Anda di halaman 1dari 23

Larutan buffer

Pengertian dan Definisi Larutan penyangga atau larutan buffer. Larutan penyangga di sebut
juga larutan buffer atau larutan dapar. Larutan peyangga adalah larutan yang tersusun dari
asam atau basa lemah dengan asam atau basa konjugatnya. Fungsi larutan penyangga adalah
untuk menjaga dan mempertahankan nilai pH suatu larutan. Mekanisme kerja larutan
peyangga sangat sederhana, yaitu menetralkan asam atau basa dari luar. Reaksi larutan buffer
dengan asam dan basa dari luar disebut reaksi asam-basa konjugasi.-
(http://www.kamusq.com/2012/12/larutan-penyangga-adalah-pengertian-dan.html)

pH suatu larutan akan turun apabila ditambah asam, hal ini disebabkan meningkatnya
konsentrasi H+. Sebaliknya, bila ditambah basa akan menaikkan pH karena penambahan basa
meningkatkan konsentrasi OH–. Penambahan air pada larutan asam dan basa akan mengubah
pH larutan, karena konsentrasi asam atau basanya akan mengecil. Namun, ada larutan yang
bila ditambah sedikit asam, basa, atau air tidak mengubah pH secara berarti. Larutan yang
demikian disebut dengan larutan penyangga (disebut juga larutan buffer atau dapar). Larutan
buffer memiliki komponen asam yang dapat menahan kenaikan pH dan komponen basa yang
dapat menahan penurunan pH. Komponen tersebut merupakan konjugat dari asam basa lemah
penyusun larutan buffer itu sendiri. Dengan demikian, larutan penyangga merupakan larutan
yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah dengan basa konjugatnya ataupun basa lemah
dengan asam konjugatnya. Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi. (Keenan et
al., 1980)

Secara umum, larutan penyangga digambarkan sebagai campuran yang terdiri dari:

 Asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (ion A–), campuran ini menghasilkan
larutan bersifat asam.
 Basa lemah (B) dan basa konjugasinya (BH+), campuran ini menghasilkan larutan
bersifat basa. (Purba, 1994)

Komponen larutan penyangga terbagi menjadi (Keenan et al., 1980):

 Larutan penyangga yang bersifat asam

Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Larutan ini dapat dibuat dari
asam lemah dan garamnya (yang merupakan basa konjugasi dari asamnya). Adapun cara
lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat, asam lemahnya
dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung
basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang
digunakan seperti natrium hidroksida, kalium hidroksida, barium hidroksida, kalsium
hidroksida, dan lain-lain.

 Larutan penyangga yang bersifat basa

Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Larutan ini dapat dibuat dari
basa lemah dan garam (yang berasal dari asam kuat). Adapun cara lainnya yaitu:
mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya
dicampurkan berlebih.

Adapun sifat-sifat larutan penyangga diketahui sebagai berikut (Syukri, 1999):

1. Mempunyai pH tertentu

pH buffer dapat dicari dengan persamaan Henderson-Hasselbalch, yaitu:

pH = pKa + log [garam]/[asam]

pOH = pKb + log [garam]/[basa]

pH buffer bergantung pada Ka asam lemah atau Kb basa lemah dan perbandingan konsentrasi
asam dengan konsentrasi basa konjugasinya atau konsentrasi basa lemah dengan konsentrasi
asam konjugasinya. Persamaannya (Purba, 1994):

a. Reaksi ionisasi asam lemah:

HA(aq) ↔ H+(aq) + A–(aq)

Tetapan ionisasinya dilambangkan dengan Ka

Ka = [H+][A–] / [HA]

b. Reaksi ionisasi basa lemah:

LOH(aq) ↔ L+(aq) + OH–(aq)


Tetapan ionisasinya dilambangkan dengan Kb

Kb = [L+][OH–] / [LOH]

2. pHnya relatif tidak berubah jika ditambah sedikit asam atau basa.

3. pHnya tidak berubah jika diencerkan.

Telah disebutkan bahwa larutan penyangga mengandung komponen asam dan basa dengan
asam dan basa konjugasinya, sehingga dapat mengikat baik ion H+ maupun ion OH–.
Sehingga penambahan sedikit asam kuat atau basa kuat tidak mengubah pH-nya secara
signifikan. Berikut ini cara kerja larutan penyangga (Syukri, 1999):

Larutan penyangga asam

Sebagai contoh cara kerjanya dapat dilihat pada larutan buffer yang mengandung CH3COOH
dan CH3COO– yang mengalami kesetimbangan. Prosesnya sebagai berikut:

– Pada penambahan asam

Penambahan asam (H+) akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Ion H+ yang ditambahkan
akan bereaksi dengan ion CH3COO– membentuk molekul CH3COOH.

CH3COO–(aq) + H+(aq) → CH3COOH(aq)

– Pada penambahan basa

Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka ion OH– dari basa itu akan bereaksi dengan
ion H+ membentuk air. Hal ini akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan
sehingga konsentrasi ion H+ dapat dipertahankan. Jadi, penambahan basa menyebabkan
berkurangnya komponen asam (CH3COOH), bukan ion H+. Basa yang ditambahkan tersebut
bereaksi dengan asam CH3COOH membentuk ion CH3COO– dan air.

CH3COOH(aq) + OH–(aq) → CH3COO–(aq) + H2O(l)

Larutan penyangga basa


Sebagai contoh cara kerjanya, dapat dilihat pada larutan buffer yang mengandung NH3 dan
NH4+ yang mengalami kesetimbangan. Prosesnya sebagai berikut:

– Pada penambahan asam

Jika ditambahkan suatu asam, maka ion H+ dari asam akan mengikat ion OH–. Hal tersebut
menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, sehingga konsentrasi ion OH– dapat
dipertahankan. Disamping itu, penambahan ini menyebabkan berkurangnya komponen basa
(NH3), bukan ion OH–. Asam yang ditambahkan bereaksi dengan basa NH3 membentuk ion
NH4+.

NH3 (aq) + H+(aq) → NH4+ (aq)

– Pada penambahan basa

Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka kesetimbangan bergeser ke kiri, sehingga
konsentrasi ion OH– dapat dipertahankan. Basa yang ditambahkan bereaksi dengan
komponen asam (NH4+), membentuk komponen basa (NH3) dan air.

NH4+ (aq) + OH–(aq) → NH3 (aq) + H2O(l)

Untuk menghitung pH larutan buffer digunakan cara sebagai berikut (Purba, 1994):

 Larutan penyangga asam

Dapat digunakan tetapan ionisasi dalam menentukan konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan
dengan rumus berikut:

[H+] = Ka x a/g atau


pH = p Ka – log a/g

dengan, Ka = tetapan ionisasi asam lemah


a = jumlah mol asam lemah
g = jumlah mol basa konjugasi

 Larutan penyangga basa


Dapat digunakan tetapan ionisasi dalam menentukan konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan
dengan rumus berikut:

[OH–] = Kb x b/g atau


pH = p Kb – log b/g

dengan, Kb = tetapan ionisasi basa lemah


b = jumlah mol basa lemah
g = jumlah mol asam konjugasi

Menurut Syukri (1999), larutan buffer juga mempunyai kapasitas buffer (yang biasa disebut
indeks buffer atau intensitas buffer). Kapasitas buffer merupakan suatu ukuran kemampuan
buffer untuk mempertahankan pHnya yang konstan apabila ditambahkan asam kuat atau basa
kuat. Kapasitas buffer bergantung pada jumlah asam-garam atau basa-garam yang terkandung
di dalamnya. Apabila jumlahnya besar, pergeseran kesetimbangan ke kanan maupun ke kiri
dapat berlangsung banyak untuk mengimbangi asam kuat atau basa kuat yang ditambahkan.
Sehingga dapat disebut kapasitas buffernya besar. Sebaliknya apabila jumlah asam-garam
atau basa-garam itu kecil, dapat menyebabkan pergeseran kesetimbangan ke kanan dan ke
kiri berlangsung sedikit. Sehingga dapat dikatakan kapasitas buffernya kecil. Suatu buffer
dapat menahan perubahan [H+] sebanyak 100x semula. Perubahan pH yang diizinkan
hanyalah sekitar 2. Ka atau Kb adalah konstanta, maka suatu buffer hanya efektif pada daerah
pH tertentu yang disebut rentang daerah buffer. Sesungguhnya penambahan asam/basa pada
suatu buffer akan mengubah pH-nya, namun perubahan itu sangatlah kecil dan dapat
diabaikan. Namun, jika jumlah asam/basa yang ditambahkan makin banyak, maka perubahan
pH-nya tak dapat diabaikan lagi. Jumlah asam atau basa yang dapat dinetralkan suatu buffer
sebelum pH larutan berubah disebut kapasitas buffer .

Kapasitas/daya tahan larutan penyangga bergantung pada jumlah mol dan perbandingan mol
dari komponen penyangganya. Semakin banyak jumlah mol komponen penyangga, semakin
besar kemampuannya mempertahankan pH. Apabila komponen asam terlalu sedikit,
penambahan sedikit basa dapat mengubah pHnya. Sebaliknya apabila komponen basanya
terlalu sedikit, penambahan sedikit asam dapat mengubah pHnya. Sedangkan, perbandingan
mol antara komponen-komponen suatu larutan penyangga sebaiknya antara 0,1-10. Di luar
perbandingan tersebut, maka sifat penyangganya akan berkurang (Keenan et al., 1980).
Larutan penyangga ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari seperti pada obat-obatan,
fotografi, industri kulit dan zat warna. Selain aplikasi tersebut, terdapat penerapan konsep
larutan penyangga ini dalam tubuh manusia, contohnya seperti pada cairan tubuh. Cairan
tubuh (baik cairan intrasel maupun cairan ekstrasel) merupakan larutan penyangga. Sistem
penyangga yang utama dalam cairan intrasel adalah pasangan dihidrogenfosfat-
monohidrogenfosfat (H2PO4– -HPO42-). Sedangkan sistem penyangga yang utama dalam
cairan ekstrasel adalah pasangan asam karbonat-bikarbonat (H2CO3 – HCO3–). Sistem
penyangga ini dapat menjaga pH darah hampir konstan, yaitu sekitar 7,4 (Keenan et al.,
1980).

Sumber:

Achmad, H. 2001. Penuntun Belajar Kimia Dasar : Kimia Larutan. Bandung: Citra Adhya
Bhakti.

Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., Wood, J.H. 1980. General College Chemistry, 6th edition.
Knoxville: Harper and Row Publisher, Inc.

Purba, M. 1994. Kimia untuk SMA kelas XI: 2B. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung : ITB Press.

Elektro kimia

Elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari aspek elektronik dari reaksi kimia.Elemen yang
digunakan dalam reaksi elektrokimia dikarakterisasikan dengan banyaknya elektron yang
dimiliki (elektrokimia-wikipedia)

Sel Elektrokimia

Reaksi elektrokimia dibagi menjadi 2, yaitu:

 Sel galvani/sel volta adalah reaksi redoks yang menghasilkan listrik. Contohnya
baterai.
 Sel elektrolisis adalah listrik yang mengakibatkan reaksi redoks. Contohnya adalah
pemurnian logam dan pelapisan logam.

Sel Galvani

Sel galvani adalah sel elektrokimia yang dapat menghasilkan energi listrik yang disebabkan
oleh terjadinya reaksi redoks yang spontan. Contoh sel galvani adalah sel Daniell yang
gambarnya dapat dilihat pada gambar 1. Jika kedua elektrodanya dihubungkan dengan sirkuit
luar, dihasilkan arus litrik yang dapat dibuktikan dengan meyimpangnya jarum galvanometer
yang dipasang pada rangkaian luar dari sel tersebut.

Gambar 1. Sel Daniell

Sel Daniell sering pula dimodifikasi seperti yang terlihat pada gambar 2. Kedua
setengah sel dihubungkan dengan jembatan garam
Gambar 2. Sel Daniell dengan jembatan garam

Ketika sel Daniell digunakan sebagai sumber listrik terjadi perubahan dari Zn
menjadi Zn2+ yang larut

Zn(s)  Zn2+(aq) + 2e- (reaksi oksidasi)

Hal ini dapat diketahui dari semakin berkurangnya massa Zn sebelum dan
sesudah reaksi. Di sisi lain, elektroda Cu semakin bertambah massanya karena
terjadi pengendapan Cu dari Cu2+ dalam larutan.

Cu2+(aq) + 2e-  Cu(s) (reaksi reduksi)

Pada sel tersebut elektroda Zn bertindak sebagai anoda dan elektroda Cu


sebagai katoda.
Ketika sel Daniell “disetting”, terjadi arus elektron dari elektroda seng (Zn) ke
elektroda tembaga (Cu) pada sirkuat luar. Oleh karena itu logam seng bertindak
sebagai kutub negatif dan logam tembaga sebagai kutub positif. Bersamaan dengan itu
pada larutan dalam sel tersebut terjadi arus positif dari kiri ke kanan sebagai akibat
dari mengalirnya sebagian ion Zn2+ (karena dalam larutan sebelah kiri terjadi
kelebihan ion Zn2+ dibandingkan dengan ion SO42-yang ada).

Reaksi total yang terjadi pada sel Daniell adalah :

Zn(s) + Cu2+(aq)  Zn2+(aq) + Cu(s)

Reaksi tersebut merupakan reaksi redoks yang spontan yang dapat digunakan
untuk memproduksi listrik melalui suatu rangkaian sel elektrokimia.(
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kimia%20dasar/elektrokimia/Sel%20galv
an1.htm)

Sel Elektrolisis

Sel Elektrolisis adalah sel yang menggunakan energi listrik untuk menghasilkan reaksi
kimia yang tidak spontan.
Elektrolisis pada lelehan NaCl

Gambar di atas menunjukan lelehan NaCl yang dielektrolisis dengan elektrode karbon
(grafit). Di dalam larutan terdapat beberapa spesi, antara lain ion Na+ dan ion Cl– dari ionisasi
NaCl. Akibat pengaruh arus listrik searah yang dialirkan melalui batang elektrode, ion-ion
Na+ bergerak ke kutub negatif dan ion-ion Cl–bergerak ke kutub positif. Kemudian, ion Cl–
akan melepaskan elektronnya atau mengalami oksidasi.

2Cl–(l) → Cl2(g) + 2e– ……… (oksidasi)

Selanjutnya, elektron yang dilepas oleh Cl– tersebut akan mengalir melalui penghantar
menuju ke elektrode negatif, yang disekitarnya terdapat ion Na+. Elektron tersebut ditangkap
oleh ion Na+, sehingga terjadi reduksi.

2Na+(l) + 2e– → 2Na(l) ……. (reduksi)

Jadi, pada elektrolisis larutan NaCl terjadi reaksi:

Elektrode positif : 2Cl–(l) → Cl2(g) + 2e–


Elektrode negatif : Na+(l) + e– → Na(l)

Reaksi elektrolisis : 2Cl–(l) + 2Na+(l) → Cl2(g) + 2Na(l)

Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa pada elektrolisis:

1. Kutub positif merupakan anode dan kutub positif terjadi reaksi oksidasi.
2. Kutub Negatif merupakan katode dan kutub negatif terjadi reaksi reduksi.

Jadi,pada elektrolisis lelehan NaCl tersebut, di anode dihasilkan gas Cl2 serta di katode
dihasilkan lelehan Na.

Sebenarnya telah disinggung sebelumnya pada sel volta, sama seperti sel volta dimana anode
selalu mengalami oksidasi, sedangkan katode selalu mengalami reduksi. Untuk
mempermudah bisa pakai singkatan, Katode (K) mengalami Reduksi (R), disini sama-sama
konsonan. Sedangkan Anode (A) mengalami Oksidasi (O), disini sama-sama huruf vokal.

KRAO

Katode Reduksi Anode Oksidasi

Nah,perbedaan dengan sel Volta adalah tanda elektrodenya. Kalau di elektrolisis Katode
muatannya negatif dan Anode muatannya positif.

KNAP

Katode Negatif Anode Positif

(http://kimiadasar.com/elektrolisis/)

Menghitung Elektron

Kuat Arus, I ( A)=muatan listrik (C)/time ( s)


Time (s) x kuat arus (A) = muatan (C) → mol e → mol reaktan yang terlibat
Potensial Elektrokimia

Elektron yang dihasilkan pada anoda bergerak ke katoda


dengan gaya elektromotif (emf).
• Gaya ini timbul karena adanya perbedaan energi potensial
listrik elektron antara 2 elektroda.
• Kerja yang dilakukan sebanding dengan jumlah elektron
(jumlah muatan listrik) yang bergerak dari energi potensial
tinggi ke energi potensial rendah dan pada beda energi
potensial.

Kerja listrik = muatan x beda energi potensial


W (joule) = 1 volt x 1 coulomb

1 colulomb adalah jumlah muatan yang melalui suatu titik dalam


suatu sirkuit dimana arus 1 ampere mengalir selama 1 detik.

Potensial Elektroda Standar

• Potensial elektroda standard adalah jumlah kuantitatif yang


menyatakan kecenderungan suatu reaktan dalam keadaan
standar untuk menghasilkan produk
ΔG orxn = ‐nFE o
• Reaksi akan menghasilkan produk jika mempunyai nilai
E o > nol

Menghitung Potensial E o dalam Suatu Sel Elektrokimia

Zn→ Zn 2+ + 2e
Cu 2+ + 2e →Cu
Zn + Cu 2+ → Zn2+ + Cu
Potensial hidrogen standard:
2 H3O + (aq)+ e → H2(g, 1bar) + 2 H2O (l) E o = 0.00 V
Sel Elektrokimia Pada Keadaan Tidak Standar

E = Eo – (RT/nF).ln Q

https://id.wikibooks.org/wiki/Subjek:Kimia/Materi:Elektrokimia

Kinetika Reaksi Kimia

A. Konsep Laju Reaksi

Laju reaksi menunjukkan besarnya perubahan konsentrasi pereaksi (pengurangan) atau


konsentrasi hasil reaksi (pertambahan)dalam satuan waktu tertentu.

Jika diketahui suatu reaksi kimia mempunyai persamaan reaksi:

maka secara matematis laju reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:

atau

Sehingga Laju rekasi dapat digambarkan dengan grafik berikut:

Grafik diatas menunjukkan bahwa besarnya perubahan

(pengurangan) konsentrasi reaktan, sama dengan

besarnya pertambahan konsentrasiproduk.( http://qiyalutchu.blogspot.co.id/2009/06/kinetika-


kimia.html)

Persamaan Dasar Reaksi

REAKTAN → PRODUK
Hukum Persamaan laju reaksi:

−𝑑[𝑅]
v= = k[R] ͯ
𝑑𝑡

Ket: x:order reaksi

k:konstanta laju reaksi

Orde reaksi dapat juga ditentukan melalui kecenderungan dari data suatu percobaan yang
digambarkan dengan grafik. Berikut ini dijelaskan penentuan orde reaksi melalui grafik.

1. Grafik Orde Reaksi 0 Nol

Laju reaksi tidak dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi pereaksi. Persamaan laju reaksinya
ditulis:

r = k[A]0

Bilangan dipangkatkan nol sama dengan satu sehingga persamaan laju reaksi menjadi :

r ≈ k.

Jadi, reaksi dengan laju tetap mempunyai orde reaksi nol. Grafiknya digambarkan seperti
Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Hubungan kecepatan dengan konsentrasi (Orde Reaksi 0 (Nol)).

Suatu reaksi kimia dikatakan mempunyai orde nol, jika besarnya laju reaksi tersebut tidak
dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi. Artinya, seberapapun peningkatan konsentrasi
pereaksi tidak akan mempengaruhi besarnya laju reaksi. [1]

2. Grafik Orde Reaksi 1 Satu

Untuk orde satu, persamaan laju reaksi adalah :

r = k[A]1

Persamaan reaksi orde satu merupakan persamaan linier berarti laju reaksi berbanding lurus
terhadap konsentrasinya pereaksinya. Jika konsentrasi pereaksinya dinaikkan misalnya 4 kali,
maka laju reaksi akan menjadi 41 atau 4 kali lebih besar. Grafiknya digambarkan seperti
Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Hubungan kecepatan dengan konsentrasi (Orde Reaksi 1 (Satu)).

Suatu reaksi kimia dikatakan mempunyai orde satu, apabila besarnya laju reaksi berbanding
lurus dengan besarnya konsentrasi pereaksi. Artinya, jika konsentrasi pereaksi dinaikkan dua
kali semula, maka laju reaksi juga akan meningkat besarnya sebanyak (2)1 atau 2 kali semula
juga. [1]

3. Grafik Orde Reaksi 2 Dua

Persamaan laju reaksi untuk reaksi orde dua adalah :

r = k[A]2

Apabila suatu reaksi berorde dua terhadap suatu pereaksi berarti laju reaksi itu berubah secara
kuadrat terhadap perubahan konsentrasinya. Apabila konsentrasi zat A dinaikkan misalnya 2
kali, maka laju reaksi akan menjadi 22 atau 4 kali lebih besar. Grafiknya digambarkan seperti
Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Hubungan kecepatan dengan konsentrasi (Orde Reaksi 1 (Satu)).

Suatu reaksi dikatakan mempunyai orde dua, apabila besarnya laju reaksi merupakan pangkat
dua dari peningkatan konsentrasi pereaksinya. Artinya, jika konsentrasi pereaksi dinaikkan 2
kali semula, maka laju reaksi akan meningkat sebesar (2)2 atau 4 kali semula. Apabila
konsentrasi pereaksi dinaikkan 3 kali semula, maka laju reaksi akan menjadi (3)2 atau 9 kali
semula. [1]

4. Orde Reaksi Negatif (-)

Suatu reaksi kimia dikatakan mempunyai orde negatif, apabila besarnya laju reaksi
berbanding terbalik dengan konsentrasi pereaksi. Artinya, apabila konsentrasi pereaksi
dinaikkan atau diperbesar, maka laju reaksi akan menjadi lebih kecil. [1]

Anda sekarang sudah mengetahui Orde Reaksi. Terima kasih anda sudah berkunjung ke
Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Kalsum, S., P. K. Devi, Masmiami, dan H. Syahrul. 2009.Referensi Lainnya :


C. Penentuan Waktu-Paruh
Seperti diilustrasikan oleh kedua alur yang ditunjukan dalam Grafik 1, terdapat suatu selang-
waktu tertentu untuk reaksi orde-pertama, yang disebut waktu-paruh, t1/2, bagi konsentrasi
tertentu mana saja untuk berkurang menjadi separuhnya. Untuk suatu reaksi yang cepat,
waktu-paruh dapat hanya sepersekian detik; untuk reaksi yang lambat, dapat bertahun-tahun.
Waktu-paruh untuk reaksi orde-pertama dapat diperkirakan dari suatu grafik data tersebut,
seperti ditunjukan Grafik 1, atau dapat dihitung dari bentuk integrasi dari persamaan laju
dalam Tabel 2. Bila t = t1/2, konsentrasi [A]t
(Sumarjono. 2009. Jalan Pintas Pintar Kimia. Andi :Yogyakarta)

Konstanta laju reaksi (k) bergantung pada temperatur (T) reaksi dan besarnya energi aktivasi
(Ea). Hubungan k, T, dan Ea dapat dinyatakan dalam persamaan Arrhenius sebagai berikut :

k = A e –Ea / RT atau ln k = ln A – Ea / R.T

k = konstanta laju reaksi

Ea = energi aktivasi (kJ/mol)

T = temperatur mutlak (K)

R = konstanta gas ideal (8,314 J/mol.K)

e = bilangan pokok logaritma natural (ln)

A = konstanta frekuensi tumbukan (faktor frekuensi)

Dari persamaan Arrhenius terlihat bahwa laju reaksi (dalam hal ini diwakili konstanta laju
reaksi) semakin besar saat reaksi terjadi pada temperatur tinggi yang disertai dengan energi
aktivasi rendah.

Kadang-kadang, walaupun telah terjadi tumbukan dengan energi kinetik yang cukup, reaksi
tetap tidak menghasilkan produk. Hal ini disebabkan oleh molekul yang tidak mengalami
tumbukan pada titik yang tepat. Tumbukan yang efektif untuk menghasilkan produk
berkaitan erat dengan faktor orientasi dan sisi aktif molekul bersangkutan. Dengan
demikian, molekul harus bertumbukan pada arah yang tepat atau dipukul pada titik yang tepat
agar reaksi dapat terjadi. Sebagai contoh, reaksi antara molekul A-B dengan C membentuk
molekul C-A dan B.

A-B + C ——-> C-A + B

Terlihat bahwa untuk menghasilkan produk molekul C-A, zat C harus bertumbukan dengan
molekul A-B pada ujung A. Jika zat C menumbuk molekul A-B pada ujung B, tidak aka ada
produk yang dihasilkan. Ujung A dari molekul A-B dikenal dengan istilah sisi aktif, yaitu
tempat pada molekul dimana tumbukan harus terjadi agar reaksi dapat menghasilkan
produk. Saat zat C menumbuk ujung A pada molekul A-B, akan ada kesempatan untuk
memindahkan cukup energi untuk memutus ikatan A-B. Setelah ikatan A-B putus, ikatan C-
A dapat terbentuk. Persamaan untuk proses tersebut dapat digambarkan dengan cara berikut :

C∙∙∙∙∙∙∙A∙∙∙∙∙B ——-> C-A + B

Jadi, agar reaksi ini dapat terjadi, harus terdapat tumbukan antara zat C dengan molekul A-B
pada sisi aktifnya. Tumbukan antara zat C dengan molekul A-B harus memindahkan cukup
energi untuk memutuskan ikatan A-B (pemutusan ikatan memerlukan energi) sehingga
memungkinkan ikatan C-A terbentuk (pembentukan ikatan melepaskan energi).

Laju reaksi berkaitan dengan frekuensi tumbukan efektif yang terjadi antarmolekul. Apabila
frekuensi tumbukan efektif semakin besar, tumbukan antarmolekul semakin sering terjadi,
mengakibatkan produk terbentuk dalam waktu yang singkat. Dengan meningkatkan frekuensi
tumbukan efektif antarmolekul, produk dalam jumlah besar dapat dihasilkan dalam waktu
yang singkat.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI

1. Kecepatan Reaksi dipengaruhi oleh ukuran partikel/zat.

Semakin luas permukaan maka semakin banyak tempat bersentuhan untuk berlangsungnya
reaksi. Luas permukaan zat dapat dicapai dengan cara memperkecil ukuran zat tersebut

2. Kecepatan Reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi.


Semakin pekat suatu larutan / semakin bear konsentrasi, maka laju reaksi yang berlangsung
juga akan semaikn cepat.

3. Kecepatan Reaksi dipengaruhi oleh suhu.

Semakin tinggi suhu reaksi, kecepatan reaksi juga akan makin meningkat sesuai dengan teori
Arhenius.

4. Kecepatan Reaksi dipengaruhi oleh katalis.

Adanya katalisator dalam reaksi dapat mempercepat jalannya suatu reaksi. Kereakifan dari
katalis bergantung dari jenis dan konsentrasi yang digunakan.
Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat suatu laju reaksi, namun ia sendiri, secara
kimiawi, tidak berubah pada akhir reaksi. Ketika reaksi selesai, maka akan didapatkan
kembali massa katalasis yang sama seperti pada awal ditambahkan.
Katalis dapat dibagi berdasarkan dua tipe dasar, yaitu reaksi heterogen dan reaksi homogen.
Didalam reaksi heterogen, katalis berada dalam fase yang berbeda dengan reaktan.
Sedangkan pada dalam reaksi homogen, katalis berada dalam fase yang sama dengan reaktan.
Jika kita melihat suatu campuran dan dapat melihat suatu batas antara dua komponen, dua
komponen itu berada dalam fase yang berbeda. Campuran antara padat dan cair terdiri dari
dua fase. Campuran antara beberapa senyawa kimia dalam satu larutan terdiri hanya dari satu
fase, karena kita tidak dapat melihat batas antara senyawa-senyawa kimia tersebut.

Fase berbeda denga istilah keadaan fisik (padat, cair dan gas). Fase dapat juga meliputi padat,
cair dan gas, akan tetapi lebih sedikit luas. Fase juga dapat diterapkan dalam dua zat cair
dimana keduanya tidak saling melarutkan (contoh, minyak dan air).
Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia:Pakar Raya.

KINETIKA REAKSI ENZIM

Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup, dan mempunyai
fungsi penting sebagai katalisator reasksi biokimia yang secara kolektif membentuk
metabolisme perantara dari sel. Enzim sebagai katalisator juga mempunyai sifat-sifat seperti
katalisator pada umumnya, seperti ikut bereaksi, tetapi pada akhir reaksi didapatkan kembali
dalam bentuk semula. Hal tersebut mengakibatkan enzim dapat dipakai kembali setelah
melaksanakan aktivitasnya. Enzim membantu reaksi dengan menyediakan jalur reaksi yang
memiliki energi aktivasi yang lebih rendah untuk transisi substrat menjadi produk
dibandingkan dengan produk yang tidak dikatalisis.
Reaksi-reaksi kimia dalam tubuh secara tidak langsung dipengaruhi oleh enzim. Katalis-
katalis ini, adalah spesifik untuk reaksi-reaksi tertentu. Akan tetapi, katalis-katalis ini sering
berubah-ubah (tidak tetap), pada beberapa ribu enzim yang sekarang dikenal dapat berperan
dalam beberapa reaksi seperti hidrolisis, polimerisasi, pemindahan gugus fungsi, oksidasi
reduksi, dehidrasi dan isomerisasi, untuk menjelaskan hanya beberapa kelompok umum dari
reaksi yang dipengaruhi enzim. Enzim-enzim bukanlah merupakan permukaan pasif pada
mana reaksi berlangsung tetapi merupakan mesin molekul kompleks yang terus bekerja
melalui rasikan mekanisme reaksi yang berbeda beda. Sebagai contoh, beberapa enzim hanya
bekerja pada molekul-molekul substrat tunggal; lainnya bekerja pada dua atau lebih molekul-
molekul substrat yang berbeda yang akan mengatur terjadi atau tidaknya suatu ikatan.
Beberapa enzim membentuk ikatan kovalen yang menjadi perantara untuk membentuk
kompleks dengan substrat-substratnya, tetapi ada juga yang tidak.
Kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim umumnya dinyatakan sebagai nilai pada waktu
nol (Vo, dalam μmol/menit), karena kecepatan paling tinggi terjadi pada suatu keadaan
dimana produk reaksi belum terbentuk. Pada keadaan ini konsentrasi substrat paling besar
dan enzim belum dihambat secara umpan balik oleh produknya. Pada konsentrasi substrat
tinggi, kecepatan reaksi enzimatik cenderung mempunyai nilai maksimum (Vmaks).
Pada praktikum ini, dilakukan percobaan untuk menentukan kecepatan reaksi maksimum
(Vmaks) dan Km dari reaksi yang dikatalisis oleh enzim dengan mengunakan grafik
hubungan antara laju reaksi enzimatis dengan konsentrasi substrat.

Laju reaksi awal (V0) dari reaksi yang dikatalisis oleh enzim meningkat dengan
bertambahnya konsentrasi substrat hingga dicapai keadaan dimana penambahan substrat tidak
lagi meningkatkan laju reaksi awal.

Gambar 01. Grafik hubungan konsentrasi substrat dan Vo plot langsung


Keadaan dimana laju reaksi awal maksimum (Vmaks) dicapai pada kondisi substrat
jenuh diilustrasikan pada Gambar 01. Pada reaksi enzimatis atau hidrolisis substrat tunggal,
dijelaskan postulat reaksi sebagai berikut:

Enzim (E) bergabung dengan substrat (S) membentuk kompleks enzim-substrat (ES).
Kompleks ES dapat berdisosiasi lagi membentuk E dan S, atau dapat bereaksi membentuk E
dan produk (P). Konstanta kecepatan k1, k2, k3 dan k4 menunjukkan kecepatan yang
berhubungan dengan masing-masing tahap proses katalitik. Dari pengamatan terhadap
beberapa enzim, diketahui bahwa kecepatan awal (V0) pada konsentrasi substrat rendah
berbanding lurus dengan [S], sedangkan pada konsentrasi substrat tinggi, kecepatan
cenderung mempunyai nilai maksimum, yaitu kecepatan yang tidak bergantung pada [S].
Kecepatan maksimum disebut Vmaks (μmol/menit). Michaelis dan Menten menurunkan
persamaan untuk menjelaskan keadaan di atas:

Dari persamaan ini, Michaelis dan Menten mendefinisikan konstanta baru, KM,
konstanta Michaelis (molar, M):

KM merupakan ukuran kestabilan kompleks ES, yaitu kecepatan penguraian


kompleks ES sama dengan kecepatan pembentukan kompleks ES. Pada beberapa enzim, k2
lebih besar dari k3. pada kondisi ini, KM menjadi ukuran afinitas enzim terhadap substratnya
karena nilai KM tergantung pada nilai relatif dari k1 dan k2, masing-masing untuk
pembentukan an disosiasi kompleks ES. KM dapat ditentukan dengan cara eksperimen,
dimana nilainya eqivalen dengan konsentrasi substrat pada saat kecepatan V0 sama dengan
setengah dari Vmaks.

Karena Vmaks dapat dicapai pada konsentrasi substrat yang tidak tentu, sehingga tidak
mungkin untuk menentukan harga Vmaks (demikian juga KM) dari grafik hiperbolik seperti
yang ditunjukkan pada gambar 01. Akan tetapi, Vmaks dan KM dapat ditentukan secara
eksperimen dengan mengukur V0 pada konsentrasi substrat yang berbeda. Kemudian dibuat
pembalikan ganda atau plot Lineweaver-Burk dari 1/V0 terhadap 1/[S]. Plot ini merupakan
turunan dari persamaan Michaelis-Menten:

Plot tersebut akan menghasilkan garis lurus, dengan titik potong pada sumbu 1/V0 adalah
Vmaks dan titik potong pada sumbu 1/[S] adalah -1/KM. Kemiringan garis sama dengan
KM/Vmaks.

elangbiru3004 di 16.20

Anda mungkin juga menyukai