Anda di halaman 1dari 52

ANALISIS WACANA OPINI DALAM MAJALAH TEMPO

EDISI 2–8 OKTOBER 2017: MODEL NORMAN FAIRCLOUGH

PROPOSAL

Diajukan untuk Diseminarkan dalam Rangka Penyusunan Skripsi


Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Oleh

Arie Permada
NIM F1012141031

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
ANALISIS WACANA OPINI DALAM MAJALAH TEMPO
EDISI 2–8 OKTOBER 2017: MODEL NORMAN FAIRCLOUGH

Tanggung Jawab Yudiris Material pada

Peneliti,

Arie Permada
NIM F1012141031

Disetujui oleh

Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

Dr. H. Martono, M.Pd. Dr. Laurensius Salem, M.Pd.


NIP 196803161994031004 NIP 196209141990021001

Diketahui oleh
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Drs. Nanang Heryana, M.Pd.


NIP 196107051988101001
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas kasih dan karunia-Nya

peneliti dapat menyelesaikan rencana penelitian yang berjudul “Analisis

Wacana Opini dalam Majalah Tempo Edisi 2–8 Oktober 2017:

Model Norman Fairclough”. Rencana penelitian ini diajukan untuk diseminarkan

pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Tanjungpura.

Melalui kata pengantar ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi berupa motivasi dan bimbingan.

Secara khusus, ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada pihak-pihak

berikut.

1. Dr. H. Martono, M.Pd., selaku pembimbing akademik dan pembimbing

pertama yang telah memberikan bimbingan kepada peneliti dalam proses

penyusunan rencana penelitian ini. Serta ucapan terima kasih kepada beliau

selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura

yang telah memberikan kemudahan kepada peneliti selama mengikuti proses

perkuliahan.

2. Dr. Laurensius Salem, M.Pd., selaku dosen pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingan kepada peneliti dalam proses penyusunan rencana

penelitian ini.
3. Dr. Paternus Hanye, M.Pd., selaku dosen penguji pertama yang telah

membahas dan memberikan arahan serta masukan dalam rencana penelitian ini.

4. Agus Syahrani, S.Pd., M.M.S.Ling., selaku dosen penguji kedua yang telah

membahas dan memberikan arahan serta masukan dalam rencana penelitian ini.

5. Dr. Agus Wartiningsih, M.Pd., selaku ketua Program Studi Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia yang telah memberikan persetujuan dalam proses

pengajuan rencana penelitian ini.

6. Drs. Nanang Heryana, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura yang

telah memberikan persetujuan kepada peneliti.

7. Dosen-dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

telah memberikan perkuliahan sehingga peneliti dapat memperoleh ilmu yang

sangat bermanfaat.

8. Kedua orangtua yang selalu memberikan bantuan moril dan doa kepada

peneliti, sehingga peneliti dapat melanjutkan pendidikan sampai hari ini.

9. Teman-teman mahasiswa angkatan 2014 Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada peneliti

dalam menyelesaikan rencana penelitian ini.

Peneliti sudah berusaha dengan maksimal dalam penulisan dan

penyusunan rencana penelitian ini. Apabila masih terdapat kesalahan baik dari

segi penulisan maupun isi, hal tersebut merupakan ketidaksengajaan. Oleh karena

itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan dari semua
pihak demi kesempurnaan rencana penelitian ini. Semoga rencana penelitian ini

bermanfaat dan menambah pengetahuan serta wawasan untuk pembaca.

Pontianak, 1 November 2017

Peneliti,

Arie Permada
NIM F1012141031
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
A. Judul Penelitian ..........................................................................................
B. Latar Belakang ...........................................................................................
C. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................................
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................
E. Defenisi Operasional ..................................................................................
F. Kajian Teori ...............................................................................................
1. Hakikat Analisis Wacana .....................................................................
1.1 Pengertian Analisis Wacana ...........................................................
1.2 Analisis Wacana Sebagai Metode Penelitian Ilmiah .....................
2. Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough .............................
2.1 Dimensi AWK Model Norman Fairclough ...................................
2.2 Kerangka AWK Model Norman Fairclough ..................................
3. Kedudukan Pembelajaran Teks Berita Berdasarkan Kurikulum 2013
Mapel Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas XII (Sembilan) ...............
3.1 Kurikulum ......................................................................................
3.2 Silabus (KI dan KD) ......................................................................
4. Critical Discourse Analiysis (CDA) sebagai Metode Pembelajaran ...
Teks Berita ...........................................................................................
G. Metodologi Penelitian ...............................................................................
1. Pendekatan dan Metode Penelitian ......................................................
2. Paradigma Penelitian ............................................................................
3. Data dan Sumber Data .........................................................................
4. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................
5. Instrumen Penelitian.............................................................................
6. Teknik Analisis Data ............................................................................
7. Penyajian Analisis Data .......................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 .......................................................................................................
2. Tabel 2 ........................................................................................................
3. Tabel 3 ........................................................................................................
4. Tabel 4 ........................................................................................................
5. Tabel 5 ........................................................................................................
A. Judul Penelitian

“Analisis Wacana Opini dalam Majalah Tempo Edisi 2–8 Oktober 2017:

Model Norman Fairclough”

B. Latar Belakang

Manusia memerlukan komunikasi untuk berinteraksi dengan

lingkungannya. Dapat dikatakan, tiada hari dalam hidup kita yang terlewat tanpa

berkomunikasi. Dalam berkomunikasi terjadi penyaluran informasi dari satu pihak

kepada pihak lain melalui sarana tertentu yang dapat membantu mengetahui suatu

informasi yang di dapat.

Komunikasi memiliki kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam

suatu bangun bahasa. Oleh karena itu, wacana sebagai dasar dalam pemahaman

teks sangat diperlukan oleh masyarakat bahasa dalam komunikasi dengan

informasi yang utuh (Djajasudarma, 2010:1).

Misalnya wacana dalam komunikasi terhadap media tulis. Wacana dalam

media tulis dapat kita temui dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari, satu

diantaranya wacana dalam media tulis majalah. Media tulis seperti majalah

berunjuk pada media massa, media massa seperti halnya majalah merupakan suatu

sumber informasi yang memuat tulisan-tulisan secara luas, terperinci, dan

mendalam (Wikipedia, 2010).

Pada umumnya, gaya penulisan berita pada media massa konvensional

terdapat dua yaitu straight news dan feature. Media massa Majalah Tempo

dikenal dengan cara memuat wacana yang bergaya feature maksudnya wacana

yang menghibur pembaca ke dalam penulisan yang asik dibaca dan awet. Majalah
Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliputi berita

politik yang diterbitkan oleh Tempo Media Group. Majalah ini merupakan

majalah pertama yang tidak memiliki hubungan dengan pemerintah.

Peneliti menggunakan Majalah Tempo sebagai subjek penelitian, guna

memperoleh data yang akurat, dilihat dari penulisan wacana yang luas, rinci dan

mendalam. Majalah Tempo pada rubrik wacana opini dalam hal ini menjadi fokus

penelitian. Wacana opini pada Majalah Tempo memuat tulisan yang berisi

pendapat pribadi seseorang terhadap suatu isu atau masalah aktual. Isu tersebut

meliputi masalah politik, ekonomi, sosial, ataupun masalah ekonomi yang dimiliki

hubungan secara signifikan dengan politik.

Majalah Tempo berdasarkan rubrik wacana opini, Edisi 2–8 Oktober 2017

memuat laporan utama dengan judul “Gaduh Jendral Gatot” yang memiliki

keterkaitan terhadap enam judul wacana opini dalam pembahasannya, meliputi:

(1) Siasat Panglima dan Bencana Demokrasi; (2) Jangan Gaduh Panglima…; (3)

Berkonflik dengan Banyak Orang; (4) Kian Intim dengan Peci Putih; (5) Gatot

Nurmantyo: Saya Sudah Lapor Presiden; dan (6) Sang Jendral dan

Kontroversinya. Mengenai enam berita opini ini, dapat dikatakan laporan utama

Majalah Tempo, Edisi 2–8 terfokus pada wacana kontroversial Panglima Tentara

Nasional Indonesia (TNI) yaitu Jendral Gatot Nurmantyo.

Pembahasan wacana ini berupa informasi Jendral Gatot Nurmatyo yang

menuding ada insitusi negara yang mengimpor senjata secara ilegal dan

mengancam akan menyerbunya. Dan juga ada wacana mengenai pernyataan Gatot
bersiap terjun ke dunia politik. Apalagi belakangan dia kerap mendekati berbagai

kelompok Islam.

Mengenai penulisan wacana ini harus ada penjelasan dalam bentuk analisis

sebagai pengetahuan dan pemahaman yang cukup komprehensif dan sangat

penting terhadap struktur tekstualnya yang berada di balik wacana opini Majalah

Tempo. Diperlukan paradigma penelitian dan metode penelitian secara kritis yang

dapat menelanjangi, menggali dan mengeksplorasi struktur tersebut di dalam

sebuah wacana yang di muat.

Penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Paradigma itu ada tiga,

paradigma positivisme-empiris, paradigma konstruktivisme, dan paradigma kritis.

Peneliti menggunakan paradigma kritis karena media adalah pembentuk

kesadaran. Repsentasi yang dilakukan oleh media dalam sebuah struktur

masyarakat lebih dipahami sebagai media yang mampu memberikan konteks

pengaruh kesadaran (manufactured consent). Dengan demikian media

menyediakan pengaruh untuk mendefinisikan status atau memapankan keabsahan

struktur tertentu pada suatu wacana. Seperti halnya untuk mengetahui dan

memahami sturktur tekstual enam wacana opini dalam Majalah Tempo yang

umumnya memuat wacana politik dan sosial (Darma, 2014:171).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pisau analisis

wacana kritis model analisis Norman Fairclough. Fairclough membagi wacananya

ke dalam tiga dimensi, yaitu: (a) struktur tekstual, (b) praktik kewacanaan, dan (c)

praktik sosiokultural. Tujuh wacana opini pada Majalah Tempo yang telah di

identifikasi sebagai data akan di analisis berdasarkan tiga dimensi tersebut.


Dalam struktur tekstual, analisis data di dukung dengan teori analisis level

teks Framing sebagai paradigma analisis wacana kritis (AWK) oleh Zhongdong

Pan dan Gerald M. Kosicki. Adapun struktur analisis Framing meliputi: sintaksis,

skrip, tematik, dan retoris. Berkenaan pada (a) struktur sintaksis sebagai skema

wacana bertujuan untuk melihat cara wartawan menyusun fakta dengan

mengamati headline, lead, latar, informasi, kutipan, sumber, pernyataan, dan

penutup; (b) struktur skrip sebagai kelengkapan wacana bertujuan untuk melihat

cara wartawan mengisahkan fakta dengan mengamati unsur 5W+1H; (c) struktur

tematik sebagai detail, koherensi, bentuk ganti, kata ganti pada wacana bertujuan

untuk melihat cara wartawan menulis fakta dengan mengamati paragraf, proposisi,

kalimat, hubungan antarkalimat; (d) struktur retoris sebagai leksikon, grafis,

metafora pada wacana bertujuan untuk melihat cara wartawan menekan fakta

dengan mengamati kata, idiom, gambar atau foto, dan grafik.

Struktur tekstual ini bertujuan menganalisis enam wacana opini dalam

Majalah Tempo, Edisi 2–8 Oktober 2017 secara linguistik, dengan melihat kosa-

kata, semantik, dan tata kalimat dan antarkalimat sehingga membentuk

pengertian. Semua elemen tersebut dianalisis untuk melihat tiga hal pada wacana

opini Majalah Tempo, ketiga hal tersebut sebagai berikut. Pertama idesional yang

merujuk pada repsentasi tertentu yang ingin ditampilkan dalam wacana opini,

yang umumnya membawa muatan ideologis tertentu. Analisis ini pada dasarnya

ingin melihat bagaimana sesuatu ditampilkan wacana opini yang dapat membawa

muatan ideologis tertentu. Kedua relasi yang merunjuk pada analisis bagaimana

kontruksi hubungan di antara wartawan dengan pembaca, apakah wacana opini


yang disampaikan secara informal atau formal, terbuka dan tertutup. Ketiga

identitas yang merujuk pada kontruksi tertentu dari identitas wartawan dan

pembaca, serta bagaimana personal dan identitas ini hendak ditampilkan dan

digambarkan dalam wacana opini tersebut.

Setelah mendeskripsikan tekstual wacana opini Majalah Tempo,

selanjutnya menafsirkan tekstual tersebut dengan praktik kewacanaan, yang

dilakukan dengan menghubungkan terhadap proses produksi wacana opini

tersebut, maksudnya analisis isi dan bahasa yang di pakai dalam tajuk tersebut

dihubungkan dengan proses produksi dari suatu tajuk di Majalah Tempo.

Kemudian barulah mencari penjelasan atas hasil penafsiran dengan cara

eksplanasi yaitu menghubungkan produksi tujuh wacana opini itu dengan praktik

sosial dan budaya (sosiokultural) tempat pusat dimana Majalah Tempo itu berada.

Analisis ketiga model ini didasarkan bahwa teks tidak pernah bisa

dipahami atau dianalisis secara terpisah – hanya bisa dipahami dalam kaitannya

dengan jarring-jaring teks lain dan hubungannya dengan konteks sosial.

Selanjutnya hasil dari penelitian ini juga dapat di implementasikan dalam

bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia terhadap materi Teks

Berita. Hal ini termuat dalam Kurikulum 2013 dengan Kompetensi Dasar

SMA/Madrasah Aliyah (MA), Kelas XII (Sembilan). Sebagai berikut.

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR


3. Memahami, menerapkan, 3.1 Memahami struktur dan kaidah
menganalisis dan mengevaluasi teks cerita sejarah, berita, iklan,
pengetahuan faktual, konseptual, editorial/opini, dan novel baik
prosedural, dan metakognitif melalui lisan maupun tulisan
berdasarkan rasa ingin tahunya 3.2 Membandingkan teks cerita
tentang ilmu pengetahuan, sejarah, berita, iklan,
teknologi, seni, budaya, dan editorial/opini, dan novel baik
humaniora dengan wawasan melalui lisan maupun tulisan
kemanusiaan, kebangsaan, 3.3 Menganalisis teks cerita sejarah,
kenegaraan, dan peradaban terkait berita, iklan, editorial/opini, dan
penyebab fenomena dan kejadian, novel baik melalui lisan maupun
serta menerapkan pengetahuan tulisan
prosedural pada bidang kajian yang 3.4 Mengevaluasi teks cerita sejarah,
spesifik sesuai dengan bakat dan berita, iklan, editorial/opini, dan
minatnya untuk memecahkan novel berdasarkan kaidah-kaidah
masalah baik melalui lisan maupun tulisan

4. Mengolah, menalar, menyaji, dan 4.1 Menginterpretasi makna teks cerita


mencipta dalam ranah konkret dan sejarah, berita, iklan,
ranah abstrak terkait dengan editorial/opini, dan novel baik
pengembangan dari yang secara lisan maupun tulisan
dipelajarinya di sekolah secara 4.2 Memproduksi teks cerita sejarah,
mandiri serta bertindak secara berita, iklan, editorial/opini, dan
efektif dan kreatif, dan mampu novel yang koheren sesuai dengan
menggunakan metoda sesuai kaidah karakteristik teks baik secara lisan
keilmuan maupun tulisan
4.3 Menyunting teks cerita sejarah,
berita, iklan, editorial/opini, dan
novel sesuai dengan struktur dan
kaidah teks baik secara lisan
maupun tulisan
4.4 Mengabstraksi teks cerita sejarah,
berita, iklan, editorial/opini, dan
novel baik secara lisan maupun
tulisan
4.5 Mengonversi teks cerita sejarah,
berita, iklan, editorial/opini, dan
novel ke dalam bentuk yang lain
sesuai dengan struktur dan kaidah
teks baik secara lisan maupun
tulisan
Tabel 1: Kurikulum 2013 Pembelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA Kelas XII/II

Tujuan adanya implementasi hasil penelitian terhadap pembelajaran, guna

sebagai sumbangan terhadap pendidikan di Sekolah, sesuai dengan gelar yang

didapatkan peneliti sebagai Sarjana Pendidikan (S.Pd.) di Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura Pontianak, maka hasil penelitian ini

wajib menjadi buku hasil studi yang memiliki manfaat khususnya peneliti pribadi

sebagai seorang guru, FKIP, kemudian yang paling penting adalah Sekolah

terhadap guru dan murid.

Implementasi ini diharapkan dapat meningkatkan integeritas (mutu atau

nilai) terhadap tenaga kerja guru di sekolah dalam cara menyampaikan materi

guna ketercapaian tujuan pembelajaran yang di muat dengan memanfaatkan hasil

penelitian ini sebagai bahan referensi ilmu pengetahuan khususnya guru Bahasa

Indonesia terhadap materi Teks Berita, serta mendapatkan respon balik dari siswa,

dimana pemanfaatan metode pemecahan masalah yang ada pada skripsi ini dapat

diterapkan pada siswa, sehingga memudahkan siswa dalam ikut serta memahami

materi dan mengerjakan tugas yang diberi guru, khusunya pada pembelajaran

Bahasa Indonesia yaitu Teks Berita.


C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar batasan masalah ini lebih terarah dan fokus maka permasalahan yang

dikaji dibatasi terhadap analisis wacana opini terhadap Majalah Tempo, Edisi 2–8

Oktober 2017 yang diterbitkan Tempo Media Group. Penelitian ini menggunakan

paradigma kritis dengan pisau analisis wacana kritis model Norman Fairclough.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah struktur tekstual pada wacana opini Majalah Tempo, Edisi 2–8

Oktober 2017 dikontruksikan wartawan?

2. Bagaimanakah praktik kewacanaan pada wacana opini Majalah Tempo, Edisi

2–8 Oktober 2017?

3. Bagaimanakah praktik sosiokultural pada wacana opini Majalah Tempo, Edisi

2–8 Oktober 2017?

4. Bagaimanakah bentuk implementasi hasil penelitian pada rencana pelaksanaan

pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka

penelitian ini memiliki tujuan, sebagai berikut.

1. Untuk mendeskripsikan struktur tekstual pada wacana opini Majalah Tempo,

Edisi 2–8 Oktober 2017 yang dikontruksikan wartawan.


2. Untuk mendeskripsikan praktik kewacanaan pada wacana opini Majalah

Tempo, Edisi 2–8 Oktober 2017.

3. Untuk mendeskripsikan praktik sosiokultural pada wacana opini Majalah

Tempo, Edisi 2–8 Oktober 2017.

4. Untuk mengetahui bentuk implementasi hasil penelitian pada rencana

pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini dibedakan menjadi manfaat teoretis

dan manfaat praktis yang dijelaskan sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi

perkembangan analisis wacana kritis (AWK) sebagai keilmuaan tentang gejala

sosial yang terjadi sehari-hari di sekitar kita. Berupa analisis wacana kritis

terhadap media tulis maupun media lisan sebagai bentuk penggambaran linguistik

dari teks bahasa dan interpretasi hubungan antara proses-proses teks untuk

mengungkapkan struktur tekstual yang berada di balik wacana.

Serta perkembangan analisis wacana kritis sebagai model dan pendekatan

untuk mengetahui dan memahami bahwa AWK bukan semata-mata memandang

fenomena linguistik dengan mendasarkan interpretasi dari penulis saja, tetapi juga

merupakan suatu eksplorasi tentang bagaimana teks bekerja dalam performasi

sosial dan budaya (sosiokultural) yang melatarbelakangi pembuatan suatu wacana.

Pada penelitian ini merupakan suatu kontribusi untuk perkembangan teori

analisis wacana kritis menggunakan model Norman Fairclough dengan


menganalisis dimensi tekstual, praktik kewacanaan dan praktik sosial budaya

(sosiokultural) untuk memberikan gambaran yang sebenarnya terhadap wacana

yang dimuat dalam Majalah Tempo, yaitu pemberitaan Kontroversial Jendral

Gatot Nurmantyo terkait isu politik dan masalah sosial yang terjadi.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan secara khusus,

sebagai berikut.

a. Akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian ilmu linguistik

sebagai rujukan proses belajar-mengajar sebuah akademis, guna mempelajari

dan mempraktekan suatu struktur tekstual, pratik kewancanaan, serta praktik

sosiokultural terhadap wacana dengan menggunakan analisis wacana kritis

(AWK), terutama proses akademis Perguruan Tinggi pada Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura, Pontianak.

b. Masyarakat

Hasil dari penelitian ini memberikan penanaman sikap skeptic dan crtical

thingking pada masyarakat terhadap segala hal. Penanaman sikap ini akan

selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap segala hal. Secara tidak langsung

hal ini akan mendorong masyarakat untuk selalu berlatih berfikir sistematis.

c. Mahasiswa

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan bahan acuan berupa

pengetahuan dan pemahaman berupa gambaran kepada penelitian mahasiswa


berikutnya untuk pengkajian yang sejenis mengenai analisis wacana kritis

(AWK) terhadap wacana media massa.

d. Sekolah

Hasil penelitian ini akan diimplementasikan guna meningkatkan integeritas

(mutu atau nilai) terhadap tenaga kerja guru di sekolah dengan cara

menerapkan metode Critical Discourse Analysis (CDA) dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia terhadap materi teks berita, guna ketercapaian tujuan

pembelajaran yang di muat dengan memanfaatkan hasil penelitian untuk

menyampaikan materi dan metode pemecahan masalah dengan tepat kepada

siswa.

E. Definisi Operasional

Peneliti merasa perlu menjelaskan beberapa istilah kunci yang digunakan

dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut.

1. Wacana: adalah pristiwa komunikasi yang terstruktur, dimanifestasikan dalam

perilaku linguistik dan membentuk suatu keseluruhan yang padu (Edmodson,

dalam Sudaryat, 2009:110).

2. Analisis wacana kritis (AWK): adalah analisis bahasa dalam penggunaannya

dengan menggunakan paradigma bahasa kritis (Darma, 2014:99).

3. Berita opini: adalah teks berita yang berisi pendapat pribadi seseorang

terhadap suatu isu atau masalah aktual. Berkenaan dengan berita opini pada

Majalah Tempo, Edisi 2–8 Oktober 2017 terdapat pemberitaan masalah sosial

yang secara signifikan dengan politik terkait laporan utama majalah dengan
tema “Gaduh Jendral Gatot” yang kemudian diikuti enam judul wacana yang

terkait.

4. Isu tersebut meliputi masalah politik, ekonomi, sosial, ataupun masalah

ekonomi yang dimiliki hubungan secara signifikan dengan politik.

5. Struktur tekstual: adalah analisis secara linguistik; dengan melihat kosakata,

semantik, dan tata kalimat di dalam wacana (Darma, 2014:158).

6. Sintaksis: adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata

dalam wacana berita yang bertujuan melihat cara wartawan menyusun fakta.

7. Skrip: adalah kelengkapan dalam menulis wacana yang bertujuan untuk

mengisahkan fakta. Kelengkapan di sini adalah pada penulisan 5W+1H karena

berita yang baik adalah yang tidak membuat pembaca bertanya-tanya.

8. Tematik: adalah sebuah peristiwa di dalam wacana yang bertujuan untuk

melihat cara wartawan menulis fakta. Perangkat yang diamati dalam sebuah

tematik adalah koherensi atau pertalian antarkata sebuah berita (Eriyanto,

halaman 301-302).

9. Retoris: adalah sebuah pemberitaan lebih bagaimana cara wartawan

menekankan fakta di dalam wacana yang dimuat. Penggunaan bahasa yang

digunakan salah satu upaya dalam retoris. Pembantaian dan pembunuhan

memiliki arti yang sama, tapi memiliki makna dengan konteks yang berbeda.

10. Praktik kewancanaan: adalah interpretasi dengan menafsirkan teks

dihubungkan dengan proses produksi teks tersebut.


11. Praktik sosiokultural: adalah mencari penjelasan dengan mencoba

menghubungkan produksi teks itu dengan paraktik sosiokultural tempat media

berada.

Berkenaan dengan definisi operasional pada istilah kata yang digunakan

dalam penelitian ini, guna mencoba memberikan pemahaman serta penjelasan

agar penelitian ini terarah dan fokus terkait penyusunan skripsi dengan judul

“Analisis Wacana Opini dalam Majalah Tempo Edisi 2–8 Oktober 2017: Model

Norman Fairclough” dengan menggunakan paradigma kritis sebagai metode

mendeskripsikan makna terhadap enam judul wacana opini yang termasuk dalam

laporan utama dengan tema “Gaduh Jendral Gatot” pada bahasan masalah terkait

dengan dimensi tekstual, praktik kewacanaan, dan praktik sosial dan budaya

(sosialkultural).

F. Kajian Teori

1. Hakikat Analisis Wacana

1.1 Pengertian Analisis Wacana

Analisis wacana muncul sebagai suatu reaksi terhadap linguistik murni

yang tidak bisa mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Dalam hal ini para

pakar analisis wacana mencoba untuk memberikan alternatif dalam memahami

hakikat bahasa tersebut. Analisis wacana mengkaji bahasa secara terpadu, dalam

arti tidak terpisah-pisah seperti dalam linguistik, semua unsur bahasa terikat pada

konteks pemakaian. Oleh karena itu, analisis wacana sangat penting untuk

memahami hakikat bahasa dan perilaku berbahasa termasuk belajar bahasa.


Analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji

penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi. Stubbs (1983:1) mengatakan

bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti dan menganalisis

bahasa yang digunakan secara alamiah, baik secara lisan dan tulis, misalnya

pemakaian bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Selanjutnya Stubbs menjelaskan

bahwa analisis wacana menekankan kajiannya pada penggunaan bahasa dalam

konteks sosial, khususnya dalam penggunaan bahasa antarpenutur. Jadi, jelasnya

analisis wacana bertujuan untuk mencari keteraturan, yaitu hal-hal yang berkaitan

dengan keberterimaan penggunaan bahasa di masyarakat secara realita dan

cendrung tidak merumuskan kaidah bahasa seperti dalam tata bahasa.

Kartomiharjo (1999:21) mengungkap bahwa analisis wacana merupakan cabang

ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih

besar daripada kalimat. Analisis wacana lazim digunakan untuk menemukan

makna wacana yang persis sama atau paling tidak sangat ketat dengan makna

yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan, atau oleh penulis dalam

wacana tulis.

Berdasarkan analisisnya, ciri dan sifat wacana menurut Syamsuddin

(1992:6) analisis wacana dapat dikemukakan sebagai berikut.

1) Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule

of use- menurut Widdowson, 1978).

2) Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks,

teks, dan situasi (Firth, 1957).


3) Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui interpretasi

semantik (Beller).

4) Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa

(what is said from what is done- menurut Labov, 1970).

5) Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional

(functional use of language- menurut Coulthard, 1977).

Ciri-ciri dasar lain dapat diramu dari pendapat beberapa ahli, seperti

Merrit, Sclegloff dan Sacls, Fraser, Searle, Richard, Haliday, Hasan, dan Horn,

antara lain sebagai berikut (Syam-suddin, 1992:6).

1) Analisis wacana bersifat interpretative pragmatis, baik bentuk bahasanya

maupun maksudnya (form and nation).

2) Analisis wacana banyak bergantung pada interpretasi terhadap konteks dan

pengetahuan yang luas (interpretation of world).

3) Semua unsur yang terkandung di dalam wacana di analisis sebagai suatu

rangkaian.

4) Wujud bahasa dalam wacana itu lebih jelas karena didukung oleh situasi yang

tepat (all material used in real that is actually having occoured in appropriate

situasional).

5) Khusus untuk wacana dialog, kegiatan analisis terutama berkaitan dengan

pertanyaan, jawaban, kesempatan berbicara, penggalan percakapan, dan lain-

lain.
Tokoh analisis wacana adalah Sinclair dan Coulthard (1979). Mereka

meneliti wacana yang dibentuk dalam interaksi guru dan murid di kelas. Mereka

merekam sejumlah peristiwa belajar-mengajar di sekolah dasar di Inggris.

Berkenaan dengan penjelasan tersebut, peneliti juga ingin melakukan

analisis terhadap wacana berita. Berarti dalam ranah lingustik dan konteks

wacana kegiatan jurnalis yang dimuat dalam Majalah Tempo mingguan dalam

rubrik wacana opini mengenai berita kontroversial Jendral Gatot Nurmantyo.

Menurut Coulthard (1997) analisis wacana dimulai oleh Ide Firth yang

mengungkap tentang linguistik kontekstual bahwa bahasa baru bermakna apabila

berada dalam suatu konteks. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Brown dan

Yule (1983:27–67) yang menyatakan bahwa dalam menginterpretasi makna

sebuah ujaran perlu memperhatikan konteks, karena kontekslah yang akan

memaknai ujaran.

1.2 Analisis Wacana Sebagai Metode Penelitian Ilmiah

Hamad (2004) mengemukakan bahwa cikal bakal pemikiran yang

mengantar munculnya analisis wacana (discourse analysis) sesungguhnya dimulai

oleh Krippendorff (1980) dan Berger (1982) yang membahas adanya empat teknik

analisis wacana media: semiological analysis, Marxist analysis, psychoanalityc

critism, dan sociological.

Terdapat bermacam-macam metode dalam analisis wacana, karena analisis

wacana itu merupakan metode penelitian ilmiah. Penggunaan metode ini

tergantung pada peneliti sesuai dengan pilihan mereka masing-masing.


1. Berdasarkan penggunaan metode, ada di antara mereka yang memakai: (a)

analisis wacana sintagmatis, yang menganalisis wacana dengan metode

kebahasaan (syntaxis approach) dimana peneliti mengeksplorasi kalimat demi

kalimat untuk menarik kesimpulan; dan (b) analisis wacana paradigmatis,

yang menganalisis wacana dengan memperhatikan tanda-tanda (signs) tertentu

dalam sebuah wacana untuk menemukan makna keseluruhan.

2. Berdasarkan bentuk analisis digunakan: (a) analisis wacana linguistik yang

membaca suatu naskah dengan memakai salah satu metode analisis wacana

(sintaksis ataupun paradigmatis); dan (b) analisis wacana sosial, yang

menganalisis wacana dengan memakai satu/lebih metode analisis wacana

(sintaksis ataupun paradigmatis), menggunakan perspektif teori tertentu, dan

menerapkan paradigma penelitian tertentu (positivis, pospositivis, kritikal,

konstruktivis dan partisipatoris).

3. Berdasarkan level analisis diterapkan: (a) analisis pada level naskah, baik

dalam bentuk text, talks, act, dan artifact; baik secara sintagmatis atapun

secara paradigmatis; dan (b) analisis multilevel yang dikenal dengan analisis

wacana kritis (critical discourse analysis) yang menganalisis wacana pada

level beserta konteks dan historisnya.

4. Berdasarkan bentuk (wujud) wacana dilakukan analisis wacana terhadap

wacana dalam bentuk tulisan, ucapan, tindakan, peninggalan (jejak); baik yang

dimuat dalam media maupun di alam sebenarnya (Darma, 2009:18–19).

Berkenaan dengan penjelasan tersebut peneliti ingin melakukan analisis

wacana sebagai penelitian karya ilmiah. Subjek dan objek yang digunakan peneliti
sebagai penelitian karya ilmiah yaitu Majalah Tempo terkait berita kontroversial

Jendral Tentara Nasional Indonesia (TNI) yaitu Gatot Nurmantyo. Penelitian ini

dikatakan sebagai penelitian ilmiah karena menggunakan paradigma dan model

yang sudah menjadi landasan kajian terhadap ilmu bidang bahasa. Dalam

penelitian ini, peneliti ingin memberikan tujuan dan manfaat mengenai bagaimana

bentuk wacana dalam Majalah Tempo ketika di analisis secara spesifik untuk

mengetahui makna-makna dari dimensi-dimensi wacana seperti yang dijelaskan

pada model analisis Norman Fairclough meliputi dimensi struktur tekstual, praktik

kewancanaan, dan praktik sosiokultural.

2. Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough

2.1 Dimensi Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) Model

Norman Fairclough

Cara yang Norman Fairclough kemukakan tersebut berisi penggambaran

lingusitik dari teks bahasa, interpretasi hubungan antara proses-proses tak sama

dan teks, penjelasan hubungan antara proses-proses tidak sama dan proses-proses

sosial (Fairclough, 1995:97).

Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi, yaitu teks,

discourse practice, dan Sosciocultural practice.

(Situtational: institutional: societal) Description


(text analysis)
Process of production
Text Interpretation
(Processing analysis)
Process of interpretation
Discourse pratice Explanation
(social analysis)
Sociocultural practice

Dimension of discourse Dimensions of discourse analysis

Tabel 2: Analisis Wacana Kritis Metode Norman Fairclough (Darma, 2009:80–81).


Struktur tekstual merupakan dimensi yang dianalisis secara linguistik,

dengan melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat. Ia juga memasukan

kohorensi dan kohesivitas, bagaimana antara kata atau kalimat tersebut digabung

sehingga membentuk pengertian semua elemen yang dianalisis tersebut dipakai

untuk melihat tiga masalah berikut. Pertama, ideasional yang merujuk pada

referensi tertentu, yang ingin ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa

muatan ideologi tertentu. Kedua, relasi yang merunjuk pada analisis bagaimana

kontruksi hubungan di antara wartawan dengan pembicara, seperti apa tekad

disampaikan secara informal atau formal, terbuka atau tertutup. Ketiga, identitas

penulis dan pembaca serta bagaimana personel dan identitas ini hendak

ditampilkan.

Praktik kewancanaan (discourse practice) merupakan dimensi yang

berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Produksi teks cerita

semacam ini berbeda dengan ketika seorang penyair menghasilkan teks puisi,

yang umumnya dihasilkan dalam suatu proses yang personal. Konsumsi juga bisa

dihasilkan secara personel ketika seseorang mengkonsumsi teks (seperti ketika

menikmati puisi).

Praktik sosial budaya (sosiocultural practice) adalah dimensi yang

berhubungan dengan konteks di luar teks dan konteks, di sini memasukan banyak

hal, seperti konteks situasi, lebih luas adalah konteks dari praktik institusi dari

media sendiri dalam hubungan dengan masyarakat atau budaya dan politik

tertentu (Darma, 2009:89–90).


2.2 Kerangka Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) Model

Norman Fairclough

Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi, yaitu teks,

discourse practice, dan Sosciocultural practice.

1) Struktur Tekstual

Dalam analisis struktur tekstual, teks wacana dianalisis secara linguistik

pada dengan melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat dan antarkalimat

tersebut digabung sehingga membentuk pengertian. Dalam analisis dimensi ini

menggunakan cara deskripsi, yakni menguraikan isi dan analisis secara deskriptif

atas teks. Di sini teks dijelaskan tanpa hubungan dengan aspek lain.

Struktur tekstual memiliki kerterkaitan pada pada proses kontruksi dalam

sebuah media, artinya di dalam sebuah wacana yang ditulis wartawan pasti

memiliki unsur-unsur yang harus diketahui oleh pembaca. Mengenai hal ini, tentu

harus ada teori yang bisa menjelaskan unsur-unsur di dalam sebuah wacana. Di

dalam sebuah paradigma analisis wacana kritis (AWK) terdapat penelitian yang

disebut analisis framing. Analisis framing merupakan penonjolan sebuah

peristiwa yang dilihat oleh seseorang wartawan yang bekerja pada media massa.

Salah satu orang yang mendalami analisis framing adalah Zhongdang Pan dan

Gerald M. Kosicki.

Eriyanto mengutip pernyataan Pan dan Kosicki bahwa ada dua konsepsi

framing yang saling berkaitan, yaitu konsepsi psikologi dan sosiologis. Konsep

psikologi lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi


dalam dirinya. Sedangkan konsep sosiologi lebih memuat pada bagian kontruksi

sosial atas realitas (Eriyanto, 2002:29).

Berikut analisis framing oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, yang

digambarkan pada kerangka analisis secara sistematis mulai dari struktur,

perangkat framing, dan unit yang diamati.

Struktur Perangkat Framing Unit yang Diamati

SINTAKSIS 1. Skema Berita Headline, lead, latar,


Cara wartawan informasi, kutipan,
menyusun fakta sumber, pernyataan,
penutup

SKRIP 2. Kelengkapan Unsur 5W+1H


Cara wartawan Berita
mengisahkan fakta

TEMATIK 3. Detail Paragraf, Proposisi,


Cara wartawan 4. Koherensi Kalimat, Hubungan
menulis fakta 5. Bentuk Ganti antarkalimat
6. Kata Ganti

RETORIS 7. Leksikon Kata, idiom, gambar/foto,


Cara wartawan 8. Grafis grafik
menekan fakta 9. Metafora

Tabel 3: Analisis framing metode Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (Erisyanto, halaman

295).
Berikut penjelasan berkenaan struktur analisis Framing sebagai Paradigma

Analisis Wacana Kritis.

a. Struktur Sintaksis

Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata

dalam tuturan. Unsur bahasa yang termasuk dalam lingkup sintaksis adalah frase,

klausa dan kalimat. Frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat

nonprediksi. Klausa adalah satuan gramtika yang berupa kelompok kata, yang

sekurang-kurangnya memiliki sebuah predikat dan berpotensi menjadi kalimat.

Kalimat adalah satuan bahasa gramatikal yang secara relatif berdiri sendiri yang

sekurang-kurangnya memiliki sebuah subjek dan predikat (Arifin, 2008:1–2).

Pada konteks berita, sintaksis dapat dilihat dari kerangka penulisan berita

yang dinamakan piramida terbalik. Dalam konsep itu sesuatu hal yang paling

penting diletakan pada bagian awal paragraf. Semakin berlanjut ke paragaraf

selanjutnya, semakin tidak penting. Proses ini akan terlihat peristiwa apa yang

lebih ingin ditonjolkan oleh wartawan. Berikut unit yang perlu diamati pada

sintaksis di dalam suatu wacana: (1) headline, (2) lead, (3) latar, (4) informasi, (5)

kutipan, (6) informasi, (7) kutipan, (8) sumber, (9) pernyataan, (10) penutup.

b. Struktur Skrip

Skrip merupakan kelengkapan dalam menulis berita. Kelengkapan di sini

adalah pada penulisan 5W+1H karena berita yang baik adalah yang tidak

membuat pembaca bertanya-tanya. Agar tidak terjadi hal tersebut, maka penulisan

5W+1H sangat penting dalam penulisan berita.

Penulisan 5W+1H yang di dahulukan, akan terlihat peristiwa yang lebih


ditonjolkan wartawan. Apakah itu kronologisnya, atau kenapa peristiwa itu bisa

terjadi, atau siapa orang yang terlibat pada peristiwa itu dapat dilihat point

manakah yang lebih awal diceritakan oleh wartawan. Berikut penjelasan

berkenaan dengan unsur 5W+1H di dalam suatu wacana, yaitu:

Unsur Keterangan
What Apa yang terjadi?
Where Dimana peristiwa itu terjadi?
When Kapan peristiwa itu terjadi?
Who Siapa yang terlibat dalam kejadian itu?
Why Kenapa peristiwa itu bisa terjadi?
How Bagaimana peristiwa itu terjadi?

Tabel 4: Penjelasan Unsur 5W+1H di dalam suatu wacana.

c. Struktur Tematik

Tematik dapat dikatakan seperti sebuah peristiwa. Perangkat yang diamati

dalam sebuah tematik adalah koherensi atau pertalian antarkata (Eriyanto,

halaman 301–302). Koherensi merunjuk pada sebuah kejadian yang diceritakan

secara runtun. Oleh karena itu tidak boleh ada penulisan peristiwa yang penting

dalam koherensi sebuah berita.

Prinsip koherensi merupakan standar penting dalam menilai rasionalitas

naratif yang akhirnya akan menentukan apakah seseorang menerima naratif itu

menolaknya. Koherensi merujuk pada konsistensi internal dari sebuah naratif

(West. Dkk, 2008:52). Berikut unit yang perlu diamati pada struktur tematik di

dalam suatu wacana, yaitu: (1) paragraf, (2) proposisi (3) kalimat, dan (4)

hubungan antarkalimat.
d. Struktur Restoris

Restoris dalam sebuah pemberitaan lebih bagaimana cara wartawan

menekankan fakta. Penggunaan bahasa yang digunakan salah satu upaya dalam

retoris. Pembantaian dan pembunuhan memiliki arti yang sama, tapi memiliki

makna dengan konteks yang berbeda.

Selain menggunakan kata, restoris juga muncul dalam sebuah grafik atau

gambar. Grafis dibuat sebagai pendukung dari tulisan yang ingin ditonjolkan. Saat

wartawan ingin memberikan peristiwa yang mencekam, foto berita yang di

tampilkan dapat membantu pembaca menggambarkan sejauh mana peristiwa itu

begitu mencekam.

Selain gambar, penggunaan huruf dengan cetak tebal dan pemberian warna

juga mempengaruhi penekanan berita. Hal mempengaruhi kognitif seseorang

pembaca melihat sebuah tulisan yang berbeda dengan tulisan lain. Elemen seperti

itu mengontrol ketertarikan dan perhatian secara intensif dan menunjukkan kepada

pembaca suatu hal yang dipusatkan (Eriyanto, halaman 306). Berikut unit yang

perlu diperhatikan pada sruktur retoris, yaitu: (a) kata, (b) idiom, (c) gambar/foto,

grafik

2) Praktik Kewancanaan

Dimensi kedua yang dalam kerangka analisis wacana kritis Norman

Fairclough adalah dimensi kewacanaan (discourse practice). Dalam analisis

dimensi ini, penafsiran dilakukan terhadap pemerosesan wacana yang meliputi

aspek penghasilan, penyebaran, dan penggunaan teks. Beberapa dari aspek-aspek

itu memiliki karakter yang lebih institusi, sedangkan yang lain berupa proses-
proses penggunaan dan penyebaran wacana. Berkenaan dengan proses-proses

institusional, Fairclough merujuk rutinitas institusi seperti prosedur-prosedur

editor yang dilibatkan dalam penghasilan teks-teks media. Praktik wacana

meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi teks. Hal ini berkaitan dengan

wartawan itu sendiri selaku pribadi; sifat jaringan kerja wartawan dengan sesama

pekerja media lainnya; pola kerja media sebagai institusi, seperti cara meliputi

berita, menulis berita, sampai menjadi berita di dalam media. Fairclough

mengemukakan bahwa analisis kewacananan berfungsi untuk mengetahui proses

(1) produksi, (2) penyebaran, dan (3) penggunaan teks. Dengan demikian, ketiga

tahapan tersebut mesti dilakukan dalam menganalisis dimensi kewacanaan.

a. Produksi Teks

Pada tahap ini dianalisis pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi

teks itu sendiri (siapa yang memproduksi teks). Analisis dilakukan terhadap pihak

pada level terkecil hingga bahkan dapat juga pada level kelembagaan pemilik

modal. Contoh pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam

mengenai organisasi media itu sendiri (latar belakang wartawan redaktur,

pimpinan media, pemilik modal, dll). Hal ini mengingat kerja redaksi adalah kerja

kolektif yang tiap bagian memiliki kepentingan dan organisasi yang berbeda-beda

sehingga teks berita yang muncul sesungguhnya tidak lahir dengan sendirinya,

tetapi merupakan hasil negosiasi dalam ruang redaksi.

b. Penyebaran Teks

Pada tahap ini dianalisis bagaimana dan media apa yang digunakan dalam

penyebaran teks yang diproduksi sebelumnya. Apakah menggunakan media cetak


atau elektronik, apakah media cetak koran, dan lain-lain. Perbedaan ini perlu

dikaji karena memberikan dampak yang berbeda pada efek wacana itu sendiri

mengingat setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Contoh: pada kasus wacana media wacana yang disebarkan melalui televisi dan

koran memberi efek/dampak yang berbeda terhadap kekuatan teks itu sendiri.

Televisi melengkapi dirinya dengan gambar dan suara, namun memiliki

keterbatasan waktu. Sementara itu koran tidak memiliki kekuatan gambar dan

suara, tapi memiliki kekekalan waktu yang lebih baik dibandingkan televisi.

c. Konsumsi Teks

Pada tahap ini dianalisis pihak-pihak yang menjadi sasaran penerima atau

pengonsumsi teks. Contoh pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis

yang mendalam mengenai siapa saja pengonsumsi media itu sendiri. setiap media

pada umumnya telah menentukan “pangsa pasar”nya masing-masing.

3) Praktik Sosiokultural

Dimensi ketiga adalah analisis praktik sosiobudaya media dalam analisis

wacana kritis Norman Fairclough merupakan analisis tingkat makro yang

didasarkan pada pendapat bahwa konteks sosial yang ada di luar media se-

sungguhnya memengaruhi bagaimana wacana yang ada ada dalam media. Ruang

redaksi atau wartawan bukanlah bidang atau ruang kosong yang steril, tetapi juga

sangat ditentukan oleh faktor-faktor di luar media itu sendiri. Praktik sosial-

budaya menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan

isu-isu kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan nilai

dan identitas) yang juga mempengaruhi istitusi media, dan wacananya.


Pembahasan praktik sosial budaya meliputi tiga tingkatan yaitu (a) tingkat

situasional, berkaitan dengan produksi dan konteks situasinyam (b) tingkat

institusional, berkaitan dengan pengaruh institusi secara internal maupun

eksternal, (c) tingkat sosial, berkaitan dengan situasi yang lebih makro, seperti

sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan.

Tiga level analisis sosiocultural practice ini antara lain:

a. Situasional

Setiap teks yang lahir pada umumnya lahir pada sebuah kondisi (lebih

mengacu pada waktu) atau suasana khas dan unik. Atau dengan kata lain, aspek

situasional lebih melihat konteks peristiwa yang terjadi saat berita dimuat.

b. Institusional

Level ini melihat bagaimana persisnya sebuah pengaruh dari institusi

organisasi pada praktik ketika sebuah wacana diproduksi. Institusi ini bisa berasal

dari kekuatan institusional aparat dan pemerintah juga bisa dijadikan salah satu

hal yang mempengaruhi isi sebuah teks.

c. Sosial

Aspek sosial melihat lebih pada aspek mikro seperti sistem ekonomi,

sistem politik, atau sistem budaya masyarakat keseluruhan. Dengan demikian,

melalui analisis wacana model ini, kita dapat mengetahui inti sebuah teks dengan

membongkar teks tersebut sampai ke hal-hal yang mendalam. Ternyata, sebuah

teks pun mengandung ideologi tertentu yang dititipkan penulisnya agar

masyarakat dapat mengikuti alur keinginan penulis teks tersebut. Namun, ketika

melakukan analisis menggunakan model ini kita pun harus berhati-hati jangan
sampai apa yang kita lakukan malah menimbulkan fitnah karena tidak

berdasarkan sumber yang jelas.

3. Kedudukan Pembelajaran Teks Berita Berdasarkan Kurikulum 2013

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas XII

3.1 Kurikulum

Kurikulum sebagai acuan untuk perencanaan proses pembelajaran yang

terencana agar tujuan pembelajaran tercapai. Kegiatan belajar direncanakan dan

diorganisasikan dengan baik. Dalam Kurikulum 2013 terdapat Kompetensi Inti

dan Kompetensi Dasar yang harus dikuasai peserta didik.

Gallen dan Alexander dalam Ismawati (2012, halaman13) mengatakan,

“Kurikulum adalah keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar, baik

yang berlangsung di kelas, di halaman, maupun di luar sekolah.” Artinya,

kurikulum adalah usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk mempengaruhi belajar

yang baik di kelas. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kurikulum merupakan rencana pembelajaran yang

direncanakan untuk peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan yang

ditetapkan oleh lembaga pendidikan untuk mempengaruhi belajar, baik yang

berlangsung di kelas, maupun di luar.

3.2 Silabus (KI dan KD)

a. Kompetensi Inti (KI)

Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam

bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan

pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran


mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap,

pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus

dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.

Artinya, kompetensi inti merupakan kompetensi yang berisi aspek sikap,

pengetahuan, dan keterampilan dalam bentuk kualitas yang harus dipelajari

peserta didik. Mulyasa (2014, halaman 174) mengatakan, “Kompetensi inti

merupakan operasional Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam bentuk kualitas

yang harus dimiliki oleh peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan

dalam satuan tertentu.”

Artinya, kompetensi inti merupakan Standar Kompetensi Lulusan

berbentuk kualitas yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam satuan tertentu

setelah menyelesaikan pendidikan . Jadi, dapat disimpulkan bahwa kompetensi

inti merupakan operasionalisasi SKL berbentuk kualitas yang harus dimiliki oleh

peserta didik dikelompokkan ke dalam kompetensi inti 1 sikap keagamaan,

kompetensi inti 2 sikap sosial, kompetensi inti 3 pengetahuan, dan kompetensi inti

4 keterampilan.

b. Kompetensi Dasar (KD)

Kompetensi Dasar Kompetensi dasar merupakan uraian pengembangan

dari kompetensi inti. Kompetensi dasar yang merupakan turunan kompetensi inti

ini juga harus dikuasai peserta didik, setiap mata pelajaran untuk setiap kelas.

Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memerhatikan karakteristik peserta

didik.
Kemendikbud mengatakan, kompetensi Dasar merupakan kompetensi

setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti.

Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap,

pengetahuan, dan keterampilan yang bersumber pada Kompetensi Inti yang harus

dikuasai peserta didik.

Berkenaan dengan penjelasan tersebut artinya kompetensi dasar adalah

turunan atau pengembangan dari kompetensi inti yang juga harus dikuasai peserta

didik, yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang merupakan

kompetensi dari setiap mata pelajaran untuk setiap kelas.

Kompetensi inti dan kompetensi dasar merupakan satu kesatuan yang

saling berhububungan. Kompetensi dasar yang ditetapkan oleh penulis

berdasarkan kurikulum 2013 adalah kompetensi dasar pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia (Wajib) untuk siswa SMA/SMK/MA kelas XII semester 2, yaitu

kompetensi dasar 3.3 menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini,

dan novel baik melalui lisan maupun tulisan.

4. Critical Discourse Analysis (CDA) sebagai Metode Pembelajaran Teks

Berita

Dikaitkan dengan pembelajaran bahasa Indonesia, mata pelajaran teks

berita menggunakan metode CDA hendaknya dipandang sebagai bentuk relasi

sosial. Artinya, melalui interaksi belajar-mengajar terjadi hubungan yang dinamis

antara wacana berita dengan murid, wacana berita dengan pengajar, pengajar

dengan murid, atau murid dengan murid dengan refleksi kehidupan sosial sesuai

dengan nuansa pembelajaran dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini
pembelajaran tidak lagi bernuansa hafalan, sekadar penjelasan dan tanya jawab,

namun lebih dari itu pembelajaran yang berlangsung hendaknya ditandai ciri

responsif dan kolaboratif. Dalam pembelajaran yang demikian itu, murid dan

pengajar bersama-sama memberikan tanggapan terhadap fakta yang

dipelajarinya—termasuk dalam hal penentuan materi yang dipelajari. Dengan

metode pembelajaran seperti itu diharapkan insteraksi belajar-mengajar dapat

mengarah pada terciptanya komunikasi dalam konteks konstruksi sosial.

Komunikasi dalam kelas itu didasarkan pada konstruksi sosial melalui kegiatan

membaca, menyimak, berbicara, dan menulis secara terpadu.

Pembelajaran teks berita di kelas dengan menggunakan metode CDA,

hendaknya memperhatikan dan memenuni persyaratan sebagai berikut. (1)

Pembelajaran teks berita di kelas ditandai oleh terdapatnya aktivitas membaca

wacana, baik itu dilakukan oleh pengajar maupun murid. (2) Pengajar

menciptakan kelas pembelajaran teks berita sebagai sebuah bentuk hubungan

sosial kemanusiaan sehingga dalam pembelajaran terjadi dialog antara murid

dengan murid maupun pengajar dengan murid. (3) Pengajar tidak lagi

“menggurui” tetapi memberi kesempatan kepada murid untuk menyampaikan

pendapatnya secara variatif, baik secara lisan maupun tertulis. (4) Pembelajaran

teks berita di kelas sungguh-sungguh tampil sebagai sosok pembelajaran yang

diisi aktivitas tukar pendapat, refleksi pemahaman, proses penyusunan pengertian,

mengkomunikasikan fakta, pendapat dan pemahaman secara lisan maupun

tertulis.
Dengan aktivitas seperti itu, diharapkan akan mendorong munculnya

aktivitas murid yang satu dengan yang lain untuk (1) saling menceritakan

pemahamannya setelah membaca wacana berita; (2) bekerja sama membentuk

pemahaman dan membuat kesimpulan tentang struktur tekstual mengenai makna

yang tersirat dalam wacana berita tertentu; (3) bertukar pendapat dalam

memberikan penilaian terhadap makna dalam wacana berita tertentu; dan (4)

bekerja sama dalam menuliskan pemahaman dan komentar terhadap suatu wacana

berkenaan dengan keterampilan pada tujuan pembelajaran

Dalam CDA, pembelajaran bahasa wacana dapat dilakukan dengan tata

cara sebagai berikut:

a. Pemahaman untaian kata dan kalimat dalam wacana berita secara analitis.

Sebagaimana proses membaca pada umumnya, dalam kegiatan membaca

wacana berita, pembaca harus berusaha memahami gambaran makna dan

satuan-satuan pengertian dalam wacana sehingga membuahkan pemahaman

tertentu. Pemahamannya dinyatakan bersifat analitis karena nilai

kebenarannya tidak harus diujikan pada kenyataan-kenyataan kongkret secara

langsung.

b. Penguntaian asosiasi semantis dalam wacana berita dengan konteks, wacana

lain secara intertertekstual, maupun pola-pola anggapan yang terkait dengan

praanggapan logis, semantis, maupun pragmatis. Dalam proses memahami

wacana berita, penafsiran dan pengambilan kesimpulannya perlu

memperhatikan hubungan kata dan kalimat dalam keseluruhan wacananya.

Dalam proses penafsiran dan penyimpulan itu pembaca juga perlu


mengerahkan khazanah pengetahuan yang dimiliki, apakah itu terkait

dengan wacana sosial, ekonomi, opini, seni maupun informasi lainnya dari

majalah serta koran sebagai informasi yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar

penafsiran.

c. Asumsi implisit yang melatarbelakangi, ciri koherensinya dengan makna

dalam wacana dan inferensi. Ketika membaca wacana berita, pembaca perlu

membentuk asumsi sebagai anggapan dasar yang mengarahkan proses

pemaknaan yang dilakukannya. Asumsi tersebut misalnya, wacana berita

merupakan gambaran berupa pemberian informasi kepada khalayak

masyarakat secara umum yang menuliskan berita terkait politik dan sosial.

Berdasarkan asumsi demikian, maka kegiatan membaca yang dilakukan

haruslah diarahkan untuk berusaha mengeksplisitkan informasi dengan disertai

upaya mengetahui struktur wacana berita maupun makna yang berada dibalik

wacana berita. Proses pemaknaannya juga perlu memperhatikan kesatuan

hubungan isi dan pengambilan kesimpulan yang dapat

dipertanggungjawabkan secara logis.

Dengan cara demikian, pendidikan merupakan proses pembudayaan dan

karenanya, harus berorientasi pada tumbuh-kembangnya kesadaran budaya.

Pendidikan sebagai proses pembudayaan untuk mencapai perkembangan

kepribadian murid mengandaikan adanya visi dan misi pengajar untuk mengubah

dan memperbarui keadaan, sekaligus menyadarkan dan membebaskan siswa dan

pengajar dari berbagai “keterpaksaan” di dalam proses belajar-mengajar. Pada

satu sisi upaya pengembangan itu mengandung tindakan-tindakan kongkret, dan


pada sisi lainnya, secara terus-menerus menumbuhkan kesadaran terhadap realitas

yang menumbuhkan hasrat untuk mengubahnya.

Pembelajaran bahasa dengan teknik CDA mengisyaratkan adanya hak-hak

para murid untuk memperhitungkan latar belakang pengalaman dan

pengetahuannya masing-masing dalam menyusun makna pada wacana. Makna

dalam wacana berita adalah sebuah opini dan opini hanya dapat diperoleh melalui

negosiasi yang dikembangkan dalam strategi transaksional. Implikasinya, selama

pembelajaran belangsung, para pengajar memberi kesempatan kepada murid

untuk “menduga-duga” (dengan hipotesis atau asumsiasumsi) makna wacana

berita yang mereka baca, merefleksikan dan membuat proses berpikir mereka

eksplisit. Untuk itu, para murid dapat dibantu untuk mengajukan pertanyaan-

pertanyaan “kritisnya” secara aktif dan jika diperlukan menyanggah makna

wacana berita yang mereka baca: murid-murid dibawa masuk ke dalam situasi

“perseteruan” dengan wacana berita yang dibacanya.

Semua itu harus diarahkan pada pemenuhan fungsi utamanya, yakni

edukatif dan kultural. Untuk itu pembelajaran yang memandang wacana berita

sebagai sesuatu yang problematik dapat dirancang, yakni dengan metode

“Analisis Wacana Kritis” (CDA). Dengan cara demikian, “dominasi” pengajar

yang selama ini “berkuasa”dalam proses pembelajaran bahasa dapat dihindari.

Ruang kelas dapat dijadikan tempat perbedaan atau “perseteruan” gagasan,

makna, dan nilai-nilai dalam konteks dialektika budaya. Dalam praktik

pembelajaran di kelas, wacana berita dapat didekonstruksi dan kemudian


direkonstruksi, karena wacana berita dan pembacanya dipandang sebagai sesuatu

yang problematik.

G. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, artinya

data yang digunakan dalam penelitian merupakan data yang tidak terdiri dari

angka-angka melainkan kata-kata. Kemudian di analisis dengan metode deskriptif

menggunakan pendekatan analisis wacana model Norman Fairclough, meliputi:

struktur tekstual, praktik kewacanaan, dan praktik sosiokultural.

Data-data diklasifikasi berdasarkan wacana opini kemudian diidentifikasi

berdasarkan struktur tekstual selanjutnya di analisis secara deskriptif, barulah

akan ditafsirkan dengan praktik kewacanaan, selanjutnya dieksplanasi

berdasarkan praktik sosial budaya sampai akhirnya dapat ditarik suatu

kesimpulan.

2. Paradigma Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma kritis. Paradigma

kritis memperbaiki paradigma konstruktivisme. Pandangan ini, tidak hanya

melihat bahasa sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan untuk

melihat maksud-maksud dari wacana tertentu (Eriyanto, 2009:5).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui lebih jauh

realitas di balik wacana sesungguhnya pada dimensi tekstual, praktik kewacanaan

dan praktik sosiokultural terhadap enam wacana opini terkait kontroversial


Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) yaitu Jendral Gatot Nurmantyo yang

dimuat dalam pemberitaan Majalah Tempo, Edisi 2–8 Oktober 2017.

3. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini berupa wacana bertemakan pemberitaan opini

yakni seputar wacana politik serta sosial yang diulas Majalah Tempo, Edisi 2–8

Oktober 2017 terkait pemberitaan Panglima Tentara Nasional Indonesia, yaitu

Jendral Gatot Nurmantyo. Tujuh wacana dengan mengusut judul laporan utama

“Gaduh Jendral Gatot” tersebut memiliki tema yang sama seputar pemberitaan

opini. Perlu diketahui bahwa wacana bertemakan opini yang menjadi data

penelitian ini tampak selalu menjadi laporan utama dalam setiap edisi penerbitan

Majalah Tempo.

Sumber data dalam penelitian ini ada Majalah Tempo. Majalah tempo

merupalam majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliputi berita dan

politik dan diterbitkan oleh Tempo Media Group, dan memiliki kantor pusat di

Jakarta. Majalah tempo memiliki motto di setiap edisi yang diterbitkan, tepatnya

pada cover majalah dengan mengusung kalimat “Enak Dibaca dan Perlu”.

Majalah Tempo di jadikan sumber data karena majalah ini menjadi pilihan

yang tepat, karena peneliti memiliki pandangan bahwa majalah ini memiliki acuan

dalam usaha meningkatkan kebebasan publik untuk berfikir dan berpendapat serta

membangun peradaban yang menghargai kecerdasan dan perbedaan.

Majalah tempo juga menghasilkan produk multimedia bermutu tinggi dan

berpegang pada kode etik, kemudian hal yang paling penting dari Majalah Tempo
adalah merupakan bacaan yang memperkaya khazanah artistik, intelektual,

ideologi melalui peningkatan ide-ide baru, bahasa, dan tampilan visual yang baik.

Berdasarkan alasan tersebut yang menjadikan peneliti tertarik memilih

Majalah Tempo menjadi data serta sumber data dalam penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dalam pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

dokumentasi. Penelitian melakukan penyortiran pada laporan utama terhadap

Majalah Tempo khusus yang bertemakan wacana opini dalam rentang waktu

terbitan 2–8 Oktober 2017.

No Judul Berita Halaman Rubrik

1. Siasat Panglima dan


Halaman 25 Opini: laporan utama
Bencana Demokrasi
2. Jangan Gaduh
Halaman 29 Opini: laporan utama
Panglima…
3. Sang Jendral dan
Halaman 34 Opini: laporan utama
Kontroversinya.
4. Berkonflik dengan
Halaman 36 Opini: laporan utama
Banyak Orang
5. Kian Intim dengan Peci
Halaman 39 Opini: laporan utama
Putih
6. Gatot Nurmantyo: Saya
Halaman 41 Opini: laporan utama
Sudah Lapor Presiden

Tabel 5: Data terhadap Wancana Opini dalam Majalah Tempo, Edisi 2-8 Oktober 2017

Data yang terkumpul selanjutnya dikaji dan dianalisis berdasarkan sumber-

sumber tertulis lainnya seperti buku-buku, majalah, dokumen, makalah, dan


sebagainya. Kajian dokumentasi ini bertujuan untuk memperoleh validitasi data.

Sumber kajian dokumentasi pada penelitian terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data pokok atau data utama yang diperoleh melalui

berita-berita yang dimuat oleh Majalah Tempo terkait pemberitaan opini pada

fakta dibalik isu politik dan sosial. Sedangkan data sekunder adalah data

pendukung yang diperoleh melalui buku-buku referensi yang sesuai dengan

penelitian ini, beberapa situs internet dan apabila perlu dapat juga dilakukan

dengan interview sebagai data pelengkap.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen tersebut berfungsi menganalisis struktur teks, praktik

kewancanaan, dan praktik sosiokultural. Instrumen penelitian akan digambarkan

sebagai berikut.

A. Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough pada Wacana Opini

Majalah Tempo, Edisi 2–8 Oktober 2017

1. Analisis Struktur Tekstual

1) Analisis framing berita “______________________________” (Judul

Berita)

a. Sintaksis

b. Skrip

c. Tematik

d. Retoris

2. Analisis Praktik Kewancanaan

a. Produksi
b. Penyebaran

c. Konsumsi

3. Analisis Praktik Sosiokultural

a. Unsur Situasional

b. Unsur Institusional

c. Unsur Sosial

B. Implementasi Hasil Penelitian pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Bahasa Indonesia di Sekolah

Dalam pembahasan ini, hasil penelitian akan diterapkan di dalam Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah

terhadap materi Teks Berita menggunakan metode analisis wacana kritis atau

critical discourse analysis (CDA).

6. Teknik Analisis Data

Data yang sudah terkumpul, kemudian dianalisis sesuai dengan metode

Analisis Wacana Kritis yang dikemukakan oleh Norman Fairclough. Fairclough

menganalisis wacana menjadi tiga dimensi: analisis teks, praktik wacana dan

analisis sosial-budaya.

1. Setelah data terdokumentasi, tahap pertama adalah menganalisis dan

mendeskripsikan data berdasarkan model teori Analisis Wacana Kritis model

Norman Fairclough dan analisis framing untuk teori pendukung sebagai

analisis struktur tekstual.

2. Setelah tahapan pertama selesai, selanjutnya melakukan tahap kedua yaitu

interpretasi, yakni menafsirkan level tekstual dihubungkan dengan praktik


wacana yang dilakukan. Teks ditafsirkan dengan menghubungkannya dengan

proses produksi teks tersebut. Analisis atas isi dan bahasa yang dipakai dalam

tajuk tersebut dihubungkan dengan proses produksi dari suatu tajuk di surat

kabar.

3. Kemudian barulah tahap ketiga yaitu eksplanasi, bertujuan untuk mencari

penjelasan atas hasil penafsiran kita pada tahap kedua. Penjelasan itu

diperoleh dengan mencoba menghubungkan produki teks itu dengan praktik

sosiokultural tempat media berada, dengan melihat bagaimana institusi media

itu dalam masyarakat nasional dan politik nasional Indonesia sendiri

mendukung atau menentang.

4. Setelah hasil analisis didapatkan tahapan selanjutnya yaitu melakukan

penarikan kesimpulan terhadap hasil yang telah didapatkan untuk kemudian

disajikan dalam pembahasan.

5. Dengan demikian hasil dari penelitian ini dapat di implementasikan pada

perencanaan pelaksanaan pembelajaran di sekolah pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia terhadap materi Teks Berita. Hal ini termuat dalam Kurikulum 2013

dengan Kompetensi Dasar SMA/Madrasah Aliyah (MA), Kelas XII

(Sembilan).

Berikut gambaran kerangka analisis data.

ANALISIS WACANA OPINI DALAM MAJALAH TEMPO


EDISI 2–8 OKTOBER 2017: MODEL NORMAN FAIRCLOUGH

A. Analisis Tekstual pada


6. Wacana Opini dalam
Majalah Tempo Edisi Penarikan
2–8 Oktober 2017 Kesimpulan
1. Cara wartawan Sintaksis (Headline, lead,
menyusun fakta dari latar, informasi, kutipan,
Struktur Sintaksis sumber, pernyataan,
2. Cara wartawan penutup)
mengisahkan fakta dari
struktur Skrip Skrip (Unsur 5W+1H)
3. Cara wartawan
Tematik (paragraf, Implementasi
menulis fakta dari
Proposisi, Kalimat, terhadap RPP
Struktur Tematik
Hubungan antarkalimat)
4. Cara wartawan
menekan fakta dari Retoris (Kata, idiom,
struktur Retoris gambar/foto, grafik

B. Analisis Praktik
7. Kewancanaan pada Menafsirkan tekstual
Wacana Opini dalam dihubungkan dengan proses
Majalah Tempo Edisi produksi dan konsumsi
2–8 Oktober 2017 wacana tersebut

C. Analisis Praktik Menghubungkan produki


Sosiokultural pada teks itu dengan praktik
Wacana Opini dalam sosiokultural tempat media
Majalah Tempo Edisi berada
2–8 Oktober 2017

Tabel 6: Gambaran Kerangka Analisis.

7. Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data akan disajikan baik dalam bentuk deskripsi kualitatif

dari hasil analisis data yang melibatkan pemeriksaan, pemilahan, penggolongan,

evaluasi, perbandingan, sintesis, dan perenungan data yang dikodekan serta

mengkaji data mentah pada media tulis wacana opini dalam Majalah Tempo, Edisi

2–8 Oktober 2017. Sebagai penunjang paparan deskripsi tersebut maka digunakan

sajian penunjang seperti bagian data tabel. Data yang terkumpul diharapkan
mendapat penjelasan lebih mendalam dalam bentuk deskripsi yang bersifat

kualitatif.

Hasil analisis disajikan dalam lima Bab I adalah pendahuluan yang

menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat dan tujuan

penelitian. Bab II adalah kerangka teori dan konsep yang menyajikan teori yang

digunakan dan menguraikan kerangka konsep yang terkait dengan permasalahan.

Bab III adalah metodelogi yang menguraikan mengenai metode penelitian yang

digunakan untuk menganalisis permasalahan. Bab IV adalah analisis utama serta

implementasi hasil analisis pada pembelajaran di sekolah. Bab terakhir, yakni Bab

V adalah bab simpulan dan saran.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. Zaenal. 2015. Wacana Transaksional dan Interaksional dalam


Bahasa Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Mandiri.

Asegaf, Djafar H. 1998. Jurnalistik Masa Kini. Jakarta: Ghalia Indonesia.


Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: CV Yrama
Widya.

Darma, Yoce Aliah. 2014. Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif.


Bandung: PT Refika Aditama.

Djuraid, Husnun. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UMM


Djajasudarma, T. Fatimah. 2010. Wacana: Pemahaman dan Hubungan
Antarunsur. Bandung: PT Refika Aditama.
Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media
Yogyakarta: LkiS Group.
Ishwara, Luwi. 2015. Jurnalisme Dasar. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara.

Moleong, Lexy J. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT


Remaja Rosda Karya, Cetakan kedelapan.

Prakoso, Jaffry Prabu. 2014. Relasi Bahasa, Kuasa, dan Indeologi Tokoh Media
(Analisis Wacana Kritis Isu Korupsi dalam Pemberitaan Dahlan Iskan
Melawan Anggota DPR di Koran Tempo). (Skripsi S1). Jakarta: Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayahtullah Jakarta.

Sahidin, Didin. 2013. Teknik Critical Discourse Analysis (CDA)


Pada Pembelajaran Cerpen. (Jurnal). Garut: Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.

Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam Wacana: Prinsip-Prinsip Semantik dan


Pragmatik. Bandung: CV Yrama Widya.

______________ Komptensi Dasar Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas


(Sma)/Madrasah Aliyah (Ma). Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan
2013
_______________.2005. Critical Discourse Analysis (CDA) Sebagai Model
Pembelajaran Sastra.Website, diakses 20 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai