Anda di halaman 1dari 17

ACC LABORATORIUM

28 Juni 2021
TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL

PROPOSAL

INJEKSI METAMPIRON DALAM VIAL

DISUSUN OLEH :
KELAS : A
KELOMPOK : 2
ANGGOTA KELOMPOK :
1. Vinessa Gracia Putri (2018210016) 8. Sekar Putri Ayu S (2018210024)
2. Kezia Giventy Liandi (2018210017) 9. Ananta Altriyuana (2018210025)
3. Andi (2018210018) 10. Letitia Desiree (2018210026)
4. Kevin (2018210020) 11. Elisia (2018210027)
5. Vira Yeremia Abigail (2018210021) 12. Lilis Putri Rahayu (2018210028)
6. Futisya Alvita (2018210022) 13. Larasati Kurnia Dewi (2018210031)
7. Kezia Claudia Quinn (2018210023) 14. Alitya Hayati Puspa (2018210032)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
I. JUDUL PERCOBAAN
Injeksi Metampiron dalam Vial

II. PENDAHULUAN
Sediaan parenteral adalah sediaan yang ditujukan untuk penyuntikan melewati
kulit dimana zat aktif yang diberikan dengan adanya kekuatan mengalir langsung
ke pembuluh darah, organ, atau jaringan. Sediaan parenteral dibuat dengan teliti
menggunakan metode yang dirancang untuk menjamin bahwa sediaan memenuhi
persyaratan Farmakope untuk sterilitas, pirogen, bahan partikulat, dan
kontaminan lain dan bila perlu mengandung bahan penghambat pertumbuhan
mikroba. Injeksi adalah sediaan yang ditujukan untuk pemberian parenteral, dapat
diencerkan dahulu menjadi sediaan sebelum digunakan. (FI VI tahun 2020 hal.
50)
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Injeksi diracik dengan
melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam
sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis
tunggal atau dosis ganda. (Ilmu Meracik Obat halaman 190)
Syarat-syarat obat suntik ialah harus aman yaitu tidak boleh menyebabkan
iritasi jaringan atau efek toksis, harus jernih berarti tidak ada partikel padat
kecuali yang berbentuk suspensi, tidak berwarna kecuali bila obatnya memang
berwarna, sedapat mungkin isohidris dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke
badan tidak terasa sakit dan penyerapan obatnya dapat optimal. Isohidris artinya
pH larutan injeksi sama dengan darah dan cairan tubuh lain yaitu pH = 7,4. Tetapi
untuk garam alkaloid, vit. B1 menghendaki pH 3-4, adrenalin pH 2-3 dan luminal
Na, PAS menghendaki pH lebih dari 8. Selain itu, syarat lainnya ialah sedapat
mungkin isotonis agar tidak terasa sakit bila disuntikkan dan memiliki tekanan
osmose yang sama dengan darah dan cairan tubuh yang lain, harus steril yaitu
sediaan dinyatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme, dan sediaan juga
harus bebas dari pirogen yang dapat menyebabkan demam. (Ilmu Meracik Obat
halaman 193)
Injeksi intravena umumnya larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang
dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Emulsi minyak-air dapat
diberikan intravena jika dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap ukuran
butiran minyak. Sediaan berupa emulsi air-minyak tidak boleh disuntikkan
dengan cara ini. (Farmakope Indonesia edisi III hal 13 thn 1979)
Pemberian obat secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat
dibandingkan dengan cara-cara pemberian lain karena absorpsi obat tidak
menjadi masalah, maka tingkatan darah optimum dapat dicapai dengan ketepatan
dan kesegaran yang tidak mungkin didapat dengan cara-cara lain. Pada keadaan
gawat, pemberian obat lewat intravena dapat menjadi cara yang menyelamatkan
hidup karena penempatan obat langsung ke sirkulasi darah dan kerja obat yang
cepat terjadi. Sebaliknya, sekali obat diberikan lewat intravena maka obat itu
tidak dapat ditarik lagi, ini merupakan keburukan pemberian obat lewat intravena.
(Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat hal 401-402)
Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah (Farmakope Indonesia Edisi VI,
hal. 2073)
Volume tertera dalam Kelebihan volume yang dianjurkan
penandaan Untuk cairan encer Untuk cairan kental
0,5 mL 0,10 mL 0,12 mL
1,0 mL 0,10 mL 0,15 mL
2,0 mL 0,15 mL 0,25 mL
5,0 mL 0,30 mL 0,50 mL
10,0 mL 0,50 mL 0,70 mL
20,0 mL 0,60 mL 0,90 mL
30,0 mL 0,80 mL 1,20 mL
50,0 mL atau lebih 2% 3%

Obat-obat yang diberikan lewat intravena biasanya harus berupa larutan air,
bercampur dengan darah dan tidak mengendap. Keadaan tertentu dapat
menimbulkan terjadinya trombus dan kemudian menghalangi aliran darah.
(Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi hal 400 thn 2008)
Metampiron atau nama lainnya yaitu antalgin bekerja sebagai analgesik,
diabsorpsi dari saluran pencernaan, mempunyai waktu paruh 1-4 jam.
Metampiron berkhasiat untuk meringankan nyeri terutama nyeri kolik dan nyeri
setelah operasi. (ISO edisi 48 hal 4)
Analgesik adalah suatu zat atau agen yang dapat menghilangkan rasa nyeri.
Sedangkan nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya aktual atau potensi kerusakan
jaringan atau keadaan yang menggambarkan kerusakan tersebut. Tujuan dari
terapi analgesik adalah untuk meminimalkan nyeri dan memberikan keyamanan
yang memadai pada dosis anlgesik efektif terendah. (ISO Farmakoterapi hal 517)
Beberapa contoh analgesik non narkotik antara lain adalah asetosal, ibu
profen, parasetamol, aspirin, natrium diklofenak, dan metampiron. Dipilih
Metampiron dalam pembuatan vial ini karena Metampiron efektif sebagai
analgesik, memiliki sifat yang mudah larut dalam air dibandingkan analgetika
lain sehingga dapat dibuat dalam sediaan injeksi tanpa menggunakan pelarut
campuran. (Martindale edisi 28 hal 251)
Farmakologi, Farmakokinetik, dan Farmakodinamik :
1. Farmakologi
Methampyrone atau nama lainnya yaitu antalgin bekerja sebagai analgesik,
diabsorpsi dari saluran pencernaan, mempunyai waktu paruh 1-4 jam.
a. Indikasi : meringankan nyeri terutama nyeri kolik dan nyeri setelah
operasi.
b. Kontraindikasi : hipersensitivitas ibu hamil dan menyusui penderita
dengan tekanan darah rendah.
c. Peringatan dan perhatian : pada penderita ulkus peptikum, kelainan
darah, sedang mendapat antikoagulan, ibu hamil dan menyusui.
d. Efek samping : reaksi hipersensitif, gangguan saluran pencernaan,
leukopenia, dan agranulositosis. (ISO 48 hal 4 thn 2014)
2. Farmakokinetik
a. Absorbsi : diabsorbsi baik pada saluran cerna.
b. Distribusi : metampiron terdifusi ke dalam cairan sinovial, mampu
melewati sawar darah plasenta dan masuk pada cairan ASI (dalam
jumlah kecil).
c. Metabolisme : dimetabolisme dalam hati melalui proses CYP1A2 dan
CYP2C9 menjadi 6-desmetil antalgin.
d. Ekskresi : diekskresikan melalui urin (kurang lebih 95%) sebagai bentuk
obat utuh dan metabolit-metabolit; pada feses (<5%). Waktu paruh
eliminasi 12-17 jam.
3. Farmakodinamik
Antalgin merupakan analgesik non-narkotik golongan AINS yang
menghambat secara reversibel enzim siklooksigenase-1 dan 2 yang
mengakibatkan penurunan produksi prekursor Prostaglandin.

III. DATA PREFORMULASI


A. Zat Aktif
Cara Dosis & Cara
Nama Zat Sifat Fisika Kimia
Sterilisasi Khasiat Penggunaan
Metampiro Rumus struktur : Autoklaf Dosis : Intravena
n suhu Dewasa: (Martindale
121oC 0,5 - 1 g edisi 28
selama 15 3-4 halaman
menit kali/hari. 251)
(Martinda Anak > 3
le edisi bulan: dosis
28 berdasarkan
halaman berat
251) badan.
Rumus molekul :
(Martindale
C13H16N3NaO4S.H2O
edisi 28
Bobot molekul : 351,37 halaman
251)
Pemerian : Serbuk
Khasiat :
hablur, putih atau putih
Analgetik
kekuningan
non
Kelarutan : Sangat
narkotik
mudah larut dalam air
(Farmakope
Stabilitas : Harus
Indonesia
terlindung dari cahaya
Edisi III
OTT : Aspirin,
halaman
kloralhidrat, iodine,
371)
agen pengoksidasi
pH sediaan:
5-8,5

Rute Pemberian :
Intravena dan
intramuskular
(Farmakope Indonesia
Edisi V halaman 833,
Martindale edisi 28
halaman 251)

B. Zat Tambahan
Sifat Fisika, Kimia, Konsentrasi &
Nama Zat Cara Sterilisasi
dan Stabilitas Khasiat
Rumus molekul : Khasiat:
C27H42NO2.Cl
Pengawet
Pemerian : Padatan
(Handbook of
berbentuk serpihan
Pharmaceitical
tidak berwarna atau
Excipient 6th hal
putih, tidak berbau.
59)
Kelarutan : Sangat Autoklaf suhu
mudah larut dalam 121oC selama 15
alcohol dan air. menit Konsentrasi :
Benzetonium
pH sediaan : 4-10 (Handbook of 0,01%-0.02%
Klorida
Pharmaceitical
Stabilitas : Stabil (Handbook of
Excipient 6th hal
pada suhu dan Pharmaceitical
59)
tekanan normal. Excipient 6th hal
Reaktif dengan 59)
sabun, detergen
anionik, dan Nitrat.

(Sentra Informasi
Keracunan Nasional
BPOM RI)
Aqua Pro Injeksi Pemerian: Cairan, Dididihkan Khasiat:
jernih, tidak Pelarut
berwarna, tidak (Martindale 28
berbau. hal 621)
Stabilitas: Uji yang
tertera pada uji selama tidak
keamanan hayati kurang dari 48
pH : 5-7 menit
(Farmakope (Farmakope
Indonesia edisi V Indonesia edisi
halaman 57, VI halaman 70)
Handbook of
Pharmaceutical
Excipients edisi 6
halaman 766-769)

IV. FORMULA
A. Formula Rujukan
1. (Martindale 28 hal 251)
Metampiron 50 g
Na tiosulfat 100 mg
Aqua pro injeksi ad 100 mL
2. (IONI 2008 halaman 305)
Antalgin 250 mg/mL atau 500 mg/mL
3. (USP edisi 36 halaman 2483)
Metampiron 250 mg/mL atau 500 mg/mL
Benzalkonium Klorida 0,01%
Natrium Tiosulfat 0,1%
B. Formula Jadi
Metampiron 0,5 g/ml
Benzetonium Klorida 0,01%
Aqua pro injeksi ad 5 ml
C. Alasan Pemilihan Bahan
1. Analgesik non-narkotik yang dipilih adalah Metampiron. Metampiron
dipilih karena sifat Metampiron yang mudah larut dalam air dan
merupakan analgetik non-narkotik yang dikenal di pasaran.
2. Benzetonium Klorida dipilih karena cocok untuk sediaan vial dosis ganda,
selain itu kelebihan zat ini adalah sifat kelarutannya yang sangat mudah
larut dalam air. Penggunaannya sebagai pengawet dalam sediaan ini
dibutuhkan karena dosis yang dibuat adalah dosis ganda, dibuat dalam
bentuk vial yang dapat digunakan berkali-kali, dan pelarut dalam sediaan
ini adalah air, dimana air merupakan media pertumbuhan mikroba yang
sangat baik.
3. Digunakan pelarut aqua pro injeksi karena bersifat inert dan digunakan
sebagai bahan pelarut karena metampiron sangat mudah larut dalam air.
4. Untuk dosis metampiron digunakan 500 mg dengan maksimal 5x injeksi
per hari.
5. Sediaan dibuat dalam bentuk vial volume 5 ml karena ditunjukkan untuk
penggunaan dosis ganda.

V. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


A. Perhitungan
Dibuat 5 vial @5mL
Rumus = (n x v) + {10 s.d 30% x (n x v)}
n = jumlah vial yang akan dibuat = 5
v = volume injeksi tiap vial + kelebihan volume (ml)
= 5 + 0,30 mL (FI VI, hal. 2073)
= 5,3 mL
volume total = (n x v) + {10 s.d 30% x (n x v)}
= (5 x 5,3) + {30% x (5 x 5,3)}
= 34,45 mL = 35 mL

Perhitungan Kelarutan (Kelarutan Metampiron 1:1)


0,5 g/mL Metampiron = 0,5 mL air

Penimbangan
1. Metampiron = 0,5 g/mL x 35 mL
= 17,5 g
2. Benzetonium Klorida = 0,01% x 35 mL
= 3,5 mg
Pengenceran Benzetonium Klorida
Benzetonium Klorida = 10 mg
Aqua pro injeksi = 10 mL
3,5 mg
Yang diambil = x 10 mL=3,5 mL
10 mg
3. Aqua pro injeksi = 35 mL – (17,5 g + 3,5 mL)
= 14 mL

B. Penimbangan
Bahan Teoritis
Metampiron 17,5 g
Benzetonium Klorida 3,5 mL
Aqua pro injeksi ad 35 mL

VI. ALAT DAN CARA STERILISASI


A. Alat
1. Autoklaf
2. Beaker glass
3. Batang pengaduk
4. Erlenmeyer
5. Aluminium foil
6. Kap alumunium
7. Pipet tetes
8. Kaca arloji
9. Oven
10. Corong glass
11. Gelas ukur
12. Spatula
13. Vial coklat
14. Penjepit besi
15. Pinset
16. Kertas saring
17. Alat suntik
B. Bahan
1. Metampiron
2. Benzetonium klorida
3. Aqua pro injeksi
C. Cara Sterilisasi
1. Cara Sterilisasi Alat
Prinsip sterilisasi : Pemilihan proses yang sesuai untuk suatu bentuk
sediaan atau komponen memerlukan pengetahuan yang tinggi tentang
teknik sterilisasi dan informasi yang berkenaan dengan tiap efek dari
proses pada bahan yang sedang disterilkan. ( FI ed VI hal 2169)
No
Alat Cara Sterilisasi Literatur
.
1. Beaker glass, Sterilisasi panas a. Farmakope
pipet tetes, kering sering Indonesia
erlenmeyer, vial digunakan edisi VI hal
coklat, corong untuk 2169
glass, kaca menjadikan alat b. Farmakope
arloji kaca atau Indonesia
wadah bebas edisi V hal
pirogen dan 1407
mikroba viabel.
Proses
sterilisasi panas
kering yaitu
dengan oven
bersuhu lebih
kurang 250oC
selama 30
menit.
2. Kertas saring, Sterilisasi Uap Farmakope
gelas ukur adalah suatu Indonesia edisi
proses V hal 1662
sterilisasi yang
paling banyak
digunakan
untuk media
atau pereaksi.
Proses
sterilisasi uap
yaitu dengan
autoklaf 121oC
selama 15
menit.
3. Batang Direndam Farmakope
pengaduk, dalam alkohol Indonesia edisi
spatula, pinset, 70% selama 30 V hal 1618
penjepit besi, menit.
syringe
4. Karet pipet Direbus dalam Farmakope
tetes, karet air mendidih Indonesia edisi
penutup wadah selama 30 V hal 1618
menit.

2. Cara Sterilisasi Bahan


No Bahan Cara Sterilisasi Literatur
1. Metampiron Autoklaf suhu Martindale edisi
121oC selama 28 hal 251
15 menit
2. Benzetonium Autoklaf suhu Handbook of
klorida 121oC selama Pharmaceutical
15 menit Excipients 6th
hal 59
3. Aqua pro Dididihkan Farmakope
injeksi selama tidak Indonesia edisi
kurang dari 48 VI halaman 70
menit

VII. CARA PEMBUATAN


Prinsip Sterilisasi : Menggunakan teknik sterilisasi akhir
A. Disiapkan alat-alat yang diperlukan
B. Disiapkan dan ditimbang Metampiron, Benzetonium klorida
C. Dikalibrasi botol vial coklat ad 5,3 ml
D. Disterilkan alat, Metampiron, dan Benzetonium klorida sesuai dengan cara
sterilisasi yang sesuai
E. Dibuat air pro injeksi dengan mendidihkan 100ml air dalam Erlenmeyer,
kemudian diberi kapas pada mulut Erlenmeyer. Dipanaskan Erlenmeyer di
atas kompor selama 30 menit dan dihitung setelah air mendidih
F. Dilarutkan Metampiron dengan air pro injeksi sedikit demi sedikit hingga
terlarut sempurna
G. Dilakukan pengenceran Benzetonium klorida dengan cara dilarutkan
Benzetonium klorida menggunakan air pro injeksi secukupnya lalu dicampur
dengan larutan Metampiron, dan aduk hingga homogen
H. Dilakukan evaluasi pH sebelum di ad kan
I. Ditambahkan sisa air pro injeksi dan disaring dengan kertas saring
J. Dilakukan evaluasi uji kejernihan dan uji keseragaman volume
K. Dimasukkan larutan tersebut ke dalam vial coklat yang sudah dikalibrasi dan
ditutup dengan karet dan kap aluminium
L. Disteril akhir vial berisi sediaan dengan autoklaf bersuhu 121oC selama 15
menit
M. Dilakukan uji evaluasi kejernihan, uji sterilitas, uji keseragaman volume, dan
uji pirogenitas
N. Diberi etiket dan label pada vial, dikemas, dan diserahkan.

VIII. EVALUASI
A. In Process Control
1. Uji pH (Farmakope Indonesia edisi VI halaman 2066)
Cara : Cek pH larutan menggunakan pH meter atau pH indikator
universal.
Syarat : pH = 5-8,5 (pH darah normal = 7,35-7,45)
2. Uji Kejernihan (Teori dan Praktek Industri Edisi V halaman 1521)
Cara : Diperiksa produk dalam wadah di bawah penerangan cahaya,
terhalang terhadap reflex dari mata, berlatar belakang hitam dan putih
dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Syarat : Semua wadah diperiksa secara visual dan tiap
partikel yang terlihat dibuang dari wadah, batas 50
partikel 10 µm dan lebih besar 5 partikel ≥ 25µm/ml.
Partikel yang berwarna akan terlihat gelap pada
latar terang.
3. Uji Keseragaman Volume (Farmakope Indonesia edisi VI hal. 2025)
Cara : Ditimbang seksama sejumlah cairan yang dikeluarkan dari 10
wadah satu per satu seperti penggunaan normal. Jika diperlakukan
perhitungan kesetaraan volume setelah penetapan bobot jenis. Hitung
jumlah zat aktif dalam tiap wadah dari hasil penetapan kadar. Hitung nilai
keberterimaan.
B. Quality Control
1. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral halaman 191)
Cara : Wadah takaran tunggal yang masih panas setelah disterilkan
dimasukkan ke dalam larutan metilen blue 0,1%. Jika ada perubahan
tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam
wadah akan berwarna biru.
Syarat : Jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru maka sediaan
tersebut lolos uji kebocoran.
2. Uji Kejernihan (Teori dan Praktek Industri Edisi V halaman 1521)
Cara : Diperiksa produk dalam wadah di bawah penerangan cahaya,
terhalang terhadap reflex dari mata, berlatar belakang hitam dan putih
dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Syarat : Semua wadah diperiksa secara visual dan tiap
partikel yang terlihat dibuang dari wadah, batas 50
partikel 10 µm dan lebih besar 5 partikel ≥ 25µm/ml.
Partikel yang berwarna akan terlihat gelap pada
latar terang.
3. Uji Keseragaman Volume (Farmakope Indonesia edisi VI halaman 2025)
Cara : Ditimbang seksama sejumlah cairan yang dikeluarkan dari 10
wadah satu per satu seperti penggunaan normal. Jika diperlakukan
perhitungan kesetaraan volume setelah penetapan bobot jenis. Hitung
jumlah zat aktif dalam tiap wadah dari hasil penetapan kadar. Hitung nilai
keberterimaan.
4. Uji Sterilitas (Farmakope Indonesia edisi VI halaman 1835)
Cara : Pengujian dapat dilakukan menggunakan teknik Penyaringan
Membran atau Inokulasi Langsung ke dalam Media Uji. Digunakan
control negatif yang sesuai. Dalam sediaan ini yang digunakan adalah
teknik Penyaringan Membran karena sediaan memenuhi syarat.
Cara : Dipindahkan isi wadah atau beberapa wadah yang akan diuji ke
dalam satu membran atau beberapa membran. Diencerkan dan disaring
segera jika sediaan mempunyai daya antimikroba, membran dicuci tidak
kurang dari 3 kali dengan cara menyaring tiap kali dengan sejumlah
volume pengencer yang digunakan. Dipindahkan seluruh membran utuh
ke dalam media atau potong menjadi dua bagian secara aseptik dan
dipindahkan masing-masing bagian ke dalam dua media yang sesuai.
Syarat : Teknik tersebut dilakukan bila sifat contoh sesuai, yaitu untuk
sediaan yang mengandung air dan dapat disaring, sediaan yang
mengandung alkohol atau minyak, dan sediaan yang dapat dicampur
dengan atau yang larut dalam pelarut air atau minyak, dengan ketentuan
bahwa pelarut tidak mempunyai efek antimikroba pada kondisi pengujian.

IX. RANCANGAN KEMASAN


A. Kemasan
B. Etiket

C. Brosur
X. DAFTAR PUSTAKA
1. Anief M., 1997, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
2. Ansel, Howard C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat.
Jakarta: UI Press
3. Goeswin, Agoes, 2009, Sediaan Farmasi Steril, Penerbit ITB: Bandung.
4. Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P. &
Kusnandar, 2008, ISO Farmakoterapi, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia,
Jakarta.
5. Reynold, James E.F. Martindale The Extra pharmacopoeia. Twenty-eighth
Edition. London: The Pharmaceutical Press; 1982.
6. ISO. 2014. ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat Volume 48. PT. ISFI
Penerbitan. Jakarta.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi
III. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
IV. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Farmakope Indonesia.
Edisi V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
10. Kibbe, Arthur H. Handbook of pharmaceutical excipient. Sixth Edition.
Washington,D.C: American Pharmaceutical Association; 2000.
11. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2008.
Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI). Jakarta: BPOM RI.
12. U.S. Pharmacopoeia National Formulary. 2011. London: United Book Press.
13. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2011.
Sentra Informasi Keracunan Nasional (SiKerNas). Jakarta: BPOM RI.
14. https://m.klikdokter.com/obat/metamizole yang diakses pada 24 Juni 2021
15. https://www.alodokter.com/antalgin yang diakses pada 24 juni 2021

Anda mungkin juga menyukai