Anda di halaman 1dari 19

Proposal Terapi Aktivitas Kelompok

“ Terapi Senam kegel “

Disusun oleh :

KELOMPOK II

Nama Anggota : 1. Ahmad Noor Faizy


2. Ade Ryz’q Istyqomah
3. Chynthia Nur Aini
4. Diah Rahmawati
5. Irena Monica
6. Laela Nurhasanah
7. Hardini Ratnaning Puri
8. Puji Rahayu

Tingkat / Semester : III / V

PRODI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMAD HUSNI THAMRIN

JAKARTA TIMUR

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan proposal terapi aktivitas kelompok yang berjudul “Terapi Senam
Kegel”. Proposal ini dibuat untuk memenuhi tugas praktikum Keperawatan Gerontik.
Di samping itu, penulis juga berharap proposal ini mampu memberikan kontribusi
dalam menunjang pengetahuan para lansia dan pihak lain pada umumnya. Dengan
terselesaikannya proposal ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dan memberikan bantuan dalam pembuatan proposal ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan proposal ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi semua.

Jakarta , 11 Oktober 2017

Penulis
1. LANDASAN TEORI
a. Konsep Lansia

Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:


Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua
(Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan
pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ
vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini
diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang
menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994)
menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu: Ketidakberdayaan fisik
yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain, Ketidakpastian ekonomi sehingga
memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya, Membuat teman baru untuk
mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah, Mengembangkan
aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan Belajar
memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan
fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan
gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin
bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat
terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan-kegiatan rekreasi
tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi
pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara
fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan
yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan
tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang
ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari
pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag
diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri- ciri penyesuaian
yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah: Minat sempit
terhadap kejadian di lingkungannya. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi Selalu
mengingat kembali masa lalu Selalu khawatir karena pengangguran, Kurang ada
motivasi, Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan Tempat
tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang
kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan
hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran
minimal terhadap diri dan orang lain.

b. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok

Kelompok merupakan individu yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain
saling ketergantungan dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Sundeen, 1998)
Aktivitas kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai relasi atau hubungan
satu dengan yang lain saling terkait dan dapat bersama-sama mengikuti norma yang
sama.
Therapy Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang diberikan kelompok
klien dengan maksud memberi therapy bagi anggotanya. Dimana berkesempatan untuk
meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan respon social. Therapy Aktivitas
Kelompok Sosialisasi adalah upaya memfasilitasi sejumlah klien dalam membina
hubungan sosial yang bertujuan untuk menolong klien dalam berhubungan dengan
orang lain seperti kegiatan mengajukan pertanyaan, berdiskusi, bercerita tentang diri
sendiri pada kelompok, menyapa teman dalam kelompok.
Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK): orientasi realita adalah upaya
untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain,
lingkungan/ tempat, dan waktu.

c. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok


Tujuan dari terapi aktivitas kelompok :
1) Mengembangkan stimulasi persepsi
2) Mengembangkan stimulasi sensoris
3) Mengembangkan orientasi realitas
4) Mengembangkan sosialisasi

d. Prinsip-prinsip memilih peserta terapi aktivitas kelompok


Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah homogenitas, yang
dijabarkan antara lain;
1. Gejala sama
Misal terapi aktifitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus untuk pasien
halusinasi dan lain sebagainya. Setiap terapi aktifitas kelompok memiliki tujuan
spesifik bagi anggotanya, bisa untuk sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi
halusinasi. Setiap tujuan spesifik tersebut akan dapat dicapai bila pasien memiliki
masalah atau gejala yang sama, sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam
proses terapi.

2. Kategori sama
Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi. Pasien
yang dapat diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok adalah pasien akut skor rendah
sampai pasien tahap promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor yang
hampir sama maka tujuan terapi akan lebih mudah tercapai.
3. Jenis kelamin sama
Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan gejala sama,
biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada perempuan. Maka lebih baik
dibedakan.

4. Kelompok umur hampir sama


Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar pasien.

5. Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi


Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu ramai
dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu sedikitpun, terapi akan terasa sepi
interaksi dan tujuanya sulit tercapai.

e. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia

• Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan di hargai eksistensinya oleh
anggota kelompok yang lain
• Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta merubah perilaku
yang destrkutif dan maladaptif
• Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama lain unutk
menemukan cara menyelesaikan masalah

f. Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia


1) Stimulasi Sensori (Musik)

Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para pendengar
yang mendengarkan maupun bagi pemusik yang menggubahnya. Kualitas dari
musik yang memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian
terletak pada struktur dan urutan matematis yang dimiliki, yang mampu menuju
pada ketidakberesan dalam kehidupan seseorang. Peran sertanya nampak dalam
suatu pengalaman musikal, seperti menyanyi, dapat menghasilkan integrasi
pribadi yang mempersatukan tubuh, pikiran, dan roh. Bagi penyanyi dalam sebuah
kelompok, musik memberikan suatu komunikasi yang intim dan emosional antara
pemimpin dan anggota kelompok secara individu, juga antara anggota itu sendiri,
dan masih terjadi ketika hubungan antarpribadi itu menjadi terbatas dan pecah.
Musik dapat mempersatukan suatu kelompok yang beraneka ragam menjadi suatu
unit yang fungsional. Fungsi musik sebagai ungkapan perhatian dapat dilihat
ketika musik dialami sebagai suatu pemberian dari orang-orang yang kelihatannya
tidak memiliki apa-apa.

1. Musik sebagai Terapi dan Ungkapan Perhatian


Penggunaan musik sebagai ungkapan perhatian dan suatu terapi tambahan bagi
konseling pastoral melibatkan integrasi dari beberapa disiplin sejarah: pendidikan
musik, pelayanan musik, dan terapi musik. Terapi musik merupakan yang paling
muda dari ketiga bidang ini dan yang langsung berhubungan dengan aplikasi
klinis musik.
Kata “terapi” dalam konteks ini berarti lebih daripada sekadar “penyembuhan
suatu penyakit”. Di zaman stres, penuh keraguan, penuh perpecahan, putus asa,
dan kekalahan ini, musik dapat disebut sebagai terapi untuk menstimulasi,
memulihkan, menghidupkan, mempersatukan, membuat seseorang peka, menjadi
saluran, dan memerdekakan. Terapi musik memiliki suatu kapasitas yang unik dan
mapan sehingga memungkinkan terjadinya perubahan hidup.
Musik merupakan bagian dari musik temporal, yaitu bahwa musik hadir dalam tari
dan drama. Musik mengandung kumpulan yang sistematis dan teratur dari
berbagai komponen suara irama, melodi, dan keselarasan untuk dapat dilihat dan
dinikmati. Musik, seperti bentuk seni lainnya, merupakan ekspresi yang penuh
gaya. Musik melibatkan pengelolaan serta keterampilan dari materi artistik
sehingga dapat menyajikan atau mengomunikasikan suatu hal tertentu, gagasan,
atau keadaan perasaan.
Musik dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang: sejarah, teori, filsafat, estetika,
atau fungsional. Musik yang fungsi utamanya lebih bersifat sosiologis atau
psikologis daripada estetika murni disebut musik fungsional. Dengan perkataan
lain, ketika musik digunakan dengan tujuan utama lebih menitikberatkan pada
musiknya, maka saat itu berarti musik telah digunakan secara fungsional.
Penggunaan musik secara estetika, di pihak lain, merupakan “musik demi musik
belaka” atau “musik demi kepuasan artistik”. Sebenarnya, pada batas tertentu
kebanyakan musik memiliki kedua fungsi tersebut sehingga suatu klasifikasi yang
eksak kadang-kadang sulit diperoleh.
Suatu pembedaan seharusnya dibuat antara penggunaan musik secara terapis yang
dibawakan dalam wujud informal dan tanpa bentuk dengan penggunaan terapi
musik sebagai suatu dimensi khusus dari suatu cara terapi yang terintegrasi. Mula-
mula pengalaman musikal dapat dipilih sendiri oleh pasien atau diusulkan oleh
terapis, mungkin dapat juga dilakukan dengan memasukkan aktivitas-aktivitas
seperti berperan serta dalam paduan suara gereja atau koor umum, menghadiri
pagelaran musik, ikut pelajaran musik, dan lain-lain. Ini mengingat terapi musik
formal sering menggunakan irama sederhana dan instrumen perkusi yang dapat
dimainkan oleh hampir setiap orang.
Dalam sebuah klinik, seseorang dapat juga memperoleh pengalaman musikal
dengan “nilai terapetis” yang tidak berupa terapi musik formal. Misalnya, mereka
dapat berpartisipasi dengan nyanyi bersama dalam acara rekreasi, mendengarkan
rekaman musik yang inspiratif, atau menyanyikan lagu pujian di sisi tempat tidur
pasien.
Di pihak lain, terapi musik sebagai disiplin saintifik, menyangkut pemanfaatan
secara hati-hati dan sengaja dari semua dinamika mendalam dan potensial yang
berhubungan dengan pengalaman musikal, termasuk memilih, memasang, dan
memainkan musik itu sendiri, selain hubungannya dengan interaksi antara terapis
dan pasien.
Dalam arti yang lebih formal, terapi musik dapat dijabarkan sebagai suatu
aktivitas kelompok secara umum dari lingkungan pergaulan terapetik dalam
bentuk kelompok nyanyi, koor atau ensambel musik, dan kelas apresiasi musik
atau secara perseorangan dapat ditujukan kepada pasien tertentu berdasarkan
kebutuhan terapi mereka yang unik dan kecakapan dalam bentuk vokal atau
latihan instrumen dan teori musik dan pelajaran komposisi.
Pilihan materi musik, medium musik, tingkat kompleksitas, dan sasaran terapetik
merupakan keputusan dan kesepakatan antar terapis, dan antara terapis musik dan
pasien. Seperti dalam semua cara terapi, terapi musik menyangkut penilaian
terhadap pasien, aktivitas yang akan dilakukan (termasuk sasaran), pengalaman
terapetik, dan evaluasi.
Kadang-kadang terapi musik dapat digabungkan secara efektif dengan aktivitas
seni lain yang kreatif, misalnya menari, psikodrama, puisi dan tulisan kreatif,
melukis dan membuat patung, dan bermacam bentuk terapi pertukangan
(kerajinan tangan, perkayuan, dan hortikultura). Selanjutnya, setiap terapi
tambahan dapat menjadi kapasitas yang unik untuk menstimulasi dan
mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimiliki individu. Secara psikologis,
semua bentuk ekspresi artistik memiliki kapasitas untuk memberi kepuasan
kebutuhan akan ego dasar dari individu, terutama untuk merasa memiliki,
mencapai, mengungguli, memuja, memimpikan, mengasihi dan dikasihi, dan
mengembangkan suatu citra diri yang positif.
Terapi musik menempati posisinya yang kuat di antara terapi- terapi seni kreatif
karena beberapa alasan. Pertama, musik secara tradisional dan secara benar
disebut sebagai “bahasa universal”. Setiap kultur memiliki tradisi musikal yang
mencakup seluruh bidang kehidupan agama, sosial, estetika, dan komersial.
Kedua, musik merupakan seni yang serba guna dan dapat diperoleh. Hampir
setiap orang dapat terlibat dalam aktivitas musik dengan kadar kemampuan yang
sama. Akhirnya yang ketiga, musik, terutama musik vokal dengan campuran
musik dan puisi, mampu mengekspresikan dan membangkitkan seluruh tangga
nada emosi, nilai-nilai, aspirasi, serta pengalaman manusia.

2. Musik sebagai Terapi Tingkah Laku


Terapi musik lebih dari sekadar penghiburan; lebih daripada sekadar pengalaman
yang mendidik atau suatu aktivitas sosial, walaupun pada batas tertentu berfungsi
sebagai penghiburan, bersifat mendidik, dan maksud-maksud sosial. Secara teknis,
terapi musik telah didefinisikan sebagai “suatu sistem yang telah dikembangkan
secara maksimal untuk menstimulasi dan mengarahkan tingkah laku untuk
mencapai sasaran terapi yang benar-benar jelas”. Salah satu penyajian yang
terbaik dan paling singkat dari kerangka konseptual ini adalah yang diberikan oleh
William Sears dalam makalahnya yang berjudul “Proces in Music Therapy”.

a. Musik memberikan pengalaman di dalam struktur


Sasarannya ialah untuk memperpanjang komitmen kepada aktivitas,
untuk membuat aneka ragam komitmen, dan menumbuhkan kesadaran akan
manfaat yang diperoleh. Dengan cara yang tidak memaksa, musik menuntut
tingkah laku yang sesuai dengan urutan waktu, realitas yang teratur,
kecakapan yang teratur, dan pengaruh yang teratur. Musik menimbulkan
gagasan dan asosiasi ekstramusikal.
b. Musik memberikan pengalaman dalam mengorganisasi diri
Pengalaman memengaruhi sikap, perhatian, nilai-nilai, dan pengertian
seseorang. Sasaran harus memberikan kepuasan sehingga seseorang akan
berusaha untuk memperoleh lebih banyak pengalaman serupa yang aman,
baik, dan nikmat. Musik menyediakan kesempatan untuk ekspresi diri dan
untuk memperoleh kecakapan baru yang memperkaya citra diri (terutama bagi
yang memiliki keterbatasan tubuh/cacat).
c. Musik memberikan pengalaman dalam hubungan antar pribadi
Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan kelompok di mana
individu telah mengesampingkan kepentingannya demi kepentingan
kelompok. Sasarannya ialah untuk memperbanyak jumlah anggota dalam
kelompok, menambah jangkauan dan variasi interaksi, dan menyediakan
pengalaman yang akan memudahkan melakukan adaptasi terhadap kehidupan
di luar lembaga. Pengalaman kelompok memungkinkan seseorang berbagi
rasa secara intens dalam cara- cara yang secara sosial dapat diterima; musik
memberikan penghiburan dan rekreasi yang diperlukan bagi lingkungan terapi
secara umum. Juga bantuan pengalaman dalam pengembangan kecakapan
sosial secara realitis dan pola tingkah laku pribadi yang dapat diterima secara
lembaga dan kelompok sebaya dalam masyarakat.

2) Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang
pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap
sesi. Dengan proses ini maka diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus
dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan : seperti baca
majalah, menonton acara televisi ; stimulus dari pengalaman masa lalu yang
menghasilkan proses persepsi klien yang mal adaptif atau destruktif, misalnya
kemarahan dan kebencian .
3) Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien,
dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien. Demikian pula
dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana ke depan. Aktifitas
dapat berupa : orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua
kondisi nyata.
4) Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar
klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan
satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam
kelompok.

g. Nilai Terapeutik Dari Terapi Aktivitas Kelompok


• Pembinaan harapan
• Universalitas
• Altruism
• Penyebaran informasi
• Kelompok sebagai keluarga
• Sosialisasi
• Belajar berhubungan dengan pribadi lain
• Kohesivitas
• Katarsis dan Peniruan perilaku

h. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


Memperkenalkan diri
Tujuan kegiatan
Jenis kegiatan
Contoh kegiatan
Kontrak
Aturan main disepakati
Evaluasi
Reward jangan berlebihan

i. Fokus Terapi Aktivitas Kelompok


Orientasi realitas
Sosialisasi
Stimulasi persepsi
Stimulasi sensori
Pengeluran energi
j. Model Dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Fokal konflik model
• Mengatasi konflik yang tidak disadari
• Terapis membantu kelompok memahami terapi
• Digunakan bila ada perbedaan pendapat antar anggota kelompok
Communication model
• Mengembangkan komunikasi: verbal, non verbal, terbuka
• Pesan yang disampaikan dipahami orang lain

Model interpersonal
• Terapis ekerja dengan individu dan kelompok
• Anggota kelompok belajar dari interaksi antara anggota dan terapis
• Melalui proses interaksi: tingkah laku dapat dikoreksi

Model psikodrama
• Aplikasi dari bermain peran dalam kehidupan

k. Tahapan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


Fase pre-kelompok: membuat tujuan
Fase awal:
• Tahap orientasi: penentu sistem konflik sosial
• Tahap konflik: penentu siapa yang menguasai komunikasi
• Tahap kohesif: kebersamaan dalam pemecahan masalah
Fase kerja:
• Fase yang menyenangkan bagi anggota dan pimpinan
• Kelompok menjadi stabil dan realistis
Fase terminasi
• Muncul cemas, regresi
• Evaluasi dan feedback sangat penting
• Follow up

2. TOPIK
Terapi Senam Kegel pada lansia
3. LATAR BELAKANG

Gerontology is concerned primarily with problem of healthy aging rather than the
prevention of aging”, sehingga tindakan preventif pada masalah kesehatan akibat penuaan
menjadi lebih penting, daripada preventif penuaan. Pentingnya menjaga kualitas hidup
lansia, mendorong Kalache untuk memperkenalkan konsep “active ageing”.kemudian
Untuk itu diperlukan upaya guna menekan limitasi aktifitas fisik dasar ataupun
memperbaiki keadaan limitasi aktifitas fisik dasar menjadi abilitas. Sejak tahun 1980
Amerika telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka limitasi aktifitas fisik
dasar dan berhasil meningkatkan persen lansia yang bebas dari limitasi aktifitas fisik dasar
atau mampu beraktifitas fisik dasar. Laporan Departement Health and Human Services
Amerika (2003) menunjukkan, angka peningkatan aktifitas fisik dasar pada lansia
kelompok usia 65 tahun keatas naik dari 71% di tahun 1984 menjadi 74,7% di tahun 1999
dan 82% di tahun 2002, sedangkan angka limitasi aktifitas fisik dasar kronis turun dari
22,1% di tahun 1984 menjadi 19,7% di tahun 1999, dan tahun 2002 menjadi 16%.
Aktifitas fisik dasar pada laporan tersebut diukur berdasarkan kemampuan aktivitas fisik
keseharian atau yang dikenal dengan ADL/ Activities of Daily Living dengan
menggunakan indeks KATZ.

Manusia adalah makhluk sosial untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka
harus membina hubungan interpersonal yang telah terjadi jika individu terlihat personal,
jika individu yang terlihat saling merasakan kedekatan, sementara identitas pribadi masih
dipertahankan(Stuart and Sundeen 1998).
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 1 Ciracas merupakan unit pelaksanaan dinas
sosial dan tenaga kerja provinsi DKI yang melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial
kepada lanjut usia, wanita korban tindak kekerasan, dan penyandang cacat atau retradasi.
Jumlah lansia di Panti Sosial Tresna Werda adalah sebanyak 200 orang, jumlah lansia
laki-laki sebanyak .... orang dan jumlah lansia perempuan sebanyak .... orang. Jumlah
lansia dari tiap wisma yaitu pada wisma Garuda terdapat .... orang lansia, wisma
Cendrawasih .... lansia, wisma Anggrek terdapat .... orang lansia, wisma Melati sebanyak
.... orang lansia, wisma Mawar sebanyak .... orang lansia, wisma merak sebanyak .... orang
lansia. Berdasarkan latar belakang tersebut maka kami tertarik untuk menyusun makalah
mengenai Terapi Aktivitas Kelompok Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 1
Ciracas Tahun 2017.
4. TUJUAN
1) Tujuan Umum

Tujuan umum yaitu merangsang kemampuan kognitif dan psikomotor klien


sehingga klien mampu mempertahankan orientasi realitasnya (bersosialisasi,
mengenali orang, tempat, dan waktu sesuai dengan kenyataan).

2) Tujuan Khusus
 Klien mampu meningkatkan rasa percaya diri
 Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada
 Klien mengenal waktu dengan tepat
 Klien dapat mengenal diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya dengan tepat.

5. PESERTA
a. Kriteria Peserta
 Klien yang mandiri
 Klien yang kooperatif
 Klien yang mengerti bahasa indonesia
 Klien dengan kondisi jasmani dan rohani dalam keadaan sehat
 Klien yang mampu bersosialisasi
b. Jumlah
16 orang lansia

6. Pengorganisasian
a. Waktu : Rabu, 18 Oktober 2017

Jam : 09.00 – 09.20

Tempat : ruang serbaguna

b. Tim Terapis :
 Leader
Tugas :

a) Menyusun rencana aktifitas kelompok (proposal)


b) Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan
c) Memfasilitasi setiap anggota untuk mengekspresikan perasaan, mengajukan
pendapat dan memberikan umpan balik
d) Sebagai “role model”
e) Memotivasi anggota untuk mengemukakan pendapat dan memberikan
umpan balik, mengungkapkan perasaan dan pikiran
f) Menciptakan suasana dimana anggotanya dapat menerima perbedaan dalam
perasaan dan perilaku dengan anggota lain
g) Membuat tata tertib bagi anggota kelompok demi kelancaran diskusi

 Co. Leader :

Tugas :

a) Membantu leader dalam mengorganisir anggota kelompok


b) Menyampaikan informasi dari fasilitator ke pimpinan
c) Mengingatkan pimpinan bila diskusi menyimpang
d) Bersama leader menjadi contoh untuk kerja sama yang baik

 Fasilitator : Chynthia Nur Aini


Tugas :

a) Membantu leader memfasilitasi dan memotivasi anggota untuk berperan


aktif
b) Menjadi contoh bagi klien selama proses kegiatan
c) Mengatur musik

 Observer :
Tugas :
a) Mengamati proses kegiatan
b) Mencatat dan mengamati respon pasien
c) Menilai jalannya TAK.
d) Menyimpulkan hasil kegiatan.

c. Setting Tempat :
d. Metode dan Media :

 Metode :
Diskusi dan dinamika kelompok
 Media :
Daster, kerudung, kursi, balon, speaker, musik

7. Proses Pelaksanaan
a. Persiapan ( Pra Interaksi )

a) Terapis memilih klien sesuai dengan indikasi


b) Terapis membuat kontrak dengan klien
c) Terapis mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
d) Peserta dan Terapis memakai name tag

b. Orientasi
a) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien
b) Evaluasi/Validasi
Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.

c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan terapi senam kegel
2) Terapis menjelaskan aturan main yaitu :
a) Bila ada yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada fasilitator
dan jika dia meninggalkan lebih dari 3 menit kita kasih hukuman
b) Lama kegiatan 20 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

d. Tahap Kerja
1) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu nenek memakaikan
daster ke kakek lalu pasangan kakek & nenek joget balon dan senam kegel.
2) Terapis memilih klien berpasang2an, klien duduk diatas kursi dan terapis
memutarkan musik selama kurang lebih 1menit, lalu terapis memerintahkan nenek
untuk memakaikan daster dan kerudung ke kakek .
3) Saat musik berhenti, klien bangun dari tempat duduk dan berdiri berpasangan untuk
mengikuti joget balon. Klien berdiri secara berhadapan dengan balon yang diletakkan
didepan dahi, lalu musik dimainkan selama 1-2 menit (jangan sampai ada balon yang
terjatuh, jika ada balon yang terjatuh klien dinyatakan kalah). Pasangan yang dapat
mempertahankan posisi balon hingga musik berhenti di nyatakan menang.
4) Setelah selesai bermain games, pasangan yang kalah mengikuti terapi senam kegel
dan latihan motorik bersama fasilitator.
5) Begitu seterusnya sampai semua klien mendapat giliran
6) Terapis menyimpulkan hasil TAK yang sudah berhasil dicapai.

e. Tahap Terminasi
1) Evaluasi
a) Evaluasi subjektif
Terapis menanyakan perasaan peserta setelah mengikuti kegiatan
TAK stimulasi sensori.
b) Evaluasi objektif
(1) Terapis menayakan kembali bagaimana cara senam kegel
(2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

2) Tindak Lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk melakukan praktek senam kegel apabila klien
tidak bisa menahan BAK.

3) Kontrak Yang Akan Datang


(1) Terapis membuat kontrak untuk TAK yang akan datang
(2) Menyepakati waktu dan tempat

8. EVALUASI
1. Evaluasi struktur yang diharapkan
· Alat-alat yang digunakan lengkap
· Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
2. Evaluasi proses yang diharapkan
· Terapi dapat berjalan dengan lancar
· Lansia dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok dengan baik
· Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
· Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya

3. Evaluasi hasil yang diharapkan


· Lansia dapat mengikuti kegiatan dengan baik
· Lansia merasa senang
· Lansia dapat mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas
kelompok

9. ANTISIPASI TERHADAP MASALAH


Perkiraan Hambatan :
1. Jadwal TAK yang kurang sesuai (lebih lambat dari yang di jadwalkan)
2. Lansia ingin keluar dari terapi aktivitas kelompok

Antisipasi Hambatan / Masalah


1. Jadwal TAK disesuaikan (tidak pada waktu terapi)
2. Melakukan kerjasama dengan baik agar lansia tidak merasa bosan saat mengikuti
TAK

10. REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai