Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Pengujian Efek Analgetika

1 April 2014

Kelompok 2

SELASA, 10.00-13.00

FARMASI A

Siti Marfuah 260110120006 Pembahasan


Niva Bachri R. 260110120007 Pembahasan
Jamelia Andeska 260110120008 Alat Bahan, Prosedur
Paska Tri Aprilia S. 260110120009 Teori Dasar, Grafik
Novi Afifah 260110120010 Editor

LABORATORIUM FARMAKOLOGI ORGAN


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2014

Nilai Asisten
Pengujian Efek Analgetika

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek
analgetik suatu obat.
2. Memahami dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat analgetika.
3. Mampu memberikan pandangan mengenai kesesuaian khasiat yang
dianjurkan untuk sediaan-sediaan farmasi analgetika.

II. PRINSIP
1. Analgetik narkotik
Analgetik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem
saraf pusat secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang
moderat ataupun berat. Aktivitas analgetik narkotik jauh lebih besar
dibandingkan golongan analgetik non-narkotik sehingga disebut juga
analgetik kuat.
2. Analgetik non-narkotik
Analgetik non-narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang
ringan sampai moderat, sehingga sering disebut analgetik ringan.
3. Induksi kimia
Penginduksian asam asetat 0,7% pada mencit menimbulkan rasa nyeri
yang ditunjukkan dengan respon geliat yang dapat diinhibisi oleh obat
analgetik.

III. TEORI DASAR


Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum
yaitu meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri, namun analgetika bekerja tanpa menghilangkan
kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis
yang memicu pelepasan mediator nyeri. Intensitas rangsangan terendah saat
seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri (Tjay, 2007).
Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan
memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti
peradangan, infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot. Sehingga sesungguhnya rasa
nyeri berguna sebagai “alarm” bahwa ada yang salah pada tubuh. Misalnya, saat
seseorang tidak sengaja menginjak pecahan kaca dan kakinya tertusuk, maka ia
akan merasakan rasa nyeri pada kakinya dan segera ia memindahkan kakinya.
Tetapi adakalanya nyeri yang merupakan pertanda ini dirasakan sangat
menggangu apalagi bila berlangsung dalam waktu yang lama, misalnya pada
penderita kanker (Mutschler, 1991).
Adanya rangsangan-rangsangan mekanis/kimiawi (kalor/listrik) yang dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu
yang disebut mediator-mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain: histamin,
serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium.
Zat-zat ini merangsang reseptor-reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit,
selaput lendir, dan jaringan lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf
pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di
otak besar (rangsangan sebagai nyeri) (Katzung, 1997).
Rasa nyeri dapat diberantas dengan beberapa cara, yaitu:
a. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor nyeri perifer, oleh
analgetika perifer atau anestetika lokal.
b. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam syaraf-syaraf sensoris oleh
anestetika lokal.
c. Blokade pusat nyeri pada SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau
anestetika umum (Goodman & Gilman, 2006).
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi
rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan
sakit terdiri dari dua proses, yakni penerimaan rangsangan sakit di bagian otak
besar dan reaksi-reaksi emosional dan individu terhadap perangsang ini. Obat
penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi
ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi
psychis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit (Anief, 2000).
Penggunaan analgetika perifer mampu meringankan atau menghilangkan
rasa nyeri, tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak
menimbulkan ketagihan. Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali
digunakan, karena terjadi efek potensiasi (Tjay, 2007).
Analgetika narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat
seperti opium atau morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek
farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan untuk
meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang ampuh,
jenis ini dapat menimbulkan ketergantungan pada si pemakai. Seiring berjalannya
waktu, ditemukannya obat yang bersifat campuran agonis dan antagonis jenis ini
yang mampu meniadakan ketergantungan fisik, maka penggunaan istilah
analgesik narkotik untuk pengertian farmakologik tidak sesuai lagi (Anief, 2000).
A. Analgetika Sentral/Analgetika Narkotika
Analgetik narkotika atau analgetika opiat merupakan golongan obat yang
memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opiat yaitu menimbulkan
adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Analgetik opiat mempunyai daya
penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan
syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan
perasaan nyaman (euforia). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang
paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat (Mutschler,
1991).
B. Analgetika Perifer / Analgetika Non-Narkotika
Secara kimiawi, analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok,
yakni:
a. Parasetamol
b. Salisilat: asetosal, salisilamida dan benorilat
c. Menghambat prostaglandin (NSAIDs): ibuprofen, dan lain-lain
d. Derivat-antranilat: mefenaminat, glafenin
e. Derivat-pirazolinon: propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizol
f. Lainnya: benzidamin (tantum) (Tjay, 2007)
1. Aspirin
Aspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari
salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit
atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan antiinflamasi (peradangan).
Asprin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah
dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan
aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di
berbagai wilayah dunia.
Mekanisme Kerja Aspirin
Menurut kajian John Vane, aspirin menghambat pembentukan hormon
dalam tubuh yang dikenal sebagai prostaglandin. Siklooksigenase, sejenis enzim
yang terlibat dalam pembentukan prostaglandin dan tromboksan, terhenti tak
berbalik apabila aspirin mengasetil enzim tersebut. Prostaglandin ialah hormon
yang dihasilkan di dalam tubuh dan mempunyai berbagai efek di dalam tubuh
termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan pemodulatan
termostat hipotalamus. Tromboksan pula bertanggung jawab dalam pengagregatan
platelet. Serangan jantung disebabkan oleh penggumpalan darah dan rangsangan
sakit menuju otak. Oleh karena itu, pengurangan gumpalan darah dan rangsangan
sakit ini disebabkan konsumsi aspirin pada kadar yang sedikit dianggap baik dari
segi pengobatan. Namun, efeknya darah lambat membeku menyebabkan
pendarahan berlebihan bisa terjadi. Oleh karena itu, mereka yang menjalani
pembedahan atau mempunyai masalah pendarahan tidak diperbolehkan
mengonsumsi aspirin (Cerner Multum, 2009).
2. Asam Mefenamat
Asam mefenamat adalah termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan
sebagai NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat biasa
digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering
diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi, dan sakit ketika
atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, tentunya asam mefenamat dapat
menyebabkan efek samping. Contoh yang sering terjadi adalah merangsang dan
merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada
pasien yang mengidap gangguan lambung dan sebaiknya diberikan pada saat
lambung tidak dalam kondisi kosong atau setelah makan. Berikut penjelasannya:
Indikasi:
Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan
dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma,
nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan.
Dosis:
Digunakan melalui mulut (peroral), sebaiknya sewaktu makan.
Dewasa dan anak di atas 14 tahun:
Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam.
Dismenore
500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi ataupun sakit dan
dilanjutkan selama 2-3 hari.
Menoragia
500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan dilanjutkan selama
5 hari atau sampai perdarahan berhenti.
Efek samping:
Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus,
mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur,
vertigo, dispepsia.
Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat
mengakibatkan agranulositosis dan anemia hemolitik.
Interaksi obat:
Asam mefenamat akan bereaksi dengan obat-obat antikoagulan oral seperti
warfarin; asetosal (aspirin) dan insulin (Penunjang Medis, 2010).

IV. ALAT BAHAN


4.1 Alat
1. Alat suntik 1 ml
2. Sonde oral mencit
3. Stopwatch
4. Timbangan mencit
5. Wadah penyimpanan mencit
4.2 Bahan
1. Asam asetat 0,7 %
2. Obat analgesik standar (asam asetil salisilat)
3. Obat analgesik yang diuji (asam mefenamat)
4. Suspensi Gom Arab (PGA) 1-2 %
4.3 Gambar alat

Syringe

Sonde

Jarum suntik
KawatPenutupKandan
g
JarumSuntil

KandangMencit
JarumSuntil

Kapas

PGA 1-2 % Asam asetat Asam Asetosal


0,7 % mefenamat
V. PROSEDUR
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian efek analgetika yang mana
hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 3 ekor. Metode
pengujian yang dilakukan adalah metode induksi kimia. Alat yang dibutuhkan
untuk mendukung metode ini berupa alat suntik 1 ml, sonde oral mencit,
stopwatch, timbangan mencit, dan wadah penyimpanan mencit. Sedangkan bahan-
bahannya yaitu asam asetat 0,7%, obat analgesik standar (asam asetil
salisilat/aspirin), obat analgesik yang diuji (asam mefenamat), dan suspensi gom
arab (PGA) 1-2 %. Ketiga mencit diberi perlakuan yang berbeda, yaitu mencit I
sebagai kontrol negatif, mencit II untuk obat uji, dan mencit III sebagai kontrol
positif. Sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu mencit-mencit ini
ditimbang pada timbangan mencit, dan kemudian data bobot tubuh mencit ini
digunakan untuk perhitungan dosis obat yang akan diberikan. Setelah diperoleh
dosis obat, barulah dilakukan pemberian obat pada semua mencit. Kepada mencit
I yang digunakan sebagai kontrol negatif diberikan PGA 1-2% secara oral dengan
sonde oral sejumlah dosis yang telah dihitung. Pada mencit II diberikan asam
mefenamat secara oral sejumlah dosis yang dihitung, dan pada mencit III sebagai
kontrol positif diberikan asetosal (asam asetil salisilat) juga secara oral sejumlah
dosis yang dihitung. Setelah 30 menit, pada semua mencit disuntikan asam asetat
0,7% secara intraperitonial dengan dosis sesuai dengan bobot tubuh mencit.
Kemudian semua mencit diletakkan di area pengamatan dan dibiarkan bebas
untuk diamati gerakan geliatnya dan dihitung jumlahnya. Pengamatan dicatat
setiap 5 menit selama 60 menit jangka waktu pengamatan. Data yang diperoleh
dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variasi dan kebermaknaan
perbedaan jumlah geliat antara kelompok kontrol dan kelompok uji. Dari data
yang didapat dihitung daya proteksi obat uji terhadap rasa nyeri dan efrektivitas
analgesiknya dengan rumus:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑒𝑙𝑖𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑗𝑖
% Proteksi = 100% – 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑒𝑙𝑖𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑥 100 %
% 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑧𝑎𝑡 𝑢𝑗𝑖
% Efektivitas analgesik = % 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 𝑥 100%

Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.


VI. DATA PENGAMATAN
 Tabel Pengamatan
Perlakuan K Jumlah Geliat Setiap 5` Selama 60`
Rata-
yang E
rata 5` 10` 15` 20` 25` 30` 35` 40` 45` 50` 55` 60`
diberikan L
1 30 40 35 36 38 32 30 39 42 32 27 25
2 D I E
3 10 45 33 29 13 32 22 35 33 28 40 48
PGA 24,6
4 4 31 36 38 66 51 46 47 32 22 18 13
5 7 40 48 21 20 20 17 13 13 9 3 2
6 0 9 16 24 9 7 10 9 2 0 2 1
JUMLAH 51 165 168 148 146 142 125 143 122 91 90 89
1 15 19 25 39 42 35 32 37 26 21 15 10
2 24 61 74 57 50 39 30 34 42 20 10 6
Asam 3 0 24 24 28 22 41 15 26 14 12 15 3
24,4
Mefenamat 4 12 32 35 37 32 27 30 13 9 20 17 20
5 1 29 39 28 23 20 16 11 9 8 8 4
6 8 26 47 41 37 28 26 26 20 13 10 5
JUMLAH 66 191 244 230 206 190 149 147 120 94 75 48
1 0 24 35 34 22 21 21 22 13 9 5 5
2 0 11 21 44 38 49 41 45 39 32 20 10
3 25 54 24 18 23 35 41 40 44 49 30 42
4 4 25 29 22 13 19 19 20 5 0 2 1
Asetosal 5 29,9 25 50 63 69 80 99 80 79 72 69 54 43
6 5 35 41 33 27 22 14 3 13 13 8 13
JUMLAH 59 199 213 220 203 245 216 209 186 172 119 114

Perlakuan 5` 10` 15` 20` 25` 30` 35` 40` 45` 50` 55` 60`
PGA 10,2 33 33,6 29,6 29,2 28,4 25 28,6 24,4 18,2 18 17,8
Asam
11 31,8 40,6 38,3 34,3 31,6 24,8 24,5 20 15,6 12,5 8
Mefenamat
Asetosal 9,8 33,2 35,5 36,6 33,8 40,8 36 34,8 31 28,6 19,8 19

 Perhitungan Dosis
21,7 𝑔𝑟
1. 𝑀𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 𝐼 (𝑃𝐺𝐴) = 𝑥 0,5 𝑚𝑙 = 0,5425 𝑚𝑙
20
12,9 𝑔𝑟
2. 𝑀𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 𝐼𝐼 (𝐴𝑠. 𝑀𝑒𝑓𝑒𝑛𝑎𝑚𝑎𝑡) = 𝑥 0,5 𝑚𝑙 = 0,3225 𝑚𝑙
20
10,6 𝑔𝑟
3. 𝑀𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 𝐼𝐼𝐼 (𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑠𝑎𝑙) = 20
𝑥 0,5 𝑚𝑙 = 0,265 𝑚𝑙
12,9 𝑔𝑟
4. 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝐼𝐼 = 𝑥 0,5 𝑚𝑙 = 0,3225 𝑚𝑙
20
10,6 𝑔𝑟
5. 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝐼𝐼𝐼 = 𝑥 0,5 𝑚𝑙 = 0,265 𝑚𝑙
20

 Perhitungan % Proteksi
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒈𝒆𝒍𝒊𝒂𝒕 𝒌𝒆𝒍. 𝒖𝒋𝒊
% 𝒑𝒓𝒐𝒕𝒆𝒌𝒔𝒊 = 𝟏𝟎𝟎% − 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒈𝒆𝒍𝒊𝒂𝒕 𝒌𝒆𝒍. 𝒌𝒐𝒏𝒕𝒓𝒐𝒍
291,16
1. % 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑚𝑒𝑓𝑒𝑛𝑎𝑚𝑎𝑡 = 100 − ( 𝑥100%) = 0,96%
296
259,16
2. % 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑠𝑎𝑙 = 100 − ( 𝑥100%) = −21,34%
296

 Perhitungan % Efektifitas Analgesik


% 𝒑𝒓𝒐𝒕𝒆𝒌𝒔𝒊 𝒛𝒂𝒕 𝒖𝒋𝒊
% 𝒆𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒇𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒈𝒆𝒔𝒊𝒌 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
% 𝒑𝒓𝒐𝒕𝒆𝒌𝒔𝒊 𝒂𝒔𝒆𝒕𝒐𝒔𝒂𝒍
0,96
1. % 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑚𝑒𝑓𝑒𝑛𝑎𝑚𝑎𝑡 = −21,34 𝑥100% = −4,498%

Grafik Tabel Proteksi

% Proteksi
5.00%

0.00%
As. Mefenamat Aspirin
-5.00%

-10.00% % proteksi

-15.00%

-20.00%

-25.00%

Tabel Rata-rata Jumlah Geliat Mencit


Perlakuan 5` 10` 15` 20` 25` 30` 35` 40` 45` 50` 55` 60`
PGA 10,2 33 33,6 29,6 29,2 28,4 25 28,6 24,4 18,2 18 17,8
Asam
11 31,8 40,6 38,3 34,3 31,6 24,8 24,5 20 15,6 12,5 8
Mefenamat
Asetosal 9,8 33,2 35,5 36,6 33,8 40,8 36 34,8 31 28,6 19,8 19

Grafik Jumlah Rata-rata Geliat Terhadap Waktu


45

R 40
a
t 35
a 30
r
a 25 Kontrol
t As. Mefenamat
20
a
Asetosal
15
g
e 10
l
5
i
a 0
t 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Waktu

Perhitungan Anava
1. Model Linear
Kelompok Kontrol PGA Asam Mefenamat Aspirin
I 406 316 211
II - 447 350
II 368 224 425
IV 404 284 159
V 213 202 783
VI 89 287 227
Total 1480 1760 2155
2. Analisis
Yijk = µ + Ʈi + ƹij
Yij = Daya tahan mencit ( jumlah geliat yang dihasilkan ) yang mendapat
obat ke-i ulangan ke-j terhadap asam asetat 0,7 %
µ = rataan umum
Ʈi = pengaruh obat ke-i
ƹij = Pengaruh galat dari obat ke-i ulangan ke-j
3. Hipotesis
Ho : Ʈi = 0, artinya pengaruh jenis obat berbeda terhadap efek
analgetik (jumlah geliat mencit)
H1 : Ʈi ≠ 0, artinya paling sedikit ada satu i dimana Ʈi ≠ 0 ada
pengaruh jenis obat sama terhadap efek analgetik terhadap jumlah geliat
4. Analisis Ragam
a. Faktor Koreksi
Yij2
FK = 𝑁
53812
= 17

= 1.703.244,765
b. Sum of square total
SSTot =(4062 +3162 +2112 + 4472 + 3502 + 3682 + 2242 + 4252 +
4042 + 2252 + 1592 + 2132 + 2022 + 7832 + 892 + 2872 + 2272 )
-1.703.244,765
= 2.107.981 - 1.703.244,765
= 404.737,765
c. Sum of Square Treatment
14802 +17602 +21552
SSTreat = - 1.703.244,765
3
2.190.400 + 3.097.600+4.644.025
= - 1.703.244,765
6

= 1.655.337,5 - 1.703.244,765
= - 47.907,265
d. Sum Square of Error
SSE = SSTot – SSTreat
= 404.737,765 – (- 47.907,265 )
= 452.645,03
e. Degree of Freedom
df Total = N-1
= 17-1 = 16
df Treat = t-1
= 3-1= 2
df Eror = 16 – 2 = 14
f. Mean of Square Treatment
SSTreat
MST = 𝑑𝑓 𝑇𝑟𝑒𝑎𝑡
− 47.907,265
= 2

= - 23.953,6325
g. Mean of Square Error
𝑆𝑆𝐸
MSE = 𝑑𝑓𝐸
452.645,03
= 14

= 32.231,78786
h. Fhitung
𝑀𝑆𝑇𝑟𝑒𝑎𝑡
Fhit = 𝑀𝑆𝐸
− 23.953,6325
= 32.231,78786

= - 0,74

Tabel Anava
Source of Df Sum of Mean of Fhitung F 0,05
variance squares squares (2,15 )
Treatment 2 - 47.907,265 - - 0,74 3,68
23.953,6325
Error 14 452.645,03 32.231,78786
Total 16 404.737,765 -

Kesimpulan
Ftabel : 𝐹0.05(2,15) = 3,68
Karena Fhitung < Ftabel maka H0 diterima
artinya pengaruh jenis obat berbeda terhadap efek analgetik (jumlah geliat
mencit)

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu Pengujian Efek Analgetika bertujuan untuk
mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik
suatu obat, memahami dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat
analgetika, dalam hal ini asam mefenamat dan asam asetil salisilat, dan mampu
memberikan pandangan mengenai kesesuaian khasiat yang dianjurkan untuk
sediaan sediaan farmasi analgetika, dimana akan dilihat dari persen efektivitas
yang diperoleh dari perbandingan persen proteksi zat uji dengan persen proteksi
obat analgetika.
Dalam perlakuan kali ini digunakan induksi nyeri secara kimiawi yaitu
menggunakan bahan larutan steril Asam Asetat 0,7% yang diberikan secara
peroral. Pada praktikum, pemberian larutan Asam Asetat 0,7% diberikan 30 menit
setelah pemberian obat analgetika. Obat analgetika yang digunakan adalah asam
mefenamat dan asetosal atau asam asetil salisilat, hal ini diharapkan agar obat
yang diberikan sudah mengalami absorbsi sehingga Asam Asetat langsung
berefek dan juga untuk mempermudah pengamatan onset dari obat itu.
Pada praktikum kali ini obat-obat analgetik yang diperbandingkan adalah
obat-obat analgetik golongan non narkotik/perifer yaitu, Asetosal dan Asam
Mefenamat. Dengan prinsip percobaan ini menggunakan metode Witkin (Writhing
Tes / Metode Geliat), dengan prinsip yaitu memberikan asam asetat 0,7%
(indikator nyeri) kepada mencit yang akan menimbulkan geliat (Writhing),
sehingga dapat diamati respon mencit ketika menahan nyeri pada perut dengan
cara menarik abdomen, menarik kaki kebelakang, dan membengkokan kepala ke
belakang. Dengan pemberian obat analgetik (asam mefenamat dan asetosal) akan
mengurangi respon tersebut.
Kelompok kontrol yang digunakan pada percobaan ini adalah PGA,
sehingga hewan percobaan hanya diberikan PGA pada awal percobaan dan
penginduksi asam asetat pada 60 menit setelah pemberian PGA tanpa pemberian
sedian analgesik. Asam asetat 0,7% merupakan asam lemah yang tidak
terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asam asetat 0,7% terhadap hewan
percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat
adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin menyebabkan sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin
dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti
bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.
Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan menggeliatkan kaki
belakangnya saat efek dari penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam
asetat 0,7% pada peritonial atau selaput gastrointestinal hewan memungkinkan
sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat memberikan efek. Selama 5
menit kemudian, setelah diberi larutan asam asetat 0,7% mencit akan menggeliat
dengan ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke belakang. Jumlah geliat mencit
dihitung setiap 5 menit selama 60 menit.
Kemudian pada kelompok mencit kedua dengan obat analgetik berupa asam
mefenamat diberikan secara peroral dan kelompok mencit ketiga diberikan
asetosal secara peroral. Kemudian asam asetat 0,7%, disuntikan secara peritonial
supaya setelah 30 menit pemberian obat analgetik tersebut telah mengalami proses
absorbsi pada tubuh mencit untuk meredakan nyeri. Pemberian asam asetat 0,7%
secara intraperitonial memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh,
cepat memberikan efek, mencegah penguraian asam asetat pada jaringan
fisiologik organ tertentu, serta efek merusak jaringan tubuh jika pada organ
tertentu. Misalnya apabila asam asetat 0,7% diberikan peroral, akan merusak
saluran pencernaan, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan
terhadap asam. Kemudian dilakukan pengamatan yang sama seperti kelompok
kontrol negatif yaitu diamati geliatnya dihitung tiap 5 menit selama 60 menit.
Kemudian dimasukan dalam tabel dan dihitung % proteksinya dari tiap sediaan
analgetika untuk diperoleh % efektivitasnya.
Pada hewan uji kontrol negatif, yakni dimana hewan uji hanya diberikan zat
penstimulus nyeri dan pelarut dari obat analgesik yang hendak diamati cara
kerjanya tanpa diberikan obat analgesik. Maksud dari kontrol negatif ini adalah
untuk melihat seberapa besar respon nyeri yang dihasilkan pada hewan uji untuk
kemudian sebagai bahan perbandingan dengan hewan uji yang diberi obat
analgesik sehingga dapat dilihat perbedaan yang signifikan antara hewan uji yang
diberi dengan yang tidak diberi obat analgesik dalam hal respon nyeri yang
dihasilkan. Namun sayangnya terjadi kekeliruan dalam pemberian suspensi PGA
secara peroral kepada mencit pertama ini, kekeliruan ini mengakibatkan hewan uji
konrol negative mati sehingga pengamatan kontrol negatif tidak dapat dilakukan,
akibatnya suatu keadaan pembanding antara hewan yang diberi analgesik dan
yang tidak diberikan analgesik tidak dapat dilihat. Kesalahan ini diakibatkan
kekeliruan dalam menentukan saluran yang dimasuki sonde saat pemberian
suspensi PGA. Seharusnya saluran yang dimasuki sonde adalah saluran
pencernaan dari hewan uji, namun kenyataannya saluran yang dimasuki sonde
adalah saluran pernafasannya sehingga hewan percobaan mengalami kematian
karena saluran pernafasan termasuk paru-paru terisi sejumlah cairan yang pada
fungsi normalnya tak seharusnya dimasuki oleh cairan.
Selanjutnya dilakukan uji untuk efek asam mefenamat pada mencit II. Pada
hewan dan metode uji ini, hewan uji diberikan asam mefenamat sebagai obat
analgesik (pereda nyeri) di samping pemberian zat penginduksi nyeri yaitu asam
asetat. Uji ini dimaksudkan agar dapat dilihat seberapa besar kemampuan cara
kerja dari asam mefenamat dalam menurunkan atau meredakan nyeri pada mencit
berdasarkan hasil perbandingan dengan obat prototipe pada percobaan ini yaitu
asetosal. Mulanya hewan uji ini diberikan asam mefenamat secara peroral, agar
dapat diamati pengaruh atau cara kerja asam mefenamat dalam meredakan nyeri,
maka pada menit ke-30 dilakukan pemberian zat penginduksi nyeri yaitu asam
asetat secara intraperitonial. Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak
terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan
percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat
adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin menyebabkan sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin
dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti
bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.
Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan menggeliatkan kaki
belakangnya saat efek dari penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam
asetat pada peritonial atau selaput gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan
lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat memberikan efek. Setelah diamati,
pada 5 sampai 15 menit pertama setelah pemberian asam asetat, hewan uji
menunjukan aktivitas geliat yang meningkat yaitu 24, 61, dan 74. Akan tetapi
setelah 20 menit sampai 60 menit pemberian asam asetat hewan uji
memperlihatkan aktivitas geliat semakin menurun yaitu 57, 50, 39, 30, 34, 42, 20,
10, dan 6 geliat. Secara teoritis seharusnya pada menit-menit awal hewan uji
menunjukkan aktivitas geliat paling tinggi kemudian terus menurun seiring
bertambahnya waktu pengamatan, hal ini dikarenakan pada awal-awal pemberian
asam asetat diberikan yaitu hanya berjarak 30 menit dari pemberian asam
mefenamat, pada saat ini asam mefenamat belum bekerja atau memberikan efek
maksimal sebagai analgesik untuk meredakan nyeri yang disebabkan asam asetat,
sehingga dapat diamati respon nyeri hewan uji melalui aktivitas geliatnya. Dengan
bertambahnya lama pengamatan, maka efek iritatif dari asam asetat akan semakin
berkurang dan efek analgesik dari asam mefenamat akan mulai bekerja sehingga
rasa nyeri dapat ditekan atau diredakan. Hal ini dapat diamati dengan adanya
penurunan aktivitas geliat pada hewan uji. Hal ini berbanding terbalik dengan
hasil pengamatan pada 15 menit pertama setelah pemberian asam asetat dimana
aktivitas geliat terus mengalami peningkatan dari 5 sampai 15 menit pertama,
akan tetapi hasil uji mulai normal setelah 20 menit pengamatan sampai 60 menit
dimana aktivitas geliat hewan uji terus mengalami penurunan. Ketidaksesuaian
hasil pengamatan pada 5-15 menit pertama dapat disebabkan karena hewan uji
merasakan sakit sehingga hewan uji malas bergerak akibatnya aktivitas geliat
tidak dapat diamati secara tepat, adapun setelahnya diberikan perlakuan pada
hewan uji dengan mendorongnya untuk bergerak sehingga aktivitas geliat dapat
diamati. Adapun jika dibandingkan dengan hasil pengamatan rata-rata dari tiap
kelompok menunjukkan data yang hampir sama dimana pada 20 menit pertama
aktivitas geliat hewan uji mengalami peningkatan dan seteleh menit ke-25 sampai
60 aktivitas geliat menunjukkan penurunan yang menandakan mulai sesuai
dengan yang seharusnya. Sehingga dapat dilihat bahwa rata-rata tiap kelompok
mengalami kendala dan kesalahan yanng sama dalam mengamati aktivitas geliat
hewan uji.
Selanjutnya adalah melakukan pengamatan terhadap daya kerja analgesik
dari obat prototipe yaitu asetosal, pada tahap ini dilakukan uji kontrol positif
dimana hewan uji diberikan zat penginduksi nyeri dan obat pereda nyeri yang
standar sehingga dapat dijadikan bahan perbandingan untuk obat analgesik yang
ingin diketahui tingkat efektivitasnya berdasarkan perbandingannya dengan obat
prototipe ini. Hewan uji ke III ini diberikan asetosal secara peroral kemudian
ditunggu selama 30 menit lalu hewan uji diberikan asam asetat 0,7 % secara
intraperitonial. Sebelum diberikan asam asetat secara intraperitonial, daerah
peritonial hewan uji dibasahi dengan alkohol terlebih dahulu, pemberian ini
dimaksudkan agar memberikan rasa sensasi dingin pada hewan uji, dan zat ini
dapat mengecilkan pori-pori yang pada tujuan akhirnya adalah untuk mengurangi
rasa nyeri pada hewan uji saat dilakukan penyuntikan agar mencit merasa nyaman
dan tidak melakukan perlawanan yang berarti sehingga dosis tepat diberikan.
Kemudian hewan uji diberikan asam asetat 0,7% secara intraperitonial dan
kemudian diamati respon nyeri yang diperlihatkan hewan uji selama 60 menit.
Sama halnya dengan respon yang ditunjukkan oleh hewan uji II, pada hewan uji
III ini pun pada 20 menit pertama waktu pengamatan hewan uji menunjukkan
peningkatan aktivitas geliat yaitu 0, 11, 21, dan 44 geliat. Pada tiap 5 menit
selanjutnya mengalami naik turun yaitu 38, 49, 41, 45, 39 , dan pada 15 menit
terakhir pengamatan hewan uji menunjukkana aktivitas geliat yang semakin
menurun yaitu 31, 20, dan 10 geliat. Jika dibandingkan dengan hasil pengamatan
dari rata-rata tiap kelompok dapat diamati bahwa aktivitas geliat pada hewan uji
juga mengalami peningkatan di 20 menit pertama, setelahnya mengalami naik
turun, dan baru pada 20 menit pengamatan terakhir hewan uji menunjukkan
penurunan aktivitas geliat. Secara teoritis berdasarkan waktu pemberian asam
asetat, seharusnya menit-menit awal pengamatan akan menunjukkan aktivitas
geliat paling tinggi kemudian terus mengalami penurunan seiring dengan telah
habisnya reaksi asam asetat dengan tubuh hewan uji dan mulai bekerjanya
asetosal sebagai analgesik dalam meredakan nyeri yang diakibatkan asam asetat.
Akan tetapi, dari hasil pengamatan diperoleh ketidaksesuaian dimana pada menit-
menit awal aktivitas geliat terus mengalami peningkatan, kemudian aktivitas
geliat mengalami naik turun, dan baru pada menit 20 terakhir menunjukkan
penurunan aktivitas geliat. Kekeliruan ini dapat diakibatkan karena
ketidakcermatan dalam membedakan dan mengamati respon yang bisa disebut
sebagai geliat karena minimnya pergerakan hewan uji karena rasa sakit yang
dirasakannya, selain itu hewan uji yang tidak dengan jelas menunjukkan geliatnya
membuat kekeliruan dalam menghitung tingkat aktivitas geliat hewan uji.
Data-data pengamatan dari tiap kelompok kemudian dirata-ratakan
kemudian rata-rata tersebut dijumlahkan untuk setiap kelompok hewan uji. Dari
jumlah rata-rata tersebut, kemudian dapat diperoleh nilai % proteksi asam
mefenamat dan asetosal yang dibandingkan jumlah geliat pada kelompok kontrol
negatif dan % efektivitas asam mefenamat berdasarkan perbandingan dengan obat
prototipe yaitu asetosal.
Dari perhitungan, grafik, dan tabel di atas diperoleh nilai % proteksi dari
asam mefenamat adalah 0,96% dimana nilai ini jauh lebih besar daripada nilai %
proteksi asetosal yaitu -21,34%. Hal ini tentu saja memberikan gambaran
mengenai kekuatan efek analgesik dari asam mefenamat jauh lebih besar daripada
asetosal dimana jumlah geliat pada hewan uji yang diberi asam mefenamat lebih
sedikit geliatnya dibandingkan dengan hewan uji yang diberikan asetosal. Hal ini
sangat bertolak belakang dengan yang seharusnya, dimana sebagai obat prototipe
seharusnya asetosal memiliki % proteksi lebih besar daripada zat yang diujikan
pada percobaan ini yaitu asam mefenamat yang dapat dilihat dari jumlah geliat
pada hewan uji yang diberi asetosal seharusnya lebih kecil daripada jumlah geliat
pada hewan uji yang diberikan asam mefenamat. Kekeliruan ini dapat diakibatkan
karena ketidaktelitian dan ketidakcermatan praktikan saat memberikan asetosal
dimana ada kemungkinan ketidaktepatan dosis yang diberikan, baik dari
ketidakhomogenan suspensi asetosal yang diberikan dan teknik pemberiannya
juga dapat disebabkan karena ketidakcermatan praktikan dalam mengamati
jumlah geliat hewan uji. Sedangkan % efektivitas asam mefenamat yang diperoleh
adalah -4,498%, hal ini menunjukkan bahwa pemberian asam mefenamat sebagai
analgesik tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam meredakan nyeri pada
hewan uji karena jumlah geliat dari hewan uji kontrol negatif (tidak diberi asam
mefenamat) beberapa pada waktu pengamatan memiliki nilai yang lebih kecil
daripada hewan uji yang diberi asam mefenamat. Padahal seharusnya dengan
pemberian asam mefenamat, nyeri pada hewan uji dapat diredakan dengan
indikator jumlah geliat dari hewan uji yang diberi asam mefenamat lebih sedikit
jumlahnya dibandingkan dengan jumlah geliat dari hewan uji kontrol negatif.
Kekeliruan ini dapat diakibatkan kurang cermatnya dalam mengamati jumlah
geliat dari hewan uji yang disebabkan hewan uji cenderung tidak mau bergerak
karena nyeri yang dirasakannya dimana di sisi lain praktikan kurang mendorong
hewan uji untuk bergerak sehingga pengamatan uji geliat menjadi bias, di lain hal
juga dapat disebabkan karena ketidaktepatan pemberian dosis asam mefenamat
yang diakibatkan tidak homogennya suspensi asam mefenamat yang diberikan
karena tidak dikocok terlebih dahulu suspensinya sehingga konsentrasi asam
mefenamat yang diberikan tidak tepat, kesalahan lainnya adalah kurang tepatnya
teknik pemberian asam mefenamat secara peroral.

VIII. KESIMPULAN
1. Berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik
suatu obat dapat dilakukan dengan cara mengamati peningkatan waktu
reaksi.
2. Dasar-dasar perbedaan daya analgetika dapat dipahami dengan nilai %
proteksi dan % efektivitas.
3. Kesesuaian khasiat yang dianjurkan untuk sediaan-sediaan farmasi
analgesika sudah tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Universitas Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Cerner Multum. 2009. Aspirin. Available online at:
http://www.drugs.com/aspirin.html [diakses tanggal 5 April 2014]
Goodman and Gilman. 2006. The Pharmacologic Basis of Therapeutics–11th
Ed.McGraw-Hill Companies. Inc. New York.
Katzung,B.G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, ed IV. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta.
Mutschler Ernest. 1991. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi
edisi V. Penerbit ITB. Bandung.
Penunjang Medis. 2010. Asam Mefenamat. Available online at:
http://mediapenunjangmedis.dikirismanto.com/asam-mefenamat.html
[diakses tanggal 5 April 2014].
Tjay, Hoan Tan. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek
Sampingnya. Edisi ke-6. PT. Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai