Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, jumlah data
yang dianalisis seluruhnya 1.027.758 orang untuk semua umur. Adapun responden yang
pernah mengalami cedera 84.774 orang dan tidak cedera 942.984 orang. Prevalensi
cedera secara nasional adalah 8,2% dan prevalensi angka cedera kepala di Sulawesi utara
sebesar 8,3%. Prevalensi cedera tertinggi berdasarkan karakteristik responden yaitu pada
kelompok umur 15-24 tahun (11,7%), dan pada laki-laki (10,1%).1
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan
gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat
sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif, psikis, intelektual, serta gangguan
fungsi fisiologis lainnya. Trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala
mulai dari bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak.2 Pengelolaan
cedera kepala yang baik harus dimulai dari tempat kejadian, selama transportasi, di
instalasi gawat darurat, hingga dilakukannya terapi definitif. Pengelolaan yang benar dan
tepat akan mempengaruhi outcome pasien. Tujuan utama pengelolaan cedera kepala
adalah mengoptimalkan pemulihan dari cedera kepala primer dan mencegah cedera
kepala sekunder. Proteksi otak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk
mencegah atau mengurangi kerusakan sel-sel otak yang diakibatkan oleh keadaan
iskemia. Iskemia otak adalah suatu gangguan hemodinamik yang akan menyebabkan
penurunan aliran darah otak sampai ke suatu tingkat yang akan menyebabkan kerusakan
otak yang irreversibel. Metode dasar dalam melakukan proteksi otak adalah dengan cara
membebaskan jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat.3
Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi organ
tubuh manusia. Karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti
pengendalian fisik, intelektual, emosional, sosial dan ketrampilan. Walaupun otak berada
pada ruang yang tertutup dan terlindungi oleh tulang tengkorak namun rentan terjadi

1
kerusakan. Kerusakan struktur otak dapat menganggu fungsinya yang beranekaragam.4
Ketika terjadi trauma atau cedera pada otak akan mempengaruhi organ yang lainnya.
Perdarahan yang terjadi pada otak akan terjadi penekanan pada jaringan otak kemudian
terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Pada pasien yang mengalami cedera, salah satu
masalah keperawatan yang timbul yaitu risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan dengan masalah risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral.
2. Tujaun khusus
a. Memahami konsep teori pasien dengan masalah risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak
b. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak
c. Mampu menganalisa dan merumuskan masalah risiko berdasarkan
kegawatdaruratan pada pasien dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan
otak
d. Mengetahui efektifitas tindakan yang diberikan kepada pasien dengan masalah
risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
e. Mampu melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala
dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.5 Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di
antara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan
jalan raya.3
Cedera kepala dapat diklasifikasi Menurut Patricia dkk (2012) dengan derajat
Cedera kepala sebagai berikut6 :
1. Cedera Kepala Ringan :
a. Nilai GCS 13-15
b. Dapat mengalami hilang kesdaran atau menunjukkan amnesia selama 5-60
menit.
c. Tidak ditemukan abnormalitas pada CT scan dan lama rawat di rumah sakit
kurang dari 48 jam.
d. Pasien menunjukan sakit kepala, berat atau hanya pusing.
e. Keinginan untuk muntah proyektil atau pasien mengalami muntah proyektil
setelah mendapatkan trauma kepala.
f. Kesadaran pasien semakin menurun.
g. Tekanan darah pasien menurun (hipotensi), serta bradikardi adalah dimana
jantung berdenyut lambat kurang dari 60 kali permenit.
h. Mengalami hipertermi.
2. Cedera Kepala Sedang
a. Nilai GCS 9-12.
b. Kehilangan kesadaran sampai amnesia selama 1-24 jam.
c. Dapat ditemukan abnormalitas pada CT scan.
3. Cedera Kepala Berat
a. Nilai GCS 3-8.
b. Kehilangan kesadaran atau amnesia selama lebih dari 24 jam
Dapat mengalami kontusio serebral laterasi atau hematoma intra kranial

3
Ketika terjadi trauma atau cedera pada otak akan mempengaruhi organ yang
lainnya. Sebagian besar kejadian cedera pada otak menyebabkan terjadinya pasokan
darah ke otak terputus akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Perdarahan
yang terjadi merupakan akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak
secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran yang kadang disertai literalisasi (Paula
2009). Perdarahan yang terjadi pada otak akan terjadi penekanan pada jaringan otak
kemudian terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Pada pasien yang mengalami cedera,
salah satu masalah keperawatan yang timbul yaitu risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral.
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah kondisi dimana klien
rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan.7
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah suatu penurunan jumlah oksigen yang
mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat kapiler.8 Masalah
risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral akibat stuasi O2 di dalam otak dan niali
Gaslow Coma Scale (GCS) menurun. Keadaan ini mengakibatkan disorientasi pada
pasien cedera kepala. Risiko ketidakefektifan perfusi apabila tidak ditangani dengan
segera akan meningkatkan tekanan intrakranial. Sehingga penanganan utama pada pasien
ini adalah meningkatkan status O2 dan memposisikan pasien 15 - 30°. Ketidakstabilan
status hemodinamika pada pasien cedera kepala akan berpengaruh terhadap TIK,
sehingga akan mempengaruhi perubahan perfusi jaringan serebral. Oleh Karena itu, untuk
memperbaiki perfusi jaringan serebral pada pasien cedera kepala perlu dilakukan
intervensi keperawatan dan medis yang menunjang percepatan pemulihannya. Kecepatan
pemulihan perfusi jaringan serebral akan berdampak terhadap pemulihan dan
penyembuhan kondisi pasien. Prinsip penanganan awal pada klien dengan gangguan
perfusi serebral yaitu perfusi jaringan yang stabil dan adekuat, oksigenasi yang adekuat,
mencegah hiperkapni dan hipokapni, mencegah hiperkalemi dan hipokalemi, serta
mencegah iatrogenic.9

B. Faktor Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral10 :


a. Agen farmaseutikal
b. Ateroskaloris aortik

4
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam manifestasi klinis
dengan cara menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena
terjadinya thrombus dan perdarahan aterm, dapat membentuk trombus
yang kemudian terlepas sebagai emboli, dan menyebabkan lemahnya
dinding pembuluh darah sehingga dapat dengan mudah robek (aneurisma).
Kondisi inilah yang mempengaruhi aliran darah ke otak, yang apabila
sering ada gangguan maka suplai O2 berangsur berkurang.11 Suplai darah
ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskuler), karena gangguan umum seperti
hipoksia karena gangguan paru dan jantung. Arterosklerosis cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak. Trombus dapat berasal dari flak
arterosklerosis atau darah dapat beku pada area yang stenisus, dimana
aliran darah akan lambat dan terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari
dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Trombus menyebabkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema.

c. Baru terjadi infark miokaradium


Infark miokardium adalah tidak adekuatnya pasokan darah karena
adanya sumbatan.12 Sumbatan pada arteri koroner menyebabkan sirkulasi
tidak lancar dan pasokan oksigen yang seharusnya dapat dialirkan ke
jaringan mengalami kekurangan atau bahkan kegagalan sehingga kondisi
ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi yaitu aritmia, gagal jantung
kiri dan ventrikel kanan, emboli paru dan infark paru, dan sumbatan
pembuluh darah otak. Sumbatan pembuluh darah otak disebabkan oleh
emboli dari pelepasan trombus arteri jantung karena adanya penurunan
kecepatan aliran darah, sehingga perfusi otak menurun.13
d. Diseksi arteri
e. Embolisme

5
Emboli kebanyakan terdapat pada arteri serebri media karena arteri
ini merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna dan
menerima 80% darah yang berasal dari arteri karotis interna. Emboli yang
menyumbat aliran darah dapat menyebabkan hipoksia neuron yang
diperdarahinya. Sumbatan inilah yang akan menyebabkan penurunan
perfusi serebral.14
f. Endokarditis infektif
g. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium menyebabkan aktivitas sistolik pada atrium kiri
menjadi tidak teratur sehingga terjadi penurunan kecepatan aliran darah
atrium yang menyebabkan aliran darah stasis pada atrium kiri dan
memudahkan terbentuknya trombus. Trombus pada jantung yang terdiri
dari gumpalan darah (klot) dapat lepas dari dinding pembuluh darah dan
menjadi emboli.13
h. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan gangguan metabolisme yang
terjadi secara primer atau sekunder akibat berbagai penyakit yang dapat
berkontribusi terhadap berbagai jenis penyakit, khususnya penyakit
kardiovaskuler. Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan
hiperlipidemia dan hiperlipoproteinemia. Hiperkolesterolemia dapat
terjadi akibat kelainan kadar lipoprotein dalam darah yang dalam jangka
panjang mempercepat kejadian arteriosklerosis dan hipertensi yang
bermanifestasi dalam berbagai penyakit kardiovaskuler.15
i. Hipertensi
Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memicu timbunan plak
aterosklerosis pada pembuluh darah besar yang mana apabila plak tersebut
terlepas dapat meningkatkan risiko tersumbatnya pembuluh darah otak dan
mengakibatkan terjadinya stroke non hemoragik sehingga perfusi jaringan
otak menjadi tidak efektif.16
j. Kardiomegali dilatasi
k. Katup prostetik mekanis

6
l. Koagulasi intravaskular diseminata
m. Koagulopati (misal anemia bulan sabit)
n. Masa protombin abnormal
o. Masa protomoplastin parsial abnormal
p. Miksoma atrium
q. Neoplasma otak
Tumor otak atau tumor intracranial adalah neoplasma atau proses
desak ruang (space occupying lesion/SOL) yang timbul di dalam rongga
tengkorak dalam kompartemen supratentotrial maupun infratentotrial.
Massa dalam otak yang terus membesar menyebabkan penekanan jaringan
otak terhadap sirkulasi darah dan O2 sehingga terjadi penurunan suplai O2
ke otak akibat adanya obstruksi sirkulasi otak. Menurunnya suplai O2 ke
otak menyebabkan hipoksia cerebral sehingga tubuh melakukan
kompensasi dengan mempercepat pernapasan. Kerusakan aliran darah ke
otak juga menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke jaringan
serebral sehingga dapat meningkatkan volume intrakranial dan tekanan
intrakranial.11
r. Penyalahgunaan zat
s. Segmen ventrikal kiri akinetik
t. Sindrom sick sinus
Sindrom sick sinus merupakan salah satu penyebab gangguan ritme
jantung, dan dapat disebabkan oleh gangguan baik faktor intrinsik atau
faktor ekstrinsik dari SA node. Diagnosis Sick Sinus Syndrome ditegakkan
dengan adanya gangguan ritme jantung dengan episode takikardia-
bradikardia, dan disertai gejala klinis seperti; sinkop, palpitasi, atau dapat
saja tanpa gejala klinis.
u. Stenosis karotid
Carotid stenosis atau stenosis arteri karotis adalah penyempitan
pembuluh darah di bagian arteri karotis. Penyempitan ini biasanya
disebabkan oleh penumpukan zat lemak dan endapan kolesterol yang
disebut plak. Tekanan yang dihasilkan dari arteri yang menyempit

7
mengakibatkan ventrikel/bilik jantung tidak dapat mengembang sempurna
dan jantung tidak berfungsi dengan baik. Stenosis karotis adalah kondisi
serius karena dapat menghambat aliran darah ke otak
v. Stenosis mitral
stenosis katup mitral merupakan penyempitan pada lubang katup
mitral yang akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan
angguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri
saat diastol.
w. Terapi trombolitik
x. Tumor otak (misal gangguan serebrovaskular, penyakit neurologis, trauma,
tumor)
Trauma yang menyebabkan resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak adalah trauma kepala atau cedera kepala. Cedera kepala
adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstisiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.17

8
C. Kerangka Pikir Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak pada Cedera Kepala

Terkena peluru, benda Kecelakaan, trauma persalinan,


Truma tajam Cedera Kepala Trauma tumpul penyalahgunaan obat / alkohol
tajam

Ekstra Kranial Tulang Kranial Intra Kranial


Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot, dan Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak
vaskuler jaringan tulang (kontusio laserasi)

 Perubahan autoregulasi
Perdarahan Merangsang  Edema serebral
Gangguan suplai darah Trauma jaringan
hematoma thalamus &
korteks serebri
Kelembaban luka Kejang Peningkatan TIK
Iskemia menurun Muncul sensasi
Perubahan
sirkulasi CSS nyeri
Hipoksia Infeksi bakteri Gangguan
neurologis vokal  Dispnea
Peningkatan TIK Gangguan aman
Ketidakefektifan perfusi Resiko nyaman : nyeri  Obstruksi jalan napas
jaringan serebral Infeksi Deifisit  Perubahan pola napas
 Mual muntah neurologis  Henti napas
Girus medialis lobus
temporalis tergeser  Papiloedema Pain management
 Pandangan kabur ICP monitoring Infection Ketidakefektifan
Gangguan bersihan jalan napas
 Penurunan fungsi control Analagesic
Administration persepsi napas
Herniasi unkus pendengaran Vital Sign sensori
 Nyeri kepala Monitoring Airway Suctioning

Airway Management
Tonsil cerebrum Oxygen Therapy
Mesesenfalon
tertekan bergeser
Kompresi medulla
oblongata Ketidakefektifan
pola napas 9
Gangguan kesadaran
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar 2013.
2. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. 2007. Panduan Praktis Diagnosis dan
Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC
3. Febriyanti W, Takatelide L.T, Kumaat R.T, Malara. 2017. Pengaruh Terapi Oksigenasi
Nasal Prong Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala Di Instalasi
Gawat Darurat Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-Jurnal Keperawatan (e-Kp) : 5(1)
4. Black, M.J & Hawks, H.J. 2009. Medical Clinical Nursimg: clinicak management for
continuity of care, 8th ed. Philedephia: W.B Sauders
5. Wijaya & Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta :
Nuha Medika
6. Patricia G. Morton, dkk. 2012. Volume I Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC
7. NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
8. Wilkinson, J. M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 (NANDA 2012).
Jakarta: EGC.
9. Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Jakarta: EGC
10. Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M. 2013. Nursing Intervention Classification
(NIC) sixth edition.United States of America. Elsevier
11. Nurarif, AH., Kusuma, H. 2016 Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Mediaction.
12. Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuham Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
13. Janice, et al. 2007. Acute Ischemic Stroke Review. Journal Neurology of Sciences; 39:285-
293,310.
14. Ginsberg L. 2005. Stroke. Lecture notes: Neurologi. ed ke-8. Jakrta: Erlangga.
15. Ruth G.A. 2012. Peran Konseling Berkelanjutan pada Penanganan Pasien
Hiperkolesterolemia. J Indon Med Assoc ; 62(5)

10
16. Rahasto, P., Priatna, H. 2006. Aterosklerosis dan Trombosis. Banten: Perhimpunan Dokter
Kardiovaskular (PERKI).
17. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
18. Suwandewi Alit. 2017. The Effect of Giving Oxygenation with Simple Oxygen Mask and
The Position 30° of Head Toward to Change of Consciousness Levels of Moderate Head
Injury Patients In General Hospital. ICDMIC.
19. Noor Khalilati. 2014. Efektivitas Pemberian Oksigen Melalui Masker Biasa Dibandingkan
Dengan Nasal Kanul Dengan Mengukur Saturasi Oksigen (SpO2) Pada Pasien Cedera
Kepala Ringan Dan SedangDi Ruang IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Tesis
20. Sulistyo Andarmoyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Konsep, Proses dan
Praktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
21. Cahyaningtyas M.E., Setyarini D., Agustin W.R., dkk. 2017. Posisi head up 30 o sebagai
upaya untuk meningkatkan saturasi oksigen pada pasien stroke haemogaric dan non-
haemoragic. Adi Husada Nursing Journal. 3(2)

Mahasiswa,

HANNA RUSIANI
NIM: 220201172201016

11

Anda mungkin juga menyukai