LIMBAH PADAT
Limbah padat yang dihasilkan di Pabrik II berasal dari bahan baku, bahan setengah
jadi, produk yang tercecer di lantai maupun yang tertinggal di perlatan yang bersentuhan
dengan bahan-bahan tersebut, seperti pay loader. Limbah padat ini tidak memerlukan
suatu proses pengolahan tertentu, cukup dengan dibersihkan dan/atau dikeringkan
kemudian dikumpulkan di suatu tempat dan dikembalikan ke pug mill sebagai spilage.
Limbah padat yang dihasilkan pada pabrik II berupa debu. Hal ini sangat
mengganggu pernafasan dari para pekerja, sehingga penggunaan APD terutama masker
diwajibkan agar tidak membahayakan bagi kesehatan pekerja. Penyebab adanya limbah
padat :
Hasil samping produksi pupuk NPK I,II,III,IV Granulasi; Phonska; dan ZK. Debu-
debu dihasilkan dari granulato, rotary dryer, dan dedust (screen dan transportasi
bahan padat) serta ceceran debu di area pabrik.
Kebuntuan pada sistem scrubbing.
Kebocoran pada vessel.
Kebocoran pada peralatan proses.
Kebocoran pada belt conveyor.
II. LIMBAH PADAT B3
2.1 Limbah Padat B3 Non Radioaktif
1. Identifikasi
Limbah yang hasil dari proses dilakukan identifikasi berupa karakteristik, sifat dan
bentuk dari limbah B3 tersebut. Identifikasi berupa apakah limbah tersebut termasuk
cairan mudah terbakar, padatan mudah terbakar, beracun dsb.
2. Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan
sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan
3. Pengangkutan
Limbah B3 PT Petrokimia Gresik yang akan menuju proses pengangkutan diberi
simbol B3 dan menyerakan dokumen limbah B3. Proses pengangkutan limbah B3 ini
diatur oleh peraturan KP No.6I.1993 tentang cara pengangkutan LB3
4. Pemanfaatan
Limbah B3 sebagian masih memiliki nilai jual, maka dari itu dilakukan pemanfaatan
yang diserahkan kepada unit kerja penghasil limbah. Sebagian limbah yang tidak
memiliki nilai jual akan diserahkan kepada unit kerja penanggung jawan limbah B3.
5. Pengolahan
Limbah padat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang dihasilkan dari pabrik PT
Petrokimia Gresik mayoritas tidak bisa di-recycle kembali sehingga diperlukan
pengolahan lebih lanjut. Limbah B3 petrokimia gresik memiliki berbagai jenis limbah
dan berbeda cara pengelolaanya. Berikut adalah jenis limbah dan cara pengelolaannya
Tabel 2.1 Jenis Limbah Padat B3 dan Cara Penanganannya
Jenis Limbah Pengelolaan
1. Dari Sumber Spesifik
Katalis (Punya Nilai Jual) RE-EKSPOR
Katalis (Tidak Punya Nilai Jual) Pengolah Limbah B3
2. Dari Sumber Tidak Spesifik
Minyak Trafo PCB Pengolah Limbah B3
Minyak Pelumas Bekas Pengumpul MPB
ACCU Bekas Pengolah Limbah B3
Limbah Lab (B3) Pengolah Limbah B3
Majun/Serbuk Gergaji yang Dibakar
Terkontaminasi
Bekas Kemasan, Sisa Contoh Dikelola Penghasil
Pada tabel sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat Limbah Padat B3 yang
dihasilkan mayoritas berasal dari Depaertemen Har (Pemeliharaan) berupa majun dan
serbuk gergaji. Berikut lembar neraca limbah dan bahan berbahaya dan beracun dalam
Tabel 1.2 dan Tabel 1.3.
Limbah padat B3 yang bersifat radioaktif berasal dari adanya kandungan uranium
dalam batuan fosfat yang merupakan bahan baku pembuatan pupuk fosfat. Sehingga
diperlukan proses commissioning yaitu pemisahan asam fosfat dari uranium. Proses
pemurniannya melalui proses ekstraksi dua tahap menggunakan pelarut campuran
D2EHPA [di(2-ethylhexyl) phosphoric acid] (C16H35O4P) dan TOPO
(trioctylphosphine oxide) (C24H51OP) dalam kerosin pada rasio berat berturut-turut 4 :
1: 16 sehingga diperoleh hasil asam fosfat yang murni dan uranium oksida U3O8 atau
yellow cake.
Pelarut akan mengekstraksi uranium dalam bentuk valensi 6 (U+6), oleh karena
itu uranium bentuk valensi 4 (U+4) harus dioksidasikan dulu supaya menjadi U+6. ada
ekstraksi siklus pertama, larutan asam fosfat 12,8% P2O5 yang telah dikondisikan
(melalui oksidasi dengan oksigen pada 60°C dan didinginkan sampai 45°C sehingga
kandungan gypsum terendapkan dan dipisahkan) diekstraksi dengan solven D2EHPA
0,5M dan TOPO 0,125 M dalam kerosin di dalam alat mixers settler padasuhu 40°-50°C.
Uranium yang terdapat dalam larutan asam fosfat akan diikat oleh solven
tersebut selanjutnya dipisahkan antara solven yang mengikat uranium dan larutan asam
fosfat bebas uranium. Larutan asam fosfat tersebut dikirim kembali ka pabrik asam
fosfat. Uranium yang terikat pada solven kemudian di-stripping dengan asam fosfat 35%
P2O5 pada suhu 50°C. Pada proses stripping tahap I tersebut uranium yang terikat akan
terlepas dan diikat oleh laruran stripping. Selanjutnya larutan stripping yang kaya akan
uranium dipisahkan dari solven. Solven hasil pemisahan dapat digunakan kembali untuk
proses ekstraksi tahap I, larutan stripping kaya uranium dimurnikan lebih lanjut dalam
ekstraksi siklus kedua. Larutan stripping kaya uranium dari siklus pertama diekstraksi
dengan solven D2EHPA 0,3 M dan TOPO 0,075 M dalam kerosin di dalam alat mixer
settler ekstraksi tahap II).
Uranium dari larutan stripping pertama akan diikat oleh solven, kemudian
dipisahkan antara asam fosfat bebas uranium dengan solven kaya uranium. Asam fosfat
bebas uranium dikirim kembali ke ekstraksi siklus pertama, sedangkan solven kaya
uranium diserap dengan air untuk mencuci asam fosfat bebas yang mungkin masih
menempel pada solven tersebut. Selanjutnya dilakukan proses stripping tahap II di mana
uranium U+6 dipisahkan dari solven menggunakan larutan natrium karbonat sehingga
diperoleh solven dan uranium pekat dalan larutan karbonat. Dari proses stripping tahap
II tersebut uraniumnya yang berkadar 50% kemudian diasamkan dengan asam fosfat
(proses asidifikasi) untuk mendekomposisi karbonat sehingga gas karbondioksida bisa
keluar dan menaikkan efisiensi [engendapan yellowcake. Selanjutnya dilakukan proses
pengendapan uranium sebagai ammonium diuranat (ADU) dengan menggunakan
amonia, kemudian ADU ditambah air untuk proses repulping. Larutan dispersi ADU
disentrifugasi untuk memisahkan airnya, dan kemudian konsentrat ADU tersebut.
dikeringan untuk menghasilkan produk akhir yellow-cake dalam sebuah reaktor
kalsinasi product multiple hearth dryer. Diagram alir proses pemurnian asam fosfat
fasilitas PAFPKG ditunjukkan pada gambar berikut
Sampah ekonomis artinya sampah yang bias diolah sehingga bisa memiliki nilai
jual. Sampah ekonomis ini terdiri dari sampah kemasan yang bias diolah di Bank
sampah dan sampah organic dari sampah domestic berupa makanan sisa maupun daun-
daun kering.
Mengandung mikroba unggul dari uji laboratorium dan uji seleksi lapang
Mempercepat proses dekomposisi dan meningkatkan kandungan hara bahan
organik
Mudah dalam aplikasi dan tepat digunakan pada semua jenis bahan organik
Bebas benih gulma dan mikroba pathogen yang merugikan
Aman dan ramah lingkungan
1. Siapkan sampah organik (akan lebih baik jika dicacah terlebih dahulu)
2. Tumpuk sampah organik. Siram tumpukan sampah organik dengan air, jika
kondisinya kering
3. Siram tumpukan sampah organik dengan Petro Gladiator dengan dosis 2-5 liter Petro
Gladiator
4. Aduk rata sampah organik dengan Petro Gladiator
5. Tumpukan sampah organik ditutup dengan lembaran plastic/terpal untuk
mempertahankan kelembaban
6. Peram tumpukan sampah oraganik dan kelembaban dipertahankan 40-60% dengan
cara disiram dengan air jika tumpukan sampah organik tersebut kering
7. Aearasi dapat diberikan melalui du acara yaitu :
Proses pembalikan seminggu sekali
Teknik ventilasi bamboo/paralon yang telah dilubangi, dipasang
horizontal/vertical/diagonal pada tumpukan kompos
8. Proses pengomposan berlangsung selama 2-4 minggu tergantung jenis sampah
organik
9. Kompos yang telah jadi bercirikan warna hitam kecoklatan, tekstur remah, dan tidak
berbau/ berbau mirip tanah
Duwi, Esti dan Tunjung. (2015). Laporan Kerja Praktek Departemen Produksi I Unit Produksi
Amoniak Pt. Petrokimia Gresik. September, Gresik.
Rifarni, Nadhira & Puteri A.R. (2016). Laporan Magang Industri Departemen ProduksI I
Pabrik Amoniak PT. Petrokimia Gresik. Bandung : Politeknik Negeri Bandung.
Andriyana, Indri & Prima. (2017). Laporan Magang Industri Departemen ProduksI II B Pabrik
Pabrik Pupuk ZA PT. Petrokimia Gresik. Bandung : Politeknik Negeri Bandung.