Makalah Gastritis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 52

Makalah

GASTRITIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Preskripsi

KELOMPOK 5
KELAS B
1. Ersita Aprillia Ramadhani (201510410311063)
2. Imas Arie Masfufa (201510410311067)
3. Laksmi Yuniarsih (201510410311073)
4. Zakiyahtul Kiftiyah Anwar (201510410311080)
5. Ryla Putri Nurcahyani (201510410311089)
6. Lefi Niamitha Aninda (201510410311094)
7. Adam Rachmatullah Akbar (201510410311185)

DOSEN PEMBIMBING :
Dra. Liza Pristianty, M.Si.,M.M.,Apt
Hidajah Rachmawati, S.Si.,Apt.,Sp.FRS
Ika Ratna Hidayati, S.Farm.,M.Sc.,Apt
Mutiara Titania, M.Sc.,Apt
Astri Ayu Bimbika P,S.Farm.,Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Gastritis”.
Makalah ni telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap
semoga makalah “Gastritis” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Malang, 21 Februari 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Pengertian Gastritis ....................................................................................... 3
2.2 Anatomi Lambung ......................................................................................... 4
2.2.1 Mukosa.................................................................................................... 4
2.2.2 Kardia...................................................................................................... 5
2.2.3 Fundus dan Korpus ................................................................................. 5
2.2.4 Pilorus ..................................................................................................... 5
2.2.5 Lapisan Lain Dari Lambung ................................................................... 5
2.3 Penyebab Gastritis ......................................................................................... 6
2.3.1 Gastritis akut ........................................................................................... 6
2.4 Gejala Gastritis .............................................................................................. 9
2.4.1 Gastritis Akut .......................................................................................... 9
2.4.2 Gastritis Kronis ....................................................................................... 9
2.5 Klasifikasi Gastritis ....................................................................................... 9
2.5.1 Gastritis Akut ........................................................................................ 10
2.6 Pengobatan Gastritis .................................................................................... 13
2.6.1 Penatalaksanaan .................................................................................... 13
2.6.2 Secara Farmakologi .............................................................................. 14
2.7 Pencegahan Sebagai Tindakan Preventif..................................................... 42
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 46
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 46
3.2 Saran ............................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus dengan gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang umumnya
diderita oleh kalangan remaja, khususnya penyakit ini meningkat pada
kalangan mahasiswa. disebabkan oleh berbagai faktor misalnya tidak
teraturnya pola makan, gaya hidup yang salah dan meningkatnya aktivitas
(tugas perkuliahan) sehingga mahasiswa tersebut tidak sempat untuk
mengatur pola makannya dan malas untuk makan.
Salah satu penyebab dari gastritis adalah infeksi dari bakteri Helicobacter
pylori(H. pylori) dan merupakan satu-satunya bakteri yang hidup di lambung.
Bakteri ini dapat menginfeksi lambung sejak anak-anak dan menyebabkan
penyakit lambung kronis. Bahkan diperkirakan lebih dari 50% penduduk
dunia terinfeksi bakteri ini sejak kecil. Jika dibiarkan, akan menimbulkan
masalah sepanjang hidup (Soemoharjo, 2007).
Gejala yang umum terjadi pada penderita gastritis adalah rasa tidak
nyaman pada perut, perut kembung, sakit kepala dan mual yang dapat
menggangu aktivitas sehari-hari, rasa tak nyaman di epigastrium, nausea,
muntah, Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat
menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan, hilang selera makan,
bersendawa, dan kembung. Dapat pula disertai demam, menggigil
(kedinginan), cegukan (hiccups).
Bila penyakit gastritis ini terus dibiarkan, akan berakibat semakin parah
dan akhirnya asam lambung akan membuat luka-luka (ulkus) yang dikenal
dengan tukak lambung. Bahkan bisa juga disertai muntah darah (Arifianto,
2009). Menurut penelitian Surya dan Marshall pada tahun 2007 hingga 2008
mengatakan gastritis yang tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan
komplikasi yang mengarah kepada keparahan.yaitu kanker lambung dan
peptic ulcer.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimakud dengan gastritis?
2. Bagaimana anatomi dari lambung ?
3. Apa penyebab dari gastritis ?
4. Apa gejala dari gastritis ?
5. Bagaimanakah klasifikasi dari gastritis ?
6. Bagaimana pengobatan penyakit gastritis ?
7. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan sebagai tindakan preventif ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan yang dimaksud dengan gastritis
2. Untuk mendeskripsikan anatomi dari lambung
3. Untuk mendeskripsikan penyebab dari gastritis
4. Untuk mendeskripsikan gejala dari gastritis
5. Untuk mendeskripsikan klasifikasi dari gastritis
6. Untuk mendeskripsikan pengobatan penyakit gastritis
7. Untuk mendeskripsikan pencegahan yang dapat dilakukan sebagai tindakan
preventif

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gastritis
Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di
klinik penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses
inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguankesehatan
yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Secarahistopatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut
(Hirlan, 2009).
Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu
gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan.
Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung
yang bersifatakut, kronis, difus dan lokal. Ada dua jenis gastritis yang terjadi
yaitu gastritis akut dan kronik (Price dan Wilson, 2005).
Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung
sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut. Berdasarkan
pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil foto
memperlihatkan iregularitas mukosa (Wibowo, 2007).
Terdapat juga pengertian gastritis menurut para pakar sebagai berikut.
1. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung
(Sudoyo, 2006).
2. Gastitisa dalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat
akut, kronik, difus, atau lokal yang di sebabkan oleh bakteri atau obat-
obatan (Price, 2005).
3. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang
ditemukan berupa dispepsia atau indigesti (Mansjoer, 2001).
4. Gastritis adalah peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan erosi. Erosi karena perlukaan hanya pada
bagian mukosa (Inayah, 2004)

3
2.2 Anatomi Lambung
Lambung adalah organ endokrin-eksokrin campuran yang mencerna
makanan dan mensekresi hormon. Lambung adalah bagian saluran cerna yang
melebar dengan fungsi utama menambahkan cairan asam pada makanan yang
masuk, mengubahnya melalui aktifitas otot menjadi massa kental (khimus)
dan melanjutkan proses pencernaan yang telah dimulai dalam rongga mulut
dengan menghasilkan enzim proteolitik pepsin. Lambung juga membentuk
lipase lambung yang menguraikan trigliserida dengan bantuan lipase lingual
(Junqueira et al., 2007).

Gambar 2.4 Potongan lambung (Junqueira et al., 2007).


Pada pemeriksaan mikroskopis dapat dibedakan menjadi empat daerah :
kardia, fundus, korpus dan pilorus. Bagian fundus dan korpus memiliki
struktur mikroskopis yang identik, sehingga secara histologi hanya ada tiga
daerah. Mukosa dan submukosa lambung yang tidak direnggangkan tampak
makanan, maka lipatan ini akan merata (Junqueira et al., 2007).
2.2.1 Mukosa
Mukosa lambung terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan mukosa
muskularis. Permukaan lumen mukosa ditutupi epitel selapis silindris. Epitel
ini juga meluas kedalam dan melapisi foveola gastrica yang merupakan
invaginasi epitel permukaan. Di daerah fundus lambung, foveola ini tidak
dalam dan masuk kedalam mukosa sampai kedalaman seperempat tebalnya.
Di bawah epitel permukaan terdapat lapisan jaringan ikat longgar, yaitu
lamina propia, yang mengisi celah diantara kelenjar gastrika. Lapisan luar
mukosa dibatasi selapis tipis otot polos yaitu mukosa muskularis yang terdiri

4
atas lapisan sirkuler didalam dan longitudinal diluar. Berkas serat otot polos
dan mukosa muskularis meluas dan terjulur ke dalam lamina propria diantara
kelenjar lambung ke arah epitel permukaan (Junqueira et al., 2007).
2.2.2 Kardia
Kardia adalah sabuk melingkar sempit selebar 1,5-3cm pada peralihan
antara esofagus dan lambung. Lamina propria nya mengandung kelenjar
kardia tubular simpleks atau bercabang. Bagian terminal kelenjar ini banyak
sekali bergelung dan sering dengan lumen lebar. Hampir semua sel sekresi
menghasilkan mucus dan lisozim, tetapi terlihat beberapa sel parietal (yang
menghasilkan HCL). Struktur kelenjar ini serupa dengan kelenjar kardia
bagian akhir esofagus (Junqueira et al., 2007).
2.2.3 Fundus dan Korpus
Lamina propria di daerah ini terisi kelenjar lambung. Penyebaran sel-sel
epitel pada kelenjar lambung tidak merata. Bagian leher terdiri atas sel-sel pra
kembang dan sel mukosa leher, sedangkan bagian dasar kelenjar mengandung
sel parietal (oksitik), sel zimogen (chief cell) dan sel enteroendokrin. Sel
parietal berupa sel bulat atau berbentuk piramid, dengan satu inti bulat
ditengah, dengan sitoplasma yang sangat eosinofilik dan membentuk
kanalikulus intraseluler (Junqueira et al., 2007).
2.2.4 Pilorus
Kelenjar pilorus lambung adalah kelenjar mukosa tubular bercabang atau
bergelung. Kelenjar ini mengeluarkan mukus dan cukup banyak lisozim. Sel
gastrin (G) yang melepaskan gastrin, tersebar diantara sel-sel mukosa dari
kelenjar pilorus. Gastrin yang merangsang pengeluaran asam oleh sel parietal
dari kelenjar lambung. Sel enteroendokrin lain (sel D) mengeluarkan
somatostatin yang menghambat pelepasan hormon lain termasuk gastrin
(Eroschenko, 2003).
2.2.5 Lapisan Lain Dari Lambung
Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya
dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu
lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa (Schmitz &
Kevin, 2008).

5
2.2.5.1 Lapisan mukosa
Terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan muskularis mukosa.
Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propia dengan kedalaman
yang bervariasi, dan membentuk sumursumur lambung disebut foveola
gastrika. Epitel yang menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan
tersebut adalah epitel selapis 13 silindris dan semua selnya menyekresi mukus
alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang
disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa yang memisahkan
mukosa dari submukosa dan mengandung otot polos (Tortora & Derrickson,
2012).
2.2.5.2 Lapisan sub mukosa
Mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem limfatik, limfosit, dan
sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat pleksus submukosa (Schmitz &
Kevin, 2008).
2.2.5.3 Lapisan muskularis propia
Terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu inner oblique, middle circular dan outer
longitudinal. Pada muskularis propia terdapat pleksus myenterik (auerbach).
Lapisan oblik terbatas pada bagian korpus dari lambung (Tortora &
Derrickson, 2012).
2.2.5.3 Lapisan serosa
Adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos (mesotelium) dan
jaringan ikat areolar (Tortora & Derrickson, 2009). Lapisan serosa adalah
lapisan paling luar dan merupakan bagian dari viseral peritoneum (Schmitz &
Kevin, 2008).

2.3 Penyebab Gastritis


2.3.1 Gastritis akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis
obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stress akut, radiasi, alergi atau intoksitasi
dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma
langsung (Muttaqin, 2011).

6
Faktor obat-obatan yang menyebabkan gastritis seperti OAINS
(Indomestasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain,
agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2- deoxyuridine), Salisila tdan digitalis
bersifat mengiritasi mukosa lambung (Sagal, 2006).
Hal tersebut menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Hal
tersebut terjadi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau
pemakaian yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gastritis dan
peptic ulcer (Jackson, 2006).
Faktor-fakto rpenyebab gastritis lainnya yaitu minuman beralkohol, seperti
whisky, vodka dan gin. Alkohol dan kokain dapat mengiritasi dan mengikis
mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan
terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal sehingga, dapat
menyebabkan perdarahan (Wibowo, 2007).
Penyebab gastritis paling sering yaitu infeksi oleh bakteri H. Pylori,
namun dapat pula diakibatkan oleh bakteri lain seperti H. heilmanii,
Streptococci, Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli,
Tuberculosis dan Secondary syphilis (Anderson, 2007).
Gastritis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti Sitomegalovirus.
Infeksi jamur seperti Candidiasis, Histoplasmosis dan Phycomycosis juga
termasuk penyebab dari gastritis (Feldman,2001).
Gastritis dapat terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen
penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke
mukosa lambung sehingga menimbulkan respons peradangan mukosa
(Mukherjee, 2009).
Terjadinya iskemia, akibat penurunan aliran darah kelambung, trauma
langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan
mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat
menimbulkan respons peradangan padamukosa lambung (Wehbi, 2008).
Penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stress fisik dan
makanan, minuman. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis,
trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat

7
dan refluks usus-lambung. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah
termasuk pada saluran pencernaan sehingga menyebabkan gangguan pada
produksi mucus dan fungsi sel epitel lambung (Price dan Wilson, 2005;
Wibowo, 2007).
2.3.2 Gastritis kronik
Penyebab pasti dari penyakit gastritis kronik belum diketahui, tetapi ada
dua predisposisi penting yang bias meningkatkan kejadian gastritis kronik,
yaitu infeksi dan non infeksi (Muttaqin, 2011).
2.3.2.1 Gastritis infeksi
Beberapa peneliti menyebutkan bakteri Helicobacter pylori merupakan
penyebab utama da2.3ri gastritis kronik (Anderson, 2007).Infeksi
Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan
seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Saat ini Infeksi Helicobacter
pylori diketahui sebagai penyebab tersering terjadinya gastritis (Wibowo,
2007; Price dan Wilson, 2005).
Infeksi lain yang dapat menyebabkan gastritis kronis yaitu Helycobacter
heilmannii, Mycobacteriosis, Syphilis, infeksi parasit dan infeksi virus
(Wehbi, 2008).
2.3.2.2 Gastritis non-infeksi
a. Autoimmune atrophic gastritis
Terjadi ketika system kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat
yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan
dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan
kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan mengganggu produksi
factor intrinsic yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi
vitamin B-12. Kekurangan vitamin B-12 akhirnya dapat mengakibatkan
pernicious anemia, sebuah kondisi serius yang jika tidak dirawat dapat
mempengaruhi seluruh system dalam tubuh. Autoimmue atrophic gastritis
terjadi terutama pada orang tua (Jackson, 2006).
b. Gastropati akibat kimia
Dihubungkan dengan kondisi refluk garam empedu kronis dan
kontak dengan OAINS atau Aspirin (Mukherjee, 2009).

8
c. Gastropat iuremik
Terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan ureum terlalu
banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder dari terapi
obat-obatan (Wehbi, 2008).
d. Gastritis granuloma non-infeksi kronis
Berhubungan dengan berbagai penyakit, meliputi penyakit Crohn,
Sarkoidosis, Wegener granulomatus, penggunaan kokain, Isolated
granulomatous gastritis, penyakit granulomatus kronik pada masa anak-
anak, Eosinophilic granuloma, Allergic granulomatosis dan vasculitis,
Plasma cell granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan
granulomas yang berhubungan dengan kanker lambung (Wibowo,2007).

2.4 Gejala Gastritis


2.4.1 Gastritis Akut
a. Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan hemoragi.
b. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan,
mual, dan anoreksia. disertai muntah dan cegukan.
c. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.
d. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.
e. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu
mungkin akan hilang selama 2 sampai 3 hari. (Smeltzer, 2001)
2.4.2 Gastritis Kronis
Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali
untuk gejala defisiensi vitamin B, pada gastritis tipe B, pasien mengeluh
anoreksia ( nafsu makan menurun ), nyeri ulu hati setelah makan,
kembung, rasa asam di mulut, atau mual dan muntah. (Smeltzer
dan Bare, 2001)

2.5 Klasifikasi Gastritis


Menurut Misnadiarly (2009) gastritis diklasifikasikan menjadi
beberapa bentuk yaitu:

9
a. Gastritis gastropati dengan keluhan umum nyeri pada ulu hati, mual,
muntah dan diare. Penyebabnya obat-obatan seperti aspirin, alkohol,
trauma pada lambung seperti pengobatan dengan laser, kelainan
pembuluh darah pada lambung dan luka akibat operasi.
b. Gastritis spesifik yaitu nyeri pada ulu hati, mual dan muntah.
Penyebabnya karena infeksi bakteri, virus, jamur, parasit, nematoda dan
adanya penyakit pada saluran pencernaan. Bila disebabkan oleh toksin
biasanya disertai dengan diare, nyeri perut, badan menjadi panas,
menggigil, dan kejang otot.
c. Gastritis kronis. Keluhan pada gastritis kronis pada umumnya tidak
spesifik berupa perasaan tidak enak pada ulu hati yang disertai mual,
muntah dan perasaan penuh dihati. Penyebabnya antara lain: infeksi
C.Pylori, gastropati reaktif, autoimun, adanya tumor pada lambung dan
faktor stress.
2.5.1 Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang
menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung akibat terpapar pada
zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung. Inflamasi akut
mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang
ringan. Penyebab terberat dari gastritis akut adalah makanan yang bersifat
asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren
atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi akibat obstruksi
pylorus (Brunner, 2006)
2.5.1.1 Gastritis Akut Erosif
Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi
apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa
muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat efek samping
dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena
sebab yang tidak diketahui. Perjalanan penyakit ini biasanya ringan,
walaupun demikian kadang-kadang dapat menyebabkan kedaruratan
medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita gastritis akut

10
erosif yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak
tercapai. Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan dengan pemeriksaan
endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi
mukosa lambung (Suyono, 2006). Penderita gastritis erosif yang
disebabkan oleh bahan toksik atau korosif dengan etiologi yang dilakukan
pada bahan kimia dan bahan korosif antara lain HCL, H2SO4, HNO3,
Alkali, NaOH, KOH dan pemeriksaan klinis dapat ditemukan antara lain
mulut, lidah nampak edema, dyspagia dan nyeri epigastrium, juga
ditemukan tanda yaitu mual, muntah, hipersalivasi, hiperhidrosis dan diare
sampai dehidrasi. Penatalaksanaan secara umum perhatiakan tanda-tanda
vital, respirasi, turgor dan produksi urine serta tentukan jenis racun untuk
mencari anekdote (Misnadiarly, 2009).
2.5.1.2 Gastritis Akut Hemoragik
Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik. Pertama
diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan
iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID
lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan
pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan
mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stress gastritis yang dialami pasien
di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang mengalami trauma
berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat lainnya
(Suyono, 2006).
2.5.2 Gastritis Kronik
Gastritis Kronik merupakan peradangan bagian mukosa lambung
yang menahun. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan ulkus peptik
dan karsinoma lambung tetapi hubungan sebab akibat antara keduanya
belum diketahui. Penyakit gastritis kronik menimpa kepada orang yang
mempunyai penyakit gastritis yang tidak disembuhkan. Awalnya sudah
mempunyai penyakit gastritis dan tidak disembuhkan, maka penyakit
gastritis menjadi kronik dan susah untuk disembuhkan. Gastritis kronik
terjadi infiltrasi sel-sel radang pada lamina propria dan daerah intra epiteil
terutama terdiri dari sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma.

11
Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan
jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat ringan pada
gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian
sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga
mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini
biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan
metaplasia intestinal. Biasanya kondisi ini merupakan tendensi terjadinya
Ca Lambung pada fundus atau korpus dan tipe B merupakan gastritis yang
terjadi akibat helicobacter pylory terdapat inflamasi yang difusi pada
lapisan mukosa sampai muskularis, sehingga sering menyebabkan
perdarahan dan erosi (Suratum, 2010).
Klasifikasi histologi yang sering digunakan pada gastritis kronik yaitu:
2.5.2.1 Gastritis kronik superficial
Gastritis kronik superfisial suatu inflamasi yang kronis pada
permukaan mukosa lambung. Pada pemeriksaan hispatologis terlihat
gambaran adanya penebalan mukosa sehingga terjadi perubahan yang
timbul yaitu infiltrasi limfosit dan sel plasma dilamina propia juga
ditemukan leukosit nukleir polimorf dilamina profia. Gastritis kronik
superfisialis ini merupakan permulaan terjadinya gastritis kronik.
Seseorang diketahui menderita gastritis superficial setelah diketahui
melalui PA antara lain: hiperemia, eksudasi, edema, penebalan mukosa,
sel-sel limfosit, eosinofil dan sel plasma. Pemeriksaan klinis tidak jelas
tetapi pasien mengalami mual, muntah, pain-foof-pain dan nafsu makan
berkurang. Pasien gastritis superficial disarankan untuk istirahat total,
mengkonsumsi makanan lunak dan simptomatis (Misnadiarly, 2009).
2.5.2.2 Gastritis kronik atrofik
Gastritik kronik atrofik yaitu sel-sel radang kronik yang menyebar
lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa
lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik
superfisialis. Seseorang menderita atropi gastritis setelah menjalani PA
dan diketahui, antara lain: mukosa tipis, muskularis atropi, kelanjar-
kelenjar menurun dan adanya selsel limfosit. Pemeriksaan klinis, penderita

12
mengalami epigastrik diskomfort, dyspepsia, lambung rasanya penuh,
nafsu makan menurun, mual, muntah, anemia peniciosa, defisiensi Fe dan
pellagra. Pengobatan yang harus dijalani adalah istirahat total,
mengkonsumsi makan lunak dan mengkonsumsi vitamin B12, Fe, dan
liver ekstrak (Misnadiarly, 2009).

2.6 Pengobatan Gastritis


2.6.1 Penatalaksanaan
2.6.1.1 Gastritis Akut
Menurut Brunner dan suddarth 2001 penatalaksanaan medis pada
pasien gastritis akut diatasi dengan mengstruksikan pasien untuk
menghindari alcohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasiean
mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila
gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila pendarahan
terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang
dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis
diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam, pengobatan terdiri
dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisir
asam digunakan antasod umum. Dan bila korosi luas atau berat dihindari
karena bahaya perforasi.
Sedangkan menurut Sjamsu Hadjad, 2004 penatalaksanaannya jika
terjadi perdarahan tidakan pertama adalah tidakan konservatif berupa
pembilasan air es disertai pemberian antasid dan atagonis reseptor H2.
Pemberian obat yang berlanjut memerlukan tindakan bedah.
2.6.1.2 Gastritis Kronik
Menurut Brunner dan suddarth 2001 penatalaksanaan medis pada
pasien gastritis kronik dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan
istirahat, menurangi stress dan memuli farmakoterapi. Helicobacter Pylori
dapat diatasi dengan antibiotik dan bismuth. Sedangkan menurut
Mansjoer, 2001 penatalaksanaan yang pertamakali adalah jika tidak dapat
dilakukan endoskopi caranya yaitu dengan mengatasi dan menghindari

13
penyebab gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan empiris berupa
antasid. Tetapi jika endoskopi dapat dilakukan berikan terapi eradikasi.
2.6.2 Secara Farmakologi
2.6.2.1 Antagonis H2 Bloker
Antagonis reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan
cara berkompetisi dengan Histamin untuk berikatan dengan reseptor H2
Pada sel pariental lambung. Bila histamin diberikan dengan H2 Maka akan
dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin dan
reseptor digantikan dengan obat-obat ini, maka asam tidak akan
dihasilkan. Efek samping golongan ini yaitu diare, sakit kepala, kantuk,
lesu, sakit pada otot dan konstipasi (Berardy and Lynda, 2005).
Meskipun antagonis Histamin reseptor H2 menghambat histamin
pada semua reseptor H2 namun penggunaan klinis utamanya adalah
sebagai penghambat sekresi asam lambung (mycek,2011).
Penggunaan obat antagonis reseptor H2 digunakan untuk
menghambat sekresi asam lambung yang dikatakan efektif bagi
menghambat sekresi asam nokturnal. Strukturnya homolog dengan
histamin. Mekanisme kerjanya secara kompetitif memblokir perlekatan
histamin pada reseptor sehingga sel parietal tidak dapat dirancang untuk
mengeluarkan asam lambung. Inhibisi bersifat reversible (Finkel, 2009).
a. Simetidin
Pengelolaan ulkus duodenum; Pengobatan penyakit
refluks gastroesophageal, termasuk esofagitis erosif;
terapi untuk tukak lambung jinak; pengobatan kondisi
hipersekresi patologis; pencegahan perdarahan GI
bagian atas.
Indikasi Penggunaan tanpa label: Pencegahan pneumonia
aspirasi dan ulkus stres; infeksi virus herpes; urtikaria
idiopatik kronis; anafilaksis (hanya menghilangkan
gejala dermatologis); dispepsia; digunakan sebelum
anestesi untuk mencegah aspirasi pneumonitis; untuk
mengobati hiperparatiroidisme dan untuk

14
mengendalikan hiperparatiroidisme sekunder pada
pasien hemodialisis kronis; pengobatan kutil virus
kronis pada anak-anak. (A to Z Drug Facts)
Hipersensitivitas terhadap simetidin atau antagonis H2
Kontraindikasi
lainnya (A to Z Drug Facts)
 Antasida, antikolinergik, metoklopramid:
Dapat menurunkan penyerapan simetamin.
 Benzodiazepin, kafein, calcium channel blocker,
carbamazepine, chloroquine, labetalol, lidokain,
metoprolol, metronidazol, moricizine, pentoxifylline,
fenitoin, propranolol, quinidine, quinine,
sulfonylureas, teophyllines, triamterene,
antidepresan trisiklik, warfarin:
simetidin dapat mengurangi metabolisme dan
meningkatkan serum. konsentrasi dan efek
farmakologis / toksik obat ini.
 Carmustine:
Toksisitas sumsum tulang dapat ditingkatkan.
Interaksi  Merokok:
Efek simetid yang terbalik terhadap penekanan
sekresi lambung nokturnal.
 Garam ferrous, indometasin, flukonazol,
ketokonazol, tetrasiklin:
simetidin dapat menurunkan penyerapan obat ini.
 Hydantoins:
Tingkat hidantoin bisa meningkat. Analgesik
 Narkotika:
Efek toksik (misalnya, depresi pernapasan) dapat
meningkat.
 Procainamide:
Tingkat prokainamid dan metabolit aktifnya dapat
meningkat.

15
 Tocainide:
simetidine dapat menurunkan efek farmakologis
tocainide. (A to Z Drug Facts)
 Cardio Vaskular : Aritmia jantung.
 SSP: sakit kepala; sifat tidur; kelelahan; pusing;
negara kebingungan; halusinasi
 DERM: Dermatitis eksfoliatif atau eritroderma;
alopecia; ruam; eritema multiforme; nekrolisis
epidermal.
 GI: Diare.
Efek samping
 GU: Impotensi; kehilangan libido RESP:
Bronkospasme
 LAIN: Gynecomastia; reaksi hipersensitivitas; nyeri
transien pada tempat suntikan; eksaserbasi reversibel
gejala sendi dengan arthritis yang sudah ada
sebelumnya, termasuk artritis gout.
(A to Z Drug Facts)
Dalam pengelolaan lambung dan duodenal Ulserasi
dosis oral harian 800 mg dianjurkan pada waktu tidur
yang diberikan paling sedikit 4 minggu dalam kasus
duodenum, dan paling tidak 6 minggu dalam kasus
lambung, ulcers. Dosis pemeliharaan kemudian dapat
diberikan satu kali 400 mg setiap hari pada waktu tidur,
Dosis atau dua kali sehari di pagi hari dan di
waktu tidur.
Pada penyakit refluks gastroesofagus yang dianjurkan
Dosis oral 400 mg empat kali sehari (dengan
Sesudah makan dan waktu tidur), atau 800 mg dua kali
sehari, hingga 4 sampai 8 minggu
(Martindale 36th, Hal 1719)

16
b. Ranitidin
Pengobatan dan pemeliharaan ulkus duodenum;
pengelolaan penyakit refluks gastroesophageal (GERD,
termasuk penyakit erosif atau ulseratif); Pengobatan
jangka pendek ulkus gaster jinak; pengobatan kondisi
hipersekresi patologis (Zollinger-Ellison).
Penggunaan tanpa label: Pencegahan perdarahan GI
bagian atas; pengobatan aspirasi pneumonia; ulkus
Indikasi stres; dan kerusakan lambung NSAID. Digunakan
sebagai bagian dari rejimen multi-obat untuk
membasmi Helicobacter pylori dalam pengobatan ulkus
peptik; perlindungan terhadap aspirasi asam selama
anestesi; pencegahan kerusakan mukosa gastro
duodenum yang mungkin terkait dengan NSAID jangka
panjang; untuk mengendalikan perdarahan GI atas akut;
pencegahan stress ulcers. (A to Z Drug Facts)
Hipersensitivitas terhadap ranitidin atau antagonis H2
Kontraindikasi
lainnya (A to Z Drug Facts)
 Diazepam:
Efek farmakologis dapat menurun karena penurunan
penyerapan GI oleh ranitidin. Waktu administrasi
yang mengejutkan bisa menghindari reaksi ini.
 Etanol:
Dapat meningkatkan kadar etanol plasma.
 Glipizide:
Interaksi
Kemungkinan efek hipoglikemia meningkat.
 Ketokonazol:
Dapat menurunkan efek ketokonazol.
 Lidokain:
Dapat menyebabkan peningkatan kadar lidocaine.
 Warfarin:
Ranitidin dapat mengganggu pembersihan warfarin.

17
Efek hypoprothrombinemic dapat meningkat;
mungkin perlu penyesuaian
 CV: Aritmia jantung; bradikardia
 SSP: Sakit kepala; sifat tidur; kelelahan; pusing;
halusinasi; depresi; insomnia.
 DERM: Alopecia; ruam; eritema multiforme
 GI: Mual; muntah; ketidaknyamanan perut; diare;
Efek samping sembelit; pankreatitis
 HEMA: Agranulositosis; anemia hemolitik atau
aplastik autoimun; trombositopenia,
granulositopenia.
 HEPA: Efek kolestasis atau hepatoseluler.
 LAIN: Reaksi hipersensitivitas
Dalam pengelolaan lambung dan duodenal
ulserasi dosis oral setiap hari 300 mg pada waktu tidur
atau 150 mg dua kali sehari (di pagi hari dan pada
waktu tidur) diberikan pada awalnya minimal 4 minggu.
Dosis 300 mg dua kali sehari juga bisa digunakan untuk
maag. Dimana sesuai dosis perawatan 150 mg setiap
hari dapat diberikan pada waktu tidur.
Ranitidine 150 mg dua kali sehari dapat diberikan
selama terapi dengan NSAID untuk profilaksis
Dosis melawan ulserasi duodenum.
Dosis yang disarankan untuk pengobatan tukak
lambung pada Anak-anak 2 sampai 4 mg / kg dua kali
sehari maksimal 300 mg dalam 24 jam; dosis
pemeliharaan 2 sampai 4 mg / kg sekali sehari bisa
digunakan maksimal 150 mg perhari.
Untuk ulkus duodenum yang terkait dengan infeksi
Helicobacter pylori , ranitidin dalam dosis oral 300 mg
sekali sehari atau 150 mg dua kali sehari bisa diberikan
sebagai bagian terapi triple dengan amoksisilin 750 mg

18
dan metronidazol 500 mg, keduanya tiga kali sehari,
selama 2 minggu.
Pada penyakit refluks gastroesofagus
Dosis oral 150 mg dua kali sehari atau 300 mg pada
waktu tidur sampai 8 minggu atau, jika diperlukan, 12
minggu. Ini mungkin ditingkatkan menjadi 150 mg
empat kali sehari sampai 12 minggu pada kasus yang
parah.
Dalam perawatan penyembuhan oesofagitis erosif, dosis
150 mg dua kali sehari mungkin digunakan. Meski ada
keterbatasan data tentang penggunaan
ranitidin untuk penyakit refluks gastroesofagus dan
oesofagitis erosif pada anak-anak, dosis 5 sampai
10 mg / kg sehari, biasanya diberikan dalam 2 dosis
terbagi telah digunakan Dalam kondisi hipersekresi
patologis. (Martindale 36th, Hal 1766 )

c. Famotidin
Terapi perawatan dan perawatan jangka pendek untuk
ulkus duodenum, penyakit refluks gastroesofagus
Indikasi (GERD, termasuk penyakit erosif atau ulseratif), tukak
lambung jinak, pengobatan kondisi hipersekresi
patologis (A to Z Drug Facts)
Hipersensitivitas terhadap Famotidin atau antagonis H2
Kontraindikasi
lainnya (A to Z Drug Facts)
 Ketokonazol:
Interaksi Efek ketokonazol dapat menurun.
(A to Z Drug Facts)
 KARDIOVASKULAR: Palpitasi.
 SSP: sakit kepala; sifat tidur; kelelahan; pusing;
Efek samping
kebingungan; halusinasi; agitasi atau kecemasan;
depresi; insomnia; paresthesias.

19
 DERMATOLOGI: Alopesia; ruam; pruritus;
urtikaria; jerawat; kulit kering; pembilasan.
 EEN: Tinnitus; gangguan rasa; edema orbital; injeksi
konjungtiva
 GI: Diare; sembelit; mual; muntah;
ketidaknyamanan perut; anoreksia; mulut kering.
 GU: Impotensi; kehilangan libido
 HEMATOLOGI: Trombositopenia.
 RESPIRATORIUM: Bronkospasme
 LAINNYA: Arthralgia; nyeri transien pada tempat
suntikan; demam. (A to Z Drug Facts)
Dalam pengelolaan lambung dan duodenal ulserasi
dosisnya adalah 40 mg per hari secara oral pada waktu
tidur, selama 4 sampai 8 minggu. Dosis 20 mg dua kali
sehari juga dapat diberikan.
Dosis perawatan 20 mg pada Waktu tidur bisa diberikan
untuk mencegah terulangnya duodenum ulserasi.
Dosis Pada penyakit refluks gastroesofagus dosis oral yang
dianjurkan adalah 20 mg dua kali setiap hari selama 6
sampai 12 minggu, atau sampai 40 mg dua kali sehari
jika ada ulserasi esofagus.
Dosis perawatan 20 mg dua kali sehari dapat diberikan
untuk mencegah kekambuhan.
(Martidale 36th, Hal 1730).

20
d. Nizatidin
Pengobatan dan perawatan tukak duodenum, penyakit
refluks gastroesofagus (GERD, termasuk penyakit
Indikasi
erosif atau ulseratif) dan tukak lambung jinak.
(A to Z Drug Facts)
Hipersensitivitas terhadap Nizatidin atau antagonis H2
Kontraindikasi
lainnya (A to Z Drug Facts)
 Aspirin
Terjadi peningkatan kadar salisilat pada pasien yang
memakai aspirin dosis sangat tinggi (3,9g / hari).
Interaksi
 Ketokonazol
Efek ketokonazol dapat berkurang
(A to Z Drug Facts)
 CV: Aritmia jantung.
 SSP: sakit kepala; sifat tidur; kelelahan; pusing.
 GI: Diare; sembelit; mual; muntah;
ketidaknyamanan perut; anoreksia; efek kolestatik
atau hepatoseluler.
 GU: Hyperuricemia tidak berhubungan dengan gout
atau nephrolithiasis.
Efek samping
 HEMA: Trombositopenia; eosinofilia
 HEPA: Hepatocellular injury; peningkatan
konsentrasi AST, ALT dan alkalin fosfatase.
 DERM: dermatitis eksfoliatif; eritroderma; ruam;
pruritus; urtikaria
 LAIN: Gynecomastia; berkeringat; demam.
(A to Z Drug Facts)
Dalam pengelolaan lambung dan duodenal ulserasi
dosis tunggal nizatidin oral setiap hari 300 mg
Dosis
dianjurkan di malam hari, yang harus diberikan
awalnya selama 4 minggu dan dapat diperpanjang

21
sampai 8 minggu jika perlu;
alternatif 150 mg dapat diberikan dua kali sehari di pagi
dan sore hari.
Dosis pemeliharaan 150 mg per hari dapat diberikan
di malam hari. Pada pasien yang tidak cocok untuk
menerima oral. Terapi nizatidin dapat diberikan secara
jangka pendek dengan infus intravena terus menerus
sebesar 10 mg / jam; kalau tidak 100 mg dapat
diencerkan dalam 50 ml infus cairan dan diberikan lebih
dari 15 menit, tiga kali harian. Dosis intravena total
tidak boleh melebihi
480 mg setiap hari.
Pada penyakit refluks gastroesofagus dosis oral 150
sampai 300 mg dua kali sehari dianjurkan
sampai 12 minggu Pada anak usia 12 tahun ke atas
dosis 150 mg dua kali sehari bisa diberikan sampai 8
minggu. (Martindale 36th, Hal 1751)
Simetidin dan ranitidin cepat diabsorbsi secara oral. Obat-obat
tersebut memblok kerja histamin pada sel-sel parietal dan mengurangi
sekresi asam. Obat-obat tersebut mengurangi nyeri akibat ulkus peptikum
dan meningkatkan kecepatan penyembuhan ulkus. Insidensi terjadinya
efek samping rendah. Simetidin mempunyai efek anti androgen, namun
jarang menyebabkan ginekomastasia. Simetidin juga terikat pada sitokrom
P-450 dan bisa menurunkan metabolisme obat di hati (misalnya warfarin,
fenitoin, dan teofilin) (Neal, 2006).
Efek samping simetidin biasanya ringan dan hanya terjadi pada
sebagian kecil pasien saja sehingga tidak memerlukan penghentian
pengobatan. Efek samping yang sering terjadi adalah sakit kepala, pusing,
diare, dan nyeri otot. Efek samping saraf pusat seperti bingung dan
halusinasi terjadi pada usia lanjut. Simetidin memiliki efek endokrin
karena obat ini bekerja sebagai anti androgen dan steroid. Efek ini berupa
ginekomastia, galaktorea dan penurunan jumlah sperma (Mycek,2001).

22
2.6.2.2 Proton Pump Inhibitor
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim KH ATPase
yang akan memecah KH ATP akan menghasilkan energi yang digunakan
untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli serta parietal ke dalam lumen
lambung. Panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah dan dapat
menimbulkan tumor karsinoid pada tikus percobaan. Pada manusia
belum terbukti gangguan keamanan pada pemakaian jangka panjang
(Tarigan,2001).
Penghambat pompa proton dimetabolisme di hati dan dieliminasi
di ginjal. Dengan pengecualian penderita disfungsi hati berat, tanpa
penyesuaian dosis pada penyakit liver dan penyakit ginjal.
a. Omeprazole
Pengobatan jangka pendek ulkus duodenum aktif,
penyakit refluks gastroesofagus (GERD), termasuk
esofagitis erosif dan GERD simtomatik; pengobatan
jangka panjang kondisi hipersekresi patologis (misalnya
sindrom Zollinger-Ellison, adenoma multipel multipel,
mastositosis sistemik); untuk mempertahankan
Indikasi penyembuhan esofagitis erosif; dalam kombinasi
dengan klaritromisin untuk memberantas H. pylori,
gunakan klaritromisin dan amoksisilin dalam kombinasi
dengan omeprazol pada pasien dengan riwayat ulkus
duodenum 1 tahun dengan ulkus duodenum aktif untuk
membasmi H. pylori; Pengobatan jangka pendek tukak
lambung jinak aktif. (A to Z Drug Facts)
Kangker pencernaan, Infeksi H. Pylori, kerusakan hati,
Kontraindikasi
Kehamilan (Martindale 36th, Hal 1755).
 Benzodiazepin: Pembersihan benzodiazepin dapat
dikurangi.
Interaksi  Cilostazol: Tingkat plasma dapat ditingkatkan
dengan omeprazol, meningkatkan efek terapeutik
dan efek samping.

23
 Klaritromisin: Konsentrasi klaritromisin dan
omeprazol serum dapat meningkat. Obat-obatan
tergantung pada pH lambung untuk ketersediaan
hayati (misalnya ketokonazol, garam besi,
ampisilin): Penyerapan obat ini mungkin akan
terpengaruh.
 Phenytoin: Berkurangnya plasma clearance dan
meningkatkan fenitoin setengah hari.
 Warfarin: eliminasi warfarin yang berkepanjangan.
(A to Z Drug Facts)
 KARDIOVASKULAR: Angina; takikardia;
bradikardia; debaran jantung.
 SSP: sakit kepala; pusing.
 DERMATOLOGI: Ruam.
 GI: Diare; sakit perut; regurgitasi asam; mual;
Efek samping
muntah; sembelit; perut kembung.
 RESPIRATORY: Batuk; infeksi saluran pernafasan
bagian atas.
 LAIN: Asthenia; sakit punggung.
(A to Z Drug Facts)
Untuk menghilangkan maag omprazol terkait asam
diberikan dalam dosis biasa 10 atau 20 mg per hari
secara oral selama 2 sampai4 minggu.
Dosis biasa untuk pengobatan gastro-esofagus
Penyakit refluks adalah 20 mg per oral sekali sehari
Dosis selama 4 minggu, diikuti 4 sampai 8 minggu lagi jika
tidak sepenuhnya sembuh Pada oesophagitis refrakter,
dosis 40 mg per hari bisa digunakan.
Terapi perawatan setelah penyembuhan oesophagitis
adalah 20 mg sekali sehari, dan untuk acid reflux
10 mg setiap hari.

24
Dosis 20 mg per hari secara oral digunakan dalam
pengobatan Ulserasi terkait NSAID; dosis 20 mg setiap
hari juga dapat digunakan untuk profilaksis pada pasien
dengan riwayat lesi gastroduodenal yang membutuhkan
terus pengobatan NSAID
(Martindale 36th, Hal 1755)

b. Lansoprazole
Untuk Pengobatan ulkus duodenum jangka pendek
,untuk menjaga penyembuhan ulkus duodenum;
Pengobatan jangka pendek untuk semua kadar
esofagitis erosif; pengobatan jangka panjang dari
kondisi hipersekresi patologis, termasuk sindrom
Zollinger-Ellison; dalam kombinasi dengan amoksisilin
ditambah klaritromisin atau amoksisilin saja (pada
pasien yang tidak toleran atau resisten terhadap
klaritromisin) untuk pemberantasan H. pylori pada
Indikasi
pasien dengan ulkus duodenum aktif atau berulang;
pengobatan jangka pendek dan simtomatik ulcer
lambung jinak aktif (termasuk tukak lambung terkait
NSAID pada pasien yang terus menggunakan NSAID
dan untuk mengurangi risiko ulkus gaster terkait
NSAID pada pasien dengan riwayat ulkus gaster terkait
NSAID); pengobatan sakit maag dan gejala penyakit
gastroesophageal reflux (GERD) lainnya
(A to Z Drug Facts).
Pasien dengan kerusakan hepar
Kontraindikasi
(Martindale 36th, Hal 1739)
 Ketokonazol: Efek dapat dikurangi dengan
lansoprazol.
Interaksi
 Sucralfate: Dapat menunda dan mengurangi
penyerapan; beri lansoprazol minimal 30 menit

25
sebelum sucralfate (A to Z Drug Facts).
 SSP: Sakit kepala
Efek samping
 GI: Diare; sakit perut; mual. (A to Z Drug Facts)
Untuk menghilangkan maag lansoprazole dapat
diberikan dalam dosis 15 atau 30 mg sekali sehari,
selama 2 sampai 4 minggu.
Dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofagus
dosisnya 15 sampai 30 mg sekali sehari selama 4
sampai 8 minggu; Setelah itu terapi perawatan bisa
dilanjutkan dengan 15 atau 30 mg sekali sehari sesuai
respon. Pada pasien yang tidak dapat memakai terapi
oral, lansoprazole dapat diberikan dengan infus
intravena untuk pengobatan oesophagitis erosif sampai
7 hari; dosis 30 mg lebih dari 30 menit setiap hari
dianjurkan.
Lansoprazole diberikan untuk pengobatan tukak
penyakit lambung di Inggris dalam dosis 30 mg sekali
Dosis sehari. Pengobatan dilanjutkan selama 2 sampai 4
minggu untuk duodenal dan 4 sampai 8 minggu untuk
tukak lambung. Di Amerika Serikat dosis 15 mg setiap
hari selama 4 minggu dianjurkan ulkus duodenum, dan
30 mg sekali sehari diberikan sampai 8 minggu untuk
ulserasi gastrik. Bila sesuai, 15 mg per hari dapat
digunakan sebagai terapi pemeliharaan pencegahan
kambuh ulkus duodenum.
Lansoprazole
dapat dikombinasikan dengan antibakteri dalam satu
minggu rejimen tiga terapi untuk pemberantasan
Helicobacter pylori Regimen yang efektif termasuk
lansoprazole 30 mg dua kali sehari dikombinasikan
dengan klaritromisin 500 mg dua kali sehari dan
amoksisilin 1 g dua kali sehari, atau dikombinasikan

26
dengan klaritromisin 250 mg dua kali sehari dan
metronidazol 400 mg dua kali sehari; lansoprazol
dengan amoksisilin dan metronidazol juga telah
digunakan.
Pada pasien dengan ulserasi terkait NSAID dosis
30 mg setiap hari selama 4 sampai 8 minggu
dianjurkan; 15 sampai 30 mg per hari dapat digunakan
sebagai profilaksis untuk pasien yang membutuhkan
pengobatan NSAID lanjutan.
(Martindale 36th, Hal 1739)

c. Rabeprazole
Pengobatan jangka pendek dalam penyembuhan dan
simptomatik ulkus duodenum dan penyakit refluks
gastroesofagus erosif atau ulseratif (GERD); menjaga
penyembuhan dan mengurangi tingkat gejala sakit maag
pada pasien GERD; pengobatan mulas siang hari dan
Indikasi malam hari dan gejala lain yang terkait dengan GERD;
Pengobatan jangka panjang terhadap kondisi
hipersekresi patologis, termasuk sindrom Zollinger-
Ellison dalam kombinasi dengan amoksisilin dan
klaritromisin untuk memberantas H. Pylori.
(A to Z Drug Facts)
Hipersensitivitas terhadap benzimidazol tersubstitusi
Kontraindikasi
(A to Z Drug Facts)
Obat-obatan tergantung pada pH lambung untuk
penyerapan (misalnya digoksin, ketokonazol): Tingkat
Interaksi plasma digoksin dapat ditingkatkan, sementara
konsentrasi ketokonazol dapat menurun.
(A to Z Drug Facts)
 KARDIOVASKULAR: Hipertensi; MI; Kelainan
Efek samping
EKG; migrain; sinkop; kejang jantung; debaran

27
jantung; bradikardia sinus; takikardia
 SSP: sakit kepala; insomnia; kegelisahan; pusing;
depresi; kegugupan; sifat tidur; hipertensi; sakit
saraf; vertigo; ledakan; sindrom ekstrapiramidal;
hyperkinesias
 DERMATOLOGI: Ruam; pruritus; berkeringat;
urtikaria; alopesia.
 EENT: Katarak; ambliopia; glaukoma; mata kering;
penglihatan abnormal; tinnitus; otitis media
 GI: Diare; mual; sakit perut; muntah; dispepsia;
perut kembung; sembelit; mulut kering; letusan;
gastroenteritis; pendarahan rektum; melena;
anoreksia; ulserasi mulut; stomatitis; disfagia;
radang gusi; nafsu makan meningkat; tinja tidak
normal; proktitis; radang usus besar; esophagitis;
glossitis; pankreatitis; cholelithiasis; kolesistitis
 GU: Sistitis; frekuensi kencing; dismenore; disuria;
kalkulus ginjal; metrorrhagia; poliuria
 HEMATOLOGI: Anemia; ecchymosis;
limfadenopati; anemia hipokromik
 METABOLIS: Hipertiroidisme; hipotiroidisme;
edema perifer; busung; berat badan / kerugian;
encok; dehidrasi.
 RESPIRATORY: Dyspnea; asma; epistaksis; radang
tenggorokan; cegukan; hiperventilasi.
 LAIN: Asthenia; demam; reaksi alergi; panas
dingin; rasa tidak enak; sakit dada substernal;
kekakuan leher; reaksi fotosensitivitas; mialgia;
radang sendi; keram kaki; sakit tulang; arthrosis;
radang kandung lendir. (A to Z Drug Facts)
Dalam pengobatan yang parah (erosif atau ulseratif)
Dosis
penyakit gastro refluks esofagus dengan dosis sodium

28
rabeprazole adalah 20 mg sekali sehari selama 4
sampai 8 minggu; di AS, khusus 8 minggu lebih lanjut
diperbolehkan untuk penyembuhan oesophagitis erosif.
Kemudian, Terapi pemeliharaan bisa dilanjutkan
dengan 10 atau 20 mg perhari tergantung responnya.
Untuk gejala Penyakit tanpa esofagitis erosif atau
ulseratif dosis 10 atau 20 mg dapat diberikan sekali
sehari selama 4 minggu; di AS, khusus 4 minggu lebih
lanjut diperbolehkan.
Setelah gejala teratasi, dosis 10 mg Sekali sehari bisa
diberikan seperlunya. Untuk pengobatan penyakit tukak
peptik aktif, 20 mg per hari diberikan selama 4 sampai
8 minggu untuk duodenum ulkus dan 6 sampai 12
minggu untuk ulkus gastrik.
Untuk pemberantasan parasit Helecobacter pylori
rabeprazole Dapat dikombinasikan dengan dua
antibakteri dalam 1 minggu rejimen tiga terapi.
Regimen yang efektif meliputi 20 mg dua kali sehari
dikombinasikan dengan klaritromisin 500 mg dua kali
sehari dan amoksisilin 1 g dua kali sehari, atau
dikombinasikan dengan klaritromisin 250 mg dua kali
sehari dan metronidazol 400 mg dua kali sehari.
(Martindale 36th, Hal 1765)

d. Pantoprazole
Pengobatan jangka pendek (tidak lebih dari 8 minggu)
dalam penyembuhan dan pembebasan simtomatik
esofagitis erosif yang terkait dengan penyakit refluks
Indikasi gastroesofagus (GERD); pengobatan jangka panjang
dari kondisi hipersekresi patologis, termasuk sindrom
Zollinger-Ellison; pemeliharaan penyembuhan
esofagitis erosif. (A to Z Drug Facts)

29
Pada pasien gagal ginjal dan kerusakan hati (Martindale
Kontraindikasi
36th, Hal 1760)
Interaksi Belum terdapat dokumen (A to Z Drug Facts)
 KARDIOVASKULAR: Angina; aritmia; MI;
debaran jantung; sakit dada.
 SSP: sakit kepala; migrain; kegelisahan; pusing.
 DERMATOLOGI: Ruam; eritema multiforme;
Sindrom Stevens-Johnson; nekrolisis epidermal
toksik.
 ETS: Faringitis; rhinitis; radang dlm selaput lendir.
 GI: Diare; perut kembung; sakit perut; sembelit;
Efek samping
dispepsia; gastroenteritis; mual; muntah.
 GU: Frekuensi kemih;
 UIT HEPATIK: LFT abnormal; meningkat ALT.
 RESPIRATORY: Bronchitis; batuk meningkat;
dyspnea; infeksi saluran pernafasan bagian atas.
 LAIN: Asthenia; sakit punggung; sakit leher;
sindrom flu; rasa sakit; arthralgia; hipertensi.
(A to Z Drug Facts)
Dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofagus
dosis oral biasa adalah 20 sampai 40 mg sekali sehari
selama 4 minggu, meningkat menjadi 8 minggu jika
perlu; di AS, sampai 16 minggu terapi diijinkan untuk
penyembuhan dari oesofagitis erosif Untuk terapi
perawatan, Pengobatan bisa dilanjutkan dengan 20
Dosis
sampai 40 mg setiap hari. Kalau tidak, untuk gejala
berulang, on-demand rejimen 20 mg setiap hari dapat
diberikan.
Dosis biasa untuk pengobatan penyakit maag peptik
adalah 40 mg sekali sehari. Pengobatannya biasanya
diberikan selama 2 sampai 4 minggu untuk ulserasi

30
duodenum, atau 4 sampai 8 minggu untuk ulserasi
gaster jinak.
Untuk pemberantasannya Helicobacter pylori
pantoprazole dapat dikombinasikan dengan dua
antibakteri dalam terapi triple 1 minggu rejimen.
Regimen yang efektif termasuk pantoprazole 40 mg dua
kali sehari dikombinasikan dengan klaritromisin
500 mg dua kali sehari dan amoksisilin 1 g dua kali
sehari, atau dikombinasikan dengan klaritromisin 250
mg dua kali sehari dan metronidazol 400 mg dua kali
sehari. Pasien yang memerlukan profilaksis untuk NSID
ulser dapat 20 mg perhari. (Martindale 36th, Hal 1760)

e. Esomeprazole
Pengobatan mulas dan gejala lain dari penyakit refluks
gastroesophageal (GERD); Pengobatan jangka pendek
dalam penyembuhan dan simtomatik esofagitis erosif;
menjaga gejala dan penyembuhan esofagitis erosif;
Indikasi
dalam kombinasi dengan amoksisilin dan klaritromisin
untuk pengobatan organisme Helicobacter pylori dan
penyakit ulkus duodenum untuk memberantas H. pylori.
(A to Z Drug Facts)
Kontraindikasi Kerusakan hati dan ginjal (A to Z Drug Facts)
Obat-obatan tergantung pada pH lambung
Interaksi (ketokonazol, garam besi, digoksin): Penyerapan obat
ini mungkin akan terpengaruh.
 SSP: Sakit kepala.
 EUL: Mulut kering.
Efek samping
 GI: Diare; mual; perut kembung; sakit perut;
sembelit.
Dosis biasa untuk penyakit tukak peptik, sebagai
Dosis
komponen dari rejimen tiga terapi dengan amoksisilin

31
dan klaritromisin, setara dengan 20 mg esomeprazol
oral dua kali sehari selama 7 hari, atau 40 mg sekali
sehari selama 10 hari
Dosis oral 20 mg setiap hari, selama 4 sampai 8
minggu, digunakan di pengobatan ulserasi terkait
NSAID; dosis 20 mg per hari juga dapat digunakan
untuk profilaksis pada pasien berisiko lesi semacam itu
yang membutuhkan terus Pengobatan NSAID.
Di Inggris, dosis untuk pengobatan parah (erosif)
Penyakit refluks gastroesofagus adalah 40 mg sekali
sehari selama 4 minggu, diperpanjang selama 4 minggu
jika perlu; di Amerika Serikat, di mana dosis 20 atau 40
mg setiap hari diizinkan untuk perawatan awal, 4
sampai 8 minggu.
Pengobatan bisa dipertimbangkan untuk pasien yang
tidak Sembuh setelah 4 sampai 8 minggu. Untuk
perawatan, atau untuk gejala Penyakit tanpa
oesophagitis erosif, dosis setara dengan 20 mg
(Martindale 36th, Hal 1729)

Inhibitor pompa protein memiliki efek yang sangat besar terhadap


produk asam. Omeprazole juga secara selektif menghambat karbonat
anhidrase mukosa lambung yang kemungkinan turut berkontribusi
terhadap sifat suspensi asamnya. Efek samping obat golongan ini jarang,
meliputi sakit kepala, diare, konstipasi, muntah, dan ruam merah pada
kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari penggunaan PPI
(Lacy dkk,2008).
Omeprazole dan lanzoprazole tidak aktif pada pH netral, tetapi
dalam keadaan asam obat-obat tersebut disusun kembali menjadi 2
macam molekul relatif, yang bereaksi dengan gugus-gugus sulfhidril.
Pada H+/K+-ATPase (pompa proton) yang berperan untuk mentranspor
ion H+ keluar dari sel parietal. Oleh karena itu enzim dihambat secara

32
irreversibel, maka sekresi asam hanya terjadi setelah sintesis enzim baru.
Obat-obat tersebut berguna terutama pada pasien dengan hipersekresi
asam lambung, berat yang disebabkan oleh sindrom Zollinger-Ellison,
suatu keadaan yang jarang terjadi akibat tumor sel pankreas yang
mensekresi gastrin, dan pada pasien dengan esofagitis refluks dimana
ulkus yang berat biasanya resisten terhadap obat lain (Neal,2008).
H.pylori adalah batang gram negatif berbentuk spiral yang dapat
bergerak. Bakteri ini ditemukan jauh didalam lapisan mukus dan tumbuh
optimal pada pH 7. Bakteri ini menginvasi permukaan sel epitel sampai
kedalam tertentu, kemudian toksik dan amonia yang dihasilkan oleh
aktivitas ureasenya yang kuat bisa merusak sel. Gastritis yang
berhubungan dengan infeksi H.pylori menetap selama bertahun-tahun
atau seumur hidup, dan berhubungan dengan pelepasan gastrin yang
kemudian meningkatkan pelepasan HCL basal. Peningkatan pelepasan
gastrin bisa disebabkan oleh sitokin yang dihasilkan akibat inflamasi,
yang juga menurunkan pertahanan mukosa. Efek trofik hipergastrinemia
meningkatkan masa sel parietal, yang menyebabkan respon sekresi asam
yang berlebihan terhadap gastrin. Dalam duodenum, asam menginduksi
jejas mukosa dan sel-sel metaplasia dari fenotip lambung. Inflamasi
kronis sel-sel ini menyebabkann ulsilasi. Eradukasi H.pylori menurunkan
sekresi HCL secara signifikan dan menghasilkan penyembuhan ulkus
duodenum dan lambung jangka panjang. Penelitian menunjukkan bahwa
kombinasi inhibisi asam dan antibiotik dapat mengeradukasi H.pylori
pada lebih dari 90% pasien dalam satu minggu. Kombinasi obat yang
direkomendasikan termasuk Klaritomisin, misalnya kombinasi
Klaritomisin, omeprazole dan metronidazole atau amoksisilin. Jika
klaritomisin tidak dapat digunakan dapat dipakai amoksisilin.
Metronidazole dan omeprazole, resistensi terhadap metronidazole sering
terjadi (Neal,2008).

33
2.6.2.3 Sukralfat
Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam
hidrolisi protein mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut
berkontribusi terhadap terjadinya erosi dan ulserasi mukosa. Protein ini
dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain menghambat hidrolisi
protein mukosa oleh pepsin sukralfat juga memiliki efek sitoprotektif
tambahan yakni stimulasi produksi lokal prostaglandin dan faktor
pertumbuhan epidermal (Parischa dan Hoogerwefh, 2008).
Sukraflat
Pengobatan jangka pendek ulkus duodenum; terapi
Indikasi
pemeliharaan tukak duodenum. (A to Z Drug Facts)
Kontraindikasi Gagal ginjal (Martindale 36th, Hal 1772)
Sucralfate bisa mengganggu penyerapan yang lain
obat-obatan dan telah disarankan bahwa harus ada
Selang 2 jam antara memberi sukralfate dan lainnya
obat non-antasid Beberapa obat dilaporkan
dipengaruhi oleh sucralfate termasuk simetidin,
ranitidin, digoksin, antibakteri fluoroquinolon,
Interaksi
ketokonazol, levothyroxine, phenytoin, tetrasiklin,
quinidine, teofilin, dan mungkin warfarin. Yang
direkomendasikan Interval antara sukralfate dan
antasida adalah 30 menit. Selang waktu 1 jam harus
berlalu antara memberi sukralfat dan makanan enteral.
(Martindale 36th, Hal 1772)
 SSP: Pusing; insomnia; vertigo; sakit kepala.
 DERMATOLOGI: Ruam; pruritus
 GI: Konstipasi; diare; mual; muntah; mulut kering;
Efek samping
gangguan pencernaan; perut kembung.
 LAIN: Sakit punggung.
(A to Z Drug Facts)
Sucralfate telah digunakan dalam pengobatan penyakit
Dosis
tukak lambung dan gastritis kronis. Hal itu diberikan

34
lisan dan harus diminum pada waktu perut kosong
sebelumnya makan dan menjelang tidur Dosis biasa
adalah 1 g empat kali setiap hari atau 2 g dua kali sehari
selama 4 sampai 8 minggu; jika diperlukan
Dosis dapat ditingkatkan sampai maksimum 8 g setiap
hari.
Jika terapi jangka panjang diperlukan kemungkinan
sucralfate diberikan sampai 12 minggu Dimana perlu
perawatan dosis 1 g dua kali sehari dapat diberikan
untuk mencegahnya kambuhnya ulkus duodenum.
Untuk profilaksis perdarahan gastrointestinal dari
ulserasi stres dosis sucralfate biasa adalah 1 g enam
kali sehari; dosis 8 g sehari tidak boleh dilampaui.
(Martindale 36th, Hal 1772)
Sukralfat mengalami polimeralisasi pada pH dibawah 4 untuk
menghasilkan gel yang sangat lengket dan melekat kuat pada dasar ulkus.
Kelasi bismuth bisa bekerja dengan cara yang sama dengan sukralfat.
Obat tersebut memiliki afinitas kuat terhadap glikoprotein mukosa
terutama pada jaringan nekrotik di dasar ulkus yang kemudian dilapisi
oleh lapisan pelindung kompleks polimer-glikoprotein. Bismuth dapat
menghitamkan gigi dan ginjal. Bismuth dan sukralfat harus diberikan
dalam keadaan lambung kosong atau obat-obat tersebut akan membetuk
kompleks dengan protein makanan (Neal,2008).

2.6.2.4 Koloid Bismuth


Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama
protein pada dasar tukak dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan
asam. Efek samping berwarna kehitaman sehingga timbul keraguan
dengan pendarahan (Tarigan, 2001).

35
Kelat Bismuth (Tripotassium dicitratobismuthate)
Beberapa garam bismut yang tidak larut diberikan
secara oral digunakan untuk antasida dan untuk
Indikasi Tindakan astringent pada berbagai gangguan
gastrointestinal, termasuk) diare dan dispepsia
(Martindale 36th, Hal 1712).
Tidak digunakan untuk pasien gagal ginjal sedang
Kontraindikasi
maupun berat (Martindale 36th, Hal 1712).
Garam Bismuth yang diberikan secara oral mengurangi
penyerapan tetrasiklin, mungkin dengan khelasi atau
dengan mengurangi tetrasiklin kelarutan sebagai akibat
dari peningkatan pH lambung. Interaksi ini bisa
diminimalisir dengan cara memisahkan
dosis dua obat tersebut dengan beberapa jam. Yang
klinis
signifikansi interaksi ini dengan penggunaan bismut
garam untuk penyakit tukak peptik tidak jelas;
tripotassium dicitratobismuthate atau bismuth salicylate
telah diberikan bersamaan dengan tetrasiklin sebagai
bagian dari triple terapi untuk pemberantasan
Interaksi
Helicobacter pylori.
Obat antisecretory Pra perawatan dengan omeprazol
dihasilkan sekitar tiga kali lipat peningkatan penyerapan
bismut dari tripotassium dicitratobismuthate pada 6
subyek sehat. konsentrasi plasma puncak bismut
setelah dosis tunggal 240 mg tripotassium
dicitratobismuthate meningkat dari 36,7 sampai 86,7
nanogram / mL setelah omeprazol, menunjukkan
peningkatan risiko toksisitas dari kombinasi terapi.
Mekanismenya dianggap sebagai peningkatan pH
lambung yang dihasilkan oleh Obat antisecretory
sebagai hasil yang serupa telah dilaporkan dengan

36
ranitidine.
Namun, signifikansi klinis dari interaksi ini terhadap
penggunaan obat antisecretory dengan senyawa bismut
untuk pemberantasan Helicobacter pylori tidak jelas;
senyawa bismut telah dikombinasikan dengan
penghambat pompa proton atau antagonis H2
dalam rejimen jangka pendek sebagai bagian terapi
triple atau quadruple. (Martindale 36th, Hal 1712)
 CV: Hipotensi; palpitasi; sakit dada.
 SSP: Mengantuk; kelemahan pada ekstremitas
bawah; pusing; kejang; sakit kepala; mati rasa;
euforia; depresi; kebingungan; kelesuan; insomnia.
 DERM: Pruritus; ruam.
 EEN: Tinnitus; penglihatan kabur; gangguan rasa;
hidung tersumbat.
 GI: Mual; muntah; mulut kering; sembelit; diare;
Efek samping
sakit perut; anoreksia.
 GU: Frekuensi kemih; enuresis; disuria;
ketidakmampuan.
 RESP: Dyspnea.
 LAINNYA: Hipotonia; pidato yang tidak jelas; nyeri
otot; edema pergelangan kaki; keringat berlebih;
penambahan berat badan.
(A to Z Drug Facts)
Tripotassium dicitratobismuthate aktif melawan
Helicobacter pylori dan telah digunakan sebagai terapi
triple (dengan metronidazol dan tetrasiklin atau
amoksisilin) untuk memberantas organisme ini dan
Dosis
dengan demikian mencegahnya
kambuh tukak duodenum. Ini juga digunakan sebagai
mukosa pelindung untuk pengobatan penyakit ulkus
peptik. Bismuth subkitrat kalium dan bismut

37
salisilat juga aktif melawan H. pylori dan miliki
telah digunakan sama dengan rejimen pemberantasan
penyakit.
Dosis biasa yang biasa disebut tripotassium
dicitratobismuthate Pada ulserasi gaster dan duodenum
jinak adalah 240 mg dua kali sehari, atau 120 mg empat
kali sehari sebelum makanan. Pengobatannya untuk
jangka waktu 4 minggu, diperpanjang sampai 8
minggu jika perlu Pemeliharaan terapi dengan
tripotassium dicitratobismuthate tidak disarankan
walaupun Pengobatan dapat diulang setelah interval
bebas obat satu bulan. Bila digunakan sebagai bagian
dari terapi triple Dosis biasa yang diberikan
tripotassium dicitratobismuthate Telah 120 mg empat
kali sehari selama 2 minggu. Biasa dosis bismuth
salicylate sebagai bagian dari triple therapy adalah
525 mg empat kali sehari selama 2 minggu.
(Martindale 36th, Hal 1712)

2.6.2.5 Analog Prostaglandin


Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah
sekresi mukus, sekresi bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah
mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya tukak gaster
pada pasien yang menggunakan OAINS. Efek samping diare, mual,
muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak
dianjurkan pada wanita yang bakal hamil (Tarigan, 2001).
Misoprostol
Pencegahan ulkus gastrik pada pasien berisiko tinggi
yang memakai obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID).
Indikasi Penggunaan tanpa label: Pengobatan ulkus duodenum
dan ulkus duodenum tidak responsif terhadap antagonis
reseptor H2 (A to Z Drug Facts).

38
Riwayat alergi terhadap prostaglandin; kehamilan
Kontraindikasi
(A to Z Drug Facts).
NSAIDs. Telah disarankan bahwa aspirin dan NSAID,
adalah inhibitor prostaglandin synthetase, bisa
mengubah khasiat misoprostol yang digunakan untuk
penghentian kehamilan dengan cara menghambat
kram rahim. Namun, penelitian pada wanita yang
Interaksi menjalani penghentian medis atau bedah menemukan
bahwa NSAID tidak mengurangi khasiat misoprostol.
Dalam penelitian lain, diklofenak tidak mengurangi
khasiat penghentian medis dengan menggunakan
mifepristone diikuti dengan misoprostol
(Martindale 36th, Hal 2013).
 SSP: Sakit kepala.
 GI: Diare (terkait dosis, berkembang biasanya pada
tahap awal terapi dan pembatasan sendiri; mungkin
memerlukan penghentian pada beberapa pasien);
Efek samping
sakit perut; mual; perut kembung; dispepsia;
muntah; sembelit.
 GI: Gangguan haid.
(A to Z Drug Facts).
Hal ini digunakan dalam pengobatan lambung dan
duodenum ulserasi (bawah) termasuk yang terkait
dengan NSAIDs. Dosis oral biasa adalah 800
mikrogram setiap hari dalam dua sampai empat dibagi
dosis dengan makanan. Pengobatannya Awalnya
Dosis diberikan paling sedikit 4 minggu, meski gejalanya
Lebih cepat lega, dan bisa berlanjut hingga 8 minggu
jika perlu Kursus lebih lanjut dapat digunakan untuk
mengobati kambuh
Misoprostol juga digunakan secara profilaksis
NSAID untuk mencegah ulkus yang disebabkan oleh

39
NSAID. Biasa Dosis oral adalah 200 mikrogram dua
sampai empat kali sehari. Dosis 100 mikrogram empat
kali sehari dapat digunakan pada pasien tidak
menoleransi dosis yang lebih tinggi. Beberapa persiapan
NSAID mengandung misoprostol dalam usaha untuk
batasi efek buruknya pada mukosa gastrointestinal.
(Martindale 36th, Hal 2013)
Golongan ini dapat menyebabkan eksaserbasi klinik (kondisi
penyakit bertambah parah) pada pasien yang menderita radang usus
sehingga pemakaiannya harus dihindari (Parischa dan Hoogerwrfh,
2008).
2.6.2.6 Antasid
Antasida meningkatkan pH lumen lambung. Peningkatan tersebut
meningkatkan kecepatan pengosongan lambung, sehingga efek antasida
menjadi pendek. Pelepasan gastrin meningkat dan, karena hal ini
menstimulasi pelapasan asam, maka antasida yang dibutuhkan lebih
banyak daripada yang diperkirakan (acid rebound). Antasida dosis tinggi
yang sering diberikan mendukung pemyembuhan ulkus, tetapi terapi
seperti itu jarang dilakukan (Neal, 2008).
a. Magnesium Hydroksida
Indikasi Dipepsia (Pusat Informasi Obat Nasional)
Kontraindikasi Gangguan ginjal (Martindale 36th, Hal 1743)
Berinteraksi dengan banyak obat lain baik dengan
perubahan dalam pH lambung dan pengosongan
lambung, dan dengan pembentukan kompleks yang
Interaksi
tidak diserap. Interaksi bisa diminimalisir dengan
memberi antasid dan obat lainnya 2 sampai 3 jam
terpisah dari obat lainnya. (Martindale 36th, Hal 1743)
Diare dan Hypermagnesamia (Martindale 36th, Hal
Efek samping
1743)
Magnesium hidroksida adalah antasida yaitu
Dosis
diberikan dalam dosis oral sampai sekitar 1 g. Hal ini

40
sering diberikan dengan antasida yang mengandung
aluminium seperti aluminium hidroksida yang melawan
efek pencahar. (Martindale 36th, Hal 1743)

b. Alumunium Hydroksida
Dipepsia dan Hyperfosfatemia
Indikasi
(Pusat Informasi Obat Nasional)
kerusakan ginjal: tulang osteomalacia, ensefalopati,
Kontraindikasi demensia, dan mikrositik Anemia hipokrom
(Martindale 36th, Hal 1707)
senyawa aluminium digunakan sebagai antasida
berinteraksi dengan banyak obat lain, baik dengan
perubahandalam pH lambung dan pengosongan
lambung, dan dengan adsorpsi langsung dan
Interaksi
pembentukan kompleks yang tidak terserap.
Interaksi bisa diminimalisir dengan memberi senyawa
aluminium dan obat lainnya 2 sampai 3 jam terpisah
(Martindale 36th, Hal 1707)
Sembelit, Obstruksi usus, Penipisan fosfat, Resorpsi
Efek samping tulang, Hyperkalsiuria, Osteomalacia.
(Martindale 36th, Hal 1707)
Aluminium hidroksida digunakan sebagai antasida
secara oral dalam dosis sampai sekitar 1 g, antara
Dosis
makan dan menjelang tidur.
(Martindale 36th, Hal 1707)

Natrium bikarbonat adalah satu-satunya antasida larut air yang


berguna. Natrium bikarbonat bekerja cepat tetapi mempunyai efek
sementara dan bikarbonat yang diabsorpsi dalam dosis tinggi bisa
menyebabkan alkalosis sistemik (Neal, 2008).

41
Magnesium hidroksida dan magnesium trisilikat tidak larut dalam
air dan bekerja cukup cepat. Magnesium mempunyai efek laksatif dan
bisa menyebabkan diare (Neal, 2008).
Aluminium hidroksida bekerja relatif lambat. Ion Al3+ membentuk
kompleks dengan obat-obatan tertentu (misalnya tetrasiklin) dan
cenderung menyebabkan konstipasi. Campuran senyawa magnesium dan
aluminium bisa digunakan untuk meminimalkan efek pada motilitas
(Neal, 2008).
Pada saat ini, antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan
nyeri dan dyspepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung
secara lokal. Preparat yang mengandung magnesium akan menyebabkan
diare sedangkan aluminium menyebabkan konstipasi. Kombinasi
keduanya saling menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare
dan konstipasi. Efek samping diare, berinteraksi dengan obat digitalis,
barbiturat, salisilat, dan kinidin (Tarigan, 2001).

2.7 Pencegahan Sebagai Tindakan Preventif


Menurut Notoatmodjo (2010), upaya pencegahan (upaya preventif) adalah
sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu
yang tidak diinginkan. Dalam pengertian yang sangat luas pencegahan
(preventif) diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah
terjadinya gangguan, kerusakan atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat
. Upaya preventif dalam pencegahan gastritis antara lain :
a. Jangan terlalu banyak mengkonsumsi makanan atau minuman pedas
dan asam.
Hindari makanan berlemak, karena lemak memang sulit dicerna
oleh lambung. Selain itu, tekstur makanan sebaiknya lembut (lunak).
Sering mengkonsumsi air putih, karena bisa mengurangi sifat asam dari
makanan atau minuman tersebut ( Shanty, 2011).
b. Pola makan yang baik dan teratur
Pencegahan kekambuhan pada gastritis dapat dicegah agar
penyakit tidak terjadi dan berulang dengan dilakukan beberapa tindakan

42
walaupun seseorang tidak dapat selalu menghilangkan Helicobacter pylori
dan salah satunya adalah dengan menjaga pola makan yang baik dan
teratur. Porsi makanan sebaiknya tidak terlalu banyak, tetapi sedikit
dengan frekuensi sering. Menurut sejumlah penelitian, makan dalam
jumlah kecil tapi sering sertamemperbanyak makan makanan yang
mengandung tepung, seperti nasi,jagung, dan roti akan menormalkan
produksi asam lambung. ( Nurheti, 2009 ).
c. Hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol, kafein ( teh, kopi )
Tingginya konsumsi alkoholdapat mengiritasi atau merangsang
lambung, bahkan menyebabkan lapisan dalam lambung terkelupas
sehingga menyebabkan peradangan danperdarahan di lambung. (Suratun
dan Luasianah, 2010).
d. Jangan merokok.
Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena
itu, orang yang merokok lebih sensitif terhadap gastritis maupun ulser.
Merokok juga akan meningkatkan asam lambung, melambatkan
kesembuhan, dan meningkatkan risiko kanker lambung ( Suratun dan
Lusianah , 2010 )
e. Menjaga kebersihan lingkungan
Bakteri Helicobacter pylori (H. pylori) merupakan satu-satunya
bakteri yang hidup di lambung. Bakteri H. pylori menginfeksi tubuh
seseorang melalui oral, baik secara fecal-oral maupun oral-oral. Fecal-oral
artinya bila feses seseorang yang terinfeksi bakteri ini kontak dengan
makanan, air dan benda lain yang kemudian masuk ke dalam tubuh orang
lain akibat kurang higienis. Sedangkan disebut oral-oral bila perpindahan
bakteri terjadi melalui ludah atau muntahan seseorang yang mengandung
bakteri ini. Misalnya, melalui penggunaan gelas, sendok, atau piring
makan secara bersama-sama, apabila tidak menjaga kebersihan lingkungan
dengan baik maka akan beresiko untuk terkena penyakit gastritis ini
(Syam, 2009).

43
f. Mengkonsumsi obat – obatan pereda nyeri sesuai anjuran
Bila harus mengkonsumsi obat - obatan penahan nyeri (analgetik),
maka sebaiknya diminum setelah makan dan tidak dalam keadaan kosong
(Shanty, 2011).
g. Memelihara tubuh.
Masalah saluran pencernaan seperti rasa terbakar dilambung,
kembung, dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang yangmengalami
kelebihan berat badan (obesitas). Oleh karena itu, memelihara berat badan
agar tetap ideal dapat mencegah terjadinya sakit maag (Suratun dan
Lusianah , 2010 ).
h. Memperbanyak olahraga
Olahraga dapat meningkatkan detak jantung yang dapat
menstimulasi aktivitas otot usus sehingga mendorong isi perut dilepaskan
dengan lebih cepat. Disarankan aerobik dilakukan setidaknya selama 30
menit setiap harinya (Suratun dan Lusianah , 2010 ).
i. Manajemen stres
Stres dapat meningkatkan serangan jantung dan stroke.Kejadian ini
akan menekan respons imun dan akan mengakibatkan gangguan pada
kulit. Selain itu, kejadian ini juga akan meningkatkanproduksi asam
lambung dan menekan pencernaan. Tingkat stres seseorangberbeda-beda
untuk setiap orang. Untuk menurunkan tingkat stress andadisarankan
banyak mengkonsumsi makanan bergizi, cukup istirahat,berolahraga
secara teratur, serta selalu menenangkan pikiran. Anda dapatmenenangkan
pikiran dengan melakukan meditasi atau yoga untukmenurunkan tekanan
darah, kelelahan dan rasa letih (Suratun dan Lusianah , 2010 ).
j. Diet makanan yang sesuai
Pencegahan penyakit maag atau gastritis, terutama harus dilakukan
dengan memperhatikan diet makanan yang sesuai. Adapun obat-obatan
yang banyak diperdagangkan dan beredar dipasaran, hanyalah berfungsi
membantu proses penyembuhan dan mengurangi rasa nyeri (Endang
Lanywati, 2001).

44
Pemberian diet pada penderita penyakit lambung antara lain
bertujuan untuk menghilangkan gejala penyakit, menetralisir asam
lambung, mengurangi gesekan peristaltik lambung serta memperbaiki
kebiasaan makan penderita. Dengan cara ini diharapkan luka di dinding
lambung perlahan-lahan akan sembuh (Vera Uripi, 2001).

45
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung
atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi.
Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang
pada daerah tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti
merokok, jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stress akut, radiasi, alergi
atau intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia
dan trauma langsung.
Penyebab pasti dari penyakit gastritis kronik belum diketahui, tetapi ada
dua predisposisi penting yang bias meningkatkan kejadian gastritis kronik,
yaitu infeksi dan non infeksi.Gejala yang sering terjadi ialah Rasa tidak
nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan,mual, dan anoreksia.
disertai muntah dan cegukan.
Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk
gejala defisiensi vitamin B, pada gastritis tipe B, pasien mengeluh anoreksia (
nafsu makan menurun ), nyeri ulu hati setelah makan, kembung, rasa asam di
mulut, atau mual dan muntah.
Menurut Brunner dan suddarth 2001 penatalaksanaan medis pada pasien
gastritis akut diatasi dengan mengstruksikan pasien untuk menghindari
alcohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasiean mampu makan
melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan
perlu diberikan secara parenteral.Serta penatalaksanaan medis pada pasien
gastritis kronik dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan
istirahat, menurangi stress dan memuli farmakoterapi. Helicobacter Pylori
dapat diatasi dengan antibiotik dan bismuth.
Penatalaksanaan dengan cara farmakologisnya dapat menggunaka obat-
obatan H2 bloker, Proton Pump Inhibitor, Analog Prostaglandin, Antasida,
Koloid Bismuth dan Sukraflat. Sebagai pencegahan preservatif yang dapat
dilakukan ialah tidak mengonsumsi makanan dan minuman pedas serta asam,
pola makan yang baik dan teratur, menghilangkan kosumsi alkohol dan

46
kafein, tidak merokok, menjaga kebersihan lingkungan, memperbanyak olah
raga dan menejemen stres.

3.2 Saran
Masyarakat Indonesia sangat rentang mengalami gastritis ini dikarenakan
masih banyaknya masyarakat yang tidak menjamin kebersihan
lingkungannya. Gastritis sangat mudah menyerang kaum muda dan pekerja
dikarenakan mereka sangat tidak memperhatikan pola makan mereka. Begitu
juga pada kaum laki-laki yang masih banyak menjadi perokok aktiv dan
pencandu alkohol. Sehingga sangat mudah mengalami gastritis.Penulis
menyarakan untuk menghindari penyebab-penyebab terjadinya gastritis
karena dapat terjadi komplikasi yang sangat serius jika tidak ditangani dengan
baik.
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah
di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
di pertanggungjawabkan.

47
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, C., Braun, C. 2007. Pathophysiology: Functional Alterations in Human


Health Philadelphia; Lippincott Williams and Wilkins.
Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.
Terjemahan Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Endang Lanywati, 2001, Penyakit Maag dan Gangguan Pencernaan, Yogyakarta:
Kanisius Vera uripi. Menu Untuk Penderita Hepatitis Dan Gangguan
Saluran Pencernaan, cetakan 1, Jakarta: Puspa Swara.
Feldman RA. 2001. Epidemiologic observations and open questions about disease
and infection caused by Helicobacter pylori In: Achtman M, Suerbaum S,
eds. Helicobacter pylori: molecular and cellular biology. Wymondham,
United Kingdom: Horizon Scientific Press
Jackson, S. 2006. Gastritis. Diambildari http://www.gicare.com/pated
/ecd9546.htm.Diaksestanggal21 Februari 2018
Junqueira L, Carneiro J, Kelly O. 2007. Basic histology: text and atlas 13th ed.
Philadelphia: McGraw Hill.
Lee Y, Liou J, Wu M, Wu C, Lin J. 2008.Review: eradication of Helicobacter
pylori to prevent gastroduodenal diseases: hitting more than one bird with
the same stone. Therapeutic Advances in Gastroenterology..
Michael J. Neal. 2005. At a Glance Farmakologi Medis Edisi 5. Penerbit
Erlangga : Surabaya
Moore KL, Dalley AF, Agur ARM. 2010. Clinical oriented anatomy.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Mukherjee, S. 2012. Gastritis Chronic. Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/176156-overview diaksestanggal21
Februari 2018.
Muttaqin, Arif& Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal
:Aplikasi Asuhan Keperawatan Medika lbedah. Jakarta :Salemba medika
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

48
Nurheti Yuliarti. 2009. Panduan pencegahan dan mengatasi penyakit maag.
Yogyakarta: ANDI
Paul G. Schmitz, Kevin J. Martin. 2008. Internal Medicine Just The Fact. The
McGraw-Hill Companie
Sagall, RJ. 2006. Ibuprofen and stomach ulcers. Pediatrics for parents journals;
vol 22,5; p 1-22. Academic Research library.
Shanty, Meita. 2011. Penyakit Saluran Pencernaan. Pedoman Menjaga &
Merawat Pencernaan. Jogjakarta: Katahati.
Suratum, Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal.Jakarta : Trans Info Media.
Suyono, Slamet. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI.
Syam, Dkk 2009. Menguak Rasa Nyeri Di Lambung Diambil Tanggal 1 April
2010dihttp://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip
Sweetman Sean C. 2009. The Complete Drug Reference Edisi 36. Pharmaceutical
Press : London
Tatro, David S., PharmD, 2003, A to Z Drug Facts, Facts and Comparisons, San
Franscisco
Trisna Y., 2005. PIO (Online). http://pionas.pom.go.id. Diakses pada tanggal 25
Februari 2018
Wehbi, M. 2008. Acute Gastritis. Medscape .diaksestanggal 21 Februari 2018.
Price and Wilson.2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Vol.2. Jakarta: EGC
Wibowo, Y.A. (2007). Gastritis .Diambil dari
http://fkuii.org/tikidownloadwiki_attachment.php?attld=1078&page=Yoga
%20Agua%20Wibowo. Diaksestanggal 21 Februari 2018.

49

Anda mungkin juga menyukai