Anda di halaman 1dari 110

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI

PADA NN. M DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komperehensif Jenjang Pendidikan


Diploma III Ahli Madya Keperawatan

Disusun Oleh :

Ika Erwiana
A01301765

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2016
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan Hasil Ujian Komprehensif dengan judur "Astilran Keperawatan


Pemenuhan Kebutuhan Motrilisasi pada Nn. M di Ruang Teratai RSUD Dr.
Soedirman Kebumen"

yang disusun oleh:

:Ika EIwiana

telah Diterima dan Diserujui oleh Pembimbing Ujian Akhr


Gombong pada:

■ Ё ■ iヽ

.一
■ 一
一■一
■r●〓

Pembimbing

(Illllawtt Andri Nu『 oho,S Kepっ Ns.,M.Kep)


¨■
ASUⅡ AN KEPERAⅥ :ATAN PEⅣ IENUHAN KEBI「 TUHAN Ⅳ10BILISASI

PADA NN._■ I DI RI ANG TERATAI RIIⅣ lAH SAKIT UⅣlUⅣI


DAERAH DRoSOEDI]□ νlAN KEBUⅣ IEN

Yang di persiapkan dan disusun cleh


Ika Erwiana

Susunan Dewan Penguji


つん

gi, S.Kep.Ns, M.Sc)


Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
KTI, Agustus 2016
Ika Erwiana1, Irmawan Andri Nugroho2

ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI


PADA NN. M DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

Latar belakang: Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang baik


parsial maupun total. Pada kondisi tersebut, terjadi perubahan jaringan sekitar
menjadi pergeseran fragmen tulang yang mengakibatkan gangguan fungsi pada
otot dan sendi sehingga muncul masalah hambatan mobilitas fisik. Salah satu
tindakan untuk mengatasi kondisi tersebut yaitu latihan ROM.
Tujuan: Untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan
masalah pemenuhan kebutuhan mobilisasi pada klien dengan masalah hambatan
mobilitas fisik khususnya pada pasien Fraktur Femur dengan ORIF.
Asuhan Keperawatan: Saat pengkajian penulis mendapatkan data klien
mengatakan paha kiri terasa kaku, klien kesulitan dalam bergerak, tampak balutan
luka operasi 40 cm di paha kiri. Hasil pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas atas
kanan dan kiri 5, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 5 dan kiri 2. Masalah
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal dan menyusun rencana keperawatan kaji kekuatan otot, latih
ROM, bantu pemenuhan ADL , edukasi keluarga tentang mobilisasi.
Implementasi dilakukan selama 3x24 jam dengan hasil evaluasi masalah
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal teratasi
sebagian.
Analisis Tindakan: Tindakan keperawatan yang direkomendasikan untuk
menangani hambatan mobilitas fisik adalah latihan ROM.

Kata Kunci: asuhan keperawatan, fraktur, latihan ROM

1. Mahasiswa DIII Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan


Muhammadiyah Gombong.
2. Dosen DIII Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong.

iv
Nursing Studies Program DIII
Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong
Nursing Care Report, August2016
Ika Erwiana¹, Irmawan Andri Nugroho²

ABSTRACT

THE NURSING OF FUILFELLING NEED FOR MOBILIZATION TO


Ms. M IN TERATAI WARD DR. SOEDIRMAN OF HOSPITAL
KEBUMEN

Background: Fracture is the breakdown of bone on tissue continuity either partial


or total. In these conditions, changes in the tissue surrounding the bone fragments
into the shift resulting in impaired function of the muscles and joint so that it
appears the bottleneck problem of physical mobility. One of the measures for
dealing with the condition that the exercise ROM.
Objective: To provide an overview of nursing care of fulfillment mobilization
problems in clients with physical mobility problems barriers, especially in patients
with post ORIF femur fractures.
Nursing Care: Current assessment say the authors obtain client data left thigh
cramp difficulty in moving the client, it appears the operation wound dressing 40
cm on the left thigh. The results of the examination of the upper limb muscle
strength of the right and left 5, right lower limb muscle strength left 5 and 2.
Problems of nursing physical mobility constraints associated with musculoskeletal
disorders and to plan nursing assess muscle strength, train ROM, ADL
compliance aids, educating families about mobilization. Implementation is done
for 3x24 hours with the results of the evaluation of physical mobility barriers
problems associated with musculoskeletal disorders partially resolved.
Analysis Actions: Actions of nursing recommended to overcome the barriers of
physical mobility is a ROM exercises.

Keyword: exercise ROM , mobility, nursing care

1. University Student Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science


Institute of Gombong
2. Lecturer Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science Institute of
Gombong

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Mobilisasi pada Nn. M di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Soedirman Kebumen”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya
kepada yang terhormat:
1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep., Ns selaku ketua STIKes Muhammadiyah
Gombong yang memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.
2. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Soedirman Kebumen yang
telah memberikan ijin tempat untuk melaksanakan ujian komprehensif.
3. Bapak Sawiji, S.Kep., Ns., M.Sc selaku ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
kesehatan di STIKes Muhammadiyah Gombong.
4. Kepala dan seluruh staf bangsal Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr.
Soedirman Kebumen, yang telah membimbing dan membantu dalam proses
ujian komprehensif.
5. Pasien dan keluarga Nn.M yang bersedia bekerja sama dengan senang hati
menjadi pasien kelolaan dan bahan Ujian Komperehensif untuk menyusun
Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak Bambang Utoyo, M.Kep selaku dosen penguji sidang Karya Tulis
Ilmiah yang telah memberikan masukan dan kritikan dalam menyelesaikan
penyempurnaan Karya Tulis Imiah.

vi
7. Ibu Ike Mardiati Agustin, M.Kep.Ns.Sp.J selaku dosen penguji sidang Karya
Tulis Ilmiah yang telah memberikan masukan saran dan kritikan agar
pembuatan Karya Tulis Ilmah lebih baik.
8. Bapak Irmawan Andri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan- masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi
terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Segenap dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong yang telah membimbing dan memberikan materi selama belajar di
STIKes Muhammadiyah Gombong.
10. Keluarga besarku tercinta, terutama Ibu, Bapak, Kakak, Teman Dekat, dan
Saudara yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta
motivasi untuk dapat menyelesaikan kuliah dengan baik.
11. Teman- teman seperjuangan dan sahabatku tercinta yang telah memberikan
semangat, bantuan tenaga, pikiran dan perhatian, sehingga saya dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
memberikan saran dan bantuannya, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
diselesaikan dengan baik.

Saya menyadari bahwa penyusunan dan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karna
itu, saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Harapan
saya semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Gombong, 09 Agustus 2016

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................ii
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ..........................................iii
ABSTRACT ........................................................................................................iv
ABSTRAK ..........................................................................................................v
KATA PENGANTAR ........................................................................................vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan .................................................................................................5
C. Manfaat ...............................................................................................5
BAB II KONSEP DASAR
A. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi..............................7
1. Definisi ........................................................................................7
2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mobilisasi .............................8
3. Tujuan Mobilisasi ........................................................................9
4. Macam-macam Mobilisasi ..........................................................9
B. Konsep Gangguan Mobilisasi: Hambatan Mobilitas Fisik pada Pasien
Post Operasi ORIF ..............................................................................10
1. Definisi ........................................................................................10
2. Tahap-Tahap Mobilisasi pada Pasien Pasca Operasi ..................10
3. Fisiologi Penyembuhan Tulang ...................................................11
C. Manajemen Hambatan Mobilitas Fisik ..............................................12
1. Pengkajian Mobilisasi .................................................................12
2. Pengaturan Posisi Tubuh Sesuai Kebutuhan Pasien ....................13
3. Latihan Gerak ..............................................................................14
D. Managemen Hambatan Mobilitas Fisik: Rentang Gerak Sendi (ROM)
1. Definisi .........................................................................................16
2. Indikasi Latihan Rentang Gerak Sendi (ROM) ............................16
3. Manfaat ROM ...............................................................................17
4. Macam-Macam ROM ...................................................................17
5. Prinsip Latihan ROM ...................................................................18
6. Standar Operasional Prosedur ROM ............................................18
E. Keefektifan Terapi Gerak Sendi (ROM) Sebagai Intervensi Mengatasi
Hambatan Mobilitas Fisik ....................................................................20

viii
BAB III RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian ..........................................................................................23
B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan ..........................................26
C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ...............................................27
BAB IV PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan .......................................................................34
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik .......................35
2. Hambatan mobilitas fisik ..............................................................37
3. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif ..................39
B. Proses Keperawatan .............................................................................40
C. Analisis Tindakan Latihan Gerak Sendi (ROM) pada Pasien Post ORIF
Fraktur Femur ......................................................................................51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................56
B. Saran ...................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Laporan Pendahuluan


Lampiran 2. Asuhan Keperawatan
Lampiran 3. Jurnal Keperawatan Indonesia 1
Lampiran 4. Jurnal Keperawatan Indonesia 2
Lampiran 5. Jurnal Keperawatan Indonesia 3
Lampiran 6. Jurnal Keperawatan Luar Negeri
Lampiran 7. Lembar Konsul Pembimbing

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sebagian besar mahluk hidup di dunia ini membutuhkan gerak untuk
menunjang kelangsungan hidupnya. Terutama pada manusia, kebutuhan
mobilisasi atau pergerakan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat
penting dan selalu disarankan serta diinginkan oleh masing-masing individu.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas,
teratur, dan tanpa hambatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilisasi berguna untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit terutama pada penyakit degeneratif ataupun untuk aktualisasi
(Mubarak dan Nurul, 2007). Mobilisasi juga diperlukan untuk mengatur
sirkulasi, membuat nafas dalam dan menstimulasi kembali fungsi saraf agar
bisa menggerakan kembali bagian yang mengalami kelemahan (Perry &
Potter, 2006).
Faktor yang sering mempengaruhi mobilisasi menurut Kozier (2010),
antara lain proses penyakit, trauma, kebudayaan, tingkat energi, usia, dan
status perkembangan. Faktor penghambat mobilisasi paling mendominasi
ialah karena trauma, bisa trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma
ringan. Trauma langsung misalnya, benturan pada tulang, biasanya penderita
terjatuh dengan posisi miring dan langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur
berjauhan, seperti terpleset di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan
yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau
underlying deases atau fraktur patologis (Sjamsuhidayat dan Wim de Jong,
2010).
Yang paling umum terjadi trauma karena kecelakaan lalu lintas. Kejadian
tersebut didukung oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mencatat di
2

tahun 2011 terdapat lebih dari 7 juta orang mengalami masalah fraktur
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan
fisik. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan
sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur
yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Pada 45.987 peristiwa terjatuh,
terjadi fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan
lalulintas, terjadi fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%). Sedangkan pada
14.127 kasus trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak
236 orang (1,7%). Di Sulawesi Utara khususnya di Irina A BLU RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado jumlah pasien fraktur pada bulan Januari sampai
bulan Mei 2011 sebanyak 97 orang.
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total
maupun parsial akibat ruda paksa (Perry & Potter, 2006). Fraktur ada dua
macam, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup yaitu
fraktur yang tidak ditemukan adanya kerusakan jaringan kulit luar. Sedangkan
fraktur terbuka adalah fraktur yang mengalami kerusakan jaringan luar dan
tulang di dalamnya (Perry & Potter, 2006). Fraktur saat ini merupakan
penyakit muskulosekeletal yang telah banyak dijumpai di pusat-pusat
pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan, WHO (World Health
Organization) telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi “Dekade
Tulang dan Persendian”.
Fraktur ektremitas bawah memiliki insiden yang cukup tinggi terutama
batang femur 1/3 tengah, insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada
10.000 jiwa penduduk setiap tahun (Kozier, 2010). Terdapat kasus di ruang
Orthopaedi rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dari data 10
besar fraktur, fraktur femur menempati urutan teratas dengan rata-rata 13
kasus perbulan pada tahun 2005. Sedangkan pada bulan Juni 2006 terdapat 14
kasus fraktur femur dari jumlah 65 kasus fraktur yang dirawat (21,53%).
Mereka berasal dari wilayah sekitar Banyumas dengan tingkat ekonomi dan
tingkat pendidikan yang berbeda (Lukman, 2009).
3

Diantara pasien fraktur terdapat 300 ribu orang menderita kecatatan yang
bersifat menetap sebesar 1% sedangkan 30% mengalami kecacatan yang
bersifat sementara (WHO, 2008). Penanganan fraktur dibagi melalui dua
metode, yaitu metode konservatif dan metode operatif. Pada penanganan
denga metode konservatif diantaranya dengan pemasangan gips dan traksi.
Penanganan dengan metode operatif yang paling sering dilakukan yaitu
dengan cara membuka jaringan setempat yang mengalami perpatahan dengan
disertai penggunaan internal fiksasi (Muttaqin, 2008).
Berdasarkan data medical record dari RSUD Gambiran Kediri
menunjukkan total pasien yang mengalami fraktur ekstremitas bawah tahun
2010 sebanyak 323 pasien, khusus dari Ruang Bedah 267 pasien dan pasien
yang menjalani ORIF 209 pasien (78,28%). Sedangkan dari hasil studi
pendahuluan di Ruang Bedah RSUD Gambiran Kediri pada bulan Juli 2011
sampai dengan bulan September 2011 ada 36 pasien fraktur ekstremitas
bawah yang menjalani ORIF.
Pada pasien post ORIF sering terjadi komplikasi diantaranya, mengalami
nyeri, bengkak, kesemutan, penurunan kekuatan otot, kontraktur (Werner,
2009). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 18
Oktober 2012 sampai dengan 27 Oktober 2012 di Ruang Rawat Inap Trauma
Centre, dari 20 orang pasien dengan fraktur femur terpasang fiksasi interna
didapatkan 16 orang klien mengalami gangguan fleksibilitas sendi lutut
dengan fleksi kurang dari 70º. Sedangkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di Rumah Sakit Ortopedi di Ruang Parang Seling 99% pasien
mengalami penurunan kekuatan otot. Komplikasi tersebut terjadi dikarenakan
pasien tidak mau atau kurang melakukan mobilisasi ditambah peranan perawat
yang masih kurang.
Menurut Studi Pendahuluan di Rumah Sakit Gambiran Kediri, perawat di
Ruang Bedah hanya sekedar menganjurkan pasien untuk melakukan
mobilisasi dengan menggerak-gerakan anggota badan yang di operasi. Akan
tetapi karena ketidaktahuan pasien akan pentingnya mobilisasi, pasien justru
takut melakukan mobilisasi sehingga berdampak pada banyaknya keluhan
4

yang muncul. Kebanyakan pasien menganggap jika terlalu banyak gerak tidak
akan sembuh, sehingga peredaran darah tidak lancar dan akhirnya berdampak
pada proses penyembuhan luka (vaskularisasi, inflamasi, proliferasi, dan
granulasi) menjadi tidak dapat berlangsung maksimal (Perry & Potter, 2006).
Melihat fenomena tersebut, perawat memiliki peranan penting yang sangat
dibutuhkan oleh pasien-pasien fraktur salah satunya pasien pasca ORIF dalam
program rehabilitasi mobilisasi untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih parah. Burnwell, telah melakukan penelitian pada 127 orang pasien
fraktur femur yang di tatalaksana dengan ORIF dan di lakukan rehabiltasi
berupa terapi mobilisasi dini. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian
tersebut adalah bahwa risiko kekakuan sendi semakin kurang apabila pasien
melakukan mobilisasi dini pasca ORIF (Muttaqin, 2008).
Untuk mengatasi permasalahan diatas, upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah komplikasi pasca ORIF yang lebih berat diperlukan intervensi
mobilisasi dini berupa latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak (ROM)
adalah pergerakan maksimal yang mungkin bisa dilakukan oleh sendi tersebut
(Kozier dkk, 2010). Latihan rentang gerak bisa dilakukan oleh pasien itu
sendiri (gerak aktif) atau gerak dengan dibantu oleh perawat (gerak pasif).
Latihan rentang gerak, baik pasif maupun aktif sedikitnya 2 kali sehari dapat
meningkatkan kekuatan otot (Craven & Hiller, 2009).
Latihan dalam batas terapeutik diantaranya latihan aktif meliputi menarik
pegangan di atas tempat tidur, miring kanan dan kiri, fleksi dan ekstensi kaki.
Pada latihan rentang gerak aktif perawat berperan sebagai motivator dan
membimbing pasien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi yang normal. Untuk latihan rentang gerak
pasif dilakukan dengan bantuan perawat pada setiap gerakan-gerakan karena
biasanya diberikan pada pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak secara mandiri, pasien
tirah baring total. Sendi yang digerakkan pada rentang gerak pasif adalah
persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan pasien tidak
5

mampu melakukannya secara mandiri, misalnya perawat mengangkat dan


menggerakan kaki pasien dengan rotasi tertentu (Muttaqin, 2008).
Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan pengelolaan
kasus fraktur femur dengan menerapkan intervensi terapeutik latihan rentang
gerak (ROM) aktif dan pasif sebagai bentuk aplikasi keperawatan yang
kemudian dituangkan pada sebuah karya tulis ilmiah berjudul “Asuhan
Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Pada Nn. M di Ruang Teratai
RS Dr. Soedirman Kebumen”.

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ada dua macam, yaitu :
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran hasil asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
2. Tujuan khusus
a. Memaparkan hasil pengkajian pada klien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan mobilisasi.
b. Memaparkan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
c. Memaparkan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
d. Memaparkan implementasi tindakan keperawatan pada klien dengan
gangguan pemenuhan mobilisasi.
e. Memaparkan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi.

C. Manfaat
1. Manfaat Keilmuan
Menambah ilmu dan wawasan bagi penulis dalam menerapkan
konsep- konsep asuhan keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan pemenuhan mobilisasi.
6

2. Manfaat Aplikatif
a. Manfaat untuk rumah sakit
Agar dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi guna
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada klien dengan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi dengan intervensi latihan ROM di
RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
b. Manfaat bagi institusi pendidikan
Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan dokumentasi agar
dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran berupa karya tulis
ilmiah.
c. Manfaat bagi pembaca
Sebagai salah satu media belajar dalam menyusun suatu karya
tulis ilmiah khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pemenuhan mobilisasi.
d. Manfaat bagi penulis
Merupakan pengalaman berharga dari penulis dalam menerapkan
ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan khususnya asuhan
keperawatan terhadap klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
mobilisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Bowden, V.R & Greenberg, C.S. 2008 . Pediatric Nursing Procedures. Second
Edition. Philadelphia: Lipincot William and Wilkins.

Craven dan Hiller. 2009. Fundamental of Nursing, Edisi 9. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Eldawati. 2011. Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi Terhadap


Kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas
Bawah Di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Program pasca sarjana
universitas Indonesia. Jakarta.

Ellis, JR & Bentz, PM.2007. Modules for Basic Nursing Skills.Philadephia:


Lipincot William and Wilkins.

Herdman, T Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan


Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014. Made Sumawarti & Nike Budhi
Subekti 2012. (alih bahasa).Jakarta: EGC.

Herdman, T Heather. 2015. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan


Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba


Medika.

Kisner,Carolyn and Lynn Allen Coiby. 2007. Therapeutic Exercise Foundations


and Techniques, F. A. Davis Company, Philadelphia.

Kozier, B, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses &
Praktik (7th ed, 2nd vol). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Lukman. 2009. Kecelakaan Penyebab Fraktur. Jurnal Epidimiologi Keperawatan:


Salemba Medika.

Mintarsih Sri dan Nabhani. 2015. Pengaruh Latihan Range of Motion Terhadap
Peningkatan Kemampuan Fungsi Ekstremitas Sendi Lutut pada Pasien Post
Operasi (Orif) Fraktur Femur. Seminar Nasional Hasil- Hasil Penelitian dan
Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu 26
September 2015.
Mubarak, Wahit Iqbal & Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktik, Penerjemah Eka Anisa Mardella,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Parmar, S, MPT et al (Sancheti institute for orthopedics and rehabilitation, Pune,


Maharashtra, India). 2011. The effect of isolytic contraction and passive
manual stretching on pain and knee range of motion after hip surgery: A
prospective, double-blinded, randomized study. Hong Kong physiotherapy
Journal (2011) 29, 25-30.

Potter, P. A, & Perry, A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, & Praktik.Vol 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Purwanti, R dan Purwaningsih, W. 2013. Pengaruh Latihan Range of Motion


(ROM) Aktif terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Post Operasi Fraktur
Humerus di RSUD Dr.Moewardi. GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013.

Rismalia, Rizka. 2010. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Pasien Pasca


Operasi Appendectomy tentang Mobilisasi Dini di RSUP Fatmawati. Di
akses dari http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/skripsi%20lengkap.pdf
pada tanggal 04 Juli 2016 pukul 13.47 WIB.

Reni, P. G dan Armayanti. 2014. Pemberian Latihan Rentang Gerak terhadap


Fleksibilitas Sendi Anggota Gerak Bawah Pasien Fraktur Femur Terpasang
Fiksasi Interna di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Ners Jurnal Keperawatan
Volume 10 No 1, Oktober 2014: 176-196.

Tamsuri. 2007. Konsep dan Pentalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidayat, R, & Jong, W. D. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, S.C, & Bare, B.G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart(8th, 3rd Vol.) . Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah D.E. 2008. Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal: Seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.

Werner, D. 2009. Disabled village children a guide for community health


workers, and families. California: The Hesperian Foundation.
WHO. 2008 . Essential Surgical Care: Injuries of the lower extremity,
www.who.int/entity/substance_abuse/wha-57_11.pdf. Diunduh tanggal 02
Juni 2016.

Widuri, Hesti. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Edisi 9. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR

Di Susun Oleh:
Ika Erwiana
A01301765

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMDADYAH
GOMBONG
2016
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

A. Pengertian
1. Fraktur adalah terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh
tulang/bahkan tulang rawan (Musliha, 2010).
2. Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah)
dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada paha (Helmi, 2012).
3. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu
tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal
fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu
intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. ((FKUI dalam
Jitowiyono, 2010 : 15).
Kesimpulan dari fraktur femur adalah patah tulang yang mengenai
daerah tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan akibat
dari kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya tumor,
infeksi, pada pendertia penyakit paget) yang mengakibatkan kerusakan
jaringan tulang paha dan biasanya dilakukan tindakan pembedahan berupa
ORIF.
B. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalamklasifikasi penyebab, klasifikasi jenis,
klasifikasi klinis, klasifikasi radiologis (Helmi, 2012).
1. Klasifikasi Penyebab
a. Fraktur traumatik

2
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut
sehingga terjadi fraktur.
b. Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang
yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya.
Tulang seringkali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang
paling sering dari fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer
maupun metastasis.
c. Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
2. Klasifikasi Jenis Fraktur
Menurut Helmi (2012) fraktur dapat dibedakan menjadi beberapa
klasifikasi:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
- Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
- Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

3
- Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
- Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
- Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).

4
f. Berdasarkan posisi frakur, sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
g. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.

C. Anatomi Fisiologi tulang Femur


Tulang bukan saja merupakan kerangka penguat tubuh, tetapi juga
merupakan bagian untuk susunan sendi dan disamping itu pada tulang melekat
origo dan insertio dari otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga mempunyai fungsi sebagai tempat mengatur dan menyimpan kalsium,
fosfat, magnesium dan garam. Bagian ruang di tengah tulang-tulang tertentu
memiliki jaringan hemopoietik yang berfungsi untuk memproduksi sel darah
merah, sel darah putih, trombosit (Helmi, 2012). Secara anatomis, bagian
proksimal dari tungkai bawah antara girdel pelvis dan lutut adalah paha,
bagian antara lutut dan pergelangan kaki adalah tungkai (Paulsen,2013).
1. Femur
Bahasa latin yang berarti paha adalah tulang terpanjang, terkuat dan
terberat dari semua tulang pada rangka tubuh.
a. Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk
beartikulasi dengan asetabulum. Permukaan lembut dari bagian kepala
mengalami depresi dan fovea kapitis untuk tempat perlekatan ligamen

5
yang menyanggah kepala tulang agar tetap di tempatnya dan membawa
pembuluh darah ke kepala tersebut.
b. Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur masuk
dengan pas ke asetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125˚ dari
bagian leher femur. Dengan demikian, batang tulang paha dapat
bergerak bebas tanpa terhalang pelvis saat paha bergerak.
c. Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari 125˚)
karena pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek.
d. Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang tebal,
yang terus memanjang sebagai batang. Garis intertrokanter pada
permukaan anterior dan krista intertrokanter di permukaan posterior
tulang membatasi bagian leher dan bagian batang.
e. Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol. Trokanter
besar dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan otot untuk
menggerakan persendian panggul.
f. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu tanda saja.
Linea aspera, yaitu lekak kasar untuk perlekatan beberapa otot.
g. Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan kondilus
lateral.
1) Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar dengan
fosa interkondiler yang terletak di antara keduanya. Area triangular
di atas fosa interkondiler disebut permukaan popliteal.
2) Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan lateral berada di
atas dua kondilus besar. Permukaan artikular halus yang terdapat di
antara kedua kondilus adalah permukaan patellar. Yang berbentuk
konkaf untuk menerima patella (tempurung lutut).
2. Komponen Jaringan Tulang
a. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan).
b. Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit),
yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.

6
c. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70%
dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan
ketegaran tinggi pada tulang.
d. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan.
3. Fisiologi Sel-sel Tulang
a. Osteoblas
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi.
b. Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi.

D. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan. (Sjamsdjuhidayat, 2006)

7
E. Manifestasi Klinis
Menurut Muttaqin, 2014 fraktur dapat ditandai dengan adanya:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
6. Peningkatan temperatur lokal
7. Pergerakan abnormal
8. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
9. Kehilangan fungsi

F. PATOFISIOLOGI
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma atau
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka

8
bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-
sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Corwin, 2009: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan
rusaknya serabut otot dan jaringan otot. Pada reduksi terbuka fiksasi interna
(ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun
pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi (Price, 2010: 1192).

9
G. PATHWAY

Sumber: Corwin, 2009

H. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran
fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur
fraktur yang kompleks.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

10
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
d. Pemeriksaan lain-lain
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
4. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
5. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
6. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
7. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
8. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

I. KOMPLIKASI
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

11
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki
usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak
mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau
trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur (syamsdjuhidayat,2009) adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gipsyang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh.

12
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang
patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
- Traksi kulit (skin traction)
- Traksi skeletal
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang.
1) Fiksasi Interna
Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )
Menurut (Helmi, 2012) terdapat 5 metode fiksasi internal yang
digunakan, antara lain:
- Sekrup kompresi antar fragmen
- Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah
- Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar
- Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan
tibia
- Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal
dan distal femur
Indikasi ORIF :

13
- Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur
avulse dan fraktur dislokasi.
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur
antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang
lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur
2) Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction
Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini
memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur
atau remuk
Indikasi OREF :

- Fraktur terbuka derajatI II


- Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
- Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
- Fraktur Kominutif
- Fraktur Pelvis

K. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. IdentitasKlien
Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, no register dan tanggal MRS.
b. Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila
digerakkan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu.

14
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
d. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
e. Riwayat penyakit dahulu
Di dalam anggota gerak tidak/ada yang pernah mengalami penyakit
fraktur/penyakit menular.
2. Pola-pola fungsional
a. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan akibat adanya
luka operasi sehingga perlu dibantu baik perawat maupun klien.
b. Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat px mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri luka post op.
c. P ola persepsi dan konsep diri
Setelah px mengalami post op pasien akan mengalami angguan konsep
diri karena perubahan cara berjalan akibat kecelakan.
d. Pola sensori dan kognitif
Biasanya pasien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya
kerusakan jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke
dalam jaringan.
e. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pasien pada post operasi akan mengalami gangguan/
perubahan dalam menjalankan ibadahnya.
f. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

15
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
g. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
h. Pola Tidur dan Istirahat.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur .
i. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain.
j. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
k. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.

16
3. Pemeriksaan fisik
a. Pada pasien post op terdapat adanya perubahan yang menonjol pada
sistem integumen seperti warna kulit, tekstur kasar ada / tidak, terjadi
rembesan darah pada luka post op ada / tidak.
b. Sistem Ektremitas dan Neurologis
Pada pasien fraktur, post op ekstremitas kaki tidak bisa digerakkan
dengan bebas dan terdapat adanya jahitan apa tidak.
c. Sistem Respirasi
Biasanya pada pasien post op fraktur ada / tidak perubahan yang
menonjol seperti bentuk data ada / tidaknya sesak nafas, suara
tambahan, pernafasan cuping hidung.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan,
prosedur bedah,immobilisasi
c. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entrée luka fraktur femur
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
.
C. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL


1 Nyeri b.d TUJUAN: 1. Kaji ulang tingkat skala nyeri
kerusakan 2. Jelaskan sebab- sebab
Dalam waktu Nyeri
neuromuscular, timbulnya nyeri
berkurang dan
gerakan 3. Anjurkan klien untuk
terkontrol
fragmen melakukan tenik relaksasi dan
tulang, edema, distraksi

17
cedera jaringan KRITERIA HASIL 4. Kolaborasi dengan tim medis
lunak, dalam pemberian obat anti
a. Nyeri berkurang
pemasangan biotik.
(skala nyeri : 0)
traksi, 1. untuk mengetahui /
b. Klien tidak
stress/ansietas. menentukan tingkat
menyeringai/
keparahan.
Klien tampak
2. menambahn
tenang.
pengetahuan individu
c. Nyeri berkurang
terhadap penyakitnya.
atau hilang,
3. mengantisipasi lebih
awal bila timbul nyeri.
4. membantu untuk
membatasi nyeri dan
antibiotik untuk
mencegah dan
mengatasi infeksi.

2 Gangguan TUJUAN 1. Pertahankan pelaksanaan


mobilitas fisik aktivitas rekreasi
Klien mampu
berhubungan terapeutik (radio, koran,
meningkatkan /
dengan nyeri, kunjungan
mempertahankan
pembengkakan, teman/keluarga) sesuai
mobilitas pada
prosedur keadaan klien.
tingkat yang paling
bedah, 2. Bantu latihan rentang
tinggi.
immobilisasi gerak pasif aktif pada
ekstremitas yang sakit
KRITERIA HASIL
maupun yang sehat sesuai
a. memprtahankan keadaan klien.
posisi 3. Berikan papan penyangga
fungsional, kaki, gulungan
b. meningkatnya trokanter/tangan sesuai

18
kekuatan / indikasi.
fungsi yang 4. Bantu dan dorong
sakit dan perawatan diri
c. menunjukkan (kebersihan/eliminasi)
teknis yang sesuai keadaan klien.
memampukan 5. Ubah posisi secara
melakukan periodik sesuai keadaan
aktivitas. klien.
6. Dorong/pertahankan
asupan cairan 2000-3000
ml/hari.
7. Berikan diet tinggi kalori
tinggi protein.
8. Kolaborasi pelaksanaan
fisioterapi sesuai indikasi.
9. Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan
program imobilisasi.
10. Meningkatkan sirkulasi
darah muskuloskeletal,
mempertahankan tonus
otot, mempertahakan
gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi
kalsium karena
imobilisasi.
11. Mempertahankan posis
fungsional ekstremitas.
12. Meningkatkan

19
kemandirian klien dalam
perawatan diri sesuai
kondisi keterbatasan klien.
13. Menurunkan insiden
komplikasi kulit dan
pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)
14. Mempertahankan hidrasi
adekuat, mencegah
komplikasi urinarius dan
konstipasi.
15. Kalori dan protein yang
cukup diperlukan untuk
proses penyembuhan dan
mem-pertahankan fungsi
fisiologis tubuh.

2 Resiko infeksi TUJUAN 1. Lakukan perawatan luka


berhubungan dengan teknik aseptic
3X24 jam resiko
dengan luka 2. Inspeksi luka,perhatikan
infeksi berkurang,
fraktur femur, karakteristik drainase.
bebas drainase
terputusnya 3. Awasi tanda-tanda vital.
purulen atau eritema
kontinuitas 4. Kalaborasi Pemberian
dan demam.
jaringan akibat antibiotik.
prosedur 5. Analisa hasil pemeriksaan
pembedahan. laboratorium (Hitung
KRITERIA HASIL darah lengkap, LED,
Kultur dan sensitivitas
a. Luka bersih
luka/serum/tulang)
b. Tidak ada pus
6. teknik aseptic dapat
atau nanah
mengurangi bakteri

20
c. Luka kering pathogen oada daerah
luka.
1. untuk mengobservasi
keadaan luka,
sehinggga dapat
menentukan tindakan
selanjutnya.
2. tanda-tanda vital untuk
mengetahui keadaan
umum klien
3. antibiotic dapat
membunuh bakteri
yang dapat
menyebabkan infeksi.
4. Leukositosis biasanya
terjadi pada proses
infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat
terjadi pada
osteomielitis. Kultur
untuk mengidentifikasi
organisme penyebab
infeksi.

4 Gangguan TUJUAN 1. Kaji kulit dan identifikasi


integritas kulit pada tahap perkembangan
a. ketidak
berhubungan luka.
nyamanan klien
dengan fraktur 2. Kaji lokasi, ukuran,
hilang
terbuka, warna, bau, serta jumlah
b. Mencapai
pemasangan dan tipe cairan luka
penyembuhan
traksi (pen, 3. Pantau peningkatan suhu

21
kawat, sekrup) luka pada waktu tubuh.
yang sesuai. 4. Berikan perawatan luka
dengan tehnik aseptik.
Balut luka dengan kasa
kering dan steril, gunakan
KRITERIA HASIL
plester kertas.
a. tidak ada tanda- 5. Kolaborasi pemberian
tanda infeksi antibiotik sesuai indikasi.
seperti pus. 6. Pertahankan tempat tidur
b. luka bersih tidak yang nyaman dan aman
lembab dan (kering, bersih, alat tenun
tidak kotor, kencang, bantalan bawah
c. Tanda-tanda siku, tumit).
vital dalam batas 7. Masase kulit terutama
normal atau daerah penonjolan tulang
dapat dan area distal bebat/gips.
ditoleransi. 8. Lindungi kulit dan gips
d. mencapai pada daerah perianal.
penyembuhan 9. Observasi keadaan kulit,
luka sesuai penekanan gips/bebat
waktu terhadap kulit, insersi
pen/traksi.
10. mengetahui sejauh mana
perkembangan luka
mempermudah dalam
melakukan tindakan yang
tepat.
11. mengidentifikasi tingkat
keparahan luka akan
mempermudah intervensi.

22
12. suhu tubuh yang
meningkat dapat
diidentifikasikan sebagai
adanya proses peradangan.
13. tehnik aseptik membantu
mempercepat
penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya
infeksi.
14. antibiotik berguna untuk
mematikan
mikroorganisme pathogen
pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.
15. Menurunkan risiko
kerusakan/abrasi kulit
yang lebih luas.
16. Meningkatkan sirkulasi
perifer dan meningkatkan
kelemasan kulit dan otot
terhadap tekanan yang
relatif konstan pada
imobilisasi.

DAFTAR PUSTAKA

23
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Monica Ester, Penerjemah
Jakarta: EGC

Helmi, Zairin Noor.2012.Buku Ajar Gangguan Musculoskeletal. Jakarta: Salemba


Medika.

Musliha.2010.Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta: Nuha Medika

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Paulsen, F dan Waschake J, 2013.sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Anatomi


Umum dan Sistem MuskuloSkeletal.

Price & Wilson, (2010). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyaki.Volume 2. Edisi 6. EGC : Jakarta.

Smeltzer dan Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II.
Edisi 8. Agung Waluyo, Penerjemah. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat R., (2009). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta

24
■ ■
AsuHAtr ktPrgft,untas PA?A No. M pfp6AN 6Arr66uAN
qr6T€M [,tusFuLost/€lErAt, ' P%I DP\F +RAF'ruR {€Mut? t{to
ワl RuA゛ C τQA筆 t Rじ Ml熱 5AktTじ Mυ Mつ 托 轡` 単
Ppor 0R 9o€0\R MA u K€l?uMrN

臥 SoNn ,teh i
tlKAじ Rヽ噸:AN A
ハOt欲 メ10ら

?f%nAu S{uDr Dltt K€P€RAmtAtr s€toLftt{ TtP66t


\LVru K€S€ttAtflN MU.tt 6WV*prU *F 6owrBcu6
aolら

/
LtM6sB ?tsoesnrtRtt
ASυ ttAN \I€?€BFTDATAN' ?40 A tln . M Dt 1164r.)

cAp60υ A゛ srsT€M MunurLog\re LtfiL' ?osr o(rf T€MuR


4{ ARt \re -O BUANG 'tEK6TAt Rs PS

9t Sgah [ao
?ada \e$qqil :

t'4engetahu,

?emUinnbrno A\rMern' L Pern\:rmbirrq

7 t


ジへ
Dal傘

lバ p
Asじ キ Ft?ε ?ハ いムTAN PA,ハ Nrl.Mつ c● 6AN
GAP66uAtv stg1EM Mvs(.u Lost,c€u€TAL , Posr oRrF +€MuR
S\\ulSlRA Dt PvAtLe T€R6{A( RUu,tAkt SA卜 tて
しMυ M ,Ac解 ハ魚 PROf p?・ 500り teW K物 樅tP

o8t
laι ら w喝 快鶴130 :≦ 帥lo)ら o ltt9i aθ
KuSrra YetqkaJien ', Kuano fuatat `ら

Jam Punglraj(an ftrlcu \ t]. ca レ


OtB

A.∽ Ook飢 13n


l la90ttt鉢 ?a`咤 Q ッ βり .

Nam∂ :NO M
りmur . eb hhun
JsQis keiam{n , ??fsrrL&m
A`an3 i tst3R■

,'
Atamac f,dt336ee
funA,ditao. g\,rp

Dx Medら OKtf {ralr.tur &m,}r Sinrstro .H+o


ド。 : 多la260
`M mfl,iut
lanqaat a8Mo"t6 7υ `lら ・
υ 00ω ヽ
6


a ?qtanq6o(\g Jautab
In_ P
Ulnur ,1^L2hun
Jp,rus l<etamin , laKi - rat i
fllarnat : $likerso
WberSnarr : ηt明 ら tい rta pめ

‖ubv錫 艘 : 年
tatta惣 仇andυ Q多

Rrway4l Yese6altr\
r. keluhan utarre
k債 9Q mooら ctυ ヽ nucri ャα族
ι La 。19「陀9i │り

2.RIω α 先
毯七Pcnり ALit ,tatだし o
Fasigx. Nn-M (a6 tar,un) &*+aog vv tco Rst,D Kebotnen p6d| +a$qqs\
■8Mは QOtも PUKUt t多 ‐ 00い つ fU」 υKar よar lり 叩萩h Sα 攪腱 れ町1励敏 Mdiヒ
den0nn [g\uh0[ litjuri ?AdL\ peh{r \rrrt p09L lyewtaizar,. tatu'lint&s ,
\,rAti +rdctt &rVat dtqeruwv"$n , ;LrtrL benAfat. getAatrr drtnfruuao.
小Qttα ttm やrtts 満 脇D い腕│ 卜 多υω℃ しいo■ ハ い。たLに 9絆 り λ n9
■はMi・
iaa\. s$g\41] Nn.U bq.Mda dr rv'Ifiq αQら torα
rじ 慣11 っ
tsra'tot ,に02■ 1800Sじ
[<(ten n多 dt
\BlrLsvnT
lerrcan&t ao un.Lut< dr laruran. 0Perast (citD) darumt oFtf Pr{.aot8
?ada taog0e\ ,0 wi a0l6 tltru\ l0.oo (,uig, se@[ah tl?grast drl8tukan
rorutge0. \)@ag Nasih ada byl\lv, *v\frr"q ?afta tJCtrA rg+,LV
LB\u Llien di tmcnnamn. u[tut< D?erasi DBtf Wdva ?r'da *an6qa\
Ao [4ei Bllb Puku( to.oo tut9 . thetuffr ofgrasr oBtF Wl.va k0en
$eMoprut fgfrirn cl4rxft DKA 9f ecosi oBtr 6n1.0 Pgrcnq'0 Putut O0-]o
s“ t マOrtoLめ 13Q ′仇潔 t i次 fつ Oat % M91 θOtら い ドυt t7・ ∞

vasiun t1\90ff9[ef, fiugri wd6 luka o?erflri skata 1 , ftwt Ltrdnv,a


dgnUut , ftUerl httnna ttnh:t +8? Ua W|.nft. , (Wert bertarnban saat
7∂ S9Q Prgeuttto ルte
積眈λ恥 鰤 ″膊♭αレ tn F′ 鹿 f′ ‖鉢武
PErnunksaan 4ond'a - tanAa Vtt.61 'lp trnlnrt{.s , Nladi bxfmwrt,
RR ^b/oq *grgo.sancl lnpse Pc
avx/lygxlt , Su,hr zb,y'c t<lten hrRsih.
e0 ,Wrn dr [0ngan lrfiruon , wlrhtilr\g \1"s$aLw urrn , daw 4amyav
材1帆 8, Iυ い 。 π〔鶴i 洗 ?8ha濾 (: み[to明 敗lpf 沈鰍Cn.″髯ぃPo“
Igmua l,e0,hutuhon fiLr.t0ifasrrujA di hantt; Ueluarsanga. FaEren
fllgnda?qt {unnpi 0bac PgM +b\Aqa\ ?b Mei aot"b t4 attv [nJeFsi
WtorO\ac 30 W , Ce1.lsia.en I 4rern , AAI f&rLlti o{inf bo YYtg .

a Rr,,uau&t 2enuafut ?ahulu


Palgh lanelの 餞atfr暉 s%aυ mゅ り 3 ケlaaК マern αh 次 raω at a、
t `んαり m00鯛 、 徴 nt 免世it りぬ0珍 S"0“ : ダ Oι 颯

αng

klreft fY\e(\q0LtAW$. *tdrrl,t r^ernPvtutJa( rtw?"qe\ 0\Vrqt 0♭ at)


`慾

binamoa , F!.cual hakctnan vdcLtLg '

4 RfuuaUor penURtr.it lte\;Xrqa


隧 m mentta卜 an 販人供19a l「 出 ヒc政〕 りAng mο odef腱 8
υ
5EWrti Paqm. lQluarg a mengaLaKao ffiA\10 +0,;0 trtigp. ttwng'a|a'
煤)o.い eは o9o31 に仇唸れa pOnゝ aに t uv"ご Aっ ah)洪 ´Q P8"´
l‐

′∂ω
♭83h6ル υ ).
5 60oO② f〔]、 3

ノ`
liV“
一 ― ― ―
99り 了
色 ― ― ヽ ― ― 一 ―
― ^―


=


6 Po{A Wnquesim fυ Q4∫ 10031 vi↑ ヽ
らヽ13 社ea赫 ,On
a Pola otisiopnaci
t0bBtum ,fihrt :
k「 ヒan 臨沈
on m。 明鋭α anO M"郎 a Sesev trB{as d,
a ほ『1 .
MA+, drhui : '441an
に信 aaム
ol mtrt48taLan 沈飩M
ダ淡 ttλ ∫
a [vsdh na{as ,

R8釣 Xれ 机lt・
I Pota flufiisr'
S}bgLvrn te(Lti : Lllon moua(3Lan ma軋 3Q ttx schaば (18菫 ,∫ a90fっ ね00
沈 αQ mtQom h6鴨 3 blt3 SOLa♭ ts mattι n lん る91a∫ .

L慣 On w錦 激a協 肌em呻 じnり a alorの i maほ nけ ぁ り


0′ .

ta,il+. drkatt : にm mm② 激aIん an rに 切レ


tじ Q 3x/harr Pocsぼ habは ,

MiQU帥 多-4 001び


c. ?ota 0[rminasi
SAtWLvn SLtLt,+-眈 o砒 αttαR ら
F9Q Nl御 ′ :
Aじ lド /haば ,9AF a_3X/hari,

mtttri taれ ?a battan


saM dttra;i : ktiι n rYuり 姓αに r gら 洗 ma∫ υ位 ♂肌Pai
兜慣額a暖 )♭ otυ は“税へ ら,ケ“ 0〔 P"ι QZ “
既 ∝er,oげ n
み dertth 陀 鶴けrt9an.
メ.的 指 1に
SO♭ 2(om`aLrt:賊
"itas 30 mttat∂ anわ o「 λttiり 臨 ξ πン4磁耐て やao,a
ban4υ 31 “
sa鵠 洗Lai : 晰on me貶)acIに υn semυ a え眈lvft8, M89Ch alb師
晦toaroa.れ L2Q "tυ m mam″ υ mir〔 00 1綬 ∝tOは C・
│.′ ο13 1史 fa腹
∫Qbetom sα れ:毛 : 蹴帥 晦 鴨飾光an'慮 υ 〔6‐ 7腱 m∫ehari)に しυβ
l「 muっ 創ぬ賎ゝ n daは に1 小次υC n3明 .

saa 洗にぁi : 蹴on m3■ Oaamn sOは n940r斃 鴨 じ■ に■ma Qり e口「

J


l

り‐ヵta ttr?8Latan
党い0し m 飢はt = tton慨 り 醸ばれ 雨 n metら 4ai漁 ャattatan sttt8?b『 J
一 ―一 一 ―
雨蔽 磁 融薇 Vba山 い .
18社 洗ヒ 鶴i : ヒ 慣oQヽ 2的 餡 鯰 Q bQ『 ?amtan ao∞ 3o aib卿 にυ 厖ぃだ
「 増0
生士咀 幽 1ゝゞ́ __― ―‐
鶴鈍aLan lT而面 ¬ フ 面 丁 面 y函 狂 ′x/ね ∂

∫働山 mm:mOn憾 ,

畝n bOr`娩 山 Q 免彼 は Mauけ r
_%3七 小k電 1__二 呼,1_均 鈍 Mヽ υtt RS StLatグ ol♭ 3鬱
蜘 t,粛 動 な

ゎね mo電 893 恥 ら。い
tgbel,om saut '"わ
trhen merL0statuaq wemahai wkilan +ebil stbs
Udufr"
^ufln
drwn, dan JgbatitruUa teca.ra mandin'
sl″ ぬし舗: = はιn MOIto山 n 鮮卸も 4 堀hno Oで「 a ttfr19rn,
liien fvlemAkat Sg[r'mot , Suhu Ze ,B"c . “

la kornunr&asi
g9betum 9afuit
'
tr,trzn rn0ngaaflkcrn bbsa ber[oq,nurr-ttr&si barg denqen
ln\narqanga t^no.u?un oranq [arn
saa+- dilai tc[ign fy\e{\&r{'rran. hMLah btasa .bert{0rnuni[rasi dencsu
Loit. A nn lan ra.
betК 血 l1 16rmf.
I

整︲
lυ

― ― 一

Vole Ms&ahindar d6〔 らaha嚇


― 一

gebdunn Sahft. , trffe.n rngoq ALa"LA$. menruaka( B\a-s UAtLi f Pengarnan


kcPala saが わ9ャ 2鯵 ′ ∂η Mem`た λ r 夕θ え′α― ρ・


SAaL d ,
traji klien meaqe,flLAn
YolA fetrreas;
はien meL② 胸 Lan Mttλ rり 祀にに触 1,han98
二 ___丘些塑υ
笙_SeLtt_:

い19■ 9aton しυ′

56a+ d,tvali ' tl[rgn Wef\qatuwn }r'dO,fr ffi{JlekDt/;a/n tgw aEi


hanga herbariag Sr {emqat. fdur
l・

"b Wirito3t
Sebgfum salcL, klien wvwq}Lawn. Verrb^dot, sesvai uv?scauBan
dw,gaq ( ho tat q wak{v
geaL di va)i , [.0(]en wgt\qa*alnn bet'r$,ft shelaL geJB rnasok

rn. pola. bela-tar


Sebeturyr Saq,rt' kfisn ry\wq&616n hOrrqo Set\(\q W山 ″

n ♭t6粟ンぜ
tett dθ せ
S3Lt t ttX3h なυ り a

5a& di tr&ji , [,r.frun N'?,{\gcr"LeLprr. drrirLga fnoftqalarni ?atan


.fut&rug dan h8ru s d. o?ewl Pasaaq Wl/ Law3t

7:43レ 洸eも D
S9♭ 9時 n 与ほ? h8■ ♭厖鮨2り 3
m S彼 はt: tttOn ttOFD∩ {ゑ にた mem
P3m aon● 3
S aat dt traji , lrhpn mervg*+aben it」bL ♭o聰ほ∂ , henue
tgrbarrirrq dt +em?a{' ↓画 .
7 . Pemer(trsaan. f(sitr
0,. Veo,doon umuffi ・ botヒ
Ves*daran. ' comPug YYiel*.[s E<a Me Va
-tIV , T0 c)C/Eg mntt{g, t'tad; Bo x /rnenrt,36 aor/rngift,
Suhu ?G,Aoc

bergotan / massa , trdd k


I +Am?ak [Usi , tambu{ hr'tarn
Il----
, tritjah ,
ttitjah t6rn?at{ Lutrs Lecet d' barjran IVruhS daht
tarn?at{ da,ht dao W?i ,
Lrrt t.ampak [uks Jahrt di t\,r\]p va$ @rban , lutra
twmatocn.
Mata , Pupit iSotror, lroru'unq-btua Unangryus, jtetera uniffiertk
l.tldurrS, +rdff.fi ada Polip,trdatr €rvL?aL hffac asp*rg ttrdvnq,
ad"a Iu[ a Iecet
Mutul. , [yrlrkosa bifrr Fp]rirrg , l{da|, Ada ?grda.rahan, lrdaLt ede
, Ttqi bers\hltoqn&it\s

I _ TB[in4a , Slln#ns , ddaa 3da Leei , +fd3t 1da pordarahan .

- PSru -PBru , lnspeksi = bpntuk s(rnetris , fidak 6cta- t8ruran Andi n9 dde
?a\vaa' = Ulcal ltervr ttus Qmob6(9 , 4&au ada ngerr €etra n
@r{ru s, bu ttg t Sorror
ムυLυ tta"=箸 れ 供
「 aaぃ 。り na雰 もM♭ 3い m`v豚 ヽ
tυ けD
´」an旬 ■
9 : tnspotrst , i,fdfiu tonnpau totus ct:tdv
patpasi tctus ordcs Maba d, [ntgrcosta c dsnG
?etuuri ' buogi Ye$att

1‐ ,1__=lttN101 _

- Abdorren : lns?e(rsi , Supe[ , *rdau ada Lesi , ttdat, ada perdawhan.


Aust{uttati , bistng utus lt 6 /wni+
?at?asi , +iddt) Ada tlgert *€han
Pertwsi , bungi timP〔 mi

{<uttt : tterinT,
lurqor tru[tt bait
6Bneta\ia , terp dwnq Lqloter , urtn baruarna Jeruh trckrtnfngan
ぢ mttas i

_-.r
-----h- "碇
-
“ AtAs
, tet?asang lr4us
α火災 腕 te01oh卿
di {anqarr t€nan , ke|.oytan hto+ ffdA"CL
_9ス ωah :lam13k lυ 18 勿bt00 tl‐ギ諄iQ asi dc paha
t0fPaSaog setarug doaro dart tutrg operaei l,tevvcf',an. ,
o4ot lefnah di ekstrernrtos Wwai [^r.eri 62; dan
VBlLvq**(t otv+- (q) dt ecl+rerrlitar U,afran b aw ah .


l

r6. Pemertrrsan Pgnun jang


a. Hasit Ppmeritrsaan thocax A? tqnqqat aB/ae fig

[,resan :'Potrno norrnat
- besqr cot ftoronal

Penerfir S880 % t'utrn
n Yada +ar04a\ 2B /oE / e.ote
11
'「
Ie,meri[raan Hae it, !aban tJitai EuJukSn
tle mo6lobin L II.│ ②rdし 11・
1-│う 5
P Leulr usit lt tq.t lo^ 3 lve 3・ 6´ tl・ D

lrrit 多5´ 47

liemattl Lち ら

tQfO■t 4・ 1 lon5 loL ら・


80 -ワ ・′0
魚)mめ ,it 皮66 Lo^ v lvL t60 ^ 4oo
hr
4り

│し 16桜 L a4 cb- 34
Mcac 33 し 32 -う 6

,Vtcυ L7a `/滅
千し Bs - too
Dlff COり 、■ │

tOginθ (:1 LO・ 00 l ■


Ilasofit υ・10 鶴 0-l
ユ ニ
N眈 (it H Cθ ・3o
er。
う0-70


Lirnloctt し く´る0
0ん
θ′ -40
恥 nθ 蟻 7 ・多0

√。 zt'd
fot Oarah 0
Masa ?enbrahar 3.o0 m2Qι t │… 3
Masa perm'Ptruan 4・ 00 阻3け 3″ 6
`
Krmia Rvtu-n
6り s t01 mの /夕 し 70″ tユ 0

りroOm 2o 沈L 10-50
'rl′

kreetintn 0,4a Wq IdL D,{ O - O.flO

S60T It 4s り/し 。 ― フ,
s67T aら り/L 。 -3r

15A9も ?ld Non Oeaは if non rpetr&t


∈亜壼} ご・ Petrn gri(<9a an datth
μぬ tt90 3al はど
∂│」 り お
わしら
Leukos{,t. te ・多 出 し にし 多 nDぃ _6 一 lt7 0

tt・



一 一一
Kont,4 eo. {emur to /oc /aote gOn
= D鮨 し {ernue post o? 1
kesan :

― キra“ or ι
om?lete +reqefllftlil 0s few]or Sintstca t/c wLedte-t

denoan [n{ernat {iksasi I ?tate dan g ecltrr*/.,o .

- frac.eur Cowrq(ete os {ervruc s'tnlstra th dtstat oPosisi cukuP .

fon@en ry.rnw Poss oq ! 4o foslcotL


- trao+vr CarnPl,ehe os .ferYbr st$s$a tl? tnedrat dqa $Wesi t p\et dan
I screvo ‖

frac+ur Corw?lgte o5 {rernuc sintstra lb cli 9€a\ dao 4tqa5d t pta,t da$
6 sι re" . 。701鋼ヴ baiu
PrOケ am ■ほぼ
- ln4us Pu eo tPrn
- tnja{rsi , }B lot tlb ,a0 lo7ltb , golo/tb ,qr for[to, t /o6/tg
・ Leto「 olac 3 x30 nヽ 9 hrrrut o0.oo ,eD-oo, \G'tro /BSsm
' kailtrdtn * / 90 r\\qPukut 9f -oo , Po-vo / e, 1,
, cwtctSw(\ a x t ar cw)o$g) . pvtrut o8.oo , ao.eo f tr Ja*

h- Program 篠it
- 0ftr ftrp (firwa; tratorr 帆びn)

Pυ ttυ 〔(イ ・00 一ktOn"uaR08κ atcaQ,99ば 山
tu{e Oprasi
- P , ngeri ber+anbah saat
t&ft Wqerar&n dan
?srubahan Pogisr
figeri bpfulurang saat rff
q , ngen berden'rut, (cew.yr 1


││
p : Area tuka O?ef@ri

耳 二 {: hiLanq itubvl

m性 いθrm gむ
4洗


Jawrpatr baLvto* lvhn a?rya;
di ?aha lu'rt
―TTプ : 40/多 3mmイ 9,μ 8ox/

詢θnl(,た R ροx/“ θれ
``
`,
5υ hυ 36)∂ ヒ

  一”

30 MeF ttOr`

- k[pr rneMftealon, ?aha [iri 6atqqyan


-5aet d,:geraVa
berasa f.t8ku mus鶴 stet∝ ε
-
l

klign mengarakan nuer( s



?aha ktri di qerrilnn
- trkgn tneooa.tatrto $nrrua
dibamu dan Liien Hurn
mtぃ。 Lan3。 ´
,vici
9

tglt?o*. +(dur
- trh'en um?ar soeringis
t6attttan "3ん ?α ha ttri

- ttastt lo{e rcrfigen menunJu[,Dn
adArtga lraq{./.)r os {ernuc
sioi.stre l/g medial
- Trlr $q6/q9 mm{g, u Box/ooerrrf ,
'
suhu 36,8t , Bp aox/rnentt

- WVvaia,n 0tD( :半

,O Mθ t∂ otら Kesiuo h'(err,si


υ
や師t tl・ 0。 dt tratringa (け amn)
dャ 欲ano?釧 "必
- ktten men4*ln[rs"n. ns(h
d,pasanq se(arE katetec

- ktien ter?a,sanE \,Late4gr


_Ч tCm tg?a98M d鯰 こ
n
m?att \uk.S batutan
Operasc dr ptw
tzrn'
- Hastt \ab, ArgVa [eutr-sie
14,r (zrt,-tt o to\/vL)
亀m"し t。 ぃat∝d att♭ あ
陀あa偽
tutta bat帆 6Q tt Claけ 洪an

Iei trici
$aEit rfruQen , kaUtu r
CrnnPLeep +raqmenta t

い (?鰺 υr SttttrO//3
denqan tn.esrut llLsast
I Plate あ n3ら creω
Tτ V:つ ,ν セダ
ho `6ん
36,3を , │《

\<EppeRuirtaur
t. Nt,eci akw berhuuun+ari dvogon dgqi ctdera .1isrr
a Harrrbatan rnobi\rtss 4tstK berhrbungan dexuqan @r,qqDan
sには飲at

Ъ Rostゅ }(elCSi 崚
し 咆斉λaじ ∽ αn _韓 ktof feS、
書 「 (av"(・

`o 7喝
L. lNTr8urvs\ 。
いな?c曖ハしAで ハ゛

Aヽム
16し たゝ
S晦 taい 漁13● oQ ind8眈 80 PAlp MApA(χ M毛 い↑
[o?ero N(Wn tgte{l\0a zx 4
Jam 卜Obttυ ヾn、廷ri ttmm
ditrarapran rngda[eh. fluerr at<ut “
t ornPereh?JEtf
.0レ S蜘 I口じt Ftm―

?AIP COPIPOじ .kontot tt‐ ■
ろ 9睫υ
n98ヘ
│,9tヒ ハてo9 u)ilM dsu0d mrflnsqa-
M8r',n[u lYtefi6ootrot ngeri
en錠颯校Kntt4
よ 4. gosist[an tdkn

M?tepは 8マ η
しヽ9gi ぅ。lakυ Lan ?晦 rは 3an
t0 datarn b&as numnnAl

Mam6, nrenqen?ti nger, 6 n“ 1"


陽ば慣λ
nuen htrumnq ・襖lot 洗90o3Q ttnfト
(lrata 0 mo{armak foqi
Inatas daLaon)
1. zLrik3n PQnqereian
ュt し
Bc「 θt 3む3」 m(∝ m5i"a3
z . Sedoxq WdtQ A30 k9tυ arら a
4 : Stftの an へり o「 i ぃ12 1oJacti
Sl■ よ
皮卜1認じ にOtUh3n ke{Catcu U ctn\anai^.
t<ctabcrAsr pur,beri Bn
analg∝ (← ぃcわ 妙16`
3X3ο い9
Seninっ っ MQi t?{,etsh d,[otrut an trndahan ,Exerc(se therd?g
′otら ψυttυ t 軋じ いat軋 o SOtama 3x`“ 3o AぃAtt13tbn
il .oo N\ 0 "は CInara[ah ltaftlbatan
Nnobitttas 4islt( daVx teratsr'' t \<aii (,rer,nannPuan
denlan tt■oは 3 ヽ6sit i Pasie['\ do La rn

願 2( frrolzrlcSaSi

IN9tレ ntOp 3 thcnitorrn q r{V


htiur\ muoioauSt dotaq$. ろ a,3rド 卸 l鮪 籠n
3(護 lt6s lStk
-lp“ialarn batas q:rrnal Lし ぃ あね
"
n nna。 1"Menυ りυ‐
Lぃ 。 ttOdL Aり し
sn

tran vewat\Ly&r1. a. berttran WrrqLl.ti
阻9♭ i(bttt・ r\an nnc,[iua: i
W.tttcnq lfltth an
5ko年 1
yrobitrlasi seraw
1 :眈 strim peruhq?
<otsbura 5;' Jv
fisiotPnaPi Catann
4: К皿らan rencAna nrcb r lrgAr;
ラ :魚急 a dcta曖 毎鯰 1 Sesual '*gbrrtuhan
Sし QiRっ 30`Vtti Sは ,91ah di[3(ω kan なnd8帆 an \trlectton Grwrpt
a0lc Puttu t に27erawttan SetaM3 3X θ
4 j8m r. Dbgeruasi tsrdL\'
11‐ しo ωlら di hara?ran ffiasatah [95iu-o tctnda t囀 り i

lrpetrEi dapat lZrail-st mθ ntor ω3c

wntpJtz hasit i ♭Э鶴lhttn k00メ υ´


krsk €ot.r r(uu N4'3h. trliE n
IN'ヽ КAく 0? q Prtdh qn knn
Ob3s danキ ctttθ ぬ n
ton ♭
卜 *d.entk aleP€(k
9Cゝ 8陰 │ し
協磁υ鍛n ttυ 甕油M
M9[t ry uuan t*urnarn puan luIe
fYlBnwph +ttnbut tn{prsi 6 ♭clttn“ はOh
tOじ ?ada f€tuurroa
"Sit
bBtas \"rorrrrq\ dOt00■ 臥 mし 敗脚は 膨Ю
n19nυ n3oに 8o pert ia Ku h( 0"げ 51

gtty てυi3bo陽
ant(brbLtt<
│:9悦 雙(1ぃ 多,s豪ゝn9
£:ら じα毛 く:kt■ O αn
・ lM?眈 Mc゛
ギ AWA■ A゛
Tau ,/lRr.,t “ lMPttNκ ドTASt
knin ,3t> N,tei Aonの u3メ ,電 erf 眈
ヽ ∈gn
θolら 11 00 b tr.l'en nneng€te[ren i\9ert

' 0g8ri pertarvrbah saat


becqeraU dan b9υ ぃ
8b

q , l'tV€ri Cenut 'CewvL


p , di area Luta OpraSi
s t Sttθ :θ フ
{: fi $prt hl ang *tmbv I
'/a nen ie
17・ 30 1,い , M90ヽ OnltOf てでυ りc):
llt
-ID c)G[sq rvrwrt(g , tu€d,'
8ox /rnente , Surhu vG,sz ,
Re eoxlrnenie
frl\Mobse(uaei non uerba 0・ _k「 On t∝ MPα 餃 92tr狭

´
↓8い_p3に りの ah,■ 9
I,r,it'en Do . klien ttl"npatr
ilofas datann. m仇 セ疑λげnい 働 8

り5 Mprnber(uan
t3・
k■ _J蝕単 弊 聾 L勢 2堕
$ \rLtuarga +grrtang h"anti ulan bangatt
`野 i

nger( betflrurung'ffiebkt
Cef.Lr(arcn t orarrr drsontttr ebat nuen'
fnela\ur trttrfl ugn6
tt\?nOira.li LLetru^t Go りoァ 1成 眈レ∝
=art ttOt
otot. \rtie n

し畷が 馳り ヽ峨 mpen DD, SWtu(tGq Lc[ien sobaqen


血 υ l毬 な n mottltFasIご 虚bantO ぃctυ 8
\,\eq@srk.an tnprrnts; DS , lrtierr tfleng qlcill-*rr.
?雌 短 いa吻 ら ぃ9o Nrgnqerti o\an Sudah
Lehvn tp-rrslnq li obi\is6, いたet6陥 Lttn Ogほ u
btむ 02? sgttitt託
´ dittrt.
`セ
F\asa , zr Me( I M00帆 鶴 :鴫 8■ f S, L"tien li\ft
的に ら れ恥ヽ ‐ Or。
f\\nsth htgraEa
“ 0 6r alea opercLrr,

bedengut - dengol, ftgeri


〔撫で 〔
けし岡 オtM♭ じ
肛 っnゝ 〔
猫 ♭酬 m♭ ah
"軋
Saat ♭0"り dh P"tSi
Can H,netatru&ati WA.
悦90
Do, Lurruq.h tetr'en Vnasih
{arvrpatr l^rt\encthan [tryri
r,1, I"terLautrur t{v D01■ つ ほ拳 /ο ん 。 中 m煮 9,
′″
(1
Nati 33χ /mOntt,RR
ρo X押 しedt, Sυ にo 37,2を
lVug\,\beritarr. injdrst
lretorotac 4a mQ-, " €enmakatr-h "
Ceq.trearcn LqradYl
[tgrrrber, frrro{fUaSi ,D: L秩じn sυ dah ma""
υlttLi慢 t8tモ hanマ 21£ ♭l肝 ∼ mal。 彼 餃販 ぃ しαは
S仇

h.tr(nga ?wahan - \ahan
ll nn
M2nら は効i し9Mぃ い ! : Letien wr-nga+akAn
供L右 υttさ s由 い し社だ2ゅ │〔 要Fhan
角‐
30 M ervr banl.v doあ 眈 セ惣ャ iP啄
A0us ilien dan pl上 塑 壺 里 墜 鑢 墨■"豊

Iatf harr lwirtngr UAnBn
POヌ Si n/1r何 η多 友ερan
lek'n hgam an
r4.q0 M81街 il kren RoM Ds', tt-tgn menqq*61lic-Ll)
SaMa* nUsri datt uA.lut
5“化おりい ヒan oM
17-oo M9n90ι てて
υ 9€/ os mrvrllq , NaCr


角 X/″91「 1)Rk lc」 x
_ けhυ %,0■
bgritr.on. ln (ekai [rtr'en to
tvte Rft Do '
fSxon Lg.arn
VW rOLcrs

Me nqobs toに Do, dnacn ryherroukr daroh


* 70 cc , Lu[to S-dat
助 bcF
K3鴨 ,1 5υ n1 9otも 11瞑 Menouuur t.tu TP te-o/lo mwrt\g , tsad,
′ottOt ∝ _00 ltt
0ox[m}nit , luhu 39, ?oc,
Re lg zs /rvrerr(t
107・ 1ら M en La5i 圏 0s , Ltie-6 nnengataVan nQPri
Skata 0 ?ddct luCta c? ,

ngeri hitang +(rrnt:ol ,


ngefl cenue - centX , rtgerc,
晩 代3膝 bah s3(光 粛 。o隧 仇∂n

,M k゛ (A92-
ω :ktt‐en ttMPa um
L∝ n い
rnι ttα sが n9針 :

MvO%t
α,.00 li wLqT α「 仇an bs , fLgeri b er\ofan9 scpt{
dalam ber(a&h hBf as ctabtw
c6.tO MenquaJi st atυ S , ktcen hraryr6zt-r dgdul.
fnobrttsaS;
I Send*i , aLctrurt3snga
fnogih drLoru+,u l.eluarqo
iv,Png*g.ft^rAn v.oqaSou D9:ktre n mcに 3a F● じ
Lt{ten carO [aa-h an 洗 に啄 eい じtan
"0 “
PoM diternPat iidqr urta;
tri h'*ta rr g .

t Lu[o oyews; ,-tr@-G*s*ey


bau cktrt 'LOLor
etubedlrrtn- tnleLst 00: 歴)S 百 bertto
♭ oこ TL C9景 百6× On

\ grArrn , Vy@vrslac
30029
υら‐
く0 lttQt供 悦0じ an Dc , Le [i-sn Wrasa lebrtt

υ税3 い n se峡 レtah メ
もctrnρ ′
`
らαQモ t 魔 tけ 七
││′ 3o 係らo「 0に n edukas,' DU , teEtuQrcla r,o h am
[etua
r.,rcbiltsasi d.t rumah
Menqu.ati Ds , kl,pp f-fteno)cCakcrn kak;
nrjecr Ji,*3 crqeral.tctn
s L3ヽ 8 3
(が


 ﹂

tυ ALuAs、 降に

¨
一一

  

  

  
  

  

Ⅶ僕既 o l oX )

EUALUASI てくo

SOAP
  

C
  
 .

9gnrn , ao I 鰺
Mc「 fnen? q+A\aa [ru)erc tuに Op SIガ 〕ta 7 海
'Otら :│ク
Puttut 3c-oo nUgri bgrtctrrLbcrh sac& di gerakUan

lprasa Cenut - c€nu4 : Ytggri hit3nq tirvrbut

型 摯 曇 L__里 ■ J71塑 :DttF ttW「 Sf


- klip-n ge[sah drtn \^teoahan oUen
Tb qG
/Sg rnmHq r Nect,' 8o x/ Mt€ ht{,
5uhu ?6,Boc

はりい αtan い
場師 ♭9ヽ υは キ動 t・

Iい いにハ■ OP ノに

1し〕 t t nt

Sを 3ι
a喩「


rmsngorwrc\ hgeri denga n 3 」
笙_

  0
nOA,fdeq\1o \f,gtog; 3
VlP[afcftran nUeri berhronQ 多 3 5
1D c{crt',r.r"rvr bcvtcvs t ro frnot 4 5 り
nr\en rLi figgr,' 4 4 も

`981l bo威 じ鰺れのSα は Pα i ユ 3 5
可 Skctb O
tqnlutkcrfl tntgtvBnti'
可 _ nR8n3settn 御喚ri
ObprVasi Lu[ca oY
s_kttn_ nヒ

Sen\n, eo 臥瞭 なば に ダh 左

Me( ao(G l.qtr.u drrn berat ufttuL dqeraLan


- '*\.r gn fn Q-ncJ a€ottcrn d[e+tt, t€ccS h^-s h
お bar向

 一

01͡ 腱は9n tampatt beめ aぼ Q9


 一

―Aゆ じs__Sc♭ αのTctn at battb


壁 「
A , Mc,r(n\nh h asrn\petqrr hl;'ptliuer
1 . `^ │ ^
・ 、 、

bg1'"rn
lq ratal,
0? 氏―
INり lu″ 〔 ´吃
S〔
tnr

mPx\egkqL ddrtarY\ ekttuttct-, ら


﹂    一

tQぃ ちα laS n)rmat 4 C

鹿 ぃ e辟 傘 Z S

;


 一
, L^nJ ut[un IntgruEnsi
 一

P 1

- h1arttan Lien
en [a riha n fncbi'ttsal
 一

13gih2n
k_U
Web i' 1/

- Darnp i actし m pQmlnohan


 一


一 t



L01 al′ oo
'ハF ahot htrr 14

一一
lgutrc:rt l<. 3/ク ヽ


r


A =L_'℃ tscttcth いQSt" t 1 疑;lt珈 畿9mtaゞ
│ │ 1雨


高F

   一
5面

¬ │

   一
khen bgbas d3ri 13“ ね 洪αnめ こ
△っ1つ 3 多 り


I刊 ﹁
Nttnunii:tr,an an. rnencg0ah ろ 5
tirngul tnie[ili
bぃ toじ 贈:軋 百印 百 3 タ
"tas mfrT五
fvt0nUntutian [,Ecitapi, s€har
141斗

く デ

P; LrinJuttrrrn
- ln;eLt 6nLibi*tik
St\asa , ji l\iei
aclu ei"cc ―にい9o morlo就 夕
αじ 絶 臨 g、 セ鰈 ttoげ 漁 aT彎 いゎ 九
3m:i,sし 献ag)β J9″
Oン ―

鰍暖 れ「ほ喝 十 im恥 │) │1野

DJ9「 ♭ 9r伽 卸♭h疵 滋1,″ グ
`On∝
的 ″″′ρノ彦θO"ん 夕疏
L
)

′ヒレco m9ooは 商“n協 渡暉 咸 o閥 ご 概 折


oO励 mp. "♭
0:_ ♭αt馘on 争覆αた にtllいな
―pral住 "enQ″「 ′列財h i θ

― Иtth (威 ぃ し “、
∼ にL 配セ い 絲0:吻 )α

, ,tnfi*culah. Jtgerr [\hA tt(eL+q* Jp


一  一

1綽 θ[に t
│ Ma堕 _綺℃鶴pttptれ 墜璽 ^1じ
ぬngル n
ま 4 5
tiじ 断 聰 61Ata`1)a ♪
'賊
NlQ[crpcfiian, IUeri ba'rriranct 多 ■ う

■0"lα m♭ M徳 鑢mα i 5 5 9

t\iampu frrenrJgoalr:

DSeri 5 g
A,Ugrr ∫ ∫iレ │夕 θ
募 ふP′ι
つp

bgrLdrrant
3 ラ

P,Laqutkan lrwrvet*'
- fncpq'emLn nger,-"

︻=

ttυ 3i s; ^ ktteu Nlsp6ataka[ VaVl rvclah Vva dtgorott'
卜toi 801も
, kiien rYlewtJq,taban 0naM6; dvdAU spndri'
70Lul θθ'C10 - til,ren wwnAa*ob*n awL+% [^ba4rtn ttwh 川

dthantc
C . -tlLiefl tanpatr *#r fivLat flpd'eL dan
- Lfrt]han bemfn"
- ttxte*tr d.i l.apat

A
' wtatnh hart hrfiao rrw br trtai +ttik fCIrattx'
み響 ンゎ `α 酵 卸 施 た″ υ″ ″神 瀕几
多ο′
′ Jじ の
`し
,

"87∂ 党 73t
IN01kネ てOP 楠 3i in, 札れむ
hhsn meoitlg(iat elalam Cfl,r,tivtta5* ち 4 グ

-Io dalam bfttr,f, rrlrrl ,l 4 ブ リ

tlion rnpnuQNtien VWctmps an 3 4 ♭

llebil滋 0,`

P, lafilv+trun {ntpruenii
_ latiヽ 6じ ぃ
‐いはじ ?ettntttn 灼 じ
‐ l欠 h OMht勧 '

/れ﹂

ル o9`ι n凝

ばiじ 口 御C電 ″ αttn riSIh 1直 bn


免は a)ち t職 i │:″
aし tも 資しりヽ │ソ れ∂ θPctrα g ヽttι

30・ 00 o:' lvVa Lanpate ier+ttvp ! 4o crrt


― 」レ虎8 チFメ 菱& 健命 ξ∫
ξれ 'わ
1`惚 里』 2リ ェゎのク鷲包ハ
11賀 `争 ^ぃ 。F
″ r弓 り iら

ル L属 協 レあ鮮 れ =喝 蜜こ昴 :墓
I∴
s参 ∂t
│卜 LA■ OR
りヽ 鮨 訊 i゛ : h
ハし
つク

仇llen bθ bょ 凌沖¬ぁてb GttЭ 18 10鷺 ki ス 夢

ヽ 1し 唸mamPlκ 岬夕otい じ
11∩ 館脇 多 ラ ぢ

dttmい い tOVじ ぶ 叫輛〕


"0"60ヽ ( 多 3 ぢ

んぼtσ Lυ 陀 tじ PJwい a

卜19賦 萌け麟 √

P , Lc,o3,;Van ir(gruensi
- kani€lrrg6 luba
ヽ edγη グ 髯 所 χQ望_Pa翻 燿 飾 ___控 豊量

(KIKT'

abり ,Iル ri エ s. - (rft0n w$qe+etan na"s'h nilw" d;area q,€rar,
S協 183 鋤 財 ク協 れっ♭ Or"賊 no鰯 勝1爾 協肺

詢 iら い鋤1
lη ・けじ に`
ら 村 町 鋤
12y「 “溌`錫
1ぅ れ
lα ν
νぼ 彬0じ ← 御 飩
oO mθ Lcttab噺 l ngor ♭
し にお o成 υ釧1つ た鯵凋 ρ
πパ
洗が,卸
|, -trhufr *any+fu 18til1 AUarncn arL(L n-Etts
ヽ賓Qph 脚91=鶴r ♭ 参Lじ Fttη

lU ncffc Urv*lA :, fvact; pcx/men*, &e taxit
hレ ろ∫,3を
'り
t{lrbn tarnpaL rnompnrtrfeifian n&far daiasn

甑 舷 iα L 吻鯖 abt 掏 祝;源 盤レ ッ 胡

´
誂n
Aヽ

│ド ク│し芦τ
t倉 勧 t n[lilr

ヽ■   ¨ ¨
′﹁
M8雛W MttCtrlei lluc「 ′o喝 洗n"1嘩3留囃氏 ヴ ヴ

暁 レP′『触線 電 師 ち臼切 咄 4 ラ ウ

十D ιttι am ι
♭由厚 ncr命℃こ l り f う

_)3駆アV れン●F「 う ち ワ

つっ
鶴 。け beFJじ レFMo
じ Sと し嘱 「 F協 膨し, 4 タ

P . +fgrrtiL;1tr ltterveruSr (pasien pvLctnal)


ι
1′∂
♭じン│れ ni π s, -tdie? fra€qcttciWx svdah berlatth na$;l'sas; ん
aoに 『 洸け l 滅i ttυ lЭ l φ 育動
硼ド ド 協醜 o 』αO麟 ぼ 筋 的レ│ イ
ハ・じ0 メvdu悦
wtren Wd.aln rr[';r'$fi) weo6qpre'r{}r\ l$l/a kin$ga
枠り鼈 h帥 一晩 Lmノ 9n ″ ら剣蠣
ι
_膨 吻 〆 仇L屁o Scm9 吼etαCh《 勧'∩
lじ

o、 _し ,9n れ いゃ ん 歳 風 ″ n れ揃 脚 腱脚 闘
″f醐"L T0 tdl. l?o nrrttlg
seatし│七

TamPcltr filu [-$


prtlftrput dNWI,t {sn r},

ヵ、回 脇ハ am麟肇m
わ mε 隣餞af考 〕慣 脚
seb a g tdo
銀n

:顔 5“ ιチで θ g 職∂
_「
l

l
trtiEn ilrgru'nqr^a{ ta.tct*t ttt*ttvctas 4け 19
TD 6ttirn [66p5 nsrfiul ワ り 6
pα 咸押 n
た聴a n℃ れι 中 に硼 姥ソ 3 4 S

十 fttcf.;h'g*"
Cけ ζ呼'ご

ヽノ

,H“ 七Ъぇo
ftai,u.,l J--ni $. ftlign munocitdlran rcbth rtllrLryrsft EwBlah ary an.tt

_レ ι′ ♭θκrh, おdク [陽 じ
‐ん「am メ flθ pげ

Lah regib tnteun' l*a{tut'

L†
t† rtn レ
rtnレ
「 部
ob誌 憾
和ね
北協
Ob誌 ′
解 麟θ 能 ン ;甲
i 偽′
M9冊 η 机3mttm"aQ m帥 o(殉 Qh
1 い製回
な積bり"Lrta
dr,rntah twW;t o{Ln l;e4at slorwt
tり じ
卜 γ ル
場ιし
t'tr ン
1レ (11棧 じ ゞe[峨t

P, *ls*tiron lffierupnst
│)at喩

0レ じ
質 ,1迅 輛 た
│:ぃ mo■ oの鋤 ハ lebth 19■ 晦 rr, saipla h d,t\ant,'



︱一
Pukut h.oc
* lv{m bers;h , $dak hnu 糊
dile匿
AVUa leUke,st't tl,3 tt;Az /ut-

扇 F雨 輌 戸 面 藤 爾 西 万
fetitti toiet s' #rakut'
「 tN,I“ 1■ 0解 知 3t

t rlt

rtn レ
ヒ ′ 励
Ob舞 メ 1ギ 多 う 多
g , う

れmbu、 l可ゆ峨
dι tttCh i多

け m麟れダιθl吼し
顔tメ ι 3 ワ レ


  一

ιtλ ロ ン
し ttkttυ ゞじ賤tt ハ 5 5

  一
  一
, il9r*rlrcn lrrteruonsr Cparrw PLtwg)

  一
Seminar Nasional
Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8

PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION TERHADAP PENINGKATAN


KEMAMPUAN FUNGSI EKSTREMITAS SENDI LUTUT PADA PASIEN POST
OPERASI (ORIF) FRAKTUR FEMUR

THE EFFECT OF RANGE OF MOTION EXERCISE TO ENHANCING CAPABILITY


OF KNEE JOINTS EXTREMITIES FUNCTION TO THE PATIENT OF FRATURES
FEMURE OF POST OPERATION (ORIF)

Sri Mintarsih* dan Nabhani


Program Studi D3 Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.
Jalan Tulang Bawang Selatan No 26 Tegalsari Kadipiro Banjarsari
Surakarta. 57136. Telp (0271) 734955
*
Email : mintarsihmimin11@yahoo.co.id

ABSTRAK
Kecelakaan lalu lintas terjadi sekitar 66.200 tiap tahun. Hampir sepertiga dari
173,000 kematian akibat kecelakaan lalu lintas tiap tahun di wilayah Eropa. Sekitar 310.000
(16%) dari 2,6 milyar penderita mengalami kecacatan akibat lalu lintas (Suparjo, 2008). Salah
satu masalah yang terjadi pada pasien post ORIF (Open Reduction Internal Fixation) fraktur
femur keterbatasan gerak sendi lututyang dialami oleh pasien. Range Of Motion (ROM
merupakan latihan gerakan sendi yang pat memungkinkan fungsi sendi dapat digerakan secara
normal baik secara aktif ataupun pasif. Penelitian Pre Eksperimental Design dengan
menggunakan pendekatan One Design Pretest-Postest Group. Pengambilan sampel
menggunakan teknik Accidental Sampling, sejumlah 30 responden (penderita post orif frakur
femur). Instrumen yang di gunakan untuk mengukur gerak sendi menggunakan alat
Geniometer. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi. Analisa bivariate dilakukan
uji statistik analisa uji Paired t test. Hasil uji paired t test diperoleh hasil t hitung -10.862
dengan p value .000 oleh karena t hitung lebih besar dari t tabel (-10.862 > 1,701) Maka
hipotesis yang berbunyi ada pengaruh ROM terhadap kemampuan gerak sendi lutut di terima.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada pengaruh latihan ROM terhadap kemampuan fungsi
ektremitas sendi lutut pada pasien post operasi fraktur femur.
Kata Kunci : Fraktur femur, Post ORIF, ROM

ABSTRACT
Traffic accidents are occurred around 66,200 every year. Almost a third of the 173
000 deaths from traffic accidents are occurred every year in Europe. Approximately 310,000
(16%) of the 2.6 billion patients go through disability due to traffic accidents (Suparjo, 2008).
One of the problems that is occurred in the post ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
femoral fracture patients is limitation of the knee joint movement. Range Of Motion (ROM) is a
practice of joint movement that can make joint function normally either actively or
passively.The study of Pre Experimental Design by using One Design Pre test-Post Test Group
approach. The sampling is taken by using Accidental Sampling technique, to the 30 respondents
(the patients of fracture femur of post orif). The instrument which is used to measure the motion
of the joints is Geniometer. The research instrument is observation sheet. Researchers uses
Bivariate analysis to know the statistical tests exactly Paired t test analysis.From the paired t
test is got t -10 862 with p value .000 therefore t is greater than t table (-10 862> 1.701). So, the
hypothesis of the research says that there is ROM influence to the ability of knee joint movement
is received. There is influence of ROM exercises to the ability of knee joint extremity function to
the patient of femur fracture operation post.

37
Seminar Nasional
Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8

Keywords: Femur fracture,Post ORIF,ROM

PENDAHULUAN
Kecelakaan lalu lintas terjadi sekitar 66.200 tiap tahun. Hampir sepertiga dari 173,000 kematian
akibat kecelakaan lalu lintas tiap tahun di wilayah Eropa. Sekitar 310.000 (16%) dari 2,6 milyar penderita
mengalami kecacatan akibat lalu lintas (Suparjo, 2008). Salah satu masalah yang terjadi pada pasien post
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) fraktur femur keterbatasan gerak sendi lututyang dialami oleh
pasien. Range Of Motion (ROM merupakan latihan gerakan sendi yang pat memungkinkan fungsi sendi
dapat digerakan secara normal baik secara aktif ataupun pasif.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Pre Eksperimental Design dengan
menggunakan pendekatan One Design Pretest-Postest Group. Pengambilan sampel menggunakan teknik
Accidental Sampling, sejumlah 30 responden (penderita post orif frakur femur). Instrumen yang di
gunakan untuk mengukur gerak sendi menggunakan alat Geniometer. Instrumen penelitian menggunakan
lembar observasi. Analisa bivariate dilakukan uji statistik analisa uji Paired t test. Dalam penelitian ini
terdapat satu kelompok subyek penelitian. Sebelum memulai perlakuan, kelompok subyek penelitian
diberi pretest (observasi awal) untuk mengukur kondisi awal yaitu diberikan perlakuan khusus berupa
Latihan ROM aktif dan pasif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat
Setelah dilakukan pengambilan data dari responden dari bulan Februari – Juli 2015 terkumpul data 30
responden. Hasil dapat disajikan dalam bentuk sebagai bentuk:
1.1. Diskriptif Tentang Umur Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
No Umur Freekuensi Prosentase
1 20 – 25 2 6,6
2 26 – 30 11 36,6
3 31 – 35 7 23,3
4 36 – 40 5 16,6
5 41 – 45 5 16,6
Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur yang berumur antara 20-25
tahun sebanyak 2 orang (6,6 %), umur antara 26-30 tahun sebanyak 11 orang (36,6 %), umur antara
31-35 tahun sebanyak 7 orang (23,3 %), umur antara 36-40 tahun sebanyak 5 orang (16,6 %), dan
umur antara 41-45 tahun sebanyak 5 orang(16,6 %).
1.2. Diskriptif Tentang Jenis Kelamin Responden
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase %
1. Laki-laki 15 50
2. Perempuan 15 50
Total 30 100

38
Seminar Nasional
Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8

1.3. Diskriptif Tentang Derajat Sendi Sebelum ROM Respoden


Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Sendi Lutut Sebelum ROM
Derajad frekuensi Prosentase Mean Std. Deviasi
23 1 3.3 32.83 5,312
25 3 10.0
27 2 6.7
28 2 6.7
30 3 10.0
32 3 10.0
34 1 3.3
35 5 16.7
36 4 13.3
37 1 3.3
38 1 3.3
40 3 10.0
43 1 3.3
30 100

Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROM
mean rentang gerak 32.83, sedang mode rentang gerak berada pada 35 derajad, derajad terendah 23
derajad dan derajad tertinggi 43 derajad
Diskriptif Tentang Derajat Sendi Setelah Latihan ROM
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Sendi Lutut Setelah Latihan
ROM
Derajad frekuensi Prosentase Mean Std. Deviasi
25 1 3.3 42.33 6,472
33 1 3.3
35 2 6.7
38 2 6.7
39 1 3.3
40 7 23.3
42 2 6.7
43 3 10.0
44 1 3.3
45 4 13.3
48 1 3.3
49 1 3.3
50 2 6.7
55 1 3.3
58 1 3.3
30 100

Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROM
mean rentang gerak 42.33, sedang mode rentang gerak berada pada 40 derajad, derajad terendah 23
derajad dan derajad tertinggi 58 derajad
Uji Prasyarat
Uji prasyarat digunakan untuk menentukan analisa kedua variabel, dimana berdistribusi normal atau
tidak. Jika berdistribusi normal (nilai p >0,05) maka data di uji dengan statistik parametris, namun jika
sebaliknya (nilai p < 0,05) maka data di uji dengan statatistik non parametris. Uji prasyarat yang
digunakan adalah Shapiro-Wilk.

39
Seminar Nasional
Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8

Tabel 5. Hasil Uji Prasyarat


Nilai p
No Variabel Keterangan
P hitung P value
1 Sebelum 0.360 0,05 P hitung > p value (0.360 > 0.05),
ROM berdistribusi normal.
2 Setelah ROM 0.300 0,05 P hitung > p value (0.300 > 0,05),
berdistribusi normal.

Metode parametrik dapat digunakan apabila semua variabel berdistribusi normal. Dari tabel 4.6
diketahui bahwa uji normalitas variable sebelum ROM menghasilkan nilai p = (0.360). Oleh karena
nilai p > 0,05 maka data variabel sebelum ROM dinyatakan berdistribusi normal. Adapun uji
normalitas variabel setelah ROM menghasilkan nilai p = (0.300) Oleh karena nilai p > 0,05 maka data
variabel perilaku dinyatakan berdistribusi normal. Karena dari semua variabel berdistribusi nomal
maka metode parametrik dapat digunakan. Analisis bivariat hubungan kedua variabel penelitian
dilkukan dengan metode parametrik yaitu dengan menggunakan teknik uji Paired t Test.
a. Karakteristik berdasarkan umur
Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan umur. Dari responden sebanyak 30
orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur yang paling banyak berumur antara 26 – 30 tahun
sebanyak 11 orang (36,6%) dan umur 31 – 35 sebanyak 7 orang (23,3%), yang paling sedikit
berumur 36 – 40 sebanyak 5 orang (16,6%) dan umur 41 – 45 sebanyak 5 orang (16,6%) dan
umur paling sedikit 20 – 25 sebanyak 2 orang (6,6%)
Berdasar kelompok umur pada tabel terlihat bahwa kelompok usia 26 – 30 (36.6%) kejadian
terbanyak, kelompok usia tersebut merupakan kelompok umur produktif dan banyak aktifitas
sehingga peluang terjadi trauma lebih besar. Kondisi ini juga sangat berpengaruh terhadap proses
penyembuhan tulang, seperti pendapat (Muttaqin, 2008) bahwa Waktu penyembuhan tulang
anak-anak jauh lebih cepat dari pada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses
osteogenesis pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat
aktif. Apabila usia bertambah , proses tersebut semakin berkurang.
b. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin
Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan jenis kelamin. Dari responden
sebanyak 30 bahwa klien fraktur femur yang kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (50 %)
sedangkan berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang (50%). Persamaan jumlah
responden antara laki-laki dan perempuan sama memang disengaja karena peneliti ingin
mengetahui perbedaan efektifitas ROM antara pasien laki-laki dan perempuan.
c. Karakteristik berdasarkan Derajat Sendi Sebelum ROM
Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan Derajat Sendi Sebelum ROM. Dari
responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROM
dengan derajat sendi terkecil adalah 23 derajat sebanyak 1 orang (3,3%), dan terbesar 43 derajat
sebanyak 1 orang (3,3%). Sedangkan mean rentang gerak 32.830
Secara fisiologis rentang gerak terdapat rentang maksimal 130 derajad, bila mean rentang gerak
sebelum latihan ROM 32.830 maka kemampuan gerak sebelum latihan baru mencapai 25.25 %,
hal ini dipengaruhi oleh adanya ketakutan untuk bergerak karena adanya rasa nyeri dan ketidak
tahuan pasien akan pentingnya latihan gerak secara dini.
d. Karakteristik berdasarkan Derajat Sendi Sesudah ROM
Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan Derajat Sendi Setelah ROM. Dari
responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sesudah latihan ROM
dengan derajat sendi terkecil adalah 25 derajat sebanyak 1 orang (3,3%), sedangkan terbesar 58
derajat sebanyak 1 orang (3,3%) sedang mean rentang gerak 42.330. (kemampuan ROM 32.56%)
Dengan melihat hasil perubahan ROM sebelum dan setelah latihan rata - rata 32.830 menjadi
42.330, berarti ada kenaikan 9.5 derajad atau ada peningkatan 7.1%

40
Seminar Nasional
Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8

B. Analisa Bivariat
Tabel 6. Hasil Analisa Bivariat
t df Sig. (2-tailed)

-10.862 29 .000

Analisis bivariat ini dilakukan untuk melihat perbedaan rata-rata derajat sendi lutut pada pasien post
operasi (ORIF) fraktur femur. Perhitungan uji Paired t Test menghasilkan harga t hitung signifikan
pada 95%. sebesar (-10.862) dan harga p value sebesar 0,000. Nilai p < 0,05 dan t hitung lebih besar
dari t tabel (-10.862 > 1,701). maka diputuskan hipotesis 2 diterima berarti ada pengaruh latihan
ROM terhadap peningkatan kemampuan fungsi ekstremitas sendi lutut.
N Correlation Sig.
Pair 1 ROM_PRE & 30 .683 .000
ROM_POS

Keeratan pengaruh antara variabel menunjukkan hubungan yang sedang dengan Paired Samples
Correlations 0.683
Hipotesis 1
Dalam penelitian pada 30 responden. Hasil uji t paired test diperoleh hasil t hitung (-10.862) dan
harga p value sebesar 0,000. Nilai p < 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel (-10.862 > 1,701).
maka diputuskan hipotesis 1 HO di tolak dan Ha diterima berarti ada pengaruh latihan ROM
terhadap peningkatan kemampuan fungsi ekstremitas sendi lutut. Pengujian hasil nilai rata-rata
sebelum latihan ROM 32,83⁰ capaian gerak 25,25% dan setelah latihan ROM 42.33⁰ capaian
gerak 32,56% dapat disimpulkan ada peningkatan derajat sendi lutut walaupun masih jauh dari
normal fleksi sendi lutut capaian 100% yaitu 120-130⁰. Dan nilai selisih rentang derajat sendi
lutut pada pasien post operasi (ORIF) fraktur femur sebelum dan setelah latihan ROM adalah
9,5⁰. Mobilisasi merupakan kemampuan individu bergerak secara bebas, mudah, dan teratur
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna mempertahankan kesehatannya (Aziz,
2009). Latihan rentang gerak (ROM) dapat mencegah terjadinya kontraktur, atropi otot,
meningkatkan peredaran darah ke ekstremitas, mengurangi kelumpuhan vaskuler, dan
memberikan kenyamanan pada klien . Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan
meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah
fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi (Muttaqin, 2008).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis mengambil simpulan sebagai berikut :
1. Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan
ROM mean rentang gerak 32.83, sedang mode rentang gerak berada pada 35 derajad,
derajad terendah 23 derajad dan derajad tertinggi 43 derajad
2. Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan
ROM mean rentang gerak 42.33, sedang mode rentang gerak berada pada 40 derajad,
derajad terendah 23 derajad dan derajad tertinggi 58 derajad
3. Ada pengaruh latihan ROM terhadap peningkatan kemampuan fungsi ekstremitas sendi
lutut. harga t hitung pada signifikasi 95%. sebesar -10.862 dan harga p value sebesar
0,000. (-10.862 > 1.701 dan p value 0.000 < 0.05). Keeratan pengaruh antara variabel
menunjukkan hubungan yang sedang dengan Paired Samples Correlations 0.68
4. Ada pengaruh latihan ROM terhadap kemampuan fungsi ektremitas sendi lutut pada
pasien post operasi fraktur femur.

41
Seminar Nasional
Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8

UCAPAN TERIMA KASIH


1. Weni Hastuti, S.Kep., M.Kes. Selaku Ketua STIKES PKU Muhammadiyah
Surakarta yang telah mengeluarkan izin penelitian serta dukungannya dalam
menyelesaikan penelitian ini.
2. LPPM STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah membantu dan memfasilitasi
terlaksananya penelitian ini.
3. Direktur RS PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin lahan penelitian.
4. Semua p ihak yang tidak b i s a kami sebutkan satu persatu yang ikut membantu penyusunan
laporan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Salemba Medika.
Muttaqin, A. (2008) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Suparjo. ( 2 0 0 8 ) Kecelakaan Lalu Lintas. http//nursingbegin.com/kecelakaan lalu lintas. Diakses
tanggal 17 November 2012. Jam 11.00.

42
Hong Kong Physiotherapy Journal (2011) 29, 25e30

available at www.sciencedirect.com

journal homepage: www.hkpj-online.com

RESEARCH REPORT

The effect of isolytic contraction and passive


manual stretching on pain and knee range of motion
after hip surgery: A prospective, double-blinded,
randomized study
Shraddha Parmar, MPT a, Ashok Shyam, MS(Orth) b,*, Shaila Sabnis, BPT a,
Parag Sancheti, MS(Orth) b

a
Sancheti Institute, College of Physiotherapy, Pune, Maharashtra, India
b
Sancheti Institute for Orthopedics and Rehabilitation, Pune, Maharashtra, India

KEYWORDS Abstract Stretching has its impact on both contractile and noncontractile tissues and is the
isolytic contraction; most important rehabilitation technique utilised used to prevent and treat joint stiffness.
joint stiffness; Passive manual stretch (PMS) and muscle energy technique (MET) are two of the most
muscle energy commonly used techniques. Our study evaluates the effectiveness of isolytic form of MET in
technique; gaining knee range of motion (ROM) and decreasing pain in acute knee involvement and
passive manual stretch comparing it with standard PMS. We used the clinical scenario of knee joint mobilization in
patients operated for hip fractures. Fifty-two subjects were alternatively randomized to two
groups, isolytic contraction (ILC) group (n Z 26) and PMS group (n Z 26). In both the PMS
and ILC groups, significant improvements in pain score (measured by the visual analog scale)
and knee ROM were reported after the treatment period (p < 0.001). The ILC had significantly
better improvement in pain score than the PMS group (p Z 0.003). The improvement in knee
ROM, however, demonstrated no significant between-group difference (p > 0.05). Thus, isoly-
tic form of MET may be a viable method to decrease pain and improve knee ROM in patients
who had undergone surgery after a hip fracture.
Copyright ª 2011, Elsevier. All rights reserved.

Introduction

Restriction of joint mobility is a common impairment


* Corresponding author. Sancheti Institute of Orthopaedics and observed in clinical physiotherapy practice. These may be
Rehabilitation, 16 Shivaji Nagar, Pune 411005, Maharashtra, India. because of positioning, muscle guarding, pain, and relative
E-mail address: drashokshyam@yahoo.co.uk (A. Shyam). joint immobility. Joint restriction if not dealt with early

1013-7025/$ - see front matter Copyright ª 2011, Elsevier. All rights reserved.
doi:10.1016/j.hkpj.2011.02.004
26 S. Parmar et al.

intervention may lead to certain pathological changes. The the intersegmentally connected muscles [11]. One form of
elastic connective tissue is gradually replaced by fibrous this technique is isolytic contraction (ILC) (isotonic
tissue; and with prolonged immobility, they may result in eccentric contraction). Here, the subject’s contraction is
extensive infiltration of less elastic fibrous tissue leading to resisted and overcome by the operator thereby involving
permanent restriction of mobility [1]. This may be one of stretching and breaking down of fibrotic tissue present in
the causes of permanent disability hampering a person’s the involved muscle [11]. This is postulated to promote
functional and performance skills. orientation of collagen fibers along the lines of stress and
Knee joint effusions are a known complication following direction of movement, limit infiltration of cross bridges
hip fractures [2,3]. They are called sympathetic effusions between collagen fibers, and prevent excessive collagen
and the cause is unknown. The joint assumes a loose formation preventing any muscle stiffness [8]. Also, active
packed position to accommodate the increased volume of contraction of the agonist causes relaxation of the antag-
fluid within the joint space [3]. This helps to decrease pain onist thereby facilitating joint mobility-reciprocal inhibi-
and give comfort, which however leads to relative adap- tion [8]. ILC is also known for their hypoalgesic effects
tive shortening of the soft tissue components ante- especially in acute painful conditions [12]. These features
rolaterally. Joint effusions also cause inhibition of of ILC may be useful in early mobilizing acutely involved
quadriceps with weakness and atrophy of the muscles [4]. joints.
These events cause disturbance in normal functioning of Various studies have compared several methods of
the joint and might set up a chain of events that even- stretching [13e17]. However, despite extensive literature,
tually affects not only every part of the joint but also its there have been no reports of use of ILC in acute knee
surrounding joints and soft tissues leading to stiffness involvement. Also, there are no comparative studies
[5,6]. The passive insufficiency of the quadriceps (rectus comparing PMS and ILC methods in acute joint conditions.
femoris) may lead to relative shortening of the muscle. As We designed this research to study the effectiveness of ILC
muscle length is known to affect the contractile properties in gaining ROM and decreasing pain in acute knee involve-
of the muscle as a whole, alteration in the resting length ment and comparing it with standard PMS.
of the muscle alters its functioning capacity, which may
also contribute to joint stiffness. A detailed study of
various anatomical structures contributing toward joint Methods
stiffness was done by Johns and Wright [7]. They stated
that joint restriction is contributed by joint capsule (47%), A prospective, randomized, double-blinded study was per-
surrounding muscles and intermuscular fasciae (41%), formed at our institute between 2006 and 2008. We only
tendons (10%), and skin tissue (2%). In these cases, included subjects with proximal femur fractures treated
stretching caused by normal movements may cause severe with standard lateral approach with fixation using four-hole
pain, and mobility may not spontaneously return without dynamic hip screw-plate system. We excluded subjects
a specific stretching treatment [1,8]. with pathological fractures, revision surgeries, associated
Stretching has its impact on both contractile and non- ipsilateral injuries and subjects with neurological and
contractile tissues. According to Magnusson et al [9] inter- vascular disorder or subjects treated with extended
fascial and fascial release occur following stretching, which approach or fixation. We also excluded subjects with
play an important role in regaining the muscle length and previous or concurrent knee pain. Eighty-four consecutive
extensibility. One form of technique, which is commonly subjects of proximal hip fractures were screened and 52
and effectively used to improve muscle flexibility, is passive were selected according to inclusion criteria. Randomiza-
manual stretching (PMS). In this technique, an external tion was done by alternatively allotting the subjects to the
force is applied to move the involved body segment slightly two groups; ILC group and PMS group (Fig. 1). There were
beyond the point of tissue resistance and available range of 18 males and 8 females in the ILC group and 16 males and
motion (ROM). Both contractile and noncontractile tissues 10 females in the PMS group with average age of 64.35
can be elongated by passive stretching [1]. However, (18.40) in the ILC group and 58.19 (19.18) in the PMS
passive stretching has some limitations. First, it does not group. Primary mechanism of injury was slip and fall
consider the subjects own muscle effort to gain ROM and is (43 subjects) and the remaining were vehicular accidents
purely dependent on the therapist. Second, as the muscle is (9 subjects).
stretched in absence of contraction, there is some length at The permission to carry out the study was obtained
which the muscle begins to resist that stretch. This pull is from the ethical committee, Sancheti Institute for Ortho-
attributed to the elastic recoil of the passive structures paedics and Rehabilitation. A prior written consent was
within the muscles, that is, intervening connective tissues taken from each subject. Double blinding was done with
[10]. This may lead to increased amount of associated pain the assessment therapist and the patient both being blin-
and discomfort. There is also a risk of overstretching and ded with respect to treatment protocol followed. All
may cause tissue damage [8]. fractures were exposed by standard lateral approach and
Muscle energy technique (MET) is another such internal fixation was performed using four-hole dynamic
approach, which along with targeting the soft tissue hip plate screw system. A preintervention assessment was
primarily makes a major contribution toward joint mobi- carried out by the assessment therapist on third day
lization. This technique is used in clinical practice to postoperatively. Outcome measures were pain [on visual
restore mobility of a segment, retrain global movement analog scale (VAS), score out of 10 on a 100 mm horizontal
patterns, reduce tissue edema, stretch fibrotic tissue, line] and knee ROM (in degrees with universal 360 goni-
reduce muscle spasm, and retrain stabilizing function of ometer tested for validity and reliability) [18]. The
27

Assessed for eligibility (n = 84)

Excluded (n = 32)
Not meeting inclusion criteria (n = 29)
Other reasons (n = 3)

Randomized (n = 52)

Allocated to intervention (n = 26) Allocated to intervention (n = 26)


Received allocated intervention (n = 26 ) Received allocated intervention (n = 26)
Did not receive allocated intervention (give Did not receive allocated intervention (give
reasons) (n = 0 ) reasons) (n = 0)

Lost to follow-up (give reasons) (n = 0) Lost to follow-up (give reasons) (n = 0)

Discontinued intervention (give reasons) (n = 0) Discontinued intervention (give reasons) (n = 0)

Analyzed (n = 26) Analyzed (n = 26 )


Excluded from analysis (give reasons) (n = 0) Excluded from analysis (give reasons) (n = 0)

Figure 1 Consort flow diagram.

intervention common to both groups included ankle full extension. This technique was applied for 5e7 repeti-
pumping exercises, static quadriceps exercises, static tions once in the day [11].
hamstring exercises, assisted to active heel drags, assisted
to active straight leg raising exercises, assisted to active Passive manual stretch
abduction exercises in supine position to the affected The subject was made to go into side lying position after
extremity, free active ROM exercises to the opposite taking permission from the operating surgeon with
unaffected extremity and both upper extremities, and adequate pillow support between both the legs and
unilateral bridging exercises. Frequency of treatment for necessary precautions. The hip was maintained in neutral
both the groups was once a day for the morning session. position with adequate stabilization of pelvis. The knee was
Duration of entire treatment session for both the groups then passively taken to the point slightly ahead of tissue
was 20e25 minutes daily starting from 3rd day postsurgery resistance and held in that position for 15 seconds and then
till 12th day postsurgery. The ILC group received the iso- returned back to full extension. The technique was applied
lytic form of MET, whereas the PMS group received PMS, for 5e7 repetitions once in the day.
both by the same interventional therapist. A postintervention assessment was done, on 12th day
postsurgery, by the assessment therapist for pain assess-
ment and knee ROM measurements. Final readings were
Technique noted in the assessment form; master chart was prepared
and data were analyzed. We compared the two groups with
Isolytic contraction respect to preintervention factors, such as VAS score; knee
With patient in side lying position, the hip was maintained ROM; and knee ROM deficit and postintervention factors,
in neutral with adequate stabilization of pelvis. The knee such as VAS score, ROM, ROM deficit, improvement in ROM
was then taken to a range where the first resistance barrier deficit, percentage ROM improvement, and VAS difference.
was reached. The subject was then instructed to use ROM deficit was calculated by comparing the ROM of the
20e25% of the knee extensor force to resist the therapist affected knee with ROM of the normal knee. This gave an
applied flexion force. The knee was then moved to a new idea about absolute deficit in ROM and is a measure of
range till a second resistance barrier was reached and held extent of normalization of the knee range in a given indi-
in that position for 15 seconds and then returned back to vidual. We also calculated the percentage improvement in
28 S. Parmar et al.

knee ROM as compared with the preintervention ROM. This

p (Between-group
comparison after
gave an idea about improvement in range for a given limb.

intervention)
Statistical analysis

0.003y
0.049
0.037
Because our sample size was total 52 with 26 subjects in
each arm, a comparatively low sample size, we plotted the
normality plots, which showed that the data were not

p (Between-

at baseline)
comparison
normally distributed. So, we used nonparametric tests to
analyze our data. Within-group analysis was done by using

0.005y
group

0.960
0.060
Wilcoxon sign rank test, whereas between-group analysis
was done by Mann Whitney U test. The significance level
was set at 0.025 (two tailed) to reduce the probability of

comparison)
making a Type-I error because of multiple comparisons.

p (Within-

<0.001*
<0.001*
<0.001*
SPSS version 12 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA) was used for

group
statistical analysis.

ILC Z isolytic contraction; PMS Z passive manual stretch; ROM Z range of motion; SD Z standard deviation; VAS Z visual analog scale.
Results

3.65  4.80 (0e10)


3.46  1.36 (2e6)
128.46  11.11
A total of 52 subjects (18 women and 34 men) participated

(110e150)

*p < 0.025 (within-group comparison, Mann Whitney U test); yp < 0.025 (between-group comparison, Mann Whitney U test).
in the study. All subjects completed the study with no
dropouts. We had no complications associated with either
of the techniques during our study with no subjects showing

Post
worsening of pain or preintervention ROM.
The mean age in PMS (n Z 26) group and ILC group

36.15  10.79 (20e50)


Comparison of pain, knee ROM, and knee ROM deficit between the two treatment groups
(n Z 26) were 58.19  19.18 (range, 22e86) years and

95.6  6.83 (90e110)


7.80  1.13 (6e10)
64.35  18.4 (range, 35e90) years, respectively and the
difference was not statistically significant (p Z 0.3). The
PMS group had 16 (61.5%) men, whereas the ILC group had
19 (73.1%) men, and the difference in male to female ratio
between the two groups did not reach statistical signifi-
cance (p Z 0.372). Comparison between the values of VAS,
Pre
ILC

ROM, and ROM deficit is presented in Table 1. At baseline,


there was no significant difference in VAS between the two
comparison)
p (Within-

groups. However, ROM deficit was significantly more severe


<0.001*

<0.001*
<0.001*

in the PMS group (p Z 0.005).


group

In the PMS group, there was a significant improvement in


VAS, knee ROM, and knee ROM deficit after the treatment
period (p < 0.001) (Table 1). On the other hand, the ILC
11.73  8.23 (0e30)

group also demonstrated significant improvement in all of


4.26  1.48 (2e6)

these outcomes (p < 0.001).


119.80  14.86

The next line of analysis involved the change scores of


(90e145)

each of the outcomes measured (Table 2). The results


showed that the ILC group demonstrated significantly more
Post

improvement in VAS score than the PMS group (p Z 0.003)


(Table 2). The percentage improvement in the ROM
(p Z 0.107) and ROM deficit (p Z 0.880) was not signifi-
Data are presented as mean  SD (range).
101  8.47 (80e115)
7.80  1.13 (6e10)

cantly different between the two groups.


30  9.69 (20e50)

Discussion

Among the various soft tissue mobilization techniques, MET


PMS
Pre

and PMS are two major methods. There have been no


studies to compare these two methods in acute stages of
Knee ROM (deg)

joint involvement. The present study was undertaken to


deficit (deg)
Comparison

evaluate effectiveness of ILC versus PMS to gain knee ROM


VAS (0e10)

Knee ROM
of scores

in acute phase after hip surgery.


Table 1

Knee stiffness posthip surgery is mostly because of


extra- and periarticular soft tissue involvement. During
internal fixation of hip fracture, prolonged traction with
29

Table 2 Comparison of change scores between the two treatment groups


Comparison of scores PMS ILC p
VAS change 3.54  0.85 (2e5) 4.35  0.79 (3e6) 0.003*
ROM % change 332  118 (175e525) 287  121 (180e550) 0.107
ROM deficit change 90  10.48 (70e105) 91.92  8.49 (80e110) 0.880
Data are presented as mean  SD (range).
*p < 0.025 (between-group comparison, Mann Whitney U test).
ILC Z isolytic contraction; PMS Z passive manual stretch; ROM Z range of motion; SD Z standard deviation; VAS Z visual analog scale.

internal rotation is often applied to the limb, thereby, fibers to form in the same direction as the original fibers
subjecting the knee to prolonged abnormal stresses. and the overproduction of the fibrous connective tissue
Furthermore, the transmission of vibratory and impact with fibers running in all directions is prevented. It is
stresses to the knee during implant fixation at the hip is important that the connective tissue in muscles should form
inevitable during the surgical procedure. These indirect in the same direction as contractile muscle fibers to
stresses at the knee joint during the surgical procedure also improve force [8]. Proposed mechanisms by which PMS
contribute to the development of postoperative effusion at facilitates this laying down of collagen and regain of muscle
the knee joint [3]. Because there is no primary articular length are (1) a direct decrease in muscle stiffness via
lesion in the knee joint, we consider this as an ideal passive viscoelastic changes or (2) an indirect decrease
scenario to compare between both our soft tissue mobili- because of reflex inhibition and consequent viscoelasticity
zation techniques. changes from decreased actin-myosin cross bridging [23].
Mobilization in acute stage may be limited by pain. This would then allow for increased joint ROM.
During stretching, intramuscular pressure increases In our study, the preintervention ROM was not signifi-
compression in the blood vessels and decreasing circula- cantly different in the two groups and the range improved
tion. Increased activity of the sympathetic system causes significantly by use of both the techniques implying effec-
constriction of the small arterioles and thus also decreases tiveness of both the techniques. However, ILC tended to
circulation. Rise in muscle tension may also affect metab- have better postintervention ROM when compared with PMS
olism, which along with mechanical friction and decreased (p Z 0.037). This can be explained by following hypotheses.
circulation can activate pain receptors located in the The active muscle contraction in ILC before stretching
muscle tissue [8]. This irritation of nerve endings in muscles activates muscle spindle receptors, which decreases their
and also in connective tissues, such as skin and joint liga- sensitivity, reducing muscle tension and resistance to
ments, can stimulate a reflex response leading to muscle stretch facilitating movement [8]. According to the theory
contraction. Stretch of this contracted muscle and soft of neuromuscular relaxation, this reduced muscle tension
tissues may lead to increase in pain perception as seen also in turn inhibits the motor neuron activity (autogenic
during passive muscle stretching in acute settings. Our inhibition) leading to further decrease in active muscle
study shows significant improvement in the pain VAS score tension before muscle contraction. Thus, the muscle-
for both the groups. However, the ILC group had signifi- tendon system can be stretched further facilitating move-
cantly more improvement in pain VAS when compared with ment. Active muscle contraction has been shown to have
PMS (p Z 0.003). This may be because of hypoalgesic neurophysiological effects, including pain inhibition, thus
effects of MET [11]. This can be explained by the inhibitory allowing the muscles to be stretched further [8]. However,
Golgi tendon reflex, activated during the isometric it should be noted that the baseline ROM tended to be
contraction that leads to reflex relaxation of the muscle, as better in the ILC group, although the between-group
a result of postisometric relaxation. An alternative reflex difference did not reach was statistical significance
effect has been suggested in which an isometric contraction (p Z 0.060). In fact, the change score in knee ROM and
of the antagonist(s) of affected muscle(s) induce relaxation knee ROM deficit failed to show any significant difference
via reciprocal inhibition. Neurological explanation for the (p > 0.05). Thus, a larger sample study will be needed to
analgesic effects of MET has been detailed in literature fully establish whether the ILC is superior to PMS in
[19e22]. A sequence is suggested in which activation of improving knee ROM.
muscle mechanoreceptors and joint mechanoreceptors Our study had few limitations. Sample size was small.
occur, during an isometric contraction. This leads to sym- The study did not measure muscle strength changes but the
pathoexcitation evoked by somatic efferents and localized acute setting of our study would have confounded this
activation of the periaqueductal gray that plays a role in finding because of pain and limitation of postoperative
descending modulation of pain. Nociceptive inhibition then mobilization. The study did not consider the long-term
occurs at the dorsal horn of the spinal cord, as simultaneous effects of stretching at end of 4 weeks and 6 weeks post-
gating takes place of nociceptive impulses in the dorsal surgery to evaluate the carry over effects of stretching.
horn because of mechanoreceptor stimulation. In conclusion, the ILC technique and the PMS technique
Disease, injury, and surgery will cause changes in the of stretching are effective in improving knee ROM in
tissue mobility [8]. The formation and breakdown of subjects with ROM restriction in the acute phase after a hip
collagen is continuous in the tissues. PMS causes repair surgery with a lateral approach. The ILC technique was
30 S. Parmar et al.

more effective in reducing pain; and although a trend [11] Chaitow L. Muscle energy techniques. 2nd ed. London, UK:
toward better ROM was seen with this group, a larger Harcourt Publishers; 2001.
sample study will be required to establish the clinical [12] Selkow NM, Grindstaff TL, Cross KM, Pugh K, Hertel J, Saliba S.
efficacy of this treatment technique. Short-term effect of muscle energy technique on pain in
individuals with non-specific lumbopelvic pain: a pilot study.
J Man Manip Ther 2009;17:E14e8.
Acknowledgement [13] Smith M, Fryer G. A comparison of two muscle energy tech-
niques for increasing flexibility of the hamstring muscle group.
The authors would like to acknowledge the Indian Ortho- J Bodyw Mov Ther 2008;12:312e7.
paedic Research Group for technical help in review of the [14] Whatman C, Knappstein A, Hume P. Acute changes in passive
stiffness and range of motion post-stretching. Phys Ther
literature.
Sports 2006;7:195e200.
[15] LaRoche DP, Connolly AJ. Effects of stretching on passive
References muscle tension and response to eccentric exercise. Am J
Sports Med 2006;34:1000e7.
[1] Kisner C, Colby L. Therapeutic exercises foundation and [16] Winters MV, Blake CG, Trost JS, Marcello-Brinker TB, Lowe L,
techniques. 4th ed. Bangalore, India: Jaypee Brothers; 2001. Garber MB, et al. Passive versus active stretching of hip flexor
p. 171e80. muscles in subjects with limited hip extension: a randomized
[2] Murphy DP, Masterson E, O’Donnell T, Ryan E, Shahid MS. clinical trial. Phys Ther 2004;84:800e7.
A prospective study for evaluation of knee effusion after hip [17] Hahne AJ, Keating JL, Wilson SC. Do within session changes in
surgery. Ir Med J 2002;95:140e1. pain intensity and range of motion predict between-session
[3] Pun WK, Chow SP, Chan KC, Ip FK, Leong JCY. Effusions in the changes in subjects with low back pain? Aust J Physiother
knee in elderly subjects who were operated on for fracture of 2004;50:17e23.
the hip. J Bone Joint Surg Am 1988;70:117e8. [18] Gogia PP, Braatz JH, Rose SJ, Norton BJ. Reliability and
[4] Torry MR, Decker MJ, Millett PJ, Steadman JR, Sterett WI. The validity of goniometric measurements at the knee. Phys Ther
effects of knee joint effusion on quadriceps electromyography 1987;67:192e5.
during jogging. J Sport Sci Med 2005;4:1e8. [19] Fryer G, Fossum C. Therapeutic mechanisms underlying
[5] Deandrade JR, Grant C, Dixon AS. Joint distension and reflex muscle energy approaches. In: Fernández de las Peñas C,
muscle inhibition In the knee. J Bone Joint Surg Am 1965;47: Arendt-Nielsen L, Gerwin R, editors. Physical therapy for
313e22. tension type and cervicogenic headache: physical examina-
[6] Spencer JD, Hayes KC, Alexander IJ. Knee joint effusion and tion, muscle and joint management. Boston, MA: Jones &
quadriceps reflex inhibition in man. Arch Phys Med Rehabil Bartlett; 2009.
1984;65:171. [20] Brodin H. Lumbar treatment using the muscle energy tech-
[7] Johns RJ, Wright V. Relative importance of various tissues in nique. Osteopathic Ann 1982;10:23e4.
joint stiffness. J Appl Physiol 1962;17:824e8. [21] Cassidy D, Lopes A, Yong-Hing K. The immediate effect of
[8] Ylinen J. Stretching therapy for sports and manual therapies manipulation versus mobilization on pain and range of motion
section 1dstretching theory. 1st ed. Oxford, United Kingdom: in the cervical spine: a randomized controlled trial. J Manip-
Churchill Livingstone; 2008. p. 22e102. ulative Physiol Ther 1992;15:570e5.
[9] Magnusson SP, Simonsen EB, Aagaard P. Biomechanical [22] Wilson E, Payton O, Donegan-Shoaf L. Muscle energy tech-
responses to repeated stretches in human hamstring muscle in nique in patients with acute low back pain: a pilot clinical
vivo. Am J Sports Med 1996;24:622e8. trial. J Orthop Sports Phys Ther 2003;33:502e12.
[10] Oatis CA. Kinesiologydthe mechanics and pathomechanics of [23] Shrier I, Gossal K. Myths and truths of stretching: individual-
human movement. Chapter 3 and 4. Philadelphia, Pennsylva- ized recommendations for healthy muscles. Phys Sports Med
nia: Lippincott Williams and Wilkins; 2000. p. 36e64. 2000;28:57e63.
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

Pemberian Latihan Rentang Gerak Terhadap Fleksibilitas Sendi


Anggota Gerak Bawah Pasien Fraktur Femur Terpasang
Fiksasi Interna Di RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Reni Prima Gusty (Fakultas keperawatan Unand)


Armayanti (RSUD M Djamil Padang)
email : renigusty@gmail.com

ABSTRAK : Gangguan fleksibilitas sendi anggota gerak bawah merupakan masalah yang sering terjadi pada
pasien fraktur femur pasca operasi pemasangan fiksasi interna. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
gangguan ini dintaranya adalah melakukan latihan rentang gerak sendi sedini mungkin. Tujuan penelitian adalah
mengetahui pengaruh pemberian latihan rentang gerak terhadap kelenturan sendi anggota gerak bawah pada pasien
fraktur femur terpasang fiksasi interna. Rancangan penelitian menggunakan Quasy Eksperiment dengan pendekatan
Posttest Only Control Group. Sampel adalah pasien fraktur femur post fiksasi interna hari ke dua sebanyak 20
responden, dibagi dalam dua kelompok yaitu 10 responden mendapat latihan rentang gerak (eksperimen) dan 10
responden melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai aturan penelitian (kontrol). Instrument menggunakan
goniometer. Perlakuan Latihan gerak dilakukan 2 kali sehari pagi dan sore hari selama 5 hari dengan durasi 15
menit. Data dianalisa dengan uji statistik Mann Whitney. Hasil penelitian pada kelompok eksperimen didapatkan
rata-rata kelenturan sendi setelah diberikan latihan rentang gerak yaitu fleksi sendi panggul 68,5 derajat, fleksi sendi
lutut 61 derajat, dorsofleksi pergelangan kaki 12,5 derajat dan plantarfleksi pergelangan kaki 47 derajat, sedangkan
pada kelompok kontrol didapatkan rata-rata fleksi sendi panggul 45,5 derajat, fleksi sendi lutut 15,5 derajat,
dorsofleksi 1,5 derajat dan plantarfleksi 33,5 derajat. Berdasarkan uji statistik Mann Whitney didapatkan p=0,000
<0,05 yang menunjukkan ada perbedaan derajat kelenturan sendi pada kelompok eksperimen dibanding dengan
kelompok kontrol. Kesimpulan lebih besar peningkatan derajat kelenturan sendi pada kelompok eksperimen
dibanding dengan kelompok kontrol. Disarankan lakukan latihan gerak sendi post operasi fiksasi hari kedua (sedini
mungakin) sehingga dapat mencegah terjadinya kekakuan pada sendi pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi
interna.

Kata Kunci : Fraktur femur, fiksasi interna, fleksibilitas sendi, latihan rentang gerak.

ABSTRACT : The disturbance of the flexibility of below range of motion joint is one of the problem that common
occur to the Femur Fracture in Patients post-operation lighted Interna Fixation. The attempt to prevent it is doing
range of motion. The goal of this research to know the influence of giving range of motion regarding to the Femur
Fractures patient lighted Interna fixation. The design of the research is using Quasy Experiment and Posttest Only
Control Group Design. The numbers of the samples are 20 fraktur femur patients. Divided into 2 groups : 10
patients get the motion extension training (experiment), 10 patients do the motion extension training not in control
(control). The research has been done in 16 October 2012 – Jun 2013, collecting the data have been done in 16
march 2013 – 13 April 2013. The result of the research, the experiment group gets the averages of hinge flexibility
after giving the range of motion, hip joint flexibility 68,5 degrees, knee joint flexibility 61 degrees, dorsoflexy ankle
joint 12,5 degrees and plantarflexy ankle joint 47 degrees, and the control group gets the averages of joint
flexibility, hip joint flexibility 45,5 degrees, knee joint flexibility 15,5 degrees, dorsoflexy 1,5 degrees and platarflexy
33,5 degrees. Based on Mann Whitney statistic test show that there are significant differences range of motion
between experiment group and control group. Conclusion: giving the range of motion can prevent the disturbance of
joint flexibility to the Femur Fractures patients lighted interna fixation

Key words : Femur Fractures, post-operation, hinge flexibility, motion extension training.

Bibliography : 34 ( 1993-2012)

176
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas pelvic, upper limbs and lower limbs.
jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang Principles of fracture treatment include
umumnya disebabkan oleh rudapaksa reduction, immobilization, return of
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur function, and normal strength with
femur adalah suatu patahan pada kontinuitas rehabilitation. Reduction can be done in
struktur tulang paha yang ditandai adanya open or closed. Open reduction (open
deformitas yang jelas yaitu pemendekan reduction) is done surgically by inserting
tungkai yang mengalami fraktur dan fixation devices such as plates, screws, wire
hambatan mobilitas fisik yang nyata or pin into the bone. Internal fixation can be
(Muttaqin, 2008). Fraktur dapat terjadi carried out and ekterna, depending on the
akibat peristiwa trauma langsung, tekanan shape of the fracture (Smeltzer & Bare,
yang berulang-ulang, dan kelemahan 2002).
abnormal pada tulang (fraktur patologik) Fiksasi interna (open reduksi internal
(Salamon dkk, 1995). Fraktur terbagi atas fiksasi) adalah metode pembedahan
fraktur komplet, fraktur tidak komplet, memperbaiki fraktur dengan menggunakan
fraktur tertutup, fraktur terbuka, dan fraktur plate dan screw atau intramedulla nail untuk
patologis. Fraktur bisa terjadi didaerah menstabilkan tulang (Cluett, 2008). Fiksasi
cranium, thorak, pelvis, anggota gerak atas, interna dilaksanakan dalam rangka
dan anggota gerak bawah. Prinsip memperbaiki fungsi dengan mengembalikan
penanganan fraktur meliputi reduksi, gerakan, stabilitas, disabilitas dan
imobilisasi, pengembalian fungsi, dan mengurangi nyeri. Akibat adanya fraktur
kekuatan normal dengan rehabilitasi. mengakibatkan terjadinya keterbatasan
Reduksi dapat dilakukan secara terbuka gerak, terutama di daerah sendi yang fraktur
maupun tertutup. Reduksi terbuka (open dan sendi yang ada di daerah sekitarnya.
reduksi) dilakukan melalui pembedahan Karena keterbatasan gerak tersebut
dengan cara memasukkan alat fiksasi berupa mengakibatkan terjadinya keterbatasan
plat, screw, wire atau pin kedalam tulang. lingkup gerak sendi dan mengakibatkan
Fiksasi dapat dilaksanakan secara interna terjadinya gangguan pada fleksibilitas sendi.
maupun ekterna, tergantung dari bentuk Fleksibilitas sendi adalah luas bidang
frakturnya (Smeltzer & Bare, 2002). gerak yang maksimal pada persendian, tanpa
A fracture is a break of continuity of dipengaruhi oleh suatu paksaan atau tekanan
bone tissue and / or cartilage which is (Fatmah, 2010). Terjadinya gangguan
generally caused by involuntary fleksibilitas sendi akibat suatu keadaan
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Femoral antara lain kelainan postur, gangguan
fracture is a fracture in the continuity of the perkembangan otot, kerusakan system saraf
femur structure characterized by a clear pusat, dan trauma langsung pada system
deformity that is shortening the leg fracture musculoskeletal, misalnya fraktur yang
and a real physical mobility barriers menimbulkan respon nyeri pada daerah yang
(Muttaqin, 2008). Fractures may occur as a sakit (Potter & Perry, 2005). Dari hasil
result of direct trauma events, repetitive penelitian Yandri (2011), ditemukan 3 kasus
stress, and abnormal weakness on bone (15%) dari 20 orang pasien fraktur femur
(pathologic fracture) (Salamon et al, 1995). terpasang fiksasi interna mengalami
Divided into fracture complete fracture, the gangguan fleksibilitas sendi lutut. Adapun
fracture is not complete, closed fractures, pencegahan yang dapat dilakukan adalah
open fractures, and pathologic fractures. dengan cara melakukan mobilisasi dini.
Fractures can occur areas cranium, thoracic,

177
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

Mobilisasi adalah kemampuan untuk hasil nyeri berkurang, rentang gerak panggul
bergerak dengan bebas mudah, berirama, kanan aktif dan pasif, kekuatan otot
terarah di lingkungan dan merupakan bagian meningkat, oedema berkurang dan aktifitas
yang sangat penting dalam kehidupan fungsional meningkat dan dapat dievaluasi
(Kozier dkk, 2010). Mobilisasi mengacu bahwa pasien dalam melakukan aktifitas
pada kemampuan seseorang untuk bergerak sehari-hari sudah dapat berjalan sendiri,
dengan bebas, berfokus pada rentang gerak, biarpun masih dibantu dengan kruk. Dari
gaya berjalan, latihan, toleransi aktifitas dan pengalaman peneliti selama bertugas di
kesejajaran tubuh (Potter & Perry, 2006). ruang Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang
Menurut Doherty (2006), pada pasien pasca sejak tahun 1989-2007, pelaksanaan latihan
operasi memerlukan perubahan posisi rentang gerak pada pasien fraktur femur
kecuali melakukannya merupakan terpasang fiksasi interna belum terlaksana
kontraindikasi, posisi pasien diubah setiap dengan baik. Standar Operasional Prosedur
30 menit dari sisi ke sisi sampai sadar dan juga belum tersedia diruangan. Ini diketahui
kemudian dilakukan mobilisasi dini 8-12 dari hasil wawancara dengan SPF dan
jam pertama. Menurut hasil wawancara beberapa orang Kepala Ruangan. Advis
dengan 2 orang dokter residen bedah dokter mengenai mobilisasi ada ditemukan,
mobilisasi sebaiknya dilakukan sedini tapi belum terlaksana dengan baik.
mungkin, sedangkan wawancara dengan ahli Penyuluhan rentang gerak ada dilakukan,
fisioterapis dapat dilaksanakan bila tanda- namun tindak lanjut dan evaluasinya tidak
tanda dari peradangan tidak ada dan dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
dilaksanakan 24 jam pasca operasi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan
Rentang gerak (Range of Motion) yang dilakukan peneliti pada tanggal 18
adalah pergerakan maksimal yang mungkin Oktober 2012 sampai dengan 27 Oktober
dilakukan oleh sendi tersebut (Kozier dkk, 2012 di Ruang Rawat Inap Trauma Centre,
2010). Rentang gerak merupakan jumlah dari empat orang pasien dengan fraktur
maksimum gerakan yang mungkin femur terpasang fiksasi interna didapatkan
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga tiga orang klien mengalami gangguan
potongan tubuh: sagital, frontal, dan fleksibilitas sendi lutut dengan fleksi kurang
transversal (Potter & Perry, 2005). Untuk dari 700. Hasil wawancara dengan pasien
mempertahankan dan meningkatkan gerakan didapat keluhan pasien merasa takut
sendi, latihan rentang gerak harus dimulai melakukan latihan rentang gerak karena
segera mungkin setelah pembedahan, lebih sakit dan juga tidak adanya penyuluhan
baik dalam 24 jam pertama dan dilakukan di mengenai manfaat dilakukan latihan rentang
bawah pengawasan untuk memastikan gerak. Ini dapat dilihat dari perilaku perawat
bahwa mobilisasi dilakukan dengan tepat yang belum melaksanakan latihan rentang
serta dengan cara yang aman (Smeltzer & gerak pada pasien pasca operasi fraktur
Bare, 2002), tapi ini belum berjalan dengan terpasang fiksasi interna. Akibat
semestinya. Hal ini disebabkan karena keterlambatan dalam pendeteksian,
adanya perasaan nyeri akibat dari tindakan mengakibatkan terjadinya gangguan
pembedahan yang dilakukan. Dari hasil fleksibilitas sendi, yang akhirnya pasien
penelitian yang dilakukan oleh Astuti dirujuk ke fisioterapi.
(2006), setelah dilakukan rentang gerak aktif
pada pasien post operasi fraktur femur 1/3 A. Penetapan Masalah
medial dextra dengan pemasangan plate dan Oleh sebab itu peneliti
screw, sebanyak 6 kali latihan didapatkan merumuskan masalah penelitian apakah

178
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

ada pengaruh pemberian latihan rentang rentang gerak dan yang bergerak
gerak terhadap fleksibilitas sendi anggota tidak sesuai aturan penelitian
gerak bawah pada pasien fraktur femur pada pasien fraktur femur
terpasang fiksasi interna di Ruang terpasang fiksasi interna di
Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil ruang rawat Trauma Centre
Padang. RSUP Dr. M. Djamil Padang.

C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian


1. Tujuan Umum 1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Diketahui pengaruh pemberian Penelitian ini diharapkan menjadi
latihan rentang gerak terhadap bahan intervensi yang spesifik dalam
fleksibilitas sendi anggota gerak konteks asuhan keperawatan pada
bawah pada pasien fraktur femur pasien dengan fraktur ekstremitas
terpasang fiksasi interna di Ruang bawah dengan mendesiminasikan
Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil dan mensosialisasikan kepada
Padang. pemegang kebijakan serta perawat
2. Tujuan Khusus pelaksana untuk dijadikan acuan
a. Diidentifikasi fleksibilitas sendi guna meningkatkan mutu pelayanan
anggota gerak bawah yang keperawatan khusunya untuk
meliputi fleksibilitas fleksi sendi mencegah terjadinya masalah
panggul, fleksi sendi lutut, gangguan fleksibilitas sendi.
dorsofleksi dan plantarfleksi 2. Bagi Institusi Rumah Sakit
pergelangan kaki pada pasien Hasil penelitian ini diharapkan
fraktur femur terpasang fiksasi memberikan masukan dan bahan
interna setelah diberi latihan pertimbangan dalam penyusunan dan
rentang gerak di ruang rawat pembuatan standar operasional
Trauma Centre RSUP Dr. M. prosedur (SOP) latihan rentang gerak
Djamil Padang. untuk mencegah terjadinya masalah
b. Diidentifikasi fleksibilitas sendi gangguan fleksibilitas sendi.
anggota gerak bawah yang 3. Bagi Penelitian Selanjutnya
meliputi fleksibilitas fleksi sendi Penelitian ini diharapkan dapat
panggul, fleksi sendi lutut, menjadi rujukan dan data dasar bagi
dorsofleksi dan plantarfleksi penelitian berikutnya terutama yang
pergelangan kaki pada pasien terkait dengan pengaruh pemberian
fraktur femur terpasang fiksasi latihan rentang gerak terhadap
interna yang bergerak tidak fleksibilitas sendi anggota gerak
sesuai aturan penelitian di ruang bawah pada pasien fraktur femur.
rawat Trauma Centre RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
c. Diidentifikasi perbedaan A. Jenis dan Desain Penelitian
fleksibilitas sendi anggota gerak Penelitian ini adalah penelitian
bawah yang meliputi kuantitatif dengan menggunakan desain
fleksibilitas fleksi sendi panggul, Quasy Eksperiment dengan pendekatan
fleksi sendi lutut, dorsofleksi Posttest Only Control Group Design
dan plantarfleksi pergelangan (Notoatmojo, 2010). Pada kelompok
kaki sesudah diberi latihan eksperimen latihan rentang gerak

179
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

dimulai pada hari kedua pasca operasi. dilakukan selama 3 hari dengan durasi
Latihan rentang gerak dilakukan selama 15 menit, dengan 5 kali pengulangan
3 hari dengan durasi 15 menit, dengan 5 setiap sendi dengan sesi 2 kali sehari
kali pengulangan setiap sendi dengan pagi dan sore hari ada dianjurkan, tapi
sesi 2 kali sehari pagi dan sore hari. dalam penatalaksanaannya latihan
Rentang gerak diukur tingkat rentang gerakdilakukan tidak sesuai
fleksibilitas sendinya (posttest), pada aturan penelitian. Pengukuran
hari kelima post operasi, sedangkan fleksibilitas sendi (posttest) tetap
pada kelompok control, dilakukan. sama dengan kelompok
penatalaksanaan rentang gerak dimulai eksperimen, yaitu hari kelima post
pada hari kedua pasca operasi, operasi.

Rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut:


Subjek Intervensi Posttest

Kelompok Eksperimen X1 O1 (E)


Kelompok Kontrol X2 O2 (P)

Keterangan:
KE : Kelompok Eksperimen
X1 : Pemberian latihan rentang gerak
O1 (E) : Pengukuran nilai fleksibilitas sendi kelompok eksperimen
KP : Kelompok control
X2 : Melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai dengan aturan penelitian
O2 (P) : Pengukuran nilai fleksibilitas sendi kelompok kontrol.

B. Populasi dan Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari


1. Populasi Penelitian populasi yang diambil dari
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti
keseluruhan objek penelitian atau dan dianggap mewakili seluruh
objek yang akan diteliti populasi (Notoatmodjo, 2010).
(Notoatmodjo, 2010). Populasi Sampel yang digunakan dalam
dalam penelitian ini adalah penelitian ini adalah klien dengan
seluruh pasien fraktur femur yang fraktur femur terpasang fiksasi
terpasang fiksasi interna di ruang interna dan memenuhi kriteria
rawat inap Trauma Centre RSUP inklusi.
Dr. M. Djamil Padang selama Teknik sampling yang
bulan Oktober 2012 sampai digunakan dalam penelitian ini
dengan Desember 2013 dengan adalah Non Probability Sampling
rata-rata perbulan 10 - 15 orang yaitu Purposive Sampling.
pasien. Purposive Sampling adalah teknik
penetapan sampel berdasarkan
2. Sampel Penelitian pertimbangan tertentu yang

180
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

dibuat oleh peneliti sendiri Penelitian ini dilaksanakan di


berdasarkan ciri-ciri atau sifat- ruang rawat inap Trauma Centre
sifat populasi yang sudah RSUP Dr. M. Djamil Padang. Waktu
diketahui sebelumnya penelitian dilaksanakan pada bulan
(Notoatmodjo, 2010). Jumlah Oktober 2012 - Mei 2013, dan
sampel yang ditetapkan menurut pengumpulan data telah
Sugiyono (2010) untuk penelitan dilaksanakan pada 16 Maret 2013 –
eksperimen sederhana adalah 13 April 2013.
antara 10 sampai 20 sampel. Pada
penelitian ini jumlah sampel yang D. Variabel dan Defenisi Operasional
telah diambil adalah 10 orang 1. Variabel Penelitian
kelompok eksperimen dan 10 a. Variabel bebas atau variabel
orang kelompok kontrol. independen yaitu veriabel
3. Kriteria Sampel yang mempengaruhi. Variabel
a. Kriteria Inklusi independen dalam penelitian
1) Bersedia menjadi ini adalah pemberian latihan
responden dan diberi rentang gerak.
perlakuan latihan b. Variabel terikat/dependen
rentang gerak dan yang yaitu yang dipengaruhi.
melakukan latihan Variabel terikat dalam
rentang gerak tidak penelitian ini adalah
sesuai aturan penelitian. fleksibilitas sendi.
2) Dapat berkomunikasi
dengan baik. E. Instrumen Penelitian
3) Pasien pasca operasi Instrumen penelitian yang dipakai
fraktur femur terpasang adalah Goniometer yang digunakan
fiksasi interna lebih dari dalam pengukuran sendi pasien yang
48 jam. mengalami fraktur femur terpasang
4) Pasien yang belum fiksasi interna yang telah dilakukan
melakukan latihan latihan rentang gerak dan yang
rentang gerak. bergerak tidak sesuai aturan
5) Pasien tidak ada penelitian.
menderita penyakit 1) Latihan gerak dilakukan
system musculoskeletal dengan durasi 15 menit,
seperti tumor tulang. dengan 5 kali
6) Pasien tidak ada pengulangan setiap sendi
menderita penyakit dengan sesi 2 kali sehari
neurologis pagi dan sore hari.
7) Pasien berumur 15-45 F. Teknik Analisa Data
tahun. 1. Analisa Univariat
b. Kriteria Eklusi Analisis univariat
1) Pasien pulang sebelum dilakukan untuk menjelaskan
terapi selesai dilakukan. karakteristik masing-masing
2) Pasien terpasang traksi. variabel yang diteliti. Variabel
yang dianalisis dalam penelitian ini
C. Tempat dan Waktu Penelitian adalah umur, jenis kelamin,

181
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

diagnosa medis dan gambaran untuk mengetahuinya dilakukan


fleksibilitas sendi panggul, lutut, uji normalitas. Uji statistik untuk
dan pergelangan kaki pada pasien seluruh analisis tersebut diatas
fraktur femur terpasang fiksasi dianalisis dengan tingkat
interna. Penyajian data kategorik kemaknaan 95% (alpha 0.05%).
seperti umur, jenis kelamin, dan Uji statistik non parametrik
diagnosa medis menggunakan yang digunakan untuk menguji
persentase atau proporsi. Kategori perbedaan mean antara dua
umur menurut Depkes RI, (2009) kelompok yang independen
adalah 15-25 tahun (masa remaja memakai uji Mann Whitney.
akhir, 26-35 tahun (masa dewasa
awal), dan 36-45 tahun (masa HASIL PENELITIAN
dewasa akhir). Sedangkan
diagnosa medis meliputi fraktur
femur 1/3 proximal, tengah dan
A. Gambaran Umum Penelitian
distal. Penyajian data numerik
Penelitian dilakukan terhadap
seperti gambaran fleksibilitas
pasien fraktur femur terpasang
sendi panggul, lutut, dan
fiksasi interna yang dirawat di ruang
pergelangan kaki menggunakan
rawat Trauma Centre RSUP Dr. M.
nilai mean, standar deviasi,
Djamil Padang dari tanggal 16 Maret
minimum, dan maksimum.
2013 sampai dengan 13 April 2013
2. Analisa Bivariat
dengan jumlah responden 20 orang
Analisis bivariat dilakukan
yang memenuhi kriteria sampel yang
untuk membuktikan hipotesis
telah ditentukan. Responden dibagi
penelitian yaitu pemberian latihan
menjadi dua kelompok, yaitu 10
rentang gerak berpengaruh
responden dijadikan kelompok
terhadap fleksibilitas sendi
eksperimen yang diberikan latihan
anggota gerak bawah pada pasien
rentang gerak dan 10 responden
fraktur femur terpasang fiksasi
dijadikan kelompok kontrol yang
interna. Sebelum menentukan
melakukan latihan rentang gerak
jenis analisis bivariat yang
tidak sesuai aturan penelitian.
digunakan, terlebih dahulu
Responden adalah pasien fraktur
dilakukan uji normalitas untuk
femur terpasang fiksasi interna yang
jenis data numerik dengan Shapiro
dirawat di ruang rawat inap Trauma
Wilk.
Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang
Data numerik sebagai hasil
Tahun 2013. Selanjutnya ditampilkan
penelitian umumnya mengikuti
data karakteristik pasien
distribusi normal, namun tidak
berdasarkan umur, jenis kelamin,
mustahil sekumpulan data
dan diagnosa medik.
numerik tidak mengikuti asumsi
distribusi normal, oleh karena itu

182
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Karakteristik Umur, Jenis Kelamin dan
Diagnosis Medis pada Kedua Kelompok Pasien Di Ruang Rawat Trauma Centre
RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2013

Kelompok Kelompok
No Karakteritik Kriteria Eksperimen Kontrol
f % F %
1 Umur 15-25 tahun 5 50 4 40
26-35 tahun 2 20 1 10
36-45 tahun 3 30 5 50
Jumlah 10 100 10 100
2 Jenis Kelamin Laki-laki 7 70 7 70
Perempuan 3 30 3 30
Jumlah 10 100 10 100
3 Diagnosa Fraktur Femur 1/3 Distal 2 20 3 30
Medik Fraktur Femur 1/3 Tengah 6 60 4 40
Fraktur Femur 1/3 Proksimal 2 20 3 30
Jumlah 10 100 10 100

Berdasarkan tabel 3, pada kelompok usia 36-45 tahun.


memperlihatkan karakteristik dari 20 Proporsi pasien dilihat dari jenis kelamin
orang pasien penelitian yang terdiri dari pada kedua kelompok adalah sama yaitu
10 orang pasien kelompok yang diberikan 70 % pasien berjenis kelamin laki-laki.
latihan rentang gerak dan 10 orang Terakhir, proporsi pasien dilihat dari
pasien yang melakukan latihan rentang diagnosa medik, pada kelompok
gerak tidak sesuai dengan aturan eksperimen lebih dari seperuh pasien 60
penelitian. Proporsi pasien berdasarkan % dengan diagnosa fraktur femur 1/3
usia, pada kelompok eksperimen separuh tengah, begitu juga dengan kelompok
pasien (50 %) dengan kelompok usia 15- kontrol hampir separuh pasien 40 %
25 tahun, sedangkan pada kelompok dengan diagnosa medik fraktur femur 1/3
kontrol separuh pasien (50 %) berada tengah.

B. Analisa Univariat

183
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

Tabel 4 Gambaran Fleksibilitas Sendi Panggul, Lutut dan Pergelangan Kaki pada Pasien
Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna yang Mendapatkan Latihan Rentang
Gerak di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

Kelompok Eksperimen
Panggul Lutut Pergelangan Kaki
NO Derajat Derajat Derajat Derajat
Fleksi Fleksi Dorsofleksi Plantarfleksi

1 60 65 15 45
2 75 50 20 50
3 75 65 10 45
4 60 70 15 45
5 80 60 10 45
6 60 60 10 50
7 75 70 15 45
8 65 70 15 45
9 75 50 10 50
10 60 50 5 50
Minimum 60 50 5 45
Maximum 80 70 20 50
Mean 68.5 61 12.5 47.0
Std. 8.18 8.43 4.25 2.58
deviation

Berdasarkan tabel 4, rata-rata 50 derajat. Rata-rata fleksibilitas


fleksibilitas fleksi sendi panggul adalah dorsofleksi adalah 12.5 derajat dengan
68.5 derajat dengan rentang tertinggi rentang tertinggi 20 dan terendah 5
adalah 80 derajat dan terendah adalah derajat, sedangkan rata-rata
60 derajat. Rata-rata fleksibilitas fleksi fleksisibilitas plantarfleksi adalah 47.0
sendi lutut adalah 61 derajat dengan derajat dengan rentang tertinggi 50
rentang tertinggi 70 derajat dan terendah derajat dan terendah 45 derajat.

Tabel 5 Gambaran Fleksibilitas Sendi Panggul, Lutut dan Pergelangan Kaki pada Pasien
Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna yang Melakukan Latihan Rentang
Gerak Tidak Sesuai Dengan Aturan Penelitian di Ruang Rawat Trauma Center
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

Kelompok Kontrol
No
Panggul Lutut Pergelangan Kaki

184
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

Derajat Derajat Derajat Derajat


Fleksi Fleksi Dorsofleksi Plantarfleksi

1 45 15 0 35
2 40 20 5 30
3 50 20 0 45
4 50 10 0 30
5 45 15 0 25
s6 45 20 5 30
7 50 20 0 30
8 50 15 5 45
9 40 10 0 35
10 40 10 0 30
Minimum 40 10 0 25
Maximum 50 20 5 45
Mean 45.5 15.50 1.5 33.5
Std. 4.4 4.3 2.4 6.7
deviation

Berdasarkan tabel 5, rata-rata derajat. Dan rata-rata fleksibilitas


fleksibilitas fleksi sendi panggul adalah dorsofleksi adalah 1.5 derajat dengan
45.5 derajat dengan rentang tertinggi rentang tertinggi 5 dan terendah 0
adalah 50 derajat dan terendah adalah 40 derajat, sedangkan rata-rata fleksibilitas
derajat. Rata-rata fleksibilitas fleksi sendi plantarfleksi adalah 33.5 derajat dengan
lutut adalah 15.5 dengan rentang rentang tertinggi 45 derajat dan terendah
tertinggi 20 derajat dan terendah 10 25 derajat.

C. Analisa Bivariat < 0.05 dapat disimpulkan data


Sebelum analisa bivariat, berdistribusi tidak normal, maka
dilakukan uji normalitas untuk uji non parametrik yang
menentukan uji yang akan dilakukan digunakan adalah uji Mann
baik pada kelompok eksperimen yang Whitney.
diberikan latihan rentang gerak, 2. Hasil uji normalitas pada tabel
maupun pada kelompok kontrol yang Shapiro-Wilk untuk variabel
melakukan latihan rentang gerak fleksibilitas fleksi sendi lutut pada
tidak sesuai dengan aturan kelompok eksperimen nilai p=
penelitian. 0.041 sedangkan pada kelompok
1. Hasil uji normalitas pada tabel kontrol nilai p = 0.017 karena
Shapiro-Wilk untuk variabel kedua kelompok mempunyai
fleksibilitas fleksi sendi panggul, kemaknaan < 0.05 dapat
didapatkan pada kelompok disimpulkan data berdistribusi
eksperimen nilai p= 0.012 tidak normal, maka uji non
sedangkan pada kelompok kontrol parametrik yang digunakan
nilai p = 0.017 karena kedua adalah uji Mann Whitney.
kelompok mempunyai kemaknaan

185
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

3. Hasil uji normalitas pada tabel 4. Hasil uji normalitas pada tabel
Shapiro-Wilk untuk variabel Shapiro-Wilk untuk variabel
fleksibilitas dorsofleksi pada fleksibilitas plantarfleksi pada
kelompok eksperimen nilai p= kelompok eksperimen nilai p=
0.258 sedangkan pada kelompok 0.000 sedangkan pada kelompok
kontrol nilai p = 0.000 karena kontrol nilai p = 0.021 karena
salah satu nilai mempunyai kedua kelompok mempunyai
kemaknaan < 0.05 dapat kemaknaan < 0.05 dapat
disimpulkan data berdistribusi disimpulkan data berdistribusi
tidak normal, maka uji tidak normal, maka uji non
parametrik yang digunakan parametrik yang digunakan
adalah uji Mann Whitney. adalah uji Mann Whitney.

Tabel 6 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Fleksi Sendi Panggul Pasien pada Kelompok
Eksperimen yang diberikan Latihan Rentang Gerak dan pada Kelompok Kontrol yang
Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur
Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

Kelompok
N Mean Rank Z p value
Responden
Fleksibilitas Eksperimen 10 15.5
Fleksi Sendi 0 -3.84 0,000
Panggul Variabel 10 5.5

Hasil analisis data didapatkan rata- antara kelompok eksperimen yang diberikan
rata rentang gerak fleksi sendi panggul pada latihan rentang gerak dan kelompok kontrol
kelompok eksperimen adalah 15.5 derajat, yang melakukan latihan rentang gerak tidak
sedangkan pada kelompok kontrol adalah sesuai aturan penelitian (p value = 0.000 <
5.5 derajat. Hasil uji statistic Mann Whitney 0.05).
dapat disimpulkan ada perbedaan yang
signifikan rentang gerak fleksi panggul

Tabel 7 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Fleksi Sendi Lutut Pasien pada Kelompok Eksperimen
yang diberikan Latihan Rentang Gerak Sendi dan pada Kelompok Kontrol yang
Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur
Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

Kelompok Mean
Variabel N Z p value
Responden Rank
Fleksibilitas Eksperimen 10 15.5
Fleksi Sendi 0 -3.82 0,000
Lutut Kontrol 10 5.5

186
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

Hasil analisis data didapatkan rata- kelompok eksperimen yang diberikan


rata rentang gerak fleksi lutut pada latihan rentang gerak dan kelompok kontrol
kelompok eksperimen adalah 15.5 derajat, yang melakukan latihan rentang gerak tidak
sedangkan pada kelompok kontrol adalah sesuai aturan penelitian (p value= 0.000
5.5 derajat. Hasil uji statistik Mann Whitney <0.05).
dapat disimpulkan ada perbedaan yang
signifikan rentang gerak fleksi lutut antara

Tabel 8 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Dorsofleksi Pergelangan Kaki Pasien pada Kelompok
Eksperimen yang diberikan Latihan Rentang Gerak dan pada Kelompok Kontrol yang
Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur
Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

Kelompok Mean
Variabel N Z p value
Responden Rank
Fleksibilitas Eksperimen 10 15.35
Dorsofleksi 0 -3.791 0,000
Pergelangan Kaki Kontrol 10 5.65

Hasil analisis data didapatkan rata- disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
rata rentang gerak dorsofleksi pada rentang gerak dorsofleksi antara kelompok
kelompok eksperimen adalah 15,35 derajat, eksperimen dan kelompok control (p
sedangkan pada kelompok kontrol adalah value= 0.000 <0.05).
5.65. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat

Tabel 9 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Plantarfleksi Pergelangan Kaki Pasien pada Kelompok
Eksperimen yang diberikan Latihan Rentang Gerak dan pada Kelompok Kontrol yang
Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur
Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

Kelompok Mean
Variabel N Z p value
Responden Rank
Fleksibilitas Eksperimen 10 14.9
Plantarfleksi 0 -3.48 0,000
P’gelangan Kaki Kontrol 10 6.10

Hasil analisis data didapatkan rata- 6.1. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat
rata rentang gerak plantarfleksi pada disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
kelompok eksperimen adalah 14.9 derajat, rentang gerak plantarfleksi antara kelompok
sedangkan pada kelompok kontrol adalah

187
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

eksperimen dan kelompok kontrol (p value= 0.000 <0.05).

PEMBAHASAN sedangkan untuk plantarfleksi dengan


rentang normal 45-50 derajat didapat
A. Fleksibilitas Sendi Pada Pasien peningkatan nilai yang sangat signifikan.
Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Interna Setelah Pemberian Latihan setelah diberikan latihan rentang gerak
Rentang Gerak (Kelompok selama 3 hari dengan frekuensi 2 kali sehari
Eksperimen) selama 15 menit menunjukkan hasil yang
memuaskan dalam mengatasi gangguan
Berdasarkan hasil analisis penelitian fleksibilitas sendi. Hasil penelitian ini
dari 10 orang pasien kelompok eksperimen, berkorelasi dengan penelitian yang
didapatkan hasil dari fleksi sendi panggul dilakukan oleh Astuti (2006), setelah
dengan nilai maximum 80 derajat dan dilakukan rentang gerak aktif pada pasien
minimum 60 derajat, pada fleksi sendi lutut post operasi fraktur femur 1/3 medial dextra
di dapatkan nilai maximum 70 derajat dan dengan pemasangan plate dan screw,
minimum 50 derajat. Selanjutnya dorsofleksi sebanyak 6 kali latihan didapatkan hasil,
sendi pergelangan kaki didapatkan nilai rentang gerak panggul kanan aktif dan pasif,
maximum 20 derajat dan minimum 5 kekuatan otot meningkat, nyeri berkurang,
derajat. Sedangkan untuk plantarfleksi sendi oedema berkurang dan aktifitas fungsional
pergelangan kaki di dapat nilai maximum 50 meningkat dan dapat dievaluasi bahwa
derajat dan minimum 45 derajat. pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
Berdasarkan teori yang dikemukakan sudah dapat berjalan sendiri, walaupu masih
oleh Potter dan Perry (2005), rentang normal dibantu dengan kruk.
fleksi sendi panggul adalah 90- 120 derajat, Hasil penelitian Astuti (2006) ini
jika dibandingkan dengan hasil yang didapat juga perkuat oleh Werner (2009) yang
ada peningkatan nilai yang signifikan dan menyatakan bahwa latihan rentang gerak
mendekati nilai normal. Pada sendi lutut di yang dilakukan secara teratur dapat
dapatkan rentang normal 120-130 derajat meningkatkan kekuatan otot pada klien yang
dan dibandingkan dengan hasil latihan yang mengalami gangguan atau keterbatasan
diberikan pada sendi lutut terdapat fungsi motorik. Latihan rentang gerak yang
peningkatan, walaupun sebahagian. dilakukan secara kontinyu sepanjang hidup
Selanjutnya, dorsofleksi pergelangan kaki dapat mempertahankan fungsi sendi serta
dengan rentang normal 20-30 derajat mencegah terjadinya gangguan fleksibilitas
dibandingkan hasil yang didapat lebih dari dan deformitas.
separuh pasien mendekati normal,

188
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

Nilai fleksibilitas sendi pada Menurut teori yang dikemukakan


kelompok eksperimen yang diberikan oleh Tseng dkk (2007) dan Smeltzer dan
latihan rentang gerak menunjukkan dari Bare (2002), latihan rentang gerak bertujuan
keempat nilai fleksibilitas sendi (sendi untuk mempertahankan fleksibilitas dan
panggul, lutut dorsofleksi dan plantarfleksi mobilitas sendi, mengembalikan kontrol
pergelangan kaki), fleksibilitas sendi lutut motorik, meningkatkan/ mempertahankan
mendapat hasil yang kurang memuaskan. integritas sendi dan jaringan lunak,
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya trauma membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial dan
langsung pada system musculoskeletal yang menurunkan pembentukan kontraktur
menyebabkan terjadinya fraktur, dan adanya terutama pada ekstremitas yang mengalami
perasaan nyeri akibat adanya incisi (luka paralisis. Manfaat lain yang didapatkan dari
operasi) di daerah paha tempat fraktur latihan rentang gerak yaitu dapat
terjadi. Setelah pembedahan nyeri mungkin memaksimalkan fungsi aktifitas kehidupan
sangat berat, edema, hematom, dan spasme sehari-hari, mengurangi atau menghambat
otot, sehingga hal ini dapat berdampak nyeri, mencegah bertambah buruknya sistem
terjadinya gangguan pada kontraksi dan neuromuscular, mengurangi gejala depresi
relaksasi otot. Otot-otot yang penting dalam dan kecemasan, meningkatkan harga diri,
kontraksi dan relaksasi, bila tidak meningkatkan citra tubuh dan memberikan
digerakkan mengakibatkan salah satunya kesenangan.
adalah gangguan fleksibilitas sendi (Potter & Latihan rentang gerak pasif
Perry, 2005). Selain itu gangguan merupakan salah satu jenis metode dalam
fleksibilitas juga dipengaruhi akibat adanya melakukan latihan rentang gerak. Jenis
masa inflamasi dalam proses penyembuhan metode ini dalam pelaksanaannya
luka yang berlangsung selama 2-3 hari pasca memerlukan bantuan untuk memberi latihan
operasi (Smeltzer & Bare, 2002). kepada sendi yang akan dilatih. Dalam
Setelah pembedahan nyeri mungkin pelaksanaannya, latihan rentang gerak
sangat berat, adanya edema, hematom dan memerlukan bantuan untuk memberi
spasme otot sehingga hal ini dapat pergerakan pada sendi yang akan diregang.
berdampak terjadinya gangguan pada Peregangan dilakukan oleh pasien secara
kontraksi dan relaksasi otot. Otot-otot yang perlahan-lahan sampai limit rasa sakit (rasa
penting dalam kontraksi dan relaksasi, bila sakit yang pertama) dan bukan sampai terasa
tidak digerakkan mengakibatkan salah sakit yang maksimal. Setelah itu barulah
satunya adalah gangguan fleksibilitas sendi peneliti memberi regangan secara perlahan-
(Potter & Perry, 2005). lahan sampai titik fleksibilitas maksimum
Dilihat dari karakteristik pasien pada tercapai (rasa sakit kedua). Pada saat itulah
kelompok eksperimen berdasarkan jenis (antara rasa sakit pertama dan rasa sakit
kelamin lebih dari lebih separuh pasien kedua) reflex muscle spindle terjadi,
(70%) adalah laki-laki. Berdasarkan hasil sehingga pemanjangan otot tidak
penelitian yang dilakukan oleh Phillips dimungkinkan lagi (Dharma, 1984/1993 ;
(1955), Kirchner dan Glines (1957), dalam Ganong, 1995).
Bloomfield, dkk (1994:212), jenis kelamin Muscle spindle merupakan suatu
berpengaruh juga terhadap fleksibilitas sendi receptor yang menerima rangsang dari
seseorang. Wanita lebih lentur daripada laki- regangan otot. Regangan yang cepat akan
laki karena tulang-tulangnya lebih kecil dan menghasilkan impuls yang kuat pada muscle
otot-ototnya lebih sedikit daripada laki-laki. spindle. Rangsangan yang kuat akan
menyebabkan refleks muscle spindle yaitu

189
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

mengirim impuls ke spinal cord menuju lutut di dapatkan rentang normal 120-130
jaringan otot dengan cepat, menyebabkan derajat dan dibandingkan dengan hasil
kontraksi otot yang cepat dan kuat. Muscle latihan yang diberikan pada sendi lutut
spindle sangat berperan dalam proses terlihat tidak terdapat peningkatan yang
pergerakan atau pengaturan motorik (Potter memuaskan. Selanjutnya, dorsofleksi
& Perry, 2005). pergelangan kaki dengan rentang normal 20-
Berdasarkan hasil penelitian, pada 30 derajat dibandingkan hasil yang didapat
klien fraktur femur terpasang fiksasi interna juga kurang memuaskan, sedangkan untuk
yang sedang melakukan bedrest atau plantarfleksi dengan rentang normal 45-50
mengalami keterbatasan dalam pergerakan, derajat, dibandingkan dengan hasil
latihan pasif sangat tepat dilakukan dan akan penelitian yang didapat terlihat hanya
mendapatkan manfaat seperti terhindarnya sebagian saja pasien yang mengalami
dari kemungkinan terjadinya gangguan peningkatan rentang gerak mendekati
fleksibilitas sendi. Setiap gerakan yang normal.
dilakukan dengan rentang yang penuh, maka Selain disebabkan oleh adanya
akan meningkatkan kemampuan bergerak trauma langsung pada system
dan dapat mencegah keterbatasan dalam musculoskeletal yang menyebabkan
beraktivitas. Ketika pasien tidak dapat terjadinya fraktur, juga didapatkan adanya
melakukan latihan secara aktif maka perawat perasaan nyeri akibat adanya incisi (luka
bisa membantu untuk melakukan latihan. operasi) di daerah paha tempat fraktur
terjadi disertai dengan dekatnya daerah
operasi tersebut dengan daerah sendi
B. Fleksibilitas Sendi Pada Pasien anggota gerak bawah, terutama sendi lutut.
Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Hal ini terjadi akibat dalam proses
Interna Yang Melakukan Latihan penyembuhan luka masih dalam tahap
Rentang Gerak Tidak Sesuai Dengan inflamasi yang berlangsung selama 2-3 hari
Aturan Penelitian (Kelompok pasca operasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Kontrol) Setelah pembedahan nyeri mungkin
sangat berat, adanya edema, hematom dan
Berdasarkan hasil analisis penelitian spasme otot sehingga hal ini dapat
dari 10 orang pasien kelompok kontrol, berdampak terjadinya gangguan pada
didapatkan hasil dari fleksi sendi panggul kontraksi dan relaksasi otot. Otot-otot yang
dengan nilai maximum 50 derajat dan penting dalam kontraksi dan relaksasi, bila
minimum 40 derajat, pada fleksi sendi lutut tidak digerakkan mengakibatkan salah
di dapatkan nilai maximum 20 derajat dan satunya adalah gangguan fleksibilitas sendi
minimum 10 derajat. Selanjutnya dorsofleksi (Potter & Perry, 2005).
sendi pergelangan kaki didapatkan nilai Latihan rentang gerak yang
maximum 5 derajat dan minimum 0 derajat. dilakukan tidak sesuai aturan penelitian yang
Sedangkan untuk plantarfleksi sendi dilakukan pasien menampakkan hasil yang
pergelangan kaki di dapat nilai maximum 45 kurang menuaskan dalam mengatasi
derajat dan minimum 25 derajat. gangguan fleksibilitas sendi. Hal ini dapat
Berdasarkan teori yang dikemukakan dibuktikan dari hasil yang didapat setelah
oleh Potter & Perry (2005), rentang normal dilakukan pengukuran. Penyuluhan dan cara
fleksi sendi panggul adalah 90- 120 derajat latihan rentang gerak (lefleat) ada diberikan
dibandingkan dengan hasil yang didapat ada oleh peneliti, tapi sebagian besar pasien
peningkatan sepertiga bagiannya. Pada sendi tidak ada melaksanakan. Selain dari hasil

190
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

yang di dapat kurang memuaskan terutama penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari
untuk sendi lutut dan dorsofleksi, hal ini keterbatasan mobilisasi adalah gangguan
ditambah dengan adanya perasaan nyeri metabolisme kalsium dan gangguan
yang dialami oleh pasien sendiri dan mobilisasi sendi. Immobilisasi dapat
mengakibatkan pasien malas melakukan mempengaruhi fungsi otot dan skeletal.
latihan rentang gerak. Akibat pemecahan protein pada otot, klien
Dilihat dari karakteristik pasien mengalami kehilangan massa tubuh yang
kelompok kontrol berdasarkan umur dan membentuk sebagian otot.
jenis kelamin separuh pasien (50%) berusia Oleh karena itu penurunan massa
36-45 tahun (dewasa akhir) dan lebih dari otot tidak mampu mempertahankan aktifitas
separuh responden (70%) dengan jenis tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot
kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori menurun akibat metabolisme dan otot yang
yang dikemukakan oleh Pudjiastuti dan tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut
Utomo, 2003 usia mempengaruhi sistem dan otot tidak dilatih maka akan terjadi
tubuh termasuk muskuloskeletal. Semakin penurunan massa yang berkelanjutan (Potter
bertambah usia maka fungsi muskuloskeletal & Perry, 2005). Penurunan mobilisasi dan
akan semakin berkurang. Setelah mencapai gerakan mengakibatkan kerusakan
puncaknya maka perlahan-lahan terjadi muskuloskeletal yang besar dengan
perubahan fungsi ke arah penurunan. perubahan patofisiologi utamanya adalah
Kolagen dan elastin sebagai protein atrofi.
pendukung utama pada kulit, tulang, tendon, Atrofi adalah suatu keadaan sebagai
kartilago dan jaringan pengikat mengalami respons tehadap penyakit dan penurunan
perubahan menjadi bentangan cross linking aktifitas sehari-hari seperti pada imobilisasi
yang tidak teratur. Selain kolagen, unsur lain dan tirah baring (Kasper dkk, 1993 dalam
juga berkurang seiring bertambahnya umur. Potter & Perry, 2005). Penurunan stabilitas
Menurunnya kepadatan tulang, berubahnya terjadi akibat kehilangan daya tahan,
struktur otot dan sendi yang lama kelamaan penurunan massa otot, atrofi dan kelainan
mengalami penurunan elastisitas sendi yang aktual sehingga klien tidak
menyebabkan kekuatan dan fleksibilitas otot mampu bergerak terus menerus dan beresiko
sendi menjadi menurun sehingga terjadi untuk jatuh. Seperti yang telah dijelaskan
penurunan luas gerak sendi. Dan diatas, bahwa imobilisasi dapat
berdasarkan jenis kelamin, wanita cenderung menyebabkan gangguan metabolisme
lebih fleksibel dari pada laki-laki pada usia kalsium dan sendi. Akibatnya resorpsi
yang sama sepanjang hidup. Perbedaan ini tulang menjadi meningkat sehingga jaringan
umumnya dikaitkan dengan variasi anatomi tulang kehilangan kepadatannya dan terjadi
dalam struktur sendi. osteoporosis (Holm, 1989 dalam Potter &
Secara teori, apabila otot-otot Perry, 2005).
termasuk otot ekstremitas bawah tidak Dampak imobilisasi juga dapat
dilatih terutama pada klien yang mengalami mengakibatkan kontraktur sendi yaitu suatu
gangguan fungsi motorik kasar dalam jangka kondisi abnomal dan permanen yang
waktu tertentu maka otot akan kehilangan ditandai dengan fleksi sendi dan terfiksasi.
fungsi motoriknya secara permanen. Hal ini Hal ini terjadi akibat sendi tidak digunakan,
terjadi karena otot cenderung dalam keadaan atrofi dan terjadi pemendekan serat otot. Jika
immobilisasi. Keterbatasan mobilisasi terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat
mempengaruhi otot klien melalui kehilangan mempertahankan rentang geraknya dengan
daya tahan, penurunan massa otot, atrofi dan penuh. Besarnya keuntungan yang didapat

191
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

dari latihan rentang serta dampak yang Hasil analisis data pada table 9 didapatkan
ditimbulkan, maka jelaslah bahwa latihan rata-rata rentang plantarfleksi pada
rentang gerak sangat dianjurkan untuk kelompok eksperimen adalah 14.9 derajat,
dilakukan secara teratur terutama pada klien sedangkan pada kelompok kontrol adalah
dengan gangguan fungsi motorik termasuk 6.1. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat
pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
interna. Karena dengan latihan ini maka rentang gerak plantarfleksi antara kelompok
fungsi motorik menjadi meningkat sehingga eksperimen dan kelompok control (p
pasien dapat melakukan mobilisasi dengan value= 0.001 < 0.05).
lebih baik untuk menunjang aktifitas sehari- Berdasarkan hasil analisis diatas
harinya. maka dapat disimpulkan bahwa latihan
rentang gerak yang dilakukan selama tiga
C. Perbedaan Fleksibilitas Sendi Pada hari berturut turut dengan frekuensi 2 kali
Pasien Fraktur Femur Terpasang sehari dapat meningkatkan fleksibilitas sendi
Fiksasi Interna Setelah Pemberian panggul, lutut, dorsofleksi dan plantarflksi
Latihan Rentang Gerak Dengan pergelangan kaki secara bermakna pada
Yang Melakukan Latihan Rentang pasien fraktur femur terpasang fiksasi
Gerak Tidak Sesuai Dengan Aturan interna yang mengalami gangguan motorik.
Penelitian Walaupun kenaikan nilai rentang tidak
terlalu besar tetapi hasil ini cukup
Hasil analisis data pada table 6 membuktikan bahwa intervensi yang
didapatkan rata-rata rentang fleksi pinggul dilakukan memberikan hasil yang
pada kelompok eksperimen adalah 15.5 diharapkan. Hal ini berbeda dibandingkan
derajat, sedangkan pada kelompok kontrol dengan kelompok kontrol yang hanya
adalah 5.5. hasil uji statistic Mann Whitney melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai
dapat disimpulkan ada perbedaan yang dengan aturan penelitian dimana setelah
signifikan rentang fleksi pinggul antara dilakukan pengukuran nilai fleksibilitas
kelompok eksperimen dan kelompok control sendi terdapat kenaikan tetapi kenaikannya
(p value= 0.001 < 0.05). Hasil analisis data sangat kecil dibandingkan dengan kelompok
pada table 7 didapatkan rata-rata rentang intervensi.
fleksi lutut pada kelompok eksperimen Penelitian ini sejalan dengan
adalah 15.5 derajat, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Kelln, et al
kelompok kontrol adalah 5.5 derajat. Hasil (2009) yang menyatakan bahwa pelaksanaan
uji statistik Mann Whitney dapat program latihan rentang gerak secara dini
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan pada klien pasca pembedahan menghasilkan
rentang fleksi lutut antara kelompok suatu peningkatan yang signifikan bagi
eksperimen dan kelompok kontrol (p value pemulihan yang lebih cepat. Peningkatan
= 0.001 < 0.05). Hasil analisis data pada yang terlihat diantaranya adalah cara
table 8 didapatkan rata-rata rentang gerak berjalan yang lebih baik, peningkatan dalam
dorsofleksi pada kelompok eksperimen fleksi panggul, lutut, dorsofleksi dan
adalah 15,35 derajat, sedangkan pada plantarfleksi kearah normal, walaupun
kelompok kontrol adalah 5.65. Hasil uji secara statistik tidak memberikan pengaruh
statistic Mann Whitney dapat disimpulkan yang signifikan terhadap peningkatan
ada perbedaan yang signifikan rentang gerak ketebalan ekstremitas dan luas gerak sendi
dorsofleksi antara kelompok eksperimen dan lutut. Kesimpulannya adalah intervensi ini
kelompok control (p value= 0.000 < 0.05). memberikan efek positif dan harapan bagi

192
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

klien dengan gangguan sendi bahwa dengan gerak terhadap fleksibilitas sendi panggul,
latihan rentang gerak secara dini yang lutut, dorsofleksi, dan plantarfleksi
dilakukan minimal selama 3 hari pasca pergelangan kaki dan masing-masing
pembedahan dapat mempercepat pemulihan kelompok, pada penelitian ini juga
kearah normal. membandingkan bagaimana pengaruh
Secara teori, latihan rentang gerak latihan rentang gerak antara kelompok
yang dilakukan secara rutin sangat penting intervensi dan kelompok kontrol. Hasilnya
karena tujuan utama latihan rentang gerak menunjukkan bahwa ada perbedaan rentang
adalah untuk memelihara sendi agar tetap gerak antara kelompok intervensi dan
fleksibel. Latihan ini juga dapat membantu kontrol. Hasil analisis menunjukkan bahwa
sendi agar tidak kaku, kontraktur serta rata-rata nilai fleksibilitas sendi panggul,
menghindari deformitas. Bahaya paling sendi lutut, dorsofleksi dan plantarfleksi
besar ketika terjadi paralisis atau spastis sendi pergelangan kaki kelompok intervensi
yang menyebabkan ketidakseimbangan otot, lebih tinggi bila dibandingkan dengan
dimana sendi tertarik lebih kuat ke satu arah kelompok control.
sehingga menekuk secara terus menerus Berdasarkan hasil penelitian diatas,
(Werner, 2009). Keadaan ini akan maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
mengakibatkan sendi kehilangan latihan rentang gerak efektif harus
elastisitasnya sehingga fleksibilitas sendi dilaksanakan dalam membantu mencegah
menjadi menurun. terjadinya gangguan fleksibilitas sendi pada
Kontraktur merupakan gangguan pasien pasca operasi terpasang fiksasi
yang umum terjadi pada klien dengan pasien interna. Latihan rentang gerak merupakan
fratur femur pasca pembedahan. Kontraktur salah satu intervensi keperawatan
bisa berupa kontraksi otot yang permanen, “Gangguan mobilitas fisik” dimana pasien
tahanan yang tinggi pada peregangan pasif, mengalami ketidakseimbangan atau
hipoekstensibilitas, berkurangnya rentang keterbatasan dalam menggerakkan satu atau
peregangan pasif dan pemendekan otot. lebih bagian sendi (Ellis & Bent, 2007). Hal
Untuk mencegah terjadinya kontraktur dan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
deformitas, latihan rentang gerak harus oleh Jogi (2010) yang melakukan intervensi
dilakukan secara kontinyu. Penting bagi latihan rentang gerak sendi pada klien post
pasien fraktur femur terpasang fiksasi Total Hip Arthroplasty (THA) dan Total
interna untuk menggerakan tubuhnya Knee Arthroplasty (TKA) kepada 30 pasien.
melalui pergerakan sendi secara penuh Latihan dilakukan sebanyak 1-2 kali
dalam aktifitas kehidupan sehari-hari seminggu selama 5-7 minggu. Hasilnya
(Werner, 2009). Menurut Bowden & terjadi peningkatan secara signifikan pada
Greenberg (2008) agar sendi tidak keseimbangan dan kekuatan otot terutama
kehilangan fungsinya, maka latihan rentang pada saat posisi berdiri.
gerak sebaiknya dilakukan setidaknya 2 kali Latihan rentang gerak dapat
dalam sehari. Jika sendi telah kehilangan diberikan pada pasien yang mengalami
gerakannya, maka latihan dilakukan lebih keterbatasan mobilisasi, dan tidak mampu
sering dan lebih lama. Latihan rentang gerak melakukan beberapa atau semua latihan
harus dilakukan sedini mungkin sebelum rentang gerak dengan mandiri. Untuk itu
sendi kehilangan rentang geraknya. Memulai perawat harus membuat jadwal kapan
latihan sedini mungkin dapat mengurangi latihan rentang gerak harus dilakukan.
dan mencegah terjadinya keterbatasan. Berdasarkan obsevasi peneliti dilapangan
Selain melihat pengaruh latihan rentang hal-hal yang menghambat dalam

193
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

pelaksanaan latihan retang gerak seperti 3. Adanya perbedaan yang bermakna


adanya nyeri pasca pembedahan dan daerah fleksibilitas sendi anggotak gerak
trauma dapat ditepis dengan cara melakukan bawah antara kelompok eksperimen
latihan rentang gerak pasif secara perlahan yang diberikan latihan rentang gerak
dan lembut sehingga tidak menimbulkan dengan kelompok kontrol yang
perasaan nyeri pada pasien. (Potter & Perry, melakukan latihan rentang gerak
2005). tidak sesuai aturan penelitian.
Latihan rentang gerak yang diberikan
dalam penelitian ini cukup mendapat respon
yang baik dari responden, keluarga dan
petugas Trauma Centre sendiri. Pelaksanaan B. Saran
latihan rentang gerak ini juga didukung 1. Bagi Profesi Keperawatan
dengan pedoman yang disertai gambar, Adanya peningkatan
sehingga memudahkan responden dan pengetahuan perawat khususnya
petugas untk melaksanakannya. untuk orthopedi melalui pelatihan
atau seminar sehingga mendapatkan
keterampilan yang sama dalam
KESIMPULAN DAN SARAN merawat pasien pasca operasi
ekstremitas bawah terutama
A. Kesimpulan bagaimana mengoptimalkan latihan
Berdasarkan hasil penelitian yang rentang gerak untuk mencegah
dilakukan tentang pengaruh pemberian terjadinya masalah gangguan
latihan rentang gerak terhadap fleksibilitas sendi.
fleksibilitas sendi anggota gerak bawah 2. Bagi Instansi Rumah Sakit
pada pasien fraktur femur terpasang Hasil penelitian ini dapat
fiksasi interna di Ruang Trauma Centre dilanjutkan sebagai intervensi
RSUP Dr. M. Djamil Padang, maka dirumah sakit untuk menerapkan
dapat diambil kesimpulan sebagai pelaksanaan latihan rentang gerak
berikut: secara terstruktur dan terencana dan
1. Pada kelompok eksperimen membuat kebijakan dalam bentuk
didapatkan rata-rata fleksibilitas SOP.
sendi setelah 3. Bagi penelitian selanjutnya
diberikan latihan rentang gerak yaitu a. Perlunya penelitian tentang
pada fleksi sendi panggul 68,5 terapi lain untuk meningkatkan
derajat, fleksi sendi lutut 61 derajat, fleksibilitas sendi dan rentang
dorsofleksi pergelangan kaki 12,5 gerak ekstremitas bawah pada
aderajat dan plantarfleksi pasien fraktur femur, misalnya
pergelangan kaki 47 derajat. penggunaan biofeeback,
2. Pada kelompok kontrol didapatkan akupuntur, atau continuous
rata-rata fleksibilitas sendi setelah passive motion.
dilakukan gerakan tidak sesuai aturan b. Perlunya penelitian tentang
penelitian yaitu fleksi sendi panggul perbandingan tingkat efektifitas
45,5 derajat, fleksi sendi lutut 15,5 latihan rentang gerak dengan
derajat, dorsofleksi pergelangan kaki terapi lainya seperti latihan
1,5 derajat dan plantarfleksi rentang gerak dengan akupresur
pergelangan kaki 33,5 derajat. dalam meningkatkan

194
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

fleksibilitas sendi ekstremitas l. Iryani, D. (2010). Fisiologi


bawah pada pasien fratur femur anatomi otot rangka: Mata
post operasi. kuliah pengantar. Diakses
KEPUSTAKAAN tanggal 9 Januari 2013, dari
fkunand
Berger & Williams. (1992). 2010.files.wordpress.com
Fundamental of nursing: m. Kelln, B.M, (2009). Effect of
Collaborating for optimal early active range of motion
helath. USA: Apleton & Lange rehabilitation on outcome
c. Bowden, V.R & Greenberg, C.S. measures after partial
(2008). Pediatric nursing meniscectomy. Knee Surg
procedures. second edition. Sports Traumatol Arthrosc, 17
Philadelphia: Lipincot William (35), 607–616.
and Wilkins. n. Kozier, B., dkk. (2010). Buku
d. Cluett, J. (2008). Open ajar fundamental keperawatan:
Reduction Internal Fixation. Konsep, proses, & praktik (7th
Diakses pada tanggal 8 ed, 2nd vol.). Jakarta: Buku
November 2012, dari Kedokteran EGC.
http://orthopedics.about.com/ o. Lewis, S. L, dkk. (2011).
cs/brokenbones Medical-surgical nursing:
e. Dahlan, M. S. (2011). Statistik Assessment and management of
untuk kedokteran dan kesehatan: clinical promlems (8th ed, 2nd
Deskriptif, bivariat, dan vol.). America: Elsevier Mosby.
multivariat , dilengkapi aplikasi p. Muttaqin, A. (2008). Buku ajar
dengan menggunakan SPSS. asuhan keperawatan klien
Jakarta: Salemba Medika. gangguan sistem
f. Ellis, JR & Bentz, PM. (2007). muskuloskeletal. Jakarta: Buku
Modules for basic nursing skills. Kedokteran EGC.
Philadelphia: Lippincoat q. Notoatmodjo, S. (2010).
Williams & Wilkins. Metodologi penelitian
g. Fakultas Keperawatan. (2012). kesehatan. Jakarta: Rineka
Pedoman penulisan skripsi. Cipta.
Padang: Universitas Andalas. r. Nursalam. (2008). Konsep dan
h. Faridaryany. (2010). Anatomi penerapan metodologi
fisiologi sistem muskuloskeletal: penelitian ilmu keperawatan:
Mata kuliah biomedik II. pedoman skripsi, tesis, dan
Diakses tanggal 9 Januari 2013, instrumen penelitian
dari files.wordpress.com/ keperawatan. Jakarta: Salemba
2012/06/anfis-muskuloskeletal. Medika.
i. Fatmah. (2010). Gizi usia lanjut. s. Oldmeadow, dkk. (2006). No
Jakarta: Erlangga. rest for the wounded: early
j. Ganong. (1995). Anatomi ambulation after hip surgey
Fisiologi. Jakarta: EGC accelerates recovery. Diakses
k. Hastono, S.P. (2007). Analisis pada tanggal 5 Mei 2013 dari
data kesehatan. Jakarta: FKM http://proquest.umi.com/pqdweb
UI

195
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

t. Pearce, E. C. (2000). Anatomi Lippincoat Williams and


dan fisiologi untuk paramedis. Wilkins
Jakarta: PT Gramedia. dd. Tseng, dkk. (2007). Effects of a
u. Potter, P. A., & Perry,A. G. range of-motion exercise
(1993). Fundamental of nursing: programme. Journal of
concepts, proces, & practice Advanced Nursing, 57(2), 181-
(3rd ed.). America: Mosby-Year 191.
Book, Inc. ee. Ulliya, S. (2010). Pengaruh
v. Potter, P. A., & Perry, A. G. latihan range of motion (rom)
(2005). Buku ajar fundamental terhadap fleksibilitas sendi
keperawatan: konsep, proses, & lutut pada lansia di Panti Wreda
praktik. Jakarta: Buku Wening Wardoyo Ungaran.
Kedokteran EGC. Diakses tanggal 10 Februari
w. Pudjiastuti, S. S & Utomo, B. 2013, dari
(2003). Fisioterapi pada lansia. http://ejournal.undip.ac.id/index
Jakarta: EGC. ff. Werner, D. (2009). Disabled
x. Riwidikdo, H. (2012). Statistik village children a guide for
kesehatan: Belajar mudah teknik community health workers,
analisis data dalam penelitian rehabilitation workers, and
kesehatan. Jakarta: EGC families. California: The
y. Sjamsuhidajat, R., & Jong, W. d. Hesperian Foundation.
(2005). Buku-ajar ilmu bedah gg. Widyawati, I. Y. Pengaruh
(2nd.). Jakarta: Buku latihan rentang gerak sendi
Kedokteran EGC. bawah secara aktif (Active
z. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. lower range of motion exercise)
(2002). Buku ajar keperawatan terhadap tanda dan gejala
medikal-bedah brunner & neuropati diabetikum pada
suddarth (8th, 3rd vol.). Jakarta: penderita DM tipe II Di
Buku Kedokteran EGC. Persadia Unit RSU Dr. Soetomo
aa. Solamon, L., Warwick, D., & Surabaya. Diakses pada tanggal
Nayagam, S. (2001). Apley’s 20 April 2013, dari
System of Orthopaedics and lontar.ui.ac.id/file?file=digit
Fractures (8th ed.). New York: al/137247 pdf
Oxford University Press, Inc. hh. Yandri, E. (2011). Faktor-faktor
bb. Astuti. (2006). Pengaruh latihan yang mempengaruhi kontraktur
rentang gerak terhadap sendi lutut pada penanganan
kekuatan otot dan luas rentang fraktur femur secara operatif
gerak pada pasien stroke di RSU dan non operatif. Padang:
Soetomo Surabaya. Diakses Fakultas Kedokteran Universitas
pada tanggal 20 April 2013, dari Andalas
lontar.ui.ac.id/file?file=digital/1 ii. Yanwirasti. (2010). Tulang dan
37247 pdf persendian extremitas inferior.
cc. Timby, B.K. (2009). Diakses pada tanggal 9 Januari
Fundamental nursing skills and 2013, dari files.wordpress.com.
concepts. Philadelphia:

196
GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF TERHADAP


KEKUATAN OTOT PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR HUMERUS DI
RSUD Dr. MOEWARDI

Ririn Purwanti, Wahyu Purwaningsih


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta

ABSTRAK
Latar Belakang : Fraktur merupakan salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan kecacatan
pada anggota gerak tubuh yang mengalami fraktur. Pasien post operasi fraktur di Rumah Sakit,
sering mengalami keterlambatan dalam melakukan pergerakan yaitu terjadi kelemahan otot.
Latihan rentang gerak yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot post operasi fraktur
di Rumah Sakit adalah dengan latihan Range of Motion (ROM). Tujuan; Mengetahui pengaruh
latihan Range of Motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur
humerus di RSUD Dr. Moewardi. Metode; Penelitian ini menggunakan desain Pre Eksperimen
Design dengan rancangan One Group Pre-Post Test. Pengambilan sampel dalam penelitian
ini menggunakan teknik Purposive Sampling dengan jumlah sampel penelitian 30 responden,
sedangkan instrumen penelitian menggunakan lembar observasi, skala kekuatan otot deskriptif
dan lembar panduan untuk melakukan latihan ROM aktif. Penelitian ini menggunakan analisa
univariate dan bivariate. Pada analisa bivariate menggunakan uji Wilcoxon. Hasil; Hasil
penelitian menunjukkan bahwa latihan Range of Motion (ROM) aktif ini mampu dilakukan oleh
seluruh responden (100%), sebagian besar kekuatan otot pasien post operasi fraktur humerus
sebelum diberi latihan ROM aktif adalah skala kekuatan otot 0 atau paralisis total atau tidak ada
kontraksi otot dan setelah diberikan latihan ROM aktif sebanyak 9 kali menjadi skala kekuatan
otot 2 atau kategori buruk atau kontraksi otot yang cukup kuat menggerakkan sendi tetapi hanya
dapat dilakukan bila pengaruh dari gaya gravitasi dihilangkan. Dari hasil analisa bivariate
diperoleh nilai z hitung sebesar 4,940 dengan angka signifikan (p) 0,000. Berdasarkan hasil
tersebut diketahui z hitung (4,940) > z tabel (1,96) dan angka signifikan (p) < 0,05 sehingga
ada pengaruh signifikan latihan ROM aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi
fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi. Kesimpulan; Ada pengaruh signifikan pada latihan
range of motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur humerus
di RSUD Dr. Moewardi.

Kata Kunci : Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif, Kekuatan Otot Post Operasi

A. PENDAHULUAN kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia pada

Mobilitas manusia yang ingin serba cepat tahun 2003 jumlah kecelakaan di jalan raya

dapat menimbulkan masalah yang cukup mencapai 13.399 kejadian dengan jumlah

serius, yaitu jumlah kepadatan lalu lintas yang kematian mencapai 9.865 orang, sebanyak

semakin bertambah. Bertambahnya kepadatan 6.142 orang mengalami luka berat (fraktur)

lalu lintas tersebut berakibat meningkatnya dan 8.694 luka ringan, dengan rata-rata setiap

42 Pengaruh Latihan Range of Motion ...


GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

hari terjadi 4,0 kejadian kecelakaan lalu lintas Eksperimen Design dengan rancangan One
yang mengakibatkan 30 orang meninggal Group Pre-Post Test.
dunia (Utama et al, 2008). Kecelakaan tersebut Tempat dan Waktu Penelitian
dapat menimbulkan cidera, baik cidera ringan, Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
berat, kecacatan bahkan kematian. Tingginya Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi di ruang
angka kecelakaan menyebabkan insiden fraktur rawat inap bedah yaitu Mawar 2 dan Mawar 3.
tinggi, dan salah satu fraktur yang paling sering Waktu penelitian mulai bulan November
terjadi adalah fraktur humerus (Smeltzer, 2001). 2011 sampai bulan Juli 2012.
Fraktur dapat menyebabkan kecacatan pada Populasi dan Sampel
anggota gerak yang mengalami fraktur, untuk Populasi dalam penelitian ini adalah
itu diharuskan segera dilakukan tindakan untuk seluruh pasien yang telah dilakukan operasi
menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. fraktur humerus yang di ruang rawat inap
Sedangkan kecacatan fisik dapat dipulihkan bedah di RSUD Dr. Moewardi sebanyak 150
secara bertahap melalui latihan rentang gerak pada bulan Januari – Desember 2011.
yaitu dengan latihan Range of Motion(ROM) Dalam penelitian ini peneliti menetapkan
yang dievaluasi secara aktif, yang merupakan jumlah sampel sebanyak 30 orang dengan teknik
kegiatan penting pada periode post operasi pengambilan sampel dengan menggunakan
guna mengembalikan kekuatan otot pasien purposive sampling.
(Lukman dan Ningsih, 2009). Berdasarkan Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
hasil observasi di RSUD Dr. Moewardi, pada 1. Pasien fraktur humerus pada hari pertama
tanggal 05 Desember 2011 diperoleh pasien setelah dilakukan operasi yang berumur >
fraktur humerus tahun 2011 sejumlah 174 12 tahun.
pasien yang dirawat inap, dari data tersebut 2. Pasien fraktur humerus pada hari pertama
terdapat 150 pasien fraktur humerus yang setelah dilakukan operasi dan bersedia
dilakukan tindakan pembedahan/ operasi. menjadi responden.
3. Pasien fraktur humerus pada hari pertama
B. METODE PENELITIAN
setelah dilakukan operasi tanpa komplikasi
Desain Penelitian
atau penyakit lain.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis
4. Pasien fraktur humerus pada hari pertama
penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang
setelah dilakukan operasi yang mampu
digunakan dalam penelitian ini adalah Pre
berkomunikasi dengan baik.

Pengaruh Latihan Range of Motion ... 43


GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

5. Pasien fraktur humerus pada hari pertama kekuatan kontraksi otot yang cukup kuat dapat
setelah dilakukan operasi tidak ada menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi
kecacatan fisik seperti cacat bawaan yang dan tahanan). 5 (normal/ kekuatan otot penuh).
memungkinkan kesalahan dalam penilaian Analisa Data
gerakan. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini latihan ROM aktif terhadap kekuatan otot pada
adalah Pasien fraktur humerus yang pulang pasien post operasi fraktur humerus setelah 24
paksa sebelum waktu yang ditentukan oleh jam sebelum dilakukan ROM aktif pada hari
dokter. pertama dengan yang sudah dilakukan ROM

Instrumen Penelitian aktif pada hari ke tiga. Dalam penelitian ini

1. Range of Motion (ROM) Aktif untuk menguji dan menganalisa data yang

Alat ukur yang digunakan berupa daftar diperoleh, menggunakan uji Wilcoxon match

tindakan (check list). pairs test.

2. Kekuatan Otot C. HASIL PENELITIAN DAN PEM-


Instrumen yang digunakan adalah lembar BAHASAN
observasi yang sudah dibakukan berupa Hasil
skala kekuatan otot berupa uji Manual 1. Karakteristik Responden
Lovett. a. Umur

Lembar observasi ini untuk mengamati Distribusi frekuensi pasien post

kekuatan otot pasien yang terdiri dari tidak operasi fraktur humerus berdasarkan

ada, sedeikit, buruk, sedang, baik dan normal. umur, dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Adapun rentang nilainya adalah : 0 (tidak
ada/ paralisis total). 1 (sedikit/ suatu kontraksi Tabel 1 Distribusi Frekuensi Ber-
dasarkan Umur
halus, yang hanya dapat dirasakan bila otot
No Umur Frekuensi (%)
diraba). 2 (buruk/ kontraksi otot yang cukup 1 < 20 tahun 4 13,4
2 20-55 tahun 23 76,6
kuat menggerakkan sendi, bila pengaruh 3 > 55 tahun 3 10,0
Total 30 100
gaya gravitasi dihilangkan). 3 (sedang/
Sumber: Data Primer
kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan
Berdasarkan Tabel 1 menun-
sendi melawan gaya gravitasi). 4 (baik/
jukkan sebagian besar pasien post

44 Pengaruh Latihan Range of Motion ...


GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

operasi fraktur humerus dengan 2 Jatuh 3 10,0


3 Pukulan 1 3,3
umur 20-55 tahun, yaitu sebanyak 23 benda tumpul

Total 30 100
responden (76,6%), sebagian kecil
Sumber: Data Primer
pasien post operasi fraktur humerus
Berdasarkan Tabel 3 menun-
dengan umur > 55 tahun sebanyak 3
jukkan sebagian besar pasien post
responden (10,0%).
operasi fraktur humerus disebabkan
b. Jenis Kelamin
karena kecelakaan lalu lintas yaitu
Distribusi frekuensi pasien post
sebanyak 26 responden (86,7%),
operasi fraktur humerus berdasarkan
sebagian kecil pasien post operasi
jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel
fraktur humerus disebabkan karena
berikut ini :
pukulan benda tumpul yaitu 1
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Ber-
dasarkan Jenis Kelamin responden (3,3%).
No Jenis Kelamin Frekuensi (%) 2. Hasil Identifikasi Kekuatan Otot Sebelum
1 Laki-laki 23 76,7 Dilakukan Latihan ROM Aktif
2 Perempuan 7 23,3
Total 30 100 Tabel 4.Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Sumber: Data Primer Skala Kekuatan Otot Sebelum Dilakukan
Latihan ROM Aktif
Berdasarkan Tabel 2 menun-
No Skala Kategori Frekuensi (%)
jukkan 23 responden (76,7%)
1 0 Tidak ada 16 53,3
dengan jenis kelamin laki-laki, dan 2 1 Sedikit 6 20,0
3 2 Buruk 8 26,7
7 responden (23,3%) dengan jenis 4 3 Sedang 0 0
5 4 Baik 0 0
kelamin perempuan. 6 5 Normal 0 0

Total 30 100
c. Penyebab
Sumber: Data Primer
Distribusi frekuensi pasien post
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan
operasi fraktur humerus berdasarkan
sebelum diberi latihan ROM aktif sebagian
penyebab, dapat dilihat pada tabel
besar pasien post operasi fraktur humerus
berikut ini:
dengan skala kekuatan otot 0, yaitu
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Ber-
dasarkan Penyebab sebanyak 16 responden (53,3%) dan

No Penyebab Frekuensi (%) sebagian kecil dengan skala kekuatan otot


1 Kecelakaan lalu 26 86,7
lintas 1, yaitu sebanyak 6 responden (20,0%).

Pengaruh Latihan Range of Motion ... 45


GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

3. Hasil Identifikasi Kekuatan Otot Setelah dilakukan latihan ROM aktif, 6 responden
Dilakukan Latihan ROM Aktif
sedikit, 11 responden buruk, 8 responden
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
sedang, dan 5 responden baik.
Skala Kekuatan Otot Setelah Dilakukan
Latihan ROM Aktif
Tabel 7 Perbandingan Skala Kekuatan
No Skala Kategori Frekuensi (%)
Otot Sebelum Dan Setelah Dilakukan
1 0 Tidak ada 0 0
2 1 Sedikit 6 20,0
Latihan ROM Aktif
3 2 Buruk 11 36,7
Skala Kekuatan Otot ML 0-5
4 3 Sedang 8 26,7
Perlakuan
5 4 Baik 5 16,7 0 1 2 3 4 5
6 5 Normal 0 0
Sebelum 16 6 8 0 0 0
Total 30 100 Setelah 0 6 11 8 5 0
Sumber: Data Primer
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan
setelah diberi latihan ROM aktif sebagian Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan

besar pasien post operasi fraktur humerus adanya penurunan skala kekuatan otot

dengan skala kekuatan otot 2, yaitu ML 0-5, sebelum dilakukan latihan ROM

sebanyak 11 responden (36,7%) dan aktif skala kekuatan otot 0,1, dan 2,

sebagian kecil dengan skala kekuatan otot setelah dilakukan latihan ROM aktif skala

4, yaitu sebanyak 5 responden (16,7%). kekuatan otot meningkat menjadi 1, 2, 3,


dan 4.
4. Perbedaan Kekuatan Otot Pasien Post
Ada tidaknya pengaruh latihan ROM
Operasi Fraktur Humerus Sebelum dan
Setelah Dilakukan Latihan Range Of aktif terhadap kekuatan otot pada pasien
Motion (ROM) Aktif
post operasi fraktur humerus di RSUD Dr.
Tabel 6 Perbandingan Skala Kekuat-an Moewardi, dilakukan pengujian dengan uji
Otot Sebelum Dan Setelah Dilakukan
Latihan ROM Aktif statistik wilcoxon math pair test dengan

Kekuatan Otot
taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil
Perlakuan Tidak
ada
Sedikit Buruk Sedang Baik Normal uji statistik wilcoxon math pair test, dapat
Sebelum 16 6 8 0 0 0
Setelah 0 6 11 8 5 0 diketahui nilai z hitung sebesar 4,940
Sumber: Data Primer dengan angka signifikan (p) 0,000 dari
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan hasil tersebut akan dibandingkan dengan
sebelum dilakukan latihan ROM aktif 16 z tabel untuk taraf signifikansi 5% yaitu
responden tidak ada gerakan, 6 responden sebesar 1,96. Berdasarkan hasil tersebut
sedikit, dan 8 responden buruk. Setelah diketahui z hitung (4,940) > z tabel (1,96)

46 Pengaruh Latihan Range of Motion ...


GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

dan angka signifikan (p) < 0,05 sehingga humerus biasanya terjadi pada anak-
ada pengaruh signifikan latihan ROM anak dan tidak menutup kemungkinana
aktif terhadap kekuatan otot pada pasien bisa terjadi pada usia dewasa. Fraktur
post operasi fraktur humerus di RSUD Dr. kondilus lateral biasanya sering terjadi
Moewardi. pada anak, pada orang dewasa juga
sering dijumpai biasanya fraktur
PEMBAHASAN
berbentuk huruf T atau Y.
1. Analisis Karakteristik Pasien Post Operasi
Fraktur Humerus Hasil penelitian ini didukung oleh
a. Analisis Karakteristik Pasien Post penelitian yang dilakukan Rahmasari
Operasi Fraktur Humerus Berdasarkan
et al (2008) yang menyatakan tingkat
Umur
kemandirian pasien pada usia 20-55
Hasil penelitian pada Tabel 1
tahun atau usia produktif lebih tinggi
menunjukkan sebagian besar pasien
dari pada anak-anak dan lansia.
post operasi fraktur humerus dengan
Penelitian tersebut juga menyebutkan
umur 20-55 tahun, yaitu sebanyak 23
bahwa pada usia produktif memiliki
responden (76,6%). Menurut Helmi
fleksibilitas sendi yang baik. Pada
(2012) gambaran klinik dari fraktur
usia dewasa tua fleksibilitas cenderung
humerus sebagian besar pasien adalah
mengalami panurunan pada tingkat
orang dewasa muda (>20 tahun).
aktivitas dan kekuatan otot, sehingga
Sedangkan fraktur humerus proksimal
dapat menurunkan rentang gerak
(kolum humerus) biasanya terjadi
sendi.
pada usia lanjut riwayat osteoporosis
atau pada wanita pascamenopouse b. Analisis Karakteristik Pasien Post
Operasi Fraktur Humerus Berdasarkan
tetapi tidak menutup kemungkinan Jenis Kelamin
bisa terjadi pada usia dewasa. Fraktur
Hasil penelitian pada Tabel
batang humerus biasanya terjadi pada
2 menunjukkan sebagian besar
usia dewasa akibat dari jatuh pada
pasien post operasi fraktur humerus
tangan memuntir humerus sehingga
berjenis kelamin laki-laki sebanyak
menyebabkan fraktur spiral dan bisa
23 responden (76,7%) sedangkan
terjadi pada manula akibat dari suatu
perempuan sebanyak 7 responden
metastasis. Fraktur suprakondiler

Pengaruh Latihan Range of Motion ... 47


GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

(23,3%). Sesuai pendapat Lukman dan fraktur. Angka kecacatan fisik akibat
Ningsih (2009) bahwa fraktur lebih fraktur paling banyak dibandingkan
sering terjadi pada laki-laki daripada dengan semua cedera atau trauma
perempuan. Hal ini disebabkan aktifitas yang disebabkan karena kecelakaan,
laki-laki sebagai pencari nafkah dan salah satu fraktur yang sering terjadi
intensitas kegiatan diluar rumah adalah fraktur humerus. Hasil
yang lebih tinggi, aktifitas seperti penelitian ini tidak sejalan dengan
memanjat, mengendarai kendaraan penelitian yang dilakukan Indriani
bermotor, olah raga dan lain-lain yang dan Indawati (2006) bahwa terjadi
dapat meningkatkan resiko cidera. kecelakaan lalu lintas paling banyak
Hasil ini didukung penelitian yang disebabkan karena kondisi waktu
dilakukan oleh Utama et al (2008) gelap mengendarai kendaraan roda
berdasarkan jenis kelamin bahwa dua pada musim penghujan dengan
prevalensi kecelakaan lalu lintas pada kondisi korban mati merupakan angka
laki-laki bermakna lebih tinggi dari kecelakaan paling besar.
perempuan.
2. Analisis Identifikasi Kekuatan Otot
Sebelum Dilakukan Latihan Range Of
c. Analisis Karakteristik Pasien Post
Motion (ROM) Aktif
Operasi Fraktur Humerus Berdasarkan
Penyebab Hasil pengamatan sebelum dilakukan
Hasil penelitian pada Tabel 3 perlakuan yaitu latihan ROM aktif
menunjukkan 26 responden (86,7%) pada Tabel 4 menunjukkan sebelum
fraktur disebabkan kecelakaan lalu diberi latihan ROM aktif sebagian besar
lintas. Sesuai pendapat Smeltzer responden dengan skala kekuatan otot 0
(2001) tingginya angka kecelakaan yaitu sebanyak 16 responden (53,3%).
menyebabkan angka kejadian atau Menurut Noer 1996, dalam Lukman dan
insiden fraktur tinggi. Fraktur atau Ningsih (2009) otot skeleta merupakan
patah tulang dapat menimbulkan organ yang berkontraksi dengan tujuan
berbagai gangguan fungsi tubuh memperoleh tenaga dan gerakan ke arah
diantaranya fungsi motorik atau tertentu. Otot skelet terdiri atas sel-sel
anggota gerak tubuh yang mengalami yang disebut sebagai serabut (fibers)

48 Pengaruh Latihan Range of Motion ...


GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

yang mempunyai struktur tertentu. Sesuai Menurut Krol (1996) buruk merupakan
pendapat Krol (1996) skala kekuatan otot kondisi kontraksi otot yang cukup kuat
0 itu tidak ada kontraksi otot atau paralisis menggerakkan sendi tetapi hanya dapat
total. Hasil penelitian ini didukung oleh dilakukan bila pengaruh dari gaya gravitasi
penelitian Astrid et al (2008) menunjukkan dihilangkan. Tingkat buruk pasien fraktur
bahwa nilai kekuatan otot pada kelompok berbeda-beda tergantung pada keparahan
yang dilakukan intervensi berbeda dengan penyakitnya. Pada pasien post operasi
kekuatan otot pada kelompok yang tidak fraktur mengalami keterlambatan dalam
dilakukan intervensi, bahwa latihan melakukan pergerakan karena kelemahan
ROM berpengaruh terhadap peningkatan otot dan rasa nyeri yang dirasakan
kekuatan otot pasien stroke. (Potter dan Perry, 2006). Penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan
3. Analisis Identifikasi Kekuatan Otot Setelah
Dilakukan Latihan Range Of Motion oleh Astrid et al (2008) bahwa sesudah
(ROM) Aktif
pasien mendapatkan latihan ROM 4 kali
Setelah dilakukan perlakuan sehari selama 7 hari, terdapat manfaat
yaitu latihan ROM aktif pada Tabel 5 untuk pasien yaitu adanya peningkatan
menunjukkan setelah diberi latihan ROM kekuatan otot dan kemampuan fungsional
aktif sebanyak 9 kali sebagian besar pada pasien stroke. Penelitian ini juga
pasien dengan skala kekuatan otot 2 yaitu mengungkapkan bahwa baik itu latihan
sebanyak 11 responden (36,7%) atau ROM yang dilakukan 4 kali sehari maupun
kategori buruk, sedangkan secara fisiologis latihan ROM yang diberikan hanya 1 kali
menurut pendapat Smeltzer 2002, dalam sehari sama-sama berpengaruh terhadap
Lukman dan Ningsih (2009), kekuatan peningkatan kemampuan fungsional.
otot mulai kembali tanpa dilakukan ROM
4. Analisis Pengaruh Latihan Range Of
sesuai dengan tahap penyembuhan tulang Motion (ROM) Aktif Terhadap Kekuatan
dimana pada tahap poliferasi sel kira-kira Otot

lima hari hematoma akan mengalami Kekuatan otot dapat kembali secara
organisasi, terbentuk benang-benang fibrin fisiologis tanpa dilakukan ROM sesuai
dalam jendela darah membentuk jaringan dengan pendapat Smeltzer (2001), tahapan
untuk invasi fibroblas dan osteoblas. kembalinya otot berhubungan erat dengan

Pengaruh Latihan Range of Motion ... 49


GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

tahapan penyembuhan tulang yang terdiri osteosit, sel endotel dan sel periosteum)
atas inflamasi, proliferasi sel, pembentukan akan menghasilkan kolagen sebagai
kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan matriks kolagen pada patahan tulang.
remodeling. Sesuai tahap penyembuhan Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang
tulang tersebut, kekuatan otot mulai rawan (osteoid). Tulang yang sedang
kembali secara fisiologis pada tahap aktif tumbuh menunjukkan potensial
poliferasi sel yaitu kira-kira lima hari elektronegatif, oleh karenanya kekuatan
hematoma akan mengalami organisasi. otot akan meningkat atau bahkan menjadi
Sehingga kekuatan otot mulai regenerasi normal. Hasil penelitian ini didukung
kembali tanpa dilakukan ROM selama oleh penelitian Windiarto (2008) dalam
5 hari. Perbandingan skala kekuatan penelitiannya mengatakan bahwa terbukti
otot pasien dapat dilihat pada Tabel adanya perbedaan lama waktu terjadinya
4.7, pada tabel tersebut menunjukkan pemulihan peristaltik usus antara pasien
peningkatan skala kekuatan otot ML yang dilakukan ambulasi dini ROM aktif
0-5, sebelum dilakukan latihan ROM dan ROM pasif pada pasien pasca operasi
aktif skala kekuatan otot 0,1, dan 2, abdomen. Pasien pasca operasi abdomen
setelah dilakukan latihan ROM aktif skala yang dilakukan ambulasi dini ROM aktif
kekuatan otot meningkat menjadi 1,2,3, lebih cepat pulih dari pada yang dilakukan
dan 4. Hal ini sesuai dengan teori-teori ambulasi dini ROM pasif.
yang ada, salah satu diantaranya yang
D. SIMPULAN
diungkapkan oleh Potter dan Perry (2006)
Penelitian untuk mengetahui pengaruh
yaitu teori rentang gerak sendi, yang mana
latihan range of motion (ROM) aktif terhadap
teori ini menyatakan bahwa dengan adanya
kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur
latihan rentang gerak sendi, hematoma
humerus di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
akan mengalami organisasi terbentuk
Moewardi, dapat diambil kesimpulan yaitu :
benang-benang fibrin dalam jendela
1. Sebelum dilakukan latihan ROM aktif,
darah sehingga membentuk jaringan
sebagian besar pasien dengan skala
untuk invasi fibroblas dan osteoblas.
kekuatan otot 0 atau paralisis total (tidak
Fibroblas dan osteoklas (berkembang dari
ada kontraksi otot).

50 Pengaruh Latihan Range of Motion ...


GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

2. Setelah dilakukan latihan ROM aktif, kekuatan otot pada pasien post operasi
sebagian besar pasien dengan skala fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi.
kekuatan otot 2 atau kontraksi otot yang Perawat sebaiknya lebih memberikan
cukup kuat menggerakkan sendi (buruk). motivasi latihan range of motion (ROM)
3. Sebelum dilakukan latihan ROM aktif terutama secara aktif kepada pasien di Bangsal
sebagian besar 16 responden mengalami Bedah Orthopedi, sehingga dapat mempercepat
paralisis total atau tidak ada kontraksi pemulihan kekuatan otot pasien. Kepada
otot. Setelah dilakukan latihan ROM aktif peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan
sebagian kecil 5 responden mengalami untuk terapi latihan range of motion (ROM)
kontraksi otot yang cukup kuat dapat aktif agar dikaji lebih lanjut dengan model
menggerakkan sendi melawan gaya analisis ROM aktif dan pasif, sehingga dapat
gravitasi dan tahanan atau baik. diketahui lebih pasti tingkat efektivitas yang
4. Ada pengaruh signifikan pada latihan mempengaruhi keberhasilan latihan ROM.
range of motion (ROM) aktif terhadap

Pengaruh Latihan Range of Motion ... 51


GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

DAFTAR PUSTAKA

Astrid M, Nurachmah E, Budiharto. 2008. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Terhadap
Kekuatan Otot, Luas Gerak Sendi dan Kemampuan Fungsional Pasien Stroke di RS Sint
Corolus Jakarta. Jakarta : Jurnal FIK UI
Helmi ZN. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Indriani D, Indawati R. 2006. Model Hubungan Dan Estimasi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas.
Surabaya : Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat Surabaya Vol. 22, No. 3
Krol J. 1996. Poliomielitis dan Dasar-Dasar Pembedahan Rehabilitasi : teknik-teknik untuk
rumah sakit daerah, alih bahasa dr. Hadyanto. Jakarta : EGC
Lukman, Ningsih N. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta : Salemba Medika
Potter PA, Perry AG. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.
Vol. 2. Jakarta : EGC
Rahmasari I, Arifah S, Purwanti OS. 2008. Pengaruh ROM Secara Dini Terhadap Kemampuan
ADL Pasien Post Operasi Fraktur Femur. Surakarta : Jurnal Penelitian Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Jakarta
: EGC
Utama SU, Magetsari R, Pribadi V. 2008. Estimasi Prevalensi Kecelakaan Lalu Lintas Dengan
Metode Capture-Recapture. Yogyakarta : Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 24, No. 1
Windiarto N. 2008. Differences of Recovery time of Intenstinal Peristaltic on Surgical Patients
with General Anesthesia Taken with Early Ambulation of Active and Passive ROM in Wira
Bhakti Tamtama Hospital Semarang. Semarang : Jurnal Urminkes RS. BWT

52 Pengaruh Latihan Range of Motion ...


LEPIBAR KONSUL BIⅣIBINGAN KTI
I KEPERAWATAN
PIAⅡ ASISlWA PRODI DⅡ
STIKES MUⅡAMⅣIADIYAⅡ GOMBONG

Nalna :Ika Enviana


NIⅣ l :A01301765
Pelllbimbing :Inna、 van Andri,S.Kcp.,Ns.,Nl.Kep

No Waktu Topik bimbingan Keteransan Paraf Pembimbing


Ju4,n;
1
Se(esa,
eotc
7ertentυ ttrl 」
じdυ t

にてヽ
コ )vys'qg, e.<
k00,り l らA3 1
Juni ao16
3. karir , ?o )rn; ,cvt,t りA3 1(η F
got6
4. Sabt,ut r Juli
tolb
1/rtし
,
う .
genin ,6 )uli 多AZ I一 多
0.0 tb
6 fuloto ,,, BA3 多
,
)ol; aalU
Rabu , 20

743 1 く

β
Juft aot6
C cν「
μ 5`・ )
δ SabLv , sz

6
)o\,i ngyg
9entn > aq
R9VtSr 9A3
3ぬ n` tR
) uti ao (L Revis1 3/3
4
0 ヽ

Rl,by, !g \,;n

        ︱

71,じ
ori) lr
l_ヮ )larllゃ 憾 ド τ
k;ui' ,,,
):,0,i.)St.',tt al \L

111ゴ 3'31-')
1 771 Co,I(` グ (ヽ

Itarvtis ,,8
ν ,

,4airs.trs p"iL ′ι
c

Anda mungkin juga menyukai