Disusun oleh :
Kelompok C1 - 1
Kelas C
Anggota kelompok :
1. Nine Yuanita 2014210162*
2. Amalia Gita Cahyani 2015210014
3. Aulya Yudha Pratiwi 2015210039
4. Dian Fajar Astuti 2015210060
5. Disthabika Debe 2015210064
6. Fadliyah Ihsan Lubis 2015210077
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2018
1
I. JUDUL PRAKTIKUM
Injeksi Methampiron (Antalgin)
II. PENDAHULUAN
Analgesik adalah suatu zat atau agen yang dapat menghilangkan rasa nyeri.
Sedangkan nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berhubungan dengan adanya aktual atau potensi kerusakan jaringan atau keadaan
yang menggambarkan kerusakan tersebut. Tujuan dari terapi analgesik adalah untuk
meminimalkan nyeri dan memberikan keyamanan yang memadai pada dosis anlgesik
efektif terendah. (ISO Farmakoterapi halaman 517)
Beberapa contoh analgesik non narkotik antara lain adalah asetosal, ibu profen,
parasetamol, aspirin, natrium diklofenak, dan metampiron. Dipilih Metampiron dalam
pembuatan vial ini karena Metampiron efektif sebagai analgesik, memiliki sifat yang
mudah larut dalam air dibandingkan analgetika lain sehingga dapat dibuat dalam
sediaan injeksi tanpa menggunakan pelarut campuran. (Martindale edisi 28 hal 251)
Pemberian obat lewat intramuskular menghasilkan efek obat yang kurang cepat,
tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemberian
intravena. Suntikan intramuskular dilakukan dengan memasukkan ke dalam otot rangka.
Tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari saraf-saraf utama atau pembuluh-
pembuluh darah utama. Kerusakan akibat suntikan intramuskular biasanya berkaitan
dengan titik tempat jarum ditusukkan dan dimana obat ditempatkan. (Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi Edisi Keempat hal 403)
Pemberian obat secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat
dibandingkan dengan cara-cara pemberian lain dan karena absorpsi obat tidak menjadi
masalah, maka tingkatan darah optimum dapat dicapai dengan ketepatan dan kesegaran
yang tidak mungkin didapat dengan cara-cara lain. Pada keadaan gawat, pemberian obat
lewat intravena dapat menjadi cara yang menyelamatkan hidup karena penempatan obat
langsung ke sirkulasi darah dan kerja obat yang cepat terjadi. Sebaliknya, sekali obat
diberikan lewat intravena maka obat itu tidak dapat ditarik lagi, ini merupakan
keburukan pemberian obat lewat intravena. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi
Keempat hal 401-402)
2
III. DATA PREFORMULASI
A. Zat Aktif
Cara Cara
Nama Zat Sifat Fisika Kimia Dosis & Khasiat
Sterilisasi Penggunaan
Rumus struktur : Dosis :
0,5 – 1 g
(Martindale edisi
28 halaman 251)
Khasiat :
Rumus molekul : Analgetik
C13H16N3NaO4S.H2O (Farmakope
Indonesia Edisi III
Bobot molekul : 351,37
halaman 371)
Pemerian : Serbuk hablur,
putih atau putih kekuningan
Kelarutan : Sangat mudah
Metampiron Autoklaf
larut dalam air
Stabilitas : Terlindung dari
cahaya
OTT : Aspirin, kloralhidrat,
iodine, agen pengoksidasi
pH :
Rute pemberian :
Intravena dan intramuskular
(Farmakope Indonesia Edisi
V halaman 833, Martindale
edisi 28 halaman 251)
3
B. Zat Tambahan
4
Pemerian : Cairan, jernih,
tidak berwarna, tidak
berbau
Didihkan
Stabilitas : Uji yang
selama 30
tertera pada uji keamanan
menit
Aqua Pro hayati
(Farmakope
Injeksi pH : 6-7
Indonesia
(Farmakope Indonesia
edisi IV
edisi V halaman 57,
halaman 14)
Handbook of
Pharmaceutical Excipients
edisi 6 halaman 766-769)
Rumus molekul :
[C6H5CH2N(CH3)2R]C1
Pemerian : Gel kental
atau potongan seperti
gelatin; putih
atau kekuningan. Biasanya
berbau aromatik lemah.
Benzalkonium
Larutan dalam air berasa
klorida
pahit, jika dikocok sangat
berbusa dan biasanya
sedikit alkali
Kelarutan : Sangat mudah
larut dalam air
(Farmakope Indonesia
edisi V halaman 219)
C. Teknologi Farmasi
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendri. Injeksi dapat berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih
dahulu sebelum digunakan. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau
5
mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan
sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau dosis ganda. (Ilmu Meracik Obat
halaman 190)
Sediaan parenteral dimasukkan secara langsung ke dalam kompartemen atau
ekstraseluler, sistem limfatik atau darah; sifat produk dan kerja farmakologi adalah
faktor yang menentukan dalam pemilihan rute pemberian sediaan. Rute pemberian
memerlukan persyaratan tertentu, dan akan membatasi formulasi di samping alat yang
akan digunakan untuk pemberian sediaan. (Sediaan Farmasi Steril halaman 186)
Salah satu pertimbangan yang sangat penting dalam memformulasi sediaan
parenteral adalah volume yang sesuai dengan rute pemberian obat. Rute intravena
adalah satu-satunya rute yang dapat menerima sediaan dalam volume besar (lebih dari
10 mL). Volume sampai 1 ml dapat diberikan secara intraspinal, sedangkan untuk
pemberian intramuskular biasanya dibatasi 3 ml, subkutan 2 ml dan intradermal 0,2 ml.
(Sediaan Farmasi Steril halaman 186)
IV. FORMULASI
A. Formula rujukan
(Martindale 28 hal 251)
Metampiron 50 g
Na tiosulfat 100 mg
Aqua pro injeksi ad 100 ml
6
B. Formula jadi
(mengacu pada USP edisi 36 halaman 2483)
Metampiron 250 mg/ml atau 500 mg/ml
Benzalkonium Klorida 0,01 %
Natrium Tiosulfat 0,1 %
Bahan
- Metampiron
- Natrium tiosulfat
- Benzalkonium klorida
- Aqua pro injeksi
7
(FI III hal 14)
Karet pipet tetes, karet penutup Rebus dalam air mendidih selama 30
wadah menit
B. Penimbangan
1. Metampiron = 500 mg x 5 vial
= 2500 mg
2. Benzalkonium klorida = 0,01 % x 31,5 ml
= 3,15 mg
3. Na tiosulfat = 0,1 % x 31,5 ml
= 31,5 mg
4. Aqua pro injeksi = ad 31,5 ml
VIII. EVALUASI
In Process Control (IPC)
1. Uji kejernihan (Teori dan Praktek Industri Edisi III halaman 1356)
Produk dalam wadah diperiksa di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang
terhadap refleks dari mata, berlatar belakang hitam dan putih dengan rangkaian isi
dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Syarat : semua wadah diperiksa secara visual dan tiap partikel yang terlihat dibuang
dari ampul, batas 50 partikel 10µm dan lebih besar 5 partikel ≥25 µm/ml
10
IX. DAFTAR PUSTAKA
X. LAMPIRAN
11