Anda di halaman 1dari 21

PERTEMUAN III

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG (Auskultasi)

Tujuan Belajar
Setelah mengikuti kegiatan ini, mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan
melakukan pemeriksaan fisik auskultasi jantung secara sistematis dan benar.
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (tahun 2014)
Tingkat Kompetensi
Daftar Keterampilan Klinis
1 2 3 4
Communication and Recording 4
Pemeriksaan fisik
Auskultasi 4

Tujuan Belajar :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan pada pasien (simulated patient)
2. Mahasiswa mampu menetapkan denyut jantung normal
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan membedakan suara jantung sistolik & diastolik
4. Mahasiswa mampu mendeskripsikan lokasi dan kualitas suara jantung normal
5. Mahasiswa mampu mengidentifikasi suara jantung abnormal (split heart sound, gallop)(audio)
6. Mahasiswa mampu mengidentifikasi suara bising jantung/cardiac murmur (audio)
7. Mahasiswa mampu membedakan suara bising sistolik & diastolik (audio)
8. Mahasiswa mampu mendeskripsikan kualitas dan lokasi maksimal bising (audio)
9. Mahasiswa mampu menganalisis bising jantung yang mengarah pada differential diagnosis

KARAKTERISTIK SUARA JANTUNG DAN MURMUR


Suara jantung dan murmur dibedakan berdasarkan 4 karakteristik :
1. Waktu terjadinya (sistolik/diastolik)
2. Intensitas (keras/lunak)
3. Durasi (panjang/pendek)
4. Pitch (frekuensi tinggi atau rendah)
Karakteristik kelima berupa kualitas suara kadang ditambahkan dalam deskripsi suara jantung. Semua
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

suara jantung memiliki campuran kualitas karakteristik di atas sehingga deskripsi suara “frekuensi
tinggi” atau “frekuensi rendah” tidak menunjukkan bahwa karakteristik suara tersebut seperti nada
musikal melainkan merupakan spektrum energi suara dengan kategori rendah atau tinggi.

Stetoskop
Bell dan Diaphragma
Stetoskop memiliki dua permukaan penerima suara, yaitu Bell dan Diaphragma. Bell digunakan
untuk mendeteksi suara frekuensi rendah sedangkan diaphragma untuk frekuensi tinggi. Penjelasan
tradisional bahwa bell secara selektrif meneruskan suara frekuensi rendah dan diaphragma secara
selektif menyaring suara berfrekuensi rendah kurang tepat. Bel dapat meneruskan semua frekuensi
dengan baik, tetapi pada beberapa pasien murmur frekuensi tinggi (misalnya regurgitasi aorta), adanya
suara lain frekuensi rendah dapat menutupi suara frekuensi tinggi sehingga suara murmur sulit
dideteksi. Diafragma tidak secara selektif menyaring suara frekuensi rendah, tetapi melemahkan
seluruh frekuensi sehingga menghentikan suara frekuensi rendah yang hampir terdengar ke bawah
ambang dengar pendengaran.

Penggunaan Stetoskop
1. Ruang pemeriksaan harus tenang
Banyak suara jantung dan murmur relatif redup dan sulit didengar kecuali pemeriksaan dilakukan di
ruangan yang sangat hening.

2. Penekanan pada bell stetoskop


Untuk mendeteksi suara frekuensi rendah, letakkan bell pada dada dengan tekanan ringan dan cukup
untuk meredam suara luar dan bising lingkungan. Penekanan berlebihan dapat meregangka n kulit dan
bertindak sebagai diafragma sehingga suara berfrekuensi rendah sulit didengar. Pemeriksa dapat
mengatur penekanan untuk membedakan suara jantung yang terdengar, jika dengan penekanan ringan
suara dapat didengar namun penekanan yang kuat menghilangkan suara tsb berarti suara jantung
tersebut berfrekuensi rendah. Cara ini dapat dilakukan untuk membedakan suara pada awal diastolik
adalah suara jantung 3 (S3) atau lainnya dan membedakan suara kombinasi suara jantung 4 – suara
jantung 1 (S4 – S1) dengan split S1.

2
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

3. Posisi pasien
Pemeriksa dapat mendengarkan jantung pasien pada beberapa posisi yaitu supine, left lateral decubitus,
dan posisi duduk tegak. Posisi lateral decubitus adalah posisi paling baik untuk mendeteksi S3 dan S4
serta suara murmur diastolik pada stenosis mitral. Posisi duduk tegak digunakan untuk mengevaluasi
suara split S2 saat ekspirasi dan mendeteksi pericardial rub serta murmur regurgitasi aorta.

Urutan pemeriksaan
Pemeriksaan rutin auskultasi jantung meliputi pemeriksaan area sternal atas kanan, seluruh area
sternal kiri, dan apeks. Pemeriksaan dapat dilakukan mulai dari basis jantung ke apeks atau sebaliknya.
Pemeriksaan dengan diafragma harus dilakukan pada seluruh area, terutama pada area sternal kiri atas
untuk mendeteksi splitting S2 dan seluruh area untuk mendeteksi murmur lainnya. Setelah
menggunakan diafragma, pemeriksaan dengan bell dilakukan terutama untuk mendeteksi suara
pengisian diastolik (S3 dan S4) dan diastolic rumbling murmur (misalnya pada stenosis mitral). Pada
pasien – pasien tertentu, pemeriksa juga perlu evaluasi area arteri karotis dan aksila (pada pasien
dengan murmur sistolik, untuk mengklarifikasi radiasi murmur) dan area sternal kanan bawah (pada
pasien dengan murmur diastolik oleh regurgitasi aorta untuk mendeteksi aortic root disease), punggung
(pada pasien muda dengan hipertensi untuk mendeteksi continous murmur of coarctation), atau area
toraks lain (pada pasien dengan sianosis sentral, untuk mendeteksi murmur kontinyu pada pulmonary
arteriovenous fistula).

Deskripsi Lokasi Suara


Identifikasi suara jantung dan murmur perlu dideskripsikan dengan jelas termasuk lokasi
dengan suara paling keras. Secara tradisional, intercostal space II kanan dekat sternum dianggap
sebagai “aortic area” atau “basis kanan”, intercostal space (ICS) II kiri dekat sternum disebut
“pulmonary area” atau “basis kiri”, parasternal space IV atau V sebagai “tricuspid area” dan bagian
paling lateral dari impuls jantung yang teraba sebagai “apex” atau “mitral area”. Namun, istilah di atas
dipandang membingungkan dan sebaiknya tidak rutin digunakan. Cara yang dianggap lebih deskriptif
adalah dengan menggunakan apex dan area parasternal sebagai titik acuan, lokasi parasternal di
deskripsi lebih lanjut dengan level intercostal space dan apakah terletak di kanan atau kiri sternum.

3
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

Focusing technique
Otak manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk mengisolasi dan memfokuskan pada satu
tipe informasi sensoris dengan represi kesadaran terhadap sensasi lainnya. Sebagai contoh, orang yang
membaca buku di ruangan dan terdengar denting jarum jam. Orang tersebut mampu membaca
sejumlah halaman tanpa mendengar denting jarum jam dan baru mendengarnya kembali setelah
perhatian pada buku dialihkan. Dengan cara yang sama, perhatian pemeriksa dapat dengan cepat
diarahkan untuk fokus mendengarkan suara paling dominan, akan tetapi dapat melewatkan suara
jantung yang lebih lemah. Oleh karena itu, agar suara – suara yang lebih lemah tidak terlewatkan (bila
ada), perhatian klinisi perlu dialihkan secara sekuensial terhadap suara – suara tersebut selama siklus
jantung. Pemeriksa perlu meyakinkan apakah
1) suara S1 keras atau lunak ?,
2) Apakah S2 mengalami splitting, dan jika ya, splittingnya bagaimana ?,
3) apakah terdapat suara lain atau murmur selama sistolik atau diastolik ?.

Identifikasi suara Sistolik dan Diastolik


Oleh karena temuan auskultasi dibedakan salah satunya berdasarkan waktu dan durasinya, penetapan
sistolik dan diastolik menjadi penting.
1. Pada frekuensi jantung normal atau rendah, sistole mudah dibedakan dengan diastole karena
durasi sistole lebih singkat. Oleh karena itu, irama nada jantung normal umumnya terdengar
sebagai “lub -- dup -- lub -- dup -- lub -- dup” dst
2. Karakteristik suara jantung I (S1) dan II (S2)
Pada ICS II iri, S2 umumnya lebih keras, pendek dan tajam daripada S1 (S2 memiliki energi
frekuensi tinggi daripada S1 sehingga suaranya lebih menghentak (dup) daripada lub untuk
menandai S2). Bila karena masalah timing sehingga extrasound atau murmur pada batas sternal
bawah atau apeks sulit ditentukan, pemeriksa dapat memeriksa kembali S2 pada ICS II kiri
tersebut, kemudian kembali ke area yang ingin dievaluasi dengan menjadikan S2 sebagai
pembanding.
3. Carotid Impulse
Impuls karotis biasanya terjadi setelah S1 dan dapat dideteksi dengan pemeriksaan simultan
antara auskultasi jantung dengan palpasi arteri karotis. Namun, pada pasien tua dengan
takikardia, metode ini dapat misleading karena impuls karotisnya lebih mendekati S2. Namun

4
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

demikian, impuls karotis pada pasien seperti ini masih terletak antara S1 dan S2.

Gambar 1. Siklus jantung

Suara jantung Satu dan Dua (S1 dan S2) Suara jantung 1 (S1)
Berdasarkan rekaman fonokardiografi, komponen S1 terdiri atas : 1) vibrasi singkat
berfrekuensi rendah, biasanya sulit didengar dan timbul bersamaan dengan awal kontraksi ventrikel, 2)
vibrasi besar berfrekuensi tinggi dan umumnya terdengar serta terkait dengan penutupan katup mitral
(M1), 3) vibrasi berfrekuensi tinggi kedua dan terkait dengan penutupan katup trikuspid (T1), sangat
berdekatan dengan vibrasi M1, 4) vibrasi berfrekuensi rendah yang singkat dan bersamaan dengan
akselerasi darah ke pembuluh darah besar. Komponen utama yang terdengar pada pemeriksaan
biasanya M1 yang terdengar paling keras di apex diikuti T1 yang terdengar paling keras di perbatasan
5
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

sternum kiri. M1 dan T1 terpisah sekitar 20 – 30 milidetik meskipun umumnya terdengar sebagai
kesatuan pada subyek normal.

Splitting
Onset kontraksi ventrikel kiri sedikit mendahului kontraksi ventrikel kanan. Akibat asinkron
ini, suara S1 dapat terdengar terpisah (splitting). Oleh karena penutupan trikuspid sangat pelan,
umumnya suara ini tertutupi oleh penutupan suara mitral yang lebih keras yang terjadi lebih dulu atau
hampir bersamaan. Oleh karena itu, seringkali sulit diperoleh adanya splitting ini secara klinis kecuali
terdapat faktor – faktor lain yang mengubah intensitas atau urutan penutupan katup atrioventrikular.
Bila splitting S1 terdengar di apeks, hal ini biasanya disebabkan oleh kombinasi penutupan
katup mitral yang didahului oleh suara atrial atau diikuti oleh suara ejeksi. Meski penutupan tricuspid
dapat lebih keras seperti pada hipertensi pulmonal, suaranya masih sulit dibedakan dari penutupan
mitral kecuali terjadi perubahan urutan penutupan katup. Pada right bundle branch block (RBBB),
onset sistole ventrikel kanan dapat tertunda yang memungkinkan suara T1 mudah dibedakan dengan
M1. Wide splitting S1 dapat juga terjadi pada keadaan dimana pacu jantung beralih ke ventrikel kiri,
denyut ektopik (ectopic beat), dan ritme idioventrikular yang berasal dari ventrikel kanan dapat
menimbulkan reverse splitting/paradoxic splitting S1 akibat penundaan onset kontraksi ventrikel kiri.

Intensitas
Suara jantung1 (S1)
Intensitas suara S1 terutama dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni 1) posisi katup atriventrikuler
pada saat onset sistole ventrikel, 2) struktur daun katup (normal atau menebal), 3) laju peningkatan
tekanan dan regangan yang terjadi dalam ventrikel.
Sistole atrial akan membuka katup atrioventrikular. Bila sistole ventrikel berlangsung saat
katup masih terbuka, suara S1 terdengar cukup keras. Hal ini dapat terjadi pada pemendekan interval
PR antara 0,11 – 0,13 detik. Bila setelah sistole atrial, tidak segera diikuti oleh kontraksi ventrikel,
katup atrioventrikuler mulai mengambang kembali dan dapat tertutup jika terjadi pemanjangan
konduksi atrioventrikuler dan kontraksi ventrikel tertunda cukup lama. Pada kondisi ini (PR interval
antara 0,20 – 0,26 detik), suara S1 terdengar lemah.
Pengerasan dan jaringan parut pada katup misalnya akibat rheumatic heart disease dapt
menyebabkan suara lebih keras dari normal selama pembukaan dan penutupan katup selama mobilitas

6
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

katup tidak terganggu. Sedangkan bila terjadi gangguan mobilitas katup, intensitas suara menjadi
lemah.
Kontraktilitas ventrikel merupakan faktor independen terhadap intensitas suara S1. Pada subyek
normal, latihan/olahraga dan infus katekolamin meningkatkan S1, sebaliknya pemberian Beta-blocker
menurunkan intensitas S1. Pada kedua keadaan di atas, perubahan tekanan intraventrikuler menjadi
faktor utama yang dapat mengubah intensitas suara. Peningkatan laju perubahan tekanan
intraventrikuler juga terjadi pada keadaan – keadaan dengan curah jantung tinggi misalnya anemia,
fistula arteri-vena, kehamilan, kecemasan, dan demam yang menghasilkan suara S1 yang keras.
Penurunan laju perubahan tekanan intraventrikuler misalnya pada myxedema, disfungsi ventrikel kiri
berat dan infark myokard akut akan menurunkan intensitas suara S1.

Suara jantung 2 (S2)


S2 memiliki 2 komponen, A2 (aorta) dan P2 (pulmonal), yang terjadi bersamaan dengan
penutupan katup aorta dan pulmonal dengan karakteristik berfrekuensi tinggi. Pada inspirasi,
komponen A2 dan P2 terpisah dengan interval 20 – 30 milidetik. Meskipun berdasarkan
rekamanfonokardiogram selalu terekam kedua komponen, suara S2 ini terdengar sebagai kesatuan
selama ekspirasi pada lebih dari 90% orang normal. Pada orang normal selama inspirasi, dapat
mendengar kedua komponen /“physiologic splitting” dan terdengar pada 65 – 75 % orang dewasa atau
terdengar tunggal pada 25 – 35% orang dewasa. Pada sejumlah kecil orang normal, splitting pada
ekspirasi dapat didengar pada posisi berbaring dan kembali tunggal pada posisi tegak.

7
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

Gambar 2. Splitting S2

Lokasi Suara
S2 splitting biasanya terdengar hanya di ICS II atau III tepat di sebelah kiri sternum. S2
splitting kadang dapat ditemukan sedikit ke bawah terutama pada pasien dengan penyakit paru kronik,
dan sedikit agak ke atas pada pasien obesitas. Secara normal, splitting S2 tidak dapat didengarkan di
area lain oleh karena P2 terlalu lemah.

Teknik
Pasien diminta bernapas inspirasi dan ekspirasi secara reguler dalam mengevaluasi splitting S2
oleh karena menahan napas selama inspirasi atau ekspirasi cenderung memisahkan komponen suara
tersebut lebih jauh sehingga sulit untuk diinterpretasikan.

Splitting Fisiologis
Penundaan normal P2 akibat interval “hangout” yang panjang pada sirkulasi pulmonal (hal ini
bukan karena sistole ventrikel kanan berakhir lebih lambat daripada sistole ventrikel kiri, keduanya
berakhir bersamaan). “Hangout” menunjukkan bahwa sirkulasi pulmonal memberikan resistensi yang
rendah terhadap aliran darah sehingga aliran darah berlangsung cukup singkat setelah sistole mekanik
ventrikel kanan selesai. Hangout pada katup aorta berlangsung singkat dan menyebabkan aliran darah

8
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

terhentinya aliran darah, katup segera menutup setelah kontraksi ventrikel selesai. A2 dan P2 terpisah
selama inspirasi terjadi terutama karena pemisahan komponen P2 lebih jauh. Augmentasi interval A2 –
P2 selama inspirasi disebabkan oleh meningkatnya interval hangout pada sirkulasi pulmonal. 25%
augmentasi ini dikarenakan olehpemanjangan periode sistole ventrikel kanan (akibat peningkatan
pengisian jantung kanan selama inspirasi) dan 25% diakibatkan oleh pemendekan sistole ventrikel kiri
(akibat reduksi pengisian jantung kiri selama inspirasi).

Splitting S2 Abnormal
Terdapat 3 kelainan splitting S2 abnormal yaitu, wide physiologic splitting, wide fixed splitting,
paradoxic splitting.
1. Wide physiologic splitting, splitting ini terjadi selama inspirasi dan ekspirasi, split A2 – P2
bertambah selama inspirasi
2. Wide fixed splitting, splitting berlangsung selama inspirasi dan ekspirasi, namun interval A2 –
P2 tetap konstan
3. Paradoxic splitting, disebut juga Reverse splitting, splitting yang terdengar menjadi lebih
singkat atau menyatu selama inspirasi. Paradoxic splitting terjadi karena urutan komponen S2
menjadi terbalik, P2 terlebih dahulu kemudian A2

9
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

Auskultasi Jantung

Gambar 10. Proyeksi Katup di dinding dada.

Gambar 11. Area Auskultasi Kegiatan Jantung

10
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

Gambar 12. The auscultatory areas from heart sound

Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan cara mendengar bunyi akibat vibrasi (getaran
suara) yang ditimbulkan karea kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian hemodinamik darah dalam
jantung.

11
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

Alat yang dipergunakan ialah


Stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan
chest piece. Macam-macam chest piece yaitu
bowl type dengan membran, digunakan
mendengar terutama untuk bunyi dengan
fekuensi nada yang tinggi : bel type, digunakan
untuk mendengar bunyi-bunyi dengan fekuensi
yang lebih rendah. Perhatikan proyeksi
katup jantung dan cara melakukan pemeriksaan
auskutasi dalam Gambar 10, 11, 12 dan 13.

Beberapa aspek bunyi, yang perlu diperhatikan


:
1. Nada, berhubungan dengan frekuensi tinggi
rendahnya getaran
2. Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan
amplitudo gelombang suara
3. Kualitas bunyi, dihubungkan dengan timbre
yaitu jumlah nada dasar dengan bermacam-
macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi
komponen-komponen bunyi yang terdengar.
Selain bunyi jantung pada auskultasi, dapat
juga terdengar bunyi akibat kejadian
hemodinamik darah yang dikenal sebagai
desiran atau bising jantung (cardiac murmur).

Gambar 13. Cara melakukan pemeriksaan auskultasi jantung

12
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

Bunyi Jantung

Gambar 14. Komponen Bunyi Jantung

Bunyi jantung (BJ) dibedakan menjadi (Gambar 14.):


Bunyi jantung utama : BJI, BJ II, BJ III, BJ IV.
Bunyi jantung tambahan ini dapat berupa bunyi detik ejeksi (ejection click) yaitu bunyi yang terdengar
bila ejeksi ventrikel terjadi dengan kekuatan yang lebih besar misalnya pada beban sistolik ventrikel
kiri yang meninggi. Bunyi detak pembukaan katup (opening snap) terdengar bila pembukaan katup
mitral terjadi dengan kekuatan yang lebih besar dari normal dan terbukanya sedikit melambat dari
biasa, misalnya pada stenosis mitral.

Bunyi Jantung Utama


Bunyi jantung I ditimbulkan karena kontraksi yang mendadak terjadi pada awal sistolik meregangnya
daun daun-daun katub mitral dan trikuspid yang mendadak akibat tekanan dalam vertikel yang
meningkat dengan cepat, meregangnya dengan tiba-tiba chordae tendinea yang memfiksasi daun-daun
katub yang telah menutup dengan sempurna, dan getaran kolom darah dalam outflow tract (jalur
keluar) ventrikel kiri dan dinding pagkal aorta dengan sejumlah darah yang ada di dalamnya. Bunyi
jantung I terdiri dari komponen mitral dan trikuspidal.

13
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I, yaitu :

1. Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel.


Makin kuat dan cepat, makin keras bunyinya
2. Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel.
Makin dekatterhadap posisi tertutup makin kecil kesempatan akselerasi darah yang keluar
dariventrikel, dan makin pelan terdengarnya BJ I; dan sebaliknya makin lebar terbukanyakatup
atrioventrikular sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena akselerasi darah dangerakan katup
lebih cepat.
3. Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus BJ lebih kerasterdengar
dibandingkan pasien gemuk dengan BJ yang terdengar lebih lemah. Demikian juga pada pasien
emfisema pulmonum BJ terdengar lebih lemah.

a. Bunyi jantung : Bunyi jantung I d


Bunyi Jantung I
Terjadi karena getaran menutupnya katub atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris
dari bilik pada permulaan systole. Getaran yang terjadi tersebut akan diproyeksikan pada dinding
toraks yang kita dengar sebagai bunyi jantung I. Intensitas dari BJ I tergantung dari :
- Kekuatan kontraksi bilik dimana ini tergantung dari kekuatan otot bilik.
- Kecepatan naiknya desakan bilik
- Letak katub A – V pada waktu systole ventrikel
- Kondisi anatomis dari katub A – V

Daerah auskultasi untuk BJ I :


1. Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
2. Pada ruang interkostal IV – V kanan. Pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar disini
3. Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum, merupakan tempat yang baik pula untuk
mendengar katub mitral.

Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:


- stenosis mitral
- interval PR (pada EKG) yang begitu pendek

14
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

- pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya [ada kerja fisik, emosi,
anemi, demam dll.

Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :


- shock hebat
- interval PR yang memanjang
- decompensasi hebat.

BJ II ditimbulkan karena vibrasi akibat penutupan katup aorta (komponen aorta),penutupan katup
pulmonal (komponen pulmonal), perlambatan aliran yang mendadak dari darah pada akhir ejeksi
sistolik, dan benturan balik dari kolom darah pada pangkal aorta dan membentur katip aorta yang baru
tertutup rapat. Bunyi jantung II terdiri dari komponen aorta dan pulmonal.

Pada BJ II, komponen A2 lebih keras terdengar pada aortic area sekitar ruang interkostal II kanan.
Komponen P2 hanya dapat terdengar keras disebelah kanan sternum pada ruang interkostal ii kanan.
Komponen P2 hanya dapat terdengar keras di sekitar area pulmonal.
Kegiatan fisis akan memperkeras BJ II (A2 + P2), inspirasi cendrung memperkeras P2, ekspirasi
cendrung memperkeras A2. Makin tua usia makin keras komponen A2. Pada inspirasi, P2 terdengar
sesudah A2 karena ejeksi ventrikel kanan berlangsung lebih lama dari pada ejeksi ventrikel kiri pada
inspirasi.
Pada keadaan fisiologis, pada inspirasi, kembalinya darah ke dalam ventrikel kanan menjadi lebih
lama. Keadaan ini disebut physiological splitting (bunyi terbelah yang terjadi secara fisiologis). Pada
ekspirasi, masa ejeksi ventrikel kanan sama dengan masa ejeksi ventrikel kiri sehingga P2 terdengar
bertepatan degan A2. pada hipertensi sistemik, bunyi A2 mengeras, sedang pada hipertensi pulmonal,
bunyi P2 mengeras

Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katub aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks. Ini
terjadi kira-kira pada permulaan diastole. BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I. Pada anak-
anak dan dewasa muda akan didengarkan BJ II pulmonal lebih keras daripada BJ II aortal. Pada orang
dewasa didapatkan BJ II aortal lebih keras daripada BJ II pulmonal.

Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :

15
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

- hipertensi
- arterisklerosis aorta yang sangat. Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :

- kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis mitralis, cor
pulmonal kronik, kelainan cor congenital.

BJ II menjadi kembar pada penutupan yang tidak bersama-sama dari katub aorta dan pulmonal.
terdengar jelas pada basis jantung.

BJ I dan II akan melemah pada :


- orang yang gemuk
- emfisema paru-paru
- perikarditis eksudatif
- penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung.

BJ III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (rapid filling phase). Vibrasi yang ditimbulkan
adalah akibat percepatan aliran yang mendadak pada pengisian ventrikel karena relaksasi aktif
ventrikel kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran pengisian.

Bunyi jantung IV : dapat terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan yang lebih besar,
misalnya pada keadaaan tekanan akhir diastol ventrikel yang meninggi sehingga memerlukan dorongan
pengisisan yang lebih keras dengan bantuan kotraksi atrium yang lebih kuat.

Bunyi Jantung Tambahan


Bunyi detak ejeksi pada awal sistolik (early systolic click). Bunyi ejeksi, ialah bunyi dengan nada
tinggi yang terdengar karena detak. Hal ini disebabkan karena akselerasi aliran darah yang
mendadakpada awal ejeksi ventrikelkiri dan berbarengan dengan terbukanyakatub aorta terjadi lebih
lambat. Keadaan ini sering disebabkan karena stenosis aorta atau karena beban sistolik ventrikel kiri
yang berlebihan dimana katup aorta terbuka lebih lambat.Bunyi detak ejeksi pada pertengahan atau
akhir sistolik (mid-late systolic click) ialahbunyi dengan nada tinggi pada fase pertengahan atau akhir
sistolik yang disebabkan karenadaun-daun katup mitral dan chordae tendinae meregang lebih lambat
dan lebih keras. Keadaanini dapat terjadi pada prolaps katup mitral karena gangguan fungsi muskulus

16
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

papilaris atau chordae tendinae.

Detak pembukaan katup (opening snap) ialah bunyi yang terdengar sesudah BJ II pada awal fase
diastolik karena terbukanya katup mitral yang terlambat dengan kekuatan yanglebih besar disebabkan
hambatan pada pembukaan katup mitral. Keadaan ini dapat terjadi pada stenosis katup mitral.

1. Bunyi Ektra Kardial


Gerakan perikard (pericardial friction rub) terdengar pada fase sistolik dan diastolik akibat
gesekan perikardium viseral dan parietal. Bunyi ini dapat ditemukan pada perikarditis.

2. Bising (Desir) jantung (Cardiac Murmur)


Bising jantung ialah bunyi desiran yang terdengar memanjang, yang timbul akibat vibrasi aliran
darah turbulen yang abnormal.
Evaluasi desir jantung dilihat dari :
- Waktu terdengar : pada fase sistolik atau diastolik - Intensitas bunyi : derajat I, II, III,
IV, V, VI
- Nada (frekuensi getaran) : tinggi atau rendahnya nada bunyi
- Tipe (konfigurasi) : timbul karena penyempitan (ejection) atau karena aliran balik
(regurgitation)
- Kualitas (timbre) : musikal atau mendesir
- Lokasi dan penyebaran : daerah dimana bising terdengar paling keras dan mungkin
menyebar ke arah tertentu.
- Lamanya terdengar : pendek atau panjang

Waktu Terdengarnya Bising Jantung (Bising Sistolik atau Bising Diastolik)


Terlebih dahulu tentukan fase siklus jantung pada saat terdengarnya bising (sistolik atau diastolik)
dengan BJ I dan BJ II atau dengan palpasi denyut karotis yang teraba pada awal sistolik.

Intensitas Bunyi Murmur


Intensitas bunyi murmur didasarkan pada tingkat kerasnya suara dibedakan :
- Derajat I : bunyi murmur sangat lemah hanya dapat terdengar dengan upaya dan perhatian
khusus

17
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

- Derajat II : bunyi bising lemah, akan tetapi mudah terdengar


- Derajat III: bunyi bising agak keras
- Derajat IV : bunyi bising cukup keras
- Derajat V : bunyi bising sangat keras
- Derajat VI : bunyi bising paling keras

Nada bunyi bising jantung dapat berupa bunyi bising dengan nada tinggi (high pitched) atau bunyi
bising dengan nada rendah (low pitched).

Tipe (Konfigurasi) Bising Jantung


Tipe bising jantung dibedakan :
- Bising tipe kresendo (crescendo murmur), mulai terdengar dari pelan kemudian mengeras.
- Bising tipe dekresendo (decrescendo murmur), bunyi dari kelas kemusian menjadi pelan
- Bising tipe kresendo-dekresendo (crescendo-decrescendo=diamond shape murmur) yaitu
bunyi pelan lalu keras kemudian disusul pelan kembali disebut ejection type.

Bising jantung lebih lama daripada bunyi jantung. Hal-hal yang harus diperhatikan pada auskultasi
bising adalah :

1. Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising terdapat antara
BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan bising systole atau diastole
ialah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a.
carotis, maka bising itu adalah bising systole.
2. Tentukan lokasi bising yang terkeras.
3. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke semua arah tetapi
tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras akan dijalarkan lebih dulu.
4. Perhatikan derajat intensitas bising tersebut.
Ada 6 derajat bising :
(1) Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat didengar dalam
waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara bising.
(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.

18
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas diantara (2)
dan (5).
(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak diletakkan pada
dinding dada.
(6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.

5. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang meniup, bising
yang melagu.

Secara klinis, bising dapat dibagi menjadi :


1. Bising fisiologis.
Biasanya bising yang sistolik berupa bising yang fisiologis, dan jarang patologis. Tetapi
bising diastolic selalu merupakan hal yang patologis. Sifat-sifat bising fisiologis adalah
sebagai berikut :
a. Biasanya bersifat meniup
b. Tak pernah disertai getaran
c. Biasanya tidak begitu kerasa tetapi lebih dari derajat II
d. Pada auskultasi terdengar baik pada sikap terlentanbg dan pada waktu ekspirasi
e. Dapat diauskultasi paling baik di ruang interkostal II – III kiri pada tempat konus
pulmonalis.

19
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

2. Bising patologis
Seperti sudah dijelaskan bahwa bising diastolic pasti patologis, sedang bising sistolik bias
fisiologis, bisa patologis.Bising sistolik yang terdapat pada apeks biasanya patologis.
Sifatnya meniup, intensitasnya tak tentu, lamanya juga tak tentu.Keadaan-keadaan ini
sering dijumpai bising sistolik pada apeks :
a. Insufisiensi mitralis organic missal pada cacat katub karena reuma.
b. Pembesaran hebat dari bilik kiri, sehingga annulus fibrosis relatif lebih besar
daripada valvula mitralis. Jadi disini ada insufisiensi mitral relatif. Hal ini terdapat
pada miodegenerasi dan hipertensi hebat.
c. Anemia dan hipertiroid atau demam.Bising disini terjadi karena darah megalir lebih
cepat.
d. Stenosis aorta.Disini akan dijumpai adanya bising sistolik pada aorta, yang
kemudian dihantarkan ke apeks jantung. Sehingga pada apeks akan terdengar bunyi
yang lebih lemah daripada aorta.

Teknik auskultasi :
a. Atur posisi pasien supinasi dengan posisi kepala sedikit lebih tinggi.
b. Posisi pemeriksa harus selalu disebelah kanan sisi pasien. Ruangan yang tenang adalah
penting.
c. Auskultasi dengan diafragma pada RICS kedua dekat sternum (aortic area).
d. Auskultasi dengan diafragma pada LICS kedua dekat sternum (pulmonic area).
e. Auskultasi dengan diafragma pada LICS Ke-3, 4, 5 dekat setrnum (tricuspid area).
f. Dengarkan dengan diafragma pada apex (PMI) (mitral area).
g. Dengarkan dengan bell pada apeks.
h. Dengarkan dengan bell pada ICS ke-4 dan ke-5 dekat dengan sternum
i. Miringkan pasien ke samping kiri.
j. Dengarkan dengan bell pada apex, posisi ini untuk mengkaji S3 dan murmur mitral.

20
MODUL SKILL LAB KARDIOVASKULER

CHECKLIST
PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN JANTUNG

Nama :
NIM :

NILAI
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
2. Menyiapkan penderita (diminta berbaring dan membuka baju)
3. Meminta penderita untuk bernafas biasa
4. Menyiapkan stetoskop dan meminta ijin untuk melakukan auskultasi
Meletakkan stetoskop pada daerah sela iga II kiri untuk mendengar bunyi
5.
jantung yang berasal dari katup pulmonal (dengan membran)
Meletakkan stetoskop pada daerah sela iga II kanan untuk mendengan bunyi
6.
jantung berasal dari aorta (dengan membran)
Meletakkan stetoskop pada daerah sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri
7. sternum atau ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasaldari
katup trikuspidal (corong stetoscop)
Meletakkan stetoskop pada Di daerah apeks / Iktus kordis untuk mendengar
8. bunyi jantung yang berasal dari katup mitral ( dengan corong stetoskop)

9. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung


10. Bedakan antara sistolik dan diastolik
11. Usahakan mendapat kesan intensitas suara jantung
12. Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah
13. Tentukan apakah suara tambahan (bising) sistolik ataudiastolik
14. Tentukan daerah penjalaran bising dan tentukan titik maksimumnya
15. Catat hasil auskultasi

Keterangan:
0: tidak dilakukan
1: dilakukan tetapi tidak benar
2: dilakukan dengan benar

21

Anda mungkin juga menyukai