi yang mengharuskan adanya
tanaman pengayaan pada areal pasca penebangan secara jalur, yaitu 20 meter antar jalur dan
2,5 meter dalam jalur tanam. Salah satu keunggulan dari TPTII ini adalah dilakukan bina
pilih pada pohon inti tertentu, pemeliharaan tanaman pengayaan dan manipulasi lingkungan
(penutupan tajuk atau pemulihan tanah subur) sehingga mendapatkan produktifitas riap kayu
yang tinggi dimana manipulasi lingkungan ini salah satunya adalah pembuatan lebar jalur
yang optimal pada pertumbuhan pohon jenis tertentu.

Melihat sifat dari jenis meranti merah (Shorea parvifolia dan Shorea leprosula) yaitu
jenis yang cepat tumbuh pada tumbuhan lokal Kalimantan dan memiliki struktur batang
pohon yang lurus dan silindris sehingga jenis ini banyak digunakan dalam produksi kayu
lapis, kayu furniture, maupun kayu pertukangan. Dari permintaan ini maka penanaman
kembali jenis meranti merah agar harus dikayakan.

Berkaitan dengan nilai produksi kayu komersial, sebagai tolak ukur utama dalam
produktifitas pohon yang disebut riap. TPTII dapat dipandang sebagai salah satu alternatif
pengelolaan hutan alam bekas tebang. Meskipun masih dalam tahap uji coba, namun
dibeberapa HPH pelaksanaan TPTII seperti HPH Sari Bumi Kusuma (SBK), HPH Erna
Juliawati, dan HPH Suka Jaya Makmur, terdapat adanya pertambahan riap tanaman terhadap
jenis meranti yang memuaskan yaitu sebesar ± 2 cm/tahun.
Pertumbuhan jenis meranti dalam sistem TPTII, sangat dipengaruhi oleh kondisi
cahaya. Manaker (1981) menyatakan bahwa jika intensitas cahaya terlalu rendah akan
menyebabkan daun menguning dan gugur, sedangkan intensitas cahaya yang terlalu tinggi
akan menyebabkan daunnya terbakar; keriting; serta warnanya pudar.

Maka perbaikan lingkungan areal penanaman TPTII yang berbentuk jalur perlu
mendapat perhatian yang lebih baik. Pertumbuhan jenis meranti termasuk ke dalam gap
opportunist, sehingga kontrol cahaya meranti dalam jalur tanaman diperlukan. Dengan
adanya pengaturan kontrol cahaya maka diharapkan pertumbuhan Shorea parvifolia dan
Shorea leprosula dalam penanaman jalur lebih diperhatikan dengan tidak mengesampingkan
faktor-faktor kondisi lingkungan lainnya. Sehingga masing-masing pertumbuhan jenis
meranti ini dapat mencapai pertumbuhan yang optimal.

Berkaitan dengan hal tersebut maka penelitian mengenai pengaruh intensitas cahaya
terhadap pertumbuhan jenis Shorea parvifolia dan Shorea leprosula perlu dilakukan untuk
mengetahui intensitas cahaya dimana pertumbuhan meranti maksimal. Informasi tersebut
dapat digunakan sebagai kajian tindakan dalam manipulasi lingkungan terhadap intensitas
cahaya yang masuk ke lantai hutan, agar dapat meningkatkan pertumbuhan kedua jenis
tanaman dan mencapai tingkat produktifitas yang tinggi.

1.2 Tujuan Praktikum


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pertumbuhan tinggi, diameter pada jenis tengkawang telur.
2. Intensitas cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan jenis tengkawang telur.

1.3 Manfaat Praktikum


Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai bentuk informasi
lapangan mengenai riap maksimal bagi beberapa jenis tengkawang telur dengan intensitas
cahaya tertentu.
BAB II
METODELOGI PRAKTIKUM

2.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan di :
Tempat : Hutan Kampus Universitas Jambi
Waktu : 08.00 – 10.00 WIB
Tanggal : Selasa,14 November 2017

2.2. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Bibit tengkawang telur
2. cangkul
3. meteran
4. Media tanam yang digunakan adalah topsoil
5. ajir ukuran 1m
6. Sprayer untuk menyiram benih

2.3. Langkah Kerja


Langkah kerja praktikum yang dilakukan adalah :
1. Menyiapkan benih tengkawang telur
2. menggali lobang tanam sedalam 30 cm
3. Membuka polybag dan langsung menanam bibit ke media tanam
4. Membuat gundukan pada tanah agar air tidak tergenang
5. pasang ajir di sekeliling bibit tengkawang
6. Setelah di isi benih larikan baris di tutup
7. Kemudian media disiram.
8.membuat laporan
- PEMBAHASAN
Keadaan lingkungan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Tanaman
akan dapat tumbuh dengan optimal apabila lingkungannya sesuai. Naungan memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap keadaan faktor-faktor abiotik. Adanya perbedaan faktor-
faktor abiotik akan menyebabkan perbedaan dalam pertumbuhan suatu tanaman.
Tabel diatas menunjukkan adanya perbedaan antara tanaman tengkawang telur yang
diletakkan pada tempat ternaung, semi ternaung, dan terbuka. Tanaman yang diletakkan pada
tempat ternaung menunjukkan kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi atau cepat bila
dibandingkan dengan tanaman pada tempat semi ternaung maupun tempat terbuka. Naungan
menyebabkan tanaman tengkawang telur tumbuh lebih cepat, namun menunjukkan adanya
gejala etiolasi. Etiolasi merupakan peristiwa tanaman tumbuh dengan cepat, namun
batangnya tidak kokoh dan berwarna pucat karena jumlah klorofil yang kurang. Naungan
menyebabkan tanaman tidak mendapatkan cahaya matahari yang cukup sehingga kadar
klorofil kurang. Kloroplas yang tidak terkena matahari disebut etioplas. Kadar etioplas yang
terlalu banyak menyebabkan tumbuhan menguning. Pada hal ini hormon auksin bekerja
dengan baik karena tumbuhan tidak terkena cahaya. Akibatnya akan mengganggu proses-
proses di dalam tubuh tumbuhan itu sendiri.
Fotosintesis tergantung dengan intensitas cahaya dan suhu. Intensitas cahaya yang
rendah akan menurunkan laju fotosintesis, sehingga translokasi hasil fotosintesis juga
semakin lambat. Suhu yang rendah akan menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat karena
proses enzimatis dikendalikan oleh suhu, sehingga berat kering tanaman menurun.
Perbedaan tinggi tanaman disebabkan oleh besarnya intensitas cahaya yang diterima
oleh tanaman dan berkaitan dengan hormon tanaman yaitu auksin. Tanaman yang tumbuh di
bawah naungan memperoleh intensitas cahaya yang rendah sehingga tidak mengalami
kerusakan auksin. Selain itu, pertumbuhan tinggi tanaman yang terbesar pada P1 merupakan
gejala etiolasi yaitu batang kecambah akan tumbuh lebih cepat tetapi lemah dan berwarna
kuning akibat kekurangan cahaya.
Hasil yang didapatkan dari percobaan dan pengamatan serta penghitungan yang sudah
dilakukan yaitu pada tempat ternaung tinggi tanaman adalah 38 cm, pada tempat semi
ternaung tinggi tanaman adalah 34 cm dan pada tempat tidak ternaung tinggi tanaman adalah
55 cm. Berdasarkan data tersebut tanaman yang pertumbuhannya paling cepat dari tinggi
tanaman adalah di tempat ternaung. Untuk panjang daun pada tempat ternaung adalah 41 cm,
pada tempat semi ternaung panjang daun adalah 51 cm dan pada tempat tidak ternaung
panjang daun adalah 55 cm. Tanaman tengkawang telur yang memiliki daun terpanjang
adalah pada tempat tidak ternaung. Pada pengukuran parameter lebar daun, di tempat
ternaung lebar daun adalah 1,38 cm, di tempat semi ternaung adalah 1,77 cm dan di tempat
tidak ternaung adalah 2,61 cm..
Dari percobaan yang dilakukan suhu udara tertinggi adalah pada tempat tidak
ternaung, dimana pada temtat tersebut pertumbuhan tanaman paling cepat dari segi panjang
daun dan lebar daun, warna daun dan batangnya adalah hijau, namun tinggi tanaman pada
tempat tidak ternaung ini adalah paling rendah karena pengaruh dari peristiwa etiolasi. Untuk
parameter kelembaban tanah, pada tempat ternaung sebesar 55,5, pada tempat semi ternaung
sebesar 65,75 dan pada tempat tidak ternaung sebesar 65,92, kelembaban tanah tertinggi
adalah pada tempat tidak ternaung. . Seharusnya kelembaban tanah pada tempat ternaung
lebih besar dari tempat tidak ternaung, akan tetapi dari data tersebut adlah sebaliknya, ha ini
terjadi Karen turunnya hujan saat pengamatan, sehingga kelembaban tanah pada tempat tidak
ternaung lebih besar karena kandungan airnya yang lebih tinggi. Sedangkan intensitas cahaya
pada tempat ternaung adalah 820 lux, pada tempat semi ternaung adalah 4800 lux dan pada
temtap tidak ternaung adalah 10400 lux. Panjang daun, lebar daun, warna daun dan warna
batang pada tempat tidak ternaung pertumbuhannya lebih maksimal karena memeperoleh
suhu udara, kelembaban udara, kelembaban tanah dan intensitas cahaya yang cukup.
BAB IV
PENUTUP

- KESIMPULAN
Naungan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan
tanaman tengkawang telur. Naungan berpengaruh terhadap faktor klimatik yang akan
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi
pertumbuhan diantaranya yaitu cahaya, kelembaban, dan suhu. Daerah tanpa naungan
menyebabkan intensitas cahaya yang tinggi dan suhu juga akan tinggi, namun kelembaban
rendah. Naungan akan menyebabkan tanaman tumbuh lebih cepat namun menunjukkan
gejala etiolasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Tanaman menjadi tidak
kokok, tidak berwarna hijau, dan mudah mati. Sebaiknya dalam menumbuhkan tanaman
tengkawang telur dilakukan pada daerah tidak ternaung karena tanaman akan lebih hijau dan
subur hal ini ditunjukkan dari hasil gravimetri.

- SARAN
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam
menentukan tempat yang sesuai untuk menumbuhkan tanaman tengkawang telur terutama
bagi para petani agar hasil panen lebih baik dan tidak gagal panen karna tanaman yang mati.
Penulis menyadari dalam pembuatan laporan penelitian ini masih terdapat banyak kesalahan.
Semoga dengan adanya penelitian ini dapat memicu penelitian-penelitian lain yang sejenis.
DAFTAR PUSTAKA

Al Jasser Mohammad. 2010. Effect of Storage Temperatures On Mocrobial Load of


Some Dates Palm Fruit Sold in Saudi Arabia Market. Storrage Temperatures on Microbial
Dates. Vol.4 No.1

Bewley, J.D. and Black, M. 1994. SEEDS : Physiology of Development and


Germination. New York: Plenum Press

Cruz P (1997) Effect of shade on the growth and mineral nutrition of C4 perennial
grass under field conditions. Plant and Soil 188:227-237

Daniel TW, Helm JW, Baker FS (1979) Principles of silviculture, Edisi ke-2.
Mc.Graw Hill, Inc., New York

Hale MG, Orcutt DM (1987) The Physiology of plants under stress. John Wiley and
Sons, New York.

Haryanti, Sri. 2012. Pengaruh Naungan yang Berbeda terhadap Jumlah Stomata dan
Ukuran Porus Stomata Daun Zephyranthes Rosea Lindl. Buletin Anatomi dan Fisiologi.
XVIII(1):41-48

Lee, K., E. M. Josse, A. Brown, Y. Gan, K. J. Halliday, I. A. Graham, dan S. Penfield.


2010. Spatula Links Daytime Temperature and Plant Growth Rate. Current Biology. 20:
1493-1497

Levitt J (1980) Responses of plants to environmental stresses.water, radiation, salt,


and other stresses. Vol. II. Academic Press, Inc, London

Anda mungkin juga menyukai