Anda di halaman 1dari 17

TUGAS BAHASA INDONESIA

SASTRA INDONESIA MODERN

KELOMPOK 1:

1. Baiq Hartina
2. Lista Intan Pratiwi
3. Putri Handayani
4. Tria Wulandari
5. Uswatun Hasanah Yarfaryh
6. Yustika Savira
SASTRA MASA BALAI PUSTAKA

PUISI ANGKATAN 20-AN

Sajak
Di mana harga karangan sajak,
Bukan dalam maksud isinya;
Dalam bentuk, kata nan rancak,
Dicari timbang dengan pilihannya.

Tanya pertama keluar di hati,


Setelah sajak di baca tamat,
Sehingga mana tersebut sakti,
Mengikat diri didalam hikmat.

Rasa bujangga waktu menyusun,


Kata yang datang berduyunduyun
Dari dalam, bukan nan dicari.

Harus kembali dalam pembaca,


Sebagai bayang di muka kaca,
Harus bergoncang hati nurani.

KARAKTERISITK PUISI SAJAK

Dengan jelas dapat kita lihat, bahwa puisi di atas memiliki corak yang sama dengan Pantun yaitu
memiliki sajak a-b,a-b, seperti dalam kutipan beikut:

Di mana harga karangan sajak,


Bukan dalam maksud isinya;
Dalam bentuk, kata nan rancak,
Dicari timbang dengan pilihannya.

Pada kutipan di atas, Sanusi Pane menggunakan akhiran k-a,k-a pada sajaknya. Hal ini sangat serupa
dengan ciri pantun yang memiliki akhiran a-b,a-b. Jadi dapat kita pahami bahwa puisi angkatan 20-an
memiliki karakteristik yang sama dengan Pantun.Selain memiliki corak yang sama dengan pantun, Puisi
angkatan 20-an juga memiliki corak yang sama dengan Syair. Seperti dalam Puisi Sanusi Pane yang
berjudul ‘’Wijaya Kusuma’’ beikut ini:

Wijaya Kusuma

Di balik gunung jauh disana,


Terletak taman dewata raya,
Tempat tumbuh kusuma wijaya,
Bunga yang indah penawar fana.
Hanya sedikit yang tahu jalan,
Dari negeri sampai kesana,
Lebih sedikit lagi orangnya,
Yang dapat mencapai gerbang taman.
Turut suara seruling Krisna
Berbunyi di dalam hutan,
Memanggil engkau sih trisna
Engkau dipanggil senantiasa,
Mengikuti sidang orang pungutan,
Engkau menurut orang biasa.

KARAKTERISTIK PUISI WIJAYA KUSUMA

Pada Puisi di atas, terdapat beberapa baris puisi yang memiliki kesamaan dengan Syair. Syair
memiliki sajak a-a,a-a, dan semua sajak memiliki keterkaitan arti, begitu pula dengan Puisi
angkatan 20-an yang memiliki kesamaan dengan syair. Seperti kutipan berikut:

Di balik gunung jauh disana,


Terletak taman dewata raya,
Tempat tumbuh kusuma wijaya,
Bunga yang indah penawar fana

Dari kutipan puisi di atas, dapat kita lihat bahwa setiap sajak merupakan sebuah cerita yang saling
berkaitan satu sama lain. Sajak awal hingga sajak akhir merupakan penggambaran makna yang berurutan,
dan tidak ada sajak yang berfungsi sebagai sampiran di dalamnya.

SINOPSIS NOVEL ANGKATAN 20-AN


Judul :SALAH ASUHAN

Penulis : Abdul Muis

Tahun : 1928

Hanafi, laki-laki muda asli minangkabau, berpendidikan tinggi dan berpandangan kebarat-baratan.
Bahkan ia cenderung memandang rendah bangsanya sendiri. Dari kecil hanafi berteman dengan Corrie du
Busse, gadis indo-Belanda yang amat cantik parasnya. Karena selalu bersama-sama merekapun saling
mencintai. Tapi cinta mereka tidak dapat disatukan karena perbedaan bangsa. Jika orang Bumiputera
menikah dengan keturunan Belanda maka mereka akan dijauhi oleh para sahabatnya dan orang lain.
Untuk itu Corrie pun meninggalkan minangkabau dan pergi ke Betawi. Perpindahan itu sengaja ia
lakukan untuk menghindar dari hanafi dan sekaligus untuk meneruskan sekolahnya. Akhirnya ibu hanafi
ingin menikahkan hanafi dengan Rapiah. Rapiah adalah sepupu hanafi, gadis minangkabau sederhana
yang berperangai halus, taat pada tradisi dan adatnya. Ibu hanafi ingin menikahkan hanafi dengan Rapiah
yaitu untuk membalas budi pada ayah Rapiah yang telah membantu membiayai sekolah hanafi. Awalnya
hanafi tidak mau karena cintanya hanya untuk Corrie saja. Tapi dengan bujukan ibunya walaupun
terpaksa ia menikah juga dengan Rapiah. Karena hanafi tidak mencintai Rapiah, di rumah Rapiah hanya
diperlakukan seperti babu, mungkin hanafi menganggap bahwa Rapiah itu seperti tidak ada apabila
banyak temannya orang Belanda yang datang kerumahnya. Hanafi dan Rapiah dikaruniai seorang anak
laki-laki, yaitu Syafe’i. Suatu hari hanafi digigit anjing gila, maka ia harus berobat ke Betawi agar
sembuh. Di Betawi hanafi dipertemukan kembali dengan Corrie. Disana, hanafi menikah dengan Corrie
dan mengirim surat pada ibunya bahwa dia menceraikan Rapiah. Ibu hanafi dan Rapiah pun sangat sedih
tetapi walaupun hanafi seperti itu, Rapiah tetap sabar dan tetap tinggal dengan ibu hanafi. Perkawinwnnya
dengan Corrie ternyata tidak bahagia, samapai-sampai Corrie dituduh suka melayani laki-laki lain oleh
hanafi. Akhirnya Corrie pun sakit hati dan pergi dari rumah menuju Semarang. Corrie sakit kholera dan
meninggal dunia, hanafi sangat menyesal telah menyakiti hati Corrie dan sangat sedih atas kematian
Corrie, hanafi pun pulang kembali kekampung halamannya dan menemui ibunya. Disana hanafi hanya
diam saja. Seakan-akan hidupnya sudah tidak ada artinya lagi. Hanafi sakit, kata dokter ia minum
sublimat (racun) untuk mengakhiri hidupnya, dan akhirnya dia meninggal dunia.

Judul : SITI NURBAYA

Penulis : Marah Rusli

Penerbit : 20- an (Balai Pustaka)


Tahun :1920

Novel ini boleh jadi merupakan salah satu karya terbesar anak bangsa bahkan sampai saat ini. Harus
diakui bahwa Marah Rusli telah menyusupkan karyanya bahkan ke dalam sistem budaya bangsa
Indonesia. Anda tentu mengerti jika orang-orang berkata “Jangan seperti Sitti Nurbaya” atau “Aku bukan
Sitti Nurbaya”. Tokoh Sitti Nurbaya juga kisahnya memang melekat erat dalam benak masyarakat
Indonesia. Ia seolah menjadi simbol abadi kasih yang terpaksa, kasih yang tak sampai, kasih yang penuh
pertentangan keluarga. Pernah membaca novel apik ini?

Patut disayangkan jika Anda belum pernah melahap abjad demi abjad dalam buku ini. Kisahnya klasik
memang, tentang cinta remaja tokoh Sitti Nurbaya dengan seorang pemuda minang bernama Samsulbahri.
Sitti Nurbaya sendiri merupakan anak dari seorang bangsawan Baginda Sulaiman sementara itu
Samsulbahri adalah anak pembesar bernama Sutan Mahmud Syah. Mereka saling mencintai diam-diam.
Pengakuan baru muncul saat Samsulbahri hendak pergi ke Batavia untuk menuntut ilmu. Mereka
menghabiskan waktu lama berdua di perbukitan dan saat hendak berpisah Samsulbahri mencium Sitti
Nurbaya di depan rumahnya. Hal ini tertangkap oleh ayah Sitti Nurbaya yang seketika berang. Demikian
pula dengan masyarakat sekitar. Samsulbahri kemudian dikejar dan keluar dari Padang menuju Batavia.

Tokoh lainnya bernama Datuk Maringgih. Ia seorang yang terpandang di desanya. Bahkan merupakan
saingan ayah Siti Nurbaya, Baginda Sulaiman. Datuk Maringgih menyimpan rasa dengki atas
keberhasilan bisnis Ayah Sitti Nurbaya. Ia kemudian berbuat hal jahat menjatuhkan usaha Baginda
Sulaiman dan membuatnya bangkrut tak berdaya. Tak berhenti sampai di situ, Datuk Maringgih juga
membuat ayah Sitti Nurbaya berutang banyak padanya. Saat Datuk Maringgih datang memaksa keluarga
Sitti Nurbaya membayar utang, ia kemudian menawarkan diri untuk menikah dengan sang Datuk asalkan
semua utang ayahnya dianggap lunas tanpa sisa. Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya Datuk
Maringgih menerima penawaran tersebut.

Sitti Nurbaya dan Datuk Maringgih akhirnya menikah jua, namun karena perlakuan sang suami yang
dianggap kasar, akhirnya Sitti Nurbaya lari ke Batavia dan bertemu dengan Samsulbahri di sana. Mereka
kembali jatuh cinta sampai suatu saat Siti Nurbaya menerima surat dari desa yang menyatakan bahwa
ayahnya telah meninggal. Ia akhirnya kembali ke Padang dan meninggal di sana akibat keracunan kue
yang diberikan oleh Datuk Maringgih. Samsulbahri sangat terpukul dan mencoba bunuh diri tetapi tak
bisa. Pada akhirnya, di suatu kesempatan, ia berhasil membalaskan dendamnya.

Menurut bebrapa pengamat sastra, novel ini tidak menggunakan gaya penuturan Marah Rusli yang
sebenarnya sebab pada jaman tersebut semua penulis yang bukunya hendak diterbitkan oleh Balai Pustaka
harus mematuhi “gaya” yang telah mereka tetapkan. Meski demikian, pemilihan kata Marah Rusli dalam
novel ini sangat memikat meski ia terkesan memilih bahasa yang aman. Dalam novel ini, ia juga banyak
menggunakan pantun untuk menyampaikan persaan, salah satunya adalah:

“Padang Panjang dilingkari bukit,

bukit dilingkari kayu jati,


Kasih sayang bukan sedikit

dari mulut sampai ke hati”


SASTRA MASA PUJANGGA

PUISI ANGKATAN 30-AN

MENYESAL

pagiku hilang sudah melayang

hari mudaku sudah pergi

sekarang petang datang membayang

batang usiaku sudah tinggi.

aku lalai dihari pagi

beta lengah di masa muda

kini hidup meracun hati,

miskin ilmu, miskin harta.

akh, apa guna kusesalkan,

menyesal tua tiada guna,

hanya menambah luka sukma.

kepada yang muda kuharapkan,

atur barisan di hari pagi,

menuju kearah padang bakti!

( puisi baru,1954 )

oleh : Ali Hasjmy


PADAMU JUA

Habis kikis

Segala cintaku hilang terbang

Pulang kembali aku padamu

Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap

Pelita jendela di malam gelap

Melambai pulang perlahan

Sabar, setia selalu

Satu kekasihku

Aku manusia

Rindu rasa

Rindu rupa

Di mana engkau

Rupa tiada

Suara senyap

Hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu

Engkau ganas

Mangsa aku dalam cakarmu

Bertukar tangkap dengan lepas


Nanar aku, gila sasar

Sayang berulang padamu jua

Engkau pelik menarik ingin

Serupa dara di balik tirai

Kasihmu sunyi

Menunggu seorang diri

Lalu waktu bukan giliranku

Mati hari bukan kawanku….

(Amir Hamzah)

KARAKTERISITK PUISI JUA

Hampir semua puisi Amir Hamzah bernada kesedihan, kerinduan, kesunyian, kekosongan jiwa dan
penyerahan atau kepasrahan. Hal ini dapat dipahami jika kita ingat bahwa selama bertahun-tahun dia
berpisah dengan orang tuanya, berpisah dengan teman dan sahabatnya, berpisah dengan saudaranya,
berpisah dengan kampung halamannya dalam perantauannya menuntut ilmu di pulau Jawa.

Dalam kesedihan dan kesepian, Amir Hamzah akhirnya mendapat tempat berpijak dan bertumpu, Tuhan.
Habis/ kikis/ segala cintaku hilang terbang/ Pulang kembali aku padamu/ Seperti dulu// Kaulah kandil
kemerlap/ Pelita jendela di malam gelap/ Melambai pulang perlahan/ Sabar, setia selalu//.

Pujangga Baru hidup di alam penjajahan. Jiwa perjuangan yang mendambakan suatu kebebasan
membawa mereka ke alam idealisme dan romantisme. Ungkapan-ungkapan Amir Hamzah terjelma dalam
kalimat yang penuh kias dan majas, dalam pilihan kata yang indah, yang muluk-muluk, walaupun
kadang-kadang kita rasakan sebagai kata-kata yang sulit dimengerti sepert : kaulah kandil kemerlap,
engkau pelik menarik angin, lalu waktu bukan giliranku, mati hari bukan kawanku.

Jiwa perjuangan dan pergerakan untuk mencapai sesuatu yang baru, konkretnya dalam bentuk Indonesia
baru, merupakan tema umum karya sastra Indonesia. Bentuk budaya yang bagaimana, yang sepenuhnya
hasil ramuan Barat, yang merupakan warisan budaya Timur, atau yang merupakan hasil kompromi Barat
dan Timur? Inilah persoalan mendasar yang merupakan topik perjuangan Pujangga Baru.
SINOPSIS NOVEL ANGKATAN 30-AN

Judul : LAYAR TERKEMBANG

Penulis : Sutan Takdir Alisjahbana

Angkatan : 30-an

tuti adalah putri sulung dari Raden Wiriatmadja. Ia dikenal sebagai seorang gadis yang berpendirian teguh
dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti yang selalu serius dan cenderung
pendiam, sangat berbeda dengan adiknya, Maria. Ia seorang gadis yang lincah dan periang.

Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika sedang asyik melihat-lihat akuarium, mereka bertemu
dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang
mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggal di Martapura,
Sumatera Selatan.

Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi akrab dengan diantarnya Tuti dan Maria pulang ke rumah. Bagi
Yusuf, pertemuan itu berkesan cukup mendalam. Ia selalu teringat dengan kedua gadis tersebut, terutama
Maria. Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih banyak tercurahkan. Menurutnya, wajah Maria
yang cerah dan berseri-seri, serta bibirnya yang selalu tersenyum itu, memancarkan semangat hidup yang
dinamis.

Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka, Yusuf bertemu lagi dengan Tuti dan Maria
di depan hotel Des Indes. Yusuf pun dengan senang hati menemani keduanya berjalan-jalan. Di
perjalanan, mereka bercakap-cakap sangat akrab, terutama Maria dan Yusuf.

Sejak perkenalan itu, hubungan antara Maria dan Yusuf menjadi hubungan cinta. Sementara, Tuti tidak
sempat memikirkan Yusuf karena kegiatan kongres-kongres yang amat sering diikutinya sehingga
perhatiannya tidak tercurah pada kenalan baru mereka.Suatu ketika terjadi salah paham antara Tuti dan
adiknya. Tuti tidak ingin adiknya diperbudak oleh perasaan dan rasa rendah diri di muka laki-laki. Ia
ingin Maria tidak tergantung pada Yusuf karena hubungaan cinta itu. Tuti menganggap sikap Maria yang
amat mengharapkan Yusuf itulah yang menyebabkan martabat kaum wanita justru direndahkan.Maria
menjawab bahwa pikiran Tuti itu mengandaikan bahwa hubungan percintaan selalu diperhitungkan oleh
hubungan fungsional. segala sesuatu ditimbang dan diukur dengan berbelit-belit. Maria bahkan
menyinggung dengan keras bahwa sikap yang dipilih kakaknya sebagai penyebab putus dengan
Hambalitunangannya. Pertengkaran itu berakibat jauh bagi tuti. Ia mulai berpikir dan goyah pada sikap
yang selama ini diyakininya. Sikap tuti berangsur-angsur berubah. Di rumah pamannya dia menujukan
rasa kasihnya pada rukmini sepupunya, dia mulai memerhatikan kesenian sandiwara yang dimainkan oleh
adiknya dan yusuf. Tuti mulai dapat menghargai hal-hal yang duku dianggapnya remeh. Selama itu baru
di sadarinya bahwa apa yang di katakannya dalam kongres-kongres atau apa yang dipikirkannya tidak
terjadi dalam kehidupan pribadinya. Ia mulai merasakan kesepiaan dalamkesendiriannya.Di tempatnya
bekarja, tuti mendapat teman baru, seorang guru muda
Perhatian Tuti beralih pada Maria. Ia amat sedih dan khawatir akan keadaan adiknya. Yusuf yang sering
berkunjung ke Pacet secara kebetulan dan kemudian menjadi dekat pada Tuti. Mereka berdua amat
prihatin akan keadaan Maria

Keadaan Maria berakhir dengan kematiannya. Sebelum meninggal Maria telah berpesan kepada Tuti
supaya kelak kalau jiwanya tidak terselamatkan, kakaknya bersedia menjadi istri kekasihnya saat ini.

Tuti dan Yusuf telah kehilangaan seseorang yang mereka kasihi bersama. Sepeninggal Maria, Tuti
merasakan bahwa Yusuf dapat dicintainya dengan tulus,demikian pula cinta Yusuf pada Tuti. Sekarang
Tuti merasa yakin bahwa Yusuf adalah calon suami yang baik yang bisa dicintainya.

bernama soepomo. Lambat laun perasaan cintanyabersemi. Namun proses itu tidak lama. Ia kembali
idealis. Selama menjadi kekasih soepomo sebenarnya disadarinya juga bahwa hatinya tergerak bukan
sikap yang tulus mencintai Soepomo. Ia yakin sikapnya pada Soepomo hanyalah pelarian dari kesepiaan
batin dan dari kegoncangan pandangan-pandangannya semula. Ketika Soepomo akan mengambilnya
menjadi istrinya, Tuti harus memilih kawin atau tetap setia pada organisasi Putri Sedar yang tidak dapat
di tinggalkannya. Ia teringat peristiwa putusnya hubungan pertunangannya dengan Hambali. Akhirnya
Tuti tetap mengambil keputusan ia harus meninggalkan Soepomo karena memang tidak di cintainya,
walaupun usia Tuti telah 27 tahun.Maria adiknya sakit parah. Ia terserang malaria, muntah darah dan
TBC. Keluarga Wiraatmaja akhirnya merelakan Maria di rawat di rumah sakit Pacet.

Judul : Merantau Ke Deli

Penulis : HAMKA

Angkatan : 30- an (Pujangga Baru )

Merantau ke deli adalah sebuah realitas zaman pada masa colonial. Sebuah tempat di daerah sumatera
utara yang memiliki lahan luas sebagai tempat utama perkebunan tembakau. Tentu dalam fakta sejarah
dituliskan para pekerja yang terdapat dalam perkebunan tersebut adalah para perantau dari luar sumatra,
yakni orang-orang jawa dan cina. Sekelumit hamka menuliskan bagaimana kehidupan yang dirasakan
oleh orang-orang perkebunan sungguh miris dengan kondisi yang serba kritis. Hanya sedikit orang-orang
perkebunan yang bernasib mujur dapat menjadi mandor, assistant, bahkan nyai. Poniem adalah salah satu
pekerja yang beruntung tersebut. Wajahnya yang sedikit cantik membuat ia dipelihara oleh belanda
dengan menjadi nyai. Sebuah istilah untuk mengatakan simpanan belanda. Poniem yang memang
sebatang kara dan bodoh kala tiba di deli hanya pasrah dengan nasib. Kehidupan sebagai seorang nyai
hanya melayani sang tuan saja. Nyai yang melayani tuannya tidak harus dijadikan sebagai istri. Ibarat
pepatah ia hanya madu bunga yang cuma dihisap saja manisnya. Kepasrahan poniem lantas
mempertemukan dia dengan leman. Pedagang minang yang jatuh hati dengan poniem. Walau ia telah
menjadi nyai namun leman tetap bertekad untuk menjadikan poniem sebagai istri yang sah. Dialektika ini
terus terjadi kala poniem yang malu dengan status nyai menolak ajakan leman untuk menikah. Sebaliknya
leman yang memang telah jatuh hati nekad untuk menanti jawaban poniem. Singkat cerita poniem
menerima cinta leman dan keluar dari perkebunan deli untuk menikah. Realitas seorang nyai dan deli kini
tuntas dalam benak keduanya. Seusai menikah keduanya mencoba memulai kehidupan dengan menjadi
pedagang. Jalan terjal dalam membangun bahtera rumah tangga ditengah himpitan ekonomi kadang
membuat leman putus asa. Poniemlah yang mampu membawa suasana dalam bahtera tersebut menjadi
hidup. Poniem dengan budaya jawanya memiliki kesetian sedarah dengan sang suami. Keduanya saling
membahu hingga ahirnya ekonomi mereka membaik bahkan maju. Dibantu dengan teman sejawat poniem
yang melarikan diri dari deli lantas menjadikan usaha mereka maju pesat. kemajuan pesat ini lah yang
lantas mengundang secara tiba-tiba sanak kerabat leman yang tiba-tiba datang. tentu hal ini menjadi
kebanggaan keduanya ketika kemasyuhran mereka telah terdengar hingga kampung asal leman di
minangkabau. tak ada gading yang tak retak, mungkin inilah yang dicba dicari oelh sanak kerabat leman
kala melihat leman yang telah sukses dengan perdagangannya menikah dengan orang non minang. apalagi
keduanya belum mendapat seorang anak di tahun ke lima pernikahanya. “Belum dianggap menikah orang
tersebut, jika tidak dengan orang minang” latar belakang poniem sebagai orang jawa dianggap asing di
mata keluarga leman. Apalgi poniem adalah buruh kebun yang tak jelas asal usul keluarganya. Hal ini lah
yang menjadi pisau untuk membuat celah dalam keluarga leman. Pada awalnya sang kelaurga
menyayangkan pernikahan leman yang tidak berjodoh dengan orang jawa. Lantas dialnjutkan dengan asal
usul keluarga yang tak jelas. Ahirnya pihak keluarga menyuruh leman untuk menikah lagi dengan wanita
minang pilihan keluarganya. Leman yang awalnya menolak kemudian meragu kemudian menerima
usulan tersebut. Lain halnay dengan poniem yang sebenarnya menolak pernikahan kedua sang suami
hanya bisa mengelus dada karna memang tak punya kuasa. Pernikahan tersebut berlangsung, leman
membawanya ke medan tinggal serumah dengan poniem. Maka sejak saat itu timbulah konflik antar dua
wanita beda suku tersebut. Poniem yang dipandang sebelah mata oleh istri muda memang tak juga
mendapat perhatian dari leman. Konflik memuncak kala poniem bersitegang dengan istri muda dan
ahirnya leman memilih istri mudanya dan menceraikan poniem. Hidup sebatang kara dan terusir dari
rumah yang dibangun bersama dengan leman membuat poniem semakin duka dengan nasibnya. Bersama
teman sejawatnya paijo poniem memilih menjauh ke medan dan membuka usaha untuk menyambung
hidup. Berbekal pengalaman dan keuletan bersama usaha mereka pun maju pesat, sebaliknya leman yang
ditinggal sang istri pertama mulai merasakan pailit akibat tidak mampu mengatur manajemen
perdagangannya, leman pun bangkrut. Ahir cerita poniem menikah dengan paijo.
SASTRA ANGKATAN 1945

PUISI ANGKATAN 45-AN

AKU

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?

Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,

bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya

kepastian

ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini

Aku suka pada mereka yang berani hidup

Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(Chairil Anwar 1948)

HAMPA

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.

Lurus kaku pohonan. Tak bergerak

Sampai ke puncak. Sepi memagut,

Tak satu kuasa melepas-renggut

Segala menanti. Menanti. Menanti.

Sepi.

Tambah ini menanti jadi mencekik

Memberat-mencekung punda

Sampai binasa segala. Belum apa-apa

Udara bertuba. Setan bertempik

Ini sepi terus ada. Dan menanti.

SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi


Kau depanku bertudung sutra senja

Di hitam matamu kembang mawar dan melati

Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba

Meriak muka air kolam jiwa

Dan dalam dadaku memerdu lagu

Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka

Selama matamu bagiku menengadah

Selama kau darah mengalir dari luka

Antara kita Mati datang tidak membelah...

SENJA DI PELABUHAN KECIL

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut

menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap


sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

(1946)

SINOPSIS NOVEL ANGKATAN 45-AN

Judul Buku : Atheis

Penulis : Achdiat K. Mihardja ( Angkatan ’45 )

Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta.

Cetakan : 27, 2005

Tebal Buku : 232 halaman

Sinopsis Cerita

Hasan adalah seorang pemuda yang berasal dari sebuah kampong di kota Bandung, Kampung
Panyeredan. Ayah dan ibunya tergolong orang yang sangat saleh. Sudah sedari kecil hidupnya ditempuh
dengan tasbih. Iman Islamnya sangat tebal. Lukisan inilah yang menggambarkan latar keagamaan dalam
kehidupan Hasan, kehidupan yang bernaung Islam.

Setelah menjadi pemuda dewasa makin rajinlah Hasan melakukan perintah agama semua tentang ajaran –
ajaran agamanya makin menempel terus di dalam hatinya. Sampai – sampai Hasan menjadi seorang
penganut agama Islam yang fanatik.

Hasan kemudian meninggalkan orang tuanya dan memulai kehidupan di kota Bandung dengan tinggal
bersama bibinya dan bekerja pada sebuah kantor jawatan pemerintah,sebagai penjual tiket kapal di Kota
Praja. Di tempat penjualan tiket inilah Hasan bertemu orang – orang yang akhirnya mengubah jalan
hidupnya. Berawal dari pertemuannya dengan Rusli, temannya pada saat bersekolah di Sekolah Rakyat.
Rusli mengajak untuk bertamu ke rumahnya dan terlebih lagi ada perasaan tertentu yang
menghinggapinya kala bertemu dengan Kartini, yang merupakan saudara angkat Rusli. Hasan jadi sering
mampir ke tempat Rusli.Dan mulailah Hasan mencebur dalam pergaulan Rusli dan Kartini, dan kawan-
kawan mereka, yang merupakan aktivis ideologi marxis.

Hasan yang dahulunya tetap mampu hidup sebagaimana biasa di desanya walaupun berada di tengah-
tengah kemodernan kota Bandung, mulai berubah. Hal yang utama adalah menyangkut sisi relijiusitas
yang selama ini sanggup dipegang teguhnya. Semakin sering ia berkumpul dalam forum-forum diskusi
pemikiran marxis Rusli dan kawan-kawannya, juga semakin akrab ia dengan mereka, mulai semakin tak
perlahan Hasan meninggalkan gaya hidup lamanya. Tentu saja ideologi marxis akan sangat menubruk
pemahaman keagamaan yang sangat tradisionalnya Hasan. Dan ini juga tak berlangsung mudah. Pada
awalnya Hasan masih sangat keras untuk berusaha melawan jalan pikiran kawan-kawan marxisnya. Hal
ini ditunjukkan dengan tekadnya suatu kali untuk menyadarkan Rusli guna kembali ke jalan yang benar.
Dengan semangat ia mendatangi Rusli, namun ternyata Hasan kalah berdebat.Hasan menyerah, ia terus
menggabung dalam lingkunagan marxis itu dan terus tambah terpengaruh. Sewaktu suatu saat kembali ke
rumah orang tuanya di Desa Panyeredan, kebetulan bersama Anwar (salah seorang rekan marxisnya yang
paling gila), ia bahkan berani berteus terang pada kedua orang tuanya tentang pemahaman keimanan
terbarunya. Dan tentu saja untuk itu Hasan harus membayar dengan perpisahan untuk selamanya.

Namun ketika menceburan Hasan ke dalam lingkungan Marxis, ia sebetulnya juga tak sepenuhnya
sanggup dan mau untuk mengikuti ideologi tersebut. Keberadaan seorang Kartinilah yang menjadi
perangsang baginya untuk terus ada di komunitas yang membuat ia kebanyakan hanya menjadi penonton
yang pasif dalam berbagai saling lempar wacana yang ada. Hingga akhirnya Hasan kawin dengan Kartini
dan pada awalnya berbahagia sentosa raya. Tentu, tak lama pula, datanglah juga masa sengsara, Hasan
dan Kartini mulai sering bertengkar. Dan pertengkaran inipun berujungkan perpisahan. Sumber
konfliknya adalah, utamanya, ketidaksukaan Hasan pada gaya hidup modern Kartini. Hasan masih
memendam cara pikir yang konservatifnya ternyata. Dan memang begitulah. Dalam keterlibatan ia
berkecimpung di dunia pemikiran kaum “atheis”, ia masih sangat mendekap erat pandangan-pandangan
masa lalunya. Dan pertentangan pikiran ini cukup menyiksa hari-hari Hasan, yang hanya sanggup diobati,
awalnya, dengan impian akan keanggunan Kartini, tetapi selain itu Hasan pun berhadap dengan
penderitaan fisik berupa penyakit paru-paru yang dideritanya.

Suatu hari Hasan mengetahui bahwa di suatu hotel Anwar pernah berniat memperkosa Kartini, dalam
marah, ketika berjalan mencari Anwar, ia ditembak oleh tentara Jepang ( Kusyu Heiho ) yang
menuduhnya mata-mata. Hasan tersungkur oleh terjangan peluru dan diakhir hayatnya ini Hasan masih
sempat mengucapkan Allahu Akbar sebagai tanda keimanannya.

Anda mungkin juga menyukai