Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus

KOLESISTITIS

Oleh :

YOGI WIBOWO PARHUSIP

NIM. 0908113713

Pembimbing :

Dr. Andi Zainal, Sp.PD-KGEH, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD

PEKANBARU

2013
1
Kolesistitis

1. Definisi
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam.1
2. Epidemiologi
Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis akut
umumnya wanita, gemuk dan berusia diatas empat puluh tahun. Di Indonesia sendiri,
sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk mengenai insidensi kolesistitis.
Namun angka kejadian kolesistitis di negara kita relatif lebih rendah di banding negara-
negara barat.1
3. Etiologi dan Patogenesis
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Adapun faktor lainnya
seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan progstaglandin yang merusak
lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.1,2,3
Penyebab utama dari kolesistitis adalah batu kandung empedu (90%) yan terletak di
duktus sistikus sehingga menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan 10% sisanya
bukan disebabkan oleh batu kandung empedu (kolesistitis akut akalkulus). Kolesistitis
akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi
parenteral, pada kasus sumbatan karena keganasan kandung empedu, atau merupakan
salah satu komplikasi akibat penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes melitus.2
Statis cairan empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu atau spasme sfingter Oddi atau keduanya juga dapat
menyebabkan statis. Faktor hormonal, khususnya selama kehamilan, dapat dikaitkan
dengan perlambatan pengosongan kandung empedu. Infeksi bakteri dalam saluran
empedu juga berperan sebagian dalam pembentukan batu empedu, melalui peningkatan
deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas, dan unsur
seluler atau bakteri dapat berperanan sebagai pusat presipitasi.4

2
Umumnya kolesistitis sangat berhubungan dengan kolelitiasis. Kolesistitis dapat
terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu yang menjadi
predisposisi terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena adanya ketidakseimbangan
komposisi empedu seperti tingginya kadar garam empedu atau asam empedu, sehingga
menginduksi terjadinya peradangan akibat jejas kimia.3

Gambar 1. Patofisiologi Kolesistitis

4. Klasifikasi
4.1 Kolesistitis akut

Biasanya terjadi pada wanita dengan kegemukan dan diatas usia empat puluh
tahun, namun tidak menutup kemungkinan semua golongan untuk terkena penyakit ini.
Nyeri timbul larut malam atau pada dini hari, biasa pada abdomen kanan atas atau
epigastrium dan teralihkan ke bawah angulus skapula dekstra, bahu kanan atau yang ke
sisi kiri, kadang meniru nyeri angina pectoris. Nyeri dapat berlangsung 30-60 menit
tanpa peredaan, berbeda dengan spasme yang cuma berlangsung singkat pada kolik bilier.
Serangan dapat muncul setelah makan makanan besar atau makanan berlemak larut
malam atau tindakan sederhana seperti palpasi abdomen atau menguap. Penderita
berkeringat kadang dapat terbaring tidak bergerak dalam posisi melekuk. Fatulens dan
mual biasa ditemukan, tetapi muntah jarang ditemukan, kecuali bila pada duktus
koledokus ada batu.5

3
Selain itu, bentuk nyeri yang dapat muncul adalah nyeri distensi karena kontraksi
vesica biliaris untuk atasi sumbatan duktus sistikus. Nyerinya terletak profunda, sentral
dan tidak ada rigiditas otot. Nyeri peritoneum superficialis terhadap rasa tekan pada kulit,
ada rigiditas otot, hiperestesia. Fundus vesica biliaris dipersarafi oleh enam nervus
intercostalis terakhir dan phrenicus, sehingga rangsangan pada bagian anterior
menimbulkan nyeri pada kuadran kanan atas dan cabang kulit posterior menyebabkan
nyeri infrascapula kanan yang khas. Nyeri yang dialihkan ke punggung dan kuadran
kanan atas berasal dari nervus spinalis karena nervus ini meluas jarak singkat ke
mesenterium dan ligamentum hepatogastricum sekeliling dutus bilier. Sebagai tanda
adanya inflamasi biasanya ada demam dan peningkatan hitung sel darah putih.5,6

4.2 Kolesistitis kronis


Kolesisititis kronik lebih sering dijumpai dan sangat erat hubungannya dengan
kolelitiasis dan lebih sering timbul secara perlahan-lahan. Selain itu juga terjadi akibat
adanya batu empedu pada kolesistitis akut, inflamasi kronik yang menyebabkan
terbentuknya jaringan fibrotik dan pengkerutan dinding kandung empedu.
Manifestasi klinisnya antara lain adanya serangan berulang namun tidak mencolok. Mual,
muntah dan tidak tahan makanan berlemak.5
5. Diagnosis
5.1 Gambaran klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesisititis akut adalah kolik perut
disebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-
kadang rasa sakit menjalar kepundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai
60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya
kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan ganggren atau perforasi kandung empedu.1
Kolesistitis kronik sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal dan
tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea khususnya setelah
makan makanan berlemak tinggi, kadang-kadang hilang setelah bersendawa. Riwayat
penyakit batu empedu dikeluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal didaerah
kandung empedu disertai tanda Murphy positif, dapat menyokong menegakkan
diagnosis.1,5

4
5.2 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-
tanda peritonitis lokal (tanda Murphy). Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya
derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, dipikirkan adanya
batu disaluran empedu ekstra hepatik.1
5.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan
peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah
hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi
empiema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan.7
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu,
batu dan saluran empedu extra hepatic. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai
90% - 95%.1
Pada kolesistitis kronik, pemeriksaan endoscopic retrograde choledochus
pancreaticography (ERCP) sangant bermanfaat melihat adanya batu di kandung empedu
dan saluran empedu.1
6. Penatalaksanaan
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet
ringan, obat penghilang rasa nyeri, seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian
antibiotik fase awal sangat penting untuk mencegah peritonitis, kolangitis dan septicemia.
Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk kuman- kuman
yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli, Strep. faecalis dan Klebsiella.1
Bila gagal dengan pengobatan konservatif atau terdapat toksemia yang progresif,
perlu dilakukan kolesistektomi. Hal ini perlu untuk mencegah komplikasi. Sebaiknya
kolesistektomi dikerjakan pula pada serangan yang berulang- ulang, dilakukan
secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan
umum pasien leih baik.1
7. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85 % kasus, sekalipun kandung empedu
menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi

5
kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi
ganggren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis
umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal
serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis
yang jelek disamping kemungkinan banyak timbul komplikasi paska bedah.1

6
ILUSTRASI KASUS

Identitas pasien :

Nama : Tn. I

Umur : 52 tahun

Jenis kelamin : Laki- laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Menikah

Masuk RS : 15 Oktober 2013

Pemeriksaan : 17 Oktober 2009

ANAMNESIS (Auto-anamnesis)

Keluhan Utama

Nyeri ulu hati sejak 2 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluhkan nyeri ulu hati, nyeri dirasakan pasien terus
menerus, nyeri tidak bertambah setelah makan atau berkurang jika tidak makan. Pasien
mengeluhkan terasa penuh pada perutnya terutama pada ulu hati, rasa mual, muntah (-),
bersendawa, kadang-kadang hal ini begitu dirasakan setelah makan-makan yang berlemak seperti
gulai. Pasien juga mengeluhkan matanya menjadi kuning kemudian seluruh badanya juga
kuning, kepala pusing, seluruh badan terasa gatal, demam kadang-kadang dirasakan oleh pasien.
Keluhan kuning disertai dengan BAK berwarna kuning teh pekat, BAB dengan konsistensi
lunak, warna agak pucat. Penurunan berat badan secara drastis tidak ada dirasakan oleh pasien.
Pasien juga mengeluhkan sedikit terasa sesak nafas dan kedua kaki semakin bengkak yang
dirasakannya sejak timbul keluhan nyeri uluh hati ini. Pasien sering terbangun dimalam hari
karena sesak, terasa lebih nyaman jika tidur menggunakan bantal yang tingi (-), nyeri dada yang
menjalar ke punggung, lengan, rahang bawah (-), jantung berdebar- debar (-), sesak jika

7
beraktivitas (-). Pasien menderita hipertensi sejak 13 tahun yang lalu, jarang kontrol dan tidak
minum obat.

Sejak tahun 2004, BAK pasien sering mengeluarkan pasir, setiap BAK tidak puas, sering
terbangun di malam hari untuk BAK (5-6 kali) dan terasa sakit di pinggang jika duduk terlalu
lama. Saat timbul sakit dipinggang terasa menjalar sampai ke pusat, riwayat kencing berdarah
(-), nyeri pada saat kencing (-) riwayat tidak bisa kencing (-). Pasien bekerja sebagai supir antar
kota antar provinsi, sering menahan kencing, sedikit minum, riwayat berhubungan dengan wanita
selain istri (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat darah tinggi (+)

- Riwayat sakit gula (-)

- Riwayat sakit maag (+)

- Riwayat minum alkohol (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada keluarga menderita sakit yang sama

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan Kebiasaaan

-Pekerjaan : Wiraswasta (supir pengantar barang kebutuhan pokok antar provinsi)

-Sosial ekonomi : Menengah

- Suka mengkonsumsi makanan yang berlemak-lemak

Pemeriksaan Umum

- Kesadaran : Komposmentis

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Tekanan darah : 140/90 mmHg

8
- Nadi : 80 x / menit

- Nafas : 22 x / menit

- Suhu : 38,20C (aksila)

- Keadaan gizi : BB = 86 kg TB = 165 cm

IMT = 31,6 (obesitas)

Pemeriksaan Fisik

Kulit : kulit ikterik, tidak pucat, turgor baik.

Kepala

- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, pupil bulat, isokor, diameter 2/2 mm,
reflek cahaya (+/+)

- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

JVP 5-2 cm H2O

Toraks

- Paru :
o Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada simetris
o Palpasi : Fremitus suara kanan sama dengan kiri
o Perkusi : sonor +/+
o Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi basah (-), wheezing (-)
- Jantung:
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis teraba 2 jari medial LMC sinistra kiri RIC V
o Perkusi : Batas jantung kanan: linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri : 2 jari media LMC sinistra
o Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-)

9
Abdomen

Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)

Palpasi : Perut supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus normal, 6 x/ menit

Ekstremitas

Akral hangat, tidak pucat, ikterik, edema pretibial (+)

Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 15 Oktober 2013

- Laboratorium darah rutin :

Hb : 15,5 gr %

Leukosit : 18.800 / mm3

Trombosit : 198.000 / mm3

Ht : 46,4 vol %

- Kimia darah
Glukosa : 105 mg/dl
Direct Billirubin : 1,37 mg/dl
Indirect Bilirubin: 2,63mg/dl
Total Billirubin : 4,1 mg/dl
Kreatinin : 1,87 mg/dl
Ureum: 44,8 mg/dl
AST : 22,9 IU/L
ALT : 32 U/L

10
- USG Abdomen

Gambar 2. USG Abdomen (18 Oktober 2013)

Hasil :

- Hepar ukuran normal, vena porta dan hepatica normal


- Vesika felea ukuran normal, dinding normal, batu (-), sludge (-)
- Pancreas ukuran normal, tidak tampak massa, kalsifikasi (-)
- Lien ukuran normal, vena lienalis normal
- Renal dekstra ukuran normal , batu (-), korteks dan medulla normal, tampak kalsifikasi
multiple
- Renal sinistra ukuran normal , batu (-), korteks dan medulla normal, tampak kalsifikasi
multiple
- Vesika urinaria: dinding normal, batu (-), massa (-)

Kesan: nephrocalcinosis bilateral

11
- Elektrokardiografi (EKG)

Gambar 6
Gambar 3a. EKG

Gambar 3b. EKG

Kesan: sinus rhtym, HR: 80 x

RESUME/KESIMPULAN SEMENTARA

Tn. I, 52 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2 minggu SMRS, mual (+),
bertambah setelah makan berlemak, mata dan seluruh badan menjadi kuning, demam(+), BAK
berwarna kuning teh pekat, BAB konsistensi lunak berwarna agak putih. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan sklera ikterik, nyeri tekan epigastrium (+), suhu tubuh (aksila) 38,20C. Dari
pemeriksaan darah didapatkan direct bilirubin 1,37 mg/dl, Indirect bilirubin 2,63 mg/dl, total
bilirubin 4,1 mg/dl. USG abdomen didapat kolesistitis (-), kolelitiasis (-), nephrocalcinosis

12
bilateral. Pasien bekerja sebagai supir antar provinsi, sering makan makanan berlemak, sering
menahan kencing dan kurang mengkonsumsi air putih.

DAFTAR MASALAH

Dispepsia

Ikterik

Kolesistitis

Hipertensi grade II

Psikosomatik gangguan jantung fungsional

PENGKAJIAN MASALAH

Pada anamnesis sewaktu dilakukan pemeriksaan awal pasien datang didapatkan adanya
keluhan nyeri ulu hati sejak 2 minggu SMRS, mual (+), bertambah setelah makan berlemak,
mata dan seluruh badan menjadi kuning, BAK berwarna kuning teh pekat, BAB konsistensi
lunak berwarna agak putih. Gejala-gejala tersebut merupakan gambaran gejala klinis dispepsia
dan ikterus.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikhterik, nyeri tekan epigastrium (+), suhu tubuh
(aksila) 38,20C. Dari pemeriksaan darah didapatkan direct bilirubin 1,37 mg/dl, Indirect
bilirubin 2,63 mg/dl, total bilirubin 4,1 mg/dl. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan kadar
bilirubin perlu dipikirkan adanya sumbatan saluran empedu atau adanya batu empedu.

Untuk menentukan adanya sumbatan atau batu empedu lalu dilakukan pemeriksaan USG.
Tanggal 18 Oktober 2013 kemudian dilakukan pemeriksaan USG tidak didapatkan adanya
kolesistitis atau kolelitiasis. Hal ini mungkin diakibatkan karena batu empedu berukuran kecil
dan batu dapat melewati lumen dan keluar melalui saluran pencernaan. Atau bisa juga sumbatan
yang terjadi akibat penebalan dinding kandung empedu sehingga terjadi sumbatan. Kolesistitis
dipikirkan karena dari anamnesa didapatkan keluhan minimal dari pasien yang merupakan
gejala tidak khas dari kolesistitis yaitu, nyeri dikanan atas atau epigastrium, nyeri tekan dan
demam. Kolesistitis kronik juga perlu dipikirkan karena dari anamnesa didapatkan keluhan

13
minimal dari pasien yang merupakan gejala tidak khas dari kolesistitis kronik. Faktor resiko
badan gemuk, usia 40 tahun juga mendukung ke arah ini. Hal ini dapat ditunjang ditunjang
dengan adanya USG abdomen yang menunjukkan adanya penebalan dinding empedu tanpa
ditemukan batu, namun pada pasien ini tidak ditemukan.

Hipertensi grade II, pengklasifikasian derajat hipertensi sesuai JNC VII dimana dengan tensi
pasien 160/ 100 mmHg termasuk grade II dan memerlukan terapi secara adekuat untuk
mencegah komplikasi, berupa kerusakan organ target. Keluhan sesak nafas yang dirasakan
pasien, sering terbangun di malam hari karena sesak, merupakan masalah psikosomatik
gangguan jantung fungsional dimana terdapat berbagai manifestasi klinis namun tidak
ditemukan adanya kelainan organik.

Rencana Penatalaksanaan:

Non Farmakologi :

- Makanan rendah lemak

- Tirah baring

Farmakologi :

- IVFD RL 20 tetes/menit
- Cefotaxim injeksi 2x1
- Paracetamol tablet 500 mg 3 x 1
- Lansoprazol 30 mg tablet 1 x 1
- Antasida sirup 3 x 1
- Curcuma tablet 3 x 1
- Hyosine nitrat 10 mg tablet 3 x 1
- Amlodipine 10 mg 1 x 1 tablet
Penyuluhan

Pasien perlu diingatkan bahwa penyakit yang dialami merupakan radang pada kandung empedu
dimana salah satu factor yang bisa menjadi penyebab adalah adanya kadar kolesterol yang tinggi,
dimana peningkatan kolesterol ini bisa diakibatkan konsumsi makanan yang berlemak, yang

14
dapat menjadi penyebab terbentuknya batu empedu. Batu empedu bisa menyebabkan terjadinya
radang kandung empedu.

FOLLOW UP

18 Oktober 2013

S : nyeri ulu hati (+), demam (+), badan kuning dan terasa gatal, BAB pucat, BAK kuning teh

O : TD = 120/70 mmHg

N = 82 x/i

RR = 20 x/i

T = 37,8oC

Konjungtiva tidak pucat, sklera ikterik, nyeri tekan epigastrium (+)

A : dispepsia + kolesistitis + hipertensi grade II

P : - Diet makanan rendah lemak

- IVFD RL 20 tetes/menit
- Cefotaxim injeksi 2 x 1
- Paracetamol tablet 500 mg 3 x 1
- Lansoprazol 30 mg tablet 1 x 1
- Antasida sirup 3 x 1
- Curcuma tablet 3 x 1
- Hyosine butylbromide 10 mg tablet 3 x 1
- Amlodipine 10 mg 1 x 1
19 Oktober 2013

S : nyeri ulu hati (+), demam (+), badan kuning dan terasa gatal, BAB pucat, BAK kuning teh

O : TD = 130/70 mmHg

N = 80 x/i

15
RR = 20 x/i

T = 37, 4oC

Konjungtiva tidak pucat, sklera ikterik, nyeri tekan epigastrium (+)

A : dispepsia + kolesistitis + hipertensi grade II

- P : - Pasien dikonsulkan ke spesialis urologi


- Diet makanan rendah lemak

- IVFD RL 20 tetes/menit
- Cefotaxim injeksi 2 x 1
- Paracetamol tablet 500 mg 3 x 1
- Lansoprazol 30 mg tablet 1 x 1
- Antasida sirup 3 x 1
- Curcuma tablet 3 x 1
- Hyosine butylbromide 10 mg tablet 3 x 1
- Amlodipine 10 mg 1 x 1 tablet
20 Oktober 2013

S : nyeri ulu hati (+), demam (-), badan kuning dan terasa gatal

O : TD = 120/ 80 mmHg

N = 82 x/i

RR = 20 x/i

T = 36,8oC

Konjungtiva tidak pucat, sklera ikterik, nyeri tekan epigastrium (+)

A : dispepsia + kolesistitis kronik + hipertensi grade II

P : - Diet makanan rendah lemak

- IVFD RL 20 tetes/menit

16
- Cefotaxim injeksi 2 x 1
- Lansoprazol 30 mg tablet 1 x 1
- Citerizine 10 mg tablet 2 x 1
- Curcuma tablet 3 x 1
- Amlodipine 10 mg 1 x 1 tablet

17
Daftar Pustaka
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Ed.5. Jakarta: Internal Publishing. 2009; 718-720
2. Farrar WE. The Gastrointestinal Tract. In: Infectious Disease. USA: Mosby. 1995.
3. Keusch GT. Shigellosis. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition.
USA: McGraw-Hill. 2005.
4. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollack RE. Schwartz’s
Principles of Surgery. 8th Edition. 1076-81
5. The National Digestive Diseases Information Clearinghouse (NDDIC). Ulcerative Colitis
2006; http://digestive.niddk.nih.gov [Diakses tanggal 19 Oktober 2013]
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC.2005; 504-507
7. Minocha, A. Handbook of Digestive Disease. USA : Slack Incorporated. 2004; 236-245

18

Anda mungkin juga menyukai